BUKU PEGANGAN KULIAH FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL FISIKA TEKNIK MEKANIKA DISUSUN OLEH : HERMAN SUSILA, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas ijin-Nya sehingga penyusunan buku ajar Mata Kuliah Fisika Teknik dapat kami selesaikan. Penyusunan buku ajar ini dimaksudkan untuk meningkatkan gairah belajar mahasiswa dan aktivitas belajar mandiri mahasiswa menjadi terprogram dan semakin intensif sehingga efektivitas pembelajaran dapat tercapai. Materi buku ajar ini adalah Mekanika. Hal ini dianggap lebih tepat mengingat ilmu teknik sipil adalah ilmu untuk perencanaan bangunan yang mana dalam perencanaan tersebut banyak berhubungan dengan mekanika. Oleh karena itu materi Fisika Teknik meberikan teori dasar tentang mekanika kepada mahasiswa untuk mendukung dalam perencanaan struktur bangunan sipil. Semoga buku ajar ini dapat mengantarkan mahasiswa yang memprogramkan mata kuliah Fisika Teknik dalam belajar mandiri dengan lebih efektif. Kritikan terhadap isi dari buku ajar ini yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Surakarta, Januari 2014 Penyusun ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………………….. KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………… DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………. i ii iii BAB 1 BESARAN DAN SATUAN ……………………………………………………………….. A. Arti Fisika ……………………………………………………………………………….. B. Besaran dan Satuan ……………………………………………………………….. C. Pengukuran ……………………………………………………………………………. D. Rangkuman ……………………………………………………………………………. 1 1 2 5 6 BAB 2 VEKTOR ……………………………………………………………………………………….. A. Definisi Vektor ……………………………………………………………………….. B. Komponen Vektor ………………………………………………………………….. C. Penjumlahan Vektor ………………………………………………………………. D. Rangkuman ……………………………………………………………………………. 7 7 8 10 16 BAB 3 GERAK LURUS ………………………………………………………………………………. A. Gerak …………………………………………………………………………………….. B. Jarak, Kecepatan dan Percepatan …………………………………………… C. Gerak Lurus Beraturan …………………………………………………………… D. Gerak Lurus Berubah Beraturan …………………………………………….. E. Rangkuman ……………………………………………………………………………. 17 17 18 19 21 29 BAB 4 GERAK PARABOLA ……………………………………………………………………….. A. Gerak Peluru ………………………………………………………………………….. B. Rangkuman ……………………………………………………………………………. 30 30 38 BAB 5 KESETIMBANGAN MOMEN GAYA ………………………………………………… A. Pengertian Momen Gaya ……………………………………………………….. B. Syarat Kedua untuk Kesetimbangan ……………………………………….. C. Resultan Gaya Sejajar …………………………………………………………….. D. Pusat Berat ……………………………………………………………………………. E. Kopel ……………………………………………………………………………………… F. Rangkuman ……………………………………………………………………………. 39 39 40 41 43 44 48 BAB 6 DINAMIKA PARTIKEL ……………………………………………………………………. A. Mekanika Klasik ……………………………………………………………………… B. Hukum newton I ……………………………………………………………………. 49 49 50 iii C. D. E. F. G. H. I. Gaya ………………………………………………………………………………………. Hukum Newton II …………………………………………………………………... Massa ……………………………………………………………………………………. Sistem Satuan ………………………………………………………………………… Hukum Gravitasi Sejagat ………………………………………………………… Massa dan Berat ……………………………………………………………………. Rangkuman ……………………………………………………………………………. 51 51 52 53 54 55 59 BAB 7 USHA DAN ENERGI ………………………………………………………………………. A. Usaha …………………………………………………………………………………….. B. Energi Kinetik …………………………………………………………………………. C. Energi Potensial Gravitasi ………………………………………………………. D. Energi Potensial Elastik …………………………………………………………… E. Daya dan Kecepatan ………………………………………………………………. 60 60 62 63 64 66 BAB 8 TEGANGAN DAN REGANGAN ………………………………………………………. A. Tegangan (stess) …………………………………………………………………….. B. Regangan ……….………………………………………………………………………. 69 69 75 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………. 80 iv v BAB 1 BESARAN DAN SATUAN Standar Kompetensi : – Mahasiswa dapat melakukan pengukuran Kompetensi Dasar : – Mahasiswa mampu memahami besaran dan satuan – Mahasiswa mampu memahami Sistem Satuan Internasional (SI) A. ARTI FISIKA Fisika berasal dari kata Yunani yang berarti ”alam”. Karena itu fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda – benda di alam, gejala – gejala kejadian alam serta interaksi dari benda – benda di alam tersebut. Gejala ini pada mulanya adalah apa yang dialami oleh indera kita. Misalnya penglihatan menemukan optika atau cahaya, pendengaran menemukan pelajaran tentang bunyi, panas juga dapat dirasakan (perasaan). Ilmu fisika juga disebut ilmu pengukuran (science of measurement). Dalam hubungan ini Lord Kelvin (1824 – 1907), seorang sarjana fisika Inggris yang termashur, mengucapkan, “Saya sering berkata bahwa bila seseorang dapat memberikan ukuran kepada sesuatu yang dibicarakannya serta menyatakannya dalam angka – angka, ia memang tahu tentang apa yang dibicarakannya itu; tetapi bila ia tidak mampu mengungkapkannya dengan angka – angka, berarti pengetahuannya dangkal dan tidak memuaskan, paling – paling baru merupakan awal suatu pengetahuan. Tingkat pemikirannya masih jauh dari tingkat ilmu, apapun yang menjadi pokok pembicaraanya”. Fisika dapat didefinisikan sebagai proses benda – benda alam yang tak dapat berubah, artinya benda mati (biologi mempelajari benda – benda hidup). Maka 1 dapat disimpulkan bahwa ”Fisika” adalah ilmu pengetahuan yang tujuannya mempelajari bagian – bagian dari alam dan interaksi antara bagian tersebut. Dalam mendefinisikan suatu besaran dalam Fisika haruslah terkandung kaidah menghitung besaran yang bersangkutan berdasarkan besaran - besaran lain yang dapat diukur. Misalnya, momentum didefinisikan sebagai hasil kali ”massa” dan ”kecepatan”: jadi, sudah disebutkan kaidah untuk menghitungnya. Tinggal lagi bagaimana cara atau dasar mengukur besaran massa dan kecepatan tersebut. Kecepatan didefinisikan berdasarkan faktor panjang (jarak) dan selang waktu; tetapi mendefinisikan besaran panjang dan waktu ini secara lebih mendasar dan lebih sederhana lagi tidaklah mungkin. Oleh sebab itu panjang dan waktu dinamakan besaran mekanika yang tak terdefinisikan. B. BESARAN DAN SATUAN Dalam fisika untuk mengetahui suatu sifat benda dilakukan pengukuran. Hasil pengukuran selalu mengandung dua hal, yakni: kuantitas atau nilai dan satuan. Sesuatu yang memiliki kuantitas dan satuan tersebut dinamakan besaran. Berbagai besaran yang kuantitasnya dapat diukur, baik secara langsung maupun tak langsung, disebut besaran fisis, misalnya panjang dan waktu. Tetapi banyak juga besaranbesaran yang dikategorikan non-fisis, karena kuantitasnya belum dapat diukur, misalnya cinta, bau, dan rasa. Dahulu orang sering menggunakan anggota tubuh sebagai satuan pengukuran, misalnya jari, hasta, kaki, jengkal, dan depa. Namun satuan-satuan tersebut menyulitkan dalam komunikasi, karena nilainya berbeda-beda untuk setiap orang. Satuan semacam ini disebut satuan tak baku. Untuk kebutuhan komunikasi, apalagi untuk kepentingan ilmiah, pengukuran harus menggunakan satuan baku, yaitu satuan pengukuran yang nilainya tetap dan disepakati secara internasional, misalnya meter, sekon, dan kilogram. 