pengukuran rotasi optik spesifik larutan galaktosa

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGUKURAN ROTASI OPTIK SPESIFIK
LARUTAN GALAKTOSA, FRUKTOSA, DAN LAKTOSA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Elisabeth Dian Atmajati
NIM : 101424011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGUKURAN ROTASI OPTIK SPESIFIK
LARUTAN GALAKTOSA, FRUKTOSA, DAN LAKTOSA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Elisabeth Dian Atmajati
NIM : 101424011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Usaha, karya, kelulusanku
Kupersembahkan dengan bangga kepada:
Bapak Agustinus Sunarto
Ibuku tercinta Winarni
Mbak Ta, Mas Awa
Thomas Indarto Wibowo
Prodi Pendidikan Fisika 2010
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atas bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Agusutus 2014
Penulis
Elisabeth Dian Atmajati
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Elisabeth Dian Atmajati
NIM
: 101424011
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGUKURAN ROTASI OPTIK SPESIFIK
LARUTAN GALAKTOSA, FRUKTOSA DAN LAKTOSA
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas,
dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 10 Agustus 2014
Yang menyatakan
Elisabeth Dian Atmajati
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
PENGUKURAN NILAI ROTASI OPTIK SPESIFIK
LARUTAN GALAKTOSA, LAKTOSA DAN FRUKTOSA
Telah dilakukan pengukuran nilai rotasi optik spesifik larutan galaktosa, laktosa,
dan fruktosa. Pengukuran acuan dan larutan sampel dilakukan secara bersamaan.
Berkas laser HeNe dipecah menggunakan beam splitter. Analisator diputar oleh
motor listrik. Data direkam secara kontinyu oleh komputer selama analisator
diputar. Data dianalisa dengan menggunakan dua metode. Metode yang pertama
dengan fitting data berdasar hukum Malus. Metode kedua dengan grafik intensitas
cahaya pengukuran sampel terhadap intensitas cahaya acuan. Metode pertama,
untuk konsentrasi 1 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm larutan galaktosa, laktosa,
dan fruktosa secara berturut-turut memutar bidang getar cahaya terpolarisasi
sebesar (80  8), (51  5), dan (89  13). Metode kedua, untuk konsentrasi 1 gr
ml-1 dan panjang larutan 1 dm larutan galaktosa, laktosa, dan fruktosa secara
berturut-turut memutar bidang getar cahaya terpolarisasi sebesar (80  5), (52 
6), dan (86  9). Hasil menunjukkan bahwa besarnya perputaran bidang getar
cahaya terpolarisasi tergantung jenis larutan.
Kata kunci: spesifik rotasi optik, galaktosa, laktosa, fruktosa, laser HeNe, beam
splitter, hukum Malus, acuan, sampel
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
SPECIFIC OPTICAL ROTATION MEASUREMENT OF GALACTOSE,
LACTOSE AND FRUCTOSE SOLUTION
The specific optical rotation measurement of galactose, lactose, and fructose
solution has been done. Measurement of reference and sample solution are
performed simultaneously. HeNe laser was separated using a beam splitter. The
analyzer was rotated by an electric motor. Data are recorded continuously by
computer while analyzer rotating. The data are analyzed using two methods. The
first method is the light intensity applied into Malus law. The second method is a
graph of light intensity of sample measurement versus light intensity of reference.
The first method, for concentration of 1 gr ml-1 and length of 1 dm galactose,
lactose, and fructose solution turned (80  8), (51  5), and (89  13)
respectively. The second method, for concentration of 1 gr ml-1 and length of 1
dm galactose, lactose, and fructose solution turned (80  5), (52  6), and (86 
9) respectively. The results showed that the magnitude of the optical rotation
depends on the type of solution.
Keyword: spesific optical rotation, galactose, lactose, maltose, HeNe laser, beam
splitter, Malus law, reference, sample
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan kasih yang luar biasa. Berkat kasih dan kuasaNya, penyusunan
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Karya ini penulis beri judul
“Pengukuran Rotasi Optik Spesifik Larutan Galaktosa, Fruktosa, dan Laktosa”.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Penyusunan skripsi ini penuh dengan tantangan. Maka penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis
dalam menangani setiap rintangan yang penulis hadapi. Mereka adalah:
1. Bapak Dr. Ig. Edi Santosa, M.S. selaku dosen pembimbing dan Kaprodi
Pendidikan Fisika, yang telah membimbing dan memberi pengarahan dalam
penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.
2. Ibu Sri Agustini, M.Si. selaku dosen mata kuliah Optika yang telah
membimbing saya memahami teori pokok dalam skripsi.
3. Bapak Petrus Ngadiono selaku laboran Laboratorium Pendidikan Fisika yang
telah membantu menyiapkan alat-alat eksperimen.
4. Bapak Otto dan Bapak Kayat selaku laboran Laboratorium Fakultas Farmasi
yang telah membantu menyiapkan bahan-bahan eksperimen.
5. Keluarga di Cawas, Ibu, Mbak Ta, dan Mas Awa yang selalu mendoakan dan
memberi semangat.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Thomas Indarto Wibowo yang selalu sabar menjadi tempat menumpahkan
segala perasaan, baik senang maupun susah, dan semua doa serta dukungan
dan nasihat serta kesabarannya.
7. Teman-teman bimbingan skripsi, Bekti, Nino, Sherly, El, Mba Ayas, Mba
Willy, Mba Ari, Mba Osri, Mba Galuh yang menjadi penyemangat dan
penginspirasi.
8. Para Mondhol Kristin, Yuli, Gita, Ruth, Rita, Hesti dan sahabatku Rinda yang
selalu menjadi penyemangat dan pencetus ide-ide refreshing.
9. Seluruh mahasiswa Pendidikan Fisika angkatan 2010 yang telah berjuang dan
berdinamika bersama.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang secara langsung
dan tidak langsung telah membantu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis dengan rendah hati menerima kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Yogyakarta, 10 Agustus 2014
Penulis
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………..
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………...
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………………...
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……………………………………….…
vi
ABSTRAK……………………………………………………………………...…
vii
ABSTRACT……………………………………………………………………...…
viii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..…
ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..
xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….…
xiii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………...…
1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………..…
5
C. Batasan Masalah…………………………………………………….…
6
D. Tujuan Penelitian…………………………………………………...…
6
E. Manfaat Penelitian…………………………………………………...…
7
F. Sistematika Penulisan………………………………………………..…
7
BAB II DASAR TEORI
A. Polarisasi Cahaya…………………………………………………...…
8
B. Rotasi Optik………………………………………………………..…
11
C. Pengenceran Larutan………………………………………………...…
15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Persiapan Alat……………………………………………………….…
16
B. Persiapan Bahan…………………………………………………….…
19
C. Pengambilan Data…………………………………………………..…
20
D. Analisa Data………………………………………………………..…
20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Hasil Pengukuran Larutan Galaktosa……………………...…
23
2. Hasil Pengukuran Larutan Laktosa………………………….…
31
3. Hasil Pengukuran Larutan Fruktosa………………………..…
38
B. Pembahasan………………………………………………………...…
43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……………………………………………………………
50
B. Saran ………………………………………………………………..…
50
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..…
52
LAMPIRAN………………………………………………………………......…….
53
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
TABEL 4.1
Hubungan intensitas berkas cahaya satu dan intensitas berkas
cahaya dua terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi
larutan galaktosa 0,2 gr ml-1 dan panjang larutan 1
dm…............................................................................................. 24
TABEL 4.2
Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan
galaktosa sepanjang 1 dm………………………………………
TABEL 4.3
Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan
galaktosa sepanjang 1 dm……………………………………....
TABEL 4.4
27
30
Hubungan intensitas berkas cahaya satu dan intensitas berkas
cahaya dua terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi
larutan laktosa 0,541 gr ml-1 dan panjang larutan 1
dm................................................................................................. 31
TABEL 4.5
Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan
laktosa sepanjang 1 dm………………………………................
TABEL 4.6
Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan
laktosa sepanjang 1 dm................................................................
TABEL 4.7
34
36
Hubungan intensitas berkas cahaya satu dan intensitas berkas
cahaya dua terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi
larutan fruktosa 0,38 gr ml-1 dan panjang larutan 1
dm……………..............………................................................... 38
TABEL 4.8
Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan
fruktosa sepanjang 1 dm……………................………………..
TABEL 4.9
Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan
fruktosa sepanjang 1 dm……………………………………......
TABEL 4.10
40
42
Tabel hasil pengukuran nilai rotasi optik spesifik hasil analisa
Hukum Malus, grafik elips dan acuan [Blitz, Grosch, Scieberle,
2009]............…………......................................……..................
xiii
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1
Peristiwa polarisasi cahaya oleh polarisator kemudian
cahaya melewati analisator [Young, 2003].........……......
GAMBAR 2.2
9
Grafik hubungan intensitas cahaya melewati analisator
terhadap sudut putaran analisator mengikuti persamaan
(2.1)................................................................................... 11
GAMBAR 2.3
Berkas cahaya terpolarisasi melewati larutan yang
bersifat optis aktif ………………....................................
GAMBAR 2.4
12
Grafik intensitas cahaya yang tidak melewati larutan
optis aktif (biru) dan intensitas cahaya yang melewati
larutan bersifat optis aktif (merah) terhadap sudut
putaran analisator.............................................................. 14
GAMBAR 2.5
Grafik intensitas cahaya satu terhadap intensitas cahaya
dua…………………......................................................... 15
GAMBAR 3.1
Susunan alat eksperimen……………………………....... 18
GAMBAR 4.1
Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut
putaran analisator. Intensitas berkas cahaya satu
(intensitas cahaya yang tinggi) sebagai acuan dan
intensitas berkas cahaya dua (intensitas cahaya yang
rendah) sebagai berkas cahaya yang melewati larutan.
Konsentrasi larutan galaktosa 0,2 gr ml-1 dan panjang
larutan 1 dm…………………………………..................
GAMBAR 4.2
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap
sudut putaran analisator. …………………......................
