ABSTRAK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran di Indonesia dan untuk mengetahui variabel yang paling dominan dan mempunyai hubungan yang kuat terhadap tingkat penganguran di Indonesia. Data yang dianalisis adalah data sekunder berbentuk time series , yaitu tingkat bunga, utang luar negeri dan tingkat pengangguran di Indonesia. Analisis data menggunakan metode estimasi regresi persamaan simultan atau SEM (Structural Equation Modelling). Penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan tingkat bunga dan utang luar negeri, berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran. Secara parsial tingkat bunga berpengaruh positif dan signifikan. Selanjutnya utang luar negeri berpengaruh negatif dan significant. Dan variabel yang paling dominan dan mempunyai hubungan yang kuat terhadap tingkat pengangguran adalah variabel tingkat bunga. k ata k unci: tingk at bunga, utang luar negeri dan tingk at penganggguran A. LATAR BELAKANG Stabilitas sistem keuangan pada tahun 2010 tetap terjaga. Industri perbankan semakin solid sebagaimana tercermin pada tngginya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Rato) dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) yang rendah. Selain itu, intermediasi perbankan juga semakin membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang mencapai 22,8%. Kinerja pasar saham dan pasar obligasi didukung oleh menurunnya risiko investasi dan relatf menariknya imbal hasil sehingga menarik masuknya arus modal asing ke instrumen tersebut. Sejak awal tahun, yang antara lain disebabkan oleh kesinambungan fiskal yang relatf terjaga. Di pasar uang, likuiditas meningkat dan suku bunga cenderung mengarah ke batas bawah koridor. Hal ini mengindikasikan melimpahnya likuiditas di sektor perbankan dan preferensi perbankan yang masih cenderung menempatkan kelebihan likuiditasnya pada instrumen jangka pendek. Berbagai perkembangan di atas tdak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah. Bank Indonesia mengarahkan penerapan kebijakan moneter pada upaya pencapaian sasaran infasi dan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Bank Indonesia juga menempuh langkah bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dalam rangka mengelola likuiditas perbankan dan arus masuk modal asing. Kebijakan perbankan dan sistem pembayaran diarahkan pada peningkatan ketahanan, efsiensi, dan fungsi intermediasi perbankan, serta menjamin terciptanya sistem pembayaran yang efsien, handal, mudah dan aman. Sementara itu, kebijakan pemerintah diarahkan pada upaya memperkuat daya dukung perekonomian yang lebih bersifat struktural melalui percepatan pembangunan infrastruktur dan penyediaan energi, mengatasi gangguan pasokan bahan pangan, serta menjaga daya beli masyarakat. Menurut data BI yang bahwa sampai dengan maret 2001 jumlah hutang luar negeri pemerintah dan swasta mencapai U$D 138,244 juta. Perdebatan timbul dimasyarakat apakah pinjaman luar negeri sebaiknya dihentikan atau diteruskan, dengan catatan jumlah utang yang diterima semakin berkurang karena sejak tahun anggaran 1987/1988 sampai dengan tahun anggaran 1995/1996 kewajiban membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman sudah diatas 40 persen dari seluruh anggaran rutin dalam APBN. Mulai pelita IV, jumlah cicilan pokok dan bunga pinjaman luar negeri rata- rata 41,2 persen dari pengeluaran rutin (26 persen terhadap APBN). Pelita V menjadi 43 persen (25,4 persen terhadap APBN) sedangkan pada pelita VI sekitar 37,9 persen (23,9 persen terhadap APBN). Namun tidak realistis apabila pendapat menghentikan hutang sama sekali dilakukan mengingat kemampuan untuk membiayai kegiatan pembangunan maupun membiayai proyek-proyek swasta sangatlah terbatas. Terlepas dari efektivitas dan dugaan kebocoran penggunaan pinjaman luar negeri. Pemerintah masih memerlukan pinjaman, mengingat arus atau masa pengembalian cician pokok dan bunga yang jumlahnya semakin meningkat setiap tahun dimana pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman luar negeri tahun anggaran 1988/1989 mencapai 52 persen dari anggaran rutin atau 33 persen dari seluruh APBN. Sedang devisa sebagai hasil ekspor tidak bisa mengimbangi arus devisa keluar, sehingga diperlukan devisa melalui