2 Adanya kemungkinan perbedaan penafsiran terhadap hasil pengukuran dengan berbagai standar tersebut, memacu para ilmuwan untuk menetapkan suatu sistem satuan internasional yang digunakan sebagai acuan semua orang di penjuru dunia. Pada tahun 1960, dalam The Eleventh General Conference on Weights and Measures (Konferensi Umum ke-11 tentang Berat dan Ukuran) yang diselenggarakan di Paris, ditetapkanlah suatu sistem satuan internasional, yang disebut sistem SI (Sistem International). Sampai saat ini ada dua jenis satuan yang masih digunakan, yaitu: 1) Sistem metrik 2) Sistem Inggris (imperial sistem) Sistem metrik ada 2 macam, yaitu : meter- kilogram- sekon (disingkat mks) dan centimeter- gram- sekon (disingkat cgs). Sistem Inggris dikenal sebagai: foot, pound dan second (disingkat fps). Dalam Sistem Internasional dikenal dua besaran yaitu besaran pokok dan besaran turunan. Besaran pokok adalah besaran yang tak tergantung pada besaran – besaran lain. Besaran pokok ada tujuh, yaitu panjang, massa, waktu, kuat arus listrik, temperatur, jumlah zat, dan intensitas cahaya. Tabel 1.1 menunjukkan tujuh besaran pokok tersebut beserta satuan dan dimensinya. No. 1 2 3 4 5 6 7 Tabel 1-1 Besaran Pokok Dan Satuan S.I Besaran Simbol Dimensi Satuan Panjang L meter Massa M kilogram Waktu T sekon (detik) arus listrik I ampere temperatur termodinamis T kelvin intensitas penyinaran Lc candela (lilin) banyaknya zat Mole mol Simbol m kg s (det) A K Cd Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari besaran – besaran pokok, jadi merupakan kombinasi dari besaran pokok. Satuan besaran turunan diperoleh dari satuan-satuan besaran pokok yang menurunkannya, seperti terlihat dalam Tabel 1.2. 3 Tabel 1-2 Besaran Turunan SI dan Singkatannya Besaran Definisi Kecepata perubahan posisi per n satuan waktu Percepat perubahan kecepatan per an satuan waktu Luas - Volume - Gaya Kerja Simbol penyebab perubahan gerak perkalian gaya dan jalan yang ditempuh Dimensi Satuan Turunan v ds dt l t-1 meter-detik-1 a dv dt l t-2 m-detik-2 A, S l2 meter2 V l3 meter3 F = m.a ml t-2 W = F.s ml2 t-2 Daya kerja per satuan waktu P dw dt ml2 t-3 Tekanan gaya per satuan luas p F A ml-1 t-2 Kgm/det-2 = N Newton N – m = Joule joule/det = watt (W) Newton m-2 = Pascal (Pa) Besaran berdasarkan arah dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian : a. Besaran skalar Yaitu besaran yang hanya memerlukan perincian besarnya saja. Contoh : isi, luas, suhu, waktu dan sebagainya b. Besaran vektor Yaitu besaran yang memerlukan perincian besar dan arah. Contoh : kecepatan, percepatan, gaya dan sebagainya. 4 C. PENGUKURAN Untuk melukiskan peristiwa-peristiwa alam secara kwantitas perlu dilakukan pengukuran. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran standar. Langkah pertama dalam pengukuran besaran fisika adalah memilih satuan dari pada besaran tersebut, kemudian membuat percobaan untuk menentukan perbandingan besar kwantitas terhadap besarnya satuan. Jadi bila dikatakan panjang sebuah tongkat 100 cm, maka berartiperbandingan antara panjang batang atau tongkat adalah 100 kali satuan panjang sentimeter. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengukuran, pertama masalah ketelitian (presisi) dan kedua masalah ketepatan (akurasi). Presisi menyatakan derajat kepastian hasil suatu pengukuran, sedangkan akurasi menunjukkan seberapa tepat hasil pengukuran mendekati nilai yang sebenarnya. Presisi bergantung pada alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Umumnya, semakin kecil pembagian skala suatu alat semakin presisi hasil pengukuran alat tersebut. 5 D. Rangkuman 1. Dalam fisika untuk mengetahui suatu sifat benda dilakukan pengukuran. Hasil pengukuran selalu mengandung dua hal, yakni: kuantitas atau nilai dan satuan. Sesuatu yang memiliki kuantitas dan satuan tersebut dinamakan besaran. 2. Dalam Sistem Internasional dikenal dua besaran yaitu besaran pokok dan besaran turunan. Besaran pokok adalah besaran yang tak tergantung pada besaran – besaran lain. Besaran pokok ada tujuh, yaitu panjang, massa, waktu, kuat arus listrik, temperatur, jumlah zat, dan intensitas cahaya. Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari besaran – besaran pokok, jadi merupakan kombinasi dari besaran pokok. Satuan besaran turunan diperoleh dari satuan-satuan besaran pokok yang menurunkannya 3. Besaran berdasarkan arah dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian : a. Besaran skalar, yaitu besaran yang hanya memerlukan perincian besarnya saja. b. Besaran vektor, yaitu besaran yang memerlukan perincian besar dan arah. 4. ada dua jenis satuan yang masih digunakan, yaitu: 1) Sistem metrik 2) Sistem Inggris (imperial sistem) Sistem metrik ada 2 macam, yaitu : meter- kilogram- sekon (disingkat mks) dan centimeter- gram- sekon (disingkat cgs). Sistem Inggris dikenal sebagai: foot, pound dan second (disingkat fps). 6 BAB 2 VEKTOR Standar Kompetensi – Mahasiswa mampu menganalisis vektor Kompetensi Dasar – Mahasiswa mampu mendefinisikan vektor – Mahasiswa mampu menguraikan vektor – Mahasiswa mampu menjumlahkan dan mengalikan vektor A. DEFINISI VEKTOR Skalar adalah besaran yang tidak mempunyai arah, misalnya waktu, volume, energi, massa, densilitas, kerja. Penambahan skalar dilakukan dengan metode aljabar misalnya, 2 detik + 5 detik = 7 detik; 10 kg + 5 kg = 15 kg. Vektor adalah besaran yang mempunyai arah, misalnya gaya, perpindahan, kecepatan, impuls. Sebuah vektor dapat digambarkan dengan anak panah, dan anak panah ini disebut dengan vektor. Sebuah vektor dengan besar dan arah tertentu (Gambar 2-1). Titik A menyatakan arah, panjang 4 satuan menyatakan besar serta garis yang melalui AB menyatakan garis kerja vektor. B A Gambar 2-1. Vektor AB 7 Simbol vektor dinyatakan dengan huruf cetak tebal atau dengan A , a , AB dan besarnya dengan A, a, AB atau │ A │, │ a │, │ AB │. Vektor Bebas adalah sebuah vektor yang dapat dipindahkan ke mana saja dalam ruang, asalkan besar dan arahnya tetap. Vektor Satuan adalah sebuah vektor yang besarnya satu satuan vektor. Vektor satuan pada sumbu X, Y, dan Z dinyatakan dengan vektor satuan iˆ , ĵ , k̂ atau â x , â y , â z . Suatu vektor A bisa di tulis dengan : A = A ê A Disini ê A adalah vektor satuan dari vektor A . Vektor Negatif P adalah vektor - P yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan. Vektor Resultan adalah jumlah terkecil vektor yang menggantikan sistem vektor yang