BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT 2.1

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT
2.1 Sungai
Sungai merupakan air larian alami yang terbentuk akibat siklus hidrologi. Sungai
mengalir secara alami dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah
seperti, lautan, danau, atau sungai lainnya. Sungai sejak dahulu kala telah menjadi
suatu unsur alam yang berperan penting dalam kebudayaan manusia. Ketersediaan
air, lembah yang subur, aliran dari sungai, dan potensi lainnya menarik manusia
untuk bermukim di sekitarnya. Salah satu fungsi sungai menurut HR Mulyanto
(2006) adalah alur sungai yang dapat digunakan sebagai sarana transportasi.
2.1.1 Penampang Sungai.
Terdapat dua bentuk penampang pada sungai, yaitu penampang melintang dan
penampang memanjang. Tampang lintang dari suatu sungai terdiri dari:
1. Dasar sungai yang dan yang dangkal yang apabila airnya surut akan diisi
oleh endapan Tanggul-tanggul alam pada kedua sisinya
2. Bantaran banjir atau flood plain penampung luapan banjir yang akan
tergenang pada saat sungai meluap.
Setiap sungai biasanya memiliki masing-masing bentuk penampang melintang
yang berbeda, sesuai dengan faktor-faktor yang mengaturnya, terutama formasi
geologi dari daerah aliran sungainya serta kondisi iklim di daerah tersebut.
Bahkan di dalam sebuah sungai, dapat timbul perbedaan antara bagianbagiannya. Perbedaan yang terjadi dapat disebabkan karena,
1. Perubahan waktu, misalnya sebuah sungai akan lebih landai apabila
proses erosi dan sedimentasi terjadi sepanjang waktu
2. Letak topografis dari sungai dan daerah aliran sungainya
7
3. Perbedaan akibat pengaruh luar, misalnya karena perubahan iklim dan
kondisi geologis dari lembah dimana sungai tersebut mengalir.
Pada penampang memanjang, sebuah sungai dapat dibagi menjadi beberapa
bagian yang berbeda sifat-sifatnya yaitu:
1. Hulu sungai
2. Bagian tengah sungai
3. Hilir sungai
2.1.2 Jenis Sungai
Pada bagian dari sungai, sesungguhnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
bagian yang dipengaruhi oleh pasang surut dan tidak dipengaruhi oleh pasang
surut. Bagian sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut terletak pada hilir sungai,
dan bagian yang tidak dipengaruhi pada pasang surut air laut terletak pada bagian
hulu sungai. Dilihat dari pengaruh pasang surut, jenis sungai dibagi menjadi dua,
yaitu sungai non-pasang surut dan sungai pasang surut.
2.1.2.1 Sungai non-pasang surut
Sungai non-pasang surut merupakan sungai yang ketinggian airnya tidak
dipengaruhi oleh gaya pasang surut. Sungai non-pasang surut biasanya
terletak pada daerah hulu sungai. Hulu sungai merupakan bagian dari sungai
yang letaknya paling awal atau paling tinggi. Topografi pada daerah hulu
biasanya terdiri dari lereng-lereng pegunungan yang curam dan kondisi
geologinya terdiri dari lapisan batuan dasar yang keras. Lembah dari bagian
atas hulu sungai berbentuk V, dan memiliki rangkaian jeram-jeram aliran
yang deras sehingga disebut alur jeram, atau rapids river. Pada sungai nonpasang surut ketinggian muka airnya sangat dipengaruhi oleh besarnya debit
air yang mengalir pada sungai tersebut.
8
2.1.2.2 Sungai Pasang Surut
Selalu terjadi perubahan periodik pada ketinggian muka air dari sungai di
bagian hilir, karena pengaruh dari pasang surut. Air yang berasal dari laut,
akan memasuki sungai pada saat pasang naik atau yang disebut flood tide, dan
akan mengalir kembali ke laut pada saat waktu surut, atau ebb tide. Bagian
dari sungai pasang surut ini akan mempunyai debit air yang berubah-ubah
sesuai dengan musim yang berlaku, dan sangat tergantung pada debit air yang
ada pada bagian hulu sungai. Selain itu, faktor lainnya yang berpengaruh
dalam pasang surut pada sungai adalah interaksi gaya gravitasi bumi dengan
gaya gravitasi bulan dan matahari. Namun pengaruh dari gaya gravitasi bulan
lebih besar karena posisi bulan yang lebih dekat dengan bumi. Dikenal dua
macam ketinggian pasang yaitu:
1. Pasang purnama atau yang disebut dengan spring tide yang terjadi karena
superposisi gaya gravitasi bumi dan bulan pada saat purnama terhadap air
laut sebagai ketinggian pasang maksimum.
