BAB II KAJIAN TEORI Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Klasifikasi

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
Klasifikasi Cacing Lumbricus rubellus
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Annelida
Kelas
: Oligochaeta
Ordo
: Haplotaxida
Famili
: Lumbricidae
Genus
: Lumbricus
Spesies
: Lumbricus rubellus (Sapto, 2011: 24)
Cacing tanah seperti yang banyak dikenal masyarakat dan menempati bagian
permukaan tanah yang lembab termasuk dalam hewan tingkat rendah karena tidak
mempunyai tulang belakang (avertebrata). Dalam klasifikasi biologi, cacing tanah
termasuk dalam filum Annelida atau hewan beruas-ruas atau bergelang-gelang.
Cirinya yaitu tubuh simetris bilateral, silindris memanjang, bersegmen-segmen
(sekitar 115-200 segmen), dan pada bagian permukaan tubuh terdapat sederetan
sekat atau dinding tipis (Sugiantoro, 2012: 13).
Filum Annelida, terbagi menjadi tiga kelas yaitu Polychaeta, Hirudinea, dan
Oligochaeta. Polychaeta merupakan kelompok cacing yang memiliki banyak seta
atau sisir di tubuhnya, contohnya adalah Nereis dan Arenicola. Sedangkan contoh
dari kelompok Hirudinea adalah lintah dan pacet (Hirudo medicinalis dan
1
Haemadipsa zeylanica). Kelas terakhir dari phylum Annelida adalah Oligochaeta
dimana cacing tanah termasuk di dalamnya lantaran jumlah seta (rambut
berukuran pendek) pada tubuh cacing tanah sangat sedikit (Sugiantoro, 2012: 14).
Cacing tanah juga bisa dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu epigeic,
endogeic, dan anecic. Perbedaan pada ketiganya adalah ukuran dan warna
tubuh.Cacing tanah epigeic merupakan kelompok cacing tanah yang tinggal di
atas permukaan tanah yang kaya bahan organik seperti pada tumpukan
sampah.Contoh dari cacing tanah jenis ini adalah Lumbricus rubellus,
Dendobraena octaendra. Cacing tanah jenis endogeic merupakan kelompok
cacing tanah yang tinggal di dalam tanah bermineral, namun sesekali naik ke atas
permukaan tanah bilamana tanah permukaan atas sedang basah terkena air, seperti
pada saat musim penghujan. Contoh cacing tanah jenis ini adalah Aporrectodea
caliginosa. Sedangkan cacing tanah jenis anecic merupakan kelompok cacing
tanah yang tinggal pada liang tanah yang dalam hingga kedalaman 2 meter.
Contoh dari jenis ini adalah Lumbricus terrestris (Sugiantoro, 2012: 14-15).
Selain itu, cacing tanah oleh beberapa kalangan juga dikelompokkan
berdasarkan warnanya, yakni kelompok merah dan kelompok abu-abu. Kelompok
merah antara lain adalah Lumbricus rubellus (the red worm), L. terrestris (the
night crawler), Eisenia foetida (the brandling worm), Daendroboena, Perethima
dan Perionix. Sedangkan kelompok abu-abu antara lain jenis Allobopora (the field
worm) dan Octolasium (Sugiantoro, 2012: 15).
2
1. Anatomi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
Gambar 1.Bagian-bagian tubuh Cacing Tanah
(Sumber : Rahmat Rukmana, 2008: 16)
Ciri-ciri fisik cacing tanah antara lain di tubuhnya terdapat segmen luar
dan dalam, berambut, tidak mempunyai kerangka luar, tubuhnya dilindungi oleh
kutikula (kulit bagian luar), tidak memiliki alat gerak seperti kebanyakan
binatang, dan tidak memiliki mata. Untuk dapat bergerak, cacing tanah harus
menggunakan otot-otot tubuhnya yang panjang dan tebal yang melingkari
tubuhnya. Adanya lendir pada tubuhnya yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis
dapat mempermudah pergerakannya di tempat-tempat yang padat dan kasar.
Lendir itupun dapat memperlicin tubuhnya dalam membuat lubang di tanah
sehingga cacing dapat dengan mudah keluar masuk lubang. Selain fungsi tersebut,
lendir pun dapat digunakan untuk mempertahankan diri. Oleh karena tubuhnya
licin, cacing tanah sangat sukar ditangkap musuh-musuhnya
Pada tubuhnya, terdapat organ yang disebut seta.Seta yang terdapat pada
setiap segmen ini berupa rambut yang relatif keras dan berukuran pendek. Daya
lekat organ ini sangat kuat sehingga cacing dapat melekat erat pada permukaan
3
benda. Daya lekat ini akan melemah saat cacing akan bergerak maju. Seta ini pun
dapat membantu cacing tanah saat melakukan perkawinan.
Cacing tanah tidak memiliki mata, tetapi di tubuhnya terdapat prostomium.
Prostomium ini merupakan organ syaraf perasa dan berbentuk seperti bibir.Organ
ini terbentuk dari tonjolan daging yang dapat menutupi lubang mulut. Prostomium
terdapat pada bagian depan tubuhnya. Adanya prostomium ini membuat cacing
tanah peka terhadap benda-benda di sekelilingnya.Itulah sebabnya cacing tanah
dapat menemukan bahan organik yang menjadi makanannya walaupun tidak
memiliki mata.
Anus digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan dan tanah yang
dimakannya. Kotoran yang keluar dari anus tersebut sangat berguna bagi tanaman
karena sangat kaya dengan unsur hara.Kotoran tersebut dikenal dengan istilah
kascing.
Cacing tanah hanya mengandalkan kulitnya untuk bernafas karena tidak
memiliki alat pernapasan. Oksigen yang digunakan untuk proses metabolisme
tubuh diambil dari udara dengan bantuan pembuluh darah yang terdapat di bagian
bawah kutikula. Pembuluh darah itu pun dapat berfungsi melepaskan
karbondioksida (CO2) sebagai sisa hasil metabolisme. Namun, agar proses
bernapas pada cacing tanah dapat berlangsung dengan baik, kelembaban
lingkungannya harus cukup tinggi.
Cacing tanah dewasa memiliki klitelum yang merupakan alat yang dapat
membantu perkembangbiakan. Organ ini merupakan bagian dari tubuh yang
menebal dan warnanya lebih terang dari warna tubuhnya. Pada cacing yang masih
4
muda, organ ini belum tampak karena hanya terbentuk saat cacing mencapai
dewasa kelamin, sekitar 2-3 bulan (Yusuf Kastawi, 2001: 28)
2. Kandungan Cacing Tanah
Cacing tanah mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama
protein yang mencapai 64-76%. Kandungan gizi lainnya adalah lemak 7-10%,
kalsium 0,55%, fosfor 1% dan serat kasar 1,08%. Selain itu, cacing tanah
mengandung auxin yang merupakan zat perangsang tumbuh untuk tanaman.
Selain itu cacing tanah mengandung asam arhidonat yang dapat menurunkan
panas tubuh akibat infeksi. Cacing tanah dapat membantu proses daur ulang
limbah karena sebagai binatang pengurasi atau perombak bahan organik
(Palungkun, 1999: 18).
3. Sistem Pencernaan Makanan
Saluran pencernaan makanan (saluran pencernaan) cacing tanah sudah
lengkap dan terpisah dari sistem cardiovasculare. Saluran pencernaan ini terdiri
atas : mulut, pharinx, esophagus, proventriculus, ventriculus, intestin, dan anus.
