JURNAL FITRI AMALIA SARI (D0210047)

advertisement
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SALES PROMOTION
GIRL OTOMOTIF
(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Sales
Promotion Girl Otomotif Di Kota Surakarta Tahun 2014)
Fitri Amalia Sari
Subagyo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Automotive Sales Promotion Girl (SPG) in Surakarta is part of the
product strategy which is identical with pretty woman, attractive, sexy, using
short skirt and heavy make up, even up can to “lease” and etc. Society considers
that the activities of the Sales Promotion Girl (SPG) bit showing her sexiness
considered too vulgar to be shown in general and contrary to the Javanese
culture especially Surakarta where Javanese of women especially Surakarta
described as being graceful, refined, polite and has a good personality. The
cultural life of a person greatly affect the perception and creation of meaning at
all social events in each of the social life always involves the relationship between
the subjective and the creation of meaning (Van Maanen, et al, 1982). This
research is a qualitative descriptive research using sampling techniques that
purposive sampling technique. While the data collection techniques used were indepth interviews. The research subjects were selected in this research is the city of
Surakarta, which is divided into three, among others, the general public, service
users Sales Promotion Girl (SPG) and the automotive community leaders.
This research was shows that public perception could arise positive,
negative, or neutral .Ordinary people see the image of a Sales Promotion Girl
(SPG) automotive tend to be neutral. Service user perceptions Sales Promotion
Girl (SPG) automotive neutral because mutual symbiotic mutualism between
them. And the perception of public figures in this case are taken from the body of
women's empowerment in Surakarta is unfavorable or negative. Surakarta is a
city of culture were synonymous with women her polite, friendly, and gentle
regard physical appearance, body language, and how automotive Sales
Promotion Girl (SPG) interact with the customer has been imaged less well than
the first.
Keywords: communication, society perceptions, and automotive sales promotion
girl.
1
Pendahuluan
Apa yang terlintas pertama kali ketika melihat sosok Sales Promotion
Girl? Cantik, menarik, seksi, menggunakan rok mini dan make up tebal, bahkan
sampai bisa di “sewa” dan sebagainya. Bermacam-macam pandangan dari
masyarakat yang ditujukan kepada seorang Sales Promotion Girl. Sales
Promotion erat kaitannya dengan strategi pemasaran yang sering digunakan untuk
mendongkrak penjualan dan kebanyakan adalah dengan menggunakan Sales
Promotion Girl (selanjutnya disingkat SPG).
Otomotif yang identik dengan kaum laki-laki ini membuat suatu
perusahaan menggunakan perempuan sebagai alat promosi penjualan yang
menjanjikan. Lebih mudah menarik perhatian dan untuk menarik minat dari lawan
jenis. Seperti pada ajang event besar IIMS (Indonesia International Motor Show)
kadang dimanfaatkan oleh kau laki-laki untuk menggoda atau merayu Sales
Promotion Girl (SPG) dengan modus ingin membeli mobil atau motor yang
ditawarkan pada saat event berlangsung. Modusnya yaitu dengan meminta nomor
handphone atau pin BB Sales Promotion Girl (SPG) yang sedang menjaga stand.
Sukanya menjadi Sales Promotion Girl (SPG) otomotif fee lumayan dan dukanya
image nya itu jelek. (Merdeka.com, Selasa, 24 September 3013).
