BAB II KAJIAN TEORI A. Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Klasifikasi Cacing Lumbricus rubellus Kingdom : Animalia Phylum : Annelida Kelas : Oligochaeta Ordo : Haplotaxida Famili : Lumbricidae Genus : Lumbricus Spesies : Lumbricus rubellus (Sapto, 2011: 24) Cacing tanah seperti yang banyak dikenal masyarakat dan menempati bagian permukaan tanah yang lembab termasuk dalam hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata). Dalam klasifikasi biologi, cacing tanah termasuk dalam filum Annelida atau hewan beruas-ruas atau bergelang-gelang. Cirinya yaitu tubuh simetris bilateral, silindris memanjang, bersegmen-segmen (sekitar 115-200 segmen), dan pada bagian permukaan tubuh terdapat sederetan sekat atau dinding tipis (Sugiantoro, 2012: 13). Filum Annelida, terbagi menjadi tiga kelas yaitu Polychaeta, Hirudinea, dan Oligochaeta. Polychaeta merupakan kelompok cacing yang memiliki banyak seta atau sisir di tubuhnya, contohnya adalah Nereis dan Arenicola. Sedangkan contoh dari kelompok Hirudinea adalah lintah dan pacet (Hirudo medicinalis dan 1 Haemadipsa zeylanica). Kelas terakhir dari phylum Annelida adalah Oligochaeta dimana cacing tanah termasuk di dalamnya lantaran jumlah seta (rambut berukuran pendek) pada tubuh cacing tanah sangat sedikit (Sugiantoro, 2012: 14). Cacing tanah juga bisa dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu epigeic, endogeic, dan anecic. Perbedaan pada ketiganya adalah ukuran dan warna tubuh.Cacing tanah epigeic merupakan kelompok cacing tanah yang tinggal di atas permukaan tanah yang kaya bahan organik seperti pada tumpukan sampah.Contoh dari cacing tanah jenis ini adalah Lumbricus rubellus, Dendobraena octaendra. Cacing tanah jenis endogeic merupakan kelompok cacing tanah yang tinggal di dalam tanah bermineral, namun sesekali naik ke atas permukaan tanah bilamana tanah permukaan atas sedang basah terkena air, seperti pada saat musim penghujan. Contoh cacing tanah jenis ini adalah Aporrectodea caliginosa. Sedangkan cacing tanah jenis anecic merupakan kelompok cacing tanah yang tinggal pada liang tanah yang dalam hingga kedalaman 2 meter. Contoh dari jenis ini adalah Lumbricus terrestris (Sugiantoro, 2012: 14-15). Selain itu, cacing tanah oleh beberapa kalangan juga dikelompokkan berdasarkan warnanya, yakni kelompok merah dan kelompok abu-abu. Kelompok merah antara lain adalah Lumbricus rubellus (the red worm), L. terrestris (the night crawler), Eisenia foetida (the brandling worm), Daendroboena, Perethima dan Perionix. Sedangkan kelompok abu-abu antara lain jenis Allobopora (the field worm) dan Octolasium (Sugiantoro, 2012: 15). 2 1. Anatomi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Gambar 1.Bagian-bagian tubuh Cacing Tanah (Sumber : Rahmat Rukmana, 2008: 16) Ciri-ciri fisik cacing tanah antara lain di tubuhnya terdapat segmen luar dan dalam, berambut, tidak mempunyai kerangka luar, tubuhnya dilindungi oleh kutikula (kulit bagian luar), tidak memiliki alat gerak seperti kebanyakan binatang, dan tidak memiliki mata. Untuk dapat bergerak, cacing tanah harus menggunakan otot-otot tubuhnya yang panjang dan tebal yang melingkari tubuhnya. Adanya lendir pada tubuhnya yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dapat mempermudah pergerakannya di tempat-tempat yang padat dan kasar. Lendir itupun dapat memperlicin tubuhnya dalam membuat lubang di tanah sehingga cacing dapat dengan mudah keluar masuk lubang. Selain fungsi tersebut, lendir pun dapat digunakan untuk mempertahankan diri. Oleh karena tubuhnya licin, cacing tanah sangat sukar ditangkap musuh-musuhnya Pada tubuhnya, terdapat organ yang disebut seta.Seta yang terdapat pada setiap segmen ini berupa rambut yang relatif keras dan berukuran pendek. Daya lekat organ ini sangat kuat sehingga cacing dapat melekat erat pada permukaan 3 benda. Daya lekat ini akan melemah saat cacing akan bergerak maju. Seta ini pun dapat membantu cacing tanah saat melakukan perkawinan. Cacing tanah tidak memiliki mata, tetapi di tubuhnya terdapat prostomium. Prostomium ini merupakan organ syaraf perasa dan berbentuk seperti bibir.Organ ini terbentuk dari tonjolan daging yang dapat menutupi lubang mulut. Prostomium terdapat pada bagian depan tubuhnya. Adanya prostomium ini membuat cacing tanah peka terhadap benda-benda di sekelilingnya.Itulah sebabnya cacing tanah dapat menemukan bahan organik yang menjadi makanannya walaupun tidak memiliki mata. Anus digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan dan tanah yang dimakannya. Kotoran yang keluar dari anus tersebut sangat berguna bagi tanaman karena sangat kaya dengan unsur hara.Kotoran tersebut dikenal dengan istilah kascing. Cacing tanah hanya mengandalkan kulitnya untuk bernafas karena tidak memiliki alat pernapasan. Oksigen yang digunakan untuk proses metabolisme tubuh diambil dari udara dengan bantuan pembuluh darah yang terdapat di bagian bawah kutikula. Pembuluh darah itu pun dapat berfungsi melepaskan karbondioksida (CO2) sebagai sisa hasil metabolisme. Namun, agar proses bernapas pada cacing tanah dapat berlangsung dengan baik, kelembaban lingkungannya harus cukup tinggi. Cacing tanah dewasa memiliki klitelum yang merupakan alat yang dapat membantu perkembangbiakan. Organ ini merupakan bagian dari tubuh yang menebal dan warnanya lebih terang dari warna tubuhnya. Pada cacing yang masih 4 muda, organ ini belum tampak karena hanya terbentuk saat cacing mencapai dewasa kelamin, sekitar 2-3 bulan (Yusuf Kastawi, 2001: 28) 2. Kandungan Cacing Tanah Cacing tanah mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama protein yang mencapai 64-76%. Kandungan gizi lainnya adalah lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1% dan serat kasar 1,08%. Selain itu, cacing tanah mengandung auxin yang merupakan zat perangsang tumbuh untuk tanaman. Selain itu cacing tanah mengandung asam arhidonat yang dapat menurunkan panas tubuh akibat infeksi. Cacing tanah dapat membantu proses daur ulang limbah karena sebagai binatang pengurasi atau perombak bahan organik (Palungkun, 1999: 18). 