Mulut cacing tanah terletak di dalam rongga oris atau rongga
bucacale.Pharynx terdapat di dalam segmen ke-4 dan ke-5, bersifat musculer dan
berguna untuk mengisap partikel-partikel makanan. Esophagus terleatk di ujung
pharynx memanjang dari segmen ke-6 sampai segmen ke-14.Proventriculus
merupakan bagian ujung esophagus yang membesar dan di bagian ini makanan
disimpan; dinding proventriculus tipis.Ventriculus merupakan lanjutan ke arah
belakang dari proventriculus, terletak di dalam segmen ke-17 dan ke-18, bersifat
musculer dan berguna untuk mencernakan makanan. Intestin adalah merupakan
5
lanjutan ke ujung dari ventriculus. Dinding intestin bagian dorsal melekuk ke
dalam lumen intestin dan bagian ujung lekukan ini membesar, sehingga terjadilah
bangunan sebagai kantong. Bangunan ini disebut typhlosole.Typhlosole ini
berguna untuk memperluas permukaan intestin, sehingga dapat mengabsorbsi sarisari makanan lebih banyak.
Makanan cacing tanah terdiri atas sisa-sisa hewan dan tanaman. Cacing –
cacing tanah itu mencari makanannya di luar liang; pada saat malam hari.
Makanan diambil melalui mulutnya. Makanan di dalam esophagus tercamput
dengan cairan hasil sekresi kelenjar kapur (calciferous glands) yang terdapat pada
dinding esophagus itu.Cairan ini bersifat alkalis, tetapi fungsinya yang tepat
belum diketahui. Mungkin cairan ini menetralkan makanan-makanan yang bersifat
asam. Dari esophagus, makan terus masuk ke dalam proventriculus yang
merupakan tempat penyimpanan makanan yang bersifat sementara.
Selanjutnya, makanan masuk ke dalam ventriculus. Disini makanan
dicernakan menjadi partikel-partikel halus. Dari ventriculus, kemudain partikelpartikel makanan ini masuk ke dalam intestin. Di dalam intestin, partikel-partikel
makanan akan dicernakan lebih lanjut, sehingga menjadi substansi-substansi yang
lebih kecil, yang dapat di absorbsi oleh dinding intestin tersebut. Dinding intestin
mengandung kelenjar-kelenjar yang menghasilkan enzim-enzim.Karena pengaruh
enzim-enzim
ini,
partikel-partikel
makanan
tadi
dicernakan
menjadi
monosakarida, asam lemak dan gliserol, dan asam amino yang siap untuk
diabsorbsi. Senyawa-senyawa inilah yang diabsorbsi oleh dinding intestin dan
selanjutnya bersama-sama dengan sirkulasi darah diangkut ke seluruh bagian-
6
bagian tubuh.Pada saat cacing tanah mengambil makanan melalui mulutnya, ikut
juga termakan sejumlah partikel-partikel tanah, kemudian sisa-sisa makanan
beserta partikel-partikel tadi dikeluarkan melalui anus dan diletakkan di atas
permukaan tanah di dekat lubang dari luang tempat cacing itu berada. Sisa-sisa ini
berbentuk kelompok-kelompok kecil dari partikel-partikel tanah (Yusuf Kastawi,
2001).
4.
Sistem Sirkulasi
Sistem sirkulasi (peredaran darah/cardiovasculer) cacing tanah adalah
sistem peredaran tertutup. Pembahasan sistem cardiovasculer meliputi : (a) benda
yang diedarkan, yaitu darah; (b) saluran yang dilalui darah ialah pembuluhpembuluh darah; (c) peredaran darah; (d) fungsi darah; dan (e) Lympha.
Darah terdiri atas bagian cair yang disebut plasma, dan sel-sel darah atau
korpuskula.Korpuskula terdapat di dalam plasma darah. Eritrosit mengandung
hemoglobin (haima = darah; globus = butir); yang mempunyai kemampuan
mengikat oksigen. Pembuluh-pembuluh darah terdiri atas : aorta dorsalis, aorta
ventralis.
Aorta dorsalis terletak di sebelah dorsal saluran pencernaan dan mudah
terlihat dari luar pada cacing yang hidup sebab kulit tubuh cacing sedikit
transparan. Di daerah esophagus 5 pasang cabang-cabang aorta dorsalis membesar
dan berfungsi sama dengan cor (jantung) pada hewan-hewan tinggi. Jantung
cacing ini mengelilingi esophagus dan berhubungan dengan aorta ventralis, yang
terletak disebelah ventral saluran pencernaan dan di sebelah dorsal truncus
nervosus. Dikedua aorta tersebut masih ada 3 pembuluh darah, ialah 2 pembuluh
7
yang masing-masing terletak di lateral truncus nervosus dan 1 pembuluh di
sebelah ventral truncus itu. Kelima pembuluh darah tersebut dengan banyak
cabang-cabang dan beberapa rongga lympha membentuk sistem cardiovasculare
cacing tanah.
Darah dalam aorta dorsalis terdorong ke anterior oleh kontrkasi dinding
aorta itu. Di dalam aorta ini terrdapat valvula yang berfungsi untuk mencegah
mengalirnya kembali darah itu dari jantung anterior. Dari aorta dorsalis darah
mengalir ke dalam cor (jantung), kemudian ke aorta ventralis. Di dalam jantung
juga terdapat valvula, sehingga darah hanya mengalir ke satu arah saja. Dari aorta
ventralis, darah mengalir menuju ke dinding tubuh dan nephridia. Karena cacing
tanah mempergunakan kulitnya sebagai alat respirasi maka CO2 dikeluarkan dan
O2 diambil oleh darah yang mengalir dalam kapiler-kapiler dalam kulit dari
dinding tubuh atau kulit, melalui pembuluh-pembuluh darah parietalis masuk ke
dalam aorta dorsalis.
Darah berfungsi untuk mengangkut oksigen, sari-sari makanan, sisa-sisa
metabolisme, dan substansi-substansi lain. Pada saat darah mengalir menuju ke
kulit hemoglobin mengikat CO2.CO2 keluar melalui kulit sedangkan O2 dari udara
masuk ke dalam tubuh acing tanah melalui kulit dan bersenyawa dengan
hemoglobin, membentuk oxyhemo-globin. Dalam proses respirasi, jaringanjaringan memerlukan adanya O2. Darah mengalir dari dinding tubuh ke kapilerkapiler dalam jaringan-jaringan.Pertukaran zat-zat di antara darah dan jaringan
terjadi di dalam rongga-rongga lympha yang sangat kecil. Darah juga mengangkut
substansi-substansi lain, seperti : sekresi kelenjar-kelenjar.
8
Plasma darah dan beberapa corpuscula membentuk lympha, yang keluar
dari aliran darah melalui kapiler-kapiler menuju ke jaringan-jaringan.Lympha
mengangkut O2 darah ke jaringan-jaringan dan mengangkut CO 0 dan sisa-sisa
metabolisme masuk ke dalam peredaran darah melalui kapiler-kapiler darah
(Yusuf Kastawi, 2001: 153).
5.
Sistem ekskresi
Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia,
nefrostom, dan nefrotor. Nefridia ( tunggal – nefridium ) merupaka organ ekskresi
yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh.
Nefrotor merupakanpori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat
sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya. Kecuali tiga segmen yang pertama
dan segmen yang terakhir tidak ada (Yusuf kastawi,2001;154).
Metanefridium memiliki dua lubang. Lubang yang pertama berupa corong,
disebut nefrostom (di bagian anterior) dan terletak pada segmen yang lain.
