TINJAUAN PUSTAKA Ubijalar (Ipomoea batatas L. (Lam)) Ubijalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman tropis yang berasal dari Amerika. Tanaman ini termasuk dalam famili Convolvulaceae yang memiliki ciri khas mahkota bunganya berbentuk terompet. Ubijalar adalah heksaploid, namun sebagian besar dari sekitar 400 spesies Ipomoea adalah diploid. Walaupun termasuk tanaman tropis namun ubijalar dapat pula tumbuh baik pada daerah subtropis (Wargiono, 1980). Ubijalar adalah tanaman dikotiledon tahunan dengan batang panjang menjalar dan daun berbentuk jantung hingga bundar yang tertopang tangkai daun tegak. Akar serabut dapat tumbuh secara adventif dari kedua sisi tiap ruas pada bagian batang yang bersinggungan dengan tanah. Organ penyimpanan yang layak santap adalah umbi yaitu akar yang terbentuk dari penebalan akar sekunder. Biasanya sekitar 15% dari seluruh akar yang terbentuk akan menebal dan membentuk organ penyimpan (umbi) yang tumbuh agak dangkal, pada kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Sebagian besar pertumbuhan akar penyimpan (umbi) biasanya dimulai sekitar 2 bulan setelah tanam. Diameter umbi terus meningkat selama daun tetap aktif. Bagian utama umbi terdiri dari jaringan parenkima. Tanaman ubijalar biasanya memiliki 3-4 umbi. Sebagian besar umbi yang dapat dipasarkan secara komersial memiliki berat sekitar 100 g hingga 400 g. Pembesaran akar, yang sering disalah artikan sebagai pembesaran umbi, adalah akibat dari pembesaran sel yang cepat, diikuti oleh pembesaran sel dan penimbunan pati pada jaringan parenkim pusat. Pembesaran umbi dimulai pada 30-35 hari setelah pindah-tanam, dan selanjutnya sebagai penyimpanan utama hingga panen atau terhentinya pertumbuhan. Warna peridermis akar dan daging buah berbeda-beda, bergantung pada kultivarnya mulai dari kuning, jingga, merah hingga ungu. Bentuk ubi beragam, mulai dari memanjang hingga hampir bulat. Ubijalar merupakan tanaman berhari pendek dan memerlukan panjang hari maksimum 11 jam untuk berbunga. Tanaman ini baik ditanam pada wilayah lintang 400 LU - 320 LS. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah yang memiliki suhu yang tinggi pada siang maupun malam hari. Ubijalar menyukai tanah liat berpasir remah yang berdrainase baik, dengan aerasi memadai. Pemadatan tanah berpengaruh buruk terhadap bentuk dan ukuran umbi. Suhu optimum bagi ubijalar ialah sekitar 240C, sedangkan pH optimum sekitar 6.0-7.5. Ubijalar cukup toleran terhadap kekeringan karena sistem perakarannya yang dalam. Akan tetapi tanaman ini tidak toleran terhadap banjir karena dapat menurunkan hasil untuk itu penanaman dilakukan pada guludan atau larikan dengan tujuan untuk memperbaiki drainase dan merangsang pembesaran umbi. Jagung Manis (Zea mays sacharata) Jagung manis atau sweet corn termasuk dalam famili Gramineae, subfamili Panicoideae ordo Maydeae. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1995), jagung manis merupakan jagung biasa yang mengalami mutasi pada lokus su 1 (sugary-1) kromosom keempat, sehingga menyebabkan kandungan patinya lebih rendah, bibit keriput, daya simpan benihnya rendah. Alexander (1988), menyatakan bahwa selain gen su-1 rasa manis juga dipengaruhi oleh adanya gen shrunken-2 (sh-2) yang memperlambat terjadinya perubahan gula menjadi pati sehingga rasa manis oleh jagung dapat bertahan lebih lama. Menurut Hueslen (1964) dalam Sufiani (2002), kandungan gula dan pati pada endosperm jagung manis selain dipengaruhi oleh gen juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan. Kandungan gula tertinggi terdapat pada biji yang berumur 16 hari setelah penyerbukan dan kandungan pati setelah 20 hari setelah penyerbukan. Secara fisik ada beberapa perbedaan mendasar antara jagung manis dan jagung biasa yaitu, warna tassel dan rambut jagung manis berwarna putih sedangkan jagung biasa berwarna kuning kecoklatan. Berdasarkan sifat penyerbukannya jagung manis termasuk tanaman menyerbuk silang karena tanaman ini termasuk tanaman monoecious yaitu bunga jantan dan bunga betina berada terpisah namun tetap dalam satu tanaman. Jagung manis dapat beradaptasi pada lingkungan iklim yang luas. Pada umumnya jagung manis dapat dipanen pada umur kira-kira 18-24 hari setelah penyerbukan, dan biasanya ditandai dengan penampakan luar rambut yang