faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DIARE PADA BALITA DI DESA KARANG DUREN
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGARAN
KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI
Oleh :
PALENTINA YESI PALESA
NIM. 030216A127
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DIARE PADA BALITA DI DESA KARANG DUREN
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGARAN
KABUPATEN SEMARANG
Palentina Yesi Palesa *), dr. H. Adil Zulkarnain, SpOG (K) **),
Yulia Nur Khayati, S.SiT., M.PH ***)
*) Mahasiswa Program Studi D-IV Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo
**) Staf Pengajar Program Studi D-IV Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo
***) Staf Pengajar Program Studi D-IV Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo
Email : [email protected]
ABSTRAK
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi.
Jumlah kasus diare di Kabupaten Semarang mengalami peningkatan mulai dari tahun 2013
sampai 2015. Kasus tertinggi diare terdapat di wilayah kecamatan Tengaran yaitu sejumlah
2.102 kasus. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Desa Karang Duren Wilayah Kerja
Puskesmas Tengaran. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan
cross sectional. Instrumen penelitian mengunakan kuesioner. Teknik pengambilan sampel
menggunakan simple random sampling dengan jumlah responden 54. Subyek penelitian
adalah balita umur 6-24 bulan di Desa Karang Duren. Analisis bivariat menggunakan uji
korelasi chi square. Hasil penelitian diperoleh bahwa balita yang mengalami diare adalah
sebesar 57,4%. Hasil analisis data diperoleh faktor yang berhubungan dengan kejadian diare
pada balita adalah ASI eksklusif (p=0,005), personal hygiene ibu (p=0,002), kualitas fisik air
bersih (p=0,628) dan kondisi penggunaan jamban (p=0,001). Ada hubungan yang signifikan
antara ASI eksklusif, personal hygiene ibu, kondisi jamban terhadap kejadian diare balita dan
tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas fisik air bersih dengan kejadian diare pada
balita. Bagi ibu diharapkan dapat memberikan ASI hingga balita berusia 2 tahun dan
meningkatkan kebersihan. Bagi Puskesmas diharapkan perlu dilakukan sosialisasi ASI
eksklusif dan sanitasi lingkungan guna mencegah terjadinya diare.
Kata Kunci : Faktor-faktor, kejadian diare
Kepustakaan : 34 (2005-2015)
PENDAHULUAN
Kondisi pembangunan kesehatan
suatu negara secara umum dapat dilihat
dari status kesehatan dan gizi masyarakat,
yaitu salah satunya adalah Angka
Kematian Balita (AKABA). Hasil Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015,
menunjukkan Angka Kematian Balita
(AKABA) di Indonesia sebesar 26,29 per
1.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab
kematian balita di Indonesia yaitu
pneumonia (27,8%), diare (22,5%),
Necroticans Entero Colitis (NEC)
(10,7%), Meningitis (8,8%), TB dan
malaria (9,7%), DBD (6,8%), Campak
(5,8%) (Depkes RI, 2015).
Penyakit diare merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang seperti di Indonesia,
karena morbiditas dan mortalitasnya yang
masih tinggi. Diare termasuk dalam 10
penyakit yang sering menimbulkan
kejadian luar biasa. Pada tahun 2015
terjadi 18 kali KLB Diare yang tersebar di
11 provinsi, 18 kabupaten / kota, dengan
jumlah penderita 1.213 orang dan
kematian 30 orang (CFR 2,47%) (Depkes
RI, 2015).
Berdasarkan data profil kesehatan
Jawa Tengah menunjukkan bahwa selama
tahun 2014 dilaporkan jumlah penderita
diare sebanyak 35.802 kasus dan kasus
ditangani sebanyak 20.803, sedangkan
pada tahun 2015 dilaporkan jumlah
penderita diare mencapai 36.405 dan kasus
yang ditangani sebanyak 22.305 penderita
diare (Dinkes Jateng, 2015).
Departemen
Kesehatan
RI
mencanangkan kebijakan pengendalian
penyakit diare di Indonesia yang bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan
angka kematian karena diare yaitu lima
langkah tuntas diare (LINTAS DIARE),
yang terdiri dari : pemberian oralit,
pemberian zink selama 10 hari berturutturut, meneruskan pemberian ASI dan
makanan, pemberian antibiotik hanya atas
indikasi dan pemberian nasihat pada ibu /
pengasuh (Prasetyo, 2013). Adapun
kegiatan upaya pencegahan diare yang
benar dan efektif dapat dilakukan dengan
perilaku sehat diantaranya pemberian ASI,
makanan pendamping ASI (MP-ASI),
menggunakan air bersih, menggunakan
jamban, membuang tinja yang benar, dan
pemberian imunisasi campak pada bayi
usia 9 bulan (Depkes RI, 2011).
Berdasarkan penelitian Hardi et al.
(2012), di Puskesmas Baranglompo
Makassar diare pada balita di pengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor ibu yang
terdiri dari : pengetahuan, pendidikan dan
umur, faktor balita yang terdiri dari : ASI
Eksklusif dan status imunisasi dan faktor
lingkungan yang terdiri dari : personal
hygiene ibu dan sanitasi lingkungan.