Nefrostom bersilia dan bermuara di rongga tubuh (pseudoselom).Rongga tubuh
ini berfungsi sebagai sistem pencernaan. Corong (nefrostom) akan berlanjut pada
saluran yang berliku-liku pada segmen berikutnya. Bagian akhir dari saluran yang
berliku-liku ini akan membesar seperti gelembung. Kemudian gelembung ini akan
bermuara ke bagian luar tubuh melalui pori yang merupakan lubang (corong)
yang kedua, disebut nefridiofor. Cairan tubuh ditarik ke corong nefrostom masuk
ke nefridium oleh gerakan silia dan otot. Saat cairan tubuh mengalir lewat celah
panjang nefridium, bahan-bahan yang berguna seperti air, molekul makanan, dan
ion akan diambil oleh sel-sel tertentu dari tabung. Bahan-bahan ini lalu menembus
9
sekitar kapiler dan disirkulasikan lagi.Sampah nitrogen dan sedikit air tersisa di
nefridium dan kadang diekskresikan keluar. Metanefridium berlaku seperti
penyaring yang menggerakkan sampah dan mengembalikan substansi yang
berguna ke sistem sirkulasi. Cairan dalam rongga tubuh cacing tanah mengandung
substansi dan zat sisa. Zat sisa ada dua bentuk, yaitu amonia dan zat lain yang
kurang toksik, yaitu ureum.
Gambar 2. Sistem Ekskresi Cacing Tanah
(Sumber :Rahmat Rukmana, 2008: 25)
Inilah salah satu alasan mengapa cacing tanah memiliki habitat di
lingkungan yang lembab karena cacing tanah mendifusikan sisa amoniaknya pada
tanah tetapi ureum diekskresikan lewat sistem ekskresi.
6.
Sistem Respirasi
Cacing bernafas menggunakan kulit. Tubuh cacing tertutup oleh selaput
bening dan tipis yang disebut kutikula. Kutikula ini selalu lembap dan basah.
Melalui selaput inilah terjadi difusi oksigen dan CO2 yang kemudian diteruskan
kedalam pembuluh darah sehingga kebutuhan oksigen tubuh terpenuhi.
Karena ternyata dibawah kulit itu terdapat kapiler-kapiler darah. Melalui
kapiler ini, oksigen berdifusi masuk ke dalam kulit, lalu ditangkap dan diedarkan
10
oleh sistem peredaran darah. Sebaliknya, karbon dioksida yang terkandung dalam
darah dilepaskan dan berdifusi keluar tubuh. Maka Cara respirasi cacing ini
berbeda dengan serangga karena pada serangga oksigen bisa langsung menuju ke
sel-sel tubuh, Sedang pada cacing harus masuk ke pembuluh darah sehingga
pengangkutan oksigen secara tertutup mengingat peredarannya oksigen berada di
dalam pembuluh darah , Kulit yang digunakan untuk proses difusi yaitu bagian
dorsal / sisi punggung.
Gambar3. Sistem Pernafasan Cacing Tanah 1
(Sumber : Rahmat Rukmana, 2008 : 28)
7.
11
Gambar4. Sistem Pernafasan Cacing Tanah 2
(Sumber : Rahmat Rukmana, 2008 : 29)
Sistem Reproduksi
Cacing tanah bereproduksi secara seksual dan bersifat hermafrodit, tetapi
cacing tidak melakukan pembuahan sendiri melainkan secara silang. Sebagai
ilustrasi: 2 cacing yang melakukan kawin silang menempelkan tubuhnya dengan
ujung kepala berlawanan. Alat kelamin jantan mengeluarkan sperma dan diterima
oleh klitelium cacing pasangannya. Pada saat bersamaan klitelium mengeluarkan
mukosa kemudian membentuk kokon. Sperma bergerak ke alat reproduksi betina
dan disimpan di reseptakel seminal. Ovum yang dikeluarkan dari ovarium akan
dibuahi oleh sperma. Setelah itu, ovum yang telah dibuahi masuk ke dalam kokon.
Telur bersama kokon akan keluar dari tubuh cacing dan menjadi individu yang
baru. Telur menetas setelah tiga minggu dan dapat menghasilkan 2-20 lebih secara
sekaligus anak cacing.
Gambar 5. Sistem Reproduksi Cacing Tanah
Sumber : (HendraDwi Prasetyo, 2015)
8. Habitat
Habitat alaminya, cacing tanah hidup dan berkembangbiak di dalam tanah
yang lembab dengan suhu sekitar 15-25oC. Cacing tanah merupakan hewan
nokturnal yakni aktivitas hidupnya lebih banyak pada malam hari sedangkan pada
siang harinya istirahat.Cacing tanah juga hewan fototaksis negatif artinya cacing
tanah selalu menghindar setiap ada cahaya, dan segera menutup lubang sarang.
12
Tindakan ini bertujuan untuk menghalangi masuknya udara dingin dan air ke
dalam lubang, dan sekaligus menyamarkan keberadaannya di dalam tanah dari
pemangsa.
Cacing tanah senang tinggal di tanah lembab, namun cacing tanah tidak
suka tinggal di tempat yang terlalu banyak air karena ketersediaan oksigen di
dalamnya sangat sedikit (anaerob). Karena itulah, di saat curah hujan sedang
tinggi, cacing tanah akan banyak berada di lapisan tanah paling atas.
Cacing tanah pada keadaan yang sangat dingin atau sangat kering mereka
akan masuk ke dalam liang, seringkali sampai sedalam 8 kaki, dan dalam keadaan
ini beberapa cacing seringkali terdapat melingkar bersama – sama, dengan di
atasnya terdapat lapisan tanah yang bercampur dengan lendir.
Cacing tanah hidup pada habitat alami dan habitat buatan manusia.Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi cacing tanah pada habitatnya (Agus
Dharmawan, 2005: 21).
a. Habitat Alami
Di habitat alami, cacing tanah hidup dan berkembang baik dalam
tanah.Menurut Rukmana (1999), Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan
cacing tanah dihabitat alami adalah sebagai berikut.
1)
Suhu (Temperatur)
Suhu atau temperature tanah yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah
dan penetasan kokonya berkisar antara 15oC – 25oC.suhu tanah yang lebih
tinggi dari 25oC masih cocok untk cacing tanah, tetapi harus diimbangi
dengan kelembaban yang memadai dan naungan yang cukup. Oleh karena
13
itu, cacing tanah biasanya ditemukan hidup dibawah pepohonan atau
tumpukan bahan organic.
2)
Kelembaban (rH)
Kelembaban tanah mempengaruhi pertumbuhan dan daya reproduksi
cacing tanah.Kelembaban yang ideal untuk cacing tanah adalah antara
15%-50%
namun
kelembaban
optimumnya
pada
rH
42%-
60%.Kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu basah dapat
menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati. Sebaliknya
bila kelembaban tanah terlalu kering, cacing tanah akan segera masuk ke
dalam tanah dan berhenti makan serta akhirnya akan mati.
3)
Keasaman Tanah (pH)
Cacing tanah tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada tanah yang
bereaksi sedikit asam sampai netral. Keasaman tanah (pH) yang ideal
untuk cacing tanah adalah pH 6 -7,2.
Tanah pertanian di Indonesia umumnya bermasalah karena pH-nya asam.
