ABSTRAK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

advertisement
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN
DI INDONESIA
Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat
pengangguran di Indonesia dan untuk mengetahui variabel yang paling dominan dan
mempunyai hubungan yang kuat terhadap tingkat penganguran di Indonesia.
Data yang dianalisis adalah data sekunder berbentuk time series , yaitu tingkat
bunga, utang luar negeri dan tingkat pengangguran di Indonesia. Analisis data
menggunakan metode estimasi regresi persamaan simultan atau SEM (Structural
Equation Modelling).
Penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan tingkat bunga dan utang luar
negeri, berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran. Secara parsial tingkat
bunga berpengaruh positif dan signifikan. Selanjutnya utang luar negeri berpengaruh
negatif dan significant. Dan variabel yang paling dominan dan mempunyai hubungan
yang kuat terhadap tingkat pengangguran adalah variabel tingkat bunga.
k ata k unci: tingk at bunga, utang luar negeri dan tingk at penganggguran
A. LATAR BELAKANG
Stabilitas sistem keuangan pada tahun 2010 tetap terjaga. Industri perbankan semakin
solid sebagaimana tercermin pada tngginya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
Rato) dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) yang rendah. Selain itu,
intermediasi perbankan juga semakin membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang
mencapai 22,8%. Kinerja pasar saham dan pasar obligasi didukung oleh menurunnya
risiko investasi dan relatf menariknya imbal hasil sehingga menarik masuknya arus
modal asing ke instrumen tersebut. Sejak awal tahun, yang antara lain disebabkan oleh
kesinambungan fiskal yang relatf terjaga. Di pasar uang, likuiditas meningkat dan suku
bunga cenderung mengarah ke batas bawah koridor. Hal ini mengindikasikan
melimpahnya likuiditas di sektor perbankan dan preferensi perbankan yang masih
cenderung menempatkan kelebihan likuiditasnya pada instrumen jangka pendek.
Berbagai perkembangan di atas tdak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh
oleh Bank Indonesia dan Pemerintah. Bank Indonesia mengarahkan penerapan
kebijakan moneter pada upaya pencapaian sasaran infasi dan untuk menjaga stabilitas
makroekonomi.
Bank Indonesia juga menempuh langkah bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial dalam rangka mengelola likuiditas perbankan dan arus masuk modal
asing. Kebijakan perbankan dan sistem pembayaran diarahkan pada peningkatan
ketahanan, efsiensi, dan fungsi intermediasi perbankan, serta menjamin terciptanya
sistem pembayaran yang efsien, handal, mudah dan aman. Sementara itu, kebijakan
pemerintah diarahkan pada upaya memperkuat daya dukung perekonomian yang lebih
bersifat struktural melalui percepatan pembangunan infrastruktur dan penyediaan
energi, mengatasi gangguan pasokan bahan pangan, serta menjaga daya beli
masyarakat.
Menurut data BI yang bahwa sampai dengan maret 2001 jumlah hutang luar
negeri pemerintah dan swasta mencapai U$D 138,244 juta. Perdebatan timbul
dimasyarakat apakah pinjaman luar negeri sebaiknya dihentikan atau diteruskan,
dengan catatan jumlah utang yang diterima semakin berkurang karena sejak tahun
anggaran 1987/1988 sampai dengan tahun anggaran 1995/1996 kewajiban membayar
cicilan pokok dan bunga pinjaman sudah diatas 40 persen dari seluruh anggaran rutin
dalam APBN. Mulai pelita IV, jumlah cicilan pokok dan bunga pinjaman luar negeri rata-
rata 41,2 persen dari pengeluaran rutin (26 persen terhadap APBN). Pelita V menjadi
43 persen (25,4 persen terhadap APBN) sedangkan pada pelita VI sekitar 37,9 persen
(23,9 persen terhadap APBN). Namun tidak realistis apabila pendapat menghentikan
hutang sama sekali dilakukan mengingat kemampuan untuk membiayai kegiatan
pembangunan maupun membiayai proyek-proyek swasta sangatlah terbatas. Terlepas
dari efektivitas dan dugaan kebocoran penggunaan pinjaman luar negeri. Pemerintah
masih memerlukan pinjaman, mengingat arus atau masa pengembalian cician pokok
dan bunga yang jumlahnya semakin meningkat setiap tahun dimana pembayaran
cicilan pokok dan bunga pinjaman luar negeri tahun anggaran 1988/1989 mencapai 52
persen dari anggaran rutin atau 33 persen dari seluruh APBN. Sedang devisa sebagai
hasil ekspor tidak bisa mengimbangi arus devisa keluar, sehingga diperlukan devisa
melalui pinjaman untuk menyeimbangkan neraca pembayaran.
