Hubungan antara caregiver strain dan psychological well

advertisement
Hubungan antara caregiver strain dan psychological well-being pada ibu
sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders
Penyusun:
Gemala Khalida Rakhmasari Putri
Pembimbing:
Lifina Dewi Pohan, S.Psi., M.Psi
Dra. Augustine Dwi Putri Sukarlan, M.Si
Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia
Abstrak:
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara caregiver strain dan
psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum
disorder. Penelitian dilakukan pada 37 orang ibu yang menjadi caregiver dan berdomisili di
daerah Jabodetabek. Caregiver strain diukur dengan menggunakan alat ukur the modified
caregiver strain index (Thornton dan Travis, 2003) dan psychological well-being diukur
dengan menggunakan Ryff’s psychological well-being scale (Ryff, 1995). Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan
psychological well-being (r = -0,412; p= 0,011, signifikan pada L.o.S 0,05). Untuk penelitian
selanjutnya dilakukan kontrol terhadap usia caregiver dan care-recipient sehingga hasil
penelitian tidak terlalu beragam.
Kata kunci: caregiver strain; psychological well-being; autism spectrum disorders
Abstract:
This study aims to find the correlation between caregiver strain and psychological
well-being among mothers as caregivers of autism spectrum disorder children. The participant
of this study were 37 mothers as caregiver of autism spectrum disorder children and lived in
Jabodetabek. Caregiver strain was measured using the modified caregiver strain index
(Thornton and Travis, 2003) and psychological well-being was measured using Ryff’s
psychological well-being scale (Ryff, 1995). The result of this study showed that there is a
significant negative relationship between caregiver strain and psychological well-being (r = 0,412; p = 0,011, significant at L.o.S 0,05). Futher study should be conducted to control
caregiver’s and care-recipient’s age so the results are not too diverse.
Keywords: caregiver strain; psychological well-being; autism spectrum disorders
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
1.
Pendahuluan
Autism spectrum disorders merupakan suatu kondisi gangguan perkembangan yang
ditandai dengan tiga karakteristik utama yaitu impairment (hendaya) pada kemampuan
interaksi sosial, komunikasi, dan adanya pola stereotip yang berulang-ulang pada tingkah
laku, minat serta aktivitas (American Psychiatric Association, 2000). Selain berbagai
hendaya yang merupakan karakteristik dari individu dengan autism spectrum disorders,
individu juga menunjukkan beberapa perilaku maladaptif seperti self-injurious behavior,
tantrum, dan agresi. Perilaku ini biasanya muncul untuk menstimulasi diri, mendapatkan
perhatian orang lain atau menghilangkan hal yang tidak diinginkan.
Semakin berkembangnya pengetahuan mengenai autism spectrum disorders, semakin
banyak penanganan yang dikembangkan untuk mengatasi berbagai hendaya dan
keterbatasan yang dialami individu. Wiener (2011) menyebutkan beberapa penanganan yang
dapat dilakukan yaitu terapi perilaku yang merupakan kombinasi dari pemberian instruksi,
pelatihan kemampuan komunikasi, pemberian dukungan pada kemampuan untuk beinteraksi
sosial, dan pembentukan perilaku; pemberian obat-obatan (pharmalogical) yang memiliki
fungsi tertentu, dan pemberian suplemen serta diet makanan.
Hendaya pada interaksi sosial, komunikasi dan adanya perilaku stereotip yang
berulang-ulang pada individu dengan autism spectrum disorder seperti yang telah diuraikan
di atas, tampak bahwa mereka tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Mereka membutuhkan orang lain yang dapat memahami kebutuhan mereka. Mereka juga
membutuhkan orang lain untuk menentukan penanganan yang tepat sesuai dengan kondisi
mereka. Kondisi tersebut membuat individu membutuhkan caregiver dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Caregiver merupakan seseorang yang dapat memberikan perawatan
dan bantuan kepada anggota keluarga yang menderita ketidakmampuan fisik, gangguan
mental, penyakit kronis, atau anggota keluarga yang berusia lanjut (Duxbury, Higgins, dan
Schroeder, 2009).
Pada individu dengan autism spectrum disorders, ibu berperan sebagai caregiver
utama. Menurut Miodrag (2009) hal ini terjadi karena adanya peran tradisional yang dimiliki
ibu dimana ibu biasanya bertugas merawat anggota keluarganya dan pada ibu terdapat selfidentify sebagai caregiver utama bagi anaknya. Wiener (2011) menambahkan bahwa ibu
sebagai caregiver dianggap memiliki waktu yang lebih banyak untuk terlibat dalam
perawatan anak dibandingkan ayah.
Berbagai uraian di atas menunjukkan situasi yang dialami ibu sebagai caregiver dari
individu dengan autism spectrum disorders. Situasi-situasi tersebut dapat memberikan
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
dampak positif dan negatif pada ibu. Menurut Scorgie dan Sobsey (2000), merawat
penyandang autism spectrum disorders dapat memberikan dampak positif yaitu personal
growth, peningkatan hubungan dengan orang lain, dan perubahan pada nilai-nilai filosofis
dan spiritual. Penelitian Corman di Belanda pada ibu dari penyandang autism spectrum
disorders (2004) menambahkan bahwa kegiatan caregiving bagi sebagian ibu dianggap
sebagai
suatu
kegiatan
yang
menyenangkan
dan
dapat
memperkuat
hubungan
pernikahannya.
