PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SALES PROMOTION GIRL OTOMOTIF (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Sales Promotion Girl Otomotif Di Kota Surakarta Tahun 2014) Fitri Amalia Sari Subagyo Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Automotive Sales Promotion Girl (SPG) in Surakarta is part of the product strategy which is identical with pretty woman, attractive, sexy, using short skirt and heavy make up, even up can to “lease” and etc. Society considers that the activities of the Sales Promotion Girl (SPG) bit showing her sexiness considered too vulgar to be shown in general and contrary to the Javanese culture especially Surakarta where Javanese of women especially Surakarta described as being graceful, refined, polite and has a good personality. The cultural life of a person greatly affect the perception and creation of meaning at all social events in each of the social life always involves the relationship between the subjective and the creation of meaning (Van Maanen, et al, 1982). This research is a qualitative descriptive research using sampling techniques that purposive sampling technique. While the data collection techniques used were indepth interviews. The research subjects were selected in this research is the city of Surakarta, which is divided into three, among others, the general public, service users Sales Promotion Girl (SPG) and the automotive community leaders. This research was shows that public perception could arise positive, negative, or neutral .Ordinary people see the image of a Sales Promotion Girl (SPG) automotive tend to be neutral. Service user perceptions Sales Promotion Girl (SPG) automotive neutral because mutual symbiotic mutualism between them. And the perception of public figures in this case are taken from the body of women's empowerment in Surakarta is unfavorable or negative. Surakarta is a city of culture were synonymous with women her polite, friendly, and gentle regard physical appearance, body language, and how automotive Sales Promotion Girl (SPG) interact with the customer has been imaged less well than the first. Keywords: communication, society perceptions, and automotive sales promotion girl. 1 Pendahuluan Apa yang terlintas pertama kali ketika melihat sosok Sales Promotion Girl? Cantik, menarik, seksi, menggunakan rok mini dan make up tebal, bahkan sampai bisa di “sewa” dan sebagainya. Bermacam-macam pandangan dari masyarakat yang ditujukan kepada seorang Sales Promotion Girl. Sales Promotion erat kaitannya dengan strategi pemasaran yang sering digunakan untuk mendongkrak penjualan dan kebanyakan adalah dengan menggunakan Sales Promotion Girl (selanjutnya disingkat SPG). Otomotif yang identik dengan kaum laki-laki ini membuat suatu perusahaan menggunakan perempuan sebagai alat promosi penjualan yang menjanjikan. Lebih mudah menarik perhatian dan untuk menarik minat dari lawan jenis. Seperti pada ajang event besar IIMS (Indonesia International Motor Show) kadang dimanfaatkan oleh kau laki-laki untuk menggoda atau merayu Sales Promotion Girl (SPG) dengan modus ingin membeli mobil atau motor yang ditawarkan pada saat event berlangsung. Modusnya yaitu dengan meminta nomor handphone atau pin BB Sales Promotion Girl (SPG) yang sedang menjaga stand. Sukanya menjadi Sales Promotion Girl (SPG) otomotif fee lumayan dan dukanya image nya itu jelek. (Merdeka.com, Selasa, 24 September 3013). Masyarakat Kota Surakarta khususnya yang masih berlandaskan kebudayaan Jawa dalam memberikan respon terhadap para Sales Promotion Girl masih belum mampu menerima kegiatan Sales Promotion Girl tertentu yang menampilkan keseksian seorang perempuan dalam menawarkan suatu produk sebagai kegiatan yang sudah biasa atau wajar. Mereka masih beranggapan bahwa kegiatan Sales Promotion Girl yang sedikit menampilkan keseksiannya dianggap masih terlalu vulgar untuk dipertontonkan secara umum dan bertentangan dengan budaya Jawa khususnya Surakarta dimana perempuan Jawa khususnya Surakarta digambarkan sebagai makhluk yang anggun, halus, sopan, dan memiliki kepribadian yang baik. Dari kegiatan promosi penjualan yang dilakukan oleh Sales Promotion