FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA KARANG DUREN WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGARAN KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Oleh : PALENTINA YESI PALESA NIM. 030216A127 PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2017 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA KARANG DUREN WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGARAN KABUPATEN SEMARANG Palentina Yesi Palesa *), dr. H. Adil Zulkarnain, SpOG (K) **), Yulia Nur Khayati, S.SiT., M.PH ***) *) Mahasiswa Program Studi D-IV Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi D-IV Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo ***) Staf Pengajar Program Studi D-IV Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo Email : [email protected] ABSTRAK Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Jumlah kasus diare di Kabupaten Semarang mengalami peningkatan mulai dari tahun 2013 sampai 2015. Kasus tertinggi diare terdapat di wilayah kecamatan Tengaran yaitu sejumlah 2.102 kasus. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Desa Karang Duren Wilayah Kerja Puskesmas Tengaran. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian mengunakan kuesioner. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dengan jumlah responden 54. Subyek penelitian adalah balita umur 6-24 bulan di Desa Karang Duren. Analisis bivariat menggunakan uji korelasi chi square. Hasil penelitian diperoleh bahwa balita yang mengalami diare adalah sebesar 57,4%. Hasil analisis data diperoleh faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah ASI eksklusif (p=0,005), personal hygiene ibu (p=0,002), kualitas fisik air bersih (p=0,628) dan kondisi penggunaan jamban (p=0,001). Ada hubungan yang signifikan antara ASI eksklusif, personal hygiene ibu, kondisi jamban terhadap kejadian diare balita dan tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas fisik air bersih dengan kejadian diare pada balita. Bagi ibu diharapkan dapat memberikan ASI hingga balita berusia 2 tahun dan meningkatkan kebersihan. Bagi Puskesmas diharapkan perlu dilakukan sosialisasi ASI eksklusif dan sanitasi lingkungan guna mencegah terjadinya diare. Kata Kunci : Faktor-faktor, kejadian diare Kepustakaan : 34 (2005-2015) PENDAHULUAN Kondisi pembangunan kesehatan suatu negara secara umum dapat dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu salah satunya adalah Angka Kematian Balita (AKABA). Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, menunjukkan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia sebesar 26,29 per 1.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab kematian balita di Indonesia yaitu pneumonia (27,8%), diare (22,5%), Necroticans Entero Colitis (NEC) (10,7%), Meningitis (8,8%), TB dan malaria (9,7%), DBD (6,8%), Campak (5,8%) (Depkes RI, 2015). Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan kejadian luar biasa. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB Diare yang tersebar di 11 provinsi, 18 kabupaten / kota, dengan jumlah penderita 1.213 orang dan kematian 30 orang (CFR 2,47%) (Depkes RI, 2015). Berdasarkan data profil kesehatan Jawa Tengah menunjukkan bahwa selama tahun 2014 dilaporkan jumlah penderita diare sebanyak 35.802 kasus dan kasus ditangani sebanyak 20.803, sedangkan pada tahun 2015 dilaporkan jumlah penderita diare mencapai 36.405 dan kasus yang ditangani sebanyak 22.305 penderita diare (Dinkes Jateng, 2015). Departemen Kesehatan RI mencanangkan kebijakan pengendalian penyakit diare di Indonesia yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian karena diare yaitu lima langkah tuntas diare (LINTAS DIARE), yang terdiri dari : pemberian oralit, pemberian zink selama 10 hari berturutturut, meneruskan pemberian ASI dan makanan, pemberian antibiotik hanya atas indikasi dan pemberian nasihat pada ibu / pengasuh (Prasetyo, 2013). Adapun kegiatan upaya pencegahan diare yang benar dan efektif dapat dilakukan dengan perilaku sehat diantaranya pemberian ASI, makanan pendamping ASI (MP-ASI), menggunakan air bersih, menggunakan jamban, membuang tinja yang benar, dan pemberian imunisasi campak pada bayi usia 9 bulan (Depkes RI, 2011). Berdasarkan penelitian Hardi et al. (2012), di Puskesmas Baranglompo Makassar diare pada balita di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ibu yang terdiri dari : pengetahuan, pendidikan dan umur, faktor balita yang terdiri dari : ASI Eksklusif dan status imunisasi dan faktor lingkungan yang terdiri dari : personal hygiene ibu dan sanitasi lingkungan. Faktor-faktor tersebut berhubungan terhadap peningkatan kejadian diare pada balita. Penelitian yang dilakukan oleh Wahid et al. (2015), meyebutkan adanya hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,017). Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare pada balita. Pemberian ASI pada balita dapat memberikan perlindungan terhadap diare, karena ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. Anak yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko 2-3 kali lebih besar menderita diare dibanding anak yang mendapat ASI. Selain pemberian ASI, Kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat penting dalam pencegahan penularan kuman penyebab diare. Mencuci tagan dengan sabun terutama sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, sesudah buang air besar, sesudah menceboki anak dan sebelum memegang bayi atau balita mempunyai dampak dalam menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%. Selain pemberian ASI dan personal hygiene, sanitasi lingkungan merupakan penyebab diare yang perlu diperhatikan karena kondisi lingkungan yang buruk dapat menyebabkan meningkatnya kejadian diare (Ambarwati dan Wulandari, 2010; Depkes, 2011; Surya dan Irnawati, 2012). Jumlah kasus diare di Kabupaten Semarang mengalami peningkatan mulai dari tahun 2013 sampai 2015. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang pada tahun 2013 ditemukan 17.596 kasus diare, tahun 2014 sebanyak 17.880 kasus sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 19.250 kasus kejadian diare. Kematian balita dilaporkan sejumlah 1 orang. Kasus tertinggi diare terdapat di wilayah kecamatan Tengaran yaitu sejumlah 2.102 kasus (Dinkes Kabupaten Semarang, 2015). Desa Karang Duren merupakan salah satu desa wilayah kerja Puskesmas Tengaran yang mempunyai tingkat kejadian diare paling tinggi dibanding dengan desa lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Tengaran pada tahun 2014 kasus diare di Desa Karang Duren pada balita sebanyak 142 balita. Tahun 2015 sebanyak 161 kasus diare pada balita sedangkan tahun 2016 terjadi sebanyak 176 kasus diare pada balita (Puskesmas Tengaran, 2017). Komplikasi yang sering muncul pada penyakit diare adalah dehidrasi. Dehidrasi dapat menyebabkan penderita kehilangan lima liter air setiap hari beserta elektrolit utama, yaitu natrium dan kalium. Dehidrasi yang tidak ditangani dapat menyebabkan kematian, untuk itu perlu adanya upaya penanganan yang baik terhadap penyakit diare (Depkes RI, 2011; Dewi, 2013; Wijoyo, 2013). Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang tahun 2017. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan yaitu survey analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional untuk menentukan faktor resiko terjadinya diare pada balita di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang. Populasi pada penelitian ini adalah semua balita berusia 6-24 bulan di Desa Karang Duren. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tekhnik stratified proportional random sampling. Sampel pada penelitian ini adalah balita berusia 6-24 bulan berjumlah 54 balita di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner tentang kejadian diare, ASI eksklusif, personal hygiene ibu, kualitas fisik air bersih dan kondisi penggunaan jamban. Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan pada 20 responden. Dari hasil perhitungan uji validitas dari 5 butir soal pada variabel personal hygiene ibu diperoleh r hitung untuk butir soal no 1 = 0,797, soal no 2 = 0,655, soal no 3 = 0,511, soal no 4 = 0,511, soal no 5 = 0,864, sehingga untuk semua butir soal pada variabel personal hygiene ibu dinyatakan valid karena r hitung lebih besar dari r tabel = 0,444. Dari hasil Pada variabel kualitas fisik air bersih diperoleh r hitung untuk butir soal no 1 = 0,845, soal no 2 = 0,621, soal no 3 = 0,542, soal no 4 = 0,542, sehingga untuk semua butir soal pada variabel kualitas fisik air bersih dinyatakan valid karena r hitung lebih besar dari r tabel = 0,444. Dari hasil perhitungan uji validitas dari 10 butir soal pada variabel kondisi penggunaan jamban diperoleh r hitung untuk butir soal no 1 = 