Penelitian lain yang dilakukan pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders
juga menunjukkan adanya level stres dan depresi yang tinggi serta penurunan kondisi fisik
dan psikologis disebabkan oleh sulitnya menghadapi perilaku anak, rendahnya penerimaan
perilaku stereotip anak oleh anggota keluarga dan lingkungan (Shaffer, 2012), tidak adanya
waktu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan diri (Phetrasuwan dan Miles, 2009), dan
keadaan finansial keluarga (Serrata, 2012). Berbagai situasi dan tantangan seperti
ketidakpastian akan masa depan, hendaya pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial,
perilaku stereotip repetitif, perilaku maladaptif yang muncul, serta berbagai penanganan
yang membutuhkan waktu, tenaga dan finansial dapat menyebabkan munculnya caregiver
strain pada ibu yang merawat anak dengan autism spectrum disorders.
Menurut Duxbury, Higgins, dan Schroeder (2009), kelelahan fisik, tekanan secara
emosional, kurangnya waktu untuk melakukan aktivitas sosial, dan permasalahan finansial
cenderung dapat menyebabkan caregiver strain. Strain yang dimiliki ibu dapat menjadi
penghambat dalam pelaksanaan proses caregiving. Wu, Cho, Li, Chen, dan Tse (2010)
menambahkan strain yang tidak dapat diatasi dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dalam
kehidupan caregiver termasuk mempengaruhi kondisi well-being caregiver. Situasi yang
dialami ibu juga memberikan pengaruh pada kondisi kesehatan fisik dan psikologis ibu.
Salah satu kondisi psikologis yang memiliki keterkaitan dengan caregiver strain
adalah psychological well-being. Kondisi psychological well-being yang baik menjadi
penting dimiliki oleh caregiver karena psychological well-being yang baik dapat menjadi
faktor protektif terhadap berbagai macam psychological distress yang dapat dialami oleh
individu dan dapat membantu meningkatkan daya lenting individu setelah mengalami
kesulitan atau kejadian tertentu (Moe, 2012). Hal tersebut dapat mendukung ibu sebagai
caregiver dari individu dengan autism spectrum disorders menjalankan kegiatan perawatan
sehari-hari dan membuat keputusan mengenai penanganan yang dibutuhkan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, permasalahan pada
penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara caregiver strain dan psychological
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders. Tujuan
dari penelitian adalah mengetahui hubungan antara caregiver strain dan psychological wellbeing pada ibu yang menjadi caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders.
2.
Tinjauan Teoritis
2.1 Caregiver
Menurut Duxbury, Higgins, dan Schroeder (2009) caregiver adalah seseorang yang
dapat memberikan perawatan dan bantuan secara fisik, kognitif maupun mental kepada
orang yang menderita ketidakmampuan fisik, gangguan mental, penyakit kronis, atau
anggota keluarga yang berusia lanjut. Schoeder dan Remer (2002) mendefinisikan caregiver
sebagai orang dewasa yang menyediakan perawatan dasar dan dukungan kepada anak, dan
caregiver dapat terbagi ke dalam beberapa kategori, seperti orang tua kandung, orang tua
adopsi, orang tua tiri, orang tua asuh, kakek-nenek, dan wali yang legal.
Given, Given dan Sherwood (2008) mengemukakan bahwa seorang caregiver
memiliki tugas yang cukup kompleks. Fast dan Keating (2000) mengemukakan ada lima
kategori dari tugas-tugas caregiving yaitu personal care terdiri dari kegiatan membantu
berpakaian, mandi, berdiri, memberi makan, berjalan ke toilet, dan perawatan diri; physical
care terdiri dari kegiatan membersihkan rumah, berbelanja, mengambilkan sesuatu,
memperbaiki sesuatu, menyediakan transportasi, dan menyiapkan makanan; nursing care
terdiri dari kegiatan membantu menyediakan obat-obatan, memberikan obat-obatan, dan
mengganti baju; support terdiri dari kegiatan membantu menjaga interaksi sosial,
berkunjung, pengawasan, dukungan emosional, meyakinkan dan memvalidasi suatu sikap
atau persepsi, serta membantu mengatasi depresi, kecemasan dan rasa sakit; care
management terdiri dari kegiatan menghubungkan antara orang yang dirawat atau diasuh
dengan institusi pelayanan formal, mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan tertentu dan
lokasi pemenuhan kebutuhan tersebut, mencari akses ke institusi tertentu, membuat janji,
mengikuti sesi informal, melakukan check-up, mengatur masalah finansial.
Caregiver pada anggota keluarga yang berkebutuhan khusus akan lebih rentan
mengalami caregiver strain dibandingkan keluarga yang tidak memiliki anggota keluarga
yang berkebutuhan khusus (Schoeder dan Remer, 2007). Menurut Thornton dan Travis
(2003) mengemukakan strain pada caregiver adalah persepsi caregiver atas segala masalah
yang dihadapi atau keadaan well-being yang berubah selama proses caregiving. Sedangkan
menurut Bickman, Heflinger dan Brannan (1997), caregiver strain merujuk pada tuntutan,
tanggungjawab, kesulitan dan konsekuensi negatif dari perawatan dan pengasuhan untuk
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
individu dengan kebutuhan khusus. Thornton dan Travis (2003) membagi caregiver strain
menjadi empat kategori yaitu financial strain yaitu strain yang berhubungan dengan
keadaan keuangan dan pengeluaran dalam jumlah besar untuk penyediaan sarana dan
prasarana medis; physical strain berhubungan dengan kondisi fisik dari caregiver yang
menurun seiring proses pemberian caregiving; emotional strain yang berhubungan dengan
kondisi emosional dan perasaan caregiver selama menjalankan proses caregiving;
social/personal strain yaitu strain yang berhubungan dengan aspek personal dalam diri serta
hubungan sosial dengan orang lain.
2.2 Ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders
Howlin (1998) mengatakan hendaya pada interaksi sosial dan komunikasi membuat
ibu mengalami kesulitan memahami apa yang diinginkan anak. Ibu tidak memahami ketika
anak tiba-tiba tantrum atau menangis. Hal tersebut dapat muncul karena anak tidak dapat
mengekspresikan apa yang diinginkan dalam bentuk kata-kata. Ludlow, Skelly, dan
Rohleder (2011) mengatakan adanya hendaya dan perilaku maladaptif seperti tantrum,
perilaku repetitif, dan perilaku agresif yang ada pada anak membuat ibu merasa stres.
