dinamika pengambilan keputusan pada istri yang bersedia dipoligami

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Penyesuaian Diri
1.
Definisi penyesuaian diri
Calhoun dan Acocella (1990) mengartikan penyesuaian diri sebagai
interaksi yang kontinu antara diri individu itu sendiri dengan orang lain dan
dunianya. Diri sendiri yang dimaksud dari kalimat di atas adalah jumlah
keseluruhan dari apa yang telah ada pada diri individu, sesuatu yang dihadapi
setiap detiknya. Menurut Atwater (1983) penyesuaian diri terdiri atas perubahan
pada diri sendiri dan lingkungan sekitar kita yang dibutuhkan untuk mencapai
hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitar kita.
Daradjat (1983) mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses
dinamika yang digunakan individu untuk mengatasi tekanan-tekanan yang terjadi pada
dirinya. Apabila usaha mengatasi tekanan tersebut berjalan dengan baik, maka akan
tercipta kepribadian yang sehat. Akan tetapi apabila usaha mengatasi tekanan tersebut
kurang memadai, maka akan tampak pada kepribadian individu berbagai tingkat
patologis. Lebih lanjut Daradjat (1983) mengatakan bahwa orang yang dalam tahaptahap pertumbuhannya menghadapi tekanan keras dan kejam lebih daripada
kebisaan orang lain akan sulit baginya untuk melakukan penyesuaian diri dan
tekanan tersebut sering terjadi dalam kehidupan individu. Kegagalan dalam
penyesuaian diri adalah akibat tekanan-tekanan tersebut yang telah menghimpit
kehidupannya
Universitas Sumatera Utara
Gunarsa dan Gunarsa (1992) menjelaskan teori penyesuaian diri sebagai
suatu bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan atau situasi yang baru dengan
cara melakukan penyesuaian diri secara psikologis. Penyesuaian diri yang
dimaksud disini adalah penyesuaian yang terjadi secara terus menerus dan
berkesinambungan dalam berbagai hal.
Selanjutnya, menurut Weiten dan Lloyd (2006) penyesuaian diri merupakan
proses psikologis yang dilakukan oleh individu dalam mengatur atau mengatasi
kebutuhan dan tantangan dalam kehidupannya sehari-hari. Penyesuian diri
berhubungan dengan bagaimana individu mengatur atau mengatasi berbagai
kebutuhan dan tekanan.
Penyesuaian diri merupakan proses yang terjadi sepanjang rentang
kehidupan (lifelong process). Manusia harus berusaha menemukan dan mengatasi
rintangan, tekanan dan tantangan untuk mencapai pribadi yang seimbang. Respon
penyesuaian baik atau buruk adalah hal yang wajar terjadi untuk menjaga
keseimbangan (Sundari, 2005).
Tujuan dari proses penyesuaian adalah untuk mendapatkan keseimbangan
(Patty & Johnson, 1953). Kesehatan mental dalam arti yang luas mencakup
kemampuan untuk
menyesuaikan dengan diri sendiri, dan penyesuaian diri
dengan orang lain dalam keluarga, pekerjaan, dan masyarakat luas (Daradjat,
1983).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses
dinamika yang dilakukan individu untuk mengatasi tekanan-tekanan yang terjadi
dan dialami seseorang secara kontinu atau sebagai suatu keadaan yang tengah atau
Universitas Sumatera Utara
terus berlangsung sehingga tercapai suatu hubungan yang memuaskan dengan
orang lain dan lingkungan sekitarnya.
2.
Aspek-aspek penyesuaian diri
Penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian
sosial (Daradjat, 1983). Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan
sebagai berikut :
a.
Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya
sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan
sekitarnya. Individu menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan
dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya
tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci,
lari dari kenyataan atau tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada
kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan
atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang
dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi,
kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai
akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan.
Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam
rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan
penyesuaian diri.
Universitas Sumatera Utara
b.