GAMBAR 4.3
25
26
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya dua terhadap
sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan galaktosa
0,2 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm…………………....
GAMBAR 4.4
Grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi
larutan galaktosa sepanjang 1 dm ……………................
GAMBAR 4.5
26
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap
xiv
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
intensitas cahaya dua. Konsentrasi larutan galaktosa 0,2
gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm…..............................…
GAMBAR 4.6
Grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi
larutan galaktosa sepanjang 1 dm ……………………....
GAMBAR 4.7
29
30
Grafik hubungan intensitas cahaya acuan terhadap sudut
putaran analisator. Intensitas berkas cahaya satu
(intensitas cahaya yang tinggi) sebagai acuan dan
intensitas berkas cahaya dua (intensitas cahaya yang
rendah) sebagai berkas cahaya yang melewati larutan.
Konsentrasi larutan laktosa 0,541 gr ml-1 dan panjang
larutan 1 dm………………………………....................
GAMBAR 4.8
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap
sudut putaran analisator. ……………………………......
GAMBAR 4.9
32
33
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya dua terhadap
sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan laktosa
0,541 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm...……………….
GAMBAR 4.10
33
Grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi
larutan laktosa sepanjang 1 dm ………………………… 35
GAMBAR 4.11
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap
intensitas berkas cahaya dua. Konsentrasi larutan
laktosa 0,541 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm……...…. 36
GAMBAR 4.12
Grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi
larutan laktosa sepanjang 1 dm …………….................... 37
GAMBAR 4.13
Grafik hubungan
intensitas cahaya terhadap sudut
putaran analisator. Intensitas berkas cahaya satu
(intensitas cahaya yang tinggi) sebagai acuan dan
intensitas cahaya dua (intensitas cahaya yang rendah)
sebagai
berkas
cahaya
yang
melewati
larutan.
Konsentrasi larutan fruktosa 0,38 gr ml-1 dan panjang
larutan 1 dm……………………......................................
GAMBAR 4.14
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap
xv
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sudut putaran analisator.………………………………
GAMBAR 4.15
39
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya dua terhadap
sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan fruktosa
0,38 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm………………….
GAMBAR 4.16
Grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi
larutan fruktosa sepanjang larutan 1 dm……...................
GAMBAR 4.17
40
41
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap
intensitas berkas cahaya dua. Konsentrasi larutan
fruktosa 0,38 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm………...
GAMBAR 4.18
42
Grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi
larutan fruktosa sepanjang 1 dm ……………………......
xvi
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cahaya terpolarisasi melewati larutan yang bersifat optis aktif maka
arah polarisasi cahaya akan berputar. Peristiwa ini disebut rotasi optik.
Peristiwa rotasi optik dijumpai salah satunya pada gula. Pengukuran rotasi
optik dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan yaitu untuk menganalisis
spesifikasi bahan obat dan produk obat [WHO, 2005]. Selain itu, pengukuran
rotasi optik dalam bidang kimia digunakan untuk memeriksa kualitas minyak
atsiri [Koensoemardiyah, 2010].
Rotasi optik dapat diukur salah satunya dengan polarimeter.
Polarimeter mulai dikenalkan pada tahun 1840 [Newmark, 2000]. Polarimeter
ini bekerja berdasar prinsip polarisasi cahaya. Berkas cahaya alami dilewatkan
polarisator menjadi cahaya terpolarisasi linier. Kemudian cahaya ini
dilewatkan pada analisator. Bila analisator diputar maka intensitas cahaya
yang keluar dari analisator berubah. Perubahan ini tergantung posisi sumbu
polarisasi analisator. Bila sumbu polarisasi analisator sejajar sumbu polarisasi
polarisator maka intensitas cahaya yang keluar analisator maksimal.
Sebaliknya jika sumbu polarisasi polarisator tegak lurus sumbu polarisasi
analisator maka intensitas cahaya yang keluar analisator minimal. Oleh karena
itu arah polarisasi cahaya ditentukan dengan memutar analisator sampai
ditemukan intensitas cahaya yang maksimal.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Berdasarkan cara kerja polarimeter tersebut, maka polarimeter dapat
digunakan untuk menentukan sudut rotasi optik. Untuk dapat menentukan
sudut rotasi optik, arah polarisasi cahaya harus ditentukan terlebih dahulu
sebagai acuan. Setelah acuan ditentukan, diantara polarisator dan analisator
diletakkan larutan yang bersifat optis aktif. Intensitas cahaya yang keluar dari
analisator teramati mengalami penurunan. Peristiwa ini menunjukkan bahwa
arah polarisasi cahaya berubah. Arah polarisasi cahaya ini berubah karena
diputar oleh larutan yang bersifat optis aktif. Peristiwa berputarnya arah
polarisasi cahaya ini disebut rotasi optik. Untuk mengetahui besarnya sudut
rotasi optik, analisator kemudian diputar sampai ditemukan intensitas cahaya
maksimum. Besar sudut putaran analisator terhadap acuan merupakan sudut
rotasi optik. Pengukuran sudut rotasi optik menggunakan polarimeter ini
dilakukan secara visual sehingga sulit dilakukan karena kemampuan mata
terbatas.
Pengukuran rotasi optik secara visual sulit dilakukan, untuk
mengatasinya digunakan bantuan sensor cahaya dan komputer [Nugroho,
2009]. Sensor cahaya yang terhubung dengan komputer digunakan untuk
mendeteksi intensitas cahaya yang keluar dari analisator. Susunan alat pada
penelitian ini adalah berkas cahaya laser dilewatkan polarisator kemudian
melewati analisator. Berkas cahaya yang keluar dari analisator ditangkap oleh
sensor cahaya yang terhubung dengan komputer. Analisator kemudian diputar
secara manual dan sudut putaran analisator diinputkan ke komputer. Komputer
kemudian membaca intensitas berkas cahaya yang keluar dari analisator. Data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
yang dicatat pada keadaan ini digunakan sebagai acuan. Setelah acuan
ditentukan, diantara polarisator dan analisator diletakkan larutan bersifat optis
aktif. Kemudian analisator diputar secara manual dan sudut putaran analisator
diinput ke komputer lalu komputer mencatat intensitas cahaya yang keluar
dari analisator. Data ini kemudian disebut sampel.
Komputer pada penelitian ini selain digunakan untuk mencatat
intensitas cahaya, juga digunakan untuk menganalisa data. Komputer
menampilkan hasil pencatatan dalam bentuk grafik hubungan intensitas
cahaya terhadap sudut putaran analisator. Grafik acuan dan sampel terhadap
sudut putaran analisator ditampilkan pada satu bidang. Rotasi optik diperoleh
dari selisih sudut lembah acuan dan lembah sampel yang berdekatan.
Penelitian ini dapat mengatasi keterbatasan mata dalam mengamati
intensitas cahaya, tetapi acuan dan sampel diperoleh tidak bersamaan. Sumber
cahaya yang digunakan pada penelitian ini adalah laser HeNe. Laser HeNe
intensitasnya terkadang tidak stabil yang disebabkan oleh perubahan panjang
resonator akibat pemuaian tabung [Santosa, 2011]. Oleh karena itu, intensitas
cahaya saat menentukan acuan mungkin berbeda dengan intensitas cahaya saat
menentukan sampel. Intensitas laser yang tidak konstan ini juga dapat
menyebabkan lembah grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut
putaran analisator tidak tepat satu titik. Hal ini menyulitkan peneliti untuk
menentukan sudut rotasi optik.
Acuan dan sampel dapat ditentukan dalam waktu bersamaan. Untuk
menentukan acuan dan sampel secara bersamaan diperlukan dua berkas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
cahaya yang sama. Dua berkas cahaya yang sama dapat diperoleh dari satu
sumber cahaya yang dipecah menggunakan beam splitter, seperti pada
percobaan interferometer Michelson. Beam splitter memecah berkas cahaya
dengan memantulkan sebagian berkas dan meneruskan sebagian berkas
[Santosa, 2014]. Salah satu berkas cahaya langsung menuju analisator dan
berkas cahaya yang lain melewati larutan yang bersifat optis aktif kemudian
menuju analisator. Dengan demikian acuan dan sampel ditentukan secara
bersamaan [Kraftmakher, 2009].
Penelitian berbasis komputer sudah banyak dilakukan, antara lain
pengukuran konstanta pendinginan Newton dengan menggunakan sensor suhu
dan analisa data dengan menggunakan software LoggerPro [Suryani dan
Santosa, 2014] dan penentuan konstanta redaman dengan menggunakan
bantuan software LoggerPro [Limiansih dan Santosa, 2013; Sriraharjo dan
Santosa, 2014]. Pengukuran rotasi optik spesifik dapat pula dilakukan dengan
bantuan komputer. Software yang digunakan untuk menampilkan dan
menganalisa data adalah DataStudio [Kraftmakher, 2009].
Komputer dalam penelitian sebelumnya digunakan untuk menentukan
sudut rotasi optik tetapi cukup sulit dilakukan bila lembah grafik hubungan
intensitas cahaya terhadap sudut putaran analisator tidak hanya satu titik.
Sudut rotasi optik dapat ditentukan menggunakan fitting data dengan hukum
Malus. Software yang memiliki fasilitas fitting data seperti LoggerPro dapat
digunakan untuk menentukan sudut rotasi optik. Selain menggunakan fitting
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
data dengan Hukum Malus, sudut rotasi optik dapat ditentukan dari grafik
hubungan acuan terhadap sampel [Kraftmakher, 2009].
Komputer
dalam
eksperimen
di
laboratorium
belum
banyak
digunakan. Komputer merupakan media yang sudah tidak asing bagi siswa.
Komputer membantu siswa sehingga eksperimen menjadi lebih mudah.
Eksperimen berbasis komputer ini dapat digunakan oleh siswa pada tingkat
universitas atau sekolah menengah.
