Hubungan antara caregiver strain dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders Penyusun: Gemala Khalida Rakhmasari Putri Pembimbing: Lifina Dewi Pohan, S.Psi., M.Psi Dra. Augustine Dwi Putri Sukarlan, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara caregiver strain dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorder. Penelitian dilakukan pada 37 orang ibu yang menjadi caregiver dan berdomisili di daerah Jabodetabek. Caregiver strain diukur dengan menggunakan alat ukur the modified caregiver strain index (Thornton dan Travis, 2003) dan psychological well-being diukur dengan menggunakan Ryff’s psychological well-being scale (Ryff, 1995). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan psychological well-being (r = -0,412; p= 0,011, signifikan pada L.o.S 0,05). Untuk penelitian selanjutnya dilakukan kontrol terhadap usia caregiver dan care-recipient sehingga hasil penelitian tidak terlalu beragam. Kata kunci: caregiver strain; psychological well-being; autism spectrum disorders Abstract: This study aims to find the correlation between caregiver strain and psychological well-being among mothers as caregivers of autism spectrum disorder children. The participant of this study were 37 mothers as caregiver of autism spectrum disorder children and lived in Jabodetabek. Caregiver strain was measured using the modified caregiver strain index (Thornton and Travis, 2003) and psychological well-being was measured using Ryff’s psychological well-being scale (Ryff, 1995). The result of this study showed that there is a significant negative relationship between caregiver strain and psychological well-being (r = 0,412; p = 0,011, significant at L.o.S 0,05). Futher study should be conducted to control caregiver’s and care-recipient’s age so the results are not too diverse. Keywords: caregiver strain; psychological well-being; autism spectrum disorders Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 1. Pendahuluan Autism spectrum disorders merupakan suatu kondisi gangguan perkembangan yang ditandai dengan tiga karakteristik utama yaitu impairment (hendaya) pada kemampuan interaksi sosial, komunikasi, dan adanya pola stereotip yang berulang-ulang pada tingkah laku, minat serta aktivitas (American Psychiatric Association, 2000). Selain berbagai hendaya yang merupakan karakteristik dari individu dengan autism spectrum disorders, individu juga menunjukkan beberapa perilaku maladaptif seperti self-injurious behavior, tantrum, dan agresi. Perilaku ini biasanya muncul untuk menstimulasi diri, mendapatkan perhatian orang lain atau menghilangkan hal yang tidak diinginkan. Semakin berkembangnya pengetahuan mengenai autism spectrum disorders, semakin banyak penanganan yang dikembangkan untuk mengatasi berbagai hendaya dan keterbatasan yang dialami individu. Wiener (2011) menyebutkan beberapa penanganan yang dapat dilakukan yaitu terapi perilaku yang merupakan kombinasi dari pemberian instruksi, pelatihan kemampuan komunikasi, pemberian dukungan pada kemampuan untuk beinteraksi sosial, dan pembentukan perilaku; pemberian obat-obatan (pharmalogical) yang memiliki fungsi tertentu, dan pemberian suplemen serta diet makanan. Hendaya pada interaksi sosial, komunikasi dan adanya perilaku stereotip yang berulang-ulang pada individu dengan autism spectrum disorder seperti yang telah diuraikan di atas, tampak bahwa mereka tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Mereka membutuhkan orang lain yang dapat memahami kebutuhan mereka. Mereka juga membutuhkan orang lain untuk menentukan penanganan yang tepat sesuai dengan kondisi mereka. Kondisi tersebut membuat individu membutuhkan caregiver dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Caregiver merupakan seseorang yang dapat memberikan perawatan dan bantuan kepada anggota keluarga yang menderita ketidakmampuan fisik, gangguan mental, penyakit kronis, atau anggota keluarga yang berusia lanjut (Duxbury, Higgins, dan Schroeder, 2009). Pada individu dengan autism spectrum disorders, ibu berperan sebagai caregiver utama. Menurut Miodrag (2009) hal ini terjadi karena adanya peran tradisional yang dimiliki ibu dimana ibu biasanya bertugas merawat anggota keluarganya dan pada ibu terdapat selfidentify sebagai caregiver utama bagi anaknya. Wiener (2011) menambahkan bahwa ibu sebagai caregiver dianggap memiliki waktu yang lebih banyak untuk terlibat dalam perawatan anak dibandingkan ayah. Berbagai uraian di atas menunjukkan situasi yang dialami ibu sebagai caregiver dari individu dengan autism spectrum disorders. Situasi-situasi tersebut dapat memberikan Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 dampak positif dan negatif pada ibu. Menurut Scorgie dan Sobsey (2000), merawat penyandang autism spectrum disorders dapat memberikan dampak positif yaitu personal growth, peningkatan hubungan dengan orang lain, dan perubahan pada nilai-nilai filosofis dan spiritual. Penelitian Corman di Belanda pada ibu dari penyandang autism spectrum disorders (2004) menambahkan bahwa kegiatan caregiving bagi sebagian ibu dianggap sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan dan dapat memperkuat hubungan pernikahannya. Penelitian lain yang dilakukan pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders juga menunjukkan adanya level stres dan depresi yang tinggi serta penurunan kondisi fisik dan psikologis disebabkan oleh sulitnya menghadapi perilaku anak, rendahnya penerimaan perilaku stereotip anak oleh anggota keluarga dan lingkungan (Shaffer, 2012), tidak adanya waktu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan diri (Phetrasuwan dan Miles, 2009), dan keadaan finansial keluarga (Serrata, 2012). Berbagai situasi dan tantangan seperti ketidakpastian akan masa depan, hendaya pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial, perilaku stereotip repetitif, perilaku maladaptif yang muncul, serta berbagai penanganan yang membutuhkan waktu, tenaga dan finansial dapat menyebabkan munculnya caregiver strain pada ibu yang merawat anak dengan autism spectrum disorders. Menurut Duxbury, Higgins, dan Schroeder (2009), kelelahan fisik, tekanan secara emosional, kurangnya waktu untuk melakukan aktivitas sosial, dan permasalahan finansial cenderung dapat menyebabkan caregiver strain. Strain yang dimiliki ibu dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan proses caregiving. Wu, Cho, Li, Chen, dan Tse (2010) menambahkan strain yang tidak dapat diatasi dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dalam kehidupan caregiver termasuk mempengaruhi kondisi well-being caregiver. Situasi yang dialami ibu juga memberikan pengaruh pada kondisi kesehatan fisik dan psikologis ibu. Salah satu kondisi psikologis yang memiliki keterkaitan dengan caregiver strain adalah psychological well-being. Kondisi psychological well-being yang baik menjadi penting dimiliki oleh caregiver karena psychological well-being yang baik dapat menjadi faktor protektif terhadap berbagai macam psychological distress yang dapat dialami oleh individu dan dapat membantu meningkatkan daya lenting individu setelah mengalami kesulitan atau kejadian tertentu (Moe, 2012). Hal tersebut dapat mendukung ibu sebagai caregiver dari individu dengan autism spectrum disorders menjalankan kegiatan perawatan sehari-hari dan membuat keputusan mengenai penanganan yang dibutuhkan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, permasalahan pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara caregiver strain dan psychological Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui hubungan antara caregiver strain dan psychological wellbeing pada ibu yang menjadi caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders. 2. Tinjauan Teoritis 2.1 Caregiver Menurut Duxbury, Higgins, dan Schroeder (2009) caregiver adalah seseorang yang dapat memberikan perawatan dan bantuan secara fisik, kognitif maupun mental kepada orang yang menderita ketidakmampuan fisik, gangguan mental, penyakit kronis, atau anggota keluarga yang berusia lanjut. Schoeder dan Remer (2002) mendefinisikan caregiver sebagai orang dewasa yang menyediakan perawatan dasar dan dukungan kepada anak, dan caregiver dapat terbagi ke dalam beberapa kategori, seperti orang tua kandung, orang tua adopsi, orang tua tiri, orang tua asuh, kakek-nenek, dan wali yang legal. Given, Given dan Sherwood (2008) mengemukakan bahwa seorang caregiver memiliki tugas yang cukup kompleks. Fast dan Keating (2000) mengemukakan ada lima kategori dari tugas-tugas caregiving yaitu personal care terdiri dari kegiatan membantu berpakaian, mandi, berdiri, memberi makan, berjalan ke toilet, dan perawatan diri; physical care terdiri dari kegiatan membersihkan rumah, berbelanja, mengambilkan sesuatu, memperbaiki sesuatu, menyediakan transportasi, dan menyiapkan makanan; nursing care terdiri dari kegiatan membantu menyediakan obat-obatan, memberikan obat-obatan, dan mengganti baju; support terdiri dari kegiatan membantu menjaga interaksi sosial, berkunjung, pengawasan, dukungan emosional, meyakinkan dan memvalidasi suatu sikap atau persepsi, serta membantu mengatasi depresi, kecemasan dan rasa sakit; care management terdiri dari kegiatan menghubungkan antara orang yang dirawat atau diasuh dengan institusi pelayanan formal, mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan tertentu dan lokasi pemenuhan kebutuhan tersebut, mencari akses ke institusi tertentu, membuat janji, mengikuti sesi informal, melakukan check-up, mengatur masalah finansial. Caregiver pada anggota keluarga yang berkebutuhan khusus akan lebih rentan mengalami caregiver strain dibandingkan keluarga yang tidak memiliki anggota keluarga yang berkebutuhan khusus (Schoeder dan Remer, 2007). Menurut Thornton dan Travis (2003) mengemukakan strain pada caregiver adalah persepsi caregiver atas segala masalah yang dihadapi atau keadaan well-being yang berubah selama proses caregiving. Sedangkan menurut Bickman, Heflinger dan Brannan (1997), caregiver strain merujuk pada tuntutan, tanggungjawab, kesulitan dan konsekuensi negatif dari perawatan dan pengasuhan untuk Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 individu dengan kebutuhan khusus. Thornton dan Travis (2003) membagi caregiver strain menjadi empat kategori yaitu financial strain yaitu strain yang berhubungan dengan keadaan keuangan dan pengeluaran dalam jumlah besar untuk penyediaan sarana dan prasarana medis; physical strain berhubungan dengan kondisi fisik dari caregiver yang menurun seiring proses pemberian caregiving; emotional strain yang berhubungan dengan kondisi emosional dan perasaan caregiver selama menjalankan proses caregiving; social/personal strain yaitu strain yang berhubungan dengan aspek personal dalam diri serta hubungan sosial dengan orang lain. 2.2 Ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders Howlin (1998) mengatakan hendaya pada interaksi sosial dan komunikasi membuat ibu mengalami kesulitan memahami apa yang diinginkan anak. Ibu tidak memahami ketika anak tiba-tiba tantrum atau menangis. Hal tersebut dapat muncul karena anak tidak dapat mengekspresikan apa yang diinginkan dalam bentuk kata-kata. Ludlow, Skelly, dan Rohleder (2011) mengatakan