Penyesuaian Sosial
Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut
terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses
tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah
aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang individu patuhi, demi untuk mencapai
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu
psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian
sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi
dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat
luas secara umum.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam proses interaksi dengan
masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang
memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan
cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian
sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial
kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun
dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur
hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu
mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu
mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya
dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Universitas Sumatera Utara
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu
dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri.
Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi
seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah
yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan
kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola
perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi halhal yang tidak diterima oleh masyarakat.
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) mengatakan bahwa
penyesuaian diri seorang individu dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
a.
Stres
Stres adalah tekanan yang disebabkan oleh tuntutan fisik terhadap tubuh
(seperti kondisi sakit, latihan, temperatur ekstrim, dan lain-lain) atau
disebabkan
oleh
situasi
sosial
atau
lingkungan
yang
dianggap
membahayakan, tidak dapat terkontrol atau melewati batas kemampuan
seseorang untuk menghadapinya. Penyesuaian diri menjadi penting ketika
tuntutan untuk menyesuaikan diri sudah mendekati atau melewati ambang
batas kemampuan individu untuk melakukannya.
b.
Tuntutan fisik
Tuntutan fisik adalah tuntutan yang berasal dari diri individu dalam
menghadapi kondisi fisik dan lingkungan. Dalam hal ini sangat dituntut
Universitas Sumatera Utara
penyesuaian diri dan juga responnya agar dapat bertahan hidup dalam
lingkungan. Dalam kehidupan,
individu perlu
mempersiapkan diri
melakukan tindakan pencegahan untuk mengendalikan kesehatan fisik,
mempelajari lingkungan tempat individu hidup, mempelajari apa yang
terjadi dan bagaimana mengantisipasinya untuk dapat menyesuaikan diri dan
tetap dapat bertahan hidup.
c.
Tututan sosial
Tuntutan sosial adalah tuntutan yang berasal dari individu disekitar kita.
Seorang individu selalu dituntut untuk membawa peran sesuai usia dan
bertingkah laku sesuai dengan masyarakat tempat tinggalnya.
Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menambahkan selain hal-hal
tersebut penyesuaian diri individu terhadap suatu lingkungan juga cenderung
berbeda antar individu, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti :
a.
Etnis atau latar belakang suku mempengaruhi hampir keseluruhan proses
pemikiran, perilaku dan penyesuaian diri seseorang. Latar belakang suku
merupakan determinan utama dari keinginan manusia dan mempunyai
pengaruh besar terhadap pola persepsi, perilaku dan penyesuaian diri
individu. Orang yang berasal dari kultur yang berbeda mempunyai
pandangan pemikiran dan perasaan yang berbeda pula.
b.
Usia merupakan determinan yang kuat dalam penyesuaian diri karena
mempengaruhi minat, emosi, dan kemampuan seseorang dalam penyesuaian
diri semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin baik
kemampuannya untuk melakukan penyesuaian diri terhadap suatu hal.
Universitas Sumatera Utara
c.
Kelas sosial didefinisikan sebagai bagian yang berjenjang dari suatu
masyarakat menjadi kelompok yang terpisah dan sejenis. Pendidikan dan
status ekonomi sosial dapat mempengaruhi nilai dan cara pandang seseorang
terhadap suatu masalah dan tekanan sosial. Semakin tinggi pendidikan dan
tingkat ekonomi seseorang maka akan semakin baik penyesuaian dirinya
terhadap suatu lingkungan atau hal baru.
4.
Karakteristik penyesuaian diri yang efektif
Selama rentang kehidupan, manusia akan selalu mengalami perubahan.
Penyesuaian diri yang efektif terukur dari seberapa baik seseorang mengatasi
perubahan dalam hidupnya. Menurut Habber dan Runyon (1984), penyesuaian
diri yang efektif adalah menerima keterbatasan-keterbatasan yang tidak bisa
berubah dan secara aktif memodifikasi keterbatasan yang masih bisa diubah.
Berikut akan dijelaskan karakteristik penyesuaian diri yang efektif menurut
Habber dan Runyon (1984):
a.