Salah satu larutan yang mampu memutar bidang getar cahaya
terpolarisasi adalah larutan sukrosa [Nugroho, 2009]. Sukrosa merupakan
salah satu jenis karbohidrat. Masih ada banyak jenis karbohidrat yang lain
yaitu glukosa, galaktosa, fruktosa, laktosa, maltosa [Riswiyanto, 2009]. Jenisjenis karbohidrat ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam memutar
cahaya terpolarisasi linier yang melewatinya. Kemampuan bahan untuk
memutar cahaya terpolarisasi disebut rotasi optik spesifik. Nilai rotasi optik
spesifik dapat digunakan untuk menentukan kualitas larutan yang bersifat
optis aktif. Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran pada beberapa jenis
larutan karbohidrat yang bersifat optis aktif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan
yang akan dikaji adalah:
1. Bagaimana metode eksperimen untuk menentukan rotasi optik spesifik
dengan acuan dan sampel ditentukan secara bersamaan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2. Bagaimana penggunaan komputer dalam menentukan rotasi optik spesifik?
3. Berapa nilai rotasi optik spesifik dari beberapa jenis karbohidrat yang
diperoleh dari fitting data dengan Hukum Malus dan grafik hubungan
acuan terhadap sampel?
C. Batasan Masalah
Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini, dibatasi pada:
1. Sumber cahaya yang digunakan adalah laser HeNe.
2. Suhu larutan sesuai dengan suhu ruangan yaitu 27C.
3. Software yang digunakan untuk menampilkan dan menganalisa data
adalah LoggerPro.
4. Larutan yang diteliti adalah galaktosa, fruktosa, dan laktosa.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui metode eksperimen untuk menentukan rotasi optik spesifik
dengan menentukan acuan dan sampel secara bersamaan.
2. Mengetahui metode menganalisa data menggunakan software LoggerPro
untuk menentukan rotasi optik spesifik.
3. Mengetahui nilai rotasi optik spesifik dari larutan galaktosa, fruktosa dan
laktosa dengan sumber cahaya laser HeNe dan suhu larutan 27C.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Dapat
menggunakan
komputer
yang
terinstal
LoggerPro
untuk
menentukan perputaran bidang getar cahaya terpolarisasi.
2. Dapat mengetahui bahan-bahan yang bersifat optis aktif.
F. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab I menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II Dasar Teori
Bab II berisi teori-teori mengenai polarisasi cahaya, rotasi optik, dan
pengenceran larutan.
BAB III Metode Eksperimen
Bab III menguraikan mengenai alat, bahan, prosedur eksperimen, cara
menganalisa data
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV berisi hasil pengolahan data dan pembahasan dari hasil
eksperimen yang diperoleh.
BAB V Penutup
Bab V berisi kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
DASAR TEORI
A. Polarisasi Cahaya
Polarisasi
adalah
karakteristik
semua
gelombang
transversal.
Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getarannya tegak lurus
arah perambatannya. Salah satu contoh gelombang transversal adalah
gelombang tali. Seutas tali pada arah sumbu x kemudian digetarkan searah
sumbu y, tali tersebut membentuk gelombang transversal pada bidang xy. Bila
tali digetarkan searah sumbu z, maka tali tersebut membentuk gelombang
transversal pada bidang xz. Bila getaran sebuah gelombang hanya searah
sumbu y, maka gelombang tersebut dikatakan terpolarisasi linier dalam arah y.
Bila getaran sebuah gelombang hanya searah sumbu z, maka gelombang
tersebut dikatakan terpolarisasi linier dalam arah z.
Gelombang elektromagnetik juga merupakan gelombang transversal.
Medan listrik dan medan magnetik berosilasi saling tegak lurus. Medan listrik
dan medan magnetik berosilasi tegak lurus terhadap arah rambatannya. Arah
polarisasi gelombang elektromagnetik didefinisikan sebagai arah dari vektor
medan listrik E. Salah satu contoh gelombang elektromagnetik adalah cahaya.
Cahaya dari lampu pijar menyebar ke segala arah. Cahaya yang dipancarkan
lampu pijar adalah campuran acak gelombang terpolarisasi linier dalam semua
arah transversal yang mungkin. Cahaya ini adalah cahaya tak terpolarisasi atau
cahaya alami.
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Alat yang digunakan untuk membuat cahaya alami menjadi
terpolarisasi linier disebut polarisator (Halliday, 1986; Tipler 2001; Young,
2003).
analisator
polarisator
Sumbu polarisasi
polarisator
Sumbu polarisasi
analisator
Gambar 2.1. peristiwa polarisasi cahaya oleh polarisator kemudian cahaya melewati analisator
(Young, 2003)
Gambar 2.1 menunjukkan peristiwa polarisasi cahaya oleh polarisator
kemudian cahaya melewati analisator. Cahaya alami yang memiliki komponen
E ke segala arah melewati polarisator. Polarisator kemudian mentransmisikan
hanya komponen E yang paralel terhadap sumbu polarisasi polarisator.
Cahaya ini kemudian disebut cahaya terpolarisasi linier.
Sumbu polarisasi polarisator membentuk sudut  terhadap sumbu
polarisasi analisator. Setelah melewati polarisator, medan listrik cahaya
terpolarisasi linier ini diuraikan menjadi komponen yang paralel terhadap
sumbu polarisasi analisator dan tegak lurus sumbu polarisasi analisator.
Kemudian cahaya yang terpolarisasi linier melewati analisator. Komponen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
yang ditransmisikan analisator adalah komponen yang paralel sumbu
polarisasi analisator sebesar E cos .
Intensitas gelombang elektromagnetik sebanding dengan kuadrat
amplitudo dari gelombang itu. Gelombang cahaya yang ditrasmisikan oleh
analisator amplitudonya sebesar E cos . Jadi intensitas cahaya yang
ditransmisikan analisator adalah:
𝐼1 = 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 cos 2 
(2.1)
I1 = Intensitas cahaya yang diteruskan analisator pada posisi sumbu polarisasi
polarisator yang membentuk sudut  terhadap sumbu polarisasi
analisator.
Imaks = intensitas maksimum dari cahaya yang diteruskan analisator pada saat
=0
 = sudut antara sumbu polarisasi polarisator dengan sumbu polarisasi
analisator.
Persamaan (2.1) dikenal juga dengan Hukum Malus. Hukum Malus
hanya berlaku jika cahaya yang masuk analisator itu sudah cahaya
terpolarisasi linear [Young, 2003]. Jika analisator diputar maka intensitas
cahaya yang ditransmisikan analisator akan mengikuti persamaan (2.1) dan
ditunjukkan dalam gambar 2.2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
intensitas cahaya melewati analisator
11
Imax
0
45
90
135
180
225
270
315
360
Sudut Putaran Analisator ()
Gambar 2.2. Grafik hubungan intensitas cahaya melewati analisator terhadap sudut putaran
analisator mengikuti persamaan (2.1)
B. Rotasi Optik
Gelombang cahaya terpolarisasi linier melewati larutan bersifat optis
aktif. Arah getaran cahaya berputar sejauh  terhadap arah getaran gelombang
cahaya sebelum melewati larutan bersifat optis aktif. Fenomena ini disebut
rotasi optik [Pedrotti dan Pedrotti, 1962; Sarojo, 2011]. Fenomena rotasi optik
ditunjukkan oleh gambar 2.3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12

Gambar 2.3. berkas cahaya terpolarisasi melewati larutan yang bersifat optis aktif.
Sudut rotasi optik  bergantung pada panjang bahan (l) dalam
desimeter dan konsentrasi bahan (c) dalam gram per mililiter, mengikuti
persamaan (2.2)
𝜃 = 𝛼𝑐𝑙
(2.2)
α adalah nilai rotasi optik spesifik. Nilai rotasi optik spesifik
menunjukkan kemampuan bahan untuk memutar bidang getar cahaya
terpolarisasi setiap konsentrasi larutan 1 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm
[Kraftmakher, 2009].
Menurut persamaan (2.2) sudut rotasi optik dipengaruhi oleh jenis
larutan, panjang larutan dan konsentrasi larutan. Bila panjang larutan tetap,
maka nilai rotasi optik spesifik larutan dapat ditentukan dengan memvariasi
konsentrasi larutannya. Variasi konsentrasi larutan menghasilkan sudut rotasi
optik yang mengikuti persamaan (2.2). Untuk mendapatkan nilai rotasi optik
spesifik larutan dibuat grafik hubungan sudut rotasi optik  terhadap
konsentrasi larutan c. Grafik hubungan sudut rotasi optik  terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
konsentrasi larutan c ini berupa grafik linier. Nilai spesifik rotasi optik
diperoleh dari gradien grafik.
Intensitas cahaya terpolarisasi yang keluar dari analisator akan
mengikuti persamaan (2.1). Bila sebelum melewati analisator, cahaya ini
melewati larutan yang bersifat optis aktif, maka arah polarisasi cahaya
berputar sejauh . Sehingga jika pada awalnya sumbu polarisasi polarisator
dan sumbu polarisasi analisator sudah membentuk sudut sebesar , maka
setelah melewati larutan yang bersifat optis aktif arah cahaya terpolarisasi
menjadi bertambah sebesar . Sehingga intensitas cahaya yang keluar dari
analisator mengikuti persamaan (2.3):
𝐼2 = 𝐼0 cos 2 𝜑 + 𝜃
(2.3)
I2 = intensitas cahaya yang diteruskan analisator setelah berkas cahaya
melewati larutan bersifat optis aktif
 = sudut rotasi optik
Grafik hubungan intensitas cahaya yang tidak melewati larutan bersifat
optis aktif terhadap sudut putaran analisator bila disatukan dalam satu bidang
dengan grafik hubungan intensitas cahaya yang melewati larutan bersifat optis
aktif terhadap sudut putaran analisator akan membentuk grafik seperti yang
ditunjukkan gambar 2.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
intensitas cahaya melewati
analisator
14
Imax
0
45
90
135
180
225
270
315
360
Sudut Putaran Analisator ()
Gambar 2.4 grafik intensitas cahaya yang tidak melewati larutan optis aktif (biru) dan
intensitas cahaya yang melewati larutan bersifat optis aktif (merah) terhadap sudut putaran
analisator
Gambar 2.4 memperlihatkan bahwa kedua grafik tidak berimpit. Hal ini terjadi
karena diantara keduanya terdapat beda fase. Beda fase antara kedua grafik
disebabkan oleh peristiwa rotasi optik. Gambar 2.4 menunjukkan beda fase
kedua grafik sebagai jarak antara lembah dari kedua grafik yang berdekatan.