Faktor-faktor
tersebut
berhubungan
terhadap peningkatan kejadian diare pada
balita. Penelitian yang dilakukan oleh
Wahid et al. (2015), meyebutkan adanya
hubungan yang signifikan antara personal
hygiene dengan kejadian diare pada balita
(p value = 0,017).
Banyak faktor
yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi faktor pendorong terjadinya diare
pada balita. Pemberian ASI pada balita
dapat memberikan perlindungan terhadap
diare, karena ASI mempunyai khasiat
preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. Anak yang tidak mendapat
ASI mempunyai risiko 2-3 kali lebih besar
menderita diare dibanding anak yang
mendapat ASI. Selain pemberian ASI,
Kebersihan perorangan (personal hygiene)
sangat
penting
dalam
pencegahan
penularan kuman penyebab diare. Mencuci
tagan dengan sabun terutama sebelum
makan, sebelum menyiapkan makanan,
sesudah buang air besar, sesudah
menceboki anak dan sebelum memegang
bayi atau balita mempunyai dampak dalam
menurunkan angka kejadian diare sebesar
47%. Selain pemberian ASI dan personal
hygiene, sanitasi lingkungan merupakan
penyebab diare yang perlu diperhatikan
karena kondisi lingkungan yang buruk
dapat
menyebabkan
meningkatnya
kejadian diare (Ambarwati dan Wulandari,
2010; Depkes, 2011; Surya dan Irnawati,
2012).
Jumlah kasus diare di Kabupaten
Semarang mengalami peningkatan mulai
dari tahun 2013 sampai 2015. Data yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Semarang pada tahun 2013 ditemukan
17.596 kasus diare, tahun 2014 sebanyak
17.880 kasus sedangkan pada tahun 2015
sebanyak 19.250 kasus kejadian diare.
Kematian balita dilaporkan sejumlah 1
orang. Kasus tertinggi diare terdapat di
wilayah kecamatan Tengaran yaitu
sejumlah 2.102 kasus (Dinkes Kabupaten
Semarang, 2015).
Desa Karang Duren merupakan
salah satu desa wilayah kerja Puskesmas
Tengaran yang mempunyai tingkat
kejadian diare paling tinggi dibanding
dengan desa lainnya. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Puskesmas Tengaran
pada tahun 2014 kasus diare di Desa
Karang Duren pada balita sebanyak 142
balita. Tahun 2015 sebanyak 161 kasus
diare pada balita sedangkan tahun 2016
terjadi sebanyak 176 kasus diare pada
balita (Puskesmas Tengaran, 2017).
Komplikasi yang sering muncul
pada penyakit diare adalah dehidrasi.
Dehidrasi dapat menyebabkan penderita
kehilangan lima liter air setiap hari beserta
elektrolit utama, yaitu natrium dan kalium.
Dehidrasi yang tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian, untuk itu perlu
adanya upaya penanganan yang baik
terhadap penyakit diare (Depkes RI, 2011;
Dewi, 2013; Wijoyo, 2013).
Berdasarkan uraian di atas maka
penulis
tertarik
untuk
melakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian diare pada
balita di Desa Karang Duren wilayah kerja
Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang
tahun 2017.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan
yaitu survey analitik dengan menggunakan
pendekatan
cross
sectional
untuk
menentukan faktor resiko terjadinya diare
pada balita di Desa Karang Duren wilayah
kerja Puskesmas Tengaran Kabupaten
Semarang. Populasi pada penelitian ini
adalah semua balita berusia 6-24 bulan di
Desa Karang Duren. Pengambilan sampel
pada penelitian ini menggunakan tekhnik
stratified proportional random sampling.
Sampel pada penelitian ini adalah balita
berusia 6-24 bulan berjumlah 54 balita di
Desa Karang Duren wilayah kerja
Puskesmas Tengaran.
Instrumen
penelitian
ini
menggunakan kuesioner tentang kejadian
diare, ASI eksklusif, personal hygiene ibu,
kualitas fisik air bersih dan kondisi
penggunaan jamban. Sebelum penelitian
dilaksanakan, terlebih dahulu kuesioner
dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji
validitas dilakukan pada 20 responden.
Dari hasil perhitungan uji validitas dari 5
butir soal pada variabel personal hygiene
ibu diperoleh r hitung untuk butir soal no 1
= 0,797, soal no 2 = 0,655, soal no 3 =
0,511, soal no 4 = 0,511, soal no 5 =
0,864, sehingga untuk semua butir soal
pada variabel personal hygiene ibu
dinyatakan valid karena r hitung lebih
besar dari r tabel = 0,444. Dari hasil
Pada variabel kualitas fisik air
bersih diperoleh r hitung untuk butir soal
no 1 = 0,845, soal no 2 = 0,621, soal no 3
= 0,542, soal no 4 = 0,542, sehingga untuk
semua butir soal pada variabel kualitas
fisik air bersih dinyatakan valid karena r
hitung lebih besar dari r tabel = 0,444.
