1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) adalah sindrom kronik yang ditandai oleh peningkatan glukosa didalam darah (hiperglikemia) dan sekresi glukosa kedalam urin akibat kekurangan jumlah insulin, efek kerja atau keduanya. Istilah mellitus dalam bahasa Latin, diartikan “madu manis”, merujuk pada rasa urin penderita diabetes (Setiawan & Suhartono, 2005). Diagnosis DM ditegakkan dari perubahan metabolisme karbohidrat baik secara simptomatis maupun non- simptomatis dengan 2 atau lebih kadar level gula darah/ glukosa plasma ≥126mg/dL (7.0mmol/L) atau ≥200mg/dL (11.1mmol/L) dari 2 jam dari uji toleransi glukosa oral (oral glucose test tolerance/ OGTT). Diagnosis dapat juga ditegakkan (11.1mmol/L) jika dengan kadar glukosa ≥200mg/dL diikuti dengan simptom polidipsi, poliuria, poliphagia, dan kehilangan berat badan yang tidak terjelaskan (Diana W. & Richard A., 2009). Departemen epidemiologi Kesehatan bahwa (2012) diperkirakan menjelaskan pada tahun secara 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. 1 2 Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan peringkat ke-2 penyebab kematian kelompok usia 45-54 tahun pada daerah perkotaan adalah DM dengan proporsi sebesar 14.7%. Pada daerah pedesaan dengan penyebab dan kelompok usia yang sama berada pada DM dapat diperingkat ke-6 yaitu sebanyak 5,8%. Hiperglikemia yang kronis menyebabkan kerusakan atau gangguan fungsi dari mata, saraf, ginjal, mikrosirkulasi jantung, (Adam, dan pembuluh 2000; Asdie, darah terutama 2001). Diabetes mellitus berkontribusi sekitar 34% pada penyebab gagal ginjal kronik dan bisa berakhir pada kematian (Price & Wilson, 2006). Nefropati diabetika (ND) adalah salah satu manifestasi mikroangiopatik diabetika dengan ditandai adanya: mikroalbuminuria intermitten yang kemudian menjadi persisten, makroalbuminuria yang kemudian disusul dengan penurunan fungsi ginjal yang bertahap, dan hipertensi ginjal. Resiko yang untuk berlanjut menyebabkan menjadi gagal ginjal kerusakan meningkat hingga 17 kali lipat dibandingkan orang normal jika tidak tertangani dengan baik (Tjokroprawiro & Bidaya, 1987). 2 3 Secara epidemiologi ND terjadi 4000 kasus penyakit ginjal stadium akhir per tahun yang disebabkan oleh DM di U.S.A., walaupun 1/3 nya telah mengalami pengobatan penyakit ginjal tahap akhir. Kecenderungan untuk terjadinya komplikasi nefropati karena DM Tipe I atau DM Tipe II sebagai pencetusnya adalah sama besarnya, hingga 20-30% (Andreoli, et al., 2004). Komplikasi ginjal atau baik kerja ND pada disebabkan dari DM akan karena ginjal mempengaruhi kerusakan ataupun di keduanya. fungsi struktur Penurunan fungsi ginjal ini dapat dinilai dengan mengukur klirens dari kreatinin yang dapat dilihat dari kadarnya yang ada di dalam plasma dan/ atau urin (Kresno, et al., 1992). Kreatinin sempurna di pada dalam kondisi normal glomerulus dan akan difiltrasi diekskresi melalui urin. Jika terjadi kerusakan pada glomerulus ginjal, maka kreatinin tidak akan difiltrasi sempurna dan kadarnya akan meningkat di dalam darah yang kemudian mempengaruhi kadar kreatinin sendiri yang ada di dalam urin (Masharani, et al., 2004). Penyakit DM sering mengalami adanya kegagalan dalam pengobatannya. kegagalan bisa disebabkan karena tingkat pengetahuan, ketaatan, dan kondisi ekonomi 3 4 pasien yang rendah, sehingga sebagian masyarakat penderita DM beralih mencari obat alternatif (Subroto, 2006). Manajemen DM tidak cukup hanya pada obat DM saja, tetapi juga perlu ditambah manajemen pola makan dan olahraga. Penderita dianjurkan diet dengan makanan yang berkadar glukosa diperoleh rendah. dengan Kadar glukosa mengkonsumsi ubi rendah jalar dapat (Ipomoea batatas) (Subroto, 2006). Pada ubi jalar putih terdapat kandungan acidic glycoprotein. Acidic glycoprotein adalah antidiabetika yang berperan dalam menstabilkan kadar glukosa darah dan menurunkan resistensi insulin (Kusano & Abe, 2000; Pittas A. G., et al., 2005). Pada ubi glucosidase Fungsi