Besar sudut  diperoleh dari selisih fase grafik hubungan intensitas cahaya
satu terhadap sudut putaran analisator dan grafik hubungan intensitas cahaya
dua terhadap sudut putaran analisator.
Besar sudut  juga dapat ditentukan dengan grafik hubungan intensitas
cahaya yang tidak melewati larutan bersifat optis aktif (I2) terhadap intensitas
cahaya melewati larutan bersifat optis aktif (I2) [Kraftmakher, 2009]. Grafik I1
terhadap I2 ditunjukkan pada gambar 2.5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
B
I1
a
A
b
I2
Gambar 2.5. grafik intensitas cahaya satu terhadap intensitas dua
Sudut rotasi optik  ditentukan dari persamaan (2.4) [Kraftmakher, 2009].
𝑎
𝑏
sin 𝜃 = 𝐴 = 𝐵
(2.4)
C. Pengenceran Larutan
Penentuan nilai rotasi optik spesifik  ditentukan dengan membuat
grafik rotasi optik  terhadap konsentrasi c, oleh karena itu dibutuhkan larutan
bersifat optis aktif dengan berbagai konsentrasi. Variasi konsentrasi larutan
dilakukan dengan mengencerkan larutan. Larutan diencerkan berdasarkan
persamaan (2.5) [Rosenberg, 1989].
𝑉1 𝑐1 = 𝑉2 𝑐2
Keterangan:
V1 : volume larutan sebelum diencerkan
c1 : konsentrasi larutan sebelum diencerkan
V2 : volume larutan setelah diencerkan
c2 : konsentrasi larutan setelah diencerkan
(2.5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai rotasi optik spesifik dari
larutan galaktosa, laktosa dan fruktosa. Untuk menentukan nilai rotasi optik
spesifik ada beberapa tahapan. Tahapan yang pertama adalah persiapan alat.
Tahapan yang kedua adalah persiapan bahan. Tahapan ketiga pengambilan data.
A. Persiapan Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari beberapa
komponen. Alat-alat yang digunakan antara lain:
1. Laser HeNe
Laser HeNe memiliki panjang gelombang 632,8 nm. Laser ini
digunakan sebagai sumber cahaya.
2. Beam splitter
Beam splitter digunakan untuk memecah berkas. Beam splitter
mampu meneruskan sebagian berkas cahaya dan memantulkan sebagian
lainnya.
3. Cermin datar
Cermin datar digunakan untuk memantulkan berkas cahaya yang
dipantulkan oleh beam splitter.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
4. Polarisator
Polarisator adalah alat untuk membuat cahaya tak terpolarisasi
menjadi terpolarisasi linier setelah cahaya tersebut keluar dari polarisator.
5. Analisator
Analisator adalah polarisator yang digunakan untuk menganalisa.
Analisator ini diletakkan dibelakang polarisator untuk melihat arah
polarisasi cahaya yang keluar dari polarisator.
6. Cuvette
Cuvette digunakan untuk tempat larutan. Cuvette yang digunakan
dalam penelitian ini terbuat dari akrilik. Bahan akrilik dipilih karena
transparan sehingga berkas cahaya dapat menembus cuvette. Cuvette yang
digunakan panjangnya 1 dm.
7. Sensor cahaya
Sensor cahaya berfungsi sebagai pendeteksi intensitas cahaya yang
keluar dari analisator.
8. Komputer
Komputer
digunakan
untuk
merekam,
menampilkan
dan
menganalisa data. Komputer dilengkapi dengan software LoggerPro.
9. Interface
Interface merupakan alat yang digunakan untuk menghubungkan
sensor cahaya dengan komputer. Interface yang digunakan pada penelitian
ini adalah LabPro.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
10. Motor listrik
Motor listrik digunakan untuk memutar analisator.
11. Diafragma
Diafragma digunakan untuk mengurangi penyebaran berkas
cahaya.
Alat-alat kemudian dirangkai seperti pada gambar 3.1.
F
D
J
K
H
C
I
E
B
A
H
I
G
Gambar 3.1. Susunan alat eksperimen
Keterangan gambar
A : Laser HeNe
G : Motor Listrik
B : Beam Splitter
H : Diafraghma
C : Cermin Datar
I : Sensor Cahaya
D : Polarisator
J : Interface LabPro
E : Cuvette
K : Komputer
F : Analisator
Laser ditembakkan menuju beam splitter. Beam splitter memecah
berkas cahaya laser menjadi dua, sebagian berkas dipantulkan dan sebagian
diteruskan. Berkas cahaya yang dipantulkan kemudian diarahkan ke cermin
datar kemudian dipantulkan ke polarisator. Setelah melewati polarisator,
berkas cahaya ini langsung menuju analisator. Setelah melewati analisator,
berkas cahaya ini melewati diafragma lalu ditangkap oleh sensor cahaya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
terhubung dengan komputer melalui interface LabPro. Berkas cahaya yang
setelah melewati polarisator langsung menuju analisator kemudian disebut
berkas cahaya satu. Intensitas berkas cahaya satu (I1) mengikuti persamaan
(2.1).
Berkas cahaya yang diteruskan beam splitter menuju polarisator.
Kemudian berkas cahaya ini melewati larutan bersifat optis aktif dan
analisator. Berkas cahaya ini kemudian melewati diafragma lalu ditangkap
oleh sensor cahaya. Berkas cahaya yang melewati larutan bersifat optis aktif
ini kemudian disebut berkas cahaya dua. Intensitas berkas cahaya dua (I2)
mengikuti persamaan (2.3).
Susunan alat eksperimen ini dapat memberi perlakuan terhadap
intensitas berkas cahaya satu dan berkas cahaya dua secara bersamaan.
Sehingga dapat digunakan untuk menentukan acuan dan berkas cahaya yang
melewati larutan bersifat optis aktif secara bersamaan. Keadaan berkas cahaya
yang digunakan untuk menentukan acuan dan berkas cahaya yang melewati
larutan bersifat optis aktif sama.
B. Persiapan Bahan
Bahan yang yang diteliti adalah fruktosa, galaktosa, laktosa. Larutan
pertama yang dibuat adalah laktosa. Bubuk laktosa 72,8 gram dilarutkan
dengan aquades 100 ml sehinga diperoleh konsentrasi larutan 0,728 gr ml-1.
Larutan kedua yang dibuat adalah larutan galaktosa. Larutan galaktosa dibuat
dengan cara yang sama seperti membuat larutan laktosa dan diperoleh
konsentrasi larutan 0,44 gr ml-1. Larutan ketiga yang dibuat adalah fruktosa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Fruktosa ini berbentuk cair dan sangat pekat. Fruktosa cair ini tidak dapat
dilewati laser sehingga perlu diencerkan. Fruktosa diencerkan dengan
menambahkan aquades sampai diperoleh konsentrasi larutan 0,46 gr ml-1.
Fruktosa pada konsentrasi ini sudah dapat ditembus laser. Larutan-larutan ini
kemudian digunakan sebagai larutan stok.
Nilai rotasi optik spesifik dapat diperoleh dengan memvariasi
konsentrasi larutan stok. Konsentrasi larutan divariasi dengan mengencerkan
larutan. Larutan diencerkan dengan menambahkan aquades. Volume aquades
yang ditambahkan ke larutan stok dihitung berdasar persamaan (2.5).
C. Pengambilan Data
Setelah alat dan bahan siap, kemudian larutan dituang pada cuvette.
Cuvette diletakkan diantara polarisator dan analisator dan diatur agar posisinya
lurus. Analisator kemudian diputar. Selama analisator berputar, komputer
mencatat intensitas cahaya. Data yang diperoleh berupa intensitas berkas
cahaya sebagai fungsi sudut. Setelah satu konsentrasi selesai, kemudian
larutan dengan konsentrasi berbeda dituang ke cuvette dan diberi perlakuan
sama.
D. Analisa Data
Data yang direkam oleh komputer kemudian dianalisa dengan bantuan
software LoggerPro. Terdapat dua cara untuk menentukan sudut rotasi optik,
yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
1. Analisa dengan Hukum Malus
Data yang direkam oleh komputer kemudian ditampilkan dalam
bentuk grafik hubungan intensitas cahaya satu terhadap sudut putaran
analisator dan grafik hubungan intensitas cahaya dua terhadap sudut
putaran analisator. Masing-masing grafik difit menggunakan persamaan
(2.3). Hasil fitting data menunjukkan nilai fase dari masing-masing grafik.
Kemudian ditentukan selisih fase dari kedua grafik. Selisih fase ini
merupakan sudut rotasi optik () oleh larutan untuk satu konsentrasi.
Setelah sudut rotasi optik untuk satu konsentrasi larutan diperoleh,
kemudian dilakukan perhitungan dengan cara yang sama untuk konsentrasi
larutan yang lain. Sehingga diperoleh sudut rotasi optik dari beberapa
konsentrasi larutan. Kemudian dibuat grafik hubungan sudut rotasi optik
terhadap konsentrasi larutan. Menurut persamaan (2.2), nilai rotasi optik
spesifik (α) ditentukan dari gradien grafik hubungan sudut rotasi optik
terhadap konsentrasi larutan.
2. Analisa dengan Grafik Hubungan Intensitas Cahaya Satu (I1) terhadap
Intensitas Cahaya Dua (I2)
Data yang diperoleh dari pencatatan komputer dapat ditampilkan
dalam bentuk grafik hubungan intensitas cahaya satu (I1) terhadap
intensitas cahaya dua (I2). Grafik ini berbentuk elips seperti gambar 2.5.