bersangkutan . B. KOMPONEN VEKTOR Vektor Dalam Ruang Vektor A dalam ruang dinyatakan dengan ˆ ˆ ˆ A = A x + A y + A z = Ax i + A y j + Az k dan besarnya Ax Ay Az 2 A= 2 2 A x , A y , A z dan iˆ , ĵ , k̂ masing – masing adalah komponen vektor dan vektor satuan pada sumbu x, y, dan z. 8 disini A x = Ax iˆ Ax = A cos α besarnya A y = A y ˆj Ay A z = Az kˆ Az = A cos γ = A cos β Arah vektor A terhadap sumbu x, y, dan z positif adalah Ay Ax Az Cos α = A , Cos β = A , Cos γ = A Vektor Dalam Bidang Dalam bidang sumbu Z tidak ada maka vector A adalah : ˆ ˆ A = A x + A y = Ax i + A y j besarnya : Ax Ay 2 A= 2 Komponen vektornya : A x = Ax iˆ Ax = A cos α besarnya : A y = A y ˆj Ay = A cos β = A sin α Arahnya terhadap sumbu x dan y : Ay Ax Cos α = A , dan Cos β = A Gambar 2.2. Vektor A dalam Ruang 9 Gambar 2.3. Vektor A dalam Bidang C. PENJUMLAHAN VEKTOR Dalam ilmu hitung (aritmetika) dan ilmu aljabar kita berhadapan dengan bilangan semata – mata. Dalam ilmu analisa vektor, yang merupakan salah satu cabang ilmu matematika murni, begitu pulalah halnya: sebuah vektor dianggap semata – mata sebagai sebuah anak panah atau ”sepotong garis lurus yang berarah” tanpa mempunyai arti fisis sama sekali. Tetapi, sama seperti hukum – hukum ilmu hitung dan ilmu aljabar dapat menjelaskan operasi – operasi tertentu yang dapat dilakukan dengan beberapa besaran fisika, hukum – hukum aljabar vektor dapat pula menjelaskan beberapa (tidak semua) aspek besaran – besaran fisika lainnya. (a) Metode Grafik Untuk menjumlahkan vektor A dengan vektor B , tariklah B sedemikian rupa sehingga ekornya berada pada kepala A jumlah vector A dan B adalah vektor R yang menghubungkan ekor A dan kepala B dan besar serta arahnya dapat di ukur (Gambar 2-4). Gambar 2.4. Penjumlahan 2 Vektor A dan B 10 Dengan cara yang sama dilakukan bila lebih dari 2 vektor dijumlahkan. Vektor Resultan R adalah vektor yang ditarik dari ekor vektor pertama ke kepala vektor terakhir. (Gambar 2.5). Gambar 2.5. Penjumlahan Vektor R = A + B + C + D (b) Metode Jajaran Genjang Vector Resultan R = A + B dapat di hitung dengan : (1) Membuat titik tangkap vektor A dan B (2) Membuat jajaran genjang dengan vektor A dan B sebagai sisi – sisinya. (3) Menarik diagonal dari titik tangkap vektor A dan B . Vektor R = A + B adalah vektor diagonal jajaran genjang tersebut (Gambar 2.6). Gambar 2.6. Vektor R = A + B dengan metoda jajaran genjang. 11 Bila θ = ( A , B ) = sudut antara vector A dan B maka : R=│A + B│= A 2 B 2 2 A B cos 180 Arah vektor R terhadap vektor B adalah ( R , B ) disini : A R sin 180 = sin R , B (c) Metode Komponen Menjumlahkan dua atau lebih vektor A , B , C , ...... sekaligus dengan metoda komponen dilakukan sebagai berikut. (1) Uraikan semua vektor ke dalam komponen dalam arah x, y, dan z. (2) Jumlahkan komponen – komponen dalam arah x, y, dan z bersama – sama yang memberikan Rx, Ry, Rz. Artinya, besarnya Rx, Ry, dan Rz diberikan oleh : Rx = Ax + Bx + Cx + ........ Ry = Ay + By + Cy + ........ Rz = Az + Bz + Cz + ......... (3) Hitung besar dan arah Resultan R dari komponennya R x , R y , dan R z Besar vektor Resultan R dinyatakan dengan : R= Rx2 Ry2 RZ2 Dan arahnya terhadap sumbu x, y, dan z adalah : Cos α = R Rx R , Cos β = y , Cos γ = z R R R 12 Contoh : 1. Carilah jumlah dua vektor gaya berikut dengan cara parallelogram : 30 pon pada 30 dan 20 pon pada 140 (satu pon gaya adalah gaya sedemikian hingga benda dengan massa 1 kg mempunyai berat 2,21 pon di bumi. Satu pon adalah sama dengan gaya 4,45 newton; ( 4,45 N )). Kedua vektor gaya diperlihatkan pada gambar 2-7 (a). Kita bentuk paralelogram dengan kedua gaya itu sebagai sisinya, lihat gambar 2-7 (b). Resultannya, R , adalah diagonal paralelogram. Dengan pengukuran ditemukan R adalah 3 pon pada 72. Gambar 2-7 2. Empat vektor sebidang bekerja pada sebuah benda dan berpotongan di titik O. Lihat Gambar 2-11 (a). Carilah resultan gaya secara grafik. [ Pada Gambar 2-11, satuan gaya N adalah Newton. Benda dengan massa 1 kg beratnya 9,8 N di bumi : Gaya 1 N adalah sama dengan gaya 0,225 pon ]. Gambar 2-8 13 Dari titik keempat vektor ditarik seperti tampak pada Gambar 2-8(b). Ekor vektor yang satu diimpitkan dengan ujung vektor sebelumnya. Maka anak panah yang dapat ditarik dari titik ke titik ujung vektor terakhir adalah vektor resultan. Dengan mengingat skala gambar didapatkan dari gambar 2-8 (b) bahwa R = 119 N. Dengan mistar busur sudut didapatkan 37. Maka R membentuk sudut θ = 180 - 37 = 143 dengan sumbu x positif. Resultan gaya-gaya itu adalah 119 N pada sudut 143. 3. Lima gaya sebidang bekerja pada sesuatu obyek. Lihat Gambar 2 - 13. Tentukan resultan kelima gaya itu. Gambar 2-9 14 a) Tentukan komponen x dan y setiap gaya sebagai berikut : Gaya 19 N 15 N 16 N 11 N 22 N Komponen x 19 15 cos 600 = 7.5 - 16 cos 45° = - 11.3 - 11 cos 30° = - 9.5 0 Komponen y 0 15 sin 600 = 13 16 sin 45° = 11.3 - 11 sin 30° = - 5.5 -22.0 Perhatikan tanda + dan – pada komponen – komponen diatas. b) Komponen vektor R adalah Rx = Fx dan Ry = Fy berarti ” jumlah semua komponen gaya adalah arah x”. Dengan demikian Rx = 19,0 + 7,5 – 11,3 – 9,5 + 0 = + 5,7 N Ry = 0 + 13,0 + 11,3 – 5,5 – 22,0 = -3,2 N c) Besarnya gaya resultan : R= Rx2 R y2 6.5 N 15 D. Rangkuman 1. Vektor adalah besaran yang mempunyai arah. Tiap besaran vector dapat dinyatakan dengan sebuah anak panah dimana besarnya dinyatakan dengan panjangnya dan arahnya dinyatakan dengan arah anak panah 2. Penjumlahan vektor dapat dilakukan dengan : – Metode grafik – Metode jajaran genjang – Metode komponen 16 BAB 3 GERAK LURUS Standar Kompetensi : – Mahasiswa mampu mahami kinematika benda Kompetensi Dasar : – Mahasiswa mampu mendefinisikan gerak lurus – Mahasiswa mampu membedakan gerak lurus dengan percepatan tetap, gerak lurus dengan kecepatan tetap dan gerak jatuh bebas – Mahasiswa mampu menghitung kecepatan dan posisi benda yang bergerak lurus A. GERAK Gerak dapat didefinisikan sebagai perubahan letak yang terus – menerus. Pada kebanyakan gerak yang sesungguhnya, tiap – tiap titik pada suatu benda bergerak menurutkan lintasannya masing – masing. Gerak seluruhnya dapat diketahui apabila kita mengetahui bagaimana gerak setiap titik pada benda itu. Karena itu kita mulai saja dengan meninjau suatu titik yang bergerak atau gerak suatu benda yang kecil sekali, yang disebut partikel. Letak sebuah partikel dengan mudah dapat ditentukan berdasarkan proyeksinya pada ketiga sumbu sistem koordinat tegak lurus. Apabila partikel itu bergerak dalam ruang menurutkan sembarang lintasan, maka proyeksinya bergerak dalam garis lurus sepanjang ketiga sumbu itu. Gerak yang sesungguhnya dapat direkonstruksi berdasarkan gerak ketiga proyeksi ini. Sebab itu kita mulai saja dengan membicarakan gerak suatu partikel sepanjang garis lurus, atau gerak lurus. 