Persepsi akurat terhadap realita
Persepsi terkait dengan keinginan dan motivasi pribadi, sehingga terkadang
persepsi tersebut tidak murni sama dengan realita dan lebih merupakan
keinginan individu. Penyesuaian diri individu dianggap baik apabila ia
mampu untuk mempersepsikan dirinya sesuai dengan realita. Selain itu, ia
juga mempunyai tujuan yang realistis, mampu memodifikasi tujuan tersebut
apabila situasi dan kondisi lingkungan menuntutnya untuk itu, serta
Universitas Sumatera Utara
menyadari konsekuensi tindakan yang diambil dan mengarahkan tingkah
laku sesuai dengan konsekuensi tersebut.
b.
Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Halangan yang dialami individu disetiap proses pemenuhan kebutuhan atau
pencapaian tujuan, dapat menimbulkan kegelisahan dan stres. Penyesuaian
diri dikatakan baik apabila mampu mengatasi halangan, masalah, dan
konflik yang timbul dengan baik.
c.
Citra diri yang positif
Individu harus mempunyai citra diri yang positif dengan tetap menyadari
sisi negatif dari dirinya, dimana individu menyeimbangkan persepsinya
dengan persepsi orang lain.
d.
Kemampuan mengekpresikan perasaan
Individu yang sehat secara emosional mampu untuk merasakan dan
mengekspresikan seluruh emosinya. Pengekspresian emosi dilakukan secara
realistis, terkendali dan konstruktif, serta tetap menjaga keseimbangan
antara kontrol ekspresi yang berlebihan dengan kontrol ekspresi yang
kurang.
e.
Mempunyai hubungan interpersonal yang baik
Individu yang penyesuaian dirinya baik, mampu untuk saling berbagi
perasaan dan emosi. Mereka mempunyai kompetensi menjalin hubungan
dengan orang lain, mampu untuk mencapai kadar keintiman yang layak
dalam hubungan sosial, dan menyadari bahwa suatu hubungan tidaklah
selalu mulus.
Universitas Sumatera Utara
B.
Poligami
1.
Definisi poligami
Poligami berasal dari dari bahasa Yunani, poly atau polus berarti banyak dan
gamein atau gamis yang berarti kawin/perkawinan. Poligami sering kali dimaknai
dengan pernikahan antara seorang laki-laki dengan beberapa perempuan (Farida,
2008). Menurut DeGenova (2008) suatu keluarga poligami adalah sebuah
keluarga yang didasarkan pada pernikahan satu orang dengan dua atau lebih
pasangan. Jika pihak laki-laki yang memiliki lebih dari satu istri, hal ini disebut
poligini, sedangkan jika pihak perempuan yang memiliki lebih dari satu suami,
disebut poliandri. Selanjutnya kita menyebut poligini sebagai poligami.
Husein (2007) dalam bukunya Hitam Putih Poligami mengartikan poligami
sebagai sistem perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap beberapa
perempuan baik dalam waktu bersamaan maupun tidak.
2.
Sebab-sebab poligami
Husein (2007) menyatakan banyak sebab yang menimbulkan keinginan
seseorang untuk berpoligami, diantaranya adalah :
a.
Istri mandul
Salah satu tujuan menikah adalah mendapatkan keturunan. Biasanya, rumah
tangga yang belum dikaruniai anak rentan adanya cekcok atau perselisihan
antar suami istri apalagi sudah mengarungi bahtera rumah tangga bertahuntahun. Jika benar-benar menginginkan keturunan dan telah berusaha untuk
Universitas Sumatera Utara
mendapatkannya namun tidak juga berhasil, maka salah satu caranya adalah
dengan menikah kembali yang berarti melakukan poligami. Namun harus
dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan istri.
b.