Nilai B dan b pada persamaan (2.4) ditentukan dengan software
LoggerPro. Besar sudut  dari grafik ditentukan dengan persamaan (2.4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Besar sudut  dari konsentrasi larutan yang lain ditentukan dengan
cara yang sama sehingga diperoleh beberapa nilai  dari beberapa
konsentrasi larutan. Nilai rotasi optik spesifik (α) ditentukan dengan
membuat grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan.
Menurut persamaan (2.2) nilai rotasi optik spesifik diperoleh dari gradien
grafiknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Bahan yang diteliti pada penelitian ini yaitu galaktosa, laktosa dan
fruktosa. Ketiga bahan diteliti dengan metode yang sama untuk menentukan
sudut rotasi optiknya. Data hasil penelitian disajikan sebagai berikut.
1. Hasil Pengukuran Larutan Galaktosa
Kedudukan
sumbu
polarisasi
analisator
berubah
seiring
berputarnya analisator, akibatnya intensitas cahaya yang melewati
analisator ikut berubah. Selama analisator berputar, komputer mencatat
intensitas cahaya yang keluar dari analisator. Oleh karena itu komputer
mencatat intensitas cahaya sebagai fungsi waktu. Menurut persamaan
(2.1), intensitas cahaya merupakan fungsi sudut. Sehingga perlu dilakukan
perhitungan untuk mendapatkan intensitas sebagai fungsi sudut, contoh
perhitungan pada lampiran 2. Komputer mencatat intensitas cahaya setiap
0,05 detik selama 30 detik sehingga data yang diperoleh sangat banyak.
Oleh karena itu, tabel 4.1 tidak menampilkan semua data.
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Tabel 4.1. Hubungan intensitas berkas cahaya satu dan intensitas berkas cahaya dua
terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan galaktosa 0,2 gr ml-1 dan panjang
larutan 1 dm.
No.
Sudut (rad)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
2,737
2,956
3,176
3,394
3,613
3,832
4,051
4,271
4,498
4,708
4,928
5,146
5,365
5,585
5,803
6,023
6,242
6,46
6,68
6,898
Intensitas berkas cahaya
satu (lux)
599
647
673
692
678
574
432
246
95
14
4
68
186
372
647
684
647
603
529
397
Intensitas berkas cahaya
dua (lux)
397
417
434
411
374
295
200
95
23
2
21
89
178
287
426
430
388
335
258
169
Data dapat dianalisa dengan dua cara, yaitu dengan fitting data
berdasar hukum Malus dan dengan grafik hubungan intensitas berkas
cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua.
a. Analisa dengan Hukum Malus
Data yang ditampilkan pada tabel 4.1 kemudian disajikan dalam
bentuk grafik hubungan intensitas berkas cahaya terhadap sudut putaran
analisator. Data disajikan dalam bentuk grafik agar dapat difit dengan
hukum Malus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Gambar 4.1. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut putaran analisator.
Intensitas berkas cahaya satu (intensitas cahaya yang tinggi) sebagai acuan dan intensitas
berkas cahaya dua (intensitas cahaya yang rendah) sebagai berkas cahaya yang melewati
larutan. Konsentrasi larutan galaktosa 0,2 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm.
Gambar 4.1 menampilkan grafik yang sesuai dengan hukum Malus
yang dinyatakan pada persamaan (2.1). Kedua grafik tidak membentuk
grafik yang sesuai dengan hukum Malus dengan sempurna, terkadang
bergerser ke kiri atau kanan. Pergeseran ke kiri atau ke kanan ini dialami
oleh kedua grafik secara bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan
kedua berkas cahaya sama.
Grafik yang ditunjukkan gambar 4.1 memperlihatkan bahwa
lembah grafik intensitas cahaya dua berada di sebelah kiri dari lembah
grafik intensitas cahaya satu. Perbedaan disebabkan oleh peristiwa rotasi
optik. Larutan galaktosa memutar bidang getar polarisasi berkas cahaya
yang melewatinya. Besar sudut rotasi optik dapat ditentukan dari
persamaan (2.3).
Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut
putaran analisator yang ditampilkan pada gambar 4.2 dan grafik hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut putaran analisator yang
ditampilkan pada gambar 4.3 masing-masing difit menggunakan
persamaan (2.3), dengan fasilitas fitting data dari software LoggerPro.
Gambar 4.2. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut putaran
analisator
Gambar 4.3. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran
analisator. Konsentrasi larutan galaktosa 0,2 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm.
Gambar 4.2 dan gambar 4.3 memperlihatkan grafik yang difit dengan
persamaan (2.3). Garis yang mengikuti titik data pada gambar 4.2 dan 4.3
merupakan garis fitting menurut persamaan (2.3). Hasil fitting data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
menunjukkan nilai fase grafik. Fase grafik hubungan intensitas berkas
cahaya satu terhadap sudut putaran analisator sebesar 3,11±0,05 rad dan
fase grafik intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran analisator
sebesar 3,38±0,05 rad. Selisih fase kedua grafik merupakan sudut rotasi
optik oleh larutan galaktosa. Untuk larutan galaktosa dengan konsentrasi
0,2 gr ml-1 diperoleh nilai perputaran bidang polarisasi sebesar 0,27±0,07
rad atau 16±4. Ralat yang dihasilkan dari fitting data cukup besar. Hal ini
terjadi karena bentuk grafik yang tidak baik.
Larutan galaktosa divariasi konsentrasinya kemudian ditentukan
sudut rotasi optik untuk masing-masing konsentrasi larutan. Sudut rotasi
optik untuk masing-masing larutan ditampilkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa sepanjang
1 dm.
No.
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi (gr ml-1)
0,2
0,25
0,305
0,344
0,367
0,44
Sudut rotasi optik ()
16±4
23±3
25±2
28±3
29±4
37±2
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan
galaktosa maka sudut rotasi optik juga semakin besar. Untuk menentukan
nilai rotasi optik spesifik larutan galaktosa menurut persamaan (2.2) dibuat
grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa
yang ditunjukkan pada gambar 4.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Gambar 4.4. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa
sepanjang 1 dm.
Gambar 4.4 merupakan grafik hubungan sudut rotasi optik
terhadap konsentrasi larutan galaktosa. Sesuai dengan persamaan (2.2),
nilai rotasi optik spesifik ditentukan dari nilai gradien grafik. Bila panjang
larutan galaktosa satu desimeter maka nilai rotasi optik spesifik larutan
galaktosa sebesar (80 ± 8) derajat ml gr-1 dm-1.
b. Analisa dengan Grafik Hubungan Intensitas Berkas Cahaya Satu terhadap
Intensitas Berkas Cahaya Dua
Cara lain untuk menentukan sudut rotasi optik dengan membuat
grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas
cahaya dua. Dari grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap
intensitas berkas cahaya dua dapat ditentukan besar sudut rotasi optik
dengan persamaan (2.4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Gambar 4.5. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas
cahaya dua. Konsentrasi larutan galaktosa 0,2 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm.
Titik-titik data yang ditunjukkan gambar 4.5 berbentuk elips.
Untuk satu kali putaran analisator tebentuk grafik elips yang baik, namun
pengukuran dilakukan beberapa kali putaran analisator agar lebih akurat.
Sudut rotasi optik ditentukan menggunakan persamaan (2.4) berbantuan
software LoggerPro. Mengacu pada gambar 2.5, dari gambar 4.5 diperoleh
nilai B sebesar 360,5 lux dan nilai b sebesar 108,5 lux. Menurut
persamaan (2.4) diperoleh sudut rotasi optik sebesar 18±3.
Setelah sudut rotasi optik untuk konsentrasi 0,2 gr ml-1 ditentukan,
sudut rotasi optik untuk nilai konsentrasi larutan lainnya ditentukan
dengan cara yang sama. Sudut rotasi optik dari beberapa konsentrasi
larutan galaktosa ditampilkan pada tabel 4.3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Tabel 4.3. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa sepanjang
1 dm.
No.
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi (gr ml-1)
0,2
0,25
0,305
0,344
0,367
0,44
Sudut rotasi optik ()
18±3
22±3
26±2
28±3
33±4
36±5
Tabel 4.3 menunjukkan gejala semakin besar konsentrasi larutan
galaktosa maka sudut rotasi optik juga semakin besar. Untuk menentukan
nilai rotasi optik spesifik larutan galaktosa dibuat grafik hubungan sudut
rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa yang ditunjukkan
gambar 4.6.
Gambar 4.6. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa
sepanjang 1 dm.
Sesuai dengan persamaan (2.2) maka gradien grafik 4.6 merupakan nilai
rotasi optik spesifik larutan galaktosa sebesar (80 ± 5) derajat ml gr-1 dm-1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
2. Hasil Pengukuran Larutan Laktosa
Penelitian dilakukan pula pada larutan laktosa. Larutan laktosa
diberi perlakuan sama dengan larutan galaktosa. Data yang diperoleh
untuk larutan laktosa ditampilkan pada tabel 4.4. Tidak semua data yang
diperoleh ditampilkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hubungan intensitas berkas cahaya dua dan intensitas berkas cahaya satu
terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan laktosa 0,541 gr ml -1 dan panjang
larutan 1 dm.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sudut
(rad)
3,256
3,454
3,653
3,851
4,049
4,247
4,446
4,644
4,842
Intensitas berkas cahaya
satu (lux)
488
457
362
252
194
112
74
23
4
Intensitas berkas cahaya
dua (lux)
236
194
149
103
58
27
8
0
14
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
5,041
5,239
5,437
5,636
5,834
6,032
6,23
6,429
6,627
6,825
7,024
33
109
254
393
488
576
570
634
595
545
508
54
122
207
289
320
341
335
306
287
254
202
No.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
a. Analisa dengan Hukum Malus
Gambar 4.7 Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut putaran analisator.
Intensitas berkas cahaya satu (intensitas cahaya yang tinggi) sebagai acuan dan intensitas
berkas cahaya dua (intensitas cahaya yang rendah) sebagai berkas cahaya yang melewati
larutan. Konsentrasi larutan laktosa 0,541 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm.