Ibu juga bertugas untuk menyediakan penanganan seperti tempat terapi yang sesuai
dengan kebutuhan anak (Howlin, 1998). Proses penyediaan penanganan tersebut tidaklah
mudah. Dalam prosesnya ibu harus mencari tahu berbagai penanganan yang tersedia,
bagaimana penanganan tersebut dilakukan, dan mengambil keputusan penanganan yang
dianggap sesuai. Pemberian penanganan pada anak dengan autism spectrum disorders tidak
hanya dilakukan oleh profesional di tempat terapi. Ibu juga bertugas untuk mengulang
kembali latihan yang sudah didapat anak. Adanya pengulangan kembali di rumah dapat
membantu menstimulasi perkembangan anak dan meningkatkan efektivitas penanganan
yang diberikan.
Selain berbagai terapi yang dilaksanakan, anak-anak dengan autism spectrum
disorders juga melakukan diet makanan tertentu untuk menyeimbangkan gizi dan nutrisi
mereka. Beberapa makanan seperti makanan yang mengandung kafein dan pewarna buatan
disarankan untuk tidak diberikan karena dianggap memiliki efek tertentu pada perilaku anak.
Pengaturan jam makan yang teratur juga penting dilakukan untuk membantu membentuk
perilaku anak (Howlin, 1998).
Kesulitan menghadapi hendaya dan perilaku maladaptif anak, penilaian negatif dari
lingkungan, kecemburuan anak yang lain, kelelahan fisik, tidak adanya waktu untuk
berinteraksi dengan orang lain dan masalah finansial, merupakan situasi-situasi yang
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
dihadapi ibu sebagai caregiver dari anak autism spectrum disorders yang dapat memberikan
dampak negatif seperti caregiver strain. Strain tersebut dapat mempengaruhi proses
perawatan dan kondisi well-being ibu.
2.3
Psychological well-being
Definisi psychological well-being yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
Ryff (1995) yang mengatakan psychological well-being adalah suatu kondisi dimana
individu memiliki penghargaan yang positif terhadap diri sendiri, penguasaan lingkungan,
autonomi, hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki tujuan dan makna hidup serta
dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi keadaan psychological well-being seorang individu yaitu usia, jenis
kelamin, status pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anak kandung.
Psychological well-being terdiri dari enam dimensi yaitu self-acceptance, positive
relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal
growth. Self-acceptance merupakan karakteristik utama dari kesehatan mental, aktualisasi
diri, fungsi optimal dan kedewasaan. Seorang individu dikatakan memiliki self-acceptance
jika ia memiliki sikap positif terhadap diri sendiri. Dimensi positive relations with others
berkaitan dengan hubungan interpersonal dengan orang lain. Dimensi autonomy, orang yang
dapat berfungsi secara optimal memiliki lokus internal untuk melakukan evaluasi diri
berdasarkan standar pribadi tanpa membandingkan diri dengan orang lain. Dimensi
selanjutnya adalah environmental mastery. Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan
individu untuk memilih atau membuat lingkungan yang sesuai dengan kondisi mereka.
Dimensi purpose in life terkait dengan keyakinan bahwa setiap orang memiliki tujuan dan
makna dari kehidupan mereka di masa lalu dan saat ini sehingga dapat menentukan tujuan
selanjutnya dan mencari cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dimensi keenam yaitu
dimensi personal growth. Fungsi psikologis yang optimal tidak hanya membutuhkan
pencapaian tertentu melainkan juga usaha untuk terus menemukan dan mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki (Ryff, 1989).
3.
Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
merupakan pendekatan yang mengkuantifikasi variasi dari fenomena, situasi, permasalahan
atau isu dengan menggunakan variabel kuantitatif dan analisis dilakukan untuk mengetahui
kekuatan dari variasi (Kumar, 2005). Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
akan memberikan hasil akhir berupa skor dari masing-masing individu yang diukur untuk
dianalisis secara statistik sehingga skor tersebut dapat disimpulkan serta diinterpretasikan
(Gravetter dan Forzano, 2009). Selain itu dalam penelitian ini juga dilakukan probing pada
variabel caregiver strain. Probing dilakukan untuk memperoleh informasi lebih lanjut
mengenai kondisi partisipan selama melakukan proses perawatan.
Partisipan dalam penelitian ini adalah wanita dewasa berusia di atas 25 tahun,
memiliki anak dengan diagnosis autism spectrum disorders, berperan sebagai caregiver
utama untuk anak, berlatar belakang minimal SMP atau sederajat, berdomisili di daerah
Jabodetabek. Pada penelitian ini digunakan teknik accidental sampling dan purposive
sampling. Teknik ini dipilih berdasarkan ketersediaan dan kebersediaan individu untuk
mengikuti penelitian (Kumar, 2005). Pengambilan data dilakukan selama bulan Juni 2013
dan didapatkan 37 partisipan yang datanya dapat digunakan untuk penelitian ini.