Tanah yang pH-nya asam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya
berkembang biak cacing tanah, karena ketersediaan bahan organic dan
unsure hara (pakan) cacing tanah relative terbatas. Disamping itu, tanah
yang ber pH asam kurang mendukung percepatan proses pembuskan
(fermentasi) bahan-bahan organic. Oleh karena itu, anah tanah pertanian
yang mendapat perlakuan perlakuan pengapuran sering banyak dihuni
14
cacing tanah.Pengapuran berfungsi meningkatkan pH tanah sampai
mendekati pH netral.
4)
Ketersediaan Bahan Organik
Bahan organik umumnya mengandung protein, karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral, sehingga merupakan bahan utama makanan cacing
tanah.Bahan organik tanah dapat berupa kotoran ternak, sersah atau daundaun yang gugur dan melapuk dan hewan-hewan yang mati.Makin kaya
kandungan
organik
dalam
tanah,
makin
banyak
dihuni
oleh
mikroorganisme tanah, termasuk cacing tanah.
Cacing tanah dapat mencerna bahan organik seberat badannya, bahkan
mampu memusnahkan bahan organic 2 kali lipat berat badannya selama 24
jam.Oleh karena itu cacing tanah yang hidup dalam tanah yang kaya bahan
organik dapat berfungsi sebagai pemusnah bahan organik (decomposer)
dan kascingnya berguna untuk pupuk organik penyubur tanah.
b.
Habitat Buatan
Habitat buatan adalah lingkingan hidup yang dimodifikasi untuk
budidaya cacing tanah.Pada prinsipnya cacing tanah dapat dibudidayakan
dengan mudah apabila persyaratan hidupnya terpenuhi.
Habitat buatan untuk budidaya cacing tanah dapat dilakukan dalam
ruangan atau bangunan yang dilengkapi pelindung. Hal yang penting
diperhatikan dalam menciptakan (modifikasi) habitat untuk hal budidaya
15
cacing tanah adalah : terlindung dari sinar matahari langsung, terlindung dari
curahan air hujan secara langsung, tempat harus strategis atau mudah dalam
pemeliharaan, dan terjaga dari keamanan serta gangguan terhadap cacing
tanah.
Tempat budidaya cacing tanah biasanya berupa kandang yang
dilengkapi atap pelindung.Bahan-bahan pembuatan kandang dapat disiapkan
yang harganya murah dan sederhana sampai yang mahal, tergantung pada
tujuan dan kondisi keuangan. Fasilitas budidaya cacing tanah terdiri atas rakrak atau tempat penempatan wadah pemeliharaan, medium tumbuh, pakan, dan
perangkat wadah pemeliharaan berupa bak, kotak plastik, kotak kayu, kotak
anyaman bambu, dan lain-lain.
Dasar-dasar yang harus diperhatikan dalam menyiapkan habitat buatan
untuk budi daya cacing tanah sebagai berikut :
1) Lingkungan teduh dan nyaman
2) Keadaan suhu tanah dan suhu udara antara 15oC – 25oC
3) Kelembaban tanah dan kelembaban udara antara 15% - 30%
4) Keasaman medium hidup ber-pH 6,0 – 7,2
5) Tersedia bahan organic untuk pakan cacing tanah dalam jumlah yang
memadai(Rahmat Rukmana, 1999).
9. Perkembangbiakan Cacing Tanah
16
Hewan ini bersifat hermafrodit atau biseksual.Artinya, pada tubuhnya
terdapat dua alat kelamin, yaitu jantan dan betina. Namun, untuk pembuahan
cacing tanah tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi harus dilakukan oleh
sepasang cacing tanah. Dari perkawinan tersebut, masing-masing cacing tanah
dapat menghasilkan satu kokon yang di dalamnya terdapat beberapa butir telur.
Cacing tanah berkembang mulai dari telur yang disimpan dalam
kokon.Kokon yang dihasilkan dari perkawinan sepasang cacing tanah dapat
diletakkan di permukaan tanah bila keadaan tanahnya lembab. Namun, kalau
tanahnya kering, kokon akan diletakkan dalam tanah. Kokon yang baru keluar
dari tubuhnya berwarna kuning kehijauan dan akan berubah kemerahan saat akan
menetas. Kokon akanmenetas sekitar 14-21 hari setelah terlepas dari tubuh cacing
tanah.
Cadangan makanan yang mencukupi, dan faktor lingkungan lain sangat
mendukung maka cacing tanah akan menghasilkan kokon sepanjang tahun.
Namun, jumlah kokon yang dihasilkan tergantung pada perubahan suhu. Bila suhu
rendah atau sekitar 3oC, kokon yang dihasilkan sangat sedikit. Sebaliknya kalau
suhunya dinaikkan maka cacing tanah akan menghasilkan kokon lebih banyak.
Suhu ideal untuk keperluan ini adalah 6o-16oC.
Kokon biasanya dihasilkan pada kondisi iklim yang sesuai. Di negara
beriklim dingin dengan empat musim, umumnya cacing tanah menghasilkan
kokon pada pertengahan Maret hingga awal Juli dan pada awal Oktober hingga
November. Di negara subtropis seperti India, cacing tanah dapat menghasilkan
kokon sepanjang tahun.
17
Sepasang cacing tanah akan melekat di bagian depannya dengan posisi
saling berlawanan Saat melakukan perkawinan. Dengan bantuan seta, sepasang
cacing tanah akan mengeluarkan lendir melalui klitelum. Lendir ini digunakan
untuk melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan oleh alat kelamin
jantanmasing-masing cacing tanah. Setelah itu, sel sperma akan bergerak ke arah
belakang dan masuk ke kantung penerima sperma (ovarium). Kantung ini banyak
mengandung sel telur. Proses perkawinan dapat berlangsung beberapa jam.
Setelah keduanya menerima sperma maka cacing akan saling berpisah. Setelah
masing-masing cacing tanah berpisah, klitelum akan membentuk selubung kokon
dan bergerak ke arah mulut. Saat bergerak itulah selubung kokon akan bertemu sel
telur yang telah dibuahi sel sperma pada lubang saluran telur. Akibatnya sel telur
akan terselubung menjadi kokon. Selanjutnya kokon yang berisi sel telur ini
bergerak ke arah mulut dan keluar dari tubuh cacing tanah (Rahmat Rukmana,
1999).
10.
Siklus Hidup Cacing Tanah
Siklus hidup cacing tanah mulai dari kokon, cacing muda (juvenil), cacing
produktif, dan cacing tua. Lama siklus hidup ini tergantung pada kesesuaian
kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah. Dari berbagai
penelitian diperoleh lama siklus hidup cacing tanah L. rubellus hingga mati
mencapai 1-5 tahun(Pangkulun, 2011).
Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah berumur
14-21 hari. Setelah menetas, cacing tanah muda ini akan hidup dan dapat
mencapai dewasa kelamin dalam waktu 2,5-3 bulan. Cacing tanah muda akan
18
tumbuh dengan cepat, dan mencapai dewasa kelamin dalam waktu 80-100 hari.
Setelah itu pertumbuhannya menjadi sangat lambat (Minnich, 1977). Saat dewasa
kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari perkawinannya yang
berlangsung 6-10 hari.Masa produktif aktif cacing tanah akan berlangsung selama
4-10 bulan dan akan menurun hingga cacing mengalami kematian(Pangkulun,
2011).
11.
Sarana Budi Daya Cacing Tanah
Kegiatan yang terpenting dalam budi daya cacing tanah adalah
menciptakan suasana atau kondisi lingkungan yang sesuai dengan habitatnya di
alam. Hal ini dimaksudkan agar cacing tanah dapat beradaptasi dan berkembang
dengan baik.