adanya hendaya dan perilaku maladaptif seperti tantrum, perilaku repetitif, dan perilaku agresif yang ada pada anak membuat ibu merasa stres. Ibu juga bertugas untuk menyediakan penanganan seperti tempat terapi yang sesuai dengan kebutuhan anak (Howlin, 1998). Proses penyediaan penanganan tersebut tidaklah mudah. Dalam prosesnya ibu harus mencari tahu berbagai penanganan yang tersedia, bagaimana penanganan tersebut dilakukan, dan mengambil keputusan penanganan yang dianggap sesuai. Pemberian penanganan pada anak dengan autism spectrum disorders tidak hanya dilakukan oleh profesional di tempat terapi. Ibu juga bertugas untuk mengulang kembali latihan yang sudah didapat anak. Adanya pengulangan kembali di rumah dapat membantu menstimulasi perkembangan anak dan meningkatkan efektivitas penanganan yang diberikan. Selain berbagai terapi yang dilaksanakan, anak-anak dengan autism spectrum disorders juga melakukan diet makanan tertentu untuk menyeimbangkan gizi dan nutrisi mereka. Beberapa makanan seperti makanan yang mengandung kafein dan pewarna buatan disarankan untuk tidak diberikan karena dianggap memiliki efek tertentu pada perilaku anak. Pengaturan jam makan yang teratur juga penting dilakukan untuk membantu membentuk perilaku anak (Howlin, 1998). Kesulitan menghadapi hendaya dan perilaku maladaptif anak, penilaian negatif dari lingkungan, kecemburuan anak yang lain, kelelahan fisik, tidak adanya waktu untuk berinteraksi dengan orang lain dan masalah finansial, merupakan situasi-situasi yang Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 dihadapi ibu sebagai caregiver dari anak autism spectrum disorders yang dapat memberikan dampak negatif seperti caregiver strain. Strain tersebut dapat mempengaruhi proses perawatan dan kondisi well-being ibu. 2.3 Psychological well-being Definisi psychological well-being yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Ryff (1995) yang mengatakan psychological well-being adalah suatu kondisi dimana individu memiliki penghargaan yang positif terhadap diri sendiri, penguasaan lingkungan, autonomi, hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki tujuan dan makna hidup serta dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keadaan psychological well-being seorang individu yaitu usia, jenis kelamin, status pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anak kandung. Psychological well-being terdiri dari enam dimensi yaitu self-acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. Self-acceptance merupakan karakteristik utama dari kesehatan mental, aktualisasi diri, fungsi optimal dan kedewasaan. Seorang individu dikatakan memiliki self-acceptance jika ia memiliki sikap positif terhadap diri sendiri. Dimensi positive relations with others berkaitan dengan hubungan interpersonal dengan orang lain. Dimensi autonomy, orang yang dapat berfungsi secara optimal memiliki lokus internal untuk melakukan evaluasi diri berdasarkan standar pribadi tanpa membandingkan diri dengan orang lain. Dimensi selanjutnya adalah environmental mastery. Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan individu untuk memilih atau membuat lingkungan yang sesuai dengan kondisi mereka. Dimensi purpose in life terkait dengan keyakinan bahwa setiap orang memiliki tujuan dan makna dari kehidupan mereka di masa lalu dan saat ini sehingga dapat menentukan tujuan selanjutnya dan mencari cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dimensi keenam yaitu dimensi personal growth. Fungsi psikologis yang optimal tidak hanya membutuhkan pencapaian tertentu melainkan juga usaha untuk terus menemukan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki (Ryff, 1989). 3. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang mengkuantifikasi variasi dari fenomena, situasi, permasalahan atau isu dengan menggunakan variabel kuantitatif dan analisis dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari variasi (Kumar, 2005). Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 akan memberikan hasil akhir berupa skor dari masing-masing individu yang diukur untuk dianalisis secara statistik sehingga skor tersebut dapat disimpulkan serta diinterpretasikan (Gravetter dan Forzano, 2009). Selain itu dalam penelitian ini juga dilakukan probing pada variabel caregiver strain. Probing dilakukan untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai kondisi partisipan selama melakukan proses perawatan. Partisipan dalam penelitian ini adalah wanita dewasa berusia di atas 25 tahun, memiliki anak dengan diagnosis autism spectrum disorders, berperan sebagai caregiver utama untuk anak, berlatar belakang minimal SMP atau sederajat, berdomisili di daerah Jabodetabek. Pada penelitian ini digunakan teknik accidental sampling dan purposive sampling. Teknik ini dipilih berdasarkan ketersediaan dan kebersediaan individu untuk mengikuti penelitian (Kumar, 2005). Pengambilan data dilakukan selama bulan Juni 2013 dan didapatkan 37 partisipan yang datanya dapat digunakan untuk penelitian ini. Metode pengambilan data yang dipilih dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner terbagi menjadi tiga bagian mengenai data diri partisipan, alat ukur caregiver strain, dan alat ukur psychological well-being. The modified caregiver strain merupakan alat ukur caregiver strain yang dapat digunakan untuk mengukur empat domain dari strain yaitu finansial, fisik, emosional dan sosial/personal. Alat ukur ini terdiri dari 13 item. The modified caregiver strain merupakan versi terbaru dari caregiver strain index yang disusun oleh Robinson pada tahun 1983. Thornton dan Travis (2003) mengembangkan alat ukur tersebut dengan menambahkan sometimes sebagai alternatif jawaban. Teknik skoring yang digunakan dalam alat ukur the modified caregiver strain terbagi menjadi tiga yaitu pada setiap pernyataan skor 2 diberikan untuk jawaban ya, selalu; skor 1 diberikan untuk jawaban ya, kadangkadang; dan skor 0 diberikan untuk jawaban tidak. Skor total yang diperoleh akan berada pada rentang 0 hingga 26. Thornton dan Travis (2003) melakukan penggolongan terhadap skor caregiver strain yang diperoleh yaitu skor 14 keatas tergolong level strain tinggi sedangkan skor dibawah 14 tergolong level strain normal. Sementara itu psychological wellbeing diukur dengan Ryff’s scales of psychological well-being. Alat ukur tersebut terdiri dari beberapa versi dengan jumlah item yang berbeda. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 18 item yang mewakili 6 dimensi dari psychological well-being yaitu self-acceptance, positive relations with other, autonomy, environmental mastery, purpoe in life, dan personal growth dimana setiap dimensi diwakili oleh tiga item. Pilihan jawaban berbentuk skala Likert dengan skala 1 sampai skala 6 yang menunjukkan bahwa subjek dapat mengindikasikan derajat persetujuan mereka dari respon-respon yang mungkin Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 muncul pada setiap pernyataan, dalam hal ini pernyataan mengeni psychological well-being dari alat ukur Ryff. Kedua alat ukur sudah diujicoba kepada 30 partisipan tryout sebelum diberikan kepada partisipan penelitian. Metode yang digunakan dalam uji validitas kedua alat ukur adalah internal consistency. Hasil uji reliabilitas alat ukur the modified caregiver strain adalah .727 sedangkan hasil uji reliabilitas alat ukur ryff’s psychological well-being adalah .606. 4. Hasil Penelitian 4.1 Gambaran Partisipan Mayoritas sebanyak 35,14% partisipan berusia antara 35 tahun sampai 39 tahun dan 83,78% partisipan penelitian beragama Islam. Pada aspek tingkat pendidikan, pendidikan terakhir sebagian besar partisipan penelitian ini adalah SMA dan Diploma dengan presentase 32,43% ditiap kelompok. Kemudian jika dilihat dari pekerjaan, mayoritas partisipan penelitian sebanyak 94,59% adalah ibu rumah tangga. Rentang pengeluaran per bulan masing-masing partisipan penelitian cukup beragam dimana pengeluaran per bulan partisipan paling banyak (27,03%) berada pada rentang Rp. 3.100.000 – Rp. 4.500.000. Jika dilihat berdasarkan jumlah anak, sebagian besar sebanyak 40,54% partisipan memiliki dua anak kandung dan hanya 5,41% partisipan yang memiliki empat anak kandung. Sementara itu sebanyak 54,05% partisipan yang merawat anaknya sendiri dengan tambahan bantuan dari anggota keluarga yang lain tanpa menggunakan jasa pengasuh. Dilihat dari jenis kelamin individu yang dirawat, presentase jumlah jenis kelamin pria dan wanita hampir sama dimana 59,46% anak yang dirawat partisipan penelitian berjenis kelamin pria dan 40,54% berjenis kelamin wanita. Usia individu yang dirawat cukup beragam dimana usianya tersebar dari rentang usia dua tahun hingga 25 tahun. Mayoritas sebanyak 51,35% berusia antara 7 tahun hingga 11 tahun. Seluruh individu yang dirawat oleh partisipan penelitian memiliki kebutuhan khusus yaitu autism spectrum disorders dengan keterbatasan pada kemampuan komunikasi dan sosialisasi. Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 4.2 Hasil Analisis Utama Pada bagian ini akan dipaparkan gambaran skor partisipan penelitian pada alat ukur caregiver strain. 4.1 Tabel skor caregiver strain partisipan penelitian Mean Median Modus Maksimal Minimal SD 12,41 12 5 24 5 5,56 Secara teoretis, rentang skor alat ukur caregiver strain berada pada skor 0 hingga skor 26. Rentang skor ini diperoleh dari rentang skala 0-2 dikali jumlah item pada alat ukur caregiver strain. Dari tabel di atas diketahui bahwa pada penelitian ini skor terendah yang dimiliki oleh partisipan adalah lima sedangkan skor terbesar yang dimiliki oleh partisipan adalah 24. Skor yang paling banyak muncul adalah skor lima dan sembilan. Nilai tengah dalam skor penelitian ini adalah 12 dengan rata-rata skor seluruh partisipan penelitian adalah 12,41. 4.2 Tabel penggolongan skor caregiver strain Skor F Proporsi (%) Keterangan Kurang dari 14 23 62,16 Normal Lebih dari sama 14 37,84 Tinggi dengan 14 Dari tabel di atas dapat dilihat penggolongan skor caregiver strain partisipan penelitian. Penggolongan skor dilakukan dengan menggunakan penggolongan Thornton dan Travis (2003). Mayoritas sebanyak 23 orang partisipan memiliki skor caregiver strain di bawah 14 dan termasuk dalam kategori strain normal sedangkan 14 orang partisipan memiliki skor caregiver strain lebih dari sama dengan 14 dan termasuk dalam kategori strain yang cukup tinggi. 4.3 Tabel skor psychological well-being partisipan penelitian Mean Median Modus Maksimal Minimal SD 75,41 75 75 91 55 7,96 Alat ukur psychological well-being terdiri dari 17 item dengan rentang skala 1-6 sehingga rentang skor yang diperoleh berada antara skor 17 hingga skor 102. Dari tabel di atas diketahui bahwa pada penelitian ini skor terendah yang dimiliki oleh partisipan adalah 55 sedangkan skor terbesar yang dimiliki oleh partisipan adalah 91. Skor yang paling banyak muncul adalah skor 75. Nilai tengah dalam skor penelitian ini adalah 75 dengan ratarata skor seluruh partisipan penelitian adalah 75,41. Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 4.4 Tabel penggolongan skor psychological well-being Skor F Proporsi (%) Keterangan Kurang dari 75,41 23 62,16 Dibawah rata-rata Lebih dari sama 14 37,84 Diatas rata-rata dengan 75,41 Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas sebanyak 23 orang partisipan memiliki skor psychological well-being dibawah rata-rata. Hanya 14 orang partisipan memiliki skor psychological well-being diatas rata-rata. Skor caregiver strain dan psychological well-being yang diperoleh dihitung menggunakan korelasi Pearson. Penghitungan korelasi kedua skor dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Hasil perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut. 4.5 Tabel korelasi Pearson Correlations totalMCSI totalPWB Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N totalMCSI 1 37 -,412* ,011 37 totalPWB -,412* ,011 37 1 37 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan psychological well-being dengan nilai r = - 0,412; p = 0,011, signifikan pada los 0,05. Nilai korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara caregiver strain dan psychological well-being dimana semakin tinggi caregiver strain maka semakin rendah psychological well-being sedangkan semakin rendah caregiver strain maka semakin tinggi psychological well-being. 4.3 Hasil Analisis Tambahan Hasil tambahan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah mengenai hubungan antara karakteristik partisipan dengan caregiver strain. Dilihat berdasarkan usia, kelompok partisipan yang berusia pada rentang 25-29 tahun memiliki skor rata-rata caregiver strain sebesar 14,67. Bila dikaitkan dengan penggolongan skor caregiver strain, skor tersebut berada di atas skor 14 maka dapat dikatakan kelompok partisipan pada rentang usia 25 tahun Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 hingga 29 tahun cenderung memiliki strain yang tinggi. Sedangkan mayoritas partisipan penelitian yang berada di usia 35-39 tahun memiliki skor rata-rata caregiver strain yang tergolong normal. Berdasarkan status pendidikan, mayoritas partisipan yang berada di kelompok SMA dan Diploma masing-masing memiliki skor rata-rata caregiver strain di bawah 14 dan tergolong memiliki strain yang normal. Sedangkan pada kelompok partisipan dengan pendidikan terakhir sarjana strata dua (S2) yang berjumlah satu orang partisipan memperoleh skor rata-rata caregiver strain sebesar 19. Jika dikaitkan dengan penggolongan skor caregiver strain dapat dikatakan partisipan cenderung memiliki strain yang tinggi. Kelompok partisipan yang bekerja sebagai wiraswasta memiliki skor rata-rata caregiver strain sebesar 17,5. Skor tersebut berada di atas skor 14 yang merupakan batasan dalam penggolongan skor caregiver strain. Sedangkan mayoritas partisipan penelitian yang merupakan ibu rumah tangga memiliki skor rata-rata caregiver strain 12,11 yang tergolong strain normal. Berdasarkan usia anak, semakin tua usia anak maka skor rata-rata caregiver strain semakin menurun kecuali pada kelompok partisipan yang merawat anak usia 12-20 tahun. Pada kelompok partisipan yang merawat anak dengan usia 1-3 tahun dan 4-6 tahun diperoleh skor rata-rata caregiver strain di atas 14. Berdasarkan penggolongan skor caregiver strain dapat dikatakan partisipan pada kedua kelompok tersebut memiliki kecenderungan strain yang tinggi. Sementara hasil analisis tambahan menggunakan data demografi dan psychological well-being ditemukan bahwa partisipan yang berusia antara 45 tahun hingga 49 tahun memiliki skor psychological well-being sebesar 89,33. Jika dikaitkan dengan penggolongan skor menggunakan skor rata-rata seluruh partisipan penelitian, skor tersebut berada di atas skor rata-rata. Sedangkan mayoritas partisipan yang berada di kelompok usia 35-39 tahun memiliki skor psychological well-being yang di bawah rata-rata. Mayoritas partisipan penelitian yang berada di kelompok dengan pendidikan SMA dan Diploma, memiliki skor psychological well-being yang berada di bawah skor rata-rata seluruh partisipan. Sedangkan skor psychological well-being yang cukup tinggi yaitu 88 dimiliki oleh kelompok partisipan dengan pendidikan S2. Skor tersebut berada di atas skor rata-rata psychological well-being seluruh partisipan penelitian. Kelompok partisipan yang bekerja sebagai wiraswasta memiliki psychological wellbeing sebesar 85,50. Dikaitkan dengan penggolongan skor menggunakan skor rata-rata seluruh partisipan penelitian, dapat dikatakan skor tersebut berada di atas skor rata-rata. Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 Sedangkan mayoritas partisipan yang merupakan ibu rumah tangga memiliki skor psychological well-being yang lebih rendah dan berada di bawah skor rata-rata seluruh partisipan. Dilihat dari jumlah anak yang dimiliki, kelompok partisipan yang memiliki anak kandung lebih dari dua orang (tiga dan empat anak kandung) memiliki skor psychological well-being di atas skor rata-rata seluruh partisipan penelitian. Sedangkan skor psychological well-being yang berada di bawah rata-rata dan merupakan skor yang paling rendah dimiliki oleh kelompok partisipan yang memiliki satu orang anak. Berdasarkan usia anak yang dirawat, kelompok partisipan yang merawat individu dengan rentang usia 12 hingga 20 tahun memiliki skor psychological well-being sebesar 79,27 yang termasuk di atas skor rata-rata psychological well-being partisipan penelitian. Sedangkan mayoritas partisipan penelitian yang merawat anak berusia 7-11 tahun memiliki skor psychological well-being paling rendah dan berada di bawah rata-rata skor seluruh partisipan penelitian. 