2. Pasang perbani atau disebut dengan neap tide yang terjadi karena
superposisi gaya gravitasi bumi dan bulan terhadap air laut pada
kedudukan bulan perbani sebagai ketinggian pasang minimum.
Siklus dari pasang surut dapat terjadi,
1. Terjadi satu kali dalam 24 jam yang disebut diurnal tide. Jenis dari
pasang surut ini biasanya memiliki amplitudo yang tidak terlalu besar.
Jenis pasang surut dari diurnal biasanya terjadi pada wilayah pantai yang
berbatasan dengan laut yang tidak terlalu luas seperti laut jawa, laut
karibia, dan lain-lain.
2. Terjadi dua kali dalam 24 jam yang disebut semi-diurnal. Jenis dari
pasang surut ini biasanya memiliki amplitudo yang cukup besar. Jenis
pasang surut dari semi-diurnal ini biasanya terjadi pada wilayah pantai
yang berbatasan langsung dengan samudera, seperti samudera hindia,
atlantik, dan pasifik.
9
Pasang astronomis akan menjalar ke bagian hilir dari sungai dan
mempengaruhi perubahan kedudukan muka air di bagian sungai itu.
Bersamaan dengan variasi debit yang datang dari hulu sungai, panjang jarak
pengaruh air pasang ke arah hulu dapat dijelaskan sebagai berikut, pada saat
debit dari hulu sungai minimum, maka pengaruh pasang dari laut akan
maksimum, sedangkan apabila terjadi debit besar dari hulu, maka pengaruh
pasang akan minimum. Jauhnya jarak dari pengaruh pasang naik, disebut tidal
reach. Untuk debit air tertentu dari hulu sungai, maka tidal reach dibagi
menjadi tiga daerah yaitu,
1. Daerah dimana terjadi penyusupan atau intrusi air asin, terdapat dua arah
aliran pada ruas ini.
2. Daerah pertemuan antara pengaruh pasang dan debit sungai dari hulu.
3. Daerah dengan arah aliran tetap ke arah hilir, tetapi dengan kecepatan
yang berubah sesuai dengan siklus pasang. Semakin tinggi pasang, maka
semakin rendah kecepatannya.
2.2 Chart Datum Sungai
Datum merupakan bentuk tunggal dari data. Dalam bidang geodesi, datum
digunakan sebagai bidang referensi dari pengukuran. Terdapat dua jenis datum, yaitu
datum vertikal dan datum horizontal. Dalam bidang rekayasa hidrografi datum
vertikal yang digunakan berbeda dengan datum vertikal yang digunakan dalam
survei topografi. Apabila dalam survei topografi datum vertikal yang biasa
digunakan adalah muka laut rata-rata, maka dalam bidang kerekayasaan hidrografi,
datum vertikal yang digunakan adalah chart datum. Chart datum merupakan datum
vertikal yang digunakan pada peta laut yang dipublikasikan, dimana semua tinggi
dari pengamatan dan prediksi pasang surut, serta semua pengukuran ketinggian air
direferensikan. Chart datum dapat juga disebut sebagai titik kedalaman nol pada
survei hidrografi. Menurut IHO chart datum adalah sebuah bidang referensi yang
menghubungkan kedalaman yang dipetakan (charted depths) dengan daerah yang
kering pada saat muka air rendah (drying heights) Chart Datum memiliki peranan
10
yang sangat penting dalam survei hidrografi, terutama dalam pemetaan perairan dan
penentuan posisi.
Chart datum yang ditetapkan oleh IHO adalah muka air rendah astronomis atau LAT
(Lowest Astronomical Tide), yaitu muka air terendah dari pasang surut di lokasi yang
bersangkutan selama 18.6 tahun, berdasarkan hasil analisa pengamatan pasut di
lokasi tersebut. Beberapa negara menggunakan LWS (Low Water Spring).
Chart datum digunakan sebagai datum vertikal dalam bidang hidrografi karena
berkaitan dengan keamanan dalam melakukan navigasi dengan kapal. Sehingga
bidang referensi kedalaman yang digunakan pada peta laut adalah kedalaman yang
paling dangkal yang dapat dicapai oleh perairan tersebut. Dengan demikian
navigator dari kapal dapat mengetahui apakah perairan yang dilalui aman atau tidak,
dengan membandingkan kedalaman kapal dengan draft kapal.
