bab ii tinjauan umum tentang proses morfologis, morfem, perubahan

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES MORFOLOGIS, MORFEM,
PERUBAHAN BENTUK KATA BAHASA JEPANG, DAN RAGAM
BAHASA HORMAT (KEIGO) SONKEIGO DAN KENJOUGO
2.1 Proses Morfologis
2.1.1
Proses Morfologis dalam Bahasa Indonesia
Secara umum, Chaer (2007:177) membagi proses morfologis proses atau
proses pembentukan kata ke dalam 7 proses, yaitu:
1. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar.
Proses ini dapat bersifat infleksi dan dapat pula bersifat derivatif. Namum, proses
ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya
berupa morfem terikat, yang diimbuhakan pada sebuah dasar dalam proses
pembentukan kata. Afiks dibedakan menjadi dua jenis, yaitu afiks inflektif dan
afiks derivatif. Afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan
kata-kata inflektif atau paradigma infleksional. Sedangkan afiks derivatif adalah
kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.
Dilihat dari posisis melekatnya pada bentuk dasar proses morfologi, afikasasi
dapat dibedakan atas 6, yaitu:
a. Prefiks: afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar.
b. Infiks: afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.
c. Sufiks: afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
16
Universitas Sumatera Utara
d. Konfiks: afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi
pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir
bentuk dasar.
e. Interfiks: sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam
proses penggabungan dua buah unsure.
f. Transfiks: afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada
keseluruhan dasar.
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfologis yang mengulang bentuk dasar, baik
keseluruhan, secara sebagian maupun dengan perubahan bunyi. Proses reduplikasi
dapat bersifat paragdimatis (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional.
Reduplikasi yang paragdimatis tidak mengubah identitas leksikal, melainkan
hanya member makna gramatikal. Dan yang bersifat derivasional membentuk kata
baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya.
Chaer, 2007:183 membagi reduplikasi menjadi 3 jenis, yaitu reduplikasi
penuh, reduplikasi sebagian dan reduplikasi dengan perubahan bunyi. Dalam
bahasa Indonesia, Sutan Takdir Alisjahbana (dalam Chaer, 2007:183) mencatat
adanya reduplikasi semu, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil
reduplikasi, tetapi tidak tampak jekas bentuk dasar yang diulang.
3. Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan
morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah
kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
4. Konversi
17
Universitas Sumatera Utara
Konversi sering disebut derivari zero, transmutasi dan transposisi. Konvensi
adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa
penurunan unsur segmental.
5. Modifikasi internal
Modifikasi internal sering disebut penambaham internal atau perubahan
internal. Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan
unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka
tetap (biasanya berupa konsonan). Perubahan yang terjadi dalam proses
modifikasi internal bersifat derivative karena makna identitas leksikalnya sudah
berbeda.
6. Suplesi
Suplesi sejenis modifikasi internal, tetapi dalam proses suplesi perubahannya
sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi
(bentuk dasar berubah total).
7. Pemendekan
Pemendekan adalah proses pengulangan bagian-bagian leksem atau gabungan
leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama
dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses pemendekan disebut kependekan.
2.1.2
Proses Morfologis dalam Bahasa Jepang
Dalam bahasa Jepang, proses morfologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Afiksasi (Setsuji)
Afiks menurut Muraki (dalam Hasibuan, 2003:30) adalah unsur membentuk
kata jadian dengan bergabung pada dasar kata. Afiks terdiri dari prefix (settouji 接
頭辞), sufiks (setsubiji 接尾辞) dan infiks (secchuuji 接中辞)
18
Universitas Sumatera Utara
Muraki (dalam Hasibuan, 2003:12) juga menambahkan dalam proses afiksasi
terdapat kombinasi afiks juga, yang sangat dominan dalam bahasa Jepang.
1) Prefiks (settouji), Koizumi (1993:95) mengatakan settouji atau prefix yaitu
imbuhan yang ditambahkan di depan kata dasar (gokan). Contohnya
Prefiks {o} dan {go} dalam ragam hormat bahasa Jepang (keigo).
2) Sufiks (setsuji), Koizumi (1993:95) mengatakan setsubiji atau akhiran
adalah imbuhan yang ditambahkan dibelakang kata dasar. Sebagian
imbuhan dalam bahasa jepang berbentuk sufiks.
3) Infiks (setcchuuji), Koizumi (1993:95) mengatakan setcchuuji adalah
imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar kata (gokan).