3. Sistem Pencernaan Makanan Saluran pencernaan makanan (saluran pencernaan) cacing tanah sudah lengkap dan terpisah dari sistem cardiovasculare. Saluran pencernaan ini terdiri atas : mulut, pharinx, esophagus, proventriculus, ventriculus, intestin, dan anus. Mulut cacing tanah terletak di dalam rongga oris atau rongga bucacale.Pharynx terdapat di dalam segmen ke-4 dan ke-5, bersifat musculer dan berguna untuk mengisap partikel-partikel makanan. Esophagus terleatk di ujung pharynx memanjang dari segmen ke-6 sampai segmen ke-14.Proventriculus merupakan bagian ujung esophagus yang membesar dan di bagian ini makanan disimpan; dinding proventriculus tipis.Ventriculus merupakan lanjutan ke arah belakang dari proventriculus, terletak di dalam segmen ke-17 dan ke-18, bersifat musculer dan berguna untuk mencernakan makanan. Intestin adalah merupakan 5 lanjutan ke ujung dari ventriculus. Dinding intestin bagian dorsal melekuk ke dalam lumen intestin dan bagian ujung lekukan ini membesar, sehingga terjadilah bangunan sebagai kantong. Bangunan ini disebut typhlosole.Typhlosole ini berguna untuk memperluas permukaan intestin, sehingga dapat mengabsorbsi sarisari makanan lebih banyak. Makanan cacing tanah terdiri atas sisa-sisa hewan dan tanaman. Cacing – cacing tanah itu mencari makanannya di luar liang; pada saat malam hari. Makanan diambil melalui mulutnya. Makanan di dalam esophagus tercamput dengan cairan hasil sekresi kelenjar kapur (calciferous glands) yang terdapat pada dinding esophagus itu.Cairan ini bersifat alkalis, tetapi fungsinya yang tepat belum diketahui. Mungkin cairan ini menetralkan makanan-makanan yang bersifat asam. Dari esophagus, makan terus masuk ke dalam proventriculus yang merupakan tempat penyimpanan makanan yang bersifat sementara. Selanjutnya, makanan masuk ke dalam ventriculus. Disini makanan dicernakan menjadi partikel-partikel halus. Dari ventriculus, kemudain partikelpartikel makanan ini masuk ke dalam intestin. Di dalam intestin, partikel-partikel makanan akan dicernakan lebih lanjut, sehingga menjadi substansi-substansi yang lebih kecil, yang dapat di absorbsi oleh dinding intestin tersebut. Dinding intestin mengandung kelenjar-kelenjar yang menghasilkan enzim-enzim.Karena pengaruh enzim-enzim ini, partikel-partikel makanan tadi dicernakan menjadi monosakarida, asam lemak dan gliserol, dan asam amino yang siap untuk diabsorbsi. Senyawa-senyawa inilah yang diabsorbsi oleh dinding intestin dan selanjutnya bersama-sama dengan sirkulasi darah diangkut ke seluruh bagian- 6 bagian tubuh.Pada saat cacing tanah mengambil makanan melalui mulutnya, ikut juga termakan sejumlah partikel-partikel tanah, kemudian sisa-sisa makanan beserta partikel-partikel tadi dikeluarkan melalui anus dan diletakkan di atas permukaan tanah di dekat lubang dari luang tempat cacing itu berada. Sisa-sisa ini berbentuk kelompok-kelompok kecil dari partikel-partikel tanah (Yusuf Kastawi, 2001). 4. Sistem Sirkulasi Sistem sirkulasi (peredaran darah/cardiovasculer) cacing tanah adalah sistem peredaran tertutup. Pembahasan sistem cardiovasculer meliputi : (a) benda yang diedarkan, yaitu darah; (b) saluran yang dilalui darah ialah pembuluhpembuluh darah; (c) peredaran darah; (d) fungsi darah; dan (e) Lympha. Darah terdiri atas bagian cair yang disebut plasma, dan sel-sel darah atau korpuskula.Korpuskula terdapat di dalam plasma darah. Eritrosit mengandung hemoglobin (haima = darah; globus = butir); yang mempunyai kemampuan mengikat oksigen. Pembuluh-pembuluh darah terdiri atas : aorta dorsalis, aorta ventralis. Aorta dorsalis terletak di sebelah dorsal saluran pencernaan dan mudah terlihat dari luar pada cacing yang hidup sebab kulit tubuh cacing sedikit transparan. Di daerah esophagus 5 pasang cabang-cabang aorta dorsalis membesar dan berfungsi sama dengan cor (jantung) pada hewan-hewan tinggi. Jantung cacing ini mengelilingi esophagus dan berhubungan dengan aorta ventralis, yang terletak disebelah ventral saluran pencernaan dan di sebelah dorsal truncus nervosus. Dikedua aorta tersebut masih ada 3 pembuluh darah, ialah 2 pembuluh 7 yang masing-masing terletak di lateral truncus nervosus dan 1 pembuluh di sebelah ventral truncus itu. Kelima pembuluh darah tersebut dengan banyak cabang-cabang dan beberapa rongga lympha membentuk sistem cardiovasculare cacing tanah. Darah dalam aorta dorsalis terdorong ke anterior oleh kontrkasi dinding aorta itu. Di dalam aorta ini terrdapat valvula yang berfungsi untuk mencegah mengalirnya kembali darah itu dari jantung anterior. Dari aorta dorsalis darah mengalir ke dalam cor (jantung), kemudian ke aorta ventralis. Di dalam jantung juga terdapat valvula, sehingga darah hanya mengalir ke satu arah saja. Dari aorta ventralis, darah mengalir menuju ke dinding tubuh dan nephridia. Karena cacing tanah mempergunakan kulitnya sebagai alat respirasi maka CO2 dikeluarkan dan O2 diambil oleh darah yang mengalir dalam kapiler-kapiler dalam kulit dari dinding tubuh atau kulit, melalui pembuluh-pembuluh darah parietalis masuk ke dalam aorta dorsalis. Darah berfungsi untuk mengangkut oksigen, sari-sari makanan, sisa-sisa metabolisme, dan substansi-substansi lain. Pada saat darah mengalir menuju ke kulit hemoglobin mengikat CO2.CO2 keluar melalui kulit sedangkan O2 dari udara masuk ke dalam tubuh acing tanah melalui kulit dan bersenyawa dengan hemoglobin, membentuk oxyhemo-globin. Dalam proses respirasi, jaringanjaringan memerlukan adanya O2. Darah mengalir dari dinding tubuh ke kapilerkapiler dalam jaringan-jaringan.Pertukaran zat-zat di antara darah dan jaringan terjadi di dalam rongga-rongga lympha yang sangat kecil. Darah juga mengangkut substansi-substansi lain, seperti : sekresi kelenjar-kelenjar. 8 Plasma darah dan beberapa corpuscula membentuk lympha, yang keluar dari aliran darah melalui kapiler-kapiler menuju ke jaringan-jaringan.Lympha mengangkut O2 darah ke jaringan-jaringan dan mengangkut CO 0 dan sisa-sisa metabolisme masuk ke dalam peredaran darah melalui kapiler-kapiler darah (Yusuf Kastawi, 2001: 153). 