17 B. JARAK, KECEPATAN DAN PERCEPATAN Gerak lurus adalah gerak titik P sepanjang lintasan lurus, disini lintasan diambil sepanjang sumbu x. (a) Posisi titik P pada setiap waktu t dinyatakan sebagai Jarak x dari suatu titik asal yang tetap O pada sumbu x. Jarak x ini positif atau negatif sesuai ketentuan tanda yang berlaku. (b) Kecepatan rata-rata, Vr dari titik P dalam selang waktu t dan t +t selama perpindahan posisi dari x ke x +x adalah : x xo x t t to Vr = t ( 3-1 ) (c) Kecepatan sesaat V dari titik P adalah limit kecepatan Rata-rata untuk pertambahan waktu mendekati nol. Secara matematika ditulis : x dx V = t 0 = t = dt lim ( 3-2 ) (d) Percepatan Rata-rata ar dari titik P dalam selang waktu t dan t + t selama perubahan kecepatan dari V menjadi V + V adalah v v t v o ar = t = t t o ( 3-3 ) (d) Percepatan sesaat a suatu titik P adalah limit percepatan Rata-rata untuk pertambahan waktu mendekati nol. Secara matematika ditulis : v dv d 2 x 2 a = t 0 = t = dt = dt lim 18 ( 3-4 ) C. GERAK LURUS BERATURAN Gerak lurus beraturan adalah gerak titik P yang lintasannya berbentuk garis lurus dengan sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satuan waktu tetap. r1 r2 r1 r0 r2 Gambar 3-1 Perhatikan Gambar 3-1, Po, P1, P2 adalah posisi titik P pada saat t = to, t1, dan t2 dengan vektor posisi r0 , r 1 , r2 , dan perpindahan r 1 , dan r 2 . r1 ditempuh dalam t1 = t1 – t0 dan r2 = dalam t2= t2 – t1. Bila t1 = t2 = t dan r 1 = r 2 = r = r adalah konstan maka gerak benda disebut gerak lurus beraturan. Persamaan lintasan titik P adalah : r = r 0 + r = r 0 + r êr ( 3-5 ) Disini êr adalah vektor satuan perpindahan r dan besar perpindahan r adalah tetap dalam selang waktu t yang sama. Kecepatan gerak titik P dalam selang waktu t adalah : r v = t = tetap atau ( 3-6 ) r = v t ( 3-7 ) Persamaan lintasan dalam vektor posisi menjadi r = r 0 + v . t êr ( 3-8 ) 19 Lintasan ini berupa garis lurus dan bukan pada sumbu x atau y maka komponen – komponennya adalah : x = x 0 + vx t iˆ x iˆ = xo iˆ + vx t iˆ Atau y = y 0 + vy t ĵ ( 3-9 ) y ĵ = yo ĵ + vy t ĵ Karena gerak ini dalam gerak satu dimensi dan pada umumnya titik θ diambil di titik Po maka Persamaan lintasan menjadi : x = vx t atau y = vy t ( 3-10 ) Di sini vx dan vy adalah vx dan vy Rata-Rata dan besarnya tetap. Jadi dalam gerak lurus beraturan kecepatan Rata-rata sama dengan kecepatan sasaat, Atau vr = v = c ( konstan ) ( 3-11 ) Maka percepatan sesaat dalam gerak lurus beraturan : d dv a = dt = dt (c) = 0 ( 3-12 ) Gravik x vs t , v vs t dan a vs t dapat dilihat dalam gambar 3-2 ( a ) x vs t ( b ) v vs t ( c ) a vs t Gambar 3-2. Grafik x, v, dan a fungsi t 20 D. GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN Gerak Lurus Berubah Beraturan ialah gerak sebuah benda yang lintasannya berbentuk garis lurus dengan sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satuan waktu berubah lebih besar atau lebih kecil, artinya tidak tetap. Di sini jarak yang ditempuh makin besar atau makin kecil artinya gerak dipercepat atau diperlambat. Contoh gerak lurus berubah beraturan adalah gerak jatuh bebas. Gerak jatuh bebas ialah gerak lurus dipercepat beraturan yang lintasannya vertikal ke bawah sejajar sumbu Y dan biasanya arah ke bawah di ambil sebagai arah positif. Gerak jatuh bebas adalah gerak benda yang dilepaskan dari suatu tempat di atas permukaan bumi tanpa kecepatan awal. Dari eksperimen diperoleh bahwa jarak yang ditempuh berbanding lurus dengan kwadrat dari waktu artinya Y = c t2 ( 3-13 ) Di sini c adalah konstanta tak bergantung pada benda dan waktu. Gambar 33 menunjukkan lintasan gerak jatuh bebas dari titik P o Gambar 3.3 Lintasan Gerak Jatuh Bebas (a) Titik tinjau 0 di luar sumbu Y (b) Titik tinjau 0 pada sumbu Y 21 Persamaan lintasan untuk Gambar 3-3 (a) r = r 0 + r = r 0 + c t2 ĵ ( 3-14 ) Persamaan lintasan untuk Gambar 3-3 (b) y = y0 + y Atau 2 y ĵ = ( yo + y ) ĵ = ( yo + c t ) ĵ ( 3-15 ) Karena lintasannya garis lurus, maka persamaan (3-15) pada umumnya ditulis dengan tanpa tanda vektor. y = yo + c t 2 ( 3-16 ) persamaan kecepatan benda. dy vy = d t = 2 C t ( 3-17 ) persamaan percepatan benda. dv y ay = dt = 2 C ( 3-18 ) Dari persamaan ( 3-17 ) dapat disimpulkan bahwa kecepatan Rata-rata gerak lurus berubah beraturan sangat bergantung pada interval waktu, jadi besarnya tidak sama dengan kecepatan sesaat. Sebagai diketahui bahwa setiap benda yang jatuh bebas di dekat permukaan bumi mempunyai percepatan ke bawah yang disebut percepatan gaya tarik bumi atau percepatan gravitasi bumi ( g ). Percepatan gravitasi bumi ini besarnya Ratarata : g = 9,8 m/s² ( 3-19 ) Dari persamaan ( 3-18 ) dan ( 3-19 ) diperoleh ay =2c=g 22 Atau c=½g ( 3-20 ) Persamaan lintasan benda jatuh bebas menjadi y = yo + ½ g t2 ( 3-21 ) vy = g t ( 3-22 ) ay = g = 9,8 m/s² Bila titik tinjau θ berimpit dengan Po persamaan lintasan jatuh bebas menjadi. y = ½ g t2 ( 3-23 ) vy = g t ( 3-24 ) dan Bila persamaan ( 3-24 ) di tulis : vy t = g , dan disubstitusikan ke dalam persamaan ( 3-23 ) diperoleh Atau v y2 = 2 g y ( 3-25a ) vy 2 g y ( 3-25b ) Benda jatuh bebas adalah gerak lurus berubah beraturan, maka persamaan Gerak lurus berubah beraturan tanpa kecepatan awal ( Vo = 0 ) secara umum dapat ditulis x = xo + ½ a t 2 s = so + ½ a t2 ( 3-26a ) vx = at v = at ( 3-26b ) v x2 = 2 a ( x - x ) o v 2 = 2 a ( s - so ) ( 3-26c ) atau Bila mana benda bergerak dengan kecepatan awal Vo, persamaan lintasan menjadi x = xo + vo t + ½ at2 vx = vo + at atau S = so + vo t + ½ at2 ( 3-27a ) v = vo + at ( 3-27b ) 23 v x2 = v 02 + 2 a ( x - x ) o 2 v2 = v 0 + 2 a ( s - so ) ( 3-27c ) v0 v vr = 2 v0 v x 2 vr = ( 3-27d ) Grafik x vs t, v vs t, dan a vs t dapat dilihat dalam Gambar 3-4 Xo Vo θ θ (a) x = xo + vo t + ½ at2 θ (b) vx = vo + at (c) a = c Gambar 3-4 Grafik Gerak berubah beraturan Dalam Gambar 3-4 dapat dilihat bahwa bila percepatan a > 0 , kecepatan v naik dan jarak x mempunyai titik minimum dengan bertambahnya waktu. Sebaliknya bila mana a < 0 , kecepata v turun dan jarak x mempunyai titik maksimum. Contoh Soal : 1) Ubah laju 0,200 cm/s menjadi km/tahun. Jawab : 0,200 cm/s = ( 0,200 cm/s) ( 10-s km/s) ( 3600 h/d) (24 h/year) = 63 km/tahun 24 2) Seorang pelari menempuh satu putaran sepanjang 200 m dalam waktu 25 detik. (a) Berapakah laju rata-ratanya ? (b) Berapakah kecepatan rata-ratanya ? Jawab : (a) Dari definisi : Jarak yang ditempuh 200 m Laju rata-rata = waktu yang diperlukan = 25 s = 8,0 m/s (b) Karena titik akhir lintasan berimpit dengan titik awalnyam, maka vektor perpindahan pelari itu adalah nol. Hingga perpindaha