Pada penentuan chart datum bagi daerah sungai, perlu diperhatikan mengenai jenis
dari sungai tersebut, apakah dipengaruhi oleh pasang surut atau tidak. Sesuai dengan
pernyataan IHO diatas, nilai chart datum hanya dapat ditentukan pada perairan yang
masih dipengaruhi oleh gaya pasang surut. Nilai chart datum yang dianggap baik
adalah nilai chart datum yang didapatkan melalui pengamatan pasang surut yang
berada di dekat laut. Hal tersebut membuat diperlukannya transformasi chart datum
dari daerah hilir sungai ke daerah sungai yang lebih ke arah hulu. Syarat dari
transformasi chart datum sungai adalah kedua tipe pasang surut, baik yang akan
ditentukan, maupun yang akan dijadikan referensi, harus memiliki tipe pasang surut
yang sama, dan waktu pengamatan harus dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Lintasan sungai dari hulu ke hilir, yang berarti mengalir dari daerah yang lebih tinggi
ke daerah yang rendah. Maka secara umum terdapat kemiringan pada dasar sungai
yang ada di hulu dengan dasar sungai yang ada di hilir sungai. Hal tersebut membuat
penentuan chart datum yang seragam bagi seluruh aliran sungai mustahil untuk
dilakukan, oleh karena itu penentuan chart datum dari sungai harus dilakukan per
ruas sungai. Karena apabila chart datum yang digunakan berasal dari muara sungai,
maka akan mengakibatkan dasar sungai yang kering atau dangkal pada daerah hulu
11
sungainya, demikian juga terjadi sebaliknya apabila chart datum sungai tersebut
ditentukan dari daerah hulu, maka dapat mengakibatkan kedalaman yang tidak sesuai
dengan kedalaman yang sebenarnya dari daerah muara. Oleh karena itu, setiap dari
ruas sungai memiliki chart datum yang berbeda.
2.3 Teori Pasang Surut
2.3.1 Pengertian Pasang Surut
Chart Datum sangat erat kaitannya dengan fenomena pasang surut, dikarenakan
chart datum dapat didapatkan melalui pengamatan pasang surut. Pasang surut
laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut
secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik
menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan
(Dronkers, 1964).
Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan
periode tertentu dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk kearah
hulu dari muara sungai. Pasang surut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi
dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi.
Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik
terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik
gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak
matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan
matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di
laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara
sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
2.3.2 Gaya Pembangkit Pasang Surut
Gaya-gaya pembangkit pasang surut ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara
bumi, bulan dan matahari. Penjelasan terjadinya pasang surut dilakukan hanya
dengan memandang suatu sistem bumi-bulan : sedang sistem bumi-matahari
12
penjelasannya adalah identik. Dalam penjelasan ini dianggap bahwa permukaan
bumi, yang apabila tanpa pengaruh gaya tarik bulan, tertutup secara merata oleh
laut (bentuk permukaan air adalah bundar).
Gambar 2.1 Gambaran Sederhana Terjadinya Pasang Surut (Sumber:
http://www.dishidros.or.id/)
Pasang surut terjadi karena adanya gerakan dari benda benda angkasa yaitu rotasi
bumi pada sumbunya, peredaran bulan mengelilingi bumi dan peredaran bulan
mengelilingi matahari. Gerakan dari benda angkasa tersebut akan mengakibatkan
terjadinya beberapa macam gaya pada setiap titik di bumi ini, yang disebut gaya
pembangkit pasang surut. Masing masing gaya akan memberikan pengaruh pada
pasang surut dan disebut komponen pasang surut, dan gaya tersebut berasal dari
pengaruh matahari, bulan atau kombinasi keduanya.
Dari semua benda angkasa yang mempengaruhi proses pembentukan pasang
surut air laut, hanya matahari dan bulan yang sangat berpengaruh melalui tiga
gerakan utama yang menentukan paras / muka air laut di bumi ini. Ketiga
gerakan itu adalah :
1. Revolusi bulan terhadap bumi, dimana orbitnya berbentuk elips dan
memerlukan waktu 29,5 hari untuk menyelesaikan revolusinya ;
13
2. Revolusi bumi terhadap matahari, dengan orbitnya berbentuk elips juga dan
periode yang diperlukan 365.25 hari ;
3. Perputaran bumi terhadap sumbunya dan waktu yang diperlukan 24 jam (one
solar day). Rotasi bumi tidak menimbulkan pasang surut namun
mempengaruhi muka air pasang surut.