5. Sistem ekskresi Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor. Nefridia ( tunggal – nefridium ) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupakanpori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya. Kecuali tiga segmen yang pertama dan segmen yang terakhir tidak ada (Yusuf kastawi,2001;154). Metanefridium memiliki dua lubang. Lubang yang pertama berupa corong, disebut nefrostom (di bagian anterior) dan terletak pada segmen yang lain. Nefrostom bersilia dan bermuara di rongga tubuh (pseudoselom).Rongga tubuh ini berfungsi sebagai sistem pencernaan. Corong (nefrostom) akan berlanjut pada saluran yang berliku-liku pada segmen berikutnya. Bagian akhir dari saluran yang berliku-liku ini akan membesar seperti gelembung. Kemudian gelembung ini akan bermuara ke bagian luar tubuh melalui pori yang merupakan lubang (corong) yang kedua, disebut nefridiofor. Cairan tubuh ditarik ke corong nefrostom masuk ke nefridium oleh gerakan silia dan otot. Saat cairan tubuh mengalir lewat celah panjang nefridium, bahan-bahan yang berguna seperti air, molekul makanan, dan ion akan diambil oleh sel-sel tertentu dari tabung. Bahan-bahan ini lalu menembus 9 sekitar kapiler dan disirkulasikan lagi.Sampah nitrogen dan sedikit air tersisa di nefridium dan kadang diekskresikan keluar. Metanefridium berlaku seperti penyaring yang menggerakkan sampah dan mengembalikan substansi yang berguna ke sistem sirkulasi. Cairan dalam rongga tubuh cacing tanah mengandung substansi dan zat sisa. Zat sisa ada dua bentuk, yaitu amonia dan zat lain yang kurang toksik, yaitu ureum. Gambar 2. Sistem Ekskresi Cacing Tanah (Sumber :Rahmat Rukmana, 2008: 25) Inilah salah satu alasan mengapa cacing tanah memiliki habitat di lingkungan yang lembab karena cacing tanah mendifusikan sisa amoniaknya pada tanah tetapi ureum diekskresikan lewat sistem ekskresi. 6. Sistem Respirasi Cacing bernafas menggunakan kulit. Tubuh cacing tertutup oleh selaput bening dan tipis yang disebut kutikula. Kutikula ini selalu lembap dan basah. Melalui selaput inilah terjadi difusi oksigen dan CO2 yang kemudian diteruskan kedalam pembuluh darah sehingga kebutuhan oksigen tubuh terpenuhi. Karena ternyata dibawah kulit itu terdapat kapiler-kapiler darah. Melalui kapiler ini, oksigen berdifusi masuk ke dalam kulit, lalu ditangkap dan diedarkan 10 oleh sistem peredaran darah. Sebaliknya, karbon dioksida yang terkandung dalam darah dilepaskan dan berdifusi keluar tubuh. Maka Cara respirasi cacing ini berbeda dengan serangga karena pada serangga oksigen bisa langsung menuju ke sel-sel tubuh, Sedang pada cacing harus masuk ke pembuluh darah sehingga pengangkutan oksigen secara tertutup mengingat peredarannya oksigen berada di dalam pembuluh darah , Kulit yang digunakan untuk proses difusi yaitu bagian dorsal / sisi punggung. Gambar3. Sistem Pernafasan Cacing Tanah 1 (Sumber : Rahmat Rukmana, 2008 : 28) 7. 11 Gambar4. Sistem Pernafasan Cacing Tanah 2 (Sumber : Rahmat Rukmana, 2008 : 29) Sistem Reproduksi Cacing tanah bereproduksi secara seksual dan bersifat hermafrodit, tetapi cacing tidak melakukan pembuahan sendiri melainkan secara silang. Sebagai ilustrasi: 2 cacing yang melakukan kawin silang menempelkan tubuhnya dengan ujung kepala berlawanan. Alat kelamin jantan mengeluarkan sperma dan diterima oleh klitelium cacing pasangannya. Pada saat bersamaan klitelium mengeluarkan mukosa kemudian membentuk kokon. Sperma bergerak ke alat reproduksi betina dan disimpan di reseptakel seminal. Ovum yang dikeluarkan dari ovarium akan dibuahi oleh sperma. Setelah itu, ovum yang telah dibuahi masuk ke dalam kokon. Telur bersama kokon akan keluar dari tubuh cacing dan menjadi individu yang baru. Telur menetas setelah tiga minggu dan dapat menghasilkan 2-20 lebih secara sekaligus anak cacing. Gambar 5. Sistem Reproduksi Cacing Tanah Sumber : (HendraDwi Prasetyo, 2015) 8. Habitat Habitat alaminya, cacing tanah hidup dan berkembangbiak di dalam tanah yang lembab dengan suhu sekitar 15-25oC. Cacing tanah merupakan hewan nokturnal yakni aktivitas hidupnya lebih banyak pada malam hari sedangkan pada siang harinya istirahat.Cacing tanah juga hewan fototaksis negatif artinya cacing tanah selalu menghindar setiap ada cahaya, dan segera menutup lubang sarang. 12 Tindakan ini bertujuan untuk menghalangi masuknya udara dingin dan air ke dalam lubang, dan sekaligus menyamarkan keberadaannya di dalam tanah dari pemangsa. Cacing tanah senang tinggal di tanah lembab, namun cacing tanah tidak suka tinggal di tempat yang terlalu banyak air karena ketersediaan oksigen di dalamnya sangat sedikit (anaerob). Karena itulah, di saat curah hujan sedang tinggi, cacing tanah akan banyak berada di lapisan tanah paling atas. Cacing tanah pada keadaan yang sangat dingin atau sangat kering mereka akan masuk ke dalam liang, seringkali sampai sedalam 8 kaki, dan dalam keadaan ini beberapa cacing seringkali terdapat melingkar bersama – sama, dengan di atasnya terdapat lapisan tanah yang bercampur dengan lendir. Cacing tanah hidup pada habitat alami dan habitat buatan manusia.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi cacing tanah pada habitatnya (Agus Dharmawan, 2005: 21). a. Habitat Alami Di habitat alami, cacing tanah hidup dan berkembang baik dalam tanah.Menurut Rukmana (1999), Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan cacing tanah dihabitat alami adalah sebagai berikut. 1) Suhu (Temperatur) Suhu atau temperature tanah yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokonya berkisar antara 15oC – 25oC.suhu tanah yang lebih tinggi dari 25oC masih cocok untk cacing tanah, tetapi harus diimbangi dengan kelembaban yang memadai dan naungan yang cukup. Oleh karena 13 itu, cacing tanah biasanya ditemukan hidup dibawah pepohonan atau tumpukan bahan organic. 2) Kelembaban (rH) Kelembaban tanah mempengaruhi pertumbuhan dan daya reproduksi cacing tanah.Kelembaban yang ideal untuk cacing tanah adalah antara 15%-50% namun kelembaban optimumnya pada rH 42%- 60%.Kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu basah dapat menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati. Sebaliknya bila kelembaban tanah terlalu kering, cacing tanah akan segera masuk ke dalam tanah dan berhenti makan serta akhirnya akan mati. 3) Keasaman Tanah (pH) Cacing tanah tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada tanah yang bereaksi sedikit asam sampai netral. Keasaman tanah (pH) yang ideal untuk cacing tanah adalah pH 6 -7,2. Tanah pertanian di Indonesia umumnya bermasalah karena pH-nya asam. Tanah yang pH-nya asam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing tanah, karena ketersediaan bahan organic dan unsure hara (pakan) cacing tanah relative terbatas. Disamping itu, tanah yang ber pH asam kurang mendukung percepatan proses pembuskan (fermentasi) bahan-bahan organic. Oleh karena itu, anah tanah pertanian yang mendapat perlakuan perlakuan pengapuran sering banyak dihuni 14 cacing tanah.Pengapuran berfungsi meningkatkan pH tanah sampai mendekati pH netral. 