Dari hasil perhitungan uji validitas dari 10
butir soal pada variabel kondisi
penggunaan jamban diperoleh r hitung
untuk butir soal no 1 = 0,797, soal no 2 =
0,655, soal no 3 = 0,511, soal no 4 =
0,511, soal no 5 = 0,864, soal no 6 =
0,797, soal no 7 = 0,655, soal no 8 =
0,511, soal no 9 = 0,511, soal no 10 =
0,864, sehingga untuk semua butir soal
pada variabel kondisi penggunaan jamban
dinyatakan valid karena r hitung lebih
besar dari r tabel = 0,444.
perhitungan uji validitas dari 4 butir soal
Hasil uji reliabilitas 5 butir soal
pada variabel personal hygiene ibu
diperoleh nilai Alpha Cronbach = 0,707
maka instrumen dinyatakan reliabel. Hasil
uji reliabilitas 4 butir soal pada variabel
kualitas fisik aibersih diperoleh nilai Alpha
Cronbach = 0,749 maka instrumen
dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas 10
butir soal pada variabel kondisi
penggunaan jamban diperoleh nilai Alpha
Cronbach = 0,765 maka instrumen
dinyatakan reliabel.
Untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian
diare pada balita di Desa Karang Duren
wilayah kerja Puskesmas Tengaran
Kabupaten Semarang digunakan uji
statistik chi square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
A. Analisis Univariat
1. Kejadian Diare Pada Balita
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Diare pada Balita Usia 6-24
Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran
Kejadian Diare
Diare
Tidak Diare
Jumlah
Frekuensi
31
23
54
Persentase (%)
57,4
42,6
100,0
Berdasarkan tabel 4.5 dapat
sebagian besar mengalami kejadian
diketahui bahwa balita usia 6-24
diare, yaitu sejumlah 31 balita
bulan di Desa Karang Duren
(57,4%).
wilayah kerja Puskesmas Tengaran,
2. ASI Eksklusif
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif pada Balita
Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran
ASI Eksklusif
Tidak ASI Eksklusif
ASI Eksklusif
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.6 dapat
diketahui bahwa dari 54 ibu dari
balita usia 6-24 bulan di Desa
Frekuensi
35
19
54
Persentase (%)
64,8
35,2
100,0
Karang Duren wilayah kerja
Puskesmas Tengaran, sebagian
besar tidak memberikan ASI
eksklusif pada balitanya, yaitu
sejumlah 35 balita (64,8%).
3. Personal Hygiene Ibu
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Personal Hygiene pada Ibu Balita Usia
6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran
Personal Hygiene
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Jumlah
4.
Persentase (%)
63,0
37,0
100,0
Berdasarkan tabel 4.7 dapat
Puskesmas Tengaran, sebagian
diketahui bahwa dari 54 ibu dari
besar memiliki personal hygiene
balita usia 6-24 bulan di Desa
yang tidak memenuhi syarat, yaitu
Karang Duren wilayah kerja
sejumlah 34 responden (63,0%).
Kualitas Fisik Air Bersih
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kualitas Fisik Air Bersih pada Balita
Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas
Tengaran
Kualitas Fisik Air Bersih
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Jumlah
5.
Frekuensi
34
20
54
Frekuensi
50
4
54
Persentase (%)
92,6%
7,4%
100,0
Berdasarkan tabel 4.8 dapat
fisik air bersih yang memenuhi
diketahui bahwa dari 54 balita usia
syarat, yaitu sejumlah 50 balita
6-24 bulan di Desa Karang Duren
(92,6%).
wilayah kerja Puskesmas Tengaran,
sebagian besar memiliki kualitas
Kondisi Penggunaan Jamban
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kondisi Penggunaan Jamban pada
Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas
Tengaran
Kondisi Penggunaan Jamban
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat
30
55,6%
Memenuhi Syarat
24
44,4%
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.9 dapat
diketahui bahwa dari 54 balita usia
6-24 bulan di Desa Karang Duren
wilayah kerja Puskesmas Tengaran,
sebagian besar memiliki kondisi
54
100,0
penggunaan jamban yang tidak
memenuhi syarat, yaitu sejumlah
30 balita (55,6%).
B. ANALISIS BIVARIAT
1. Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Pada Balita
Tabel 4.10 Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 6-24
Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran
Kejadian Diare
Tidak
Diare
Total
ASI Eksklusif
p-value
OR
Diare
%
f
%
f
f
%
Tidak ASI Eksklusif
25 71,4 10 28,6 35 100 0,005
5,42
ASI Eksklusif
6 31,6 13 68,4 19 100
Total
31 57,4 23 42,6 54 100
Hasil pada tabel 4.10 dapat
diketahui balita yang tidak diberikan
ASI
eksklusif
sebagian
besar
mengalami kejadian diare, sejumlah
25 balita (71,4%). Sedangkan balita
yang diberikan ASI eksklusif sebagian
besar tidak mengalami kejadian diare,
sejumlah 13 balita (68,4%).
Hasil uji Chi Square diperoleh pvalue 0,005. Oleh karena p-value
0,005 < α (0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan
secara signifikan antara ASI eksklusif
dengan kejadian diare pada balita usia
6-24 bulan di Desa Karang Duren
wilayah kerja Puskesmas Tengaran.
Hasil nilai Odds Ratio didapatkan
sebesar 5,42, ini artinya balita yang
tidak diberikan ASI eksklusif beresiko
5,42 kali lebih besar mengalami
kejadian diare, dibandingkan balita
yang diberikan ASI eksklusif.
2. Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita
Tabel 4.11 Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 6-24
Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran
Kejadian Diare
Tidak
Diare
Total
Personal Hygiene Ibu
p-value
OR
Diare
%
f %
f
f
%
Tidak Memenuhi Syarat 25 73,5 9 26,5 34 100 0,002
6,48
Memenuhi Syarat
6 30,0 14 70,0 20 100
Total
31 57,4 23 42,6 54 100
Hasil pada tabel 4.11 dapat
diketahui ibu dengan personal hygiene
yang tidak memenuhi syarat sebagian
besar memiliki balita yang mengalami
kejadian diare, sejumlah 25 orang
(73,5 %). Sedangkan ibu dengan
personal hygiene yang memenuhi
syarat sebagian besar memiliki balita
yang tidak mengalami kejadian diare,
sejumlah 14 orang (70,0 %).
Hasil uji Chi Square diperoleh pvalue 0,002. Oleh karena p-value
0,002 < α (0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan
secara signifikan antara personal
hygiene ibu dengan kejadian diare
pada balita usia 6-24 bulan di Desa
Karang
Duren
wilayah
kerja
Puskesmas Tengaran. Hasil nilai Odds
Ratio didapatkan sebesar 6,48, ini
artinya balita dengan ibu yang
memiliki personal hygiene yang tidak
memenuhi syarat beresiko 6,48 kali
lebih besar mengalami kejadian diare,
dibandingkan ibu dengan personal
hygiene yang memenuhi syarat.
3. Hubungan Kualitas Fisik Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita
Tabel 4.12 Hubungan Kualitas Fisik Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita Usia
6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran
Kejadian Diare
Tidak
Kualitas Fisik Air
Diare
Total
p-value
Diare
Bersih
%
f %
f
f
%
Memenuhi Syarat
28 56% 22 44% 50 100 0,628
Tidak Memenuhi Syarat 3 75% 1 25% 4 100
Total
31 53,7 23 46,3 54 100
Hasil pada tabel 4.12 dapat
diketahui balita yang memiliki
kualitas fisik air bersih yang
memenuhi syarat, tidak mengalami
kejadian diare, sejumlah 22 balita
(44%). Sedangkan balita yang
memiliki kualitas fisik air bersih tidak
memenuhi syarat, sebagian besar
mengalami kejadian diare sejumlah 3
balita (75%).
OR
2,36
Hasil uji Fisher’s Exact diperoleh
p-value 0,628. Oleh karena p-value
0,628 > α (0,05) maka dapat
disimpulkan
bahwa
tidak
ada
hubungan secara signifikan antara
kualitas fisik air bersih dengan
kejadian diare pada balita usia 6-24
bulan di Desa Karang Duren wilayah
kerja
Puskesmas
Tengaran.
4. Hubungan Kondisi Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare
Tabel 4.13 Hubungan Kondisi Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita
Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran
Kejadian Diare
Tidak
Kondisi Penggunaan
Diare
Total
p-value
Diare
Jamban
%
f %
f
f
%
Tidak Memenuhi Syarat 23 76,7 7 23,3 30 100 0,001
Memenuhi Syarat
8 33,3 16 66,7 24 100
Total
31 57,4 23 42,6 54 100
Hasil pada tabel 4.13 dapat
diketahui balita yang memiliki jamban
yang tidak memenuhi syarat, sebagian
besar mengalami kejadian diare,
sejumlah
23
orang
(76,7%).
Sedangkan balita yang memiliki
jamban memenuhi syarat, sebagian
besar tidak mengalami kejadian diare,
sejumlah 16 orang (69,6%).
OR
0,152
Hasil uji Chi Square diperoleh pvalue 0,001. Oleh karena p-value
0,001 < α (0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan
secara signifikan antara kondisi
penggunaan jamban dengan kejadian
diare pada balita usia 6-24 bulan di
Desa Karang Duren wilayah kerja
Puskesmas Tengaran.
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Pemberian ASI Eksklusif
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden di
desa
Karang
Duren
tidak
memberikan ASI eksklusif pada
balita yaitu sebesar 35 (64,8%),
sedangkan balita yang diberikan
ASI eksklusif sebesar 19 (35,2%).
Dapat diketahui dari hasil
penelitian mayoritas balita tidak
diberikan ASI eksklusif yaitu
sebesar 35 balita (64,8%). Hal ini
disebabkan
karena
sebagian
responden adalah ibu bekerja yaitu
23 responden (42,6%). Dari hasil
wawancara
yang
dilakukan
sejumlah ibu mengatakan terpaksa
memberikan susu formula karena
produksi ASI menurun karena
kelelahan seharian bekerja.
Adapula sebagian responden
ibu bekerja mengatakan bahwa
tidak memberikan ASI eksklusif
dikarenakan tidak adanya tempat
untuk memompa ASI bagi
karyawan menyusui serta jam kerja
yang tidak sesuai dengan peraturan
jam kerja yang telah ditetapkan,
sehingga ibu kesulitan untuk
memberikan ASI eksklusif kepada
balitanya. Hasil penelitian ini
didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Oktora (2013),
mengenai gambaran pemberian
ASI eksklusif pada ibu bekerja di
Kecamatan Jombang Tangerang
Selatan yang menyebutkan bahwa
sebagian besar ibu bekerja tidak
memberikan
ASI
eksklusif
sebanyak 32 responden (77,8%),
dikarenakan
tidak
adanya
kebijakan khusus dari tempat kerja
terhadap ibu menyusui dan
kurangnya dukungan dari pimpinan
perusahaan dalam memberikan
toleransi kepada wanita menyusui.