Pinjaman luar negeri sebagai salah satu sumber devisa dapat menjadi alat
stabilitas perekonomian nasional dalam menyeimbangkan neraca pembayaran akibat
kebutuhan pembiayaan bagi barang modal, teknologi maupun bahan baku yang harus
diimpor. Pinjaman tersebut dapat menjadi faktor pendorong kegiatan ekonomi secara
cepat apabila perencanaan dan penggunaan pinjaman luar negeri dilakukan secara
baik dan hati-hati. Pembangunan infrastruktur dapat dipercepat, yang menghasilkan
efek multiplier pada kegiatan ekonomi lainnya, baik sektor transportasi, maupun
manufaktur sehingga memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha
lainnya.
Dalam
melakukan
pinjaman
luar
negeri,
pemerintah
senantiasa
mempertimbangkan beberapa hal diantaranya ekspor dan tingkat suku bunga luar
negeri. Dengan tingkat suku bunga luar negeri, pemerintah akan mempertimbangkan
pinjaman yang akan dilakukan dengan mengukur tinggi rendahnya suku bunga luar
negeri yang terjadi, sedangkan ekspor dari Negara peminjam dijadikan indicator bagi
Negara
pemberi
pinjaman dalam mengucurkan dananya. Ini dikaitkan dengan
kemampuan Negara tersebut menghasilkan devisa dalam rangka pembiayaan kembali
cicilan hutang luar negeri beserta bunganya.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 terus membaik, didukung oleh
permintaan domestk yang solid dan kondisi eksternal yang kondusif yang berdampak
positif
bagi penyerapan tenaga kerja.
Data ketenagakerjaan terakhir menunjukkan
tingkat pengangguran yang berada dalam tren menurun, disertai adanya pergeseran
struktur tenaga kerja yang kembali kepada sektor formal, dan membaiknya kualitas
pendidikan tenaga kerja. Angka pengangguran terbuka tahun 2010 tercatat sebesar
7,14%, lebih rendah dibanding periode tahun sebelumnya yang sebesar 7,87%.
Sementara itu, komposisi partsipasi angkatan kerja pada sektor formal meningkat dari
30% pada tahun 2009 menjadi 33%. Pulihnya kembali peran sektor formal dalam
penyerapan tenaga kerja diharapkan berdampak positf pada kesinambungan konsumsi
rumah tangga, terutama dengan lebih terjaminnya tngkat pendapatan yang memadai.
Perkembangan positf lainnya juga terlihat pada kualitas tenaga kerja yang membaik
.Program wajib belajar 9 tahun merupakan salah satu faktor yang turut memengaruhi
perbaikan kualitas pendidikan tenaga kerja tersebut. Walaupun secara secara
keseluruhan kondisi ketenagakerjaan terlihat berada dalam tren yang membaik,
persoalan terkait tngginya pengangguran yang dimiliki tngkat pendidikan tnggi dan daya
serap perekonomian terhadap tenaga kerja tetap perlu menjadi perhatian.