4) Ketersediaan Bahan Organik Bahan organik umumnya mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral, sehingga merupakan bahan utama makanan cacing tanah.Bahan organik tanah dapat berupa kotoran ternak, sersah atau daundaun yang gugur dan melapuk dan hewan-hewan yang mati.Makin kaya kandungan organik dalam tanah, makin banyak dihuni oleh mikroorganisme tanah, termasuk cacing tanah. Cacing tanah dapat mencerna bahan organik seberat badannya, bahkan mampu memusnahkan bahan organic 2 kali lipat berat badannya selama 24 jam.Oleh karena itu cacing tanah yang hidup dalam tanah yang kaya bahan organik dapat berfungsi sebagai pemusnah bahan organik (decomposer) dan kascingnya berguna untuk pupuk organik penyubur tanah. b. Habitat Buatan Habitat buatan adalah lingkingan hidup yang dimodifikasi untuk budidaya cacing tanah.Pada prinsipnya cacing tanah dapat dibudidayakan dengan mudah apabila persyaratan hidupnya terpenuhi. Habitat buatan untuk budidaya cacing tanah dapat dilakukan dalam ruangan atau bangunan yang dilengkapi pelindung. Hal yang penting diperhatikan dalam menciptakan (modifikasi) habitat untuk hal budidaya 15 cacing tanah adalah : terlindung dari sinar matahari langsung, terlindung dari curahan air hujan secara langsung, tempat harus strategis atau mudah dalam pemeliharaan, dan terjaga dari keamanan serta gangguan terhadap cacing tanah. Tempat budidaya cacing tanah biasanya berupa kandang yang dilengkapi atap pelindung.Bahan-bahan pembuatan kandang dapat disiapkan yang harganya murah dan sederhana sampai yang mahal, tergantung pada tujuan dan kondisi keuangan. Fasilitas budidaya cacing tanah terdiri atas rakrak atau tempat penempatan wadah pemeliharaan, medium tumbuh, pakan, dan perangkat wadah pemeliharaan berupa bak, kotak plastik, kotak kayu, kotak anyaman bambu, dan lain-lain. Dasar-dasar yang harus diperhatikan dalam menyiapkan habitat buatan untuk budi daya cacing tanah sebagai berikut : 1) Lingkungan teduh dan nyaman 2) Keadaan suhu tanah dan suhu udara antara 15oC – 25oC 3) Kelembaban tanah dan kelembaban udara antara 15% - 30% 4) Keasaman medium hidup ber-pH 6,0 – 7,2 5) Tersedia bahan organic untuk pakan cacing tanah dalam jumlah yang memadai(Rahmat Rukmana, 1999). 9. Perkembangbiakan Cacing Tanah 16 Hewan ini bersifat hermafrodit atau biseksual.Artinya, pada tubuhnya terdapat dua alat kelamin, yaitu jantan dan betina. Namun, untuk pembuahan cacing tanah tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi harus dilakukan oleh sepasang cacing tanah. Dari perkawinan tersebut, masing-masing cacing tanah dapat menghasilkan satu kokon yang di dalamnya terdapat beberapa butir telur. Cacing tanah berkembang mulai dari telur yang disimpan dalam kokon.Kokon yang dihasilkan dari perkawinan sepasang cacing tanah dapat diletakkan di permukaan tanah bila keadaan tanahnya lembab. Namun, kalau tanahnya kering, kokon akan diletakkan dalam tanah. Kokon yang baru keluar dari tubuhnya berwarna kuning kehijauan dan akan berubah kemerahan saat akan menetas. Kokon akanmenetas sekitar 14-21 hari setelah terlepas dari tubuh cacing tanah. Cadangan makanan yang mencukupi, dan faktor lingkungan lain sangat mendukung maka cacing tanah akan menghasilkan kokon sepanjang tahun. Namun, jumlah kokon yang dihasilkan tergantung pada perubahan suhu. Bila suhu rendah atau sekitar 3oC, kokon yang dihasilkan sangat sedikit. Sebaliknya kalau suhunya dinaikkan maka cacing tanah akan menghasilkan kokon lebih banyak. Suhu ideal untuk keperluan ini adalah 6o-16oC. Kokon biasanya dihasilkan pada kondisi iklim yang sesuai. Di negara beriklim dingin dengan empat musim, umumnya cacing tanah menghasilkan kokon pada pertengahan Maret hingga awal Juli dan pada awal Oktober hingga November. Di negara subtropis seperti India, cacing tanah dapat menghasilkan kokon sepanjang tahun. 17 Sepasang cacing tanah akan melekat di bagian depannya dengan posisi saling berlawanan Saat melakukan perkawinan. Dengan bantuan seta, sepasang cacing tanah akan mengeluarkan lendir melalui klitelum. Lendir ini digunakan untuk melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan oleh alat kelamin jantanmasing-masing cacing tanah. Setelah itu, sel sperma akan bergerak ke arah belakang dan masuk ke kantung penerima sperma (ovarium). Kantung ini banyak mengandung sel telur. Proses perkawinan dapat berlangsung beberapa jam. Setelah keduanya menerima sperma maka cacing akan saling berpisah. Setelah masing-masing cacing tanah berpisah, klitelum akan membentuk selubung kokon dan bergerak ke arah mulut. Saat bergerak itulah selubung kokon akan bertemu sel telur yang telah dibuahi sel sperma pada lubang saluran telur. Akibatnya sel telur akan terselubung menjadi kokon. Selanjutnya kokon yang berisi sel telur ini bergerak ke arah mulut dan keluar dari tubuh cacing tanah (Rahmat Rukmana, 1999). 10. Siklus Hidup Cacing Tanah Siklus hidup cacing tanah mulai dari kokon, cacing muda (juvenil), cacing produktif, dan cacing tua. Lama siklus hidup ini tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah. Dari berbagai penelitian diperoleh lama siklus hidup cacing tanah L. rubellus hingga mati mencapai 1-5 tahun(Pangkulun, 2011). Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah berumur 14-21 hari. Setelah menetas, cacing tanah muda ini akan hidup dan dapat mencapai dewasa kelamin dalam waktu 2,5-3 bulan. Cacing tanah muda akan 18 tumbuh dengan cepat, dan mencapai dewasa kelamin dalam waktu 80-100 hari. Setelah itu pertumbuhannya menjadi sangat lambat (Minnich, 1977). Saat dewasa kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari perkawinannya yang berlangsung 6-10 hari.Masa produktif aktif cacing tanah akan berlangsung selama 4-10 bulan dan akan menurun hingga cacing mengalami kematian(Pangkulun, 2011). 