ARTIKEL PERBEDAAN PENYUNTIKAN INSULIN DI ABDOMEN DAN DI DELTOID TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM YANG MENJALANI RAWAT INAP DI RSUD UNGARAN OLEH: AMBAR YUDAENI NIM : 010214B026 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL Artikel skripsi dengan judul “Perbedaan Penyuntikan Insulin Di Abdomen Dan Di Deltoid Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Dm Yang Menjalani Rawat Inap Di RSUD Ungaran” yang disusun oleh: Nama : Ambar Yudaeni NIM : 010214B026 Program Studi : Keperawatan Telah disetujui oleh pembimbing utama Skripsi Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran. Ungaran, Agustus 2016 Pembimbing Utama Ns. Mona Saparwati, S.Kp., M.Kep. NIDN. 0628127901 PERBEDAAN PENYUNTIKAN INSULIN DI ABDOMEN DAN DI DELTOID TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM YANG MENJALANI RAWAT INAP DI RSUD UNGARAN Ambar Yudaeni*) Mona Saparwati **) Faridah Aini **) STIKES NGUDI WALUYO 2016 *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES NGUDI WALUYO **) Dosen Program Studi Keperawatan STIKES NGUDI WALUYO ABSTRAK Absorsi insulin sangat cepat pada abdomen dan sangat lambat pada femur dan glutea.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penyuntikan insulin di abdomen dan di deltoid terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. Desain penelitian ini quasi experiment dengan pendekatan counter balanced design. Populasi adalah pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang dengan sampel 30 responden menggunakan teknik purposive sampling. Alat pengambilan data menggunakan glukotest merek easy touch GCU 3 in 1. Analisis data yang digunakan independen t test. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan penyuntikan insulin di abdomen dan di deltoid terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang dengan p value sebesar 0,004 < α (0,05). Sebaiknya perawat memilih lokasi pemberian insulin yang tepat sebagai salah satu intervensi untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal yaitu di abdomen ketika pasien tidak melakukan aktivitas fisik setelah pemberian insulin. Kata Kunci : Penyuntikan Insulin di Abdomen, di Deltoid, Penurunan Kadar Glukosa Darah Kepustakaan : 35 (2006-2015) ABSTRACT Background: Very rapid insulin absorption in the abdomen and Slow on the femur and gluteal. Purpose: The purpose of this study is to the differences between insulin injection in rhe abdomen and in the deltoid to decrease blood glucose level on diabetes mellitus patients who were hospitalized at RSUD Ungaran Semarang Regency. Perbedaan Penyuntikan Insulin di Abdomen dan di Deltoid terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang 1 Method: The study design was quasi experiment with counter balanced design approach. The population was patients with diabetes mellitus who were hospitalized at RSUD Ungaran Semarang Regency with sampel of 30 respondents by using purposive sampling techniques. Data retrieval tool used easy brand glukotest touch GCU 3 in 1. The data analysis used independent t tes. Result: The results show there is difference between insulin injection in the abdomen and in the deltoid to decrease blood glucose level on patients Diabetes Mellitus patients who were Hospitalized atvRSUD Ungaran Semarang Regency with p value of 0,004 <α (0,05). Suggestion: Nurses should choose appropriate location insulin for administration as one of the interventions to control blood glucose levels optimally which is in the abdomen when the patient is not doing physical activity after administration of insulin. Keywords : Insulin Injection in the abdomen, in the Deltoid, Decrease Blood Glucose level Bibliographies : 35 (2006-2015) PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Setiati, et.,al, 2014). Gejala khas DM berupa polyuri (sering kencing), polydipsi (sering haus), polyfagi (sering lapar). Gejala lainseperti lelah/lemah, berat badan menurun drastis, kesemutan, gatal/bisul, mata kabur, impotensi pada pria, pruritis vulva hingga keputihan pada wanita, luka tidak sembuh-sembuh (Dinkes Prov Jateng, 2012). Prevalensi DM tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%), prevalensi tertinggi Kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin lebih mengalami penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi adalah Kota Magelang sebesar 7,93% (Kemenkes Prov Jateng, 2012). Jumlah kasus penyakit tidak menular di Kabupaten Semarang, dimana untuk diabetes mendudukiperingkat ke 2 setelah penyakti jantung dan pembuluh darah, dimana jumlah tahun 2011 sebanyak 7.876, menurun di tahun 2012 menjadi 6.829 dan meningkat di tahun 2013 menjadi 7.672 serta menjadi 12.328 di tahun 2014 (Dinkes Kab. Semarang, 2014). Diagnosis DM dapat ditegakkan melaui tiga cara, yaitu jika keluhan klasik ditemukan maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu lebih dari 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya keluhan fisik, tes toleransi glukosa oral dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa (PERKENI, 2011). Perbedaan Penyuntikan Insulin di Abdomen dan di Deltoid terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang 2 Penatalaksanaan DM antara lain pemberian diet, latihan, pemantauan, tetapi (bila diperlukan), pendidikan dan obat hipoglikemik oral (OHO). Pemberian obat hipoglokemikoral diantaranya sulfonylurea, biguanid, inhibitor α glukosidase, insulin sensiting agent dan insulin (Wijaya & Putri, 2013). Injeksi insulin diberikan secara subkutan karena dapat diserap dengan lebih baik dan mengurangi resiko sakit atau nyeri. Dulu, karena jarumnya panjang, jaringan subkutan perlu diangkat dengan ibu jari dan jari telunjuk. Sekarang, jarum insulin yang dipakai sudah pendek, hanya 0,6-1,25 cm sehingga tidak perlu mengangkat jaringan subkutan, kecuali apabila pasien sangat kurus atau kakeksia. Jarum dimasukkan ke dalam jaringan subkutan dalam sudut 90°. Biasanya, individu dengan DM memakai spuit insulinnya berulang. Insulin mempunyai aditif bakteriostatik yang bisa mencegah tumbuhnya bakteri (Baradero, Dayrit dan Siswadi, 2009). Perawat atau petugas kesehatan juga lebih sering melakukan penyuntikan pada dareah deltoid, padahal tidak dianjurkan untuk menyuntikkan insulin di tempat yang sama setiap waktu, karena akan muncul jaringan parut yang dapat mempengaruhi penyerapan insulin (Bararah, 2010). Bila muncul jaringan parut maka penyerapan insulin terpengaruh, sehingga penurunan kadar gula darah 2 jam setelah makan menjadi buruk dan komplikasi diabetes akan mungkin terjadi. Penyerapan insulin tercepat dari dilakukannya penyuntikan adalah dilokasi dinding perut, deltoid, femur dan glutea (PERKENI, 2011). Suntikan dideltoid atau femur akan lebih cepat diserap apabila didukung dengan melakukan olahraga. Suntikan di perut bisa lebih cepat diserap bila kulit perut hangat oleh baju yang dikenakan (Tandra, 2008). Hasil pengumpulan data terhadap 10 orang pasien dengan usia diatas 40 tahun dengan kadar glukosa awal 300-400 mg/dl yang diberikan insulin rapid acting pada abdomen dan deltoid. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dari 5 orang yang diberikan insulin pada abdomen ternyata 4 pasien tidak mengalami penurunan glukosa darah dan 1 orang pasien mengalami penurunan glukosa darah. Diperoleh pula 5 orang yang diberikan insulin pada deltoid ternyata 2 pasien belum mengalami penurunan glukosa darah dan 3 pasien mengalami penurunan glukosa darah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan glukosa darah pada pasien yang diberikan insulin pada abdomen kurang optimal dibandingkan dengan yang diberikan di deltoid. Sementara menurut penelitian Kristiantoro (2014) penderita DM paling baik dilakukan penyuntikan di abdomen. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut, "Adakah perbedaan penyuntikan insulin di abdomen dan di deltoid terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang?” Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Mengetahui perbedaan penyuntikan insulin di abdomen dan di deltoid terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang Perbedaan Penyuntikan Insulin di Abdomen dan di Deltoid terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang 3 menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. METODE PENELITIAN Penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan cara quasi experiment (eksperimen semu). Peneliti menggunakan desain penelitian berbentuk counterbalanced design. Peneliti merancang penelitian yang membandingkan hasil pengukuran glukosa darah pada kelompok I dengan kelompok II dan pengelompokan anggota sampel dilakukan secara acak atau random. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. Jumlah pasien selama tahun 2015 sebanyak 846 pasien sehingga ratarata jumlah pasien perbulan adalah 70 pasien. Jumlah sampel adalah 30 responden terbagi untuk kelompok II dan kelompok I masing-masing sebanyak 15 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang, pada 30 Juli-3 Agustus 2016. Analisa data univariat menggunakan rata-rata dan standar deviasi dari setiap variabel yang diteliti. Analisa data bivariat menggunakan independent t test untuk mengetahui perbedaan penyuntikan insulin di abdomen dan di deltoid terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap. 1. HASIL PENELITIAN Gambaran Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang Sebelum dan Sesudah Diberikan Insulin di Abdomen Tabel 4.1 Gambaran Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Sebelum dan Sesudah Diberikan Insulin di Abdomen Mean SD (mg/dl) (mg/dl) Pretest Posttest 328,4667 244,9333 46,43100 67,45312 Berdasarkan Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang sebelum diberikan insulin di abdomen rata-rata sebesar 328,4667 mg/dl dengan standar deviasi 46,431 mg/dl, sedangkan setelah diberikan insulin di abdomen rata-rata