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa lembah grafik intensitas berkas
cahaya dua berada di sebelah kiri lembah grafik intensitas berkas cahaya
satu. Grafik intensitas berkas cahaya satu dan grafik intensitas berkas
cahaya dua, masing-masing difit dengan persamaan (2.3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Gambar 4.8. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut putaran
analisator
Gambar 4.9. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran
analisator. Konsentrasi larutan laktosa 0,541 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm.
Fase grafik intensitas berkas cahaya satu sebesar 3,15±0,04 rad dan fase
grafik intensitas berkas cahaya dua sebesar 3,50±0,04 rad. Selisih fase
kedua grafik merupakan sudut rotasi optik. Untuk larutan laktosa dengan
konsentrasi 0,541 gr ml-1 diperoleh sudut rotasi optik sebesar 0,35±0,06
rad atau 20±3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Setelah sudut rotasi optik untuk satu konsentrasi larutan diperoleh,
kemudian sudut rotasi optik untuk konsentrasi lain dihitung dengan cara
yang sama. Sudut rotasi optik untuk masing-masing konsentrasi
ditampilkan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan laktosa sepanjang 1
dm.
No.
1
2
3
4
5
6
7
Konsentrasi (gr ml-1)
0,541
0,565
0,592
0,622
0,654
0,691
0,728
Sudut rotasi optik ()
20±3
22±2
24±3
23±4
25±2
28±4
30±4
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan
laktosa maka sudut rotasi optik juga semakin besar. Nilai rotasi optik
spesifik larutan laktosa ditentukan dengan membuat grafik hubungan sudut
rotasi optik terhadap konsentrasi larutan laktosa. Grafik hubungan sudut
rotasi optik terhadap konsentrasi larutan laktosa ditunjukkan oleh gambar
4.10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Gambar 4.10. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan laktosa
sepanjang 1 dm
Gradien grafik 4.10 menunjukkan besarnya nilai rotasi optik spesifik
larutan laktosa yaitu sebesar (51 ± 5) derajat ml gr-1 dm-1.
b. Analisa dengan Grafik Hubungan Intensitas Berkas Cahaya Satu terhadap
Intensitas Berkas Cahaya Dua
Metode lain untuk menentukan nilai spesifik rotasi optik dari
larutan laktosa adalah dengan grafik hubungan intensitas berkas cahaya
satu terhadap intensitas berkas cahaya dua yang ditunjukkan pada gambar
4.11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Gambar 4.11. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas
cahaya dua. Konsentrasi larutan laktosa 0,541 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm.
Grafik 4.11 dianalisa dengan cara yang sama dengan yang dilakukan pada
larutan galaktosa menggunakan persamaan (2.4). Mengacu pada gambar
2.5, dari gambar 4.11 diperoleh nilai B sebesar 284,5 lux dan nilai b
sebesar 120 lux, sehingga diperoleh sudut perputaran optik 21±6.
Konsentrasi larutan laktosa kemudian divariasi. Masing-masing
konsentrasi ditentukan sudut rotasi optiknya. Hubungan sudut rotasi optik
terhadap konsentrasi larutan laktosa disajikan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan laktosa sepanjang 1
dm.
No.
1
2
3
4
5
6
7
Konsentrasi (gr ml-1)
0,541
0,565
0,592
0,622
0,654
0,691
0,728
Sudut rotasi optik ()
21±6
22±4
23±5
23±5
25±4
28±4
31±3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Gambar 4.12. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan laktosa
sepanjang 1 dm.
Nilai rotasi optik spesifik larutan laktosa diperoleh dari gradien grafik
hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan laktosa sepanjang
1 dm. Nilai spesifik rotasi optik larutan laktosa dari gambar 4.12 sebesar
(52 ± 6) derajat ml gr-1 dm-1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
3. Hasil Pengukuran Larutan Fruktosa
Fruktosa diperlakukan dengan cara yang sama yang dengan larutan
galaktosa dan laktosa diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 4.7. Hubungan intensitas berkas cahaya satu dan intensitas berkas cahaya dua
terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan fruktosa 0,38 gr ml-1 dan panjang
larutan 1 dm.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sudut
(rad)
1,559
1,678
1,798
1,918
2,037
2,156
2,276
2,396
2,515
Intensitas berkas cahaya
satu (lux)
153
99
39
6
2
39
128
264
442
Intensitas berkas cahaya
dua (lux)
27
21
10
2
2
0
8
21
43
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
2,635
2,754
2,873
2,993
3,112
3,232
3,351
3,471
3,59
3,71
3,83
564
618
694
715
682
676
661
616
543
459
368
62
74
81
87
91
91
87
85
79
68
56
No.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
a. Analisa dengan Hukum Malus
Gambar 4.13. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut putaran analisator.
Intensitas berkas cahaya satu (intensitas cahaya yang tinggi) sebagai acuan dan intensitas
berkas cahaya dua (intensitas cahaya yang rendah) sebagai berkas cahaya yang melewati
larutan. Konsentrasi larutan fruktosa 0,38 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm.
Cara menentukan sudut rotasi optik untuk larutan fruktosa ini sama
dengan larutan galaktosa dan laktosa. Grafik 4.14 dan grafik 4.15 difit
dengan persamaan (2.3).
Gambar 4.14. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut putaran
analisator
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Gambar 4.15. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran
analisator. Konsentrasi larutan fruktosa 0,38 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm.
Fase grafik intensitas berkas cahaya satu sebesar 1,59±0,04 rad dan fase
grafik intensitas berkas cahaya dua sebesar 1,37±0,04 rad. Selisih fase
kedua grafik merupakan sudut rotasi optik. Untuk larutan fruktosa dengan
konsentrasi 0,38 gr ml-1 diperoleh nilai rotasi optik sebesar 0,22±0,06 rad
atau 12±3.
Konsentrasi larutan fruktosa kemudian divariasi. Sudut rotasi optik
diperoleh dengan cara yang sama kemudian ditampilkan pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan fruktosa sepanjang 1
dm.
No.
1
2
3
4
5
Konsentrasi (gr ml-1)
0,38
0,4
0,42
0,44
0,46
Sudut rotasi optik ()
12±3
13±3
14±4
18±3
20±2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Gambar 4.16. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan fruktosa
sepanjang 1 dm.
Dari grafik 4.16 dapat diketahui besarnya nilai rotasi optik spesifik larutan
fruktosa yaitu sebesar (89 ± 13) derajat ml gr-1 dm-1.
b. Analisa dengan Grafik Hubungan Intensitas Berkas Cahaya Satu terhadap
Intensitas Berkas Cahaya Dua
Metode lain untuk menentukan sudut rotasi optik dari larutan
fruktosa adalah dengan grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu
terhadap intensitas berkas cahaya dua yang dinyatakan pada gambar 4.17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Gambar 4.17. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas
cahaya dua. Konsentrasi larutan fruktosa 0,38 gr ml-1 dan panjang larutan 1 dm.
Dari grafik 4.17 berdasarkan gambar 2.5 dipeoleh nilai B sebesar 71,5 lux
dan nilai b sebesar 18 lux sehingga diperoleh sudut rotasi optik 15±4.
Demikian pula untuk konsentrasi larutan fruktosa yang lain, sehingga
diperoleh tabel 4.12.
Tabel 4.9. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan fruktosa sepanjang 1
dm.
No.
1
2
3
4
5
Konsentrasi (gr ml-1)
0,38
0,4
0,42
0,44
0,46
Sudut rotasi optik ()
15±4
17±1
18±5
21±3
21±3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Gambar 4.18. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan fruktosa
sepanjang 1 dm.
Dari grafik 4.18 dapat diketahui besarnya nilai rotasi optik spesifik larutan
fruktosa yaitu sebesar (86 ± 9) derajat ml gr-1 dm-1.
B. Pembahasan
Cahaya terpolarisasi melewati larutan yang bersifat optis aktif akan
diputar bidang getarnya. Peristiwa ini disebut rotasi optik. Rotasi optik
dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, panjang larutan, dan jenis larutan yang
dilewati. Penelitian ini meneliti beberapa jenis larutan yang bersifat optis aktif
untuk mengetahui nilai rotasi optik spesifiknya.
Sudut rotasi optik dapat ditentukan bila acuan sudah ditentukan
terlebih dahulu. Pada penelitian sebelumnya acuan dan berkas cahaya yang
melewati larutan bersifat optis aktif ditentukan secara terpisah, padahal
sumber cahaya yang digunakan dapat menghasilkan intensitas cahaya yang
berubah. Oleh karena itu pada penelitian ini, acuan dan berkas cahaya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
melewati larutan bersifat optis aktif diukur secara bersamaan. Untuk dapat
mengukur acuan dan berkas cahaya yang melewati larutan bersifat optis aktif
secara bersamaan digunakan beam splitter sebagai pemecah berkas cahaya
laser. Berkas cahaya acuan kemudian disebut berkas cahaya satu dan berkas
cahaya yang melewati larutan bersifat optis aktif disebut berkas cahaya dua.
Kemudian masing-masing berkas cahaya ditangkap oleh sensor cahaya yang
terhubung ke komputer melalui interface LabPro.
Sebelum melakukan pengukuran, dilakukan eksperimen pendahuuan.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini diatur posisinya. Sensor cahaya
diatur agar tegak lurus terhadap arah datangnya berkas cahaya. Analisator
diberi pelumas agar dapat berputar dengan lancar. Posisi cuvette diatur agar
tidak miring terhadap jalannya berkas cahaya.
Setelah posisi alat diatur, sumber cahaya kemudian dinyalakan.
Sumber cahaya yang digunakan pada penelitian ini adalah laser HeNe. Laser
HeNe memiliki karakteristik yaitu intensitas cahaya tidak stabil akibat
perubahan panjang resonator, terutama pada awal pemakaian [Santosa, 2011].
Oleh karena itu, sebelum digunakan laser dinyalakan terlebih dahulu selama
kurang lebih 1 jam.