pinjaman untuk menyeimbangkan neraca pembayaran. Pinjaman luar negeri sebagai salah satu sumber devisa dapat menjadi alat stabilitas perekonomian nasional dalam menyeimbangkan neraca pembayaran akibat kebutuhan pembiayaan bagi barang modal, teknologi maupun bahan baku yang harus diimpor. Pinjaman tersebut dapat menjadi faktor pendorong kegiatan ekonomi secara cepat apabila perencanaan dan penggunaan pinjaman luar negeri dilakukan secara baik dan hati-hati. Pembangunan infrastruktur dapat dipercepat, yang menghasilkan efek multiplier pada kegiatan ekonomi lainnya, baik sektor transportasi, maupun manufaktur sehingga memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha lainnya. Dalam melakukan pinjaman luar negeri, pemerintah senantiasa mempertimbangkan beberapa hal diantaranya ekspor dan tingkat suku bunga luar negeri. Dengan tingkat suku bunga luar negeri, pemerintah akan mempertimbangkan pinjaman yang akan dilakukan dengan mengukur tinggi rendahnya suku bunga luar negeri yang terjadi, sedangkan ekspor dari Negara peminjam dijadikan indicator bagi Negara pemberi pinjaman dalam mengucurkan dananya. Ini dikaitkan dengan kemampuan Negara tersebut menghasilkan devisa dalam rangka pembiayaan kembali cicilan hutang luar negeri beserta bunganya. Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 terus membaik, didukung oleh permintaan domestk yang solid dan kondisi eksternal yang kondusif yang berdampak positif bagi penyerapan tenaga kerja. Data ketenagakerjaan terakhir menunjukkan tingkat pengangguran yang berada dalam tren menurun, disertai adanya pergeseran struktur tenaga kerja yang kembali kepada sektor formal, dan membaiknya kualitas pendidikan tenaga kerja. Angka pengangguran terbuka tahun 2010 tercatat sebesar 7,14%, lebih rendah dibanding periode tahun sebelumnya yang sebesar 7,87%. Sementara itu, komposisi partsipasi angkatan kerja pada sektor formal meningkat dari 30% pada tahun 2009 menjadi 33%. Pulihnya kembali peran sektor formal dalam penyerapan tenaga kerja diharapkan berdampak positf pada kesinambungan konsumsi rumah tangga, terutama dengan lebih terjaminnya tngkat pendapatan yang memadai. Perkembangan positf lainnya juga terlihat pada kualitas tenaga kerja yang membaik .Program wajib belajar 9 tahun merupakan salah satu faktor yang turut memengaruhi perbaikan kualitas pendidikan tenaga kerja tersebut. Walaupun secara secara keseluruhan kondisi ketenagakerjaan terlihat berada dalam tren yang membaik, persoalan terkait tngginya pengangguran yang dimiliki tngkat pendidikan tnggi dan daya serap perekonomian terhadap tenaga kerja tetap perlu menjadi perhatian. Pasca tahun 1997, pertumbuhan ekonomi lebih bertumpu pada sektor nontradable, sementara sektor tradable meskipun membaik namun cenderung tumbuh pada tngkat yang relatf moderat. Karakterisik sektor non-tradable yang lebih bersifat padat modal menyebabkan pertumbuhan yang tnggi tdak serta merta memperkuat daya serap tenaga kerja. Sementara sektor tradable, kecuali sektor pertambangan, cenderung bersifat padat karya. Namun, dengan tngkat pertumbuhan sektor tradable yang moderat, maka dampaknya pada penciptaan lapangan kerja baru juga tdak begitu besar. Cerminan tngkat penyerapan tenaga kerja sektoral tersebut juga dapat dilihat dari keeratan hubungan antara pertumbuhan PDB masing-masing sektor dengan pertumbuhan tenaga kerjanya. Berdasarkan nilai korelasi rekursif, diperoleh indikasi bahwa sektor non-tradable pada umumnya mempunyai keeratan hubungan yang lebih lemah ketimbang sektor tradable. Sementara itu, persoalan tngginya angka pengangguran pada jenjang pendidikan diploma dan perguruan tnggi juga menjadi salah satu agenda pentng yang perlu memperoleh prioritas penanganan. Gejala ini di satu sisi merupakan indikasi dari kurangnya ketersediaan lapangan kerja di sektor formal untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja berlatar belakang pendidikan tnggi. Meskipun perkembangan lapangan kerja sektor formal sudah membaik namun masih perlu dipacu lebih cepat agar pengangguran yang berpendidikan tinggi ini dapat berkurang disertai upaya meningkatkan paradigma kewiraswastaan. . Dalam dinamika proses pembangunan yang tengah berjalan dewasa ini tingkat pengangguran merupakan masalah yang timbul karena