perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BAB I

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karsinoma nasofaring merupakan penyakit yang sering ditemukan di
seluruh dunia dan jumlahnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Resiko terbesar terutama pada laki-laki usia 40-60 tahun di mana pada usia
teriebut seorang kepala keluarga memasuki masa puncak karier dan dituntut
lebih secara finansial oleh keluarga (Delfitri, 2009).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak
dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, di mana karsinoma
nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekwensi
tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama.
Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan
daerah transisional di mana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa
(Harry, 2002).
Penanganan karsinoma nasofaring stadium dini dengan radioterapi masih
merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan
memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pada stadium lanjut,
diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan
radioterapi (Harry, 2002).
Pilihan paling tepat untuk terapi radiasi karsinoma nasofaring pada
stadium dini (stadium I dan II)
adalah
terapi penyinaran, di mana terapi ini
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pada keadaan
stadium lanjut (stadium III dan IV) diperlukan kombinasi terapi penyinaran
(radioterapi) dan obat anti kanker (kemoterapi). Mengetahui stadium
Karsinoma Nasofaring merupakan hal yang paling penting dalam menentukan
keberhasilan pengobatan (Gunungsitoli, 2008). Terapi ini dilakukan dengan
radiasi eksterna yang mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin pada daerah
yang luas dan memelihara jaringan sehat di sekitarnya (Tjokorda et al., 1997).
Terapi radiasi dapat membawa pengaruh buruk terhadap organ tubuh manusia.
Pengaruh ini dapat bermacam-macam tergantung jumlah dosis dan luas
lapangan radiasi yang diterima (Rasad et al., 2001). Maka penggunaan radiasi
harus sangat hati-hati dan dibatasi untuk mencegah terjadinya efek biologi
yang berbahaya (Edwards et al., 1990).
Tubuh manusia terdiri dari berbagai tipe sel dan jaringan dengan
berbagai derajat radiosensitifitas (Edwards et al., 1990). Salah satu organ yang
mempunyai kepekaan paling tinggi terhadap radiasi adalah sumsum tulang
dalam kaitannya dengan sistem hemopoeitik, di mana perubahan-perubahan
jumlah susunan darah merupakan indikator yang paling sensitif terhadap
penyinaran akut yang berlebihan (Cember, 1988).
Pada penelitian ini akan dicoba untuk membuktikan adanya penurunan
jumlah sel leukosit pada penderita karsinoma nasofaring pasca radiasi.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada penurunan jumlah sel leukosit pada penderita karsinoma
nasofaring pasca radiasi?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui adanya penurunan jumlah sel leukosit pada penderita
karsinoma nasofaring pasca radiasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Penelitian ini menambah pengetahuan tentang efek yang dapat
ditimbulkan oleh terapi radiasi terhadap jumlah sel leukosit pada pasien
karsinoma nasofaring.
2. Aspek Aplikatif
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk selalu mengontrol
kondisi jumlah sel leukosit saat sebelum dan setelah terapi radiasi pada pasien
karsinoma nasofaring.
commit to user
Download