Masyarakat
Kota Surakarta khususnya yang masih berlandaskan
kebudayaan Jawa dalam memberikan respon terhadap para Sales Promotion Girl
masih belum mampu menerima kegiatan Sales Promotion Girl tertentu yang
menampilkan keseksian seorang perempuan dalam menawarkan suatu produk
sebagai kegiatan yang sudah biasa atau wajar. Mereka masih beranggapan bahwa
kegiatan Sales Promotion Girl yang sedikit menampilkan keseksiannya dianggap
masih terlalu vulgar untuk dipertontonkan secara umum dan bertentangan dengan
budaya Jawa khususnya Surakarta dimana perempuan Jawa khususnya Surakarta
digambarkan sebagai makhluk yang anggun, halus, sopan, dan memiliki
kepribadian yang baik. Dari kegiatan promosi penjualan yang dilakukan oleh
Sales Promotion Girl mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap image nya
di Kota Surakarta. Pandangan negatif masyarakat Kota Surakarta sendiri muncul
ketika mereka kurang mengetahui segala informasi yang terkait dengan kegiatan
2
Sales Promotion Girl. Setiap informasi yang datang dari luar melalui inderanya
belum mampu diterima secara logis dan teratur oleh masyarakat. Seperti yang
diungkapkan oleh Van Maanen bahwa kondisi kehidupan budaya seseorang
sangat mempengaruhi persepsi dan penciptaan makna pada setiap peristiwa sosial
yang dalam setiap kehidupan sosial selalu melibatkan hubungan antar subyektif
dan pembentukan makna. (Sutopo, 2002: 30).
Hubungan penelitian ini dengan kajian ilmu komunikasi adalah bagaimana
persepsi masyarakat Kota Surakarta terkait stereotype dalam konteks ini sebagai
komunikan yang di bagi menjadi tiga golongan yaitu masyarakat awam,
masyarakat pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif, dan tokoh
masyarakat. Sehingga pada penelitian ini, aspek komunikasi yang akan diteliti
adalah salah satu unsur pokok yang harus ada dalam proses komunikasi, seperti
diungkapkan Laswell yaitu SMCRE (Source, Message, Channel, Receipent,
Effect). Karena bagaimana persepsi yang ditujukan kepada Sales Promotion Girl
(SPG) otomotif, maka penelitian ini merupakan sebuah proses komunikasi yang
melibatkan komunikan.
Penelitian ini menggunakan komponen komunikasi berupa komunikan
yaitu khalayak masyarakat Kota Surakarta sendiri bagaimana menerima pesan
yang diterima lebih tepatnya bagaimana makna pesan tersebut kemudian
ditafsirkan dari proses informasi yang diterimanya. Persepsi yang timbul
merupakan pengaruh dari rangsangan-rangsangan fisik yang ditimbulkan. Dalam
hal ini lack of information menjadi salah satu faktor bagaimana komunikan dalam
menghasilkan sebuah persepsi yang diakibatkan oleh stereotype (labelling negatif)
terkait penampilan fisik seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif yang ada di
Kota Surakarta.
Penelitian ini tentang masyarakat Jawa khusunya Kota Surakarta dalam
memandang jenis pekerjaan seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif.
Peneliti ingin mengetahui tanggapan atau persepsi dari masyarakat Kota Surakarta
terhadap Sales Promotion Girl (SPG) Otomotif terkait stereotipe yang saat ini
berkembang di masyarakat. Sejauh ini persepsi tentang pekerjaan Sales Promotion
Girl (SPG) Otomotif sangat beragam, oleh karena itu peneliti bermaksud
3
melakukan penelitian terhadap masyarakat Kota Surakarta yang masih
menjunjung tinggi norma-norma dan adat budaya Jawa tentang bagaimana
persepsi mereka terhadap citra sales promosi yang merupakan bagian dari
pemasaran suatu produk. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui bagaimana
gambaran persepsi yang muncul di masyarakat terhadap Sales Promotion Girl
(SPG) khususnya otomotif yang saat ini sangat beragam.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana persepsi masyarakat awam terhadap Sales Promotion Girl (SPG)
otomotif di Kota Surakarta?
2. Bagaimana persepsi pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di
Kota Surakarta?
3. Bagaimana persepsi tokoh masyarakat terhadap Sales Promotion Girl (SPG)
otomotif di Kota Surakarta?
