bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat
setelah Amerika Serikat, Tiongkok dan India. Berdasarkan data terkini yang dilansir
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia sebagaimana yang
tercatat dalam sensus penduduk 2010 sebesar 237.641.236 jiwa. Pertumbuhan
populasi di Indonesia yang semakin pesat mengakibatkan semakin tingginya
permintaan kebutuhan penunjang kehidupan yang mana akan menekan industri untuk
menghasilkan produk dengan jumlah yang semakin meningkat dan memaksa
mengambil sumber daya secara besar-besaran.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat akan berpengaruh pada semakin
banyaknya sampah dan limbah pada lingkungan sekitar yang disebabkan karena
meningkatnya jumlah konsumsi produk. Seiring dengan pertumbuhan populasi yang
pesat, globalisasi juga telah memberikan kemudahan dalam meningkatkan
perdagangan dan kegiatan ekonomi internasional. Globalisasi memudahkan industri
dalam mendapatkan sumber daya dari berbagai negara. Pemasaran juga semakin
mudah dengan adanya kebebasan memasarkan produk ke negara-negara lain.
1
Berbagai kemudahan itulah akan meningkatkan persaingan dalam dunia
usaha. Muncul pemain-pemain dalam industri dan mengakibatkan terjadinya perang
harga yang secara tidak langsung memaksa untuk menekan biaya produksi agar dapat
bertahan di pasar dengan harga produk yang relatif rendah. Hal ini terkadang
berdampak pada pelaku usaha yang kurang memperhatikan dampak dari kegiatan
produksinya yang menghasilkan limbah maupun polusi. Mereka tidak memperhatikan
dan tidak melakukan penanganan untuk membantu memperlambat kerusakan
lingkungan karena mengolah limbah agar ramah lingkungan memerlukan biaya yang
cukup besar, padahal di sisi lain pelaku industri dituntut agar dapat menekan biaya.
Konsumen berkontribusi terhadap degradasi lingkungan dengan membeli atau
menggunakan produk berbahaya bagi lingkungan (Savale et al., 2012). Seperti yang
diberitakan pada artikel berjudul Indonesia, Rangking Empat Perusak Lingkungan
dilansir www.viva.co.id diakses tanggal 16 Desember 2014 bahwa terdapat empat
negara, yakni Brazil, Amerika Serikat, Tiongkok, dan Indonesia dinyatakan sebagai
negara paling berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di muka Bumi. Terdapat
tujuh indikator yang digunakan untuk mengukur degradasi lingkungan, yakni
penggundulan hutan, pemakaian pupuk kimia, polusi air, emisi karbon, penangkapan
ikan, dan ancaman spesies tumbuhan dan hewan, serta peralihan lahan hijau menjadi
lahan komersial, seperti mal atau pusat perdagangan, dan juga perkebunan.
Permasalahan degradasi lingkungan di Indonesia menyebabkan munculnya
biaya-biaya yang harus dikeluarkan pemerintah. Berdasarkan laporan analisis yang
2
dilansir www.worldbank.org, biaya degradasi lingkungan terhadap perekonomian
Indonesia dapat dirangkum sebagai berikut:
a. Modal alam yang mencapai sekitar seperempat total kekayaan Indonesia tapi
menyusut cepat dan tidak diimbangi dengan investasi yang mencukupi dalam
modal sumber daya manusia atau yang dihasilkan.
b. Perubahan iklim akan menciptakan sejumlah dampak negatif di Indonesia,
termasuk penurunan produksi panen, risiko banjir yang lebih besar, serta
penyebaran penyakit bawaan vektor yang lebih luas, dengan proyeksi biaya
ekonomi mencapai 2,5-7,0 persen PDB di tahun 2010.
c. Sanitasi yang buruk diperkirakan telah menimbulkan biaya kesehatan, air,
pariwisata yang besar dan biaya kesejahteraan lain senilai lebih dari $6 miliar
di tahun 2005, atau lebih dari 2 persen PDB tahun itu.
d. Polusi udara di luar dan dalam ruangan diperkirakan menimbulkan dampak
kesehatan sekitar $5.5 miliar per tahun atau sekitar 1,3 persen PDB (2007).
e. Penggundulan hutan sejak 2001 telah mencapai lebih dari 1 juta hektar per
tahun. Tingkat ini telah mengalami penurunan dari 2,5 juta hektar per tahun,
tapi masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara berhutan tropis
lain. Penggundulan hutan dan konversi lahan gambut menyebabkan degradasi
lingkungan, kerugian kesehatan dan keanekaragaman hayati, serta emisi gas
rumah kaca.