Pasca tahun 1997, pertumbuhan ekonomi lebih bertumpu pada sektor nontradable, sementara sektor tradable meskipun membaik namun cenderung tumbuh
pada tngkat yang relatf moderat. Karakterisik sektor non-tradable yang lebih bersifat
padat modal menyebabkan pertumbuhan yang tnggi tdak serta merta memperkuat daya
serap tenaga kerja. Sementara sektor tradable, kecuali sektor pertambangan,
cenderung bersifat padat karya. Namun, dengan tngkat pertumbuhan sektor tradable
yang moderat, maka dampaknya pada penciptaan lapangan kerja baru juga tdak begitu
besar. Cerminan tngkat penyerapan tenaga kerja sektoral tersebut juga dapat dilihat
dari keeratan hubungan antara pertumbuhan PDB masing-masing sektor dengan
pertumbuhan tenaga kerjanya. Berdasarkan nilai korelasi rekursif, diperoleh indikasi
bahwa sektor non-tradable pada umumnya mempunyai keeratan hubungan yang lebih
lemah
ketimbang
sektor
tradable.
Sementara
itu,
persoalan
tngginya
angka
pengangguran pada jenjang pendidikan diploma dan perguruan tnggi juga menjadi
salah satu agenda pentng yang perlu memperoleh prioritas penanganan. Gejala ini di
satu sisi merupakan indikasi dari kurangnya ketersediaan lapangan kerja di sektor
formal untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja berlatar belakang pendidikan tnggi.
Meskipun perkembangan lapangan kerja sektor formal sudah membaik namun masih
perlu dipacu lebih cepat agar pengangguran yang berpendidikan tinggi ini dapat
berkurang disertai upaya meningkatkan paradigma kewiraswastaan. .
Dalam dinamika proses pembangunan yang tengah berjalan dewasa ini tingkat
pengangguran
merupakan
masalah
yang
timbul
karena
terdapat
berbagai
ketidakseimbangan perekonomian nasional. Masalah tingkat pengangguran ini timbul
sebagai akibat pertambahan angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh pertumbuhan
angkatan kerja yang dapat diciptakan oleh kegiatan-kegiatan ekonomi yang baru
maupun perluasan yang lama. Maka selama periode 2000-2003 terlihat bahwa pencari
kerja di Indonesia cenderung meningkat dimana tahun 2000 sebanyak 5.813.213 orang,
pada tahun 2001 pencari kerja sebanyak 8.005.031 orang dan pada tahun 2002 pencari
kerja sebanyak 9.132.104 orang. Sedang tahun 2003 meningkat menjadi 9.531.190
orang atau naik sekitar 4,37 persen. Adanya peningkatan jumlah pencari kerja di
Indonesia yang diikuti dengan bertambahnya jumlah pengangguran.
Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi belum dapat memperbaiki tingkat
pengangguran. Selama 2004, tingkat pengangguran encapai 9,4 persen, relatif tidak
berubah
dibanding
tahun
pengangguran yang
tidak
sebelumnya
yang
mencapai
9,5
persen.
Kondisi
menunjukkan perbaikan tersebut tidak terlepas dari
permasalahan yang terjadi di sektor rill. Ketersediaan lapangan kerja yang lebih kecil
dari jumlah pencari kerja ditengarai didorong oleh kegiatan sektor produksi yang kurang
memadai bagi penciptaan lapangan kerja. Selain itu kualitas pencari kerja yang tidak
sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan, serta maraknya kasus pemutusan hubungan
kerja (PHK) dan pemulangan tenaga kerja Indonesia, turut menyumbang besarnya
angka pengangguran di 2004.
b. Metode penelitian
Untuk mengetahui pengaruh tingkat bunga (x1), utang luar negeri (X2), terhadap
tingkat pengangguran (Y) data dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif
melalui metode statistik, yaitu dengan Structural Equation Modelling (SEM)yang
dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut:
Y = f (X1, X2,)
(1)
Dari persamaan (1), andaikan mengikuti fungsi Cobb-Douglas (non linear) maka
model persamaan yang dikembangkan adalah:
1
2
Y1  0 X 1 X 2 e X11 1
(2)
Dimana A 0, β1, β2,, adalah parameter.