terdapat berbagai ketidakseimbangan perekonomian nasional. Masalah tingkat pengangguran ini timbul sebagai akibat pertambahan angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh pertumbuhan angkatan kerja yang dapat diciptakan oleh kegiatan-kegiatan ekonomi yang baru maupun perluasan yang lama. Maka selama periode 2000-2003 terlihat bahwa pencari kerja di Indonesia cenderung meningkat dimana tahun 2000 sebanyak 5.813.213 orang, pada tahun 2001 pencari kerja sebanyak 8.005.031 orang dan pada tahun 2002 pencari kerja sebanyak 9.132.104 orang. Sedang tahun 2003 meningkat menjadi 9.531.190 orang atau naik sekitar 4,37 persen. Adanya peningkatan jumlah pencari kerja di Indonesia yang diikuti dengan bertambahnya jumlah pengangguran. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi belum dapat memperbaiki tingkat pengangguran. Selama 2004, tingkat pengangguran encapai 9,4 persen, relatif tidak berubah dibanding tahun pengangguran yang tidak sebelumnya yang mencapai 9,5 persen. Kondisi menunjukkan perbaikan tersebut tidak terlepas dari permasalahan yang terjadi di sektor rill. Ketersediaan lapangan kerja yang lebih kecil dari jumlah pencari kerja ditengarai didorong oleh kegiatan sektor produksi yang kurang memadai bagi penciptaan lapangan kerja. Selain itu kualitas pencari kerja yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan, serta maraknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemulangan tenaga kerja Indonesia, turut menyumbang besarnya angka pengangguran di 2004. b. Metode penelitian Untuk mengetahui pengaruh tingkat bunga (x1), utang luar negeri (X2), terhadap tingkat pengangguran (Y) data dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif melalui metode statistik, yaitu dengan Structural Equation Modelling (SEM)yang dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut: Y = f (X1, X2,) (1) Dari persamaan (1), andaikan mengikuti fungsi Cobb-Douglas (non linear) maka model persamaan yang dikembangkan adalah: 1 2 Y1 0 X 1 X 2 e X11 1 (2) Dimana A 0, β1, β2,, adalah parameter. Persamaan (2) merupakan persamaan non-linier dan dapat dinyatakan bentuk lain untuk estimasi regresi linier dengan mentransper ke dalam bentuk logaritma natural sebagai berikut: LnY Ln 0 1 X 1 2 LnX 2 1 (3) Dimana Ln A0= konstanta Y= Tingkat pengangguran diukur dari persentase yang sedang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja X1 = Tingkat suku bunga (persen) X2 = utang luar negeri (juta USD) 1 adalah pengaruh tingkat bunga terhadap tingkat pengangguran 2 adalah pengaruh utang luar negeri terhadap tingkat pengangguran ε1 adalah error term dari tingkat pengangguran c. DEFINISI OPERASIONAL Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dirumuskan beberapa definisi operasional sebagai berikut: a. Tingkat bunga adalah harga yang terjadi dipasar uang dan modal. Tingkat bunga yang digunakan adalah tingkat bunga pinjaman yang dinyatakan dalam persentase (persen) pertahun. b. Utang luar negeri adalah semua pinjaman konvensional dan bantuan pemerintah dalam bentuk uang dan barang, yang secara umum ditujukan untuk mengaktifkan sumber-sumber dari Negara-negara kaya kenegara-negara dunia ketiga dengan tujuan utama untuk pembangunan. Utang luar negeri pemerintah dan swasta dalam jutaan US$ pertahun. c. Tingkat pengangguran adalah: angka yang menunjukkan persentase yang sedang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja pertahun d. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Pengaruh Tingkat Bunga, Utang Luar Negeri, terhadap tingkat pengangguran di Indonesia Hasil estimasi persamaan simultan untuk secara parsial tentang pengaruh tingkat bunga, dan utang luar negeri, terhadap tingkat pengangguran secara ringkas dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel. Hasil Estimasi Pengaruh Tingkat Bunga, dan Utang Luar Negeri, i Terhadap Tingkat Pengangguran di Indonesia Variabel B SE T Sig Constant 1,597 24,802 0,064 0,000 Tingkat Bunga/ (X 1) 0,309 0,179 1,725 0,084*** Utang luar negeri/ (X2) -0,209 2,585 -0,081 0,000 R2 = 0,975 Adjust R2 = 0,964 N = 21 Catatan : Y = 1,597 + 0,309X 1 - 0,209LnX2 (0,064) (1,725) (-0,081) *) Signifikan pada taraf nyata 1 persen **) Signifikan pada taraf nyata 5 persen ***) Signifikan pada taraf nyata 10 