Cacing tanah menghendaki suasana lingkungan yang teduh, lembab dan
terhindar dari sinar matahari langsung.Untuk itulah lokasi pembudidayaannya
harus mendukung. Adapun sarana pembudidayaan yang dapat menciptakan
lingkungan yang teduh, lembab, dan terhindar dari sinar matahari langsung adalah
bangunan pelindung, wadah pemeliharaan, serta sarang atau media hidupnya
(Rahmat Rukmana, 1999).
a.
Menyiapkan Bibit Untuk Ditebar
Pemilihan jenis cacing tanah yang akan digunakan
1)
Budi daya cacing tanah bisa dengan menggunakan jenis cacing tanah
apapun.Namun, untuk hasil yang lebih optimal, sebagian besar petani cacing
tanah yang ada saat ini lebih suka membudidayakan cacing tanah dari jenis
19
Lumbricus rubellus karena tingkat percepatan tumbuhnya yang sangat tinggi
dibandingkan cacing tanah jenis lokal.
Seleksi bibit cacing tanah unggulan
2)
Penebaran bibit cacing tanah, juga mempertimbangkan kualitas dari
bibit yang akan digunakan. Bibit yang bagus akan memberikan hasil produksi
dengan tingkat percepatan tumbuh yang optimal sehingga waktu pemanenan
bisa lebih cepat dan hasil produksinya lebih banyak. Bibit yang bagus adalah
bibit yang ukuran tubuhnya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil
sewaktu akan ditebar. Apabila terlalu kecil, maka bibit tersebut sangat rentan
dan butuh waktu yang lama untuk memanennya. Sedangkan bibit yang terlalu
besar akan memperbanyak beban biaya sewwaktu pembelian bibit (apabila
bibit didapatkan dengan cara membeli dari peternak bibit cacing tanah). Selain
itu, bibit yang baik adalah bibit yang mempunyai ukuran tubuh seragam
sehingga nantinya bisa dipanen dalam waktu yang bersamaan.
Alternatif pengadaan bibit
3)
Apabila akan menggunakan bibit cacing tanah unggulan seperti jenis
Lumbricus rubellus yang memang mempunyai tingkat percepatan tumbuh
sangat tinggi, maka bisa dengan cara membelinya dari peternak cacing tanah
yang menggunakan jenis cacing tanah tersebut dan memang menyediakan bibit
pada pihak-pihak yang membutuhkan. Selain itu, pengadaan bibit dengan cara
membeli akan sangat memungkinkan dan memudahkan bagi pemula yang
membutuhkan bibit dalam jumlah banyak dan juga memiliki ukuran tubuh
yang seragam untuk dibudidayakan.
20
Menyiapkan Media Pemeliharaan
4)
Media hidup atau media pemeliharaan yang juga sekaligus sarang
cacing tanah sebenarnya adalah sekumpulan bahan-bahan organik yang sudah
terfermentasi sempurna sehingga bisa memberikan tempat bagi cacing tanah
untuk hidup dan bereproduksi secara optimal. Media hidup tersebut nantinya
sekaligus menjadi sumber makanan bagi cacing tanah yang dibudidayakan.
b. Jenis Cacing Tanah Untuk Dijadikan Media Pemeliharaan
Bahan organik yang bisa digunakan untuk dijadikan media hidup atau
media pemeliharaan antara lain adalah kotoran hewan ternak (ayam, kelinci,
kambing, dll), ampas tahu, ampas singkong, ampas sagu, kompos, jerami padi,
sekam padi, kulit pisang, bubur kertas, bubur kayu, enceng gondok, rumput,
serbuk gergaji, rumen (kotoran yang masih berada di perut hewan ternak
ruminansia seperti sapi ketika dipotong), dan sebagainya.
Beberapa pertimbangan penting dalam pemilihan bahan organik untuk
dijadikan media pemeliharaan adalah sebaik mungkin mudah didapatkan,
murah harganya, dan tersedia dalam jumlah bannyak.Sebaik mungkin bahanbahan organik tersebut juga mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan
mineral yang sangat dibutuhkan oleh cacing tanah.
c.
Syarat Media Pemeliharaan
Media pemeliharaan untuk cacing tanah tersebut dibuat sedemikian
rupa sehingga menyerupai atau kurang lebih sama dengan habitat maupun
lingkungan tempat tumbuhnya di alam bebas. Menurut Palungkun (1999),
21
Untuk mendukung hal tersebut, media pemeliharaan setidaknya harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Media pemeliharaan harus menggunakan bahan organik berserat yang
sudah terfermentasi sempurna atau telah mengalami proses pelapukan
minimal 60%, serta tidak mengeluarkan gas yang merupakan hasil dari
proses pembusukan yang jelas tidak disukai cacing tanah. Waktu yang
dibutuhkan untuk proses fermentasi memang bervariasi bergantung pada
jenis bahannya, biasanya antara 7-35 hari.
2) Kaya bahan organik dan unsur hara
Media hidup cacing tanah harus kaya bahan-bahan organik dan unsur
hara lantaran bahan organik tersebutlah yang menjadi makanan pokok
dari cacing tanah.
3) Gembur, lunak, tidak panas, dan tidak mudah menjadi padat
Cacing tanah sangat membutuhkan media hidup sekaligus makanan yang
lunak, gembur, dan tidak panas supaya lebih mudah dicerna atau terurai
oleh alat cerna di tubuhnya.Media hidup yang gembur juga bisa menjaga
porositas sarang, menjaga ketersediaan oksigen, dan menjaga sirkulasi
udara di dalamnya.
4) Mempunyai daya serap air yang tinggi
Media hidup yang digunakan sebaik mungkin mempunyai daya serap
yang tinggi terhadap air sehingga tidak mudah menjadi kering dan juga
kehilangan tingkat kelembaban.
5) Steril dari zat-zat yang mengganggu pencernaan cacing tanah
22
Media pemeliharaan harus bebas atau steril dari zat atau bahan-bahan
yang bisa mengganggu pencernaan cacing tanah. Antara lain adalah
sabun dan bahan kimia.
6) Media harus mudah terdekomposisi atau terurai oleh cacing tanah.
7) Media tersebut harus mampu menahan kestabilan kelembaban dengan
tingkat kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
cacing tanah sekitar 35-50%.
8) Suhu media harus sekitar 20-30oC.
9) Tingkat keasaman media (pH) sekitar 6,5-7,2.
d.
Syarat Kandang
Kandang yang ideal, setidaknya memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1)
Memberi rasa aman dan memudahkan pemeliharaan
Kandang harus dibuat dengan konstruksi yang memudahkan bagi
peternak untuk melaksanakan tata laksana pemeliharaan.Untuk itu,
lokasi kandang sebaik mungkin berada di tempat yang aman, dan jauh
dari gangguan orang yang tidak berkepentingan.
2)
Melindungi dari curah hujan dan sinar matahari langsung
Untuk menghindari sinar matahari langsung dan curah hujan yang
menerpa ke dalam media pemeliharaan, maka kandang dilengkapi
dengan bangunan atau atap pelindung.
3)
23
Murah dan tidak memerlukan banyak biaya
Pembangunan kandang harus mempertimbangkan biaya yang harus
dikeluarkan.Untuk itulah, sebaik mungkin kandang dibuat dengan biaya
yang seminim mungkin (Rahmat Rukmana, 1999).
e.