Girl mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap image nya di Kota Surakarta. Pandangan negatif masyarakat Kota Surakarta sendiri muncul ketika mereka kurang mengetahui segala informasi yang terkait dengan kegiatan 2 Sales Promotion Girl. Setiap informasi yang datang dari luar melalui inderanya belum mampu diterima secara logis dan teratur oleh masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Van Maanen bahwa kondisi kehidupan budaya seseorang sangat mempengaruhi persepsi dan penciptaan makna pada setiap peristiwa sosial yang dalam setiap kehidupan sosial selalu melibatkan hubungan antar subyektif dan pembentukan makna. (Sutopo, 2002: 30). Hubungan penelitian ini dengan kajian ilmu komunikasi adalah bagaimana persepsi masyarakat Kota Surakarta terkait stereotype dalam konteks ini sebagai komunikan yang di bagi menjadi tiga golongan yaitu masyarakat awam, masyarakat pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif, dan tokoh masyarakat. Sehingga pada penelitian ini, aspek komunikasi yang akan diteliti adalah salah satu unsur pokok yang harus ada dalam proses komunikasi, seperti diungkapkan Laswell yaitu SMCRE (Source, Message, Channel, Receipent, Effect). Karena bagaimana persepsi yang ditujukan kepada Sales Promotion Girl (SPG) otomotif, maka penelitian ini merupakan sebuah proses komunikasi yang melibatkan komunikan. Penelitian ini menggunakan komponen komunikasi berupa komunikan yaitu khalayak masyarakat Kota Surakarta sendiri bagaimana menerima pesan yang diterima lebih tepatnya bagaimana makna pesan tersebut kemudian ditafsirkan dari proses informasi yang diterimanya. Persepsi yang timbul merupakan pengaruh dari rangsangan-rangsangan fisik yang ditimbulkan. Dalam hal ini lack of information menjadi salah satu faktor bagaimana komunikan dalam menghasilkan sebuah persepsi yang diakibatkan oleh stereotype (labelling negatif) terkait penampilan fisik seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif yang ada di Kota Surakarta. Penelitian ini tentang masyarakat Jawa khusunya Kota Surakarta dalam memandang jenis pekerjaan seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif. Peneliti ingin mengetahui tanggapan atau persepsi dari masyarakat Kota Surakarta terhadap Sales Promotion Girl (SPG) Otomotif terkait stereotipe yang saat ini berkembang di masyarakat. Sejauh ini persepsi tentang pekerjaan Sales Promotion Girl (SPG) Otomotif sangat beragam, oleh karena itu peneliti bermaksud 3 melakukan penelitian terhadap masyarakat Kota Surakarta yang masih menjunjung tinggi norma-norma dan adat budaya Jawa tentang bagaimana persepsi mereka terhadap citra sales promosi yang merupakan bagian dari pemasaran suatu produk. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui bagaimana gambaran persepsi yang muncul di masyarakat terhadap Sales Promotion Girl (SPG) khususnya otomotif yang saat ini sangat beragam. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persepsi masyarakat awam terhadap Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di Kota Surakarta? 2. Bagaimana persepsi pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di Kota Surakarta? 3. Bagaimana persepsi tokoh masyarakat terhadap Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di Kota Surakarta? Telaah Pustaka A. Komunikasi Komunikasi didefinisikan secara luas sebagai “berbagai pengalaman” sampai batas tertentu, setiap makhluk dapat dikatakan melakukan komunikasi dalam pengertian berbagai pengalaman. Keunikan komunikasi insani ialah ketika kemampuannya yang istimewa untuk menciptakan lambang-lambang, sehingga dengan kemampuan ini manusia dapat berbagi pengalaman secara tidak langsung maupun memahami pengalaman orang lain. (Stewart L, Tubbs & Silvia Moss, 2005: 4-5). Dalam perkembangan selanjutnya, Kincaid dan Schramm (1977, 98) memperkenalkan model yang lain, yaitu peserta pesan. Komunikator dan komunikan digabung menjadi peserta, karena dalam suatu proses komunikasi, misalnya percakapan dua orang, sulit untuk menetapkan mana komunikator dan mana komunikan. Pada hakikatnya mereka bergantian menjadi komunikator dan komunikan. Sedangkan unsur umpan balik atau balikan, sesungguhnya juga adalah pesan dari peserta lain. (Arifin, 1998: 52). 