n 0 m 0 m/s waktu 25 s v= 3) Benda yang mula-mula diam dipercepat dengan percepatan 8 m/s2 dan menempuh garis lurus. Tentukan : (a) laju pada akhir detik ke-5 ; (b) laju rata-rata dalam selang waktu 5 detik pertama ; (c) jarak yang ditempuh dalam 5 detik tersebut ; Jawab : Kita hanya memperhatikan gerak selama 5 detik pertama. Pada gerak ini diketahui bahwa vo = 0, t = 5, a = 8 m/s2. karena gerak ini adalah gerak yang dipercepat beraturan, maka kelima persamaan gerak di atas dapat digunakan : (a) v = v +at = 0 + ( 8 m/s2 ) ( 5 s ) = 40 m/s (b) v0 v 0 40 v = 2 = 2 m/s = 20 m/s (c) s = vo t + ½ at2 = 0 + ½ ( 8 m/s2 ) ( 5 s ) 2 = 100 m atau s = v t = ( 20 m/s ) ( 5 s ) = 100 m 25 4) Laju sebuah truk bertambah secara teratur dari 15 km/jam menjadi 60 km/jam dalam waktu 20 detik, Carilah : (a) laju rata – rata, (b) percepatan, (c) jarak yang ditempuh, dalam satuan meter dan detik, Jawab : pada gerak selama 20 detik ini berlaku : 1 vo = ( 15 km/jam ) ( 1000 m/km ) ( 3600 jam/s ) = 4,17 m/s v = 60 km/jam = 16,7 m/s t = 20 s (a) v = ½ (vo + vt ) = ½ (4,17 + 16,7 ) m/s = 10,4 m/s v v0 16,7 4,2 t 20 s (b) a = = 0,63 m/ s2 (c) x = v t = ( 10,4 m/s ) ( 20 s ) = 208 m 5) Bola jatuh bebas dari ketinggian 50 m. (a) Berapakah laju bola sesaat sebelum sampai di tanah ? (b) Berapakah waktu yang diperlukan bola untuk mencapai tanah ? Jawab : Dengan mengabaikan gesekan udara, bola itu bergerak dipercepat beraturan hingga sampai di tanah. Percepatan yang dialaminya adalah 9,8 m/s² ke bawah. Dengan mengambil arah ke bawah sebagai arah positif, maka : y = 50 m, a = 9,8 m/s² , vo = 0 2 (a) v2 = v 0 + 2 ay = 0 + 2 (9,8 m/s² ) ( 50 m ) = 980 m²/s² Maka v = 31 m/s (b) Karena a = ( v - vo )/t 26 v v0 31 0 m / s 3,2 s 2 a 9 , 8 m / s Maka t = 6) Sebuah partikel bergerak sepanjang sumbu x dengan persamaan lintasannya x = 5t2 + 1, dengan x dalam meter t dalam detik. Hitung : a. Kecepatan rata-rata antar t – 2 detik dan t = 3 detik. b. Kecepatan pada saat t = 2 detik. c. Kedudukannya pada t =10 detik dan t = 0 detik. d. Jalan yang ditempuh dalam 10 detik. e. Percepatan rata-rata antara t = 2 detik dan t = 3 detik. f. Grafik x vs t, v vs t, a vs t. Jawab : x x3 x 2 t t3 t 2 = a. v rata-rata 5.3 = 2 1 5.2 2 1 3 2 46 21 25 m / det 1 = v rata-rata dx b. V2 = dt = | 10 t | = 20 m/det t=2 t=2 c. xo = 1 m x10 = 5.102 + 1 = 501 m. d. Jalan yang ditempuh dalam 10 detik : ( 501 – 1) m = 500 m. e. a rata-rata v v3 v2 t t3 t 2 = 27 10.3 10.2 10 m / det 2 1 = (konstan, dipercepat) 28 E. Rangkuman 1. Gerak dapat didefinisikan sebagai perubahan letak yang terus – menerus. 2. Gerak lurus adalah gerak titik P sepanjang lintasan lurus 3. Gerak lurus beraturan adalah gerak yang lintasannya berbentuk garis lurus dengan sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satuan waktu tetap. Rumus : V = Vo x = xo + v t 4. Gerak Lurus Berubah Beraturan ialah gerak sebuah benda yang lintasannya berbentuk garis lurus dengan sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satuan waktu berubah lebih besar atau lebih kecil, artinya tidak tetap. Rumus : v = vo + at x = xo + vo t + ½ at2 v x2 = v 02 + 2 a ( x - x ) o 5. Gerak jatuh bebas ialah gerak lurus dipercepat beraturan yang lintasannya vertikal ke bawah sejajar sumbu Y dan biasanya arah ke bawah di ambil sebagai arah positif. Gerak jatuh bebas adalah gerak benda yang dilepaskan dari suatu tempat di atas permukaan bumi tanpa kecepatan awal. Rumus : vy = vo + g t y = vot + ½ g t2 29 BAB 4 GERAK PARABOLA Standar Kompetensi : – Mahasiswa mampu mahami kinematika benda Kompetensi Dasar – Mahasiswa mampu memahami gerak parabola – Mahasiswa mampu menghitung kecepatan, percepatan dan posisi benda pada gerak parabola A. GERAK PELURU (PROYEKTIL) Gerak peluru adalah gerak sebuah peluru yang dilemparkan dengan arah yang tidak vertikal, sehingga geraknya hanya dipengaruhi oleh percepatan gravitasi bumi dan lintasan berupa parabola. V =V A 0A V 0 V 0y B V X O V 0x V Gambar 4.1 30 V, Misalkan sebuah peluru dilemparkan dari titik 0 dengan kecepatan V o dengan arah terhadap horizontal, maka lintasan peluru akan berada dalam satu bidang datar dan berbentuk lengkung (bukan garis lurus) berarti akan mencapai titik tertinggi (A) dan titik terjauh (B) terhadap titik pelemparan (0). (Lihat gambar 4.1). Karena gerak ini berada dalam bidang datar berarti merupakan resultan dari dua gerak yaitu pada arah vertikaldan horizontal. Jika bidang datar ini adalah bidang X O Y, maka arah horizontal = arah X dan arah vertikal = arah Y. Dalam perjalanannya peluru tersebut hanya dipengaruhi oleh percepatan gravitasi bumi yang arah vertikal ke bawah berarti // sumbu Y, sedangkan pada arah horizontal tidak ada percepatan, jadi pada permulaan geraknya pada arah vertrikal peluru mendapat perlambatan, karena percepatan dan kecepatan arahnya berlawanan. Pada suatu titik jika vy = 0, peluru akan berhenti dan kemudian jatuh kembali dengan di percepat. Komponen gerak pada arah Y adalah gerak lurus dipercepat beraturan dengan kecepatan awal, sedangkan pada arah X terdapat gerak lurus beraturan. Di sini pengaruh udara diabaikan. Gerak dalam arah sumbu x adalah gerak lurus beraturan karena percepatan ax = 0 di sini : Vox = Vx = Vo Cos θ = tetap ( 4-1 ) Dan X = Vox . t = Vo Cos θ .t ( 4-2 ) Gerak dalam arah sumbu Y adalah gerak lurus berubah beraturan dengan percepatan ay = - g di sini : Voy = Vo Sin θ ( 4-3 ) Y = Voy t - ½ gt² = Vo Sin θ t - ½ gt² ( 4-4 ) Vy = Voy – gt = Vo Sin θ – gt ( 4-5 ) Kecepatan peluru pada saat t adalah : 31 V= V x2 V y2 ( 4- 6 ) Arah kecepatan peluru menyinggung lintasannya dinyatakan dengan : Vy Tg θ = V x ( 4-7 ) Di sini θ adalah sudut antara kacepatan v dengan sumbu x positip. Peluru akan mencapai tinggi maksimum bila : Vy = 0 = Vo Sin θ – gt atau V0 sin t (maks) = g ( 4-8 ) Sehingga dari persamaan ( 4-4 ) di peroleh tinggi Y maksimum : V02 sin 2 2g Ymaks = ( 4-9 ) Dan V = Vx = Vo Cos θ ( 4-10 ) Pada saat peluru mencapai jarak mendatar terjauh ( B) Bila : Y = 0 = Vo Sin θ t² Atau 2 V0 sin tx(maks) = g ( 4-11 ) Dari persamaan ( 4-2 ) diperoleh jarak terjauh : V02 sin 2 g Xmaks= ( 4-12 ) 32 Dari persamaan ( 4-12 ) ini dapat dilihat bahwa jarak mendatar terjauh diperoleh bila sin 2 θ = 1 artinya sudut lemparan ( elevasi ) = 45. Syarat –syarat yang harus dipenuhi pada gerak peluru adalah : Jarak ( range ) cukup kecil sehingga kelengkungan bumi dapat diabaikan. Ketinggian cukup kecil sehingga perubahan percepatan gravitasi terhadap ketinggian dapat diabaikan. Untuk jarak jauh, keadaan lintasan dapat digambarkan sebagai berikut : ' V V0 g'' g' V '' V g ''' g''' permukaan bumi pusat bumi Gambar 4-2 Arah semua g ke pusat bumi. Lintasan ini tidak lagi parabola, tapi elips. Jika gerak peluru dipengaruhi gesekan udara lintasannya berubah. Gambar 4-3 Lintasan ( 1 ) : lintasan sebenarnya di udara. Lintasan ( 2 ) : lintasan di vakum. 