11. Sarana Budi Daya Cacing Tanah Kegiatan yang terpenting dalam budi daya cacing tanah adalah menciptakan suasana atau kondisi lingkungan yang sesuai dengan habitatnya di alam. Hal ini dimaksudkan agar cacing tanah dapat beradaptasi dan berkembang dengan baik. Cacing tanah menghendaki suasana lingkungan yang teduh, lembab dan terhindar dari sinar matahari langsung.Untuk itulah lokasi pembudidayaannya harus mendukung. Adapun sarana pembudidayaan yang dapat menciptakan lingkungan yang teduh, lembab, dan terhindar dari sinar matahari langsung adalah bangunan pelindung, wadah pemeliharaan, serta sarang atau media hidupnya (Rahmat Rukmana, 1999). a. Menyiapkan Bibit Untuk Ditebar Pemilihan jenis cacing tanah yang akan digunakan 1) Budi daya cacing tanah bisa dengan menggunakan jenis cacing tanah apapun.Namun, untuk hasil yang lebih optimal, sebagian besar petani cacing tanah yang ada saat ini lebih suka membudidayakan cacing tanah dari jenis 19 Lumbricus rubellus karena tingkat percepatan tumbuhnya yang sangat tinggi dibandingkan cacing tanah jenis lokal. Seleksi bibit cacing tanah unggulan 2) Penebaran bibit cacing tanah, juga mempertimbangkan kualitas dari bibit yang akan digunakan. Bibit yang bagus akan memberikan hasil produksi dengan tingkat percepatan tumbuh yang optimal sehingga waktu pemanenan bisa lebih cepat dan hasil produksinya lebih banyak. Bibit yang bagus adalah bibit yang ukuran tubuhnya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil sewaktu akan ditebar. Apabila terlalu kecil, maka bibit tersebut sangat rentan dan butuh waktu yang lama untuk memanennya. Sedangkan bibit yang terlalu besar akan memperbanyak beban biaya sewwaktu pembelian bibit (apabila bibit didapatkan dengan cara membeli dari peternak bibit cacing tanah). Selain itu, bibit yang baik adalah bibit yang mempunyai ukuran tubuh seragam sehingga nantinya bisa dipanen dalam waktu yang bersamaan. Alternatif pengadaan bibit 3) Apabila akan menggunakan bibit cacing tanah unggulan seperti jenis Lumbricus rubellus yang memang mempunyai tingkat percepatan tumbuh sangat tinggi, maka bisa dengan cara membelinya dari peternak cacing tanah yang menggunakan jenis cacing tanah tersebut dan memang menyediakan bibit pada pihak-pihak yang membutuhkan. Selain itu, pengadaan bibit dengan cara membeli akan sangat memungkinkan dan memudahkan bagi pemula yang membutuhkan bibit dalam jumlah banyak dan juga memiliki ukuran tubuh yang seragam untuk dibudidayakan. 20 Menyiapkan Media Pemeliharaan 4) Media hidup atau media pemeliharaan yang juga sekaligus sarang cacing tanah sebenarnya adalah sekumpulan bahan-bahan organik yang sudah terfermentasi sempurna sehingga bisa memberikan tempat bagi cacing tanah untuk hidup dan bereproduksi secara optimal. Media hidup tersebut nantinya sekaligus menjadi sumber makanan bagi cacing tanah yang dibudidayakan. b. Jenis Cacing Tanah Untuk Dijadikan Media Pemeliharaan Bahan organik yang bisa digunakan untuk dijadikan media hidup atau media pemeliharaan antara lain adalah kotoran hewan ternak (ayam, kelinci, kambing, dll), ampas tahu, ampas singkong, ampas sagu, kompos, jerami padi, sekam padi, kulit pisang, bubur kertas, bubur kayu, enceng gondok, rumput, serbuk gergaji, rumen (kotoran yang masih berada di perut hewan ternak ruminansia seperti sapi ketika dipotong), dan sebagainya. Beberapa pertimbangan penting dalam pemilihan bahan organik untuk dijadikan media pemeliharaan adalah sebaik mungkin mudah didapatkan, murah harganya, dan tersedia dalam jumlah bannyak.Sebaik mungkin bahanbahan organik tersebut juga mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh cacing tanah. c. Syarat Media Pemeliharaan Media pemeliharaan untuk cacing tanah tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai atau kurang lebih sama dengan habitat maupun lingkungan tempat tumbuhnya di alam bebas. Menurut Palungkun (1999), 21 Untuk mendukung hal tersebut, media pemeliharaan setidaknya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Media pemeliharaan harus menggunakan bahan organik berserat yang sudah terfermentasi sempurna atau telah mengalami proses pelapukan minimal 60%, serta tidak mengeluarkan gas yang merupakan hasil dari proses pembusukan yang jelas tidak disukai cacing tanah. Waktu yang dibutuhkan untuk proses fermentasi memang bervariasi bergantung pada jenis bahannya, biasanya antara 7-35 hari. 2) Kaya bahan organik dan unsur hara Media hidup cacing tanah harus kaya bahan-bahan organik dan unsur hara lantaran bahan organik tersebutlah yang menjadi makanan pokok dari cacing tanah. 3) Gembur, lunak, tidak panas, dan tidak mudah menjadi padat Cacing tanah sangat membutuhkan media hidup sekaligus makanan yang lunak, gembur, dan tidak panas supaya lebih mudah dicerna atau terurai oleh alat cerna di tubuhnya.Media hidup yang gembur juga bisa menjaga porositas sarang, menjaga ketersediaan oksigen, dan menjaga sirkulasi udara di dalamnya. 4) Mempunyai daya serap air yang tinggi Media hidup yang digunakan sebaik mungkin mempunyai daya serap yang tinggi terhadap air sehingga tidak mudah menjadi kering dan juga kehilangan tingkat kelembaban. 5) Steril dari zat-zat yang mengganggu pencernaan cacing tanah 22 Media pemeliharaan harus bebas atau steril dari zat atau bahan-bahan yang bisa mengganggu pencernaan cacing tanah. Antara lain adalah sabun dan bahan kimia. 6) Media harus mudah terdekomposisi atau terurai oleh cacing tanah. 7) Media tersebut harus mampu menahan kestabilan kelembaban dengan tingkat kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah sekitar 35-50%. 8) Suhu media harus sekitar 20-30oC. 9) Tingkat keasaman media (pH) sekitar 6,5-7,2. d. Syarat Kandang Kandang yang ideal, setidaknya memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Memberi rasa aman dan memudahkan pemeliharaan Kandang harus dibuat dengan konstruksi yang memudahkan bagi peternak untuk melaksanakan tata laksana pemeliharaan.Untuk itu, lokasi kandang sebaik mungkin berada di tempat yang aman, dan jauh dari gangguan orang yang tidak berkepentingan. 2) Melindungi dari curah hujan dan sinar matahari langsung Untuk menghindari sinar matahari langsung dan curah hujan yang menerpa ke dalam media pemeliharaan, maka kandang dilengkapi dengan bangunan atau atap pelindung. 