Walaupun jika diamati dari aspek lingkungan merugikan bagaimana pun
kegiatan produksi harus tetap dijalankan, maka dari itu munculah berbagai alternatif
3
yang mulai digunakan seperti produk hijau yang merupakan produk yang ramah
lingkungan menggunakan bahan baku yang dapat didaur ulang dan menggunakan
bahan yang ramah lingkungan, proses produksi yang tidak menimbulkan limbah
berbahaya maupun polusi udara. Ottman (1998) dalam Mei et al. (2012)
mendefinisikan produk hijau sebagai produk yang biasanya tidak beracun, yang
terbuat dari bahan daur ulang, atau kemasan yang menggunakan bahan yang tidak
berlebihan dan sesuai. Pavan (2001) dalam Mei et al. (2012) menetapkan
karakteristik produk hijau yang terdiri dari, bahan daur ulang dan dapat digunakan
kembali, mengandung bahan-bahan alami, tidak mencemari lingkungan, mengandung
bahan kimia yang disetujui, dan tidak menguji pada hewan. Secara umum, produk
hijau dikenal sebagai produk ekologi atau produk ramah lingkungan yang memiliki
dampak terhadap lingkungan yang lebih sedikit.
Menurut Makower et al. (1993) kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu produk ramah pada lingkungan atau tidak dapat dinilai
dari:
a. Tingkat bahaya produk bagi kesehatan manusia maupun binatang.
b. Seberapa jauh produk dapat menyebabkan kerusakan lingkungan selama di
proses produksi di pabrik, dikonsumsi, maupun dibuang.
c. Tingkat penggunaan jumlah energi atau sumber daya yang tidak proposional
selama di pabrik, dikonsumsi, maupun dibuang.
d. Seberapa banyak produk menyebabkan limbah ketika kemasannya berlebihan
atau untuk suatu produk dengan penggunaan yang singkat.
4
e. Seberapa jauh produk melibatkan penggunaan yang tidak ada gunanya atau
kejam terhadap binatang.
f. Penggunaan material yang berasal dari spesies atau lingkungan yang
terancam.
Gerakan konsumen hijau kini semakin merebak di beberapa negara, misalnya
berdasarkan data yang dilansir pada artikel Bisnis Memang Harus Hijau yang
diterbitkan majalah SWA pada 8 Desember 2014 menyebutkan bahwa di Amerika
Serikat selama 2002-2011 pasar makanan organik tumbuh 238% sementara pasar
makanan secara keseluruhan hanya naik 33%. Periode 2006-2011 segmen green
building tumbuh 1.700%, padahal pasar konstruksi
secara keseluruhan hanya
bertambah 17%. Fakta lain, selama 2002-2011 impor makanan bersertifikat melonjak
1.442%, sedangkan impor makanan secara keseluruhan turun 38%.
Namun hal ini bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia seperti yang
diberitakan
pada
artikel
Produk
Hijau
Indonesia
yang
dilansir
laman
www.indonesiagreenproduct.com pada Mei 2015 bahwa produk hijau masih sangat
sedikit di pasar Indonesia. Bahkan beberapa produk hijau yang sudah beredar di pasar
kurang mendapatkan perhatian dari konsumen Indonesia.
Salah satu perusahaan yang berdiri di atas kepedulian lingkungan dan
memiliki gaung yang cukup sukses di Indonesia adalah The Body Shop.
5
1.2.
Sejarah Berdirinya The Body Shop Indonesia
Pada tahun 1992 masuk produk The Body Shop di Indonesia di bawah
pimpinan Toha Azhary sebagai Operation Director The Body Shop Indonesia dan
Suzy Hutomo sebagai CEO The Body Shop Indonesia. Nilai yang dipegang dan
diterapkan dalam menjalankan usaha The Body Shop ini yang memberikan nilai lebih
dan unik dibanding produk sekelasnya. Nilai yang diwujudkan melalui programprogram yang berkaitan dengan kepedulian lingkungan sekitar dan tanggung jawab
terhadap perubahan sosial diharapkan dapat diterima dengan baik oleh konsumen di
Indonesia dan memiliki peluang yang besar untuk mengembangkannya kedepan.