Karena peredaran bumi dan bulan pada orbitnya, maka posisi bumi-bulanmatahari selalu berubah setiap saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh
dalam waktu 29.5 hari. Pada setiap sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan
bulan purnama) posisi bumi-bulan-matahari kira-kira berada pada satu garis
lurus, sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat.
Dalam keadaan ini terjadi pasang surut purnama (pasang besar, spring tide),
dimana tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari yang lain.
Sedang pada sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tiga perempat revolusi
bulan terhadap bumi) di mana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku
terhadap bumi maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi dengan
gaya tarik matahari terhadap bumi. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut
perbani (neap tide) dimana tinggi pasang surut sangat kecil dibandingkan harihari yang lain.
Gambar 2.2 (A) Posisi Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Purnama
(B) Posisi Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Perbani
(Sumber: http://www.operationaloceanography-brokdkp.com/index.php?news=15 )
14
Selain akibat dari rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari,
revolusi bumi terhadap matahari, pasang surut juga dapat terjadi akibat
perbadaan kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis),
dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat
mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat,
bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang
surut yang berlainan.
2.3.3 Beberapa Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang
surut, sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut
Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang
dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. Pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. Pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan
melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan
jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
2.3.4 Teori Kesetimbangan
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (16421727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi
pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh
kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya
permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut.
Dari hukum Newton tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
………………………………………(2.2)
15
Dimana :
F
= gaya tarik menarik
m1
= massa benda 1
R
= jarak antara m1 dan m2
m2
= massa benda 2
G
= konstanta gravitasi
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan
densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya
pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu resultan
gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan
antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut
ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi
(Gross, 1987).
Mihardja (1994) menyatakan bahwa pasang surut setimbang adalah pasang
surut semu (frictitious tides) yang terjadi di permukaan laut, dimana pada setiap
saat pada seluruh permukaan bumi memiliki potensial gravitasi yang konstan
dan sama besar. Pasang surut setimbang akan terjadi di permukaan bumi, hanya
bila bumi memenuhi syarat-syarat kondisi bumi ideal. Akan tetapi kenyataannya
permukaan bumi tidaklah menunjukkan keadaan ideal seperti itu, karena :
1.
Permukaan bumi tidaklah sepenuhnya tertutupi oleh air. Adanya
permukaan daratan di bumi mengurangi aliran horizontal air laut
sehingga mempengaruhi kondisi pasang surut.
2.
Massa air yang menutupi permukaan bumi bukannya tidak memiliki gaya
inertial. Adanya gaya ini mempengaruhi amplitudo dan phasa dari respon
muka laut terhadap gaya pembangkit pasang surut.
3.
Adanya gaya gesekan antara massa air laut maupun massa air dengan
gaya dasar laut yang mempengaruhi kondisi pasang surut setimbang.
4.
Kedalaman air laut yang menutupi bumi tdaklah merata dan umumnya
jauh lebih kecil dari kedalaman yang diperlukan untuk menghasilkan
kondisi pasang surut setimbang.
16
Hipotesa yang merupakan dasar bagi teori kesetimbangan permukaan bebas
yang dihasilkan oleh gaya pembangkit pasang adalah bahwa bumi berbentuk
bola sempurna, yang seluruhnya ditutupi oleh lapisan air tipis yang tidak
memiliki gaya viskositas maupun gaya inertial.
2.3.5 Konstanta Formzahl
Pada umumnya sifat pasang surut di perairan ditentukan dengan menggunakan
rumus Formzahl, yang berbentuk :
F = (K1+O1)/(M2+S2)…………………………………….(2.1)
dimana nilai dari Formzahl adalah :
F = 0.00 – 0.25
; untuk pasut bertipe ganda (semi diurnal)
F = 0.26 – 1.50
menonjol
; untuk pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang
(mixed, mainly semi diurnal)
F = 1.51 – 3.00
; untuk pasut bertipe campuran dengan tipe tunggal yang
menonjol (mixed, mainly diurnal)
F > 3.00
; untuk pasut bertipe (diurnal)
Dimana,
O1
= unsur pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
K1
= unsur pasut tunggal yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
M2
= unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
S2
= unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
17
Download