2. Personal Hygiene Ibu
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden di
desa Karang Duren memiliki
personal hygiene yang tidak
memenuhi syarat yaitu sebesar 34
(63,0%) sedangkan responden yang
memiliki
personal
hygiene
memenuhi syarat sebesar 20
(37,0%).
Hasil penelitian terdapat 34
(63,0%) responden di Desa Karang
Duren memiliki personal hygiene
yang tidak memenuhi syarat, hal ini
disebabkan
karena
tingkat
pendidikan
dan
kesadaran
masyarakat yang masih rendah
mengenai pentingnya cuci tangan
menggunakan sabun. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan,
sejumlah ibu mengatakan bahwa
apabila kondisi tangan tidak berbau
dan tidak kotor maka dianggap
bahwa tangan tersebut masih dalam
keadaan bersih dan tidak perlu cuci
tangan menggunakan sabun. Selain
itu Tingkat pendidikan ibu dapat
mempengaruhi perilaku personal
hygiene ibu. Semakin tinggi tingkat
pendidikan
seseorang
maka
semakin
mudah
menerima
informasi sehingga semakin banyak
pengetahuan
yang
dimiliki.
Sebaliknya pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan
sikap seseorang tehadap nilai-nilai
yang diperkenalkan.
3. Kualitas Fisik Air Bersih
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden di
desa Karang Duren memiliki
kualitas fisik air bersih yang
memenuhi syarat yaitu sebesar 50
responden (92,6%), sedangkan
responden yang memiliki kualitas
fisik air bersih
yang tidak
memenuhi syarat yaitu 4 responden
(7,4%).
Sumber air untuk kebutuhan di
Desa Karang Duren ada dua macam
yaitu sumur dan PAM. Sebagian
masyarakat di Desa Karang Duren
menggunakan sumber air yang
berasal dari PAM. Sumber air yang
berasal dari PAM belum seluruhnya
menyebar, masih ada masyarakat
yang tidak menggunakan sumber air
dari PAM tersebut, hal ini
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
sehingga sebagian masayarakat
memilih menggunakan sumur,
dimana keadaan sumur yang
digunakan tidak dibangun atap dan
lantai sumur tidak kedap air.
Hasil penelitian terdapat 4
responden (7,4%) di Desa Karang
Duren memiliki kualitas fisik air
bersih tidak memenuhi syarat.
Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan responden, masyarakat
menggunakan air bersih tidak
memenuhi kualitas fisik air bersih
karena dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan sehingga masyarakat
menggunakan air bersih berasal dari
sumur yang dimiliki pribadi,
dimana kondisi air tersebut keruh
sehingga air perlu diendapkan
terlebih dahulu sebelum digunakan
untuk memenuhi kebutuhan seharihari.
4. Kondisi Penggunaan Jamban
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa sebagian besar responden di
desa Karang Duren memiliki
kondisi
jamban
yang
tidak
memenuhi syarat yaitu sebesar 30
(55,6%), sedangkan responden yang
memiliki kondisi jamban memenuhi
syarat sebesar 24 (44,4%).
Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar masyarakat di Desa
Karang Duren memiliki kondisi
jamban yang tidak memenuhi syarat
yaitu sebesar 31 responden (57,4%).
Berdasarkan
hasil
wawancara
didapatkan
sebagian
besar
responden meiliki kondisi jamban
tidak memenuhi syarat, dikarenakan
dipengaruhi oleh keadaan geografis
di Desa Karang Duren terdapat
sungai yang jarak dengan rumah
penduduk tidak jauh, sehingga
penduduk
yang
tingkat
perekonomian masih rendah lebih
memilih buang air besar di sungai.
Meskipun sudah ada program
pemicuan dan penyuluhan tentang
kepemilikan dan kesehatan jamban
yang
dilakukan
oleh
pihak
Puskesmas
Tengaran,
tetapi
masyarakat masih enggan untuk
membangun jamban septic tank
pribadi. Selain itu masyarakat tidak
menggunakan
jamban
yang
memenuhi
syarat
dikarenakan
dipengaruhi tingkat pendidikan,
Tingkat pendidikan ibu dapat
mendukung perilaku hidup bersih
dan
sehat,
termasuk
dalam
pembuatan
jamban
keluarga.
Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin mudah
menerima
informasi
sehingga
semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya pendidikan
yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang
tehadap
nilai-nilai
yang
diperkenalkan
5. Kejadian Diare Pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa sebagian besar balita di desa
Karang Duren mengalami diare
yaitu sebesar 31 balita (57,4%),
sedangkan balita yang tidak
mengalami diare sebesar 23 balita
(42,6%).
Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar balita di Desa
Karang Duren mengalami kejadian
diare yaitu sebesar 31 balita
(57,4%), hal ini dipengaruhi karena
sebagian besar ibu balita tidak
memberikan ASI eksklusif pada
balita, sebagian besar ibu balita
memiliki personal hygiene yang
tidak memenuhi syarat dan sebagian
besar masyarakat di Desa Karang
Duren memiliki kondisi jamban
yang tidak memenuhi syarat,
sehingga balita berisiko lebih tinggi
untuk mengalami kejadian diare.