Persamaan (2) merupakan persamaan non-linier dan dapat dinyatakan bentuk
lain untuk estimasi regresi linier dengan mentransper ke dalam bentuk logaritma natural
sebagai berikut:
LnY  Ln  0   1 X 1   2 LnX 2   1
(3)
Dimana
Ln A0= konstanta
Y=
Tingkat pengangguran diukur dari persentase yang sedang mencari pekerjaan
terhadap angkatan kerja
X1 = Tingkat suku bunga (persen)
X2 = utang luar negeri (juta USD)
 1 adalah pengaruh tingkat bunga terhadap tingkat pengangguran
 2 adalah pengaruh utang luar negeri terhadap tingkat pengangguran
ε1 adalah error term dari tingkat pengangguran
c. DEFINISI OPERASIONAL
Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dirumuskan beberapa
definisi operasional sebagai berikut:
a. Tingkat bunga adalah harga yang terjadi dipasar uang dan modal. Tingkat bunga
yang digunakan adalah tingkat bunga pinjaman yang dinyatakan dalam persentase
(persen) pertahun.
b. Utang luar negeri adalah semua pinjaman konvensional dan bantuan pemerintah
dalam bentuk uang dan barang, yang secara umum ditujukan untuk mengaktifkan
sumber-sumber dari Negara-negara kaya kenegara-negara dunia ketiga dengan
tujuan utama untuk pembangunan. Utang luar negeri pemerintah dan swasta dalam
jutaan US$ pertahun.
c. Tingkat pengangguran adalah: angka yang menunjukkan persentase yang sedang
mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja pertahun
d. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Estimasi Pengaruh Tingkat Bunga, Utang Luar Negeri, terhadap tingkat
pengangguran di Indonesia
Hasil estimasi persamaan simultan untuk secara parsial tentang pengaruh tingkat
bunga, dan utang luar negeri, terhadap tingkat pengangguran secara ringkas dapat
dilihat pada Tabel berikut:
Tabel. Hasil Estimasi Pengaruh Tingkat Bunga, dan Utang Luar Negeri, i Terhadap
Tingkat Pengangguran di Indonesia
Variabel
B
SE
T
Sig
Constant
1,597
24,802
0,064
0,000
Tingkat Bunga/ (X 1)
0,309
0,179
1,725
0,084***
Utang luar negeri/
(X2)
-0,209
2,585
-0,081
0,000
R2 = 0,975
Adjust R2 = 0,964
N = 21
Catatan :
Y = 1,597 + 0,309X 1 - 0,209LnX2
(0,064)
(1,725)
(-0,081)
*) Signifikan pada taraf nyata 1 persen
**) Signifikan pada taraf nyata 5 persen
***) Signifikan pada taraf nyata 10 persen
ns) Tidak Signifikan
Beberapa keputusan yang dapat diambil dari Tabel hasil estimasi di atas adalah:
Pertama, kelayakan model dapat diketahui dengan melihat nilai koefisien determinasai
(R2). Nilai yang ditemukan adalah 0,975. Hal ini dapat berarti bahwa variasi variabel
independen yaitu tingkat bunga, dan utang luar negeri,
dapat menjelaskan variasi
variabel dependen yaitu tingkat pengangguran sebesar 97,5 persen. Dengan demikian
variasi variabel lain yang menjelaskan tingkat pengangguran yang tidak diperhitungkan
ke dalam model hanya sebesar 2,5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa model
ini sangat layak. Demikian pula jika dilihat dari koefisien korelasi model ini yai tu 0,987.
Hal ini dapat berarti bahwa hubungan antara variabel independen yaitu tingkat bunga,
dan, utang luar negeri dengan variabel dependen yaitu tingkat pengangguran adalah
sangat kuat.
Kedua, uji t digunakan untuk melihat tingkat signifikan model secara parsial atau
menguji keberartian pengaruh variabel independen yaitu tingkat bunga, dan utang luar
negeri terhadap variabel dependen yaitu tingkat pengangguran Variabel independen
yaitu tingkat bunga berpengaruh positif dengan tingkat
signifikan
=10% terhadap
tingkat pengangguran.. Utang luar negeri berpengaruh negatif dengan tingkat signifikan
=1%. terhadap tingkat pengangguran.