sebesar 244,9333 mg/dl dengan standar deviasi 67,45312 mg/dl. 2. Gambaran Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang Sebelum dan Sesudah Diberikan Insulin di Deltoid Tabel 4.2. Gambaran Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM Tipe 2 Sesudah Penyuntikan Insulin di Abdomen pada Penyuntikan Insulin di Deltoid Pretest Mean (mg/dl) SD (mg/dl) 311,6000 62,22402 Perbedaan Penyuntikan Insulin di Abdomen dan di Deltoid terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang 4 Posttest 289,2667 45,70475 Berdasarkan Tabel 4.2. dapat diketahui bahwa kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang sebelum diberikan insulin di deltoid rata-rata sebesar 311,6000 mg/dl dengan standar deviasi 62,22402 mg/dl, sedangkan setelah diberikan insulin di deltoid rata-rata sebesar 289,2667 mg/dl dengan standar deviasi 45,70475 mg/dl.Selisih glukosa darah pretest dan posttest pemberian insulin di deltoid dan abdomen adalah 61,2 mg/dl. 3. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang Sebelum dan Sesudah Diberikan Insulin di Abdomen. Tabel 4.3. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Rawat Inap Sebelum dan Sesudah Diberikan Insulin di Abdomen. Perlakuan t hitung p-value GD pre- 5,495 0,000 post Abdomen Berdasarkan Tabel 4.3. dapat diketahui bahwa nilai t hitung (5,495) > t tabel (1,701) dengan p-value sebesar 0,000 ( = 0,05), maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang sebelum dan sesudah diberikan insulin di abdomen. 4. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang Sebelum dan Sesudah Diberikan Insulin di Deltoid Tabel 4.4. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Rawat Inap Sebelum dan Sesudah Diberikan Insulin di Deltoid Perlakuan t hitung GD pre1,631 post Deltoid p-value 0,125 Berdasarkan Tabel 4.4. dapat diketahui bahwa nilai t hitung (1,631) < t tabel (1,701) dengan p-value sebesar 0,125 ( = 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang sebelum dan sesudah diberikan insulin di deltoid. 5. Perbedaan Penyuntikan Insulin di Abdomen dan di Deltoid terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Perbedaan Penyuntikan Insulin di Abdomen dan di Deltoid terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang 5 Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang Tabel 4.5. Perbedaan Penyuntikan Insulin Di Abdomen Dan Di Deltoid Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Rawat Inap Mean Abdomen Deltoid 83,6000 17,9286 p value 0,004 Berdasarkan Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa rata-rata selisih kadar glukosa darah yang dilakukan penyuntikan insulin di abdomen sebesar 83,600 mg/dl sedangkan rata-rata kadar penurunan glukosa darah yang dilakukan penyuntikan insulin di deltoid sebesar 17,928 mg/dl. Hasil uji independen t test didapatkan p-value sebesar 0,004 ( = 0,05), maka dapat dikatakan ada perbedaan penyuntikan insulin di abdomen dan di deltoid terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. PEMBAHASAN Kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang sebelum diberikan insulin di abdomen ratarata sebesar 328,4667 mg/dl dengan standar deviasi 46,431 mg/dl, sedangkan setelah diberikan insulin di abdomen rata-rata sebesar 244,9333 mg/dl dengan standar deviasi 67,45312 mg/dl. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yani (2009) yang menemukan bahwa sebelum diberikan intervensi kadar glukosa darah menunjukkan hasil > 300 gr%. Insulin diberikan dengan cara disuntikkan di bawah kulit (subkutan). Jaringan subkutan perut adalah yang terbaik karena penyerapan insulin lebih konsisten dibanding tempat lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Rismayanti (2010) yang menemukan bahwa pemberian insulin melalui dinding abdomen akan secara cepat terserap oleh tubuh. Jaringan subkutan perut adalah yang terbaik karena penyerapan insulin lebih konsisten dibanding tempat lainnya. Kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang sebelum diberikan insulin di deltoid rata-rata sebesar 311,6000 mg/dl dengan standar deviasi 62,22402 mg/dl, sedangkan setelah diberikan insulin di deltoid rata-rata sebesar 289,2667 mg/dl dengan standar deviasi 45,70475 mg/dl. Pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi harian multiple dengan tujuan mencapai kendali kadar gluksa darah yang baik. Selain itu, pemberian dapat juga dilakukan dengan menggunakan pompa insulin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Trijaya dan Pulungan (2002) yang menyatakan bahwa insulin harus disuntikkan secara subkutan dengan melakukan pinched (cubitan) dan jarum suntik harus membentuk sudut 450, atau 900 apabila jaringan subkutannya tebal. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata selisih kadar glukosa darah yang dilakukan penyuntikan insulin Perbedaan Penyuntikan Insulin di Abdomen dan di Deltoid terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang 6 di abdomen sebesar 83,600 mg/dl dengan standar deviasi 58,873 sedangkan rata-rata kadar penurunan glukosa darah yang dilakukan penyuntikan insulin di deltoid sebesar 17,928 mg/dl dengan standar deviasi 52,111 artinya terjadi penurunan sebesar 22,3333 mg/dl. Hasil uji independen t test didapatkan nilai t hitung (3,172) > t tabel (1,701) dengan p-value sebesar 0,004 ( = 0,05), maka dapat dikatakan ada perbedaan penyuntikan insulin di abdomen dan di deltoid terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. Hasil penelitian Rismayanthi (2010) menyebutkan bahwa insulin diberikan dengan cara disuntikan di bawah kulit (subkutan). Jaringan subkutan perut adalah yang terbaik karena penyerapan insulin lebih konsisten dibanding tempat lainnya. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Wisman dan Deliana (2007) yang menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan insulin adalah lokasi penyuntikkan (di abdomen tercepat, kemudian berturut-turut deltoid, femur, dan glutea), kedalaman penyuntikkan (suntikan intra muskular akan mempercepat absorpsi). Hasil penelitian Safitri (2009) menemukan bahwa penyuntikan insulin pada deltoid lebih lama hasil penyerapan insulinnya dibandingkan dengan penyuntikan di abdomen. Pasien berjalan, duduk, bernapas merupakan tindakan-tindakan yang tanpa disadari telah menggerakkan dinding abdomen. Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa luaran klinis pasien yang diberikan terapi insulin akan lebih baik. Insulin, terutama insulin analog, merupakan jenis yang baik karena memiliki profil sekresi yang sangat mendekati pola sekresi insulin normal atau fisiologis. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan insulin adalah lokasi penyuntikkan (di abdomen tercepat, kemudian berturut-turut deltoid, femur, dan glutea), kedalaman penyuntikkan (suntikan intra muskular akan mempercepat absorpsi), jenis insulin, dosis (Wisman dan Deliana, 2007). Penyuntikan dapat dilakukan di daerah yang sama setiap hari, tetapi tidak dianjurkan di titik yang sama. Sebaiknya dilakukan rotasi tempat penyuntikan. Penyuntikan insulin kerja cepat dianjurkan di daerah abdomen sedangkan insulin kerja menengah di daerah femur dan glutea (Trijaya dan Pulungan, 2002). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Ada perbedaan penyuntikan insulin di abdomen dan di deltoid terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang, dengan pvalue sebesar 0,004 (α = 0,05). Penyuntikan insulin di abdomen lebih efektif dibandingkan di deltoid terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang, dengan penurunan perbedaan sebesar 65,67143 mg/dl. Perbedaan Penyuntikan Insulin di Abdomen dan di Deltoid terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang 7 Saran 1. Bagi RSUD Ungaran Sebaiknya rumah sakit mereferensikan kepada perawat untuk memberikan insulin kepada pasien penderita DM di tempat yang tepat yaitu abdomen, kecuali ada hal-hal yang memungkinkan untuk tidak dilakukan ditempat tersebut. 2. Bagi Tenaga Keperawatan Sebaiknya perawat memilih lokasi pemberian insulin yang tepat sebagai salah satu intervensi untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal yaitu di abdomen ketika pasien tidak melakukan aktivitas fisik setelah pemberian insulin. 3. Bagi Penderita Diabetes Mellitus Sebaiknya penderita DM memilih lokasi untuk pemberian insulin di abdomen dan apabila perawat memberikan di tempat yang kurang tepat maka mereka berhak untuk mengingatkan sehingga upaya menurunkan kadar glukosa darah mendapatkan hasil sesuai harapan. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebaiknya peneliti selanjutnya meningkatkan hasil penelitian ini dengan mengendalikan faktor lain yang mempengaruhi hasil penelitian ini misalnya menambahkan variabel waktu penyuntikan sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih optimal. Penelitian selanjutnya juga mengendalikan faktor pola makan pasien selama menjalani perawatan. Baradero, Daryt & Siswadi (2009). Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC. Bararah (2010). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya. Dinkes Kab. Semarang (2014). Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2012 Dinkes Prov Jateng (2012). Profil Kesehatan Jawa Tengah 2012. Semarang Kristiantoro (2014). Evaluasi cara penggunaan injeksi insulin penpada pasien DM di RS “X” Purwodadi menunjukkan penderita DM di RS “X” Purwodadi PERKENI (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe. 2 di Indonesia. Jakarta. Setiati (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI. Tandra (2008). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang-Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wijaya & Putri (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika. DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Penyuntikan Insulin di Abdomen dan di Deltoid terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang 8