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara ASI Eksklusif
dengan Kejadian Diare Pada
Balita
Berdasarkan hasil uji statistik,
didapatkan nilai p = 0,005 (p <
0,05) maka Ho ditolak, artinya ada
hubungan yang bermakna antara
pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian diare.
Hasil penelitian menyebutkan
bahwa balita yang tidak diberikan
ASI eksklusif lebih
banyak
mengalami kejadian diare yaitu
sebanyak 25 balita (71,4%),
dibandingkan yang tidak mengalami
diare yaitu sebanyak 10 balita
(28,6%). Sedangkan balita yang
diberikan ASI eksklusif yang tidak
mengalami diare sebanyak 13 balita
(68,4%) dan yang mengalami diare
6 balita (31,6%).
Air susu ibu selain sebagai
sumber nutrisi dapat memberi
perlindungan kepada bayi melalui
berbagai zat kekebalan yang
dikandungnya.
ASI
akan
merangsang pembentukan daya
tahan tubuh bayi sehingga ASI
berfungsi pula sebagai imunisasi
aktif. ASI mengandung pertahanan
nonspesifik yang diperankan oleh
sel makrofag, sel makrofag dapat
menghancurkan kapsul bakteri
E.coli dan mentransfer kekebalan
selular dari ibu ke bayi yang
disusuinya. Efektivitas ASI dalam
mengendalikan
infeksi
dapat
dibuktikan dengan berkurangnya
kejadian beberapa penyakit spesifik
pada bayi yang mendapat ASI
dibanding bayi yang mendapat susu
formula (Matondang dkk, 2008;
Roesli, 2005 ).
2. Hubungan
antara
Personal
Hygiene Ibu dengan Kejadian
Diare pada Balita
Berdasarkan hasil uji statistik,
didapatkan nilai p = 0,002 (p <
0,05) maka Ho ditolak, artinya ada
hubungan yang bermakna antara
personal hygiene ibu dengan
kejadian diare.
Hasil penelitian menyebutkan
bahwa balita dengan ibu yang
memiliki personal hygiene tidak
memenuhi syarat lebih banyak
mengalami kejadian diare yaitu
sebanyak 25 balita (73,5%),
dibandingkan balita yang tidak
mengalami diare yaitu sebanyak 9
balita (26,5%). Sedangkan balita
dengan ibu yang memiliki personal
hygiene memenuhi syarat yang
tidak mengalami diare sebanyak 14
balita (70,0%) dan yang mengalami
diare 6 balita (30,0%).
Menurut Depkes RI (2011),
menyatakan bahwa kebiasaan
yang
berhubungan
dengan
kebersihan perorangan yang dapat
menyebabkan penularan kuman
diare adalah mencuci tangan.
Perilaku
mencuci
tangan
merupakan perilaku yang sangat
penting
dalam
penyebaran
penyakit diare, karena tangan
merupakan media yang sangat
berperan
dalam
penyebaran
penyakit
melalui
fecal-oral.
Mencuci tagan dengan sabun,
terutama sebelum makan, sebelum
menyiapkan makanan, sesudah
buang air besar (BAB), sesudah
menceboki anak dan sebelum
memegang bayi atau balita
mempunyai
dampak
dalam
menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Pickering
(2008),
menyebutkan
bahwa
praktik kebersihan tangan yang
dilakukan oleh ibu yang memiliki
balita
berusia
6-36
bulan
mempunyai peran dalam penuruan
kejadian diare di di daerah
Gambia, Afrika Barat.
3. Hubungan antara Kualitas Fisik
Air Bersih dengan Kejadian
Diare Pada Balita
Berdasarkan hasil uji statistik,
didapatkan nilai p = 0,628 (p >
0,05) maka Ho diterima, artinya
tidak ada hubungan yang bermakna
antara kualitas fisik air bersih
dengan kejadian diare pada balita .
Hasil penelitian menyebutkan
bahwa balita dengan kualitas fisik
air bersih yang memenuhi syarat
lebih banyak mengalami kejadian
diare yaitu sebanyak 28 balita
(56%), dibandingkan balita yang
tidak mengalami diare yaitu
sebanyak
22
balita
(44%).
Sedangkan balita yang tidak
memiliki kualitas fisik air bersih
memenuhi syarat yang mengalami
diare sebanyak 3 balita (75%) dan
yang tidak mengalami diare 1 balita
(25%).
Ketersediaan air bersih yang
dilihat dari kualitas fisik air bersih
tidak menjamin bahwa kualitas air
tersebut baik, air dengan kondisi
fisik yang memenuhi syarat masih
mempunyai
kemungkinan
mengandung mikroorganisme dan
bakteri penyakit yang tidak dapat
dilihat. Untuk itu perlu terlebih
dahulu memasak air minum sampai
mendidih
untuk
membunuh
mikroorganisme dalam air tersebut
dan proses penyimpanan air bersih
juga terjaga, sehingga air yang
diminum
tidak
mengandung
mikroorganisme
yang
dapat
menimbulkan penyakit (Binder,
2007).
Faktor yang mempengaruhi
kejadian diare terdiri dari faktor
langsung dan tidak langsung.