Sejak pertama kali berdirinya outlet The Body Shop Indonesia di Pondok
Indah Mall konsumen Indonesia memberikan tanggapan yang positif terhadap nilainilai yang dibawanya. Nilai yang unik ini menimbulkan rasa penasaran tersendiri
pada konsumen Indonesia. Adapun nilai-nilai inti dari The Body Shop adalah:
a. Against Animal Testing
The Body Shop mempunyai prinsip untuk tidak menggunakan binatang
sebagai media uji produknya. Untuk itu The Body Shop melakukan rekayasa
alternatif untuk mengembangkan media tertentu sebagai media percobaannya.
b. Support Community Trade
The
Body
Shop
membangun
hubungan
kerjasama
yang
saling
menguntungkan dengan masyarakat melalui program ini yang berawal dari Teddy
Exports India di tahun 1983. Melalui program ini The Body Shop memperoleh bahan
6
baku bermutu yang dihasilkan oleh masyarakat daerah sekitar dan dengan ini pula
dapat membantu masyarakat untuk memperoleh kemandirian sosial ekonomi.
c. Active Self-Esteem
Melalui nilai ini The Body Shop berusaha mendorong setiap perempuan untuk
lebih menerima, menghargai, dan menggali potensi diri. Nilai ini didasarkan atas
tanggung jawabnya terhadap para perempuan yang telah menjadi obyek dari berbagai
ilusi dan impian yang ditawarkan oleh berbagai produk untuk tubuh dan wajah yang
menjanjikan hasil seperti supermodel.
d. Defend Human Rights
The Body Shop senantiasa selalu mendukung ditegakkannya hak asasi
manusia (HAM) melalui usaha-usaha perbaikan hidup. Di Indonesia hal ini
difokuskan pada kampanye Stop Violence in The Home dan hak pendidikan bagi
anak-anak usia sekolah melalui program anak asuh yang tersebar di Indonesia
dimana oara staff The Body Shop lah yang menjadi penanggungjawabnya.
e. Protect Our Planet
The Body Shop mempunyai kebijaksanaan untuk selalu menggunakan bahan
baku produksi yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui atau didaur ulang.
Hingga kini prinsip tersebut masih terus diterapkan dengan membuat sistem daur
ulang sampah, kertas, dan kemasan. Melalui program ini The Body Shop telah dapat
menghemat 70 ton plastik murni setiap tahunnya. Serta dengan adanya pelarangan
penggunaan bahan baku yang tidak ramah lingkungan dapat meminimalkan dampak
negatif setiap proses bisnisnya bagi lingkungan dan proses pemilihan bahan baku,
produksi, pengemasan hingga distribusi ke tangan pelanggan.
7
Kelima prinsip inilah yang menjadi dasar dilakukannya segala macam
kegiatan kampanye yang ada sekaligus mengenalkan keunggulan produknya yang
ramah lingkungan.
Peattie (1999) dalam Hamid (2014) mengatakan bahwa isu lingkungan ini
merupakan perhatian utama pemerintah dan perusahaan untuk sama-sama
menggerakkan, mengontrol praktek bisnis yang menyebabkan berkurangnya sumber
daya, dan juga menggantikan praktek bisnis yang sudah ada namun tidak sehat
dengan praktek bisnis yang ramah lingkungan, serta bermanfaat bagi lingkungan dan
manusia. Tidak hanya pemerintah dan perusahaan yang harus turut aktif dalam upaya
pelestarian lingkungan, masyarakat juga bisa ikut andil dengan menggunakan produk
yang ramah lingkungan. Perlu campur tangan seorang pemasar untuk dapat
memperkenalkan produk hijau dengan strategi yang tepat agar dapat menumbuhkan
minat beli konsumen terhadap produk hijau.
Pemasaran
produk
hijau
(green
marketing)
adalah
upaya
untuk
mempromosikan upaya ramah lingkungan yang dicanangkan perusahaan namun tetap
berusaha memberikan kepuasaan kepada pelanggan (Polonsky, 1994 dalam Mei et
al., 2012).
Untuk merealisasikan nilai-nilai yang dianutnya The Body Shop Indonesia
melakukan beberapa program yang mengikutsertakan konsumennya. Programprogram tersebut antara lain:
8
a. Program Sosial The Body Shop Indonesia
Sasaran program sosial ini adalah perempuan dan anak Indonesia yang
menjadi korban dari kekerasan yang ada dalam rumah tangga. Tujuan dari program
ini adalah untuk memberikan perlindungan masa depan anak. The Body Shop telah
bekerja sama dengan Children On The Edge Foundation membangun dan membantu
biaya operasional Pusat Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Kabupaten Aceh
Besar, Banda Aceh.
b. Program Lingkungan The Body Shop Indonesia
Daya tarik tersendiri yang dihadirkan oleh The Body Shop sebagai bentuk
nyata kontribusinya kepada lingkungan adalah dengan menjalankan program Bio Bag
dan “Bring Back Our Bottle”. The Body Shop Internasional telah menggunakan
plastik daur ulang pada setiap kemasan produknya. Untuk itu The Body Shop
Indonesia mengeluarkan bio bag yang ramah lingkungan karena 30% bahan bakunya
terbuat dari singkong. Keistimewaan bio bag selain mengurangi penggunaan minyak
bumi, plastik ini pun lebih mudah terurai di tanah. Kebijakan ini juga diikuti oleh
program Bring Back Out Bottle yang mengajak pelanggan mengembalikan kemasan
kosong ke outlet The Body Shop
Berdasarkan hasil preliminary study dengan metode wawancara beberapa
mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia,
semua mengenal apa yang dimaksud dengan produk hijau dan sudah cenderung peka
terhadap lingkungan setelah adanya isu global warming.