Setelah diamati, berkas cahaya yang sampai di sensor cahaya
menyebar. Intensitas berkas cahaya yang terbaca terkadang bukan bagian
tengah dari penyebaran berkas tersebut sehingga intensitasnya tidak konstan.
Berkas cahaya dilewatkan pada diafragma yang diameternya kecil agar hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
bagian tengah berkas cahaya laser yang sampai di sensor cahaya. Diafragma
diletakkan diantara analisator dan sensor cahaya.
Data yang ditampilkan pada gambar 4.1, 4.7, dan 4.13 masih terdapat
riak-riak kecil yang terlihat terutama pada puncak-puncak grafik. Riak-riak
kecil ini diakibatkan oleh adanya getaran. Sumber getaran antara lain
komputer dan motor listrik. Sumber getaran ini menggetarkan diafragma
karena sumber getaran ini berada pada meja yang sama dengan diafragma.
Untuk mengurangi getaran ini kemudian komputer sebagai sumber getaran
dipindahkan ke meja yang lain. Getaran dari motor listik masih menggetarkan
diafragma karena motor listrik terhubung dengan analisator yang berada pada
meja yang sama sehingga terkadang bukan pusat berkas cahaya yang sampai
di sensor cahaya.
Setelah pengaturan alat menghasilkan data yang baik, kemudian
larutan yang diteliti dituang ke cuvette. Analisator kemudian diputar oleh
motor listrik. Selama analisator berputar, intensitas cahaya dicatat oleh
komputer. Data yang dicatat komputer adalah tabel hubungan intensitas berkas
cahaya terhadap waktu. Tabel ini kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik
hubungan intensitas berkas cahaya terhadap waktu. Menurut persamaan (2.1),
intensitas berkas cahaya merupakan fungsi sudut. Kemudian dilakukan
perhitungan terhadap waktu sehingga diperoleh intensitas berkas cahaya
sebagai fungsi sudut.
Grafik intensitas berkas cahaya satu dan grafik intensitas berkas
cahaya dua terhadap sudut putaran analisator mengikuti persamaan hukum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Malus. Cara pertama untuk menentukan sudut rotasi optik dengan fitting data
menurut persamaan (2.3). Hasil fitting data dapat menunjukkan fase grafik.
Menurut persamaan (2.1) dan (2.3), beda fase dari grafik intensitas berkas
cahaya satu dan grafik intensitas berkas cahaya dua merupakan besar sudut
rotasi optik.
Cara kedua untuk menentukan sudut rotasi optik dengan grafik
hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua.
Grafik ini berbentuk elips karena antara sumbu horisontal dan sumbu vertikal
memiliki perbedaan fase. Sudut rotasi optik ditentukan menggunakan
persamaan (2.4).
Analisa dengan Hukum Malus cocok digunakan untuk keadaan
eksperimen dengan putaran analisator konstan. Bila putaran analisator konstan
maka grafik intensitas cahaya terhadap sudut putaran analistor dapat terbentuk
dengan baik. Meskipun analisator tidak berputar dengan konstan metode ini
masih dapat digunakan karena fasilitas fitting data pada software LoggerPro
dapat menampilkan hasil fitting yang paling mendekati persamaan grafik yang
tepat. Fitting data ini menggunakan semua titik data yang dihasilkan untuk
menentukan persamaan grafiknya. Sedangkan analisa dengan grafik hubungan
intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua tidak
memerlukan perhitungan terhadap waktu untuk mendapatkan hubungan
intensitas terhadap sudut. Analisator tidak harus diputar konstan, karena cara
memutar analisator tidak mempengaruhi bentuk grafik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Fitting data menggunakan hukum Malus dan grafik hubungan
intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua digunakan
untuk menentukan sudut rotasi optik untuk satu konsentrasi larutan. Nilai
rotasi optik spesifik ditentukan dari grafik sudut rotasi optik terhadap
konsentrasi larutan. Semakin besar konsentrasi larutan maka semakin besar
pula sudut rotasi optik. Konsentrasi larutan yang semakin tinggi menunjukkan
bahwa bahan yang mampu memutar bidang getar cahaya terpolarisasi di
dalam zat pelarut semakin banyak, sehingga perputarannya semakin jauh.
Gradien dari grafik ini merupakan nilai rotasi optik spesifik larutan yang
diteliti.
Hasil pengkuran secara keseluruhan disajikan dalam tabel 4.10 berikut.
Tabel 4.10 Tabel hasil pengukuran nilai rotasi optik spesifik dari analisa Hukum Malus, grafik
Elips, dan Acuan [Belitz, Grosch, Scieberle, 2009]
No.
Jenis Gula
1
2
3
Galaktosa
Laktosa
Fruktosa
Nilai rotasi optik spesifik
(derajat ml g-1 dm-1)
Hukum Malus Grafik Elips
Acuan
80 ± 8
80 ± 5
80,2
51 ± 5
52 ± 6
53,6
89 ± 13
86 ± 9
92
Nilai rotasi optik spesifik yang dihasilkan dari analisa dengan Hukum
Malus menghasilkan ralat yang cukup besar. Ralat yang cukup besar ini
dikarenakan masih ada getaran dari motor listrik yang menggetarkan
diafragma dan putaran analisator yang tidak konstan. Hal ini terlihat dari garis
fitting data yang tidak tepat mengikuti titik-titik data. Terdapat pergeseran
antara titik data dengan garis fitting data. Sedangkan untuk analisa dengan
grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
cahaya dua juga menghasilkan ralat yang cukup besar karena grafik yang
dihasilkan tidak membentuk elips dengan baik.
Ralat pada larutan fruktosa bila dibanding dengan ralat dari larutan
galaktosa dan laktosa merupakan ralat yang terbesar. Ralat dari larutan
fruktosa ini besar karena fruktosa memiliki karakteristik yang berbeda dengan
galaktosa dan laktosa. Galaktosa dan laktosa berbentuk bubuk kemudian
dilarutan dengan aquades sehingga terbentuk larutan laktosa dan galaktosa.
Larutan laktosa dan galaktosa ini berwarna putih kekuningan sehingga lebih
mudah dilewati berkas cahaya. Fruktosa berbentuk cair dan berwarna coklat
pekat. Fruktosa cair ini kemudian diencerkan agar dapat dilewati berkas
cahaya. Berkas cahaya yang melewati larutan ini menyebar. Penyebaran
berkas cahaya ini lebih luas dibanding dengan penyebaran berkas cahaya yang
melewati larutan laktosa dan galaktosa. Hal ini menyebabkan pembacaan
intensitas berkas cahaya semakin tidak baik sehingga ralatnya pun besar.
Nilai rotasi optik spesifik yang diperoleh dengan menggunakan metode
analisa dengan Hukum Malus dan grafik hubungan intensitas berkas cahaya
satu terhadap intensitas berkas cahaya dua hampir sama. Namun bila hasil ini
dibandingkan dengan hasil pengukuran yang pernah dilakukan, yang
ditampilkan pada tabel 4.10, terlihat bahwa nilainya hampir sama.
Ketidaksamaan terjadi karena nilai rotasi optik spesifik pada pengukuran yang
pernah dilakukan menggunakan sodium D-line dengan panjang gelombang
589 nm sebagai sumber cahaya dan diteliti pada suhu 20C-25C [Belitz,
Grosch, Scieberle, 2009]. Sedangkan pada penelitian ini digunakan laser
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
HeNe dengan panjang gelombang 632,8 nm sebagai sumber cahaya dan suhu
ruangan 27C.
Pengamatan
intensitas
berkas
cahaya
terpolarisasi
berbantuan
komputer ini relatif lebih mudah digunakan. Komputer merupakan media yang
sudah tidak asing lagi. Metode eksperimen ini dapat pula digunakan dalam
pembelajaran pada praktikum gelombang dan optika. Komputer dapat
membantu siswa untuk mengamati intensitas cahaya terpolarisasi yang
melewati analisator. Dengan bantuan komputer siswa tidak perlu mengamati
secara visual. Pembelajaran menjadi lebih menarik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada penelitian ini telah dilakukan pengamatan rotasi optik oleh
larutan galaktosa, laktosa dan fruktosa. Pengamatan dilakukan dengan bantuan
sensor cahaya dan software LoggerPro.
Dari keseluruhan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Penentuan acuan dan sudut putaran bidang getar cahaya terpolarisasi oleh
larutan dapat dilakukan bersamaan dengan bantuan beam splitter sebagai
pemecah berkas cahaya.
2. Metode menentukan sudut perputaran bidang getar cahaya terpolarisasi
oleh larutan sampel ada dua cara, menggunakan fitting berdasar hukum
Malus dan grafik elips.
3. Hasil pengukuran nilai spesifik rotasi optik:
No.
Jenis Gula
1
2
3
Galaktosa
Laktosa
Fruktosa
Nilai spesifik rotasi optik
(derajat ml g-1 dm-1)
Grafik Elips
Hukum Malus
80 ± 5
80 ± 8
52 ± 6
51 ± 5
86 ± 9
89 ± 13
B. Saran
Berdasar penelitian ini, penulis menyarankan kepada pembaca yang
ingin melakukan penelitian selanjutnya untuk:
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
1. melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh suhu terhadap sudut
rotasi optik.
2. melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh panjang gelombang
berkas cahaya terhadap sudut rotasi optik.
3. pengamatan intensitas cahaya dengan bantuan komputer dapat digunakan
pada praktikum gelombang dan optika pada tingkat universitas atau
sekolah menengah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Halliday, D., Resnick, R. 1986. FISIKA: Edisi ke 3 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kraftmakher, Y. 2009. Measurement of Small Optical Polarization Rotations. Eur.
J. Phys. 30 271-276
Koensoemardiyah. 2010. A to Z Minyak Atsiri untuk Industri Makanan, Kosmetik,
dan Aromaterapi. Jogja: Penerbit Andi.