mengering, keketatan kelobot, dan kekerasan tongkol ketika digenggam. Panen dilakukan ketika biji masih belum matang, pada fase susu, dan sebelum fase kental awal. Menurut Palungkun dan Budiarti (2000), jagung manis tumbuh baik pada 500 LU - 400 LS serta sampai ketinggian 3000 m dpl. Suhu yang baik berkisar antara 210-300 C. Curah hujan yang optimum ialah berkisar antara 100-125 mm/bulan. Menurut Thompson dan Kelly (1957), jagung manis dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah dengan syarat berdrainase dan aerasinya baik. Hama penting yang menyerang jagung manis ialah ulat tanah (Agrotis sp.), lalat bibit (Atherigona exiqua), dan penggerek batang (Heliothus arrigena), sedangkan penyakit penting yang sering menyerang tanaman jagung manis ialah penyakit bulai oleh cendawan Perosclerospora maydis. Tumpangsari Tumpangsari merupakan pola tanam dalam satu luasan pertanaman yang terdapat dua atau lebih jenis tanaman dalam waktu yang sama (Gomez dan Gomez, 1983). Tumpangsari memiliki banyak keuntungan diantaranya: mengurangi serangan hama dan timbulnya penyakit, kemampuan adaptasi terhadap lingkungan lokal, menyediakan kesinambungan dan varisasi persediaan makanan, melindungi tanah dari erosi, pemanfaatan lahan yang lebih efektif, pemanfaatan tenaga kerja efisien, dan menghindari kegagalan usaha tani (Gupta dan O’toole, 1986). Pengaruh kompetisi menurut Trenbath (1977) terjadi karena tanaman memiliki variasi dalam hal ukuran maupun aktivitas sistem akar dan pucuk sehingga bervariasi dalam memanfaatkan faktor tumbuh. Selain itu terbatasnya sarana tumbuh juga berakibat pada terjadinya kompetisi. Pada umumnya faktor tumbuh yang diperebutkan diantaranya ialah cahaya, air, hara, O2, CO2, dan ruang tumbuh. Pada tanaman yang diusahakan bersama, perbedaan tinggi tanaman merupakan hal yang dianjurkan. Perbedaan tinggi tanaman merupakan hal yang dianjurkan dalam tumpang sari. Adanya perbedaan tinggi tanaman akan menghasilkan turbulensi angin dan distribusi CO2 yang merata sehingga fotosintesis pada masing-masing tanaman dapat berjalan dengan baik (Effendi, 1978). Menurut Herrena dan Harwood (1975) kombinasi yang memberikan hasil baik pada tumpang sari adalah jenis tanaman rendah ditanam di antara jenis tanaman tinggi. Dengan demikian dapat menciptakan kerapatan tanaman yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan cahaya. Pada umumnya produksi tanaman yang diusahakan bersama lebih rendah dibandingkan monokultur. Namun penurunan produksi dari salah satu jenis tanaman dapat diimbangi dengan produksi jenis tanaman lain sehingga sering pola tanam ini produksinya lebih tinggi daripada monokultur. Pengaruh Perbedaan Waktu Tanam Masalah utama dalam sistem tanam ganda ialah adanya pengaruh kompetisi terhadap faktor-faktor tumbuh sehingga menyebabkan reduksi hasil jika dibandingkan dengan monokultur. Pengaturan waktu tanam yang tepat merupakan faktor penting dalam suatu pertanaman yang akan menunjukkan tingkat pertumbuhan selanjutnya dari tanaman juga produksi tanaman tersebut. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menekan kompetisi antar tanaman dalam memperebutkan faktor-faktor tumbuh terutama pada saat periode kritis salah satu tanaman (Manthiana dan Baharsjah, 1982). Untuk mencapai efisiensi waktu dan tenaga pada waktu penanaman perlu dilakukan suatu pengaturan waktu tanam pada pola tanam tumpagsari sehingga harga produksi dapat ditekan dan pada akhirnya diperoleh hasil yang maksimal dengan mengurangi persaingan antar tanaman. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) NKL merupakan suatu konsep yang dapat dipergunakan untuk penilaian pola tanam tumpangsari dalam hal efisiensi pemanfaatan lahan (Mead dan Willey, 1980). Selain itu NKL juga merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengetahui keuntungan pola tanam tumpangsari. NKL dapat membandingkan produktivitas lahan yang ditanam secara tumpangsari dengan monokultur. NKL lebih dari satu menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari lebih efisien dibandingkan monokultur serta menunjukkan bahwa produksi yang dihasilkan dari penanaman pola tumpangsari setara dengan produksi yang dihasilkan pada pola tanam monokultur dengan luasan yang lebih besar. Semakin tinggi nilai NKL maka keuntungan pola tanam tumpangsari juga akan meningkat.