3) 23 Murah dan tidak memerlukan banyak biaya Pembangunan kandang harus mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan.Untuk itulah, sebaik mungkin kandang dibuat dengan biaya yang seminim mungkin (Rahmat Rukmana, 1999). e. Pembuatan Wadah Pemeliharaan Wadah pemeliharaan merupakan tempat atau wadah yang ke dalamnya akan dimasukkan media hidup atau sarang cacing tanah, dan selanjutnya ke media hidup tersebut akan dimasukkan bibit cacing tanah. Untuk modelnya, memang sesuka hati, mulai dari model permanenseperti bak batu bata plester semen/bak beton, rak berbaki, kotak bertumpuk, pancing bertingkat, atau pancing berjajar. Bahan yang dipergunakan pun sangat variatif, tergantung keinginan dan ketersediaan bahan, mulai dari bahan bambu, papan kayu, ataupun juga berbahan plastik. f. Penebaran Bibit Cacing Tanah Media pemeliharaan yang dianggap sudah layak untuk dipergunakan, maka bibit cacing tanah sudah bisa segera ditebarkan. Langkah-langkah penebaran bibit cacing tanah adalah sebagai berikut. 1) Bibit cacing tanah yang telah dipersiapkan ditebarkan sedikit demi sedikit ke atas permukaan wadah pemeliharaan secara merata. 2) Amati dengan seksama apakah bibit yang ditebarkan tersebut mau masuk ke dalam media pemeliharaan ataukah hanya berkeliaran di bagian permukaan saja. 3) Apabila bibit cacing tanah terlihat mau beradaptasi dengan media hidupnya yang baru tersebut, masukkan bibit cacing tanah yang lainnya 24 hingga mencapai batas tingkat kepadatan sesuai dengan ukuran wadah dan media hidup yang ada. Perlakuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penebaran bibit pada wadah pemeliharaan yang lainnya. Mengingat cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya, maka penebaran bibit harus dilakukan di tempat yang tidak mendapatkan cahaya atau sedikit gelap. g. Perawatan Perawatan media bertujuan agar kondisi media selalu sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah.Kegiatan perawatan media ini meliputi pengadukan, penyiraman, pengukuran suhu dan pH serta penggantian media. 1) Pengadukan Cacing tanah pun membutuhkan oksigen yang cukup. Oleh sebab itu, media sebagai tempat tinggalnya harus selalu gembur agar peredaran udara di dalamnya tetap terjamin. Kegiatan pengadukan media ini sekaligus untuk mencampur bahan makanan yang tersisa.Pengadukan dilakukan dengan tangan. Sebaiknya pengadukan dilakukan setiap 3-4 hari sekali. 2) Penyiraman Apabila pada saat pengadukan medianya tampak kering, harus dilakukan pemberian air dengan cara penyiraman. Penyiraman ini dilakukan sambil diaduk. Jumlah air yang diberikan hannya secukupnya saja, jangan berlebihan karena penyiraman hanya untuk melembabkan 25 media. Media yang terlalu basah dapat menyebabkan cacing tanah berwarna pucat. Bahkan pada keadaan sangat berlebihan air, cacing tanah bisa mati. 3) Pengukuran suhu dan pH Media perlu dilakukan pengecekan suhu dengan menggunakan termometer. Bila suhu lebih tinggi, pencegahannya dilakukan dengan cara media disemprotkan air. Namun jumlahnya jangan berlebihan. Derajat keasaman (pH) media yang dibutuhkan oleh cacing tanah adalah sekitar 6,5-7,2. Dengan kondisi itu bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan.Oleh karena itu, dalam kegiatan perawatan pun perlu dilakukan pengecekan terhadap pH media. Bila ditemukan kondisi asam atau pH kurang dari 6 maka pencegahannya adalah dengan pemberian segenggam kapur tembok yang dicampur segelas air dan disiramkan ke media. Bersamaan dengan penyiraman ini, media diaduk agar air kapur tercampur merata. 4) Penggantian media Sirkulasi udara ke dalam media akan terhambat bila medianya mudah memadat. Pemadatan ini terjadi karena partikel-partikel bahan media mengecil atau menjadi halus. Pada kondisi ini biasanya media harus 26 segera diganti karena tidak berfungsi optimal sebagai media atau tempat tinggal cacing tanah. Media yang harus segera diganti adalah yang secara fisik, bentuk, warna, dan sifatnya telah berubah menjadi seperti tanah atau kotoran cacing (kascing).Warnanya sudah berubah menjadi hitam, bersifat lengket, dan mudah memadat bila dalam keadaan basah atau lembab. Biasanya penggantian media ini dilakukan detelah dipakai selama 2-2,5 bulan. Media yang sudah tidak terpakai ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman. B. Pohon Aren (Arenga pinnata Merr.) Pohon aren atau enau (Arenga pinnata Merr.) merupakan tumbuhan yang menghasilkan bahan-bahan industri sejak lama kita kenal. Namun sayang tumbuhan ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan atau dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak. Begitu banyak ragam produk yang dipasarkan setiap hari yang berasal dari bahan bakupohon aren dan permintaan produk-produk tersebut baik untuk kebutuhan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri semakin meningkat. Hampir semua bagian pohon aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari bagian fisik (akar, batang, daun, ijuk dll) maupun hasil produksinya berupa gula aren. Pohon aren adalah salah satu jenis tumbuhan palmayang memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam batang. Hasil produksi aren ini semuanya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi hasil produksi aren 27 yang banyak diusahakan oleh masyarakat adalah nira yang diolah untuk menghasilkan gula aren(Sapari, 1994). Aren merupakan salah satu sumber daya alam di daerah tropis, distribusinya tersebar luas, sangat diperlukan dan mudah didapatkan untuk keperluan seharihari oleh masyarakat setempat sebagai sumber daya yang berkesinambungan. Di Indonesia pohon aren sebagian besar secara nyata digunakan untuk bahan bangunan, keranjang, kerajinan tangan, atap rumah, gula, manisan buah dan lain sebagainya. 1. Klasifikasi Tanaman Aren Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Arecales Famili : Aracaceae Genus : Arenga Spesies : Arenga pinnata Merr (Sapari, 1994). 