Telaah Pustaka
A. Komunikasi
Komunikasi didefinisikan secara luas sebagai “berbagai pengalaman”
sampai batas tertentu, setiap makhluk dapat dikatakan melakukan komunikasi
dalam pengertian berbagai pengalaman. Keunikan komunikasi insani ialah
ketika kemampuannya yang istimewa untuk menciptakan lambang-lambang,
sehingga dengan kemampuan ini manusia dapat berbagi pengalaman secara
tidak langsung maupun memahami pengalaman orang lain. (Stewart L, Tubbs
& Silvia Moss, 2005: 4-5).
Dalam perkembangan selanjutnya, Kincaid dan Schramm (1977, 98)
memperkenalkan model yang lain, yaitu peserta
pesan.
Komunikator
dan komunikan digabung menjadi peserta, karena dalam suatu proses
komunikasi, misalnya percakapan dua orang, sulit untuk menetapkan mana
komunikator dan mana komunikan. Pada hakikatnya mereka bergantian
menjadi komunikator dan komunikan. Sedangkan unsur umpan balik atau
balikan, sesungguhnya juga adalah pesan dari peserta lain. (Arifin, 1998: 52).
4
Fungsi
komunikasi
antara
lain
untuk
memberikan
informasi
(informatif), mendidik (edukatif), menghibur dan membujuk untuk melakukan
suatu hal tertentu yang dipesankan (persuasif). Dari situlah bagian inti dari
komunikasi yaitu persepsi. Persepsi meliputi pengindraan (sensasi), melalui
alat-alat indra (yakni indra peraba, indra penglihat, indra pencium, indra
pengecap dan indra pendengar), atensi dan interpretasi. Sensasi merujuk pada
pesan yang dikirimkan ke otak lewat penglihatan, pendengaran, sentuhan,
ciuman, dan pengecapan. Sebelum merespons atau menafsirkan kejadian atau
rangsangan berarti bahwa persepsi mensyaratkan kehadiran suatu objek untuk
dipersepsi, termasuk orang lain dan juga diri sendiri.
Suatu kekeliruan persepsi adalah prasangka, suatu konsep yang sangat
dekat stereotype. Dapat dikatakan bahwa stereotype merupakan komponen
kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi
perilaku. Jadi, prasangka ini konsekuensi dari stereotype. Dari penjelasan di
atas dapat diartikan bahwa komunikasi merupakan penyampaian informasi
(pesan, gagasan, ide) dari komunikator kepada komunikan melalui media
tertentu dan menghasilkan dampak atau gejala tertentu pula. Jadi, proses
penyampaian pesan pada akhirnya akan memberikan dampak pada kedua
belah pihak, pihak antara komunikator dan komunikan. Kemudian bagaimana
gambaran komunikan dalam menerima pesan yang diterima dari komunikator.
Komunikan dalam menerima pesan dari komunikator disini Sales
Promotion Girl (SPG) otomotif sebagai komunikator yang sebagai pihak
pemberi pesan bagaimana dengan penampilan fisiknya selama bekerja dinilai
oleh komunikan. Komunikan sendiri dari khalayak masyarakat yang melihat
bagaimana seorang Sales Promotion Girl (SPG) dalam bekerja pada sebuah
perusahaan otomotif dalam berpenampilan dinilai oleh mata masyarakat yang
melihatnya. Kemudian dari situlah setelah indera penglihatan melihat
diinterpretasikan dengan penilaian berupa prasangka yang erat kaitannya
dengan stereotype.
5
B. Persepsi
Persepsi merupakan bagian inti dari komunikasi yang terdapat banyak
pendapat mengenai pengertian tentang persepsi itu sendiri. Salah satunya
definisi persepsi menurut J. Cohen sebagai interpretasi bermakna atas sensasi
sebagai representatif objek ekstrnal. Maksudnya persepsi adalah pengetahuan
yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana. (Mulyana, 2005: 167).
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, maka persepsi dapat diartikan
sebagai suatu proses memahami, memaknai, dan menafsirkan suatu informasi
baik secara audio maupun visual secara lisan maupun tulisan, yang diterima
oleh panca indera kita. Dari proses itulah akan terjadi rangsangan-rangsangan
sebagai timbal balik dari apa yang diterima oleh panca indera.