4) Kombinasi afiks adalah kombunasi dari dua afiks atau lebih yang
diletakkan pada kata dasar.
2. Komposisi (Fukugo)
Koizumi (1993:109) berpendapat bahwa komposisi adalah penggabungan
beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.
3. Reduplikasi (Jufuku)
Reduplikasi adalah pengulangan kata. Dalam bahasa jepang onomatope juga
mengandung unsur proses pengulangan Tsujimura ((dalam Hasibuan,
2003:16)
Selain teori di atas, Sutedi (2003) menuliskan bahwa proses morfologi atau
pembentukan kata dalam dalam bahasa Jepang adalah dengan cara yang
dinamakan (1) haseigo, (2) fukogougo/goseigo, (3)karikomi/shouryaku, (4)
Toujigo. Penjelasan lengkapnya penulis tuliskan di bagian kerangka teori skripsi
ini. Teori yang dituliskan Sutedi (2003) ini penulis gunakan dalam menganalisis
19
Universitas Sumatera Utara
proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dan kenjougo yang
terdapat dalam komik “Kamisama Hajimemashita” karya Jurietta Suzuki.
2.2. Pengertian Morfem
Morfem yang dalam bahasa Jepang disebut keitaiso adalah potongan
terkecil dari kata yang tidak bisa dipecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih
kecil lagi.. Potongan kata tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang
tidak dapat berdiri sendiri atau terikat dengan morfem lain (koizumi dalam
situmorang, 2007:11).
2.2.1. Morfem Dalam Bahasa Jepang
Sutedi (2003) menjelaskan bahwa dalam bahasa Jepang, kata yang bisa berdiri
sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal, meskipun hanya terdiri dari satu
kata, dinamakan jiyuu keitaiso (morfem bebas). Sedangkan kata yang tidak bisa
berdiri sendiri dinamakan kousoku keitaiso (morfem terikat). Penjelasan lebih
lengkap dapat dilihat melalui contoh kalimat di bawah ini:
Contoh: Watashi ga yoku rajio o kiita.
Pada contoh kalimat di atas, kata {watashi} dan {rajio}merupakan
morfem bebas, karena tiap satuannya atau kata watashi dan rajio bisa berdiri
sendiri dan bisa menjadi kalimat walau hanya dengan satu kata tersebut. Partikel
{ga} dan {o}, kata keterangan {yoku}, verba kiita yang terdiri dari gokan {ki}
dan gobi {ita}, masing-masing termasuk ke dalam morfem terikat karena tidak
bisa berdiri sendiri.
20
Universitas Sumatera Utara
Dalam bahasa Jepang, ada kata yang hanya terdiri dari satu suku kata
seperti ha (gigi) dan su (cuka), kata ini karena bisa berdiri sendiri dan bisa
menjadi satu kalimat, maka merupakan satu morfem, yaitu morfem bebas. Kata
hana (bunga) yang meskipun terdiri dari dua silabis, yaitu /ha/ dan /na/, tetapi
tetap merupakan satu morfem saja yaitu morfem bebas karena /ha/ dan /na/ pada
kata hana tidak mengandung suatu makna. Dalam bahasa Jepang, lebih banyak
penggunaan morfem terikat daripada morfem bebas. Salah satu contoh morfem
terikat dalam bahasa Jepang adalah kata nihon yang terdiri dari dua morfem yaitu
{ni} dan {hon} yang masing-masing adalah morfem terikat karena tidak bisa
berdiri sendiri. Berbeda halnya dengan verba dan adjektiva yang bisa terdiri dari
beberapa morfem karena terdiri dari dua bagian, yaitu gokan atau bagian depan
yang tidak mengalami perubahan dan gobi atau bagian belakang yang mengalami
perubahan. Misalnya verba yomu (membaca) dan adjektiva hikui (rendah) yang
terdiri dari {yo} dan {hiku} sabagai gokan dan {mu} dan {i} sebagai gobi, kedua
bagian tersebut masing-masing terdiri dari satu morfem. Akan tetapi, jika verba
dan adjektiva tersebut diubah ke dalam bentuk menyangkal, kedua kata tersebut
masing-masing menjadi tiga buah morfem, yaitu {yo}, {ma}, {nai} dan
{hiku},{ku}, {nai}.