Istri memiliki penyakit yang menyebabkannya tidak bisa melayani suami
Seorang istri yang terkena penyakit berkepanjangan dan tidak dapat
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai istri, seperti hubungan suami
istri terkadang membuat istri merasa tidak berguna bagi suami. Hal ini bisa
menjadi penyebab suami berpoligami bahkan bisa saja suami berpoligami
atas perintah istri walau sebenarnya berat bagi sang istri.
c.
Pekerjaan suami yang menyebabkan jauh dari istri dan keluarga
Suami yang memiliki pekerjaan yang menyebabkan jarak jauh dari keluarga
akan jarang pulang menemui istri dan anak-anak bahkan bisa satu kali dalam
satu tahun atau bahkan lebih. Secara batin, suami dan istri akan merasa
tersiksa. Hal ini bukan dikarenakan masalah materi melainkan masalah
‘kebutuhan biologis’ yang layak dilakukan oleh pasangan suami istri.
Adanya poligami merupakan solusi untuk mengatasi serta mencegah adanya
perbuatan yang melanggar agama, seperti perzinaan dan perselingkuhan.
d.
Suami masih kelihatan muda, sedangkan istri sudah terlihat tua
Suami yang terlihat masih muda dan masih menginginkan ‘kebutuhan
biologis’ sedangkan istri sudah terlihat tua dan tidak ‘berhasrat’ lagi dalam
melakukan hubungan suami istri bisa menjadi penyebab terjadinya poligami.
Karena salah satu tujuan pernikahan adalah tersalurnya ‘kebutuhan biologis’
dengan benar dan halal, tapi jika sang istri sudah tidak lagi mau melayani
Universitas Sumatera Utara
suami karena sudah tidak berhasrat lagi, maka dianjurkan berpoligami bagi
suami sebagai salah satu solusi untuk dapat menyalurkan hasrat suami tanpa
harus menceraikan istri.
e.
Ingin memiliki banyak keturunan
Setiap perempuan memiliki batas maksimal dan minimal dalam melahirkan
anak. Dalam kehidupan, terkadang ada suami yang ingin memiliki banyak
keturunan. Salah satu caranya adalah dengan berpoligami. Akan tetapi,
keinginan untuk berpoligami haruslah didiskusikan dengan istri sebelum
dilakukan poligami.
f.
Istri tidak taat dan patuh pada suami
Kewajiban istri kepada suami adalah taat dan patuh kepada suami dalam
kebaikan, jika suami memerintah dalam masalah kebaikan, istri harus
melaksanakannya. Sering kali suami tidak betah di rumah karena istri tidak
taat pada suami, jarang melayani, pergi tanpa izin, dan sering marah-marah
tanpa penyebab yang jelas. Hal ini dapat menyebabkan suami berkeinginan
untuk berpoligami. Akan tetapi, haruslah melalui musyawarah terlebih
dahulu kepada istri. Apakah istri bersedia dipoligami atau memilih untuk
bercerai.
Hasil penelitian Cook (2007) menyatakan bahwa poligami disalahkan atas
masalah yang berhubungan dengan laju pertumbuhan populasi, yaitu masalah
kekurangan bahan pangan dan malnutrisi yang terjadi di Ethiopia. Pada penduduk
Afrika tradisional, poligami memungkinkan setiap wanita di desa untuk memiliki
seorang suami agar memiliki penghasilan. Poligami juga memungkinkan suami
Universitas Sumatera Utara
untuk memiliki istri ke dua jika istri pertamanya mandul atau tidak mampu
memberikan suaminya seorang anak laki-laki. Poligami juga dijadikan simbol
kekayaan. Poligami merupakan praktek yang adaptif di Afrika tradisional,
memungkinkan semua wanita untuk menikah dan memiliki anak, dan
berkontribusi terhadap kelangsungan komunitas karena tingginya angka
kesuburan.
3.
Dampak poligami
Setiap sesuatu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, ada negatif dan
positifnya. Begitu juga dengan poligami, disatu sisi dianggap baik oleh sebagian
kalangan karena dapat
mengurangi perselingkuhan, perzinaan dan lain
sebagainya. Di sisi lain adanya poligami diangga negatif oleh sebagiannya karena
terkesan menyakiti perasaan wanita dan lainnya. Husein (2008) mengatakan
beberapa akibat dari poligami, yaitu :
a.
