1 1 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah perairan Indonesia merupakan lintasan sistem angin muson (monsoon) yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan arah. Arus permukaan di Perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh angin ini, sehingga pola arus yang terbentuk sangat ditentukan oleh musim yang sedang berlangsung. Pada bulan Juni hingga Agustus (musim timur) bertiup angin timur dengan arah arus permukaan bergerak dari timur ke barat, sedangkan pada bulan Desember hingga Februari (musim barat) bertiup angin barat dengan arah arus permukaan bergerak dari arah barat ke timur. Pada bulan Maret ke Mei serta September ke Nopember berlangsung musim pancaroba (peralihan), dimana pada musim ini gerakan arus permukaan tidak teratur (Wyrtki 1961). Selain angin muson, arus permukaan di Perairan Indonesia juga di pengaruhi oleh Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang tidak hanya krusial dalam keseimbangan bahang dan nilai salinitas di Samudera Hindia tetapi juga memainkan satu peranan penting dalam sirkulasi global dari massa air di lapisan termoklin (Piola and Gordon 1985; Gordon 1986; Broecker 1991). Arlindo memiliki keragaman yang tinggi baik secara musiman maupun tahunan. Keragaman musiman berkaitan dengan adanya pergantian arah angin di Indonesia. Menurut Gordon dan Susanto (2003), laju transpor tertinggi ditemukan pada saat Muson Tenggara, yaitu selama bulan Juni sampai Agustus sedangkan aliran lintasan terendah pada saat muson barat laut yaitu pada bulan Desember sampai Februari. Philander and Pacanowski (1986) menyebutkan bahwa sebagai perairan yang berada di sekitar katulistiwa, Selat Makasar memiliki variabilitas musiman Arlindo yang berhubungan dengan pengaruh skala besar. Oleh karena itu perairan ini dipengaruhi kuat oleh gelombang di khatulistiwa dari jenis gelombang panjang seperti gelombang Kelvin, gabungan Gravitasi-Rossby dan juga gelombang gravitasi yang mempunyai periode dari 5 - 30 hari. Hal ini menggambarkan peranan perairan Indonesia sebagai penghubung massa air dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia. Meskipun sepanjang tahun aliran ini cenderung ke arah selatan, aliran akan mengalami variabilitas dan karakteristik yang berubah-ubah 2 secara musiman maupun tahunan baik arah, volume transpor dan lapisan termoklin. Penginderaan jauh satelit (Inderaja) dapat mendeteksi perairan Indonesia yang luas, salah satunya dengan menggunakan satelit lingkungan dan cuaca National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Satelit ini dilengkapi dengan sensor Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) yang dapat mendeteksi suhu permukaan laut dengan menggunakan kanal infra merah jauh. Beberapa sensor satelit yang biasanya digunakan untuk aplikasi kelautan; Seaviewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS), Ocean Color Temperatur Scanner (OCTS), Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) dan sensor altimeter Topography Experiment (TOPEX). Data yang dapat diperoleh dari sensor-sensor tersebut diantaranya suhu permukaan laut (SPL), konsentrasi klorofil, kandungan uap air, angin permukaan laut dan arus. Dari data sensor satelit yang diproses dapat diinterpretasikan fenomena laut yang dihubungkan dengan potensi keberadaan ikan seperti proses upwelling yakni peristiwa naiknya massa air dari kedalaman tertentu ke permukaan laut, kondisi ini dicirikan dengan menurunnya suhu, dan meningkatnya nilai salinitas di daerah tersebut dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal ini, diikuti dengan meningkatnya kandungan zat hara dan penurunan konsentrasi oksigen terlarut. Jika massa air yang kaya zat hara ini berhasil mencapai lapisan eufotik maka zat hara yang melimpah akan „merangsangā perkembangan fitoplankton di lapisan permukaan yang selanjutnya akan meningkatkan kesuburan perairan dan pada akhirnya akan meningkatkan populasi ikan di perairan tersebut (Wyrtki 1961 dan Illahude 1970). Fenomena laut lainnya berupa pembentukan daerah front yakni bertemunya dua massa air yang berbeda. Penelitian yang berhubungan dengan massa air di Perairan Indonesia telah banyak