33 Contoh yang umum dari gerak dengan percepatan konstan adalah jatuhnya suatu benda kebumi . Bila tidak ada gesekan udara, ternyata bahwa setiap benda bagaimanapun ukuran dan berapapun beratnya, jatuhnya dititik yang sama di permukaan bumi akan terjadi dengan kecepatan yang tidak berbeda, dan apabila jarak jatunya tidak terlalu besar, percepatan akan tetap konstan selama jatuh. Efek gesekan udara dan berkurangnya percepatan akibat tinggi letak kita abaikan. Gerak yang diidealisasikan seperti ini sering disebut dengan jatuh bebas. Walaupun pengertiannya berlaku untuk gerak ke atas dan kebawah. Percepatan benda jatuh bebas disebut dengan percepatan akibat gaya berat dan diberi simbol huruf ( g ). Nilai g = 980 cm/s2 atau 9.8 m/s2 = 32 ft/s2. Harga-harga yang lebih tepat dimuka bumi tergantung pad letak lintang dan tinggi letaknya di permukaan bumi. Catatan : Besaran g kadang-kadang untuk mudahnya disebut saja berat yang diakibatkan oleh gaya percepatan gravitasi bumi. 34 Contoh Soal: 1. Seorang penerbang menerbangkan pesawatnya dengan kecepatan 15 m/s dalam arah datar pada ketinggian 100 m. Lihat pada gambar 4.7. berapa meter di depan sasaran karung beras harus dilepas agar karung tepat mengenai sasarannya ? Jawab : 2 Dengan memakai persamaan Y = V ot + 1/2a y t dari persamaan ini diperoleh 2 2 100m = 0 + ½ (9,8m/s )r atau t = 4,5 s Dengan persamaan X = V x t diperoleh (15 m/s) (4,5 s) = 68 m Jadi 68 m di depan sasaran, karung harus di lepas. voy vo v0 x Gambar 4.7 Gambar 4.8 35 2. Bola tenis dilempar dengan kecepatan awal 100m/s yang memebentuk sudut 30 0 ke atas. Lihat Gambar 4-8. berapa jauh dari titik awal, bola akan mencapai ketinggiannya semula ? Jawab : Dalam soal ini bagian vertikal dipisahkan dari bagian horisontalnya. Dengan arah ke atas dihitung positif diperoleh 0 0 V ox = V o cos 30 = 86,6 m/s dan V oy = V o sin 30 = 50 m/s Dalam arah vertikan y = 0 sebab bola kembali ke ketinggian semulanya. Maka: 2 2 Y V oy t+ ½ a y t atau 0 + (50 m/s) + ½ (-9.8 m/s )t hingga t + 10.2 s. Dalam arah mendatar, V oy = V fx = V = 87 m/s. Maka X = V x t = ( 87 m/s ) ( 10.2 s ) = 890 m 3. Seorang anak melempar batu dengan kecepatan al 12.5 m/s dan sudut 30 o terhadap bidang horizontal. Jika percepatan gravitasi 10 m/s2, Tentukan waktu yang diperlukan batu tersebut mencapai tanah ? Jawab : Untuk gerak dengan lintasan berbentuk parabola, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ketanah adalah : t 2.Vo. sin 2 x12.5x sin 30 o 25x0.5 1.25.sekond g 10 10 36 4. Bola dilempar dari atap bangunan lain sejauh 50 ft dari bangunan pertama 0 kecepatan awal: 20 ft/s pada sudut 40 . Di mana (di atas bawah ke tinggian semula) bola akan mengenai bangunan yang lebih tinggi itu? Lihat gambar berikut: 20 y Kita peroleh: Vox = (20 ft/s) cos 40 0 = 15,3 ft/s V oy 0 = (20 ft/s) cos 40 = 12,9 ft/s Perhatikan gerak dalam arah datar. Untuk gerak ini berlaku Vox = V fx = V x 15,3 ft/s Dari persamaan X = V x t diperoleh 50 ft = (15,3 ft/s)t atau t = 3,27 s Dengan arah ke bawah sebagai arah positif : Y = Vox t + 1/2a y t = (-12,9 ft/s)(3,27 s)+1/2(3,27 ft/s) = 130 ft 2 2 Jarak Y positif, maka bola mengenai bangunan 130 ft di bawah ketinggiannya semula. 37 B. Rangkuman 1. Gerak parabola adalah suatu gerak benda yang lintasannya berupa parabola. Gerak parabola = gerak eluru 2. 3. Kecepatan mendatar = Vx = Vo Cos θ Kecepatan vertikal = Vy = Vo Sin θ – gt Perpindahan mendatar : X = Vo Cos θ .t Y = Vo Sin θ t - ½ gt² 4. Titik tertinggi : V02 sin 2 2g Ymaks = 5. Waktu di tempat tertinggi : V0 sin t (maks) = 6. g Waktu kembali ke tanah : 2 V0 sin tx(maks) = g 38 BAB 5 KESETIMBANGAN MOMEN GAYA Standar Kompetensi : – Mahasiswa mampu mahami keseimbangan benda Kompetensi Dasar : – Mahasiswa mampu memahami momen gaya – Mahasiswa mampu memahami syarat-syarat kesetimbangan benda – Mahasiswa mampu menghitung Resultan gaya – Mahasiswa mampu menentukan pusat berat benda A. PENGERTIAN MOMEN GAYA Besar dan arah efek gaya yang bekerja pda suatu benda tergantung pada letak garis kerja gaya yang dapat diperinci dengan menentukan jarak tegak lurus antara sebuah titik patokan dengan garis kerja tersebut. Karena ruang lingkup bahsan adalah benda yang berputar bebas terhadap sumbu dan gaya – gaya sebidang yang bekerja tegak lurus sumbu, maka yang paling penting adalah menetukan titik tersebut yang dinamakan titik pusat koordinat, yaitu titik dimana sumbu memotong bidang gaya yang bekerja. Jarak tegak lurus antara titik koordinat ke garis kerja gaya dinamakan lengan gaya atau lengan momen dari gaya itu terhadap sumbu. Dari kedua pengertian diatas, kita dapat peroleh bahwa momen gaya terhadap suatu sumbu adalah hasil kali antara besarnya gaya dengan lengan momen atau disebut juga gaya putar (Torque). Gambaran tentang pengertian tersebut dapat dijelaskan dengan ilustrasi sebagai berikut: 39 F1 A F garis kerja F1 lengan momen F1 2 O lengan momen F2 B garis kerja F2 F 1 F2 Dari gambar 5.1 b diatas dapat dibedakan bahwa: Efek gaya F1: rotasi yang berlawanan dengan putaran jarum jam terhadap sumbu dan dianggap positif (+). Sehingga momen (gamma) dari gaya F1 terhadap sumbu lewat O: 1 = +F1. l1 Efek gaya F2: rotasi yang searah putaran jarum jam terhadap sumbu dan dianggap negatif (-).Sehingga momen (gamma) dari gaya F2 terhadap sumbu lewat O: 2 = -F2. l2 Momen ini dapat dinyatakan dalam pound feet atau Kgm. B. SYARAT KEDUA UNTUK KESETIMBANGAN Bendayang dalam kondisi setimbang, maka sejumlah gaya yang bekerja padanya harus memenuhi 2 syarat: 1. Sama besar dan berlawanan arahnya. 