jalar ungu inhibitor yaitu α-glucosidase menurunkan kadar terdapat suatu inhibitor glukosa pada kandungan α- antihiperglikemik. diketahui waktu untuk setelah makan (Suda, et al., 2003). Hiperglikemia oksidan yang menyebabkan disertai dengan peningkatan penurunan produksi antioksidan, sehingga menimbulkan peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif oksidan adalah dan keadaan antioksidan ketidakseimbangan dalam tubuh antara (Setiawan & 4 5 Suhartono, 2005). Stres oksidatif termasuk salah satu penyebab terjadinya komplikasi DM melalui kerusakan ginjal (Sudhir, et al., 2007). I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terjadi pemberian penurunan ekstrak bubuk kadar ubi glukosa setelah putih (Ipomoea jalar batatas L.) dan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas P.) pada tikus diabetes? 2. Apakah terjadi pemberian batatas penurunan ekstrak L.) dan kadar kreatinin setelah bubuk ubi jalar putih (Ipomoea bubuk ubi jalar ungu (Ipomoea batatas P.) pada tikus diabetes? I.3 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai efek pemberian bubuk ubi jalar putih dan ubi jalar ungu terhadap kadar kreatinin pada tikus diabetes belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini mengacu pada penelitian oleh Kusano, et al., (2000) yang membuktikan adanya kandungan antidiabetika (acidic glycoprotein) dalam jumlah banyak 5 6 pada ubi jalar putih. Efek antidiabetika muncul setelah pemberian secara ekstrak oral ubi selama jalar 2-3 putih minggu, 100mg/kgBB/hari sedangkan pemberian secara intravena pada tikus Wistar dengan dosis yang sama menimbulkan efek hipoglikemia dalam waktu 60 menit setelah diinjeksi. Penelitian Suda, et al. (2003) yang membuktikan antosianin yang sebagai berfungsi α-glucosidase menurunkan kadar inhibitor glukosa (maltase) pada waktu setelah makan khususnya pada penderita DM Tipe II, pada kelompok administrasi ubi jalar ungu 100mg/kg diikuti maltosa 2g/kg, dimenit ke-30 pada kadar terjadi glukosa penurunan darah secara maksimal signifikan sebanyak 16.5% dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian Dewi (2008) menyebutkan bahwa adanya peningkatan kadar kreatinin plasma pada penderita DM dengan ND. Hasil penelitian didapat dari perbandingan penderita DM Tipe II dengan ND dan penderita DM Tipe II dengan tanpa ND yang berobat ke R.S. dr. Sardjito. I.4 Tujuan Penelitian I.4.1 Tujuan umum: 1. Mengkaji kadar glukosa setelah pemberian ekstrak bubuk ubi jalar putih (Ipomoea batatas 6 7 L.) dan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas P.) pada tikus diabetes. 2. Mengkaji kadar kreatinin setelah pemberian ekstrak bubuk ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) dan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas P.) pada tikus diabetes. I.4.2 Tujuan khusus: 1. Mengkaji kadar glukosa setelah pemberian ekstrak bubuk ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) pada tikus diabetes. 2. Mengkaji kadar glukosa setelah pemberian ekstrak bubuk ubi jalar ungu (Ipomoea batatas P.) pada tikus diabetes. 3. Mengkaji kadar glukosa setelah pemberian ekstrak bubuk ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) dan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas P.) pada tikus diabetes. 4. Mengkaji kadar kreatinin setelah pemberian ekstrak bubuk ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) pada tikus diabetes. 5. Mengkaji kadar kreatinin setelah pemberian ekstrak bubuk ubi jalar ungu (Ipomoea batatas P.) pada tikus diabetes. 7 8 6. Mengkaji kadar kreatinin setelah pemberian ekstrak bubuk ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) dan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas P.) pada tikus diabetes. I.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan secara ilmiah pengaruh pemberian estrak ubi jalar putih dan ektrak ubi jalar ungu terhadap kadar glukosa dan kadar kreatinin pada tikus diabetes, sehingga bisa bermanfaat dalam membantu terapi penderita DM. 8