Metode pengambilan data yang dipilih dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner
terbagi menjadi tiga bagian mengenai data diri partisipan, alat ukur caregiver strain, dan alat
ukur psychological well-being. The modified caregiver strain merupakan alat ukur caregiver
strain yang dapat digunakan untuk mengukur empat domain dari strain yaitu finansial, fisik,
emosional dan sosial/personal. Alat ukur ini terdiri dari 13 item. The modified caregiver
strain merupakan versi terbaru dari caregiver strain index yang disusun oleh Robinson pada
tahun 1983. Thornton dan Travis (2003) mengembangkan alat ukur tersebut dengan
menambahkan sometimes sebagai alternatif jawaban. Teknik skoring yang digunakan dalam
alat ukur the modified caregiver strain terbagi menjadi tiga yaitu pada setiap pernyataan
skor 2 diberikan untuk jawaban ya, selalu; skor 1 diberikan untuk jawaban ya, kadangkadang; dan skor 0 diberikan untuk jawaban tidak. Skor total yang diperoleh akan berada
pada rentang 0 hingga 26. Thornton dan Travis (2003) melakukan penggolongan terhadap
skor caregiver strain yang diperoleh yaitu skor 14 keatas tergolong level strain tinggi
sedangkan skor dibawah 14 tergolong level strain normal. Sementara itu psychological wellbeing diukur dengan Ryff’s scales of psychological well-being. Alat ukur tersebut terdiri dari
beberapa versi dengan jumlah item yang berbeda. Alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari 18 item yang mewakili 6 dimensi dari psychological well-being
yaitu self-acceptance, positive relations with other, autonomy, environmental mastery,
purpoe in life, dan personal growth dimana setiap dimensi diwakili oleh tiga item. Pilihan
jawaban berbentuk skala Likert dengan skala 1 sampai skala 6 yang menunjukkan bahwa
subjek dapat mengindikasikan derajat persetujuan mereka dari respon-respon yang mungkin
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
muncul pada setiap pernyataan, dalam hal ini pernyataan mengeni psychological well-being
dari alat ukur Ryff.
Kedua alat ukur sudah diujicoba kepada 30 partisipan tryout sebelum diberikan kepada
partisipan penelitian. Metode yang digunakan dalam uji validitas kedua alat ukur adalah
internal consistency. Hasil uji reliabilitas alat ukur the modified caregiver strain adalah .727
sedangkan hasil uji reliabilitas alat ukur ryff’s psychological well-being adalah .606.
4.
Hasil Penelitian
4.1 Gambaran Partisipan
Mayoritas sebanyak 35,14% partisipan berusia antara 35 tahun sampai 39 tahun dan
83,78% partisipan penelitian beragama Islam. Pada aspek tingkat pendidikan, pendidikan
terakhir sebagian besar partisipan penelitian ini adalah SMA dan Diploma dengan presentase
32,43% ditiap kelompok. Kemudian jika dilihat dari pekerjaan, mayoritas partisipan
penelitian sebanyak 94,59% adalah ibu rumah tangga. Rentang pengeluaran per bulan
masing-masing partisipan penelitian cukup beragam dimana pengeluaran per bulan
partisipan paling banyak (27,03%) berada pada rentang Rp. 3.100.000 – Rp. 4.500.000. Jika
dilihat berdasarkan jumlah anak, sebagian besar sebanyak 40,54% partisipan memiliki dua
anak kandung dan hanya 5,41% partisipan yang memiliki empat anak kandung. Sementara
itu sebanyak 54,05% partisipan yang merawat anaknya sendiri dengan tambahan bantuan
dari anggota keluarga yang lain tanpa menggunakan jasa pengasuh.
Dilihat dari jenis kelamin individu yang dirawat, presentase jumlah jenis kelamin pria
dan wanita hampir sama dimana 59,46% anak yang dirawat partisipan penelitian berjenis
kelamin pria dan 40,54% berjenis kelamin wanita. Usia individu yang dirawat cukup
beragam dimana usianya tersebar dari rentang usia dua tahun hingga 25 tahun. Mayoritas
sebanyak 51,35% berusia antara 7 tahun hingga 11 tahun. Seluruh individu yang dirawat
oleh partisipan penelitian memiliki kebutuhan khusus yaitu autism spectrum disorders
dengan keterbatasan pada kemampuan komunikasi dan sosialisasi.
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
4.2 Hasil Analisis Utama
Pada bagian ini akan dipaparkan gambaran skor partisipan penelitian pada alat ukur
caregiver strain.
4.1 Tabel skor caregiver strain partisipan penelitian
Mean
Median
Modus
Maksimal
Minimal
SD
12,41
12
5
24
5
5,56
Secara teoretis, rentang skor alat ukur caregiver strain berada pada skor 0 hingga skor
26. Rentang skor ini diperoleh dari rentang skala 0-2 dikali jumlah item pada alat ukur
caregiver strain. Dari tabel di atas diketahui bahwa pada penelitian ini skor terendah yang
dimiliki oleh partisipan adalah lima sedangkan skor terbesar yang dimiliki oleh partisipan
adalah 24. Skor yang paling banyak muncul adalah skor lima dan sembilan. Nilai tengah
dalam skor penelitian ini adalah 12 dengan rata-rata skor seluruh partisipan penelitian adalah
12,41.
4.2 Tabel penggolongan skor caregiver strain
Skor
F
Proporsi (%)
Keterangan
Kurang dari 14
23
62,16
Normal
Lebih dari sama
14
37,84
Tinggi
dengan 14
Dari tabel di atas dapat dilihat penggolongan skor caregiver strain partisipan
penelitian. Penggolongan skor dilakukan dengan menggunakan penggolongan Thornton dan
Travis (2003). Mayoritas sebanyak 23 orang partisipan memiliki skor caregiver strain di
bawah 14 dan termasuk dalam kategori strain normal sedangkan 14 orang partisipan
memiliki skor caregiver strain lebih dari sama dengan 14 dan termasuk dalam kategori
strain yang cukup tinggi.
4.3 Tabel skor psychological well-being partisipan penelitian
Mean
Median
Modus
Maksimal
Minimal
SD
75,41
75
75
91
55
7,96
Alat ukur psychological well-being terdiri dari 17 item dengan rentang skala 1-6
sehingga rentang skor yang diperoleh berada antara skor 17 hingga skor 102. Dari tabel di
atas diketahui bahwa pada penelitian ini skor terendah yang dimiliki oleh partisipan adalah
55 sedangkan skor terbesar yang dimiliki oleh partisipan adalah 91. Skor yang paling
banyak muncul adalah skor 75. Nilai tengah dalam skor penelitian ini adalah 75 dengan ratarata skor seluruh partisipan penelitian adalah 75,41.