1. Faktor yang mempengaruhi persepsi
Menurut Jalaludin Rahmat (1992: 52) menyatakan bahwa : “Faktor
yang mempengaruhi persepsi meliputi; faktor perhatian, faktor fungsional,
dan faktor struktural”. Mengenai penjelasan faktor-faktor tersebut sebagai
berikut :
a. Faktor Perhatian
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli
menjadi perhatian menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya
melemah. Perhatian terjadi bila mengesampingkan masukan-masukan
melalui alat indera yang lain. Faktor perhatian masih terdapat dua
faktor lainnya yakni :
b. Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Bahwa apa yang diperhatikan seseorang ditentukan oleh faktor-faktor
situasional dan personal. Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifatsifat yang menonjol, antara lain gerakan intensitas stimuli, kebaruan
dan perulangan.
c. Faktor Internal Penarik Perhatian
Alat indera manusia pada umumnya lemah tetapi, menunjukkan
perhatian yang selektif. Apa yang menjadi perhatian seseorang belum
tentu menyamai perhatian dari orang lain atau sebaliknya. Ada
6
kecenderungan seseorang melihat apa yang ingin dilihat, mendengar
apa yang ingin didengar. Perbedaan perhatian ini timbul dari faktorfaktor internal dalam diri seseorang, yaitu faktor biologis dan faktor
sosio psikologis.
1) Faktor Fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu
dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal. Yang menentukan
persepsi bukan jenis atau stimuli, tetapi karakteristik orang yang
memberikan respon pada stimuli itu.
2) Faktor Struktural
Faktor ini semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek
syaraf individu.
Selain dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut diatas, persepsi juga
dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan pemahaman yang tinggi, cara
mempersepsikan sesuatu hal juga akan berbeda dengan orang yang
mempunyai pengetahuan dan pemahaman rendah.
Sensasi adalah sebagai tanggapan yang cepat dari indera penerima
(seperti mata, telinga, hidung, mulut dan jari) terhadap stimuli dasar seperti
cahaya, warna, dan suara menurut Solomon. Sedangkan persepsi adalah proses
bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan.
(Sutisna, 2002: 62).
Berikut gambar bagaimana stimuli ditangkap melalui indera (sensasi)
dan kemudian diproses oleh penerima stimuli (persepsi).
7
Proses Perseptual
STIMULI

Penglihatan

Suara

Bau

Rasa

Texture
Sensasi
Indera Penerima
Tanggapan
Pemberian Arti
Perhatian
Interpretasi
PERSEPSI
Sumber : Diadaptasi dari Michael R Solomon (1996), “ Consumer Behavior”
Prentice Hall International
Dari stimuli yang dihasilkan oleh masyarakat ketika melihat Sales
Promotion Girl (SPG) kemudian menghasilkan interpretasi dengan beragam
yang dapat menimbulkan tanggapan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Tanggapan tersebut bisa dikatakan dengan sebutan persepsi sesuai
dengan fungsinya untuk membantu memahami setiap informasi yang datang
dari luar melalui indera secara logis dan teratur.
C. Masyarakat
Masyarakat merupakan satu kesatuan yang bisa berubah yang dipengaruhi
oleh waktu dalam menerima berbagai informasi yang ada. Dalam
mempersepsikan masyarakat diharapkan bisa mampu membedakan informasi
antara yang baik dan yang buruk, yang penting dan tidak penting, yang
relevan dari yang tidak relevan. Seperti ada ungkapan yang menyatakan
terkadang kita cenderung untuk mendengar apa yang kita harapkan untuk
8
didengar dan melihat apa yang kita harapkan untuk dilihat. Namun pada
kenyataan tidak seperti itu, oleh karena itu persepsi masyarakat merupakan
proses dimana sekelompok manusia yang hidup dan tinggal bersama dalam
satu wilayah yang sama dan memberikan pemahaman atau tanggapan terhadap
sesuatu hal atau peristiwa yang terjadi di dalam lingkungannya tersebut.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat, antara lain :
1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu.