persen ns) Tidak Signifikan Beberapa keputusan yang dapat diambil dari Tabel hasil estimasi di atas adalah: Pertama, kelayakan model dapat diketahui dengan melihat nilai koefisien determinasai (R2). Nilai yang ditemukan adalah 0,975. Hal ini dapat berarti bahwa variasi variabel independen yaitu tingkat bunga, dan utang luar negeri, dapat menjelaskan variasi variabel dependen yaitu tingkat pengangguran sebesar 97,5 persen. Dengan demikian variasi variabel lain yang menjelaskan tingkat pengangguran yang tidak diperhitungkan ke dalam model hanya sebesar 2,5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini sangat layak. Demikian pula jika dilihat dari koefisien korelasi model ini yai tu 0,987. Hal ini dapat berarti bahwa hubungan antara variabel independen yaitu tingkat bunga, dan, utang luar negeri dengan variabel dependen yaitu tingkat pengangguran adalah sangat kuat. Kedua, uji t digunakan untuk melihat tingkat signifikan model secara parsial atau menguji keberartian pengaruh variabel independen yaitu tingkat bunga, dan utang luar negeri terhadap variabel dependen yaitu tingkat pengangguran Variabel independen yaitu tingkat bunga berpengaruh positif dengan tingkat signifikan =10% terhadap tingkat pengangguran.. Utang luar negeri berpengaruh negatif dengan tingkat signifikan =1%. terhadap tingkat pengangguran. Ketiga, nilai konstanta adalah sebesar 1,597. Nilai ini berarti bahwa apabila tingkat bunga, dan utang luar negeri, maka persentase tingkat pengangguran sebesar 1,597 persen. Nilai koefisien regresi tingkat bunga adalah sebesar 0,309. Hal ini dapat berarti jika tingkat bunga meningkat 1persen maka tingkat pengangguran akan meningkat sebesar 0,309 persen dengan asumsi variabel independen lainnya tetap. Hal disebabkan penurunan investasi akibat menurunnya permintaan akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat pengangguran. Dimana tingkat bunga merupakan indikator moneter yang cukup penting dalam menilai perekonomian suatu negara. Tingkat bunga yang tinggi memberikan indikasi yang kurang baik dalam perekonomian suatu negara. Hal ini sejalan teori Keynes bahwa tingkat bunga merupakan fenomena moneter dan ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang. Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi GNP. Nilai koefisien regresi utang luar negeri adalah sebesar -0,209. Hal ini dapat berarti jika utang luar negeri meningkat 1 persen, maka tingkat pengangguran akan turun sebesar 0,209 persen dengan asumsi variabel independen lainnya tetap. Hal ini didorong oleh kenaikan penarikan utang luar negeri sektor swasta yang tajam baik perusahaan PMA maupun non-PMA, untuk membiayai kegiatan usahanya di dalam negeri yang mencapai $ 11,6 miliar dibandingkan $ 7,7 miliar pada tahun lalu. Meningkatnya kemampuan pihak swasta domestik memperoleh pinjmanan dari kreditur luar negeri menunjukkan semakin meningkatnya kepercayaaan pihak kreditur luar negeri terhadap perekonomian Indonesia sehingga jalur kredit ke Indonesia terbuka secara bertahap. Sementara itu, searah dengan meningkatnya kecenderungan arus modal asing ke negara berkembang khususnya Asia, investasi portofolio di Indonesia oleh investor asing meningkat pada 2004. meskipun arus masuk modal asing sektor swasta ke Indonesia masih belum sebesar periode krisis, arus masuk modal jangka panjang secara bertahap sudah menunjukkan perkembangan yang membaik dari tahun ke tahun. Peningkatan arus modal asing tersebut disamping diepngaruhi oleh faktor eksternal juga oleh faktor internal, seperti menurunnya resiko investasi dan semakin beragamnya pilihan penempatan dipasar keuangan domestik. Meskipun berada investasi Indonesia masih berada pada tingkat non investment grade, keyakinan investor asing terus meningkat sejalan dengan perkembangan yang terus membaik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Todaro bahwa pinjaman luar negeri sebagai salah satu sumber devisa dapat menjadi alat stabilitas perekonomian nasional dalam menyeimbangkan neraca pembayaran akibat kebutuhan pembiayaan bagi barang modal, teknologi maupun bahan baku yang harus diimpor. Pinjaman tersebut dapat menjadi faktor pendorong kegiatan ekonomi secara cepat apabila perencanaan dan penggunaan pinjaman luar negeri dilakukan secara