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
4.4 Tabel penggolongan skor psychological well-being
Skor
F
Proporsi (%)
Keterangan
Kurang dari 75,41
23
62,16
Dibawah rata-rata
Lebih dari sama
14
37,84
Diatas rata-rata
dengan 75,41
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas sebanyak 23 orang partisipan memiliki
skor psychological well-being dibawah rata-rata. Hanya 14 orang partisipan memiliki skor
psychological well-being diatas rata-rata.
Skor caregiver strain dan psychological well-being yang diperoleh dihitung
menggunakan korelasi Pearson. Penghitungan korelasi kedua skor dilakukan dengan
menggunakan program SPSS. Hasil perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel
berikut.
4.5 Tabel korelasi Pearson
Correlations
totalMCSI
totalPWB
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
totalMCSI
1
37
-,412*
,011
37
totalPWB
-,412*
,011
37
1
37
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara
caregiver strain dan psychological well-being dengan nilai r = - 0,412; p = 0,011, signifikan
pada los 0,05. Nilai korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik
antara caregiver strain dan psychological well-being dimana semakin tinggi caregiver strain
maka semakin rendah psychological well-being sedangkan semakin rendah caregiver strain
maka semakin tinggi psychological well-being.
4.3 Hasil Analisis Tambahan
Hasil tambahan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah mengenai hubungan
antara karakteristik partisipan dengan caregiver strain. Dilihat berdasarkan usia, kelompok
partisipan yang berusia pada rentang 25-29 tahun memiliki skor rata-rata caregiver strain
sebesar 14,67. Bila dikaitkan dengan penggolongan skor caregiver strain, skor tersebut
berada di atas skor 14 maka dapat dikatakan kelompok partisipan pada rentang usia 25 tahun
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
hingga 29 tahun cenderung memiliki strain yang tinggi. Sedangkan mayoritas partisipan
penelitian yang berada di usia 35-39 tahun memiliki skor rata-rata caregiver strain yang
tergolong normal.
Berdasarkan status pendidikan, mayoritas partisipan yang berada di kelompok SMA
dan Diploma masing-masing memiliki skor rata-rata caregiver strain di bawah 14 dan
tergolong memiliki strain yang normal. Sedangkan pada kelompok partisipan dengan
pendidikan terakhir sarjana strata dua (S2) yang berjumlah satu orang partisipan
memperoleh skor rata-rata caregiver strain sebesar 19. Jika dikaitkan dengan penggolongan
skor caregiver strain dapat dikatakan partisipan cenderung memiliki strain yang tinggi.
Kelompok partisipan yang bekerja sebagai wiraswasta memiliki skor rata-rata
caregiver strain sebesar 17,5. Skor tersebut berada di atas skor 14 yang merupakan batasan
dalam penggolongan skor caregiver strain. Sedangkan mayoritas partisipan penelitian yang
merupakan ibu rumah tangga memiliki skor rata-rata caregiver strain 12,11 yang tergolong
strain normal.
Berdasarkan usia anak, semakin tua usia anak maka skor rata-rata caregiver strain
semakin menurun kecuali pada kelompok partisipan yang merawat anak usia 12-20 tahun.
Pada kelompok partisipan yang merawat anak dengan usia 1-3 tahun dan 4-6 tahun
diperoleh skor rata-rata caregiver strain di atas 14. Berdasarkan penggolongan skor
caregiver strain dapat dikatakan partisipan pada kedua kelompok tersebut memiliki
kecenderungan strain yang tinggi.
Sementara hasil analisis tambahan menggunakan data demografi dan psychological
well-being ditemukan bahwa partisipan yang berusia antara 45 tahun hingga 49 tahun
memiliki skor psychological well-being sebesar 89,33. Jika dikaitkan dengan penggolongan
skor menggunakan skor rata-rata seluruh partisipan penelitian, skor tersebut berada di atas
skor rata-rata. Sedangkan mayoritas partisipan yang berada di kelompok usia 35-39 tahun
memiliki skor psychological well-being yang di bawah rata-rata.
Mayoritas partisipan penelitian yang berada di kelompok dengan pendidikan SMA dan
Diploma, memiliki skor psychological well-being yang berada di bawah skor rata-rata
seluruh partisipan. Sedangkan skor psychological well-being yang cukup tinggi yaitu 88
dimiliki oleh kelompok partisipan dengan pendidikan S2. Skor tersebut berada di atas skor
rata-rata psychological well-being seluruh partisipan penelitian.
Kelompok partisipan yang bekerja sebagai wiraswasta memiliki psychological wellbeing sebesar 85,50. Dikaitkan dengan penggolongan skor menggunakan skor rata-rata
seluruh partisipan penelitian, dapat dikatakan skor tersebut berada di atas skor rata-rata.
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
Sedangkan mayoritas partisipan yang merupakan ibu rumah tangga memiliki skor
psychological well-being yang lebih rendah dan berada di bawah skor rata-rata seluruh
partisipan.
Dilihat dari jumlah anak yang dimiliki, kelompok partisipan yang memiliki anak
kandung lebih dari dua orang (tiga dan empat anak kandung) memiliki skor psychological
well-being di atas skor rata-rata seluruh partisipan penelitian. Sedangkan skor psychological
well-being yang berada di bawah rata-rata dan merupakan skor yang paling rendah dimiliki
oleh kelompok partisipan yang memiliki satu orang anak.