2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam
keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya
mempengaruhi
persepsi
seperti
kecenderungan
kita
untuk
mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip.
3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa
sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita.
Persepsi adakalanya tidak dapat dipisahkan dengan interpretasi subyektif.
Antara individu yang satu dengan yang lainnya dalam lingkungan
bermasyarakat sangat berbeda tergantung pada bagaimana pengaruh
pengalaman dan banyaknya informasi yang diterima mengenai suatu objek
tertentu. Adalah sangat langka ketika kita dapat mempersepsikan sesuatu
dengan secara netral tanpa memojokkan satu pihak.
D. Sales Promotion
Menurut Carter (1999: 37), kebutuhan perusahaan terhadap tenaga
Sales Promotion Girl disesuaikan dengan karakteristik suatu produk yang
akan dipasarkan. Kesesuaian antara produk yang dipromosikan dengan
kualifikasi Sales Promotion Girls memungkinkan akan meningkatkan daya
tarik konsumen pada produk yang dipromosikan.
Raharti (2001: 223) menjelaskan terdapat persyaratan yang harus
dipenuhi oleh Sales Promotion Girl yaitu :
9
1. Performance
Performance ini merupakan tampilan fisik yang dapat dilihat dengan
indera
penglihatan.
Dalam
perspektif
ini,
performance
juga
mengilustrasikan tentang pembawaan seseorang. Pembawaan seseorang
ini diukur melalui penampilan fisik dan cara berpakaiannya.
2. Communicating Style
Komunikasi menjadi syarat mutlak bagi para Sales Promotion Girl agar
dapat berkomunikasi dengan konsumen. Komunikasi ini diukur dari gaya
bicara dan cara bicara Sales Promotion Girl dengan para konsumen.
3. Body Language
Body Language ini mengarah pada gerakan fisik seperti lemah lembut,
lemah gemulai, dan lain sebagainya. Gerak tubuh dan sentuhan fisik
adalah deskripsi dari body language ini.
E. Stereotype
Stereotype adalah menyamaratakan citra kita tentang kelompok orang lain,
terutama tentang karakteristik psikologis mereka atau ciri kepribadiannya.
Stereotype merupakan bagian integral dan penting dari sebuah paket lengkap
dari proses psikologis yang merupakan rasa diri dan konsep diri. Mereka sangat
erat terkait dengan emosi, nilai, dan inti diri, dan dengan demikian, sulit untuk
mengubahnya. Stereotype erat kaitannya dengan prasangka, istilah prasangka
sering digunakan untuk menggambarkan kecenderungan untuk menganggap
hal lain dengan cara negatif. Meskipun etnosentrisme dan stereotype
konsekuensi normal dan tak terhindarkan dari fungsi psikologis, prasangka
tidak demikian.
Prasangka hanya hasil dari ketidakmampuan individu untuk menyadari
keterbatasan dalam berpikir etnosentris dan stereotype nya. Prasangka
memiliki dua komponen yaitu komponen (berpikir) kognitif, dan komponen
(perasaan) afektif. Stereotype membentuk dasar dari komponen kognitif dari
prasangka, stereotype, keyakinan, pendapat, dan sikap terhadap orang lain.
Komponen afektif terdiri dari satu perasaan pribadi terhadap kelompok orang
10
lain. Perasaan ini mungkin termasuk kemarahan, penghinaan, kebencian,
penghinaan, atau bahkan kasih sayang, dan simpati. Walaupun komponen
kognitif serta afektif sering berhubungan, mereka tidak perlu, dan sebenarnya
mungkin ada secara independen satu sama lain dalam orang yang sama.