Sutedi (2013) menuliskan pemilahan lain dalam morfem bahasa Jepang, yaitu
adanya morfem isi (内容形態素 „naiyou keitaiso‟): morfem yang menunjukkan
makna aslinya. Seperti nomina, adverbia, gokan dari verba atau adjektiva, dan
morfem fungsi (機能形態素 „kinou keitaiso‟) : morfem yang menunjukkan fungsi
gramatikanya. Seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem
pengekspresi kala(時勢形態素 „jiseikeitaiso’). Misalnya, verba taberu (makan)
21
Universitas Sumatera Utara
yang terdiri dari bagian gokan {tabe} dan gobi {ru}, bagian gokan tersebut
menunjukkan arti “makan” yang merupakan morfem isi, sedangkan bagian
gobinyamenunjukkan kala akan yang merupakan morfem fungsi. Dalam bahasa
Jepang, partikel (joshi), kopula (jodoushi), dan unsur pembentuk kala (jisei
keitaiso) merupakan morfem yang termasuk ke dalam kousoku keitaiso (morfem
terikat) dan juga termasuk ke dalam kinou keitaiso (morfem fungsi). Machida dan
Momiyama dalam Sutedi (2003) menggolongkannya sebagai bagian dari setsuji
(imbuhan). Setsuji yang diletakkan di depan morfem yang lainnya disebut settouji
(awalan), sedangkan setsuji yang diletakkan di belakang morfem yang lainnya
disebut setsubiji.
Perlu diingat, bahwa analisis morfem yang mengacu pada penggunaan
huruf Jepang (hiragana dan kanji) akan lain hasilnya dibanding dengan mengacu
pada huruf Alfabet dengan menggunakan sistem Kunrei.
Mengingat proses
pengajaran bahasa Jepang serta bahan ajar bahasa Jepang yang digunakan di
Indonesia khususnya di Depertemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara lebih banyak mengacu pada huruf hiragana dan kanji
serta huruf alphabet yang menggunakan sistem Hepburn, maka analisis morfem
bahasa Jepang dalam skripsi ini mengacu pada pengunaan huruf Jepang (hiragana
dan kanji) serta alphabet dengan sistem Hepburn.
2.3. Kelas Kata
2.3.1 Kelas Kata Bahasa Indonesia
Dalam bahasa Indonesia (www.wikipedia.com/kelas-kata-bahasa-indonesia)
kelas kata terdiri dari :
22
Universitas Sumatera Utara
1.
Kata keterangan (adverbial): jenis kata yang memberikan keterangan pada
kata kerja, kata sifat dan bilangan bahkan mampu memberikan keterangan
pada seluruh kalimat. Kataketerangan dapat dibagi lagi menjadi beberapa
bagian, yaitu: kata keterangan waktu, kata keterangan tempat, kata
keterangan alat dan kata keterangan sebab.
2.
Kata bilangan (numeralia): jenis kelompok kata yang menyatakan jumlah,
kumpulan, urutan sesuatuyang dibendakan. Kata bilangan juga dibedakan
menjadi beberapa bagian, yaitu: kata bilangan tentu, kata bilangan tak tentu,
kata bilangan pisahan, kata bilangan himpunan, kata bilangan pecahan dan
kata bilangan ordinal/giliran.
3.
Kata tugas ialah kata yang memiliki arti gramatikal dan tidak memiliki arti
leksikal. Kata tugas juga memiliki fungsi sebagai perubah kalimat yang
minim hingga menjadi kalimat transformasi. Jenis-jenis kata tugas yaitu
preposisi (kata depan), konjungsi (kata sambung), artikula (kata sandang),
interjeksi (kata seru) dan partikel penegas.
2.3.2 Kelas Kata Bahasa Jepang
Secara garis besar, Sutedi (2003:42) membagi jenis kata dalam bahasa Jepang
menjadi 6 macam, yaitu:
1.
Nomina (meishi): kata benda yang bisa berfungsi sebagai subjek atau objek
dalam kalimat, bisa disertai dengan kata tunjuk dan bisa berdiri sendiri.
2.
Verba (doushi): kata kerja yang bisa berfungsi menjadi predikat dalam sebuah
kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyou) dan bisa berdiri sendiri.
23
Universitas Sumatera Utara
3.
Adjektiva (keiyoushi): kata sifat, mengalami perubahan bentuk dan bisa
berdiri sendiri.
4.
Adverbia (fukushi): kata keterangan, tidak mengalami peubahan bentuk.
5.
Kopula (jodoushi): kata kerja bantu, mengalami perubahan bentuk dan tidak
dapat berdiri sendiri.