Berdasarkan usia anak yang dirawat, kelompok partisipan yang merawat individu
dengan rentang usia 12 hingga 20 tahun memiliki skor psychological well-being sebesar
79,27 yang termasuk di atas skor rata-rata psychological well-being partisipan penelitian.
Sedangkan mayoritas partisipan penelitian yang merawat anak berusia 7-11 tahun memiliki
skor psychological well-being paling rendah dan berada di bawah rata-rata skor seluruh
partisipan penelitian. 5.
Diskusi
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya hubungan negatif yang
signifikan antara caregiver strain dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver
dari anak dengan autism spectrum disorders. Nilai korelasi yang negatif menunjukkan
adanya hubungan terbalik antara caregiver strain dan psychological well-being dimana
semakin tinggi tingkat caregiver strain seorang individu maka semakin rendah tingkat
psychological well-being individu tersebut begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat
caregiver strain seseorang maka semakin tinggi tingkat psychological well-being yang
dimilikinya.
Peneliti belum menemukan penelitian spesifik mengenai hubungan caregiver strain
dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum
disorders. Penelitian yang dilakukan Abbeduto, Seltzer, Shattuck, Krauss, Orsmond, dan
Murphy (2004) pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders di Amerika
menunjukkan bahwa ibu mengalami tingkat kecemasan, stres, dan depresi yang tinggi
disebabkan oleh berbagai hendaya dan perilaku maladaptif anak. Penelitian lain yang
dilakukan pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders juga menunjukkan adanya
level stres dan depresi yang tinggi serta penurunan kondisi fisik dan psikologis disebabkan
oleh sulitnya menghadapi perilaku anak, rendahnya penerimaan perilaku stereotip anak oleh
anggota keluarga dan lingkungan (Shaffer, 2012), tidak adanya waktu yang cukup untuk
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
memenuhi kebutuhan diri (Phetrasuwan & Miles, 2009), dan keadaan finansial keluarga
(Serrata, 2012). Sejalan dengan penelitian-penelitian tersebut, hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa kegiatan perawatan anak dengan autism spectrum disorders dapat
menimbulkan strain dan menurunkan kondisi psychological well-being ibu.
Dari hasil analisis dengan mengaitkan skor rata-rata caregiver strain berdasarkan data
demografi dan batasan skor yang digunakan dalam penggolongan strain ditemukan bahwa
kelompok partisipan dengan usia 25 sampai 29 tahun memiliki kecenderungan strain yang
tinggi. Hasil ini sesuai dengan penemuan sebelumnya yang mengatakan bahwa usia ibu
dapat mempengaruhi bagaimana ibu dapat menerima kondisi anak dan dapat menangani
masalah yang timbul selama proses caregiving (Ha, Hong, Seltzer, dan Greenberg, 2008).
Ibu yang berusia lebih tua dikatakan secara kognitif lebih dapat memahami kondisi anak dan
dapat menghadapi kondisi dengan lebih baik dibandingkan ibu yang berusia lebih muda.
Selain itu kemungkinan besar ibu yang berusia lebih tua sebelumnya telah memiliki
pengalaman merawat anak yang tidak memiliki gangguan sehingga dapat menyesuaikan
dengan kegiatan perawatan anak.
Pada hasil pengolahan data juga ditemukan bahwa partisipan yang merawat anak
dengan usia satu hingga enam tahun cenderung memiliki strain yang tinggi. Berdasarkan
hasil probing pada ibu yang merawat anak berusia satu hingga enam tahun ditemukan bahwa
masih banyak perilaku anak yang dapat membuat ibu kesal seperti tantrum, belum dapat
menggunakan kata-kata dan belum dapat memahami apa yang dikatakan ibu. Selain itu pada
usia satu hingga enam tahun pengeluaran menjadi lebih banyak untuk terapi, suplemen obat,
dan diet makanan. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya mengenai karakteristik
anak yaitu usia anak yang dirawat. Penelitian yang dilakukan oleh Phetrasuwan dan Miles
(2009) di Amerika pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders menemukan bahwa
ibu yang merawat anak dengan usia yang lebih muda cenderung memiliki tingkat stres yang
lebih tinggi disebabkan oleh perilaku anak.
Shaffer (2012) yang melakukan penelitian pada ibu dari anak dengan autism spectrum
disorders mengemukakan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan
memiliki pekerjaan memiliki tingkat stres yang lebih rendah dikarenakan ibu memiliki akses
yang lebih besar terhadap pengetahuan mengenai autism spectrum disorders dan
penanganannya. Hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian ini dimana kelompok
partisipan dengan pendidikan yang lebih tinggi dan bekerja memiliki kecenderungan strain
yang tinggi. Dilihat dari hasil probing yang dilakukan juga terlihat bahwa ibu memiliki
strain yang cukup tinggi karena kebanyakan partisipan terpaksa berhenti bekerja dan
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
menjadi ibu rumah tangga padahal status pendidikan mereka cukup tinggi. Kemungkinan
penyebab dari tingginya strain yang dimiliki oleh kelompok partisipan yang bekerja adalah
pembagian waktu kerja dan perawatan anak. Sedangkan untuk kelompok partisipan yang
berstatus pendidikan sarjana strata dua (S2), ibu memiliki ekspektansi yang tinggi bahwa
anaknya dapat berkembang dengan baik dan dapat memiliki kemampuan tertentu.
Ekspektansi terhadap anak dapat menimbulkan strain pada ibu ketika anak tidak dapat
memenuhi ekspektansi tersebut.