Kualitas fisik air bersih merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
kejadian
diare
secara tidak langsung. Hal ini dapat
menjadi penyebab tidak adanya
hubungan antara kualitas fisik air
bersih dengan kejadian diare dalam
penelitian ini karena kualitas fisik
air bersih yang memenuhi syarat
tidak menjamin air yang dikonsumsi
oleh balita berkulitas baik, hal ini
terkait dengan bagaimana proses
penyimpanan dan pengolahan air
sebelum dikonsumsi (Chandra,
2009).
4. Hubungan
antara
Kondisi
Jamban dengan Kejadian Diare
Pada Balita
Berdasarkan hasil uji statistik,
didapatkan nilai p = 0,001 (p <
0,05) maka Ho ditolak, artinya ada
hubungan yang bermakna antara
kondisi penggunaan jamban dengan
kejadian diare pada balita.
Hasil penelitian menyebutkan
bahwa balita yang tidak memiliki
kondisi jamban memenuhi syarat
lebih banyak mengalami kejadian
diare yaitu sebanyak 23 balita
(76,7%) dibandingkan balita yang
tidak mengalami diare yaitu
sebanyak
7
balita
(23,3%).
Sedangkan balita yang memiliki
kondisi
pengunaan
jamban
memenuhi syarat yang tidak
mengalami diare sebanyak 16 balita
(66,7%) dan yang mengalami diare
8 balita (33,3%).
Pembuangan tinja merupakan
hal yang penting bagi kesehatan
lingkungan, tempat pembuangan
tinja yang tidak memenuhi sanitasi
akan meningkatkan risiko kejadian
diare pada anak balita sebesar 2 kali
lipat dibandingkan dengan keluarga
yang
mempunyai
kebiasaan
membuang tinjanya ke jamban yang
memenuhi syarat. Kotoran manusia
merupakan
sumber
kuman
penyebab diare, apabila tempat
pembuangan tinja yang digunakan
oleh keluarga tidak memenuhi
syarat jamban sehat maka akan
mempengaruhi
peningkatan
penyebaran
sumber
kuman
penyebab
diare,
dan
dapat
mencemari makanan atau minuman
maka orang yang memakan atau
meminumnya dapat terkena diare
(Depkes RI, 2011; Wibowo, 2005).
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian diare
pada balita di Desa Karangduren wilayah
kerja Puskesmas Tengaran Kabupaten
Semarang dari 54 responden diperoleh
hasil balita yang mengalami diare
sejumlah 31 balita (57,4%). Balita yang
tidak diberikan ASI eksklusif sejumlah 35
balita (64,8%), hal ini disebabkan karena
sebagian responden adalah ibu bekerja, ibu
terpaksa memberikan susu formula sebab
produksi ASI menurun karena kelelahan
seharian bekerja. Ibu rumah tangga yang
tidak
memberikan
ASI
eksklusif
dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan
budaya. Personal hygiene ibu yang tidak
memenuhi syarat sejumlah 34 responden
(63,0%), hal ini dikarenakan tingkat
pendidikan dan kesadaran masyarakat
yang masih rendah mengenai pentingnya
cuci tangan menggunakan sabun. Kualitas
fisik air bersih responden di Desa
Karangduren sebagian besar memenuhi
syarat sejumlah 50 responden (92,6%),
sumber air bersih di Desa Karangduren
berasal dari air PAM dan sumur gali dan 4
responden (7,4%) memiliki kualitas fisik
air bersih yang tidak memenuhi syarat
dikarenakan tingkat pendapatan sehingga
masyarakat menggunakan air bersih
berasal dari sumur yang dimiliki pribadi,
dimana kondisi air tersebut keruh. Kondisi
penggunaan jamban di Desa Karangduren
sebagian besar tidak memenuhi syarat
sejumlah
30
responden
(55,6%),
dikarenakan masih terdapat responden
yang memiliki jamban cemplung, kondisi
fisik jamban tidak mempunyai dinding dan
lantai jamban terbuat dari bahan yang
tidak tembus air.
Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh ASI eksklusif (p-value=0,005),
ada hubungan antara ASI eksklusif dengan
kejadian diare pada balita. ASI
mengandung zat kekebalan IgA dan sel
makrofag
yang
berfungsi
untuk
menghancurkan kapsul bakteri E. coli dan
mentransfer kekebalan dari ibu ke bayi
yang disusui nya. Personal hygiene ibu (pvalue=0,002), ada hubungan antara
personal hygiene ibu dengan kejadian
diare pada balita. Tangan merupakan
media yang sangat berperan dalam
penyebaran penyakit melalui fecal-oral,
sehingga tanggan yang tidak bersih akan
mempermudah penularan kuman penyebab
diare. Kualitas fisik air bersih (pvalue=0,628), tidak ada hubungan antara
kualitas fisik air bersih dengan kejadian
diare pada balita. Walaupun kualitas fisik
air bersih memenuhi syarat, namun tidak
menjamin air tersebut bebas dari bakteri,
hal ini terkait dengan bagaimana proses
penyimpanan dan pengolahan air sebelum
dikonsumsi (Chandra, 2009). Kondisi
penggunaan jamban (p-value=0,001), ada
hubungan antara kondisi penggunaan
jamban dengan kejadian diare pada balita.