Ketiga, nilai konstanta adalah sebesar 1,597. Nilai ini berarti bahwa apabila
tingkat bunga, dan utang luar negeri, maka persentase tingkat pengangguran sebesar
1,597 persen. Nilai
koefisien regresi
tingkat
bunga adalah sebesar 0,309. Hal ini
dapat berarti jika tingkat bunga meningkat 1persen maka tingkat pengangguran akan
meningkat sebesar 0,309 persen dengan asumsi variabel independen lainnya tetap. Hal
disebabkan penurunan investasi akibat menurunnya permintaan akan mempengaruhi
jumlah tenaga kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat pengangguran.
Dimana tingkat bunga merupakan indikator moneter yang cukup penting dalam menilai
perekonomian suatu negara. Tingkat bunga yang tinggi memberikan indikasi yang
kurang baik dalam perekonomian suatu negara. Hal ini sejalan teori Keynes bahwa
tingkat bunga merupakan fenomena moneter dan ditentukan oleh penawaran dan
permintaan akan uang. Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi keinginan untuk
mengadakan investasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi GNP.
Nilai koefisien regresi utang luar negeri adalah sebesar -0,209. Hal ini dapat
berarti jika utang luar negeri meningkat 1 persen, maka tingkat pengangguran akan
turun sebesar 0,209 persen dengan asumsi variabel independen lainnya tetap. Hal ini
didorong oleh kenaikan penarikan utang luar negeri sektor swasta yang tajam baik
perusahaan PMA maupun non-PMA, untuk membiayai kegiatan usahanya di dalam
negeri yang mencapai $ 11,6 miliar dibandingkan $ 7,7 miliar pada tahun lalu.
Meningkatnya kemampuan pihak swasta domestik memperoleh pinjmanan dari kreditur
luar negeri menunjukkan semakin meningkatnya kepercayaaan pihak kreditur luar
negeri terhadap perekonomian Indonesia sehingga jalur kredit ke Indonesia terbuka
secara bertahap. Sementara itu, searah dengan meningkatnya kecenderungan arus
modal asing ke negara berkembang khususnya Asia, investasi portofolio di Indonesia
oleh investor asing meningkat pada 2004. meskipun arus masuk modal asing sektor
swasta ke Indonesia masih belum sebesar periode krisis, arus masuk modal jangka
panjang secara bertahap sudah menunjukkan perkembangan yang membaik dari tahun
ke tahun. Peningkatan arus modal asing tersebut disamping diepngaruhi oleh faktor
eksternal juga oleh faktor internal, seperti menurunnya resiko investasi
dan semakin
beragamnya pilihan penempatan dipasar keuangan domestik. Meskipun berada
investasi Indonesia
masih berada pada tingkat non investment grade, keyakinan
investor asing terus meningkat sejalan dengan perkembangan yang terus membaik. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Todaro bahwa pinjaman luar negeri sebagai salah satu
sumber
devisa
dapat
menjadi
alat
stabilitas
perekonomian
nasional
dalam
menyeimbangkan neraca pembayaran akibat kebutuhan pembiayaan bagi barang
modal, teknologi maupun bahan baku yang harus diimpor. Pinjaman tersebut dapat
menjadi faktor pendorong kegiatan ekonomi secara cepat apabila perencanaan dan
penggunaan pinjaman luar negeri dilakukan secara baik dan hati-hati. Pembangunan
infrastruktur dapat dipercepat, yang menghasilkan efek multiplier pada kegiatan
ekonomi lainnya, baik sektor transportasi, maupun manufaktur sehingga memperluas
kesempatan kerja dan menurunkan tingkat pengangguran.