5. Diskusi Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders. Nilai korelasi yang negatif menunjukkan adanya hubungan terbalik antara caregiver strain dan psychological well-being dimana semakin tinggi tingkat caregiver strain seorang individu maka semakin rendah tingkat psychological well-being individu tersebut begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat caregiver strain seseorang maka semakin tinggi tingkat psychological well-being yang dimilikinya. Peneliti belum menemukan penelitian spesifik mengenai hubungan caregiver strain dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders. Penelitian yang dilakukan Abbeduto, Seltzer, Shattuck, Krauss, Orsmond, dan Murphy (2004) pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders di Amerika menunjukkan bahwa ibu mengalami tingkat kecemasan, stres, dan depresi yang tinggi disebabkan oleh berbagai hendaya dan perilaku maladaptif anak. Penelitian lain yang dilakukan pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders juga menunjukkan adanya level stres dan depresi yang tinggi serta penurunan kondisi fisik dan psikologis disebabkan oleh sulitnya menghadapi perilaku anak, rendahnya penerimaan perilaku stereotip anak oleh anggota keluarga dan lingkungan (Shaffer, 2012), tidak adanya waktu yang cukup untuk Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 memenuhi kebutuhan diri (Phetrasuwan & Miles, 2009), dan keadaan finansial keluarga (Serrata, 2012). Sejalan dengan penelitian-penelitian tersebut, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kegiatan perawatan anak dengan autism spectrum disorders dapat menimbulkan strain dan menurunkan kondisi psychological well-being ibu. Dari hasil analisis dengan mengaitkan skor rata-rata caregiver strain berdasarkan data demografi dan batasan skor yang digunakan dalam penggolongan strain ditemukan bahwa kelompok partisipan dengan usia 25 sampai 29 tahun memiliki kecenderungan strain yang tinggi. Hasil ini sesuai dengan penemuan sebelumnya yang mengatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi bagaimana ibu dapat menerima kondisi anak dan dapat menangani masalah yang timbul selama proses caregiving (Ha, Hong, Seltzer, dan Greenberg, 2008). Ibu yang berusia lebih tua dikatakan secara kognitif lebih dapat memahami kondisi anak dan dapat menghadapi kondisi dengan lebih baik dibandingkan ibu yang berusia lebih muda. Selain itu kemungkinan besar ibu yang berusia lebih tua sebelumnya telah memiliki pengalaman merawat anak yang tidak memiliki gangguan sehingga dapat menyesuaikan dengan kegiatan perawatan anak. Pada hasil pengolahan data juga ditemukan bahwa partisipan yang merawat anak dengan usia satu hingga enam tahun cenderung memiliki strain yang tinggi. Berdasarkan hasil probing pada ibu yang merawat anak berusia satu hingga enam tahun ditemukan bahwa masih banyak perilaku anak yang dapat membuat ibu kesal seperti tantrum, belum dapat menggunakan kata-kata dan belum dapat memahami apa yang dikatakan ibu. Selain itu pada usia satu hingga enam tahun pengeluaran menjadi lebih banyak untuk terapi, suplemen obat, dan diet makanan. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya mengenai karakteristik anak yaitu usia anak yang dirawat. Penelitian yang dilakukan oleh Phetrasuwan dan Miles (2009) di Amerika pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders menemukan bahwa ibu yang merawat anak dengan usia yang lebih muda cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi disebabkan oleh perilaku anak. Shaffer (2012) yang melakukan penelitian pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders mengemukakan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki pekerjaan memiliki tingkat stres yang lebih rendah dikarenakan ibu memiliki akses yang lebih besar terhadap pengetahuan mengenai autism spectrum disorders dan penanganannya. Hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian ini dimana kelompok partisipan dengan pendidikan yang lebih tinggi dan bekerja memiliki kecenderungan strain yang tinggi. Dilihat dari hasil probing yang dilakukan juga terlihat bahwa ibu memiliki strain yang cukup tinggi karena kebanyakan partisipan terpaksa berhenti bekerja dan Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 menjadi ibu rumah tangga padahal status pendidikan mereka cukup tinggi. Kemungkinan penyebab dari tingginya strain yang dimiliki oleh kelompok partisipan yang bekerja adalah pembagian waktu kerja dan perawatan anak. Sedangkan untuk kelompok partisipan yang berstatus pendidikan sarjana strata dua (S2), ibu memiliki ekspektansi yang tinggi bahwa anaknya dapat berkembang dengan baik dan dapat memiliki kemampuan tertentu. Ekspektansi terhadap anak dapat menimbulkan strain pada ibu ketika anak tidak dapat memenuhi ekspektansi tersebut. Dari hasil analisis tambahan dengan mengaitkan skor rata-rata psychological wellbeing berdasarkan data demografi dan batasan skor yang digunakan dalam penggolongan psychological well-being ditemukan kelompok partisipan yang berusia 45 hingga 49 tahun memiliki skor di atas skor rata-rata. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan usia yang lebih tua cenderung memiliki psychological well-being yang lebih baik (Ryff, 1995). Tidak hanya usia partisipan, peneliti juga menemukan status pendidikan partisipan memiliki pengaruh terhadap psychological well-being. Partisipan yang berstatus pendidikan sarjana strata dua (S2) memiliki skor psychological well-being di atas skor ratarata. Hasil tersebut konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya mengenai psychological well-being wanita yang dilakukan oleh Moe (2012) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kondisi psychological well-being juga semakin baik. Pendidikan yang lebih tinggi dapat membantu memberikan akses pengetahuan mengenai autism spectrum disorders dan penanganan yang dapat dilakukan. Hasil penelitian juga menemukan bahwa partisipan yang memiliki anak lebih dari dua memiliki skor di atas rata-rata skor psychological well-being seluruh partisipan penelitian. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa ibu yang memiliki anak lebih dari satu dan anak tersebut tidak memiliki gangguan cenderung memiliki kondisi psychological well-being yang lebih baik (Smith, Greenberg, dan Seltzer, 2011). Hal ini disebabkan karena anak yang lain dapat membantu ibu dalam melakukan perawatan. Jika membandingkan skor caregiver strain dan psychological well-being berdasarkan data demografi ditemukan bahwa pada kelompok partisipan yang berstatus pendidikan sarjana strata dua (S2) dan kelompok partisipan yang bekerja skor caregiver strain dapat digolongkan tinggi dan skor psychological well-being berada di atas rata-rata. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil utama penelitian dimana ketika partisipan memiliki skor caregiver strain yang tinggi maka seharusnya partisipan tersebut memiliki skor psychological wellbeing yang rendah atau di bawah rata-rata. Peneliti belum menemukan penjelasan mengenai hal tersebut dari penelitian sebelumnya. Kemungkinan besar kondisi psychological well- Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 being pada kedua kelompok dapat menjadi tinggi karena adanya pengetahuan yang dimiliki tentang kondisi anak dan adanya aktivitas lain yang juga dikerjakan selain melakukan tugas perawatan. Selain itu melihat data demografi usia anak dan membandingkan skor caregiver strain serta psychological well-being partisipan penelitian ditemukan bahwa partisipan yang merawat anak berusia muda memiliki strain yang cukup tinggi dan psychological well-being di bawah rata-rata. Sedangkan partisipan yang merawat anak berusia lebih tua memiliki strain yang tergolong normal dan psychological well-being yang cukup baik. Dari hasil probing diketahui bahwa ibu dengan anak yang lebih muda masih belum terlalu bisa menerima kondisi anak dan mengalami kesulitan untuk menghadapi perilaku anak. Sedangkan pada ibu dengan anak yang lebih tua lebih dapat menghadapi perilaku anak, mendapatkan bantuan dari anak yang lain, dan merasa bahagia setiap melihat perkembangan anak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Phetrasuwan dan Miles (2009) di Amerika pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders yang mengatakan usia anak dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental ibu. Usia anak yang lebih muda membuat ibu lebih banyak mengalami tekanan karena masalah perilaku anak. Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan meminta partisipan untuk memberikan respon terhadap item-item yang ada pada alat ukur caregiver strain dan psychological well-being. Dilanjutkan dengan melakukan probing terkait dengan respon yang diberikan terhadap item-item mengenai caregiver strain tanpa melakukan probing terkait kondisi psychological well-being partisipan. Pada penelitian ini rentang usia partisipan juga sangat lebar karena pada penelitian ini hanya ditentukan batas usia minimal dari partisipan yang dapat mengikuti penelitian, sedangkan batas usia maksimal atau tertinggi tidak ditentukan. Hal ini tentu saja mempengaruhi usia anak yang di rawat, sehingga usia anak yang dirawat partisipan menjadi terlalu bervariasi dari usia 2 tahun hingga 25 tahun. Usia anak yang bervariasi mempengaruhi pengalaman yang dialami ibu selama merawat anak sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. 6. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan analisis data penelitian, didapatkan kesimpulan utama yang dapat menjawab permasalahan penelitian, yaitu terdapat hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders. Nilai korelasi yang negatif menunjukkan adanya hubungan terbalik antara caregiver strain dan psychological well-being dimana semakin Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 tinggi tingkat caregiver strain seorang individu maka semakin rendah tingkat psychological well-being individu tersebut dan juga sebaliknya. Dalam penelitian ini dapat dilihat pula bahwa lebih dari setengah partisipan penelitian memiliki skor caregiver strain yang normal. Sedangkan pada psychological well-being, lebih dari setengah partisipan penelitian memiliki skor psychological well-being di bawah rata-rata. 7. Saran 7.1 Saran Metodologis • Melakukan kontrol usia ibu dan anak dengan menetapkan rentang usia yang ingin diteliti. Adanya kontrol terhadap usia ibu dan anak dapat mengurangi kemungkinan sampel penelitian menjadi terlalu heterogen. • Melakukan penelitian mengenai caregiver strain dan psychological well-being pada populasi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada ibu yang berusia di atas 25 tahun. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada ibu dengan usia berbeda atau pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders berusia dewasa agar terlihat hasil penelitian yang lebih komprehensif. • Menyiapkan probing dan pemilihan kata sesuai sehingga tidak mengalami kesulitan dalam pelaksanaan probing dan tidak ada pertanyaan yang tidak menjawab dari partisipan. Melakukan probing mengenai kondisi psychological well-being partisipan penelitian. 