Artinya, seseorang mungkin memiliki perasaan tentang sekelompok orang
tertentu tanpa bisa menentukan stereotype tentang mereka, dan seseorang
mungkin memiliki keyakinan stereotype tentang orang lain yang terlepas dari
perasaan mereka.
F. Perempuan dalam Pandangan Masyarakat Jawa
Jawa adalah nama salah suku di Indonesia. Masyarakat Jawa mendiami
seluruh bagian tengah dan timur Pulau Jawa. Pusat kebudayaan Jawa berada di
Yogyakarta dan Surakarta. Sampai saat ini masyarakat Jawa masih mengikuti
kebudayaan Jawa. Di dalam pergaulan hidup dan hubungan sosial mereka
menggunakan bahasa Jawa. Tempat kediaman masyarakat Jawa, terdapat
berbagai variasi dan perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur
kebudayaan seperti perbedaan mengenai bahasa, istilah teknis, dialek bahasa
dan sebagainya. Namun variasi dan perbedaan tersebut tidaklah besar karena
apabila diteliti hal itu masih menunjukkan satu pola ataupun satu sistem
kebudayaan Jawa.
Kaum perempuan dianggap peragu, kurang percaya diri, tergantung
dan mudah menyerah pada keadaan. Anggapan tersebut seringkali
dihubungkan dengan pembawaan psikologis perempuan yang cenderung
emosional dan submisif. Berbeda halnya dengan laki-laki yang berpembawaan
agresif dan rasional. Kepribadian perempuan dinilai lemah, sehingga
masyarakat pun sudah yakin bahwa tempat bagi kaum perempuan adalah di
dalam rumah tangga. Analisis terhadap status dan peran perempuan Jawa
beragam. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dan
pendekatan dalam mencermati eksploitasi dan dinamika yang terjadi dalam
hubungan pada masyarakat dan budaya Jawa.
11
Keadaan yang sekilas menunjukkan bahwa perempuan Jawa
mempunyai kekuasaan dan peran yang besar dalam keluarga dan masyarakat.
Sebenarnya masih terdapat berbagai rintangan cultural dan institusional yang
harus dihadapi oleh perempuan Jawa. Halangan yang mendasar yaitu masih
berlakunya sistem patriaki yang menghalangi kaum perempuan Jawa untuk
mendapatkan status dan peranan yang setara dengan laki-laki. Sistem patriaki
ini mengandung nilai yang mengutamakan laki-laki sehingga mempengaruhi
cara perempuan dan laki-laki mempersepsikan status dan peranannya dalam
keluarga dan masyarakat serta menentukan citra masing-masing jenis kelamin
dalam tatanan masyarakat.
Nilai patrikis tersebut dienternalisasikan dan dilanggengkan melalui
berbagai institusi sosial seperti lembaga politik, pendidikan, maupun
kepercayaan sehingga subordinasi tersebut tidak dirasakan sebagai suatu
sistem yang secara langsung sangat menekan dan memojokkan kaum
perempuan.
Metodologi
Mengacu kepada permasalahan yang diteliti, maka lebih tepat penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan mendeskripsikan data yang telah
tergali secara naturalistik atau alamiah dari berbagai informasi, atau
mendeskripsikan data yang diperoleh.
Dengan memilih Kotamadya Surakarta sebagai lokasi penelitian,
masyarakat Surakarta dibagi menjadi tiga kategori masyarakat yaitu masyarakat
awam, pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif, dan tokoh
masyarakat.
Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan
melalui proses wawancara dan observasi. Data sekunder diperoleh melalui studi
pustaka.
Sesuai dengan metodologi penelitian kualitatif, maka teknik pengambilan
sampel di dalam penelitian ini adalah jenis purposive sampling, yang
12
respondennya diambil secara selektif. Artinya peneliti cenderung untuk memilih
responden yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara
mendalam. Teknik purposive sampling di dalam penelitian kualitatif biasanya
dilakukan dengan cara mewakili responden, sehingga teknik ini juga sering di
sebut “criterion based selection” (Sutopo, 2002: 54).