Pembuatan Wadah Pemeliharaan
Wadah pemeliharaan merupakan tempat atau wadah yang ke
dalamnya akan dimasukkan media hidup atau sarang cacing tanah, dan
selanjutnya ke media hidup tersebut akan dimasukkan bibit cacing tanah.
Untuk modelnya, memang sesuka hati, mulai dari model permanenseperti
bak batu bata plester semen/bak beton, rak berbaki, kotak bertumpuk,
pancing bertingkat, atau pancing berjajar. Bahan yang dipergunakan pun
sangat variatif, tergantung keinginan dan ketersediaan bahan, mulai dari
bahan bambu, papan kayu, ataupun juga berbahan plastik.
f.
Penebaran Bibit Cacing Tanah
Media pemeliharaan yang dianggap sudah layak untuk dipergunakan,
maka bibit cacing tanah sudah bisa segera ditebarkan. Langkah-langkah
penebaran bibit cacing tanah adalah sebagai berikut.
1)
Bibit cacing tanah yang telah dipersiapkan ditebarkan sedikit demi
sedikit ke atas permukaan wadah pemeliharaan secara merata.
2)
Amati dengan seksama apakah bibit yang ditebarkan tersebut mau
masuk ke dalam media pemeliharaan ataukah hanya berkeliaran di
bagian permukaan saja.
3)
Apabila bibit cacing tanah terlihat mau beradaptasi dengan media
hidupnya yang baru tersebut, masukkan bibit cacing tanah yang lainnya
24
hingga mencapai batas tingkat kepadatan sesuai dengan ukuran wadah
dan media hidup yang ada. Perlakuan tersebut kemudian dilanjutkan
dengan penebaran bibit pada wadah pemeliharaan yang lainnya.
Mengingat cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya, maka
penebaran bibit harus dilakukan di tempat yang tidak mendapatkan
cahaya atau sedikit gelap.
g.
Perawatan
Perawatan media bertujuan agar kondisi media selalu sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah.Kegiatan perawatan media ini
meliputi pengadukan, penyiraman, pengukuran suhu dan pH serta
penggantian media.
1)
Pengadukan
Cacing tanah pun membutuhkan oksigen yang cukup. Oleh sebab itu,
media sebagai tempat tinggalnya harus selalu gembur agar peredaran
udara di dalamnya tetap terjamin. Kegiatan pengadukan media ini
sekaligus untuk mencampur bahan makanan yang tersisa.Pengadukan
dilakukan dengan tangan. Sebaiknya pengadukan dilakukan setiap 3-4
hari sekali.
2)
Penyiraman
Apabila pada saat pengadukan medianya tampak kering, harus
dilakukan pemberian air dengan cara penyiraman. Penyiraman ini
dilakukan sambil diaduk. Jumlah air yang diberikan hannya secukupnya
saja, jangan berlebihan karena penyiraman hanya untuk melembabkan
25
media. Media yang terlalu basah dapat menyebabkan cacing tanah
berwarna pucat. Bahkan pada keadaan sangat berlebihan air, cacing
tanah bisa mati.
3)
Pengukuran suhu dan pH
Media perlu dilakukan pengecekan suhu dengan menggunakan
termometer. Bila suhu lebih tinggi, pencegahannya dilakukan dengan
cara media disemprotkan air. Namun jumlahnya jangan berlebihan.
Derajat keasaman (pH) media yang dibutuhkan oleh cacing tanah
adalah sekitar 6,5-7,2. Dengan kondisi itu bakteri dalam tubuh cacing
tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan.Oleh
karena itu, dalam kegiatan perawatan pun perlu dilakukan pengecekan
terhadap pH media. Bila ditemukan kondisi asam atau pH kurang dari 6
maka pencegahannya adalah dengan pemberian segenggam kapur
tembok yang dicampur segelas air dan disiramkan ke media. Bersamaan
dengan penyiraman ini, media diaduk agar air kapur tercampur merata.
4)
Penggantian media
Sirkulasi udara ke dalam media akan terhambat bila medianya mudah
memadat. Pemadatan ini terjadi karena partikel-partikel bahan media
mengecil atau menjadi halus. Pada kondisi ini biasanya media harus
26
segera diganti karena tidak berfungsi optimal sebagai media atau tempat
tinggal cacing tanah.
Media yang harus segera diganti adalah yang secara fisik, bentuk,
warna, dan sifatnya telah berubah menjadi seperti tanah atau kotoran
cacing (kascing).Warnanya sudah berubah menjadi hitam, bersifat
lengket, dan mudah memadat bila dalam keadaan basah atau lembab.
Biasanya penggantian media ini dilakukan detelah dipakai selama 2-2,5
bulan. Media yang sudah tidak terpakai ini dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk organik bagi tanaman.
B.
Pohon Aren (Arenga pinnata Merr.)
Pohon aren atau enau (Arenga pinnata Merr.) merupakan tumbuhan yang
menghasilkan bahan-bahan industri sejak lama kita kenal. Namun sayang
tumbuhan
ini
kurang
mendapat
perhatian
untuk
dikembangkan
atau
dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak. Begitu banyak
ragam produk yang dipasarkan setiap hari yang berasal dari bahan bakupohon
aren dan permintaan produk-produk tersebut baik untuk kebutuhan ekspor
maupun kebutuhan dalam negeri semakin meningkat. Hampir semua bagian
pohon aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari
bagian fisik (akar, batang, daun, ijuk dll) maupun hasil produksinya berupa gula
aren.
Pohon aren adalah salah satu jenis tumbuhan palmayang memproduksi
buah, nira dan pati atau tepung di dalam batang. Hasil produksi aren ini semuanya
dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi hasil produksi aren
27
yang banyak diusahakan oleh masyarakat adalah nira yang diolah untuk
menghasilkan gula aren(Sapari, 1994).
Aren merupakan salah satu sumber daya alam di daerah tropis, distribusinya
tersebar luas, sangat diperlukan dan mudah didapatkan untuk keperluan seharihari oleh masyarakat setempat sebagai sumber daya yang berkesinambungan. Di
Indonesia pohon aren sebagian besar secara nyata digunakan untuk bahan
bangunan, keranjang, kerajinan tangan, atap rumah, gula, manisan buah dan lain
sebagainya.
1. Klasifikasi Tanaman Aren
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Arecales
Famili
: Aracaceae
Genus
: Arenga
Spesies
: Arenga pinnata Merr (Sapari, 1994).
2. Morfologi Tanaman Aren
a. Biji
Tanaman aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman berbiji tertutup
(Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren ini
termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan).
b.
28
Batang
Batang aren bisa mencapai tinggi 20 m dengan diameter 30-65 cm.
Tanaman ini adalah palem besar, tidak bercabang dengan batang tebal, berserat
dan berbulu hitam.Batang mengandung teras pati yang lunak dengan banyak
serabut kasar dan berkayu. Struktur umum yang dimiliki pada batang, pada
bagian luar terdapat epidermis yang ditutupi oleh bahan lemak alam yang
sangat tahan air.Lapisan kutin disebut dengan kutikula. Pada A. pinnata,
kutikulanya cukup tebal, bersifat kedap air dan gas (impermeabel).Bagian
sebelah dalam epidermis terdapat korteks yang terdiri dari jaringan parenkim,
kolenkim, dan sklerenkim. Di sebelah dalam korteks terdapat silinder pusat
yang berisi jaringan pembuluh yang biasa disebut ikatan pembuluh.