7.2 Saran Praktis Saran praktis yang dapat diberikan untuk ibu yang menjadi caregiver diantaranya memahami keadaan anak apa adanya, mengikuti perkumpulan orangtua dengan anak autism spectrum disorders, dan mempelajari cara membagi waktu yang efektif. Memahami keadaan anak merupakan hal yang penting untuk pengasuhan sehari-hari sehingga dapat memberikan dampak baik bagi hubungan interpersonal antara anak dengan orang tuanya. Mengikuti perkumpulan orangtua anak dengan autism spectrum disorders dapat dilakukan agar ibu dapat berbagi pengalaman pribadi dan mendapatkan saran dari ibu lain yang juga memiliki anak dengan autism spectrum disorders. Sedangkan mempelajari cara membagi waktu yang efektif dapat membuat ibu memiliki waktu untuk diri dan orang lain selain merawat anak sehingga ibu tidak merasa terisolasi. Hal tersebut dapat meningkatkan kondisi fisik dan psikologis ibu. Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 Saran praktis yang dapat diberikan pada profesional di bidang kesehatan adalah tidak hanya memberikan perhatian pada anak dengan autism spectrum disorders namun juga memberikan perhatian kepada ibu sebagai caregiver. Hal yang dapat dilakukan oleh profesional adalah memberikan penjelasan menyeluruh mengenai kondisi anak, membantu ibu untuk dapat menerima dan memahami kondisi anak serta memberikan saran mengenai penanganan yang sesuai untuk anak, maupun memberikan pendidikan praktis pada ibu supaya dapat melatih anaknya di rumah. 8. Kepustakaan Abbeduto, L., Seltzer, M. M., Shattuck, P., Krauss, M. W., Orsmond, G., & Murphy, M. M. (2004). Psychological well-being and coping in mothers of youths with autism, down syndrome, or fragile x syndrome. American journal on mental retardation, 109, 3, 237-254. American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders IV-Text revision. Washington, DC: American psychiatric association. Bickman, L., Brannan, A. M., & Heflinger, C. A. (1997). The Caregiver Strain Questionnaire: Measuring the Impact on the Family of Living with a Child with Serious Emotional Disturbance. Journal of Emotional and Behavioral Disorders, 5, 4, 212-222. Corman, M. K. (2004). Dissertation: Primary caregiver of children with utism spectrum disorders-an exploration of the stressors, joys, and parental coping before and after out-of-home placement. Belanda: University of Victoria. Duxbury, L., Higgins, C. & Schroeder, B. (2009). Balancing paid work and caregiving responsibilities: A closer look at family caregiver in Canada. Diunduh dari www.cprn.org/documents/51061_EN.pdf Fast, J. & Keating, N. (2000). Family caregiving and consequences for carers: toward a policy research agenda. CPRN discussion paper, F, 10-5. Gravetter, F. J. & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences. Wadsworth: Cengage Learning. Given, B., Given, C. W., & Sherwood, P. R. (2008). What knowledge and skills do caregivers need. American journal of nursing, 108, 9, 28-34. Ha, J., Hong, J., Seltzer, M. M., & Greenberg, J. S. (2008). Age and gender differences in the well-being of midlife and aging parents with children with mental health or Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 developmental problems: Report of a national study. Journal of health and social behavior, 49, 3, 301-316. Howlin, P. (1998). Children with autism and asperger syndrome: A guide for practitioners and carers. West Sussex: John Wiley & Sons. Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginner. London: Sage publication. Ludlow, A., Skelly, C., & Rohleder, P. (2011). Challenges faced by parents of children diagnosed with autism spectrum disorder. Journal of health psychology, 17, 5, 702711. Miodrag, N. (2009). Dissertation: Psychological well-being in parents of children with autism and down syndrome. Canada: McGill University. Moe, K. (2012). Dissertation: Factors influencing women’s psychological well-being within a positive functioning framework. Kentucky: University of Kentucky. Phetrasuwan, S. & Miles, M. M. (2009). Parenting stress in mothers of children with autism spectrum disorders. Journal for specialist in pediatrics nursing, 14, 3, 157-165. Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of personality and social psychology, 57, 6, 10691081. Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current direction in psychological science, 4, 4, 99-104. Schoeder, C.E. & Remer, R. (2007). Perceived Social Support and Caregiver Strain in Caregivers of Children with Tourette’s Disorder. Journal of Child and Family Study, 16, 888-901. Serrata, C. S. (2012). Psychosocial aspects of parenting a child with autism. Journal of applied rehabilitation counseling, 43, 4, 29-35. Shaffer, C. M. (2012). Dissertation: Parenting stress in mothers of preschool children recently diagnosed with autism spectrum disorder. New Jersey: The state university of New Jersey. Scorgie, K., & Sobsey, D. (2000). Transformational outcomes associated with parenting children with autism. Mental Retardation, 38, 195-206. Smith, L. E., Greenberg, J. S., & Seltzer, M. M. (2011). Social support and well-being at mid-life among mothers of adolescents and adult with autism spectrum disorder. Journal of autism developmental disorder. DOI 10.1007/s10803-011-1420-9. Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013 Thornton, M. & Travis, S. S. (2003). Analysis of reliability of the modified caregiver strain index. Journals of gerontology, 58B, 2, 127-132. Wiener, Z. (2011). Dissertation: A risk and resistance model for predicting maternal psychological distress to autism: Caregiver burden, uncertainty, and optimism. New York: Fordham University. Wu, K. K., Cho, V. W., Li, A., Chen, W. T., Tse, D. M. (2010). Development of a psychological well-being for family caregivers in palliative care. East asian arch psychiatry. 20, 3, 109-115. Hubungan Antara ..., Gemala Khalida Rakhmasari Putri, FPsi UI, 2013