dilakukan diantaranya Inter-Ocean Exchange of Thermocline Water (Gordon 1986); The Effect of Indonesian Throughflow on Ocean Circulation and Heat Exchange With the Atmosphere (Godfrey 1996); Termohaline Stratification of the Indonesian Seas Model and Observations (Gordon and McClean 1999); Indo-Pacific Throughflow and its Seasonal Variations. In the ASEAN-Australia Regional Ocean-Dynamics Expeditions 1993 – 1995 (Aung 1998); The ASEAN- 3 Australia Regional Ocean Dynamics Expeditions 1993–1995 Indo-Pacific Throughflow and Its Seasonal Variations (Cresswell 1998). Penelitian-penelitian tersebut dilakukan dengan berbagai macam pendekatan seperti pengukuran langsung maupun pemodelan, yang hasilnya saling melengkapi dan menambah informasi tentang variabilitas oseanografi di Perairan Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pendekatan lain untuk mempelajari variabilitas parameter oseanografi di perairan Indonesia yakni melalui data penginderaan jauh satelit. Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan wavelet transform untuk mengamati variabilitas oseanografi tersebut dengan menggunakan data Inderaja satelit di Perairan Selat Makasar. Dengan pendekatan wavelet transform ini dapat diketahui periodesitas dan kapan waktu terjadinya variabilitas oseanografi tersebut. Perairan Selat Makasar merupakan perairan yang cukup unik karena merupakan lintasan utama dari Arlindo. Selain Arlindo, massa air dari Laut Jawa dan Delta Mahakam juga mengalir ke Selat Makasar. Terjadinya proses penaikan massa air (upwelling) di perairan selatan Selat Makasar juga mempengaruhi kondisi perairan di Selat Makasar. Adanya berbagai proses dan fenomena yang mempengaruhi perairan Selat Makasar akan berpengaruh terhadap kesuburan perairan dan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap kelimpahan sumberdaya perikanan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian lebih mendalam terhadap variabilitas parameter oseanografi dari satelit di Selat Makasar. 1.2 Perumusan Masalah Posisi geografis perairan Selat Makasar di antara Laut Sulawesi dan Laut Jawa serta perairan ini juga merupakan lintasan primer bagi Arus Lintas Indonesia (Arlindo) menyebabkan kondisi oseanografi perairan Selat Makasar mempunyai variabilitas yang tinggi, selain dipengaruhi oleh massa air dalam selat, juga dipengaruhi oleh variabilitas oseanografi di luar selat dan keadaan iklim (Illahude (1970); Susanto and Gordon (2005); Ffield et al. (2000)) Pengaruh muson dan fenomena global seperti El Niño Southern Oscillation (ENSO) mengakibatkan variabilitas massa air Selat Makasar mengalami perbedaan intensitasnya pada musim barat dan musim timur. Hal yang sama juga 4 terjadi pada lapisan termoklin yang akan mengalami fluktuasi sebagai akibat dari variabilitas Arlindo (Susanto and Gordon 2005). Fenomena upwelling, masuknya limpasan massa air dari sungai-sungai di sekitar Kalimatan dan massa air dari Laut Jawa ke Perairan Selat Makasar serta perubahan lapisan termoklin akibat ENSO, berpengaruh terhadap tingkat kesuburan perairan dalam hal ini digunakan sebagai indikator adalah tinggi rendahnya konsentrasi klorofil di perairan tersebut. Fakta menunjukkan bahwa di Perairan Selat Makasar terjadi penangkapan ikan sepanjang tahun, dengan perkataan lain perairan ini secara terus-menerus mengalami penyuburan. Untuk itu perlu dikaji proses dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesuburan Perairan Selat Makasar. Pendekatan yang dilakukan untuk mengkaji hal tersebut adalah dengan menganalisis variabilitas parameter oseanografi dari inderaan sensor satelit yakni data tinggi muka, suhu permukaan laut, dan konsentrasi klorofil sebagai indikator kesuburan perairan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis variabilitas tinggi muka laut, suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil dari data penginderaan jauh secara spasial dan temporal di perairan Selat Makasar. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan perairan di Selat Makasar. 1.4 Hipotesa Konsentrasi klorofil sebagai indikator kesuburan perairan tinggi sepanjang waktu yang berakibat pada kelimpahan ikan di Perairan Selat Makasar.