0,797, soal no 2 = 0,655, soal no 3 = 0,511, soal no 4 = 0,511, soal no 5 = 0,864, soal no 6 = 0,797, soal no 7 = 0,655, soal no 8 = 0,511, soal no 9 = 0,511, soal no 10 = 0,864, sehingga untuk semua butir soal pada variabel kondisi penggunaan jamban dinyatakan valid karena r hitung lebih besar dari r tabel = 0,444. perhitungan uji validitas dari 4 butir soal Hasil uji reliabilitas 5 butir soal pada variabel personal hygiene ibu diperoleh nilai Alpha Cronbach = 0,707 maka instrumen dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas 4 butir soal pada variabel kualitas fisik aibersih diperoleh nilai Alpha Cronbach = 0,749 maka instrumen dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas 10 butir soal pada variabel kondisi penggunaan jamban diperoleh nilai Alpha Cronbach = 0,765 maka instrumen dinyatakan reliabel. Untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang digunakan uji statistik chi square. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL A. Analisis Univariat 1. Kejadian Diare Pada Balita Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Diare pada Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kejadian Diare Diare Tidak Diare Jumlah Frekuensi 31 23 54 Persentase (%) 57,4 42,6 100,0 Berdasarkan tabel 4.5 dapat sebagian besar mengalami kejadian diketahui bahwa balita usia 6-24 diare, yaitu sejumlah 31 balita bulan di Desa Karang Duren (57,4%). wilayah kerja Puskesmas Tengaran, 2. ASI Eksklusif Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif pada Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif Jumlah Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari 54 ibu dari balita usia 6-24 bulan di Desa Frekuensi 35 19 54 Persentase (%) 64,8 35,2 100,0 Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran, sebagian besar tidak memberikan ASI eksklusif pada balitanya, yaitu sejumlah 35 balita (64,8%). 3. Personal Hygiene Ibu Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Personal Hygiene pada Ibu Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Personal Hygiene Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Jumlah 4. Persentase (%) 63,0 37,0 100,0 Berdasarkan tabel 4.7 dapat Puskesmas Tengaran, sebagian diketahui bahwa dari 54 ibu dari besar memiliki personal hygiene balita usia 6-24 bulan di Desa yang tidak memenuhi syarat, yaitu Karang Duren wilayah kerja sejumlah 34 responden (63,0%). Kualitas Fisik Air Bersih Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kualitas Fisik Air Bersih pada Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kualitas Fisik Air Bersih Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Jumlah 5. Frekuensi 34 20 54 Frekuensi 50 4 54 Persentase (%) 92,6% 7,4% 100,0 Berdasarkan tabel 4.8 dapat fisik air bersih yang memenuhi diketahui bahwa dari 54 balita usia syarat, yaitu sejumlah 50 balita 6-24 bulan di Desa Karang Duren (92,6%). wilayah kerja Puskesmas Tengaran, sebagian besar memiliki kualitas Kondisi Penggunaan Jamban Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kondisi Penggunaan Jamban pada Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kondisi Penggunaan Jamban Frekuensi Persentase (%) Tidak Memenuhi Syarat 30 55,6% Memenuhi Syarat 24 44,4% Jumlah Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 54 balita usia 6-24 bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran, sebagian besar memiliki kondisi 54 100,0 penggunaan jamban yang tidak memenuhi syarat, yaitu sejumlah 30 balita (55,6%). B. ANALISIS BIVARIAT 1. Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel 4.10 Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kejadian Diare Tidak Diare Total ASI Eksklusif p-value OR Diare % f % f f % Tidak ASI Eksklusif 25 71,4 10 28,6 35 100 0,005 5,42 ASI Eksklusif 6 31,6 13 68,4 19 100 Total 31 57,4 23 42,6 54 100 Hasil pada tabel 4.10 dapat diketahui balita yang tidak diberikan ASI eksklusif sebagian besar mengalami kejadian diare, sejumlah 25 balita (71,4%). Sedangkan balita yang diberikan ASI eksklusif sebagian besar tidak mengalami kejadian diare, sejumlah 13 balita (68,4%). Hasil uji Chi Square diperoleh pvalue 0,005. Oleh karena p-value 0,005 < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara signifikan antara ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita usia 6-24 bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran. Hasil nilai Odds Ratio didapatkan sebesar 5,42, ini artinya balita yang tidak diberikan ASI eksklusif beresiko 5,42 kali lebih besar mengalami kejadian diare, dibandingkan balita yang diberikan ASI eksklusif. 2. Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel 4.11 Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kejadian Diare Tidak Diare Total Personal Hygiene Ibu p-value OR Diare % f % f f % Tidak Memenuhi Syarat 25 73,5 9 26,5 34 100 0,002 6,48 Memenuhi Syarat 6 30,0 14 70,0 20 100 Total 31 57,4 23 42,6 54 100 Hasil pada tabel 4.11 dapat diketahui ibu dengan personal hygiene yang tidak memenuhi syarat sebagian besar memiliki balita yang mengalami kejadian diare, sejumlah 25 orang (73,5 %). Sedangkan ibu dengan personal hygiene yang memenuhi syarat sebagian besar memiliki balita yang tidak mengalami kejadian diare, sejumlah 14 orang (70,0 %). Hasil uji Chi Square diperoleh pvalue 0,002. Oleh karena p-value 0,002 < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara signifikan antara personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita usia 6-24 bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran. Hasil nilai Odds Ratio didapatkan sebesar 6,48, ini artinya balita dengan ibu yang memiliki personal hygiene yang tidak memenuhi syarat beresiko 6,48 kali lebih besar mengalami kejadian diare, dibandingkan ibu dengan personal hygiene yang memenuhi syarat. 3. Hubungan Kualitas Fisik Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita Tabel 4.12 Hubungan Kualitas Fisik Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kejadian Diare Tidak Kualitas Fisik Air Diare Total p-value Diare Bersih % f % f f % Memenuhi Syarat 28 56% 22 44% 50 100 0,628 Tidak Memenuhi Syarat 3 75% 1 25% 4 100 Total 31 53,7 23 46,3 54 100 Hasil pada tabel 4.12 dapat diketahui balita yang memiliki kualitas fisik air bersih yang memenuhi syarat, tidak mengalami kejadian diare, sejumlah 22 balita (44%). Sedangkan balita yang memiliki kualitas fisik air bersih tidak memenuhi syarat, sebagian besar mengalami kejadian diare sejumlah 3 balita (75%). OR 2,36 Hasil uji Fisher’s Exact diperoleh p-value 0,628. Oleh karena p-value 0,628 > α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara kualitas fisik air bersih dengan kejadian diare pada balita usia 6-24 bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran. 4. Hubungan Kondisi Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare Tabel 4.13 Hubungan Kondisi Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kejadian Diare Tidak Kondisi Penggunaan Diare Total p-value Diare Jamban % f % f f % Tidak Memenuhi Syarat 23 76,7 7 23,3 30 100 0,001 Memenuhi Syarat 8 33,3 16 66,7 24 100 Total 31 57,4 23 42,6 54 100 Hasil pada tabel 4.13 dapat diketahui balita yang memiliki jamban yang tidak memenuhi syarat, sebagian besar mengalami kejadian diare, sejumlah 23 orang (76,7%). Sedangkan balita yang memiliki jamban memenuhi syarat, sebagian besar tidak mengalami kejadian diare, sejumlah 16 orang (69,6%). OR 0,152 Hasil uji Chi Square diperoleh pvalue 0,001. Oleh karena p-value 0,001 < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara signifikan antara kondisi penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita usia 6-24 bulan di Desa Karang Duren wilayah kerja Puskesmas Tengaran. PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Pemberian ASI Eksklusif Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di desa Karang Duren tidak memberikan ASI eksklusif pada balita yaitu sebesar 35 (64,8%), sedangkan balita yang diberikan ASI eksklusif sebesar 19 (35,2%). Dapat diketahui dari hasil penelitian mayoritas balita tidak diberikan ASI eksklusif yaitu sebesar 35 balita (64,8%). Hal ini disebabkan karena sebagian responden adalah ibu bekerja yaitu 23 responden (42,6%). Dari hasil wawancara yang dilakukan sejumlah ibu mengatakan terpaksa memberikan susu formula karena produksi ASI menurun karena kelelahan seharian bekerja. Adapula sebagian responden ibu bekerja mengatakan bahwa tidak memberikan ASI eksklusif dikarenakan tidak adanya tempat untuk memompa ASI bagi karyawan menyusui serta jam kerja yang tidak sesuai dengan peraturan jam kerja yang telah ditetapkan, sehingga ibu kesulitan untuk memberikan ASI eksklusif kepada balitanya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Oktora (2013), mengenai gambaran pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di Kecamatan Jombang Tangerang Selatan yang menyebutkan bahwa sebagian besar ibu bekerja tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 32 responden (77,8%), dikarenakan tidak adanya kebijakan khusus dari tempat kerja terhadap ibu menyusui dan kurangnya dukungan dari pimpinan perusahaan dalam memberikan toleransi kepada wanita menyusui. 2. Personal Hygiene Ibu Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di desa Karang Duren memiliki personal hygiene yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 34 (63,0%) sedangkan responden yang memiliki personal hygiene memenuhi syarat sebesar 20 (37,0%). Hasil penelitian terdapat 34 (63,0%) responden di Desa Karang Duren memiliki personal hygiene yang tidak memenuhi syarat, hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat yang masih rendah mengenai pentingnya cuci tangan menggunakan sabun. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, sejumlah ibu mengatakan bahwa apabila kondisi tangan tidak berbau dan tidak kotor maka dianggap bahwa tangan tersebut masih dalam keadaan bersih dan tidak perlu cuci tangan menggunakan sabun. Selain itu Tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi perilaku personal hygiene ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang tehadap nilai-nilai yang diperkenalkan. 3. Kualitas Fisik Air Bersih Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di desa Karang Duren memiliki kualitas fisik air bersih yang memenuhi syarat yaitu sebesar 50 responden (92,6%), sedangkan responden yang memiliki kualitas fisik air bersih yang tidak memenuhi syarat yaitu 4 responden (7,4%). Sumber air untuk kebutuhan di Desa Karang Duren ada dua macam yaitu sumur dan PAM. Sebagian masyarakat di Desa Karang Duren menggunakan sumber air yang berasal dari PAM. Sumber air yang berasal dari PAM belum seluruhnya menyebar, masih ada masyarakat yang tidak menggunakan sumber air dari PAM tersebut, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan sehingga sebagian masayarakat memilih menggunakan sumur, dimana keadaan sumur yang digunakan tidak dibangun atap dan lantai sumur tidak kedap air. Hasil penelitian terdapat 4 responden (7,4%) di Desa Karang Duren memiliki kualitas fisik air bersih tidak memenuhi syarat. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, masyarakat menggunakan air bersih tidak memenuhi kualitas fisik air bersih karena dipengaruhi oleh tingkat pendapatan sehingga masyarakat menggunakan air bersih berasal dari sumur yang dimiliki pribadi, dimana kondisi air tersebut keruh sehingga air perlu diendapkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. 4. Kondisi Penggunaan Jamban Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar responden di desa Karang Duren memiliki kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 30 (55,6%), sedangkan responden yang memiliki kondisi jamban memenuhi syarat sebesar 24 (44,4%). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar masyarakat di Desa Karang Duren memiliki kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 31 responden (57,4%). Berdasarkan hasil wawancara didapatkan sebagian besar responden meiliki kondisi jamban tidak memenuhi syarat, dikarenakan dipengaruhi oleh keadaan geografis di Desa Karang Duren terdapat sungai yang jarak dengan rumah penduduk tidak jauh, sehingga penduduk yang tingkat perekonomian masih rendah lebih memilih buang air besar di sungai. Meskipun sudah ada program pemicuan dan penyuluhan tentang kepemilikan dan kesehatan jamban yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Tengaran, tetapi masyarakat masih enggan untuk membangun jamban septic tank pribadi. Selain itu masyarakat tidak menggunakan jamban yang memenuhi syarat dikarenakan dipengaruhi tingkat pendidikan, Tingkat pendidikan ibu dapat mendukung perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk dalam pembuatan jamban keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang tehadap nilai-nilai yang diperkenalkan 5. Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar balita di desa Karang Duren mengalami diare yaitu sebesar 31 balita (57,4%), sedangkan balita yang tidak mengalami diare sebesar 23 balita (42,6%). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar balita di Desa Karang Duren mengalami kejadian diare yaitu sebesar 31 balita (57,4%), hal ini dipengaruhi karena sebagian besar ibu balita tidak memberikan ASI eksklusif pada balita, sebagian besar ibu balita memiliki personal hygiene yang tidak memenuhi syarat dan sebagian besar masyarakat di Desa Karang Duren memiliki kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat, sehingga balita berisiko lebih tinggi untuk mengalami kejadian diare. B. Analisis Bivariat 1. Hubungan antara ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai p = 0,005 (p < 0,05) maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Hasil penelitian menyebutkan bahwa balita yang tidak diberikan ASI eksklusif lebih banyak mengalami kejadian diare yaitu sebanyak 25 balita (71,4%), dibandingkan yang tidak mengalami diare yaitu sebanyak 10 balita (28,6%). Sedangkan balita yang diberikan ASI eksklusif yang tidak mengalami diare sebanyak 13 balita (68,4%) dan yang mengalami diare 6 balita (31,6%). Air susu ibu selain sebagai sumber nutrisi dapat memberi perlindungan kepada bayi melalui berbagai zat kekebalan yang dikandungnya. ASI akan merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi sehingga ASI berfungsi pula sebagai imunisasi aktif. ASI mengandung pertahanan nonspesifik yang diperankan oleh sel makrofag, sel makrofag dapat menghancurkan kapsul bakteri E.coli dan mentransfer kekebalan selular dari ibu ke bayi yang disusuinya. Efektivitas ASI dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan dengan berkurangnya kejadian beberapa penyakit spesifik pada bayi yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat susu formula (Matondang dkk, 2008; Roesli, 2005 ). 2. Hubungan antara Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai p = 0,002 (p < 0,05) maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna antara personal hygiene ibu dengan kejadian diare. Hasil penelitian menyebutkan bahwa balita dengan ibu yang memiliki personal hygiene tidak memenuhi syarat lebih banyak mengalami kejadian diare yaitu sebanyak 25 balita (73,5%), dibandingkan balita yang tidak mengalami diare yaitu sebanyak 9 balita (26,5%). Sedangkan balita dengan ibu yang memiliki personal hygiene memenuhi syarat yang tidak mengalami diare sebanyak 14 balita (70,0%) dan yang mengalami diare 6 balita (30,0%). Menurut Depkes RI (2011), menyatakan bahwa kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang dapat menyebabkan penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Perilaku mencuci tangan merupakan perilaku yang sangat penting dalam penyebaran penyakit diare, karena tangan merupakan media yang sangat berperan dalam penyebaran penyakit melalui fecal-oral. Mencuci tagan dengan sabun, terutama sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, sesudah buang air besar (BAB), sesudah menceboki anak dan sebelum memegang bayi atau balita mempunyai dampak dalam menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pickering (2008), menyebutkan bahwa praktik kebersihan tangan yang dilakukan oleh ibu yang memiliki balita berusia 6-36 bulan mempunyai peran dalam penuruan kejadian diare di di daerah Gambia, Afrika Barat. 3. Hubungan antara Kualitas Fisik Air Bersih dengan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai p = 0,628 (p > 0,05) maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kualitas fisik air bersih dengan kejadian diare pada balita . Hasil penelitian menyebutkan bahwa balita dengan kualitas fisik air bersih yang memenuhi syarat lebih banyak mengalami kejadian diare yaitu sebanyak 28 balita (56%), dibandingkan balita yang tidak mengalami diare yaitu sebanyak 22 balita (44%). Sedangkan balita yang tidak memiliki kualitas fisik air bersih memenuhi syarat yang mengalami diare sebanyak 3 balita (75%) dan yang tidak mengalami diare 1 balita (25%). Ketersediaan air bersih yang dilihat dari kualitas fisik air bersih tidak menjamin bahwa kualitas air tersebut baik, air dengan kondisi fisik yang memenuhi syarat masih mempunyai kemungkinan mengandung mikroorganisme dan bakteri penyakit yang tidak dapat dilihat. Untuk itu perlu terlebih dahulu memasak air minum sampai mendidih untuk membunuh mikroorganisme dalam air tersebut dan proses penyimpanan air bersih juga terjaga, sehingga air yang diminum tidak mengandung mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit (Binder, 2007). Faktor yang mempengaruhi kejadian diare terdiri dari faktor langsung dan tidak langsung. Kualitas fisik air bersih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian diare secara tidak langsung. Hal ini dapat menjadi penyebab tidak adanya hubungan antara kualitas fisik air bersih dengan kejadian diare dalam penelitian ini karena kualitas fisik air bersih yang memenuhi syarat tidak menjamin air yang dikonsumsi oleh balita berkulitas baik, hal ini terkait dengan bagaimana proses penyimpanan dan pengolahan air sebelum dikonsumsi (Chandra, 2009). 4. Hubungan antara Kondisi Jamban dengan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05) maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna antara kondisi penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian menyebutkan bahwa balita yang tidak memiliki kondisi jamban memenuhi syarat lebih banyak mengalami kejadian diare yaitu sebanyak 23 balita (76,7%) dibandingkan balita yang tidak mengalami diare yaitu sebanyak 7 balita (23,3%). Sedangkan balita yang memiliki kondisi pengunaan jamban memenuhi syarat yang tidak mengalami diare sebanyak 16 balita (66,7%) dan yang mengalami diare 8 balita (33,3%). Pembuangan tinja merupakan hal yang penting bagi kesehatan lingkungan, tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi sanitasi akan meningkatkan risiko kejadian diare pada anak balita sebesar 2 kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya ke jamban yang memenuhi syarat. Kotoran manusia merupakan sumber kuman penyebab diare, apabila tempat pembuangan tinja yang digunakan oleh keluarga tidak memenuhi syarat jamban sehat maka akan mempengaruhi peningkatan penyebaran sumber kuman penyebab diare, dan dapat mencemari makanan atau minuman maka orang yang memakan atau meminumnya dapat terkena diare (Depkes RI, 2011; Wibowo, 2005). SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Desa Karangduren wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang dari 54 responden diperoleh hasil balita yang mengalami diare sejumlah 31 balita (57,4%). Balita yang tidak diberikan ASI eksklusif sejumlah 35 balita (64,8%), hal ini disebabkan karena sebagian responden adalah ibu bekerja, ibu terpaksa memberikan susu formula sebab produksi ASI menurun karena kelelahan seharian bekerja. Ibu rumah tangga yang tidak memberikan ASI eksklusif dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan budaya. Personal hygiene ibu yang tidak memenuhi syarat sejumlah 34 responden (63,0%), hal ini dikarenakan tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat yang masih rendah mengenai pentingnya cuci tangan menggunakan sabun. Kualitas fisik air bersih responden di Desa Karangduren sebagian besar memenuhi syarat sejumlah 50 responden (92,6%), sumber air bersih di Desa Karangduren berasal dari air PAM dan sumur gali dan 4 responden (7,4%) memiliki kualitas fisik air bersih yang tidak memenuhi syarat dikarenakan tingkat pendapatan sehingga masyarakat menggunakan air bersih berasal dari sumur yang dimiliki pribadi, dimana kondisi air tersebut keruh. Kondisi penggunaan jamban di Desa Karangduren sebagian besar tidak memenuhi syarat sejumlah 30 responden (55,6%), dikarenakan masih terdapat responden yang memiliki jamban cemplung, kondisi fisik jamban tidak mempunyai dinding dan lantai jamban terbuat dari bahan yang tidak tembus air. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh ASI eksklusif (p-value=0,005), ada hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita. ASI mengandung zat kekebalan IgA dan sel makrofag yang berfungsi untuk menghancurkan kapsul bakteri E. coli dan mentransfer kekebalan dari ibu ke bayi yang disusui nya. Personal hygiene ibu (pvalue=0,002), ada hubungan antara personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita. Tangan merupakan media yang sangat berperan dalam penyebaran penyakit melalui fecal-oral, sehingga tanggan yang tidak bersih akan mempermudah penularan kuman penyebab diare. Kualitas fisik air bersih (pvalue=0,628), tidak ada hubungan antara kualitas fisik air bersih dengan kejadian diare pada balita. Walaupun kualitas fisik air bersih memenuhi syarat, namun tidak menjamin air tersebut bebas dari bakteri, hal ini terkait dengan bagaimana proses penyimpanan dan pengolahan air sebelum dikonsumsi (Chandra, 2009). Kondisi penggunaan jamban (p-value=0,001), ada hubungan antara kondisi penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita. Kotoran manusia merupakan sumber kuman penyebab diare, apabila tempat pembuangan tinja yang digunakan oleh keluarga tidak memenuhi syarat jamban sehat maka akan mempengaruhi peningkatan penyebaran sumber kuman penyebab diare. SARAN 1. Bagi Masyarakat a. Diharapkan kepada masyarakat terutama ibu balita untuk dapat memberikan ASI eksklusif hingga balita berusia 6 bulan dan pemberian ASI dilanjutkan hingga balita berusia 2 tahun. b. Diharapkan kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan terutama sarana air bersih dan penggunaan jamban guna mencegah terjadinya diare pada balita. 2. Bagi Puskesmas a. Diharapkan perlu dilakukan pemberian informasi pada ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada balita untuk peningkatan imunitas balita. b. Dihaparkan perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kebersihan sanitasi lingkungan guna mencegah terjadinya diare pada balita. 3. Bagi Instansi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan ilmu pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita. 4. Bagi Peneliti Lain Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan jenis desain penelitian dan variabel yang berbeda untuk lebih mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita. DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, E.R, Wulandari, D. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika. Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC. Chandra, B. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta : EGC. Depkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Depkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta : Depkes RI. Dewi, V.N.L. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta : Salemba Medika. Dinkes Jawa Tengah. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2015. Jawa Tengah : Dinkes Jawa Tengah. Dinkes Kabupaten Semarang. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang 2015. Semarang : Dinkes Kabupaten Semarang. Dwienda, O, Maita, L, Saputri, E.M, Yulviana, R. 2014. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi / Balita, Dan Anak Prasekolah Untuk Para Bidan. Yogyakarta : Deepublish. Effendy, N. 2006. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. Hardi, A. B, Masni, Rahma. 2012. FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan Ujung Tanah Tahun 2012. Universitas Hasanudin. Makassar. Hidayat, A. 2014. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Irianto, J. 2007. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Anak Balita. Buletin Penelitian Kesehatan. Kasaluhe, M. D, Sondakh, R. C, Malonda, S. H. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tahuna Timur Kabupaten Kepulauan Sangihe. Universitas Sam Ratulangi. Manado Lewis, S. 2008. Makanan Pertamaku. Jakarta : Erlangga. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : PT Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Wartonah. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Oktora, R. 2013. Gambaran Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Di Kecamatan Jombang Tangerang Selatan. Jakarta : Jurnal Kesehatan Reproduksi. Vol. 4, No. 1:30-40. Widjaja, M.C. 2007. Mengatasi Diare Dan Keracunan Pada Balita. Jakarta : Kawan Pustaka. Pitriani, R, Andriyani, R. 2014. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal (ASKEB III). Yogyakarta : Deepublish. Prabu. 2009. Rumah Sehat. Jakarta : Puspa Swara. Prasetyo, N. 2013. Koleksi Resep Bayi & Balita. Jakarta : Kawan Pustaka. Roesli, U. 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya. Soedjadi, K. 2003. Upaya Sanitasi Lingkungan di Pondok Pesantren Ali Maksum Almunawir dan Pandanaran Dalam Penanggulangan Penyakit Skabies. Surabya : Jurnal Kesehatan Lingkungan. Stassi. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Suharyono. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC. Surya dan Irnawati. 2012. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC. Uliyah, M, Hidayat, A.A. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. Utomo, S. 2009. Studi Korelasi Sanitasi Lingkungan Dan Hygiene Perorangan Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 1-4 Tahun Di Posyandu Lestari Kelurahan Genuk Kecamatan Genuk Kota Semarang Tahun 2009. Universitas Negeri Semarang. Wijoyo. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika.