2 Pada saat musimnya, bulu secara alami dapat terlepas dari bagian kulitnya sendiri (mabung/molting) dan tidak melukai burung tersebut. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam memperoleh DNA. Bulu dapat diperoleh secara langsung (pada saat mabung) maupun tak langsung (dicabut) dengan tingkat resiko kecil pada burung tersebut. Namun karena pada bulu banyak mengandung unsur keratin dan sudah mengeras, maka sulit untuk didapatkan DNAnya. Komponen bulu terdiri dari α- dan β-keratin yang tersusun oleh bermacam-macam asam amino. Pada bagian calamus asam amino terbanyak adalah serin (1299 µmoles/g) dan glysin (1171 µmoles/g) (Harrap & Woods 1964). Keratin termasuk ke dalam unsur protein serat (fibrosa) yang tidak larut atau yang pada umumnya tidak dapat dihancurkan oleh enzim penghancur (Abun 2006). Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali faktor penghambat pada bulu sehingga proses ekstraksi dan purifikasi DNA pada bulu tidak semudah ektraksi pada sampel darah yang memiliki sedikit penghambat. Dengan demikian diperlukan pengembangan metode ekstraksi yang cepat, baik, dengan rendemen hasil DNA yang memadai. Tujuan Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode ekstraksi dan purifikasi DNA yang baik dari bulu burung perkutut (Geopelia striata) untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Nopember 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Studi Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PSSHB); Laboratorium Sistematika dan Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan antara lain: 1) Bahan-bahan untuk ekstraksi yaitu 10 sampel bulu (BTN1, BTN2, BTN3, BTN4, BTN50, JTN1, JTN2, JTNBE1, JTNBS3, JTN42) dan 2 sampel darah (JTN42D, BTN50D) burung perkutut, yang diperoleh dari dua tempat yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor (koleksi pribadi). Sampel darah burung perkutut tersebut digunakan sebagai kontrol bagi hasil ekstraksi bulu. 2) Bahan-bahan untuk purifikasi DNA yaitu, digestion buffer (9.750 ml STES, 250 µl proteinase K, 25 µl RNAase 40mg/ml), CTAB buffer (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide), larutan phenol, larutan C:IAA (Cloroform:Isoamil Alkohol) 24:1, etanol absolut, etanol 70%, larutan TE (1M Tris-HCl pH 8, Trisma Base 12,11 g, 0,50 M EDTA pH 8, disodium etilen diamin tetra asetat 2H2O 18,61 g), tablet InhibitEX QIAGEN, dan larutan low-TE (Tris-EDTA konsentrasi rendah). Komposisi larutan digestion buffer dan CTAB buffer secara lengkap tersaji pada Lampiran 1. 3) Bahan-bahan untuk melihat kualitas DNA yaitu agarosa 1,2%, EtBr (Ethidium Bromide), dan larutan TBE 1x. 4) Bahan-bahan yang digunakan untuk PCR yaitu, PCR Kit buffer (2x Taq master mix), MgCl2, ddH2O steril, 360 GC Enhancer, primer sexing dan primer cytochrome b, serta DNA template. Alat-alat yang digunakan berupa spuit 1 ml, gunting, tabung (ependorf) 1,5 ml, tabung PCR 200 µl, pipet mikro, sentrifuse, inkubator, freezer, elektroforesis submarine dan mesin PCR. Metode Penelitian Pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor (koleksi pribadi). Sebanyak 8 helai bulu burung betina dan 8 helai bulu burung jantan diperoleh dari Prima bird farm. Koleksi pribadi diperoleh 4 helai bulu burung betina, 4 helai bulu burung jantan, serta sampel darah dari masing-masing burung tersebut. Ekstraksi dan Purifikasi DNA. Protokol yang digunakan terdiri dari tiga macam yaitu (1) metode ekstraksi otot berbasis Digestion buffer yang dikembangkan oleh Duryadi (1993), (2) metode menggunakan larutan Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB buffer), (3) metode menggunakan tablet InhibitEX pada motode CTAB buffer. Disamping itu digunakan perlakuan lamanya perendaman sampel pada larutan low-TE selama 3 hari dan 14 hari. Perhitungan konsentrasi dan kemurnian DNA menggunakan alat spektrofotometer dengan mengukur OD 260/OD280. 3 Metode pertama ekstraksi berbasis digestion buffer (Duryadi 1993). Bagian pangkal bulu burung dipotong kecil-kecil (dicacah) menggunakan gunting lalu dimasukkan ke dalam tabung (ependorf) 1,5 ml yang berisi 500 µl larutan Low-TE (TrisEDTA konsentrasi rendah) kemudian diinkubasi selama 3 hari dan 14 hari pada suhu 37ºC. Sampel bulu yang telah diinkubasi setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan berupa larutan low-TE dibuang dan pelet berupa potongan bulu dipindahkan ke dalam mortar. Potongan bulu tersebut digerus sampai halus dengan penambahan larutan digestion buffer sedikit demi sedikit. Ekstrak bulu tersebut dipindahkan ke dalam tabung baru dan ke dalamnya ditambahkan Digestion buffer hingga mencapai volume 500 µl. Tabung tersebut kemudian dikocok dan diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 55ºC selama 1 malam (± 16 jam). Sampel yang telah diinkubasi ditambahkan larutan phenol sebanyak 500 µl kemudian dikocok secara manual selama 20 menit, setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 500 µl CIAA lalu dikocok selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 2x volume etanol absolut lalu dikocok sampai terlihat endapan putih (DNA). Kemudian sampel tersebut disimpan di dalam freezer selama 30 menit, setelah itu sampel disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan 13000 rpm. Supernatan (etanol absolut) dibuang dan diganti dengan etanol 70% sebanyak 400 µl dan disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Endapan putih (DNA) yang terbentuk dikeringudarakan selama ± 1 jam. Setelah kering, ke dalam tabung ditambahkan larutan TE sebanyak 50 µl lalu dihomogenkan menggunakan vortex. Sampel DNA tersebut diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37ºC, kemudian disimpan dalam freezer. Metode kedua menggunakan larutan CTAB buffer. Larutan digestion buffer digantikan dengan larutan CTAB buffer. Bagian pangkal bulu burung tersebut dipotong kecil-kecil (dicacah) menggunakan gunting dan dimasukkan ke dalam tabung yang di dalamnya terdapat larutan low-TE sebanyak 500 µl (dilakukan pada saat pengambilan sampel). Sampel bulu burung tersebut kemudian disimpan di dalam inkubator bersuhu 37ºC selama 3 hari dan 14 hari. Sampel bulu yang telah diinkubasi kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan berupa larutan low-TE dibuang dan pelet berupa bulu dipindahkan ke dalam mortar. Setelah itu, bulu tersebut digerus sampai halus dan ditambahkan dengan larutan CTAB buffer sedikit demi sedikit. Ekstrak bulu tersebut dipindahkan ke dalam tabung baru dan ke dalamnya ditambahkan CTAB buffer hingga mencapai volume 500 µl. Tabung tersebut kemudian dikocok dan diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 55ºC selama 1 malam (± 16 jam). Tahapan selanjutnya mengacu kepada metode Duryadi (1993). Metode ketiga menggunakan tablet InhibitEX pada metode CTAB buffer. Bagian pangkal bulu burung tersebut dipotong kecilkecil (dicacah) menggunakan gunting dan dimasukkan ke dalam tabung yang di dalamnya terdapat larutan low-TE sebanyak 500 µl (dilakukan pada saat pengambilan sampel). Sampel bulu burung tersebut kemudian disimpan di dalam inkubator bersuhu 37ºC selama 3 hari dan 14 hari. Sampel bulu yang telah diinkubasi kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan berupa larutan low-TE dibuang dan pelet berupa bulu dipindahkan ke dalam mortar. Setelah itu, bulu tersebut digerus sampai halus dan ditambahkan dengan larutan CTAB buffer sedikit demi sedikit. Ekstrak bulu tersebut dipindahkan ke dalam tabung baru dan ke dalamnya ditambahkan CTAB buffer hingga mencapai volume 500 µl. Tabung tersebut kemudian dikocok dan diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 55ºC selama 1 malam (± 16 jam). Tablet InhibitEX ditambahkan pada tahapan sebelum maupun setelah larutan phenol. Penambahan tablet InhibitEX sebelum phenol (IBP): sampel yang telah diinkubasi selama 1 malam (± 16 jam) ditambahkan ke dalamnya ¼ bagian tablet lalu dihomogenasikan menggunakan vortex. Setelah homogen, kemudian ditambahkan ke dalamnya larutan phenol dan dikocok selama 20 menit. Tahapan selanjutnya mengacu pada metode Duryadi (1993). Penambahan tablet InhibitEX setelah phenol (IAP): sampel yang telah ditambahkan larutan phenol dan dikocok selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan ke dalamnya ¼ bagian tablet inhibitor lalu dihomogenkan menggunakan vortex. Setelah homogen, ditambahkan ke 4 dalamnya 500 µl CIAA lalu dikocok selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Tahapan selanjutnya mengacu pada metode Duryadi (1993). Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR dilakukan sebagai bagian untuk evaluasi apakah cetakan DNA (DNA template) dari ekstraksi bulu dapat teramplifikasi tanpa hambatan atau tidak. Sebelum melakukan PCR, DNA hasil ekstraksi bulu terlebih dahulu diuji kualitasnya dengan cara dimigrasikan pada gel agarosa 1,2% yang telah diberi EtBr. Setelah didapatkan pita DNA yang tidak terlalu tebal dan bersih, kemudian dilakukan PCR dengan mencampurkan ddH2O steril, MgCl2, 360 GC Enhancer, Buffer PCR (2Taq master mix), primer forward (F) dan primer reverse (R), DNA template. Primer yang digunakan sebanyak dua pasang yaitu primer sexing (FP82F: 5’-CTCCCAAGGATGAGAAACTG3’ dan R-P2: 5’-TCTGCATCGCTAAATCC TTT-3’) dan primer cytochrome b (F-101: 5’CCAATCCTCACAGGCCTATTCCTAGC-3’ dan R-101: 5’-TAGGCGAATAGGAAATA TCATTCGGGTTGAT-3’). Program PCR yang digunakan terdiri dari 35 siklus dengan suhu predenaturasi 94ºC selama 5 menit, denaturasi 94ºC selama 45 detik, penempelan primer (sexing) 56ºC dan (cyt. b) 54ºC selama 1 menit, ekstensi atau elongasi 72ºC selama 1 menit, post-elongasi 72ºC selama 7 menit, dan suhu penyimpanan 20ºC. Mesin yang digunakan adalah mesin PCR PERKIN ELMER 2400. Produk PCR selanjutnya dielektroforesis pada gel agarose 1,2% yang telah diberi EtBr. perbedaan hasil ekstraksi secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer dari ketiga metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. HASIL Gambar 3 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan CTAB buffer: (a) JTN1c, (b) JTN2c, (c) JTNBE1c, (d) JTNBS3c, (e) JTN42c, (f) BTN1c, (g) BTN2c, (h) BTN3c, (i) BTN4c, (j) BTN50c. Ekstraksi dan Purifikasi DNA Hasil dari beberapa metode ekstraksi dan purifikasi DNA total setelah dimigrasikan pada gel agarosa 1,2 % dan dilihat dengan UV illuminator dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4, dan 5. Prodak pita DNA dari hasil metode Digestion buffer (Gambar 2) tidak didapatkan pita DNA. Hasil metode CTAB buffer (Gambar 3) secara kualitatif sudah cukup baik dan tebal karena pita DNA-nya tidak jauh berbeda dengan pita DNA kontrol (Gambar 5). Untuk hasil metode penambahan tablet InhibitEX sebelum dan setelah larutan phenol (Gambar 4) pita DNA yang dihasilkan tidak cukup baik karena sangat tipis bila dibandingkan dengan DNA kontrol. Adapun (-) sumur (+) a b c d e f g h i j Gambar 2 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan Digestion buffer: (a) JTN1d, (b) JTN2d, (c) JTNBE1d, (d) JTNBS3d, (e) JTN42d, (f) BTN1, (g) BTN2d, (h) BTN3d, (i) BTN4d, (j) BTN50d (-) DNA (+) a b c d e f g h i j