Istri merasa kecewa dan sakit hati
Adanya poligami bagi para wanita adalah seperti ’hantu’ yang menakutkan.
Sudah sewajarnya, jika istri sakit hati dan kecewa kepada suami yang
berpoligami walau sang istri mengizinkannya. Sebenarnya sangat berat hati
seorang istri untuk menerima poligami walau ada sebab-sebab yang
mengharuskan poligami.
b.
Rumah tangga berantakan
Dalam kehidupan pasti selalu ada masalah yang terjadi apalagi dalam rumah
tangga. Tidak selamanya suasana dalam rumah tangga tentram dan damai
Universitas Sumatera Utara
seperti tidak ada masalah. Salah satu masalah yang terjadi dan sering
membuat rumah tangga berantakan adalah poligami. Adanya poligami
rentan menimbulkan konflik berkepanjangan dalam rumah tangga, seperti
terjadinya pertengkaran antar suami istri atau percekcokan antara ayah
dengan anak.
c.
Adanya diskriminasi
Dengan adanya ketidakadilan dalam cinta dan kasih sayang pasti akan
berakibat adanya ketidakadilan dalam materi, seperti rumah, gilir, pakaian,
mobil, dan sebagainya. Dengan demikian, akan terjadi diskriminasi pada
salah satu dari istri-istrinya.
d.
Dibenci oleh saudara-saudara istri bahkan mertua
Biasanya, keputusan orang yang mau berpoligami sudah benar-benar matang
dan segala apa yang akan terjadi sudah dipertimbangkan. Salah satu akibat
dari poligami adalah sang suami akan dibenci oleh sanak saudara dari istri,
seperti orang tua istri (mertua), kakak dan adik istri, serta lainnya.
e.
Dapat mencegah perselingkuhan dan perzinaan
Saat ini, banyak terjadi perzinaan dan perselingkuhan. Masalah ekonomi,
jumlah perempuan yang lebih banyak daripada laki-laki adalah salah satu
penyebab timbulnya perzinaan dan perselingkuhan. Oleh karena itu, adanya
poligami dapat menjadi solusi sosial untuk mengurangi jumlah perzinaan
atau perselingkuhan.
Universitas Sumatera Utara
f.
Dapat menolong
Salah satu hikmah poligami adalah dapat menolong seseorang. Poligami
dapat menolong para istri yang ditinggal mati oleh suaminya yang tidak
memiliki ekonomi berkecukupan dan kehidupannya serba kekurangan.
Dampak poligami juga dikemukakan oleh Cook (2007) yang menyatakan
bahwa poligami memberikan dampak pada istri pertama dan anak-anaknya. Studi
menunjukkan bahwa istri-istri pertama orang muslim di Timur Tengah tidak
bahagia dengan pernikahan poligaminya dan ketidakbahagiaan tersebut menjelma
dalam bentuk sakit secara fisik dan mental. Adanya poligami juga membuat para
lelaki tidak menganggap serius sumpah yang diucapkan dalam pernikahannya.
Pernikahan tradisional di Afrika bagian Sahara (Afrika selatan, 1996)
biasanya berbentuk poligami dan tidak diakui oleh pemerintah. Ketika seorang
suami meninggal, istrinya tidak mendapatkan warisan, tidak mendapatkan hasil
asuransi ataupun hak asuh anaknya. Selain itu poligami juga bisa berbahaya bagi
anak-anak. Pollitt (dalam Cook, 2007) menyatakan, poligami pada orang-orang
Mormon di Amerika Serikat dikaitkan dengan incest dan kekerasan terhadap
anak. Pelaku poligami di Afrika dikaitkan dengan
feminisasi terhadap
kemiskinan dan laju penyebaran AIDS.
C.