2. Morfologi Tanaman Aren a. Biji Tanaman aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman berbiji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren ini termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). b. 28 Batang Batang aren bisa mencapai tinggi 20 m dengan diameter 30-65 cm. Tanaman ini adalah palem besar, tidak bercabang dengan batang tebal, berserat dan berbulu hitam.Batang mengandung teras pati yang lunak dengan banyak serabut kasar dan berkayu. Struktur umum yang dimiliki pada batang, pada bagian luar terdapat epidermis yang ditutupi oleh bahan lemak alam yang sangat tahan air.Lapisan kutin disebut dengan kutikula. Pada A. pinnata, kutikulanya cukup tebal, bersifat kedap air dan gas (impermeabel).Bagian sebelah dalam epidermis terdapat korteks yang terdiri dari jaringan parenkim, kolenkim, dan sklerenkim. Di sebelah dalam korteks terdapat silinder pusat yang berisi jaringan pembuluh yang biasa disebut ikatan pembuluh. Tanaman aren jika sudah tua dapat tumbuh besar dan memiliki garis tengah batangnya bisa sampai 65 cm, sedang tingginya 15 m. Batang pohon aren padat, berambut, dan berwarna hitam. Secara morfologi tanaman tanaman aren hamper mirip dengan pohon kelapa, perbedaannya adalah tanaman kelapa batang bawahnya bersih sedangkan batang aren terbalut ijuk.Jika ditambah dengan tajuk daun yang menjulang di atas batang, tinggi keseluruhannya bisa sampai 20 meter.Waktu pohon masih muda, batang itu belum begitu kelihatan karena tertutup oleh pangkal-pangkal pelepah daun. Baru setelah daun paling bawahnya sudah gugur maka batangnya mulai kelihatan. Kadang-kadang sampai 3,5 tahun baru daunnya yang tertua gugur dari ruas yang paling bawah. c. Akar Akar pohon aren berbentuk serabut, menyebar dan cukup dalam dapat mencapai > 5 m sehingga tanaman ini dapat diandalkan sebagai vegetasi 29 pencegah erosi, terutama untuk daerah yang tanahnya mempunyai kemiringan lebih dari 20 %. d. Daun Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang hingga 7 x 145 cm. Daunnya hijau gelap di atas dan hijau keputihan dibawah karena lapisan lilin disisi bawahnya. Anak daun bentuk lanset, menyirip, pangkal membulat, ujung runcing, tepi rata dan tangkai pendek. e. Bunga Karangan bunga yang pertama dari ruas batang yang berada di pucuk pohon akan keluar saat aren sudah berumur 8 tahun, kira-kira letaknya sedikit di bawah tempat tumbuh daun muda (muncul dari daerah puncak saja), tetapi makin tua pohon itu, keluarnya bunga juga bisa dari ketiak daun di daerah bawah. Kira-kira 2 bulan kemudian, muncul tandan bunga jantan yang disebut ubas, Selanjutnya disusul oleh bunga-bunga jantan lainnya, yang disebut adik ubas, penyadapan nira sudah bisa dilakukan ketika itu. Bunga jantannya muncul bergantian dengan bunga betina di ketiak daun daerah bawah.Bunga aren jantan duduk berpasangan pada untaian yang berjumlah sekitar 25, pangkalnya melekat pada sebuah tandan.Jika bunga betina berbentuk butiran (bulat) berwarna hijau dan duduk sendiri-sendiri pada untaian, sedangkan bunga jantan berbentuk bulat panjang 1.2 – 1.-5 cm berwarna ungu.Bunga jantan setelah dewasa kulitnya pecah dan kelihatan banyak benang sari dan tepung sari berwarna kuning.Bila pohon aren sudah berumur 12 tahun, dan 30 makin banyak membentuk tongkol bunga betina, biasanya pemiliknya membiarkannya membentuk buah, dan niranya tidak disadap lagi. f. Buah Buah aren terbentuk setelah terjadinya proses penyerbukan dengan perantaraan angin atau serangga. Buah aren berbentuk bulat, berdiameter 4 – 5 cm, di dalamnya berisi biji 3 buah, masing-masing berbentuk seperti satu siung bawang putih. Bagian-bagian dari buah aren terdiri dari: 1). Kulit luar, halus berwarna hijau pada waktu masih muda, dan menjadi kuning, setelah tua (masak). 2) Daging buah, berwarna putih kekuning-kuningan. 3) Kulit biji, berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda, dan berwarna hitam yang keras setelah buah masak. 4). Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih berwarna putih agak bening dan lunak pada waktu buah masih muda; dan berwarna putih, padat atau keras pada waktu buah sudah masak. 3. Kandungan Serbuk Gergaji Aren Menurut hasil penelitian Firdayanti dan Handajani (2005), kandungan yang terdapat pada serbuk gergaji aren diantaranya yaitu : Tabel 1. Kandungan serbuk gergaji aren (Firdayanti dan Handajani,2005:3) Jenis nutrisi Selulosa Protein kasar Serat kasar Lemak kasar Karbohidrat 4. Penyebaran Tanaman Aren 31 Komposisi (%) 95,34 2,63 15,90 0,48 37,00 Salah satu tanaman yang paling penting dan umumnya tumbuh jauh di daerah pedalaman adalah aren. Jenis tanaman ini tumbuh menyebar secara alami di negara-negara kepulauan bagian tenggara, antara lain Malaysia, India, Myanmar, Laos, Vietnam Kepulauan Ryukyu, Taiwan dan Philipina (Hadi, 1991: 16). Aren atau enau (Arenga pinnata), tersebar di seluruh kepulauan Nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut. Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan, di hampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan dan perawatan. Bahkan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum dibudidayakan. C. Rumput Zoysia matrella Rumput Zoysia 1. Rumput zoysia termasuk dalam family Poaccac (Graminae), Ordo Poales Subklas Glumiflora, Kelas Monocotyledon, cabang Angiospermae, subdivisi Phanaerogama, Divisi Embryophyta dan Kingdom Plantae (Beard, 1973: 5). Rumput zoysia termasuk subfamily chlorisoidae yang mempunyai pertumbuhan optimum pada suhu 25 – 350C dan beradaptasi di daerah tropic dan subtropik.Rumput zoysia memiliki batang dan daun yang kaku dank eras sehingga relatif sulit dipotong(Beard, 1973: 5). 2. 32 Deskripsi tanaman Rumput zoysia mempunyai daun berbentuk jarum dengan permukaan rata lebar 2-4 mm dan panjangnya 3-11 mm. panjang rambut – rambut halusnya 0,02 cm yang terdapat pada ligula (Beard, 1973: 6). Perbungaan pendek, diujung (terminal) dan berbentuk paku. Batang bulat, banyak menghasilkan stolon dan rhizon untuk berkembang biak secara vegetatif. Perkembangbiakan secara generatif dengan biji. Adaptasi 3. Rumput zoysia toleran terhadap naungan bila ditumbuhkan di daerah lembab dan panas. Daya tahannya sangat baik terhadap kekeringan dan panas. Rumput ini mempunyai daya adaptasi terhadap tanah yang berdrainase baik, bertekstur halus dan subur dengan pH 67-7 serta mempunyai toleransi terhadap berbagai tipe tanah. Rumput zoysia mempunyai pertumbuhan yang merunduk dan membentuk rumput yang kompak dan tegar. Laju pembentukan dan laju penyembuhan rumput zoysia lambat karena laju pertumbuhannya juga lambat, terutama pucuk-pucuk lateralnya (Beard, 1973: 6). Lambatnya pemulihan recuperative bila terjadi pelukan pada rumput zoysia disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan, terutama pucuk-pucuk lateralnya. Tabel 2.Karakteristik rumput Zoysia matrella (Beard, 1973: 6) Karakteristik Warna daun Lebar dain (mm) Kerapatan tajuk Pertumbuhan 33 Zoysia Matrella Hijau muda 1,5 Baik sangat lambat Kebutuhan nutrisi Perbanyakan sedang secara vegetative Kandungan Rumput Zoysia matrella 4. Kandungan nutrisi yang terdapat pada rumput manila (Zoysia matrella) antara lain yaitu : Tabel 3. Kandungan nutrisi rumput manila (Gartesiasih dan Nina Herlina, 2005:6) Jenis nutrisi Kadar air Protein Serat kasar Lemak Fosfor D. (Zoysia matrella) Komposisi (%) 64,20 11,38 32,11 0,40 0,61 Ampas Tahu 4.1. Definisi Ampas Tahu Ampas Tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari proses pembuatan tahu dari kedelai . Sedangkan yang dibuat tahu adalah cairan atau susu kedelai yang lolos dari kain saring. Ampas tahu yang merupakan limbah industri tahu memiliki kelebihan, yaitu kandungan protein yang cukup tinggi. Ampas tahu memiliki kelemahan sebagai bahan pakan yaitu kandungan serat kasar dan air yang tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi menyulitkan bahan pakan tersebut untuk dicerna itik dan kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan daya 34 simpannya menjadi lebih pendek (Masturi et al., 1992 dan Mahfudz et al., 2000). 