ANALISIS
PENGARUH
LANGSUNG DAN
PENGARUH
TIDAK
TINGKAT BUNGA, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP
LANGSUNG
TINGKAT
PENGANGGURAN
Berdasarkan hasil estimasi model SEM pengaruh tingkat bunga, danutang luar
negeri terhadap tingkat pengangguran, dimana pada hasil signifikansi secara parsial
terdapat beberapa variabel independen yang tidak berpengaruh secara nyata,
sementara hasil koefisien determinasi sangatlah tinggi Hasil ini tidak membuat model
menjadi tidak layak, apalagi jika melihat uji signifikansi secara simultan yang
menunjukkan hasil yang sangat nyata.. Untuk dapat menjelaskan secara benar dan
tepat keberartian pengaruh variabel independen tingkat bunga, dan utang luar negeri
terhadap tingkat pengangguran diperlukan alat analisis lanjutan, yang dalam kasus ini
menggunakan analisis koefisien lintas (path analysis).
Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tak Langsung Variabel Indepanden terhadap
Variabel Dependen
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Efek
Direct
Indirect
Total
Tingkat Bunga
Tingkat
pengangguran
0,309
-0,118
0,192
Utang luar negeri
Tingkat
pengangguran
-0,209
-3,298
-3,507
Efek langsung tingkat bunga terhadap tingkat pengangguran sebesar
0,309
tidak langsung -0,118 dan secara total 0,192. Efek langsung utang luar negeri terhadap
tingkat pengangguran -0,209, tidak langsung -3,298 dan secara total -3,507.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini,
maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil uji dengan metode analisis SEM (Struktural Equation Model),
diperoleh kesimpulan
hasil penelitian tentang pengaruh tingkat bunga, dan utang
luar negeri terhadap tingkat pengangguran sbb :

Tingkat
bunga
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
tingkat
pengangguran di Indonesia. Peningkatan tingkat bunga menyebabkan terjadi
peningkatan tingkat pengangguran melalui investasi. Meskipun peningkatan
masih relatif
kecil tapi perlu dicermati bahwa tngkat bunga yang tinggi
memberikan indikasi kurang baik terhadap perekonomian suatu negara sehingga
perlu diupayakan tingkat bunga yang layak.

Utang
luar
negeri
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
tingkat
pengangguran di Indonesia. Peningkatan utang luar negeri dalam hal investasi
swasta akan mendorong peningkatan investasi dalam negeri sehingga akan
menyebabkan penurunan tingkat pengangguran di Indonesia.
Saran
Berdasarkan pada kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran-saran sebagai
berikut:
1. Pemerintah perlu memperbaiki kestabilan iklim politk, dan keamanan yang
memadai, penyelesaian konflik sosial, serta kepastian hukum bagi dunia usaha
atas investasi yang dilakukan sehingga dapat mengembalikan kepercayaan para
investor untuk menanamkan modalnya dan untuk mencegahnya modal yang
keluar yang jelas merugikan perekonomian negera serta dapat menekan tingkat
pengangguran.
2. Meningkatkan konsilidasi dibidang fiskal, terutama dalam hal mempertahankan
keseimbangan APBN dengan cara meningkatkan penerimaan (terutama dari
pajak) dan menekankan pengeluaran untuk menutupi pembayaran cicilan pokok
dan bunga utang luar negeri yang kian meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alkadri 1990. Dampak Harga Dan Produksi Terhadap Volume Ekspor Minyak
Bumi Indonesia : Kajian Tahun 1969/70-1988/1989. Padang
2. _______, 1998. Dampak Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dan Tabungan Domestic Di Indonesia: Kajian 1969-1996. Tesis, Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung
3. Arsyad, Lincolin, Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi
Daerah BPFE Yogyakarta, 1999, Cetakan 1
4. Andersen, 2002 Pengaruh Pinjaman Luar Terhadap Pendapatan Regional
Bruto Propinsi Kaltim, Tesis Pasca Sarjana Unhas, Makassar
5. Anonim, 1990-2004. Indikator Ekonomi Indonesia,
6. ------------BPS Jakarta, 1983-2003. Statistik Indonesia,
7. -----------BPS Jakarta,1990-2004. Laporan Perekonomian Indonesia Jakarta
8. Don Bellante and Mark Jakcson, 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Lembaga
Penerbit FE-UI. Jakarta.
9. Juoro, U. (1995). Pengaruh Pinjaman Luar Negeri dan Penanaman Modal
Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Mimeo, 8 Juni
Download