Kotoran manusia merupakan sumber
kuman penyebab diare, apabila tempat
pembuangan tinja yang digunakan oleh
keluarga tidak memenuhi syarat jamban
sehat
maka
akan
mempengaruhi
peningkatan penyebaran sumber kuman
penyebab diare.
SARAN
1. Bagi Masyarakat
a. Diharapkan kepada masyarakat
terutama ibu balita untuk dapat
memberikan ASI eksklusif hingga
balita berusia 6 bulan dan pemberian
ASI dilanjutkan hingga balita berusia
2 tahun.
b. Diharapkan kepada masyarakat
untuk lebih meningkatkan hygiene
perorangan dan sanitasi lingkungan
terutama sarana air bersih dan
penggunaan jamban guna mencegah
terjadinya diare pada balita.
2. Bagi Puskesmas
a. Diharapkan
perlu
dilakukan
pemberian informasi pada ibu
tentang pentingnya pemberian ASI
eksklusif
pada
balita
untuk
peningkatan imunitas balita.
b. Dihaparkan
perlu
dilakukan
sosialisasi
kepada
masyarakat
mengenai
kebersihan
sanitasi
lingkungan
guna
mencegah
terjadinya diare pada balita.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi tambahan wawasan ilmu
pengetahuan tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian diare
pada balita.
4. Bagi Peneliti Lain
Perlu adanya penelitian lebih lanjut
dengan jenis desain penelitian dan
variabel yang berbeda untuk lebih
mengetahui
faktor
lain
yang
berhubungan dengan kejadian diare
pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, E.R, Wulandari, D. 2010.
Asuhan
Kebidanan
Nifas.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC.
Chandra, B. 2009. Ilmu Kedokteran
Pencegahan & Komunitas. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2011. Situasi Diare di
Indonesia. Jakarta : Buletin Jendela
Data dan Informasi Kesehatan.
Depkes RI. 2015. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2015. Jakarta :
Depkes RI.
Dewi, V.N.L. 2013. Asuhan Neonatus
Bayi Dan Anak Balita. Jakarta :
Salemba Medika.
Dinkes Jawa Tengah. 2015. Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
2015. Jawa Tengah : Dinkes Jawa
Tengah.
Dinkes Kabupaten Semarang. 2015. Profil
Kesehatan Kabupaten Semarang
2015. Semarang : Dinkes Kabupaten
Semarang.
Dwienda, O, Maita, L, Saputri, E.M,
Yulviana,
R.
2014.
Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi / Balita,
Dan Anak Prasekolah Untuk Para
Bidan. Yogyakarta : Deepublish.
Effendy,
N.
2006.
Dasar-Dasar
Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : EGC.
Hardi, A. B, Masni, Rahma. 2012. FaktorFaktor
Yang
Mempengaruhi
Kejadian Diare Pada Balita Di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Baranglompo Kecamatan Ujung
Tanah Tahun 2012. Universitas
Hasanudin. Makassar.
Hidayat, A. 2014. Metode Penelitian
Kebidanan Dan Teknik Analisis
Data. Jakarta : Salemba Medika.
Irianto,
J. 2007. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Diare
Pada
Anak
Balita.
Buletin
Penelitian Kesehatan.
Kasaluhe, M. D, Sondakh, R. C, Malonda,
S. H. 2014. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tahuna Timur
Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Universitas
Sam
Ratulangi.
Manado
Lewis, S. 2008. Makanan Pertamaku.
Jakarta : Erlangga.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Wartonah. 2008. Kebutuhan Dasar
Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Oktora, R. 2013. Gambaran Pemberian
ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Di
Kecamatan Jombang Tangerang
Selatan. Jakarta : Jurnal Kesehatan
Reproduksi. Vol. 4, No. 1:30-40.
Widjaja, M.C. 2007. Mengatasi Diare Dan
Keracunan Pada Balita. Jakarta :
Kawan Pustaka.
Pitriani, R, Andriyani, R. 2014. Asuhan
Kebidanan Ibu Nifas Normal
(ASKEB
III).
Yogyakarta
:
Deepublish.
Prabu. 2009. Rumah Sehat. Jakarta : Puspa
Swara.
Prasetyo, N. 2013. Koleksi Resep Bayi &
Balita. Jakarta : Kawan Pustaka.
Roesli, U. 2005. Mengenal ASI Eksklusif.
Jakarta : Trubus Agriwidya.
Soedjadi, K. 2003. Upaya Sanitasi
Lingkungan di Pondok Pesantren
Ali Maksum Almunawir dan
Pandanaran
Dalam
Penanggulangan Penyakit Skabies.
Surabya : Jurnal Kesehatan
Lingkungan.
Stassi. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Suharyono. 2008. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : EGC.
Surya dan Irnawati. 2012. Perawatan Anak
Sakit. Jakarta : EGC.
Uliyah, M, Hidayat, A.A. 2008.
Keterampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Jakarta : Salemba
Medika.
Utomo, S. 2009. Studi Korelasi Sanitasi
Lingkungan
Dan
Hygiene
Perorangan Ibu Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Usia 1-4 Tahun
Di Posyandu Lestari Kelurahan
Genuk Kecamatan Genuk Kota
Semarang Tahun 2009. Universitas
Negeri Semarang.
Wijoyo. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak (Untuk Perawat dan
Bidan). Jakarta : Salemba Medika.
Download