Dari hasil analisis tambahan dengan mengaitkan skor rata-rata psychological wellbeing berdasarkan data demografi dan batasan skor yang digunakan dalam penggolongan
psychological well-being ditemukan kelompok partisipan yang berusia 45 hingga 49 tahun
memiliki skor di atas skor rata-rata. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
mengatakan usia yang lebih tua cenderung memiliki psychological well-being yang lebih
baik (Ryff, 1995). Tidak hanya usia partisipan, peneliti juga menemukan status pendidikan
partisipan memiliki pengaruh terhadap psychological well-being. Partisipan yang berstatus
pendidikan sarjana strata dua (S2) memiliki skor psychological well-being di atas skor ratarata. Hasil tersebut konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya
mengenai psychological well-being wanita yang dilakukan oleh Moe (2012) menemukan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kondisi psychological well-being
juga semakin baik. Pendidikan yang lebih tinggi dapat membantu memberikan akses
pengetahuan mengenai autism spectrum disorders dan penanganan yang dapat dilakukan.
Hasil penelitian juga menemukan bahwa partisipan yang memiliki anak lebih dari dua
memiliki skor di atas rata-rata skor psychological well-being seluruh partisipan penelitian.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa ibu yang memiliki
anak lebih dari satu dan anak tersebut tidak memiliki gangguan cenderung memiliki kondisi
psychological well-being yang lebih baik (Smith, Greenberg, dan Seltzer, 2011). Hal ini
disebabkan karena anak yang lain dapat membantu ibu dalam melakukan perawatan.
Jika membandingkan skor caregiver strain dan psychological well-being berdasarkan
data demografi ditemukan bahwa pada kelompok partisipan yang berstatus pendidikan
sarjana strata dua (S2) dan kelompok partisipan yang bekerja skor caregiver strain dapat
digolongkan tinggi dan skor psychological well-being berada di atas rata-rata. Hasil tersebut
tidak sesuai dengan hasil utama penelitian dimana ketika partisipan memiliki skor caregiver
strain yang tinggi maka seharusnya partisipan tersebut memiliki skor psychological wellbeing yang rendah atau di bawah rata-rata. Peneliti belum menemukan penjelasan mengenai
hal tersebut dari penelitian sebelumnya. Kemungkinan besar kondisi psychological well-
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
being pada kedua kelompok dapat menjadi tinggi karena adanya pengetahuan yang dimiliki
tentang kondisi anak dan adanya aktivitas lain yang juga dikerjakan selain melakukan tugas
perawatan.
Selain itu melihat data demografi usia anak dan membandingkan skor caregiver strain
serta psychological well-being partisipan penelitian ditemukan bahwa partisipan yang
merawat anak berusia muda memiliki strain yang cukup tinggi dan psychological well-being
di bawah rata-rata. Sedangkan partisipan yang merawat anak berusia lebih tua memiliki
strain yang tergolong normal dan psychological well-being yang cukup baik. Dari hasil
probing diketahui bahwa ibu dengan anak yang lebih muda masih belum terlalu bisa
menerima kondisi anak dan mengalami kesulitan untuk menghadapi perilaku anak.
Sedangkan pada ibu dengan anak yang lebih tua lebih dapat menghadapi perilaku anak,
mendapatkan bantuan dari anak yang lain, dan merasa bahagia setiap melihat perkembangan
anak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Phetrasuwan dan Miles (2009) di
Amerika pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders yang mengatakan usia anak
dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental ibu. Usia anak yang lebih muda membuat ibu
lebih banyak mengalami tekanan karena masalah perilaku anak.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan
meminta partisipan untuk memberikan respon terhadap item-item yang ada pada alat ukur caregiver strain dan psychological well-being. Dilanjutkan dengan melakukan probing
terkait dengan respon yang diberikan terhadap item-item mengenai caregiver strain tanpa
melakukan probing terkait kondisi psychological well-being partisipan. Pada penelitian ini
rentang usia partisipan juga sangat lebar karena pada penelitian ini hanya ditentukan batas
usia minimal dari partisipan yang dapat mengikuti penelitian, sedangkan batas usia
maksimal atau tertinggi tidak ditentukan. Hal ini tentu saja mempengaruhi usia anak yang di
rawat, sehingga usia anak yang dirawat partisipan menjadi terlalu bervariasi dari usia 2
tahun hingga 25 tahun. Usia anak yang bervariasi mempengaruhi pengalaman yang dialami
ibu selama merawat anak sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian.
6.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisis data penelitian, didapatkan kesimpulan utama yang
dapat menjawab permasalahan penelitian, yaitu terdapat hubungan negatif yang signifikan
antara caregiver strain dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak
dengan autism spectrum disorders. Nilai korelasi yang negatif menunjukkan adanya
hubungan terbalik antara caregiver strain dan psychological well-being dimana semakin
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
tinggi tingkat caregiver strain seorang individu maka semakin rendah tingkat psychological
well-being individu tersebut dan juga sebaliknya. Dalam penelitian ini dapat dilihat pula
bahwa lebih dari setengah partisipan penelitian memiliki skor caregiver strain yang normal.
Sedangkan pada psychological well-being, lebih dari setengah partisipan penelitian memiliki
skor psychological well-being di bawah rata-rata.
7.
Saran
7.1 Saran Metodologis
•
Melakukan kontrol usia ibu dan anak dengan menetapkan rentang usia yang
ingin diteliti. Adanya kontrol terhadap usia ibu dan anak dapat mengurangi
kemungkinan sampel penelitian menjadi terlalu heterogen.
•
Melakukan penelitian mengenai caregiver strain dan psychological well-being
pada populasi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada ibu yang berusia di
atas 25 tahun. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada ibu dengan usia
berbeda atau pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders berusia
dewasa agar terlihat hasil penelitian yang lebih komprehensif.
•
Menyiapkan probing dan pemilihan kata sesuai sehingga tidak mengalami
kesulitan dalam pelaksanaan probing dan tidak ada pertanyaan yang tidak
menjawab dari partisipan. Melakukan probing mengenai kondisi psychological
well-being partisipan penelitian.