2. Harus mempunyai garis kerja yang sama. Syarat pertama dapat dipenuhi oleh syarat kesetimbangan I, yaitu: Fx = 0, 40 Fy = 0 Syarat kedua dapat dipenuhi oleh syarat kesetimbangan II, yang dinyatakan berdasarkan momen gaya, yaitu: = 0 (terhadap sembarang sumbu) Syarat kedua ini dapat di ilustrasikan seperti gambar berikut: F1 A I F2 O C. RESULTAN GAYA SEJAJAR Resultan gaya sejajar adalah sebuah gaya yang bisa mewakili sekumpulan gaya sejajar serta mempunyai: Arah yang sama dengan semua gaya tersebut Besar sama dengan penjumlahan besar semua gaya Garis kerja yang dapat dicari berdasar syarat bahwa momen resultan harus sama dengan penjumlahan momen setiap gaya. Gambar 7.3 dapat dipakai untuk menjelaskan hal tersebut. Dari gambar tersebut dengan gaya – gaya sejajar F1 dan F2 dapat dibuat sumbu x yang tegak lurus terhadap gaya – gaya dan titik O adlah titik sembarang yang dijadikan acuan. Karena kedua gaya tidak berkomponen x maka besarnya resultan gaya: R = Fy = F1 + F2 Sedangkan resultan momennya terhadap titik O adalah: 0 = x1 F 1 + x2 F 2 Dan jika x adalah jarak dari O ke garis kerja resultan, maka momen dari resultan terhadap O adalah: 41 R x = (F1 + F2) x Biasanya x dapat ditentukan dengan: 0=R x x1 F1 + x2 F2 = (F1 + F2) x F1 x1 F2 x2 F1 F2 x Resultan dari sembarang gaya sejajar dapat ditentukan dengan cara yang sama degan besar resultannya: R=F Dan jika gaya – gaya itu sejajar dengan sumbu y, maka koordinat x dari garis kerjanya (resultan) adalah: x Fx Fx F R y R F2 F1 O x x1 x x2 42 D. PUSAT BERAT Berat adalah resultan dari semua gaya tarik bumi yang dialami oleh partikel zat dalam suatu benda. Tetapi karena jarak ke pusat bumi sedemikian jauhnya sehingga gaya – gaya tersebut dapat dianggap sejajar. Dengan demikian berat benda dapat diartikan sebagai resultan dari sejumlah besar gaya sejajar. Sedangkan pusat berat dari benda dapat diilustrasikan dari gambar berikut yang memperlihatkan benda tipis sembarang bentuk dan terletak pada bidang xy. Jika dimisalkan benda tersebut terbagi atas partikel – partikel dengan berat w1, w2 dst maka: y y x1 x1,y1 x1,y1 W1 p,b W1 x x2,y2 W x,y y1 x2,y2 y W2 x2 O y2 O x W x W2 W Berat total benda tersebut adalah: W = w1 + w2 + ... = w Koordinat x garis kerja W adalah: x w1 x1 w2 x2 ... wx wx w1 w2 ... w W Kemudian jika gaya gravitasi kita putar 900 berlawanan jarum jam, maka koordinat y dari garis kerjanya adalah: y w1 y1 w2 y 2 ... wy wy w1 w2 ... w W 43 Titik perpotongan garis kerja W pada kedua bagian dengan koordinat x , y dinamakan pusat berat benda tersebut. Dan simetri suatu benda seringkali berguna untuk menentukan pusat berat benda. E. KOPEL Kopel adalah pasangan gaya sama besar yang berlawanan arah, denga garis kerja sejajar tetapi tidak berimpit. Pasangan gaya tersebut dapat dijelaskan dengan gambart berikut ini, yang sama besar masing – masing gaya adalah F, terpisah oleh jarak tegak lurus l. y F2 l O x x1 x2 Resultan dari gaya – gaya tersebut adalah: R=F–F=0 Dengan resultan = 0 artinya bahwa sebuah kopel tidak mempengaruhi sebuah gerak translasi benda sebagai suatu benda keseluruhan, tetapi hanya menimbulkan rotasi. Momen resultan dari kopel tersebut terhadap sembarang titik O adalah: 0 = x1F – x2F = x1F – (x2 + l) F = - lF 44 Dari perumusan itu dapat disimpulkan bahwa besarnya momen kopel terhadap semua titik dalam bidang dimana bekerja gaya – gaya yang membentuk kopel adalah: Hasil kali salah satu gaya dengan jarak tegak lurus antara garis – garis kerjanya. Dan sebuah benda yang padanya bekerja sebuah kopel, hanya dapat dalam keadaan setimbang bila ada kopel lain yang bekerja pada benda tersebut dengan besar yang sama dan arah berlawanan. Contoh Soal: 1. Sebuah tangga panjang 20 feet, berat 80 lb pusat beratnya ada ditengah – tengah, dalam keadaan setimbang, bersandar pada dinding vertikal tanpa gesekan dan membuat sudut 530 denganhorizontal. Tentukan besar dan arah gaya F1 dan F2. F F 1 20 ft 2y F 2 16 ft 6 ft 6 ft W = 80 lb Penyelesaian: Bila tanpa gesekan, F1 horizontal dan arah F2 tidak diketahui, sehinga F2 diuraikan menjadi F2x dan F2y. Syarat I kesetimbangan, memberikan persamaan: Fx = F2 cos - F1 = 0 Fy = F2 sin - 80 = 0 F2 sin 45 = 80 lb Syarat kesetimbangan II, momen terhadap sumbu lewat titik A A = F1 x 16 - 80 x 6 =0 F1 = 480/16 F1 = 30 lb Dimasukkan ke persamaan 1 sehingga: F2 cos = 30 lb Karenanya: F2 = 80 2 30 2 = 85,5 lb = tan -1 (80:30) = 69,50 2. Tentukan letak pusat berat bagian suatu mesin sperti gambar. Yanbg terdiri atas piringan berdiameter 2 inci dan panjangnya 1 inci dan batang berdiameter 1 inci serta panjangnya 6 inci. Keduanya terbuat dari bahan homogen. y 1 in 6 in pb x 2 in W1 1 in W2 Penyelesaian: Berdasar simetri pusat berat berada pada sumbu sumetrinya, sedagkan pusat berat masing – masing terletak pada tengah – tengah antara ujungnya masing – masing. Volume piringan: Voll = R2 x 1 = . (1)2 x 1 = in3 46 Volume batang: Voll = R2 x 6 = . (0,5)2 x 6 = 3 / 2 in3 Karena berat kedua bagian berbandinga langsung dengan volumenya, maka: Wpiring w1 2 3 Wba tan g w2 3 / 2 Ambillah titik O pada muka sebelah kiri dan pada sumbu piringan, maka: x1 = 0,5 in dan x2 = 4,0 in w1 .0,5 3 w1 .4,0 2 x 2,6 in w1 3 w1 2 sebelah kanan O 3. Pada soal 1 dapat dianggap dipengaruhi oleh 2 buah kopel, a) Dibentuk oleh gaya F2 sin 1 = 6 ft x 80 lb = 480 lb searah jarum jam b) Dibentuk oleh F2 cos q dan F1 2 = 16 ft x 30 lb = 480 lb berlawanan jarum jam 47 F. Rangkuman 1. momen gaya terhadap suatu sumbu adalah hasil kali antara besarnya gaya dengan lengan momen atau disebut juga gaya putar (Torque). 2. Syarat - syarat kesetimbangan yaitu: Fx = 0, Fy = 0 = 0 (terhadap sembarang sumbu) 3. Berat adalah resultan dari semua gaya tarik bumi yang dialami oleh partikel zat dalam suatu benda. 4. Titik berat dari suatu benda tegar adalah titik tunggal yang dilewati oleh resultan dari semua gaya berat dari partikel penyusun benda tegar tersebut. Titik berat disebut juga dengan pusat gravitasi. 5. Kopel adalah pasangan gaya sama besar yang berlawanan arah, denga garis kerja sejajar tetapi tidak berimpit. 48 BAB 6 DINAMIKA PARTIKEL Standar Kompetensi : – Mahasiswa mampu mahami dinamika benda Kompetensi Dasar : – Mahasiswa mampu memahami hukum Newton I dan II – Mahasiswa mampu memahami berat dan massa – Mahasiswa mampu memahami gravitasi bumi A. MEKANIKA KLASIK Pada bab terdahulu dijelaskan mengenai gerak partikel dengan penekanannya pada gerak lurus atau gerak di bidang. Gerak dinyatakan dalam besaran vektor. Gerak dari suatu partikel tertentu ditentukan oleh sifat dan susunan benda – benda lain yang merupakan lingkungannya. Dalam mekanika klasik gerak yang dibahas adalah gerak benda-benda yang besar. Tidak termasuk gerak elektron dan gerak dibawah laju cahaya C yang dibahas dalam fisika quantum ( teori relativitas). Masalah utama dalam mekanika klasik adalah : a. Diberikan sebuah partikel dengan ciri atau karakteristik tertentu ( massa, muatannya, momen dipol magnetnya, dsb.) b. Partikel ini kita letakan dalam diketahui secara suatu lingkungan yang telah lengkap dan kita berikan kecepatan awal tertentu pada partikel tersebut. c. Persoalan berikutnya adalah bagaimana gerak partikel selanjutnya. 