Limiansih dan Santosa. 2013. Redaman Pada Pendulum Sederhana. Prosiding
Pertemuan Ilmiah XXVII HFI. Jateng dan DIY.
Newmark, A. 2000. Jendela Iptek. Jakarta: Balai Pustaka.
Nugroho, S.R. 2009. Pengukuran Aktivitas Optik Pada Larutan Gula. Skripsi S1
pada: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tidak diterbitkan.
Pedrotti, F.L. dan Pedrotti, L.S. 1962. Introductions to Optics. London: PrenticeHall.
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Rosenberg, J.L. 1989. Teori dan Soal-Soal Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Santosa, I.E. 2011. Pengaruh Perubahan Panjang Resonator Terhadap Daya
Keluaran Laser He-Ne. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng &
DIY. Purwokerto.
Santosa, I.E. 2014. Petunjuk Praktikum Fisika Atom dan Molekul. Yogyakarta:
USD.
Sarojo, G.A. 2011. Gelombang dan Optika. Jakarta: Salemba Teknika.
Sriraharjo dan Santosa. 2014. Pengaruh Luas Permukaan Terhadap Redaman pda
Sistem Massa Pegas. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI. Jateng dan
DIY.
Suryani dan Santosa. 2014. Pengukuran Konstanta Pendinginan Newton.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX. Salatiga:
UKSW.
Tipler, P.A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.
WHO. 2005. Pemastian Mutu Obat. Jakarta: EGC.
Young, H. D. dkk. 2003. Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Susunan Alat Eksperimen
Susunan alat eksperimen dilihat dari samping
Susunan alat eksperimen dilihat dari depan
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Lampiran 2. Perhitungan terhadap Sudut
Komputer membaca intensitas cahaya setiap waktu selama analisator
berputar, sehingga komputer mencatat intensitas cahaya sebagai fungsi waktu.
Sedangkan, intensitas merupakan fungsi sudut seperti yang dinyatakan pada
persamaan (2.1), oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan untuk mengetahui
hubungan waktu dengan sudut.
v


Gambar Analisator diputar dengan kecepatan sudut . Sumbu polarisasi analisator (anak panah
hitam) membentuk sudut  terhadap sumbu polarisasi polarisator (anak panah merah)
Gambar menunjukkan analisator diputar dengan kecepatan sudut . Sudut
yang dibentuk oleh sumbu polarisasi analisator terhadap sumbu polarisasi
polarisator dinyatakan pada persamaan (1)
𝜑 = 𝜔𝑡 + 𝛿
(1)
keterangan:

: sudut yang dibentuk sumbu polarisasi analisator dengan sumbu
polarisasi polarisator

: kecepatan sudut
t
: waktu

: sudut yang dibentuk sumbu polarisasi analisator dengan sumbu
polarisasi polarisator pada waktu t=0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Persamaan (1) digunakan untuk melakukan perhitungan terhadap waktu
agar diperoleh grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut.
Contoh perhitungan terhadap sudut
Grafik hubungan intensitas cahaya satu terhadap waktu yang ditampilkan
pada gambar 4.2 difit dengan persamaan y=Acos2(t + ), diperoleh nilai:
 = 0,438
 = 2,7375
Nilai B dan C dimasukkan ke persamaan (1).
Sebagai contoh untuk nilai t = 0.
 = t + 
= (0,438 x 0) + 2,7375
= 2,7375 rad
Lampiran 3. Pengenceran Larutan
Persamaan yang digunakan untuk mengecerkan larutan adalah
V1C1 = V2C2
1. Larutan Galaktosa
No.
1
2
3
4
5
6
C1
(gr ml-1)
0,44
0,367
0,344
0,305
0,25
0,2
V1
(ml)
25
30
32
36
44
55
C2
(gr ml-1)
0,367
0,344
0,305
0,25
0,2
V2
(ml)
30
32
36
44
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
2. Larutan Laktosa
No.
1
2
3
4
5
6
7
C1
(gr ml-1)
0,728
0,691
0,654
0,622
0,592
0,565
0,541
V1
(ml)
17
18
19
20
21
22
23
C2
(gr ml-1)
0,691
0,654
0,622
0,592
0,565
0,541
V2
(ml)
18
19
20
21
22
23
V1
(ml)
54
57
60
63
66
C2
(gr ml-1)
0,44
0,42
0,4
0,38
V2
(ml)
57
60
63
66
3. Larutan Fruktosa
No.
1
2
3
4
5
C1
(gr ml-1)
0,46
0,44
0,42
0,4
0,36
Lampiran 4. Data larutan Galaktosa
1. Perhitungan Sudut Rotasi Optik dengan Hukum Malus
No.
Konsentrasi
(gr ml-1)
1
0,2
Grafik intensitas terhadap sudut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
2
0,25
3
0,305
4
0,344
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
5
0,367
6
0,44
No.
Konsentrasi
(gr ml-1)
Fase
Fase Pengukuran
Acuan
Sampel
(rad)
(rad)
Sudut Rotasi Optik
(rad)
()
1
0,2
3,111
3,383
0,272
15,59
2
0,25
0,7197
1,119
0,3993
22,89
3
0,305
3,717
4,152
0,435
24,94
4
0,344
2,461
2,95
0,489
28,03
5
0,367
4,643
5,142
0,499
28,61
6
0,44
1,58
2,222
0,642
36,8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
2. Perhitungan Sudut Rotasi Optik dengan Grafik Elips
No.
Konsentrasi
(gr ml-1)
1
0,2
2
0,25
3
0,305
Grafik Elips
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
4
0,344
5
0,367
6
0,44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Sudut Rotasi
Konsentrasi
B
b
(gr ml-1)
(lux)
(lux)
1
0,2
360,5
108,5
0,3
17,52
2
0,25
303,5
113,5
0,37
21,97
3
0,305
226
99
0,44
25,99
4
0,344
124
59
0,5
28,43
5
0,367
145,5
78,5
0,54
32,67
6
0,44
180
106,5
0,6
36,29
No.
Sin (B/b)
()
Lampiran 5. Data larutan Laktosa
1. Perhitungan Sudut Rotasi Optik dengan Hukum Malus
No.
Konsentrasi
(gr ml-1)
1
0,541
Optik
Grafik intensitas terhadap sudut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
2
0,565
3
0,592
4
0,622
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
5
0,654
6
0,691
7
0,728
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
No.
Konsentrasi
(gr ml-1)
Fase
Acuan
(rad)
1
2
3
4
5
6
7
0,541
0,565
0,592
0,622
0,654
0,691
0,728
3,151
5,44
3,133
0,05256
1,153
3,941
3,725
Fase
Pengukuran
Sampel
(rad)
3,496
5,824
3,543
0,4608
1,589
4,435
4,248
Sudut Rotasi Optik
(rad)
()
0,345
0,384
0,41
0,40824
0,436
0,494
0,523
19,78
22,01
23,5
23,4
24,99
28,32
29,98
2. Perhitungan Sudut Rotasi Optik dengan Grafik Elips
No.
Konsentrasi
(gr ml-1)
1
0,541
2
0,565
Grafik Elips
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
3
0,592
4
0,622
5
0,654
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
6
0,691
7
0,728
Sudut Rotasi
Konsentrasi
B
b
Sin
(gr ml-1)
(lux)
(lux)
(B/b)
1
0,541
284,5
120
0,36
20,8
2
0,565
380
143,5
0,38
22,2
3
0,592
675,5
267,5
0,4
23,34
4
0,622
826,5
323
0,39
23,02
5
0,654
800,5
343
0,43
25,38
6
0,691
610,5
285
0,49
27,84
7
0,728
50
26
0,52
31,35
No.
Optik
()
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 6. Data larutan Fruktosa
1. Perhitungan Sudut Rotasi Optik dengan Hukum Malus
No.
Konsentrasi
(gr ml-1)
1
0,38
2
0,40
Grafik intensitas terhadap sudut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
3
0,42
4
0,44
5
0,46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
6
0,48
7
0,50
No.
Konsentrasi
(gr ml-1)
Fase
Fase Pengukuran
Acuan
Sampel
(rad)
(rad)
Sudut Rotasi Optik
(rad)
()
1
0,38
4,699
4,477
0,222
12,73
2
0,4
1,931
1,696
0,235
13,47
3
0,42
5,693
5,447
0,246
14,1
4
0,44
4,949
4,642
0,307
17,6
5
0,46
2,464
2,117
0,347
19,9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
2. Perhitungan Sudut Rotasi Optik dengan Grafik Elips
No.
Konsentrasi
(gr ml-1)
1
0,38
2
0,4
3
0,42
Grafik Elips
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
4
0,44
5
0,46
Sudut Rotasi
Konsentrasi
B
b
(gr ml-1)
(lux)
(lux)
1
0,38
71,5
18
0,25
14,59
2
0,4
93
27
0,29
16,88
3
0,42
95
29
0,3
17,78
4
0,44
88
31
0,35
20,63
5
0,46
82,5
30
0,36
21,33
No.
Sin (B/b)
Optik
()
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Lampiran 7. Perhitungan Ralat
1. Ralat Sudut Rotasi Optik
Hukum Malus
Fase grafik I1 = 3,11±0,05
Fase grafik I2 = 3,38±0,05
 = (0,052 + 0,052)1/2
= 0,07 rad
= 4
Grafik Elips
B = 360,5 ± 23,5
b = 108,5 ± 15,5
misal b/B = x maka
∆𝜃 = sin−1 𝑥
∆𝜃 = sin
−1
∆𝐵
𝐵
2
+
23,5
360,5
0,3
∆𝜃 = sin−1 0,3
0,02
∆𝜃 = sin−1 0,3
0,02
∆b
𝑏
2
2
15,5
+
108,5
∆𝜃 = sin−1 0.05
∆𝜃 =3
2. Ralat Nilai Rotasi Optik Spesifik
Gradien grafik = 80 ± 8
α = m/l
= 80/1
=80  ml gr-1 dm-1
α = ((m/l)2)1/2
= ((8/1)2)1/2
= 8  ml gr-1 dm-1
2
Download