Dalam teknik ini peneliti menggunakan pertimbangan tentang informasi
yang dipilih, yaitu berdasarkan penilaian bahwa responden yang akan diambil
tersebut adalah yang paling memenuhi syarat untuk maksud penelitian.
Sajian dan Analisis Data
Dalam bab ini akan dipaparkan deskripsi data sebagai hasil yang telah
dilakukan dalam proses pengumpulan data melalui teknik wawancara dan
pengampilan sampel dengan purposif sampel pada wilayah Surakarta.
Pengumpulan data dan informasi pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara secara mendalam. Wawancara yang dimaksud
adalah suatu bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang
ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya yang mengajukan pertanyaanpertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu dengan tanpa terstruktur dan terbuka.
(Moleong, 2008: 186).
Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data
yang penting berkaitan dengan permasalahan yang diteliti atau seringkali disebut
purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat Kota Surakarta, dan
wawancara akan diberhentikan apabila peneliti tidak menemukan aspek baru
dalam fenomena yang diteliti atau hingga data menjadi jenuh, yang menjadi
aturan umum dalam pengambilan sampel purposif. (Sutopo, 2005: 36-37).
Dalam temuan hasil penelitian ini akan dipaparkan hasil wawancara
dengan para narasumber. Data yang telah dikumpulkan kemudian diproses oleh
peneliti dengan melakukan kategorisasi dan disederhanakan. Cara penyajian
wawancara yaitu dengan menampilkan hasil wawancara yang dianggap dapat
menjawab tujuan penelitian ini dan telah dikelompok-kelompokkan sesuai dengan
pertanyaan penelitian ini. Peneliti mengambil informasi-informasi yang penting
13
dari hasil pengumpulan data yang berkaitan dengan masalah-masalah penelitian
yang hendak dicari jawabannya.
A. Persepsi Masyarakat Awam
Dari wawancara yang telah dilakukan kepada masyarakat awam dengan
mengambil 7 informan salah satu informan beranggapan netral terkait dengan
persepsi yang ditujukan kepada seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif.
Andika Purniadi pada saat diwawancarai mengatakan bahwa sebelumnya sudah
pernah memiliki teman yang berprofesi sebagai Sales Promotion Girl (SPG),
banyaknya informasi yang didapatkannya mempengaruhi pendapatnya dan
lebih netral dalam mempersepsikan terkait dengan penampilan fisik, body
language, dan bagaimana berinteraksi dengan customer.
B. Persepsi Pengguna Jasa Sales Promotion Girl (SPG) Otomotif
Dari wawancara yang dilakukan dengan salah satu informan Iwan
Maryono yang latarbelakangnya seorang marketing dari perusahaan mobil
berpendapat netral terkait dengan penampilan fisik, body language, dan
bagaimana Sales Promotion Girl (SPG) otomotif berinteraksi dengan
customer. Untuk Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di Kota Surakarta
sendiri masih biasa saja tidak terlalu vulgar dan masih dalam batas kewajaran.
Budaya di Kota Surakarta masih sangat kental.
C. Persepsi Tokoh Masyarakat
Dari wawancara yang telah dilakukan dengan tokoh masyarakat dalam hal
ini pejabat publik dari Lembaga Pemberdayaan Perempuan Nuning Sri
Sulistyaningsih berpendapat bahwa persepsi terhadap Sales Promotion Girl
(SPG) otomotif dikatakan negatif terkait dengan penampilan fisik, body
language, dan bagaimana seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif
berinteraksi dengan customer. Budaya di Indonesia khususnya di Solo
memandang seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif masih negatif.
Dikatakan seperti itu, karena memiliki pengalaman sebelumnya melihat di
14
lapangan bagaimana seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di goda
atau bahkan di colak-colek.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap
Sales Promotion Girl (SPG) otomotif di Kota Surakarta, maka pada bab ini akan
di bahas mengenai kesimpulan dari penelitian sebagai berikut.