Tanaman aren jika sudah tua dapat tumbuh besar dan memiliki garis
tengah batangnya bisa sampai 65 cm, sedang tingginya 15 m. Batang pohon
aren padat, berambut, dan berwarna hitam. Secara morfologi tanaman tanaman
aren hamper mirip dengan pohon kelapa, perbedaannya adalah tanaman kelapa
batang bawahnya bersih sedangkan batang aren terbalut ijuk.Jika ditambah
dengan tajuk daun yang menjulang di atas batang, tinggi keseluruhannya bisa
sampai 20 meter.Waktu pohon masih muda, batang itu belum begitu kelihatan
karena tertutup oleh pangkal-pangkal pelepah daun. Baru setelah daun paling
bawahnya sudah gugur maka batangnya mulai kelihatan. Kadang-kadang
sampai 3,5 tahun baru daunnya yang tertua gugur dari ruas yang paling bawah.
c.
Akar
Akar pohon aren berbentuk serabut, menyebar dan cukup dalam dapat
mencapai > 5 m sehingga tanaman ini dapat diandalkan sebagai vegetasi
29
pencegah erosi, terutama untuk daerah yang tanahnya mempunyai kemiringan
lebih dari 20 %.
d.
Daun
Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m
dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang
hingga 7 x 145 cm. Daunnya hijau gelap di atas dan hijau keputihan dibawah
karena lapisan lilin disisi bawahnya. Anak daun bentuk lanset, menyirip,
pangkal membulat, ujung runcing, tepi rata dan tangkai pendek.
e.
Bunga
Karangan bunga yang pertama dari ruas batang yang berada di pucuk
pohon akan keluar saat aren sudah berumur 8 tahun, kira-kira letaknya sedikit
di bawah tempat tumbuh daun muda (muncul dari daerah puncak saja), tetapi
makin tua pohon itu, keluarnya bunga juga bisa dari ketiak daun di daerah
bawah. Kira-kira 2 bulan kemudian, muncul tandan bunga jantan yang disebut
ubas, Selanjutnya disusul oleh bunga-bunga jantan lainnya, yang disebut adik
ubas, penyadapan nira sudah bisa dilakukan ketika itu. Bunga jantannya
muncul bergantian dengan bunga betina di ketiak daun daerah bawah.Bunga
aren jantan duduk berpasangan pada untaian yang berjumlah sekitar 25,
pangkalnya melekat pada sebuah tandan.Jika bunga betina berbentuk butiran
(bulat) berwarna hijau dan duduk sendiri-sendiri pada untaian, sedangkan
bunga jantan berbentuk bulat panjang 1.2 – 1.-5 cm berwarna ungu.Bunga
jantan setelah dewasa kulitnya pecah dan kelihatan banyak benang sari dan
tepung sari berwarna kuning.Bila pohon aren sudah berumur 12 tahun, dan
30
makin banyak membentuk tongkol bunga betina, biasanya pemiliknya
membiarkannya membentuk buah, dan niranya tidak disadap lagi.
f.
Buah
Buah aren terbentuk setelah terjadinya proses penyerbukan dengan
perantaraan angin atau serangga. Buah aren berbentuk bulat, berdiameter 4 – 5
cm, di dalamnya berisi biji 3 buah, masing-masing berbentuk seperti satu
siung bawang putih. Bagian-bagian dari buah aren terdiri dari: 1). Kulit luar,
halus berwarna hijau pada waktu masih muda, dan menjadi kuning, setelah tua
(masak). 2) Daging buah, berwarna putih kekuning-kuningan. 3) Kulit biji,
berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda, dan berwarna hitam yang
keras setelah buah masak. 4). Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih
berwarna putih agak bening dan lunak pada waktu buah masih muda; dan
berwarna putih, padat atau keras pada waktu buah sudah masak.
3. Kandungan Serbuk Gergaji Aren
Menurut hasil penelitian Firdayanti dan Handajani (2005), kandungan
yang terdapat pada serbuk gergaji aren diantaranya yaitu :
Tabel 1. Kandungan serbuk gergaji aren (Firdayanti dan Handajani,2005:3)
Jenis nutrisi
Selulosa
Protein kasar
Serat kasar
Lemak kasar
Karbohidrat
4. Penyebaran Tanaman Aren
31
Komposisi (%)
95,34
2,63
15,90
0,48
37,00
Salah satu tanaman yang paling penting dan umumnya tumbuh jauh di
daerah pedalaman adalah aren. Jenis tanaman ini tumbuh menyebar secara alami
di negara-negara kepulauan bagian tenggara, antara lain Malaysia, India,
Myanmar, Laos, Vietnam Kepulauan Ryukyu, Taiwan dan Philipina (Hadi, 1991:
16).
Aren atau enau (Arenga pinnata), tersebar di seluruh kepulauan Nusantara,
dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut.
Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah
lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan,
di hampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan
dan perawatan. Bahkan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum
dibudidayakan.
C.
Rumput Zoysia matrella
Rumput Zoysia
1.
Rumput zoysia termasuk dalam family Poaccac (Graminae), Ordo
Poales Subklas Glumiflora, Kelas Monocotyledon, cabang Angiospermae,
subdivisi Phanaerogama, Divisi Embryophyta dan Kingdom Plantae (Beard,
1973: 5).
Rumput zoysia termasuk subfamily chlorisoidae yang mempunyai
pertumbuhan optimum pada suhu 25 – 350C dan beradaptasi di daerah tropic
dan subtropik.Rumput zoysia memiliki batang dan daun yang kaku dank eras
sehingga relatif sulit dipotong(Beard, 1973: 5).
2.
32
Deskripsi tanaman
Rumput zoysia mempunyai daun berbentuk jarum dengan permukaan
rata lebar 2-4 mm dan panjangnya 3-11 mm. panjang rambut – rambut
halusnya 0,02 cm yang terdapat pada ligula (Beard, 1973: 6). Perbungaan
pendek, diujung (terminal) dan berbentuk paku. Batang bulat, banyak
menghasilkan stolon dan rhizon untuk berkembang biak secara vegetatif.
Perkembangbiakan secara generatif dengan biji.
Adaptasi
3.
Rumput zoysia toleran terhadap naungan bila ditumbuhkan di daerah
lembab dan panas. Daya tahannya sangat baik terhadap kekeringan dan panas.
Rumput ini mempunyai daya adaptasi terhadap tanah yang berdrainase baik,
bertekstur halus dan subur dengan pH 67-7 serta mempunyai toleransi
terhadap berbagai tipe tanah.
Rumput zoysia mempunyai pertumbuhan yang merunduk dan
membentuk rumput yang kompak dan tegar. Laju pembentukan dan laju
penyembuhan rumput zoysia lambat karena laju pertumbuhannya juga
lambat, terutama pucuk-pucuk lateralnya (Beard, 1973: 6).
Lambatnya pemulihan recuperative bila terjadi pelukan pada rumput
zoysia disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan, terutama pucuk-pucuk
lateralnya.
Tabel 2.Karakteristik rumput Zoysia matrella (Beard, 1973: 6)
Karakteristik
Warna daun
Lebar dain (mm)
Kerapatan tajuk
Pertumbuhan
33
Zoysia
Matrella
Hijau muda
1,5
Baik
sangat lambat
Kebutuhan
nutrisi
Perbanyakan
sedang
secara
vegetative
Kandungan Rumput Zoysia matrella
4.
Kandungan nutrisi yang terdapat pada rumput manila (Zoysia
matrella) antara lain yaitu :
Tabel
3.
Kandungan nutrisi rumput manila
(Gartesiasih dan Nina Herlina, 2005:6)
Jenis
nutrisi
Kadar air
Protein
Serat kasar
Lemak
Fosfor
D.