4.2. Kandungan Gizi Ampas Tahu Komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang kedelai. Prabowo dkk.,(1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi dari pada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm. Ampas tahu dalam keadaan segar berkadar air sekitar 84,5 % dari bobotnya. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan umur simpannya pendek. Ampas tahu basah tidak tahan disimpan dan akan cepat menjadi asam dan busuk selama 2-3 hari, sehingga ternak tidak menyukai lagi. Ampas tahu kering mengandung air sekitar 10,0 15,5 % sehingga umur simpannya lebih lama dibandingkan dengan ampas tahu segar (Widjatmoko, 1996-133). Tabel 4.Komposisi nutrisi / kimia ampas tahu (Suprapti, 2005: 4) Nutrisi 35 Ampas tahu Basah (%) Kering (%) Bahan Kering Protein Kasar Serat kasar Lemak Kasar Abu BETN 14,69 2,91 3,76 1,39 0,58 6,05 88,35 23,39 19,44 9,96 4,58 30,48 Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan asam. Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung secara cepat dan bersamaandiseluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terkumpul di dalamnya. Pengeluaran air yang terkumpul tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang disebut dengan tahu (Suprapti,2005:4). Sebagai akibat proses pembuatan tahu, sebagian protein terbawa atau menjadi produk tahu, sisanya terbagi menjadi dua, yaitu terbawa dalam limbah padat (ampas tahu) dan limbah cair. E. Lingkungan Bagi Hewan Sebagai Kondisi dan Sumber Daya Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotik dan abiotik yang ada di sekitar hewan dan dapat mempengaruhinya. Setiap hewan hanya dapat lulus hidup, tumbuh dan berkembang biak dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok baginya dan sumberdaya yang diperlukannya, serta terhindar dari faktor - faktor abiotik maupun biotik lingkungan yang membahayakannya kelulusan hidupnya. Lingkungan abiotik hewan meliputi faktor – faktor medium atau substrat (tanah, perairan) tempat hidup, serta faktor – faktor cuaca dan iklim 36 (suhu, kelembaban, udara, intensitas cahaya). Lingkungan biotic hewan meliputi hewan lain sesama spesies, yang berlainan spesies, tumbuh – tumbuhan dan mikroba. Hubungan antara hewan dan lingkungannya bersifat timbal balik. Keberhasilan hidup hewan sangat ditentukan oleh kondisi dan sumberdaya yang terdapat di lingkungan itu pun dapat berubah oleh kehadiran dan dampak aktivitas hewan hidup. Faktor – faktor lingkungan hewan, baik yang bersifat abiotik maupun biotik, dapat ditinjau sebagai dua aspek fungsional yang berbeda. Meskipun dalam hal – hal tertentu perbedaan kedua aspek itu tidak begitu tegas. Kedua aspek itu ialah lingkungan sebagai kondisi dan sumberdaya. Istilah kondisi lingkungan terutama digunakan untuk menunjukkan suatu besaran, kadar ataupun intensitas faktor – faktor abiotik lingkungan. Faktor abiotik sebagai kondisi ketersedianya tidak berkurang karena kehadiran individu atau spesies lain. Sebagai contoh, suhu lingkungan dan cahaya bagi hewan.Kehadiran suatu jenis hewan disuatu lingkungan tersebut. Istilah sumberdaya digunakan untuk menunjukkan sesuatu faktor abiotik maupun biotik yang diperlukan oleh hewan, yang kuantitas ketersediaanya di lingkungan akan berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh hewan itu. Sebagai contoh, rerumputan disuatu padang rumput yang dihuni oleh populasi rusa yang beranggotakann seratus ekor, jika suatu saat ditambah lima puluh ekor rusa lagi, maka kehadiran rusa baru tersebut akan mengurangi jumlah rumput sebagai sumberdaya makanan rusa (Agus dharmawan, 2005: 14). 37 F. Pengolah Sampah dan Penghasil Kascing Menurut Khairulman dan Amri (2009), 1 kg cacing tanah mampu mengolah 1 kg sampah dapur setiap hari, serta menghasilkan 0,5 kg limbah cacing tanah. Hal ini dimungkinkan karena pencernaan cacing tanah berisi berbagai macam jenis enzim yang mampu mengurai sampah, bahkan menghilangkan zat beracun.Namun perlu ditegaskan, limbah yang dapat diurai oleh cacing tanah hanya limbah organik yang tidak mengandung garam dapur, deterjen, atau insektisida.Bukan juga limbah plastik, karet, kaca, logam, dan besi. Selain itu, berdasarkan hasil uji laboratorium oleh pembudidaya cacing tanah di Bandung diketahui, kandungan mikroorganik pada kascing lebih baik 3-4 kali lipat dibandingkan dengan pupuk kandang biasa. Proses pengomposan menjadi kascing merupakan kerjasama antara cacing dengan mikro organisme lain. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan mikroorganisme, kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut, karena bahan-bahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai terlebih dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme menjadi lebih efektif dan lebih cepat. Fungsi lain dari cacing tanah yaitu: 1. Pakan Ayam 2. Pakan Ikan Konsumsi dan Ikan Hias 3. Pakan Burung Berkicau 4. Umpan Pancing 38 G. Kerangka Pikir Berikut adalah bagan kerangka pikir pengaruh kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing tanah Lumbricus rubellus. Gambar 6. Kerangka Pikir 39 H. Hipotesis Penelitian 1. Penggunaan media serbuk gergaji aren (Arenga pinnata) dan rumput manila (Zoysia matrella) berpengaruh baik terhadap pertumbuhan cacing tanah Lumbricus rubellus. 2. Penggunaan media serbuk gergaji aren (Arenga pinnata) dan rumput manila (Zoysia matrella) berpengaruh baik terhadap produksi kokon cacing tanah Lumbricus rubellus. 40