Pertama, persepsi masyarakat awam terhadap Sales Promotion Girl (SPG)
otomotif di Kota Surakarta memandang image nya masih tergolong netral.
Dengan beragam pendapat yang muncul saat diwawancarai, ada yang memandang
image seorang Sales Promotion Girl (SPG) otomotif itu positif, negatif dan netral.
Tetapi masyarakat pada umumnya memandangnya netral jika dilihat dari
penampilan fisik, body language, dan bagaimana seorang Sales Promotion Girl
(SPG) otomotif berinteraksi dengan customer.
Kedua, persepsi pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif yang
merupakan klien dari perusahaan yang membutuhkan jasanya untuk melakukan
promosi produk otomotif yaitu netral. Dari penampilan fisiknya sendiri memang
sudah menjadi kewajiban dan keharusan yang dituntut oleh perusahaan agar lebih
menarik minat customer. Diantara pengguna jasa dan Sales Promotion Girl (SPG)
otomotif saling simbiosis mutualisme. Pengguna jasa membantu seorang Sales
Promotion Girl (SPG) otomotif mendapatkan pekerjaan sedangkan Sales
Promotion Girl (SPG) otomotif digunakan untuk menarik minat customer demi
peningkatan penjualan produk otomotif.
Ketiga, persepsi tokoh masyarakat dalam hal ini diambil dari lembaga
pemberdayaan perempuan di Kota Surakarta terhadap Sales Promotion Girl
(SPG) otomotif di Kota Surakarta yaitu kurang baik atau negatif. Di Kota
Surakarta yang budayanya identik dengan perempuan yang sopan, ramah, lemah
lembut menganggap penampilan fisik, body language serta bagaimana seorang
Sales Promotion Girl (SPG) otomotif berinteraksi dengan customer sudah
dicitrakan kurang baik dari dahulu. Tetapi, setiap individu berhak menilai apapun
apa yang dilihat dan dirasakan.
15
Saran
Berdasarkan pada hasil kesimpulan yang telah di sampaikan diatas maka
peneliti memberikan saran yang sekiranya bisa bermanfaat.
Pertama, bagi masyarakat awam yang belum mengetahui bagaimana Sales
Promotion Girl (SPG) otomotif itu diharapkan lebih mampu menyaring segala
informasi yang didapatkan. Tidak menjudge orang lain dengan anggapan kurang
baik tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya. Masyarakat harus lebih cerdas
lagi dengan kemajuan teknologi dan informasi yang ada di Indonesia saat ini.
Kedua, bagi pengguna jasa Sales Promotion Girl (SPG) otomotif
diharapkan lebih memiliki kriteria-kriteria untuk menggunakan jasa seorang Sales
Promotion Girl (SPG) otomotif. Sales Promotion Girl (SPG) otomotif bagi
perusahaan-perusahaan otomotif merupakan bagian yang ditonjolkan ketika ada
pameran produk baru yang diluncurkan. Semoga lebih bisa memiliki citra yang
baik di mata masyarakat karena membawa nama baik perusahaan tersebut.
Ketiga, bagi peneliti selanjutnya penelitian ini jauh dari sempurna. Maka,
peneliti mengharapkan adanya peneliti lain yang tertarik dengan Sales Promotion
Girl (SPG) otomotif
dan persepsi masyarakat sebagai subyek penelitiannya.
Informasi-informasi yang disampaikan pada penelitian ini diharapkan bisa
bermanfaat dan dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap orang lain
bukan hanya melihat dari luarnya saja.
Daftar Pustaka
Arifin, Anwar. (1998). Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
J Moleong, Lexy. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Stewart L. Tubbs dan Silvia Moss. (2005). Human Communication KonteksKonteks Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suka duka SPG otomotif, mulai digoda, dicolek bahkan dipeluk - Yahoo News
Indonesia.htm diakses tanggal 24 September 2013 08:39 WIB
Sutisna. (2002). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
16
Sutopo. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
17
Download