6.
Partikel (joshi): kata bantu, tidak bisa berdiri sendiri dan tidak mengalami
perubahan bentuk.
2.4.
Perubahan Bentuk Kata dalam Bahasa Jepang
Dalam bahasa Jepang, kata yang mengalami perubahan bentuk disebut
yougen, sedangkat kata yang tidak mengalami perubahan bentuk disebut taigen.
Perubahan bentuk kata menurut Sutedi (2003:47-59) terdiri atas:
1.
Perubahan bentuk verba
Perubahannya digolongkan dalam 3 kelompok berikut:
a. Kelompok I (godandoushi)
Kelompok ini disebut godandoushi , karena mengalami perubahan lima
deretan bunyi bahasa Jepang yaitu (あ{a} い{i} う{u} え{e} お{o}). Cirinya
yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf ( う{u} つ{tsu} る{ru} く{ku} ぐ{gu}
む{mu} ぬ{nu} ぶ{bu}す{su}).
a. Kelompok II (ichidan-doushi)
Kelompok ini disebut ichidan-doushi, karena perubahannya terjadi pada stu
deretan bunyi saja. Ciri utama dari kelompok ini adalah berakhiran suara (e-る
{eru}) disebut kami ichidan-doushi atau (i-る{iru}) disebut shimo ichidan-doushi.
24
Universitas Sumatera Utara
b. Kelompok III
Kelompok ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga
disebut henkaku-doushi dan hanya terdiri dari dua verba berikut: する{suru} 来る
{kuru}.
Perubahan bentuk kata (verba, adjektiva dan kopula) disebut katsuyou
(konjugasi). Konjugasi verba bahasa Jepang secara garis besar ada 6 macam, yaitu
a. Mizenkei: perubahan bentuk verba yang didalamnya mencakup bentuk
menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU), bentuk pasif
(bentuk RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).
b. Renyoukei: perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk
MASU), bentuk sambung (bentuk TE) dan bentuk lampau (bentuk TA).
c. Shuushikei: verba bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.
d. Rentaikei: verba (bentuk kamus) yang digunakan sebagai modifikator.
e. Kateikei: perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA).
f. Meireikei: perubahan verba ke dalam bentuk perintah.
2.
Perubahan bentuk adjektiva dan kopula DA
Adjektiva dalam bahasa jepang ada dua macam, yaitu yang berakhiran (gobi) I
yang disebut keiyoushi atau I-keiyoushi dan yang berakhiran (gobi) DA atau NA
yang disebut keiyoudoushi atau NA-keiyoushi.
Kopula atau yang dikenal
jodoushi dalam bahasa Jepang banyak sekali
jumlahnya. Salah satunya adalah kopula DA, yang bisa berubah menjadi DESU
dalam bentuk halus, dan menjadi DEARU dalam bahasa tulisan. Fungsi utama
kopula ini yaitu menyatakan suatu predikat dalam kalimat yang berprediksi
nomina dan adjektiva NA.
25
Universitas Sumatera Utara
Keigo
2.5.
Kata keigo bila ditulis dengan kanji menjadi 敬語 yang dibentuk dari kanji 敬
う {uyamau} yang berarti mengormati dan kanji 語{go} yag berarti bahasa, kata,
istilah atau ungkapan. Berdasarkan kamus Meikyou kokugo jiten (dalam
primawati. 2010:9) kata keigo mengandung makna berikut:
話してや 書きてが 相手や 輪中の 第三者に 対して 敬意を 表す言葉
遣い。
(Hanashite ya kakite ga aite ya machuu no daisansha ni taishite keii wo
arawasu kotobatsukai).
“keigo merupakan ekspresi dalam menunjukkan rasa hormat kepada mitra
tutur atau orang ketiga yang menjadi topik pembicaraan”.
Menurut Sudjianto (2004:124) keigo adalah bahasa/ kata-kata yang khusus
dipergunakan untuk menunjukkan kerendahan hati pembicara dan untuk
menyatakan rasa hormat pembicara terhadap teman bicara atau orang yang
dibicarakan.
Berdasarkan cara pemakaiannya, Danasasmita (dalam sudjianto, 2004:126)
membagi keigo menjadi tiga jenis yaitu:
1. Sonkeigo
Sonkeigo adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menyatakan rasa
hormat pembicara dengan cara menaikkan derajat orang yang menjadi pokok
pembicaraan (Bunkachou dalam Sudjianto, 2004:126).