4 Fungsi komunikasi antara lain untuk memberikan informasi (informatif), mendidik (edukatif), menghibur dan membujuk untuk melakukan suatu hal tertentu yang dipesankan (persuasif). Dari situlah bagian inti dari komunikasi yaitu persepsi. Persepsi meliputi pengindraan (sensasi), melalui alat-alat indra (yakni indra peraba, indra penglihat, indra pencium, indra pengecap dan indra pendengar), atensi dan interpretasi. Sensasi merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak lewat penglihatan, pendengaran, sentuhan, ciuman, dan pengecapan. Sebelum merespons atau menafsirkan kejadian atau rangsangan berarti bahwa persepsi mensyaratkan kehadiran suatu objek untuk dipersepsi, termasuk orang lain dan juga diri sendiri. Suatu kekeliruan persepsi adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat stereotype. Dapat dikatakan bahwa stereotype merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi, prasangka ini konsekuensi dari stereotype. Dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa komunikasi merupakan penyampaian informasi (pesan, gagasan, ide) dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu dan menghasilkan dampak atau gejala tertentu pula. Jadi, proses penyampaian pesan pada akhirnya akan memberikan dampak pada kedua belah pihak, pihak antara komunikator dan komunikan. Kemudian bagaimana gambaran komunikan dalam menerima pesan yang diterima dari komunikator. Komunikan dalam menerima pesan dari komunikator disini Sales Promotion Girl (SPG) otomotif sebagai komunikator yang sebagai pihak pemberi pesan bagaimana dengan penampilan fisiknya selama bekerja dinilai oleh komunikan. Komunikan sendiri dari khalayak masyarakat yang melihat bagaimana seorang Sales Promotion Girl (SPG) dalam bekerja pada sebuah perusahaan otomotif dalam berpenampilan dinilai oleh mata masyarakat yang melihatnya. Kemudian dari situlah setelah indera penglihatan melihat diinterpretasikan dengan penilaian berupa prasangka yang erat kaitannya dengan stereotype. 5 B. Persepsi Persepsi merupakan bagian inti dari komunikasi yang terdapat banyak pendapat mengenai pengertian tentang persepsi itu sendiri. Salah satunya definisi persepsi menurut J. Cohen sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek ekstrnal. Maksudnya persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana. (Mulyana, 2005: 167). Berdasarkan kedua pengertian tersebut, maka persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses memahami, memaknai, dan menafsirkan suatu informasi baik secara audio maupun visual secara lisan maupun tulisan, yang diterima oleh panca indera kita. Dari proses itulah akan terjadi rangsangan-rangsangan sebagai timbal balik dari apa yang diterima oleh panca indera. 1. Faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut Jalaludin Rahmat (1992: 52) menyatakan bahwa : “Faktor yang mempengaruhi persepsi meliputi; faktor perhatian, faktor fungsional, dan faktor struktural”. Mengenai penjelasan faktor-faktor tersebut sebagai berikut : a. Faktor Perhatian Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi perhatian menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian terjadi bila mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain. Faktor perhatian masih terdapat dua faktor lainnya yakni : b. Faktor Eksternal Penarik Perhatian Bahwa apa yang diperhatikan seseorang ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan personal. Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifatsifat yang menonjol, antara lain gerakan intensitas stimuli, kebaruan dan perulangan. c. Faktor Internal Penarik Perhatian Alat indera manusia pada umumnya lemah tetapi, menunjukkan perhatian yang selektif. Apa yang menjadi perhatian seseorang belum tentu menyamai perhatian dari orang lain atau sebaliknya. Ada 6 kecenderungan seseorang melihat apa yang ingin dilihat, mendengar apa yang ingin didengar. Perbedaan perhatian ini timbul dari faktorfaktor internal dalam diri seseorang, yaitu faktor biologis dan faktor sosio psikologis. 1) Faktor Fungsional Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. 