Responden menyadari peran alam dalam kehidupan manusia bahwa alam
merupakan elemen yang paling penting dan kunci utama terciptanya lingkungan yang
9
sehat dan berkelanjutan. Oleh sebab itu itu responden mulai memanfaatkan dengan
baik adanya produk hijau yang semakin meluas, dengan produk hijau tersebut
responden merasa dapat berkontribusi dalam terciptanya lingkungan yang seimbang.
1.3.
Perumusan Masalah
Berkembang pesatnya produk hijau di pasar global bertolak belakang dengan
kondisi di Indonesia. Hanya ada beberapa produk hijau yang mendapatkan apresiasi
positif dari konsumen Indonesia, salah satunya The Body Shop Indonesia, terbukti
sampai tahun 2015 sudah lebih dari 100 gerai The Body Shop tersebar di puluhan
kota besar di Indonesia dan The Body Shop membuka toko online yang dapat diakses
kapan saja dan dari mana saja. Bagaimana The Body Shop yang merupakan produk
impor dapat diterima dengan baik oleh konsumen di Indonesia namun produk lokal
belum dapat merebut perhatian yang besar.
1.4.
Pertanyaan Penelitian
1. Apakah orientasi manusia terhadap alam (OMA) memiliki pengaruh positif
terhadap sikap pada pembelian produk hijau (SP)?
2. Apakah respon terhadap dampak ekologi (RDE) memiliki pengaruh positif
terhadap sikap pada pembelian produk hijau (SP)?
3. Apakah pengetahuan ekologi (PE) seseorang memiliki pengaruh positif
terhadap sikap pada pembelian produk hijau (SP)?
4. Apakah sisi kolektivitas (KOL) seseorang memiliki pengaruh positif terhadap
sikap pembelian produk hijau (SP)?
10
5. Apakah sikap pada pembelian produk hijau (SP) memiliki pengaruh positif
terhadap niat pembelian produk hijau (NP)?
1.5.
Tujuan Penelitian
Hasil survei pasar dari Marketsensus yang merupakan penyedia layanan
survei terkemuka mengklaim bahwa konsumen hijau di negara berkembang
menunjukkan kesediaan yang tinggi dalam mendukung kegiatan konsumsi produk
hijau (Lung, 2010 dalam Mei et al., 2012). Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan
untuk menguji berbagai macam dimensi psikologis yang meliputi respon terhadap
dampak ekologi dan pengetahuan ekologi, serta nilai budaya dan orientasi lingkungan
yang meliputi orientasi manusia terhadap alam dan kolektivitas dari sikap seseorang
yang berpengaruh terhadap niat pembelian seseorang terhadap produk hijau..
1.6.
Lingkup Penelitian
Model dalam penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya di
Tiongkok dengan judul Determinants of Chinese Consumers’ Green Purchase
Behavior. Penelitian ini menguji faktor psikologis, nilai budaya, dan orientasi
lingkungan yang berpengaruh pada niat pembelian produk hijau.
Responden dalam penelitian ini merupakan konsumen Indonesia yang pernah
melakukan pembelian produk hijau The Body Shop. Responden diambil secara acak
dari berbagai daerah di Indonesia.
11
1.7.
Kontribusi Penilitian
Kontribusi praktis yang diharapkan bahwa penelitian ini dapat digunakan
sebagai pemahaman yang mendalam dan masukan untuk pelaku usaha produk hijau
pada umumnya dan pemasar produk The Body Shop di Indonesia dibawah PT.
Monica Hijau Lestari tentang kondisi konsumen agar dapat mengevaluasi strategi
pemasaran sehingga nantinya upaya penjualan produk hijau ini akan terus meningkat
dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan. Selain itu dari penelitian ini
diharapkan dapat memberi masukan untuk pemerintah dalam penyusunan kebijakan
yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Secara teoritis penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan
dasar penelitian tentang pembelian produk hijau di Indonesia dan nantinya dapat
dikembangkan lagi untuk penelitian yang lebih mendalam.
12
Download