49 partikel gaya lingkungan Hukum gaya percepatan Hukum gerak Gambar 6.1 Skema Gerak dalam Lingkungan B. Hukum Newton I Berabad abad masalah gerak dan penyebabnya menjadi topik utama dalam filsafat alami (nama lama untuk fisika). Baru kemudian dengan munculnya Galileo dan Newton, diperoleh kemajuan yang nyata , Isac Newton dilahirkan di Inggris dalam tahun kematian Galilio dan pendahulunya yang lain dengan buah karyanya yang diungkapkan melalui hukum nya (pertama kali dikemukakan dalam tahun 1686) dalam bukunya Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, yang dikenal sebagai Principia. Sebelum jaman Galileo sebagian besar ahli filsafat berpendapat bahwa agar benda tetap bergerak perlu ada pengaruh luar atau gaya. Menurut mereka keadaan alami beda adalah keadaan diam. Mereka yakin bahwa agar sebuah benda bergerak , misalnya sepanjang garis lurus dengan laju konstan, diperlukan suatu pengaruh luar yang mendorongnya terus menerus, bila penggerak luar ini tidak ada, benda akan berhenti dengan sendirinya. Hukum Pertama Newton : Tiap benda tetap dalam keadaan diam atau sedang bergerak lurus beraturan, terkecuali kalau ada sesuatu sebab dari luar yang dinamakan gaya yang memaksa merobah keadaan diam tersebut. 50 C. Gaya Gaya didefenisikan merupakan fluksi dorongan lurus. F = d/dt . ( m.v) F = v (dm/dt) + m(dv/dt) Jika v konstan, maka diperoleh F = v (dm/dt ) Contoh : perpindahan batuan agregat pada crushing stone pada ban berjalan. Sebuah corong berisi agregat dapat mendrop butiran agregat naik ke ban berjalan , yang kemudian oleh ban berjalan dipindahkan butiran tersebut ke tempat stock material. Agar ban berjalan ini bergerak sesuai menurut semestinya, diperlukan gaya F yang besarnya sesuai dengan ketentuan diatas D. HUKUM NEWTON II Pada hukum I Newton bahwa jika gaya resultan pada benda adalah nol, maka vektor kecepatan benda tidak berubah atau percepatan benda tersebut juga nol. Benda yang mula – mula diam akan tetap diam; benda yang mula – mula bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan sama. Bagaimana dengan benda yang mempunyai gaya resultan terhadapnya bukan nol ? Hal ini diungkapkan dalam hukum kedua Newton. Hukum kedua Newton menyatakan bahwa: Bila gaya resultan F yang bekerja pada suatu benda dengan massa m tidak sama dengan nol, maka benda tersebut akan mengalami percepatan kearah yang sama dengan gaya. Pada bab ini diasumsikan bahwa kecepatan yang dibahas hanya kecil dibanding kecepatan cahaya sehingga masalah relativitas diabaikan. Demikan juga 51 percepatandan kecepatan itu harus dianggap realtif terhadap suatu sistem sumbu lembam. Dan gerak dianggap gerak lurus saja. E. MASSA Sebagai ilustrasi percepatan dapat dilihat pada gambar berikut ini, yang merupakan pandangan atas sebuah partikel diatas permukaan benda datar tanpa gesekan. Gambar (a) Partikel sedang bergerak ke kanan sepanjang sumbu x suatu sistem sumbu lembam. Padanya bekerja gaya horizotal sebesar F. Selama gaya bekerja maka kecepatan benda tersebut bertambah atau dengan kata lain punya percepatan a= dv/dt, meuju kekanan. Jika Fkonstan maka kecepatan akan bertambah secara konstan. Bila F berubah maka perubahan kecepatan perdetik akan sebanding dengan perubahan gaya itu. Gambar (b) Kecepatan benda juga kekanan, tetapi arah gaya ke kiri. Dalam kondisi ini bendaakan bergerak lebih lambat (jika gaya itu terus bekerja, arah gerak benda akhirnya membalik). Percepatan sekarang mengarah ke kiri sama dengan arah gaya. Jadi besarnya percepatan berbanding lurus dengan gaya dan arahnya juga sama, tak peduli kemana arah kecepatan. 52 Karena a berabnding lurus dengan Fmaka perbandingan gaya dan perubahan kecepatan per detik adalah suatu konstanta, yang disebut Massa m dari benda tersebut. m F F dv a dt Atau F m dv m.a dt Persamaan vektor F = m . a dapat ditulis dalam suku – suku komponen – komponen seperti, Fx m dv x max dt Fy m dv y dt ma y Fz m dv z maz dt Dimana gaya – gaya adalah komponen – komponen dan gaya – gaya eksternal yang bekerja pada benda. Kiranya perlu ditekankan bahwa hukum ini disini digunakan utuk suatu partikel, karena bila gaya resultan bekerja terhadap suatu benda yangbesar maka benda tersebut mungkin akan berputar dan tidak semua partikelnya punya percepatan sama. F. SISTEM SATUAN Untuk menentukan satuan yang digunakan maka dapat dirangkum dalam tabel berikut: Sistem Satuan Gaya Massa Percepatan Mks Newton (N) Kilogram (kg) m.dt-2 Cgs Dyne (dyn) Gram (g) cm.dt-2 Inggris Pound (lb) Slug Ft.dt-2 53 G. HUKUM GRAVITASI SEJAGAT Hukum Newton tentang gravitasi adalah gaya untuk 2 partikel, berbunyi: Setiap partikel materi di jagat ray melakukan tarikan terhadap setiap partikel lainnya dengan suatu gaya yang berbanding langsung dengan hasil kali massa partikel –partikel itu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak yang memisahkannya. Atau jika dirumuskan menjadi: m m' r2 Fg G Dimana: Fg = gaya gravitasi amsing – masing partikel r = jarak partikel m dan m` = massa massanya G = konstanta gravitasi Gaya – gaya partikel yang bekerja pada partikel – partikel tersebut membentuk sepasang aksi reaksi yang walupun massanya berbeda, gaya yang sama besar bekerja pada partikel tersebut. Jika hukum tersebut diterapkan pada bumi dan benda kecil atau bumi dan bulan dengan bumi sebagai pusatnya maka dianggap bahwa bumi merupakan bola homogen dimana bila gaya gravitasi dilakukan pada atau olehnya, maka sama seperti sandainya seluruh massa bola itu terkonsentrasi pada suatu titik di pusatnya. Sehingga gaya yang dilakukan olehnya terhadap suatu benda kecil bermassa m dan berjarak r dari bumi adalah: Fg G m mg 54 r2 Besaranya konstanta G dapat dicari dengan eksperimen neraca cavendish, yang menghasilkan: G = 6,670 x 10-11 Nm2 kg-2 G = 6,670 x 10-8 dyn cm2 g-2 H. MASSA DAN BERAT Secara lebih umum maka berat didefinisikan sebagai gaya gravitasi reultan yang dilakukan oleh semua benda lainnya di jagat raya ini terhadap benda itu. Di dekat permukaan bumi gaya tarik bumi jauh lebih besar dari pada gaya setiap benda lain, sehingga dapat dianggap bahwa berat disebabkan semata –mata oleh gaya gravitasi bumi. Hal tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: w Fg G m mE R2 R = Jari – Jari bumi Dan jika bumi merupakan suatu sumbu lembam, maka bila sebuah benda jatuh bebas maka gaya yang mempercepatnya adalah w (beratnya) dan percepatan yang disebabkan gaya ini adalah gaya gravitasi g. Dari rumus – rumus: F = m.a Untuk benda jatuh bebas menjadi: w = m.g Karena: w m. g G m mE R2 Maka: g G 55 mE R2 Rumus tersebut membuktikan bahwa percepatan yang disebabkan oleh gaya berat adalah sama untuk semua benda dan hampir konstan (G, M E konstan,. R hanya sedikit berbeda dari titik di permukaan bumi) Nilai g yang dapat dipakai adalah 9,8 m.dt-2 atau 32 ft s-2. Contoh Soal: 1. Sebuah balok yang massanya 10 kg diam diatas permukaan horisontal. Berapa gaya horisontal konstan T diperlukan untuk memberikan kecepatan 4 m s-1 dalam 2 sekon, dari keadaan diam, jika gaya gesekan antara balok dan permukaan konstan dan sama dengan 5 N? Andaikan semua gaya bekerja di pusat balok itu (Lihat Gambar 5-3). y N T f=5N