2) Faktor Struktural Faktor ini semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf individu. Selain dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut diatas, persepsi juga dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan pemahaman yang tinggi, cara mempersepsikan sesuatu hal juga akan berbeda dengan orang yang mempunyai pengetahuan dan pemahaman rendah. Sensasi adalah sebagai tanggapan yang cepat dari indera penerima (seperti mata, telinga, hidung, mulut dan jari) terhadap stimuli dasar seperti cahaya, warna, dan suara menurut Solomon. Sedangkan persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. (Sutisna, 2002: 62). Berikut gambar bagaimana stimuli ditangkap melalui indera (sensasi) dan kemudian diproses oleh penerima stimuli (persepsi). 7 Proses Perseptual STIMULI Penglihatan Suara Bau Rasa Texture Sensasi Indera Penerima Tanggapan Pemberian Arti Perhatian Interpretasi PERSEPSI Sumber : Diadaptasi dari Michael R Solomon (1996), “ Consumer Behavior” Prentice Hall International Dari stimuli yang dihasilkan oleh masyarakat ketika melihat Sales Promotion Girl (SPG) kemudian menghasilkan interpretasi dengan beragam yang dapat menimbulkan tanggapan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanggapan tersebut bisa dikatakan dengan sebutan persepsi sesuai dengan fungsinya untuk membantu memahami setiap informasi yang datang dari luar melalui indera secara logis dan teratur. C. Masyarakat Masyarakat merupakan satu kesatuan yang bisa berubah yang dipengaruhi oleh waktu dalam menerima berbagai informasi yang ada. Dalam mempersepsikan masyarakat diharapkan bisa mampu membedakan informasi antara yang baik dan yang buruk, yang penting dan tidak penting, yang relevan dari yang tidak relevan. Seperti ada ungkapan yang menyatakan terkadang kita cenderung untuk mendengar apa yang kita harapkan untuk 8 didengar dan melihat apa yang kita harapkan untuk dilihat. Namun pada kenyataan tidak seperti itu, oleh karena itu persepsi masyarakat merupakan proses dimana sekelompok manusia yang hidup dan tinggal bersama dalam satu wilayah yang sama dan memberikan pemahaman atau tanggapan terhadap sesuatu hal atau peristiwa yang terjadi di dalam lingkungannya tersebut. Ada 3 faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat, antara lain : 1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu. 2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecenderungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip. 3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita. Persepsi adakalanya tidak dapat dipisahkan dengan interpretasi subyektif. Antara individu yang satu dengan yang lainnya dalam lingkungan bermasyarakat sangat berbeda tergantung pada bagaimana pengaruh pengalaman dan banyaknya informasi yang diterima mengenai suatu objek tertentu. Adalah sangat langka ketika kita dapat mempersepsikan sesuatu dengan secara netral tanpa memojokkan satu pihak. D. Sales Promotion Menurut Carter (1999: 37), kebutuhan perusahaan terhadap tenaga Sales Promotion Girl disesuaikan dengan karakteristik suatu produk yang akan dipasarkan. Kesesuaian antara produk yang dipromosikan dengan kualifikasi Sales Promotion Girls memungkinkan akan meningkatkan daya tarik konsumen pada produk yang dipromosikan. Raharti (2001: 223) menjelaskan terdapat persyaratan yang harus dipenuhi oleh Sales Promotion Girl yaitu : 9 1. Performance Performance ini merupakan tampilan fisik yang dapat dilihat dengan indera penglihatan. Dalam perspektif ini, performance juga mengilustrasikan tentang pembawaan seseorang. Pembawaan seseorang ini diukur melalui penampilan fisik dan cara berpakaiannya. 2. Communicating Style Komunikasi menjadi syarat mutlak bagi para Sales Promotion Girl agar dapat berkomunikasi dengan konsumen. Komunikasi ini diukur dari gaya bicara dan cara bicara Sales Promotion Girl dengan para konsumen. 