baik dan hati-hati. Pembangunan infrastruktur dapat dipercepat, yang menghasilkan efek multiplier pada kegiatan ekonomi lainnya, baik sektor transportasi, maupun manufaktur sehingga memperluas kesempatan kerja dan menurunkan tingkat pengangguran. ANALISIS PENGARUH LANGSUNG DAN PENGARUH TIDAK TINGKAT BUNGA, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP LANGSUNG TINGKAT PENGANGGURAN Berdasarkan hasil estimasi model SEM pengaruh tingkat bunga, danutang luar negeri terhadap tingkat pengangguran, dimana pada hasil signifikansi secara parsial terdapat beberapa variabel independen yang tidak berpengaruh secara nyata, sementara hasil koefisien determinasi sangatlah tinggi Hasil ini tidak membuat model menjadi tidak layak, apalagi jika melihat uji signifikansi secara simultan yang menunjukkan hasil yang sangat nyata.. Untuk dapat menjelaskan secara benar dan tepat keberartian pengaruh variabel independen tingkat bunga, dan utang luar negeri terhadap tingkat pengangguran diperlukan alat analisis lanjutan, yang dalam kasus ini menggunakan analisis koefisien lintas (path analysis). Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tak Langsung Variabel Indepanden terhadap Variabel Dependen Variabel Independen Variabel Dependen Efek Direct Indirect Total Tingkat Bunga Tingkat pengangguran 0,309 -0,118 0,192 Utang luar negeri Tingkat pengangguran -0,209 -3,298 -3,507 Efek langsung tingkat bunga terhadap tingkat pengangguran sebesar 0,309 tidak langsung -0,118 dan secara total 0,192. Efek langsung utang luar negeri terhadap tingkat pengangguran -0,209, tidak langsung -3,298 dan secara total -3,507. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dan pembahasan variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil uji dengan metode analisis SEM (Struktural Equation Model), diperoleh kesimpulan hasil penelitian tentang pengaruh tingkat bunga, dan utang luar negeri terhadap tingkat pengangguran sbb : Tingkat bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. Peningkatan tingkat bunga menyebabkan terjadi peningkatan tingkat pengangguran melalui investasi. Meskipun peningkatan masih relatif kecil tapi perlu dicermati bahwa tngkat bunga yang tinggi memberikan indikasi kurang baik terhadap perekonomian suatu negara sehingga perlu diupayakan tingkat bunga yang layak. Utang luar negeri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. Peningkatan utang luar negeri dalam hal investasi swasta akan mendorong peningkatan investasi dalam negeri sehingga akan menyebabkan penurunan tingkat pengangguran di Indonesia. Saran Berdasarkan pada kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Pemerintah perlu memperbaiki kestabilan iklim politk, dan keamanan yang memadai, penyelesaian konflik sosial, serta kepastian hukum bagi dunia usaha atas investasi yang dilakukan sehingga dapat mengembalikan kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya dan untuk mencegahnya modal yang keluar yang jelas merugikan perekonomian negera serta dapat menekan tingkat pengangguran. 2. Meningkatkan konsilidasi dibidang fiskal, terutama dalam hal mempertahankan keseimbangan APBN dengan cara meningkatkan penerimaan (terutama dari pajak) dan menekankan pengeluaran untuk menutupi pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri yang kian meningkat. DAFTAR PUSTAKA 1. Alkadri 1990. Dampak Harga Dan Produksi Terhadap Volume Ekspor Minyak Bumi Indonesia : Kajian Tahun 1969/70-1988/1989. Padang 2. _______, 1998. Dampak Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Tabungan Domestic Di Indonesia: Kajian 1969-1996. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung 3. Arsyad, Lincolin, Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah BPFE Yogyakarta, 1999, Cetakan 1 4. Andersen, 2002 Pengaruh Pinjaman Luar Terhadap Pendapatan Regional Bruto Propinsi Kaltim, Tesis Pasca Sarjana Unhas, Makassar 5. Anonim, 1990-2004. Indikator Ekonomi Indonesia, 6. ------------BPS Jakarta, 1983-2003. Statistik Indonesia, 7. -----------BPS Jakarta,1990-2004. Laporan Perekonomian Indonesia Jakarta 8. Don Bellante and Mark Jakcson, 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta. 9. Juoro, U. (1995). Pengaruh Pinjaman Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Mimeo, 8 Juni