Sudjianto (2004:129-130) menuliskan beberapa proses pembentukan
sonkeigo, yaitu:
26
Universitas Sumatera Utara
1) Dengan cara menggunakan pola kalimat o+verba bentuk renyoukei+ni
naru.
Contoh:
社長は
もう
お
休みに
なりました。
Shachou wa mou o yasumi ni narimashita.
“Ketua sudah pulang”
2) Dengan cara menggunakan kata kerja bantu ...reru (gol.1) dan rareru
(gol.2 & 3).
Contoh : 伊藤先生は
でかけられました。
Ito sensei wa dekakeraremashita.
“Ito sensei sudah keluar”
3) Dengan pola gabungan kata kerja irassharu, asobasu, kudasaru dengan
kata kerja lain
Contoh:
書いて
くださる。
Kaite kudasaru.
“menulis”
Misalnya contoh pada kalimat: Sensei ga sore o kaite
kudasaimashita. “Guru yang telah menuliskan hal itu”
お出かけあそばす。
O dekake asobasu.
三浦先生 は 新聞 を 読んでいらっしゃる。
Miura sensei wa shinbun wo yonde irrasharu.
“Miura sensei sedang membaca koran.”
27
Universitas Sumatera Utara
4) Dengan cara menggunakan verba hormat (sonkei no doushi) khusus
Contoh: お嬢様は
めしあがりましたか。
Ojousama wa meshiagarimashitaka.
“Tuan Putri sudah makan kah?”
5) Dengan cara menggunakan nomina (pronomina persona) hormat (sonkei
no meishi).
Contoh: どうぞ
こちらに
お かけ
ください。
Douzo kochira ni o kake kudasai.
“Silahkan letakkan di sini.”
6) Dengan cara menggunakan prefik atau sufik yang menjadikan kata hormat.
Contoh:
関谷 様 (sufik)
Sekiya sama
“Tuan Sekiya”
お なまえ (prefik)
O namae
“Nama Anda”
2.
Kenjougo
Kenjougo adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menghormati
orang kedua atau orang yang menjadi pokok pembicaraan dengan cara
merendahkan diri sendiri (Bunkachou dalam Sudjianto, 2004:130).
Sudjianto (2004:133) juga membagi proses pembentukan kenjougo, yaitu
sebagai berikut:
28
Universitas Sumatera Utara
1. Dengan cara menggabungkan kata kerja ...itasu, ...moshiageru, ageru
dengan kata kerja lain.
Contoh:
お待ち もしあげましょう。
O machi moshiagemashou
“Maaf membuat anda menunggu”
2. Dengan cara menggunakan verba sopan (kenson no doshi) khusus
Contoh: 私は アメリカから
参りました。
Watashi wa amerika kara mairimashita.
“Saya datang dari Amerika”
3. Dengan cara menggunakan pola o + kata kerja bentuk renyoukei +.suru
Contoh:
今月の
スケジュールを
おおくりします。
Kyou no sukejuuru wo ookuri shimasu
“Akan saya kirim jadwal hari ini”
4. Dengan cara menggunakan nomina bentuk sopan (kenson no meishi)
Contoh: 私 (watakushi)、家内 (kanai)。
3.
Teineigo
Teineigo adalah bahasa hormat yang dipakai untuk menghaluskan kata-kata yang
diucapkan tanpa adanya hubungan merendahkan atau menaikkan derajat orang
yang menjadi pokok pembicaraan (Danasasmita, 1983:81).
Hiromi Hata dan Ishida Shoichiro (dalam Sudjianto, 2004:126) menambahkan
johingo dan bikago ke dalam keigo. Johingo adalah bahasa yang halus, sopan,
atau bahasa yang menunjukkan kelembutan. Johingo menjadi ciri bahasa
perempuan yang termasuk golongan masyarakat atas (kaum bangsawan)
29
Universitas Sumatera Utara
(Sudjianto, 2004:137). Johingo biasanya dipakai dengan cara pemakaian prefiks o
atau prefiks go pada kata-kata tertentu.
Contoh:
お気持
okimochi
ご心配
goshinpai
Dan bikago adalah bahasa hormat yang menghaluskan dan memperindah
bahasa yang di ucapkan. Bikago juga biasanya dipakai sebagai hiasan bahasa
perempuan.
Contoh:
ごはん
を
食べる
gohan wo taberu
30
Universitas Sumatera Utara
Download