Gambaran Penyesuaian Diri terhadap Istri yang Dipoligami
Menikah adalah suatu hal yang dijadikan salah satu pilihan hidup dari sekian
banyak pilihan dalam kehidupan (Lefrancois, 1993). Menurut Duvall dan Miller
Universitas Sumatera Utara
(1985) pernikahan adalah suatu bentuk hubungan antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang meliputi hubungan seksual, legitimasi untuk memiliki
keturunan (memiliki anak) dan penetapan kewajiban yang dimiliki oleh masingmasing pasangan. Menurut Thalib (2008) terdapat dua model pernikahan. Model
pertama adalah monogami yang merupakan perkawinan antara seorang lelaki
dengan seorang perempuan saja sebagai isterinya; dan seorang perempuan dengan
seorang lelaki saja sebagai suaminya, tanpa ada perempuan lain yang menjadi
madunya. Model kedua adalah poligami.
Poligami berasal dari dari bahasa Yunani, poly atau polus berarti banyak dan
gamein atau gamis yang berarti kawin/perkawinan. Poligami sering kali dimaknai
dengan pernikahan antara seorang laki-laki dengan beberapa perempuan (Farida,
2008). DeGenova (2008) menyatakan bahwa terdapat dua tipe poligami, yaitu
poliandri dan poligini. Poliandri yakni ketika seorang perempuan menikahi lebih
dari satu laki-laki. Konsep poligini yakni ketika seorang laki-laki memiliki lebih
dari satu istri. Akan tetapi, bentuk poligami yang paling umum adalah poligini
(Cook, 2007). Masyarakat juga cenderung mengartikan poligami sama dengan
poligini (suami memiliki banyak istri) sehingga istilah poligami yang kemudian
lebih banyak dipakai (Farida, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Phillips (dalam Cook, 2007) di Timur
Tengah menunjukkan bahwa istri pertama pada keluarga poligami tidak bahagia
dalam pernikahannya dan ketidakbahagiaan tersebut dimanifestasikan dengan
hadirnya penyakit fisik dan mental. Selain itu, penelitian yang dilakukan Achate
et.al (dalam Elbedour, Bart, & Hektner, 2003) menunjukkan adanya rasa
Universitas Sumatera Utara
kecemburuan, konflik, stres emosional, ketegangan, kegelisahan dan kecemasan
yang besar pada istri dalam keluarga poligami. Yuliantini, dkk (2008) menyatakan
konflik dalam pernikahan poligami merupakan sesuatu yang sangat mungkin
terjadi. Adanya perempuan lain dalam rumah tangga bisa menjadi salah satu
sumber yang menyulut terjadinya konflik dalam pernikahan karena memicu
munculnya rasa cemburu.
Berada dalam pernikahan poligami menurut Al-Mohannadi (dalam AlQatari, 2009) membuat istri merasa tidak diinginkan, hal ini menyebabkan
sejumlah stres pada seluruh anggota keluarga. Selanjutnya dikatakan hal ini
biasanya terlihat dari cara istri memperlakukan anak-anaknya yang dapat
menimbulkan ketidakstabilan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ozkan et.al,
(2006) menemukan bahwa pernikahan dalam bentuk poligami berdampak negatif
terhadap para istri dalam pernikahan tersebut. Penelitian tersebut mengatakan
bahwa istri yang berasal dari keluarga poligami cenderung mengalami distres
psikologis (gangguan somatisasi) terutama pada istri pertama. Semua dampak ini
tentu saja bervariasi pengaruhnya pada individu yang satu dengan yang lainnya,
tergantung seberapa baik proses penyesuaian yang individu lakukan (Wallerstein
& Kelly dalam Huges, 1985).