7.2 Saran Praktis
Saran praktis yang dapat diberikan untuk ibu yang menjadi caregiver diantaranya
memahami keadaan anak apa adanya, mengikuti perkumpulan orangtua dengan anak autism
spectrum disorders, dan mempelajari cara membagi waktu yang efektif. Memahami keadaan
anak merupakan hal yang penting untuk pengasuhan sehari-hari sehingga dapat memberikan
dampak baik bagi hubungan interpersonal antara anak dengan orang tuanya. Mengikuti
perkumpulan orangtua anak dengan autism spectrum disorders dapat dilakukan agar ibu
dapat berbagi pengalaman pribadi dan mendapatkan saran dari ibu lain yang juga memiliki
anak dengan autism spectrum disorders. Sedangkan mempelajari cara membagi waktu yang
efektif dapat membuat ibu memiliki waktu untuk diri dan orang lain selain merawat anak
sehingga ibu tidak merasa terisolasi. Hal tersebut dapat meningkatkan kondisi fisik dan
psikologis ibu.
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
Saran praktis yang dapat diberikan pada profesional di bidang kesehatan adalah tidak
hanya memberikan perhatian pada anak dengan autism spectrum disorders namun juga
memberikan perhatian kepada ibu sebagai caregiver. Hal yang dapat dilakukan oleh
profesional adalah memberikan penjelasan menyeluruh mengenai kondisi anak, membantu
ibu untuk dapat menerima dan memahami kondisi anak serta memberikan saran mengenai
penanganan yang sesuai untuk anak, maupun memberikan pendidikan praktis pada ibu
supaya dapat melatih anaknya di rumah.
8.
Kepustakaan
Abbeduto, L., Seltzer, M. M., Shattuck, P., Krauss, M. W., Orsmond, G., & Murphy, M. M.
(2004). Psychological well-being and coping in mothers of youths with autism, down
syndrome, or fragile x syndrome. American journal on mental retardation, 109, 3,
237-254.
American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental
disorders IV-Text revision. Washington, DC: American psychiatric association.
Bickman, L., Brannan, A. M., & Heflinger, C. A. (1997). The Caregiver Strain
Questionnaire: Measuring the Impact on the Family of Living with a Child with
Serious Emotional Disturbance. Journal of Emotional and Behavioral Disorders, 5, 4,
212-222.
Corman, M. K. (2004). Dissertation: Primary caregiver of children with utism spectrum
disorders-an exploration of the stressors, joys, and parental coping before and after
out-of-home placement. Belanda: University of Victoria.
Duxbury, L., Higgins, C. & Schroeder, B. (2009). Balancing paid work and caregiving
responsibilities: A closer look at family caregiver in Canada. Diunduh dari
www.cprn.org/documents/51061_EN.pdf
Fast, J. & Keating, N. (2000). Family caregiving and consequences for carers: toward a
policy research agenda. CPRN discussion paper, F, 10-5.
Gravetter, F. J. & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences.
Wadsworth: Cengage Learning.
Given, B., Given, C. W., & Sherwood, P. R. (2008). What knowledge and skills do
caregivers need. American journal of nursing, 108, 9, 28-34.
Ha, J., Hong, J., Seltzer, M. M., & Greenberg, J. S. (2008). Age and gender differences in
the well-being of midlife and aging parents with children with mental health or
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
developmental problems: Report of a national study. Journal of health and social
behavior, 49, 3, 301-316.
Howlin, P. (1998). Children with autism and asperger syndrome: A guide for practitioners
and carers. West Sussex: John Wiley & Sons.
Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginner. London: Sage
publication.
Ludlow, A., Skelly, C., & Rohleder, P. (2011). Challenges faced by parents of children
diagnosed with autism spectrum disorder. Journal of health psychology, 17, 5, 702711.
Miodrag, N. (2009). Dissertation: Psychological well-being in parents of children with
autism and down syndrome. Canada: McGill University.
Moe, K. (2012). Dissertation: Factors influencing women’s psychological well-being within
a positive functioning framework. Kentucky: University of Kentucky.
Phetrasuwan, S. & Miles, M. M. (2009). Parenting stress in mothers of children with autism
spectrum disorders. Journal for specialist in pediatrics nursing, 14, 3, 157-165.
Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of
psychological well-being. Journal of personality and social psychology, 57, 6, 10691081.
Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current direction in psychological
science, 4, 4, 99-104.
Schoeder, C.E. & Remer, R. (2007). Perceived Social Support and Caregiver Strain in
Caregivers of Children with Tourette’s Disorder. Journal of Child and Family Study,
16, 888-901.
Serrata, C. S. (2012). Psychosocial aspects of parenting a child with autism. Journal of
applied rehabilitation counseling, 43, 4, 29-35.
Shaffer, C. M. (2012). Dissertation: Parenting stress in mothers of preschool children
recently diagnosed with autism spectrum disorder. New Jersey: The state university of
New Jersey.
Scorgie, K., & Sobsey, D. (2000). Transformational outcomes associated with parenting
children with autism. Mental Retardation, 38, 195-206.
Smith, L. E., Greenberg, J. S., & Seltzer, M. M. (2011). Social support and well-being at
mid-life among mothers of adolescents and adult with autism spectrum disorder.
Journal of autism developmental disorder. DOI 10.1007/s10803-011-1420-9.
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
Thornton, M. & Travis, S. S. (2003). Analysis of reliability of the modified caregiver strain
index. Journals of gerontology, 58B, 2, 127-132.
Wiener, Z. (2011). Dissertation: A risk and resistance model for predicting maternal
psychological distress to autism: Caregiver burden, uncertainty, and optimism. New
York: Fordham University.
Wu, K. K., Cho, V. W., Li, A., Chen, W. T., Tse, D. M. (2010). Development of a
psychological well-being for family caregivers in palliative care. East asian arch
psychiatry. 20, 3, 109-115.
Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013
Download