(Zoysia
matrella)
Komposisi (%)
64,20
11,38
32,11
0,40
0,61
Ampas Tahu
4.1.
Definisi Ampas Tahu
Ampas Tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari proses
pembuatan tahu dari kedelai . Sedangkan yang dibuat tahu adalah cairan atau
susu kedelai yang lolos dari kain saring.
Ampas tahu yang merupakan limbah industri tahu memiliki kelebihan,
yaitu kandungan protein yang cukup tinggi. Ampas tahu memiliki kelemahan
sebagai bahan pakan yaitu kandungan serat kasar dan air yang tinggi.
Kandungan serat kasar yang tinggi menyulitkan bahan pakan tersebut untuk
dicerna itik dan kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan daya
34
simpannya menjadi lebih pendek (Masturi et al., 1992 dan Mahfudz et al.,
2000).
4.2.
Kandungan Gizi Ampas Tahu
Komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber
protein. Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang
kedelai. Prabowo dkk.,(1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu
mempunyai nilai biologis lebih tinggi dari pada protein biji kedelai dalam
keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak.
Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro
yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co
kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm. Ampas tahu dalam keadaan segar
berkadar air sekitar 84,5 % dari bobotnya. Kadar air yang tinggi dapat
menyebabkan umur simpannya pendek. Ampas tahu basah tidak tahan
disimpan dan akan cepat menjadi asam dan busuk selama 2-3 hari, sehingga
ternak tidak menyukai lagi. Ampas tahu kering mengandung air sekitar 10,0 15,5 % sehingga umur simpannya lebih lama dibandingkan dengan ampas
tahu segar (Widjatmoko, 1996-133).
Tabel 4.Komposisi nutrisi / kimia ampas tahu (Suprapti, 2005: 4)
Nutrisi
35
Ampas tahu
Basah (%)
Kering (%)
Bahan Kering
Protein Kasar
Serat kasar
Lemak Kasar
Abu
BETN
14,69
2,91
3,76
1,39
0,58
6,05
88,35
23,39
19,44
9,96
4,58
30,48
Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan
menggumpal bila bereaksi dengan asam. Penggumpalan protein oleh asam
cuka akan berlangsung secara cepat dan bersamaandiseluruh bagian cairan
sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari
kedelai akan terkumpul di dalamnya. Pengeluaran air yang terkumpul tersebut
dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang
diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein.
Gumpalan protein itulah yang disebut dengan tahu (Suprapti,2005:4). Sebagai
akibat proses pembuatan tahu, sebagian protein terbawa atau menjadi produk
tahu, sisanya terbagi menjadi dua, yaitu terbawa dalam limbah padat (ampas
tahu) dan limbah cair.
E.
Lingkungan Bagi Hewan Sebagai Kondisi dan Sumber Daya
Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotik dan abiotik yang ada
di sekitar hewan dan dapat mempengaruhinya. Setiap hewan hanya dapat lulus
hidup, tumbuh dan berkembang biak dalam suatu lingkungan yang menyediakan
kondisi yang cocok baginya dan sumberdaya yang diperlukannya, serta terhindar
dari faktor - faktor abiotik maupun biotik lingkungan yang membahayakannya
kelulusan hidupnya. Lingkungan abiotik hewan meliputi faktor – faktor medium
atau substrat (tanah, perairan) tempat hidup, serta faktor – faktor cuaca dan iklim
36
(suhu, kelembaban, udara, intensitas cahaya). Lingkungan biotic hewan meliputi
hewan lain sesama spesies, yang berlainan spesies, tumbuh – tumbuhan dan
mikroba.
Hubungan antara hewan dan lingkungannya bersifat timbal balik.
Keberhasilan hidup hewan sangat ditentukan oleh kondisi dan sumberdaya yang
terdapat di lingkungan itu pun dapat berubah oleh kehadiran dan dampak aktivitas
hewan hidup.
Faktor – faktor lingkungan hewan, baik yang bersifat abiotik maupun
biotik, dapat ditinjau sebagai dua aspek fungsional yang berbeda. Meskipun dalam
hal – hal tertentu perbedaan kedua aspek itu tidak begitu tegas. Kedua aspek itu
ialah lingkungan sebagai kondisi dan sumberdaya.
Istilah kondisi lingkungan terutama digunakan untuk menunjukkan suatu
besaran, kadar ataupun intensitas faktor – faktor abiotik lingkungan. Faktor
abiotik sebagai kondisi ketersedianya tidak berkurang karena kehadiran individu
atau spesies lain. Sebagai contoh, suhu lingkungan dan cahaya bagi
hewan.Kehadiran suatu jenis hewan disuatu lingkungan tersebut. Istilah
sumberdaya digunakan untuk menunjukkan sesuatu faktor abiotik maupun biotik
yang diperlukan oleh hewan, yang kuantitas ketersediaanya di lingkungan akan
berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh hewan itu. Sebagai contoh, rerumputan
disuatu padang rumput yang dihuni oleh populasi rusa yang beranggotakann
seratus ekor, jika suatu saat ditambah lima puluh ekor rusa lagi, maka kehadiran
rusa baru tersebut akan mengurangi jumlah rumput sebagai sumberdaya makanan
rusa (Agus dharmawan, 2005: 14).
37
F.
Pengolah Sampah dan Penghasil Kascing
Menurut Khairulman dan Amri (2009), 1 kg cacing tanah mampu
mengolah 1 kg sampah dapur setiap hari, serta menghasilkan 0,5 kg limbah cacing
tanah. Hal ini dimungkinkan karena pencernaan cacing tanah berisi berbagai
macam jenis enzim yang mampu mengurai sampah, bahkan menghilangkan zat
beracun.Namun perlu ditegaskan, limbah yang dapat diurai oleh cacing tanah
hanya limbah organik yang tidak mengandung garam dapur, deterjen, atau
insektisida.Bukan juga limbah plastik, karet, kaca, logam, dan besi. Selain itu,
berdasarkan hasil uji laboratorium oleh pembudidaya cacing tanah di Bandung
diketahui, kandungan mikroorganik pada kascing lebih baik 3-4 kali lipat
dibandingkan dengan pupuk kandang biasa.
Proses pengomposan menjadi kascing merupakan kerjasama antara cacing
dengan mikro organisme lain. Walaupun sebagian besar proses penguraian
dilakukan mikroorganisme, kehadiran cacing tanah dapat membantu proses
tersebut, karena bahan-bahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai
terlebih dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme menjadi
lebih efektif dan lebih cepat.
Fungsi lain dari cacing tanah yaitu:
1. Pakan Ayam
2. Pakan Ikan Konsumsi dan Ikan Hias
3. Pakan Burung Berkicau
4. Umpan Pancing
38
G. Kerangka Pikir
Berikut adalah bagan kerangka pikir pengaruh kombinasi media
serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertumbuhan dan produksi
kokon cacing tanah Lumbricus rubellus.
Gambar 6. Kerangka Pikir
39
H.
Hipotesis Penelitian
1.
Penggunaan media serbuk gergaji aren (Arenga pinnata) dan rumput
manila (Zoysia matrella) berpengaruh baik terhadap pertumbuhan cacing
tanah Lumbricus rubellus.
2.
Penggunaan media serbuk gergaji aren (Arenga pinnata) dan rumput
manila (Zoysia matrella) berpengaruh baik terhadap produksi kokon
cacing tanah Lumbricus rubellus.
40
Download