3. Body Language Body Language ini mengarah pada gerakan fisik seperti lemah lembut, lemah gemulai, dan lain sebagainya. Gerak tubuh dan sentuhan fisik adalah deskripsi dari body language ini. E. Stereotype Stereotype adalah menyamaratakan citra kita tentang kelompok orang lain, terutama tentang karakteristik psikologis mereka atau ciri kepribadiannya. Stereotype merupakan bagian integral dan penting dari sebuah paket lengkap dari proses psikologis yang merupakan rasa diri dan konsep diri. Mereka sangat erat terkait dengan emosi, nilai, dan inti diri, dan dengan demikian, sulit untuk mengubahnya. Stereotype erat kaitannya dengan prasangka, istilah prasangka sering digunakan untuk menggambarkan kecenderungan untuk menganggap hal lain dengan cara negatif. Meskipun etnosentrisme dan stereotype konsekuensi normal dan tak terhindarkan dari fungsi psikologis, prasangka tidak demikian. Prasangka hanya hasil dari ketidakmampuan individu untuk menyadari keterbatasan dalam berpikir etnosentris dan stereotype nya. Prasangka memiliki dua komponen yaitu komponen (berpikir) kognitif, dan komponen (perasaan) afektif. Stereotype membentuk dasar dari komponen kognitif dari prasangka, stereotype, keyakinan, pendapat, dan sikap terhadap orang lain. Komponen afektif terdiri dari satu perasaan pribadi terhadap kelompok orang 10 lain. Perasaan ini mungkin termasuk kemarahan, penghinaan, kebencian, penghinaan, atau bahkan kasih sayang, dan simpati. Walaupun komponen kognitif serta afektif sering berhubungan, mereka tidak perlu, dan sebenarnya mungkin ada secara independen satu sama lain dalam orang yang sama. Artinya, seseorang mungkin memiliki perasaan tentang sekelompok orang tertentu tanpa bisa menentukan stereotype tentang mereka, dan seseorang mungkin memiliki keyakinan stereotype tentang orang lain yang terlepas dari perasaan mereka. F. Perempuan dalam Pandangan Masyarakat Jawa Jawa adalah nama salah suku di Indonesia. Masyarakat Jawa mendiami seluruh bagian tengah dan timur Pulau Jawa. Pusat kebudayaan Jawa berada di Yogyakarta dan Surakarta. Sampai saat ini masyarakat Jawa masih mengikuti kebudayaan Jawa. Di dalam pergaulan hidup dan hubungan sosial mereka menggunakan bahasa Jawa. Tempat kediaman masyarakat Jawa, terdapat berbagai variasi dan perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur kebudayaan seperti perbedaan mengenai bahasa, istilah teknis, dialek bahasa dan sebagainya. Namun variasi dan perbedaan tersebut tidaklah besar karena apabila diteliti hal itu masih menunjukkan satu pola ataupun satu sistem kebudayaan Jawa. Kaum perempuan dianggap peragu, kurang percaya diri, tergantung dan mudah menyerah pada keadaan. Anggapan tersebut seringkali dihubungkan dengan pembawaan psikologis perempuan yang cenderung emosional dan submisif. Berbeda halnya dengan laki-laki yang berpembawaan agresif dan rasional. Kepribadian perempuan dinilai lemah, sehingga masyarakat pun sudah yakin bahwa tempat bagi kaum perempuan adalah di dalam rumah tangga. Analisis terhadap status dan peran perempuan Jawa beragam. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dan pendekatan dalam mencermati eksploitasi dan dinamika yang terjadi dalam hubungan pada masyarakat dan budaya Jawa. 11 Keadaan yang sekilas menunjukkan bahwa perempuan Jawa mempunyai kekuasaan dan peran yang besar dalam keluarga dan masyarakat. Sebenarnya masih terdapat berbagai rintangan cultural dan institusional yang harus dihadapi oleh perempuan Jawa. Halangan yang mendasar yaitu masih berlakunya sistem patriaki yang menghalangi kaum perempuan Jawa untuk mendapatkan status dan peranan yang setara dengan laki-laki. Sistem patriaki ini mengandung nilai yang mengutamakan laki-laki sehingga mempengaruhi cara perempuan dan laki-laki mempersepsikan status dan peranannya dalam keluarga dan masyarakat serta menentukan citra masing-masing jenis kelamin dalam tatanan masyarakat. Nilai patrikis tersebut dienternalisasikan dan dilanggengkan melalui berbagai institusi sosial seperti lembaga politik, pendidikan, maupun kepercayaan sehingga subordinasi tersebut tidak dirasakan sebagai suatu sistem yang secara langsung sangat menekan dan memojokkan kaum perempuan. Metodologi Mengacu kepada permasalahan yang diteliti, maka lebih tepat penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan mendeskripsikan data yang telah tergali secara naturalistik atau alamiah dari berbagai informasi, atau mendeskripsikan data yang diperoleh. Dengan memilih Kotamadya Surakarta sebagai lokasi penelitian, masyarakat Surakarta dibagi menjadi tiga kategori masyarakat yaitu masyarakat awam, pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif, dan tokoh masyarakat. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan melalui proses wawancara dan observasi. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka. Sesuai dengan metodologi penelitian kualitatif, maka teknik pengambilan sampel di dalam penelitian ini adalah jenis purposive sampling, yang 12 respondennya diambil secara selektif. Artinya peneliti cenderung untuk memilih responden yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam. Teknik purposive sampling di dalam penelitian kualitatif biasanya dilakukan dengan cara mewakili responden, sehingga teknik ini juga sering di sebut “criterion based selection” (Sutopo, 2002: 54). Dalam teknik ini peneliti menggunakan pertimbangan tentang informasi yang dipilih, yaitu berdasarkan penilaian bahwa responden yang akan diambil tersebut adalah yang paling memenuhi syarat untuk maksud penelitian. Sajian dan Analisis Data Dalam bab ini akan dipaparkan deskripsi data sebagai hasil yang telah dilakukan dalam proses pengumpulan data melalui teknik wawancara dan pengampilan sampel dengan purposif sampel pada wilayah Surakarta. Pengumpulan data dan informasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode wawancara secara mendalam. Wawancara yang dimaksud adalah suatu bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya yang mengajukan pertanyaanpertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu dengan tanpa terstruktur dan terbuka. (Moleong, 2008: 186). Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting berkaitan dengan permasalahan yang diteliti atau seringkali disebut purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat Kota Surakarta, dan wawancara akan diberhentikan apabila peneliti tidak menemukan aspek baru dalam fenomena yang diteliti atau hingga data menjadi jenuh, yang menjadi aturan umum dalam pengambilan sampel purposif. (Sutopo, 2005: 36-37). Dalam temuan hasil penelitian ini akan dipaparkan hasil wawancara dengan para narasumber. Data yang telah dikumpulkan kemudian diproses oleh peneliti dengan melakukan kategorisasi dan disederhanakan. Cara penyajian wawancara yaitu dengan menampilkan hasil wawancara yang dianggap dapat menjawab tujuan penelitian ini dan telah dikelompok-kelompokkan sesuai dengan pertanyaan penelitian ini. Peneliti mengambil informasi-informasi yang penting 13 dari hasil pengumpulan data yang berkaitan dengan masalah-masalah penelitian yang hendak dicari jawabannya. A. Persepsi Masyarakat Awam Dari wawancara yang telah dilakukan kepada masyarakat awam dengan mengambil 7 informan salah satu informan beranggapan netral terkait dengan persepsi yang ditujukan kepada seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif. Andika Purniadi pada saat diwawancarai mengatakan bahwa sebelumnya sudah pernah memiliki teman yang berprofesi sebagai Sales Promotion Girl (SPG), banyaknya informasi yang didapatkannya mempengaruhi pendapatnya dan lebih netral dalam mempersepsikan terkait dengan penampilan fisik, body language, dan bagaimana berinteraksi dengan customer. B. Persepsi Pengguna Jasa Sales Promotion Girl (SPG) Otomotif Dari wawancara yang dilakukan dengan salah satu informan Iwan Maryono yang latarbelakangnya seorang marketing dari perusahaan mobil berpendapat netral terkait dengan penampilan fisik, body language, dan bagaimana Sales Promotion Girl (SPG) otomotif berinteraksi dengan customer. Untuk Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di Kota Surakarta sendiri masih biasa saja tidak terlalu vulgar dan masih dalam batas kewajaran. Budaya di Kota Surakarta masih sangat kental. C. Persepsi Tokoh Masyarakat Dari wawancara yang telah dilakukan dengan tokoh masyarakat dalam hal ini pejabat publik dari Lembaga Pemberdayaan Perempuan Nuning Sri Sulistyaningsih berpendapat bahwa persepsi terhadap Sales Promotion Girl (SPG) otomotif dikatakan negatif terkait dengan penampilan fisik, body language, dan bagaimana seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif berinteraksi dengan customer. Budaya di Indonesia khususnya di Solo memandang seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif masih negatif. Dikatakan seperti itu, karena memiliki pengalaman sebelumnya melihat di 14 lapangan bagaimana seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di goda atau bahkan di colak-colek. Kesimpulan Berdasarkan analisis penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di Kota Surakarta, maka pada bab ini akan di bahas mengenai kesimpulan dari penelitian sebagai berikut. Pertama, persepsi masyarakat awam terhadap Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di Kota Surakarta memandang image nya masih tergolong netral. Dengan beragam pendapat yang muncul saat diwawancarai, ada yang memandang image seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif itu positif, negatif dan netral. Tetapi masyarakat pada umumnya memandangnya netral jika dilihat dari penampilan fisik, body language, dan bagaimana seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif berinteraksi dengan customer. Kedua, persepsi pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif yang merupakan klien dari perusahaan yang membutuhkan jasanya untuk melakukan promosi produk otomotif yaitu netral. Dari penampilan fisiknya sendiri memang sudah menjadi kewajiban dan keharusan yang dituntut oleh perusahaan agar lebih menarik minat customer. Diantara pengguna jasa dan Sales Promotion Girl (SPG) otomotif saling simbiosis mutualisme. Pengguna jasa membantu seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif mendapatkan pekerjaan sedangkan Sales Promotion Girl (SPG) otomotif digunakan untuk menarik minat customer demi peningkatan penjualan produk otomotif. Ketiga, persepsi tokoh masyarakat dalam hal ini diambil dari lembaga pemberdayaan perempuan di Kota Surakarta terhadap Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di Kota Surakarta yaitu kurang baik atau negatif. Di Kota Surakarta yang budayanya identik dengan perempuan yang sopan, ramah, lemah lembut menganggap penampilan fisik, body language serta bagaimana seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif berinteraksi dengan customer sudah dicitrakan kurang baik dari dahulu. Tetapi, setiap individu berhak menilai apapun apa yang dilihat dan dirasakan. 15 Saran Berdasarkan pada hasil kesimpulan yang telah di sampaikan diatas maka peneliti memberikan saran yang sekiranya bisa bermanfaat. Pertama, bagi masyarakat awam yang belum mengetahui bagaimana Sales Promotion Girl (SPG) otomotif itu diharapkan lebih mampu menyaring segala informasi yang didapatkan. Tidak menjudge orang lain dengan anggapan kurang baik tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya. Masyarakat harus lebih cerdas lagi dengan kemajuan teknologi dan informasi yang ada di Indonesia saat ini. Kedua, bagi pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif diharapkan lebih memiliki kriteria-kriteria untuk menggunakan jasa seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif. Sales Promotion Girl (SPG) otomotif bagi perusahaan-perusahaan otomotif merupakan bagian yang ditonjolkan ketika ada pameran produk baru yang diluncurkan. Semoga lebih bisa memiliki citra yang baik di mata masyarakat karena membawa nama baik perusahaan tersebut. Ketiga, bagi peneliti selanjutnya penelitian ini jauh dari sempurna. Maka, peneliti mengharapkan adanya peneliti lain yang tertarik dengan Sales Promotion Girl (SPG) otomotif dan persepsi masyarakat sebagai subyek penelitiannya. Informasi-informasi yang disampaikan pada penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dan dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap orang lain bukan hanya melihat dari luarnya saja. Daftar Pustaka Arifin, Anwar. (1998). Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. J Moleong, Lexy. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Stewart L. Tubbs dan Silvia Moss. (2005). Human Communication KonteksKonteks Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suka duka SPG otomotif, mulai digoda, dicolek bahkan dipeluk - Yahoo News Indonesia.htm diakses tanggal 24 September 2013 08:39 WIB Sutisna. (2002). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 16 Sutopo. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 17