Penyesuaian diri merupakan proses yang akan terjadi ketika individu
mengalami perubahan dalam kehidupannya. Perubahan dalam kehidupan menurut
Holmes dan Holmes (dalam Calhoun & Acocella, 1990) akan memunculkan
berbagai masalah yang kalau tidak diselesaikan akan memunculkan keputusasaan
dan krisis psikologis lainnya. Holmes dan Richard (dalam Calhoun & Acocella,
Universitas Sumatera Utara
1990) menemukan bahwa peristiwa perkawinan, pertambahan anggota keluarga
baru, dan perubahan kondisi kehidupan merupakan peristiwa
hidup yang
membutuhkan penyesuaian diri.
Daradjat (1983) mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu
proses dinamika yang digunakan individu untuk mengatasi tekanan-tekanan yang
terjadi pada dirinya. Penyesuaian diri (Daradjat, 1983) memiliki dua aspek yaitu
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Penyesuaian pribadi adalah kemampuan
individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis
antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Penyesuaian sosial adalah bagaimana
individu mampu mengikuti ketentuan dan kaidah-kaidah kelompoknya, atau
kemampuannya dalam membuat hubungan sosial yang menyenangkan dengan
orang yang berhubungan dengannya.
Menurut Weiten dan Lloyd (2006) penyesuaian diri merupakan proses
psikologis yang dilakukan oleh individu dalam mengatur atau mengatasi
kebutuhan dan tantangan dalam kehidupannya sehari-hari. Penyesuian diri
berhubungan dengan bagaimana individu mengatur atau mengatasi berbagai
kebutuhan dan tekanan. Daradjat (1983) mengatakan individu yang dalam tahap
pertumbuhannya menghadapi tekanan lebih daripada kebiasaan orang lain akan
membuatnya kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri. Selanjutnya dikatakan
bahwa kegagalan dalam penyesuaian diri adalah akibat tekanan-tekanan yang
telah menghimpit individu.
Sundari (2005) mengatakan individu yang gagal dalam menyesuaikan diri
akan menjadi tidak tenang bila menghadapi suatu masalah, tidak mampu
Universitas Sumatera Utara
mengendalikan emosi, mengalami frustasi, konflik atau kecemasan. Individu yang
mampu menyesuaikan diri akan mampu menyeimbangkan antara kebutuhan
internal dan eksternal, mampu memecahkan masalah dengan rasio dan emosi yang
terkendali serta bersikap realistis dan objektif (Sundari, 2005).
Tujuan dari proses penyesuaian adalah untuk mendapatkan keseimbangan
(Patty & Johnson, 1953). Kesehatan mental dalam arti yang luas mencakup
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri, dan penyesuaian diri dengan
orang lain dalam keluarga, pekerjaan, dan masyarakat luas (Daradjat, 1983).
Penelitian Al-Krenawi dan Nevo (2006) mengenai keberhasilan dan
kegagalan pada keluaga poligami memuat beberapa pokok-pokok penting seperti
faktor-faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses penyesuaian diri istri
yang dipoligami yaitu faktor agama, keyakinan bahwa poligami sebagai aturan
dari Tuhan atau takdir, sikap adil suami dalam berbagi, faktor tempat tinggal, dan
sikap saling menghargai antar istri.
Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) mengatakan bahwa
penyesuaian diri seorang individu dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: stres,
tuntutan fisik, dan tuntutan sosial. Selanjutnya Lazarus dan Folkman (dalam
Morgan, 1986) menambahkan selain hal-hal tersebut penyesuaian diri individu
terhadap suatu lingkungan juga cenderung berbeda antar individu, hal ini dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti : Etnis atau latar belakang suku, usia,
dan kelas sosial.
Universitas Sumatera Utara
C. Paradigma Penelitian
POLIGAMI
PRO
KONTRA
TERIMA
TIDAK
DAMPAK
PSIKOLOGIS
Perubahan Komposisi
Keluarga
Istri
kedua
Anak
tiri
Perubahan terhadap
pribadi
Tidak bahagia,
sakit fisik dan
mental
Stres
psikologis
Cemburu,
konflik,
cemas
PENYESUAIAN
DIRI
Keterangan :
: terdiri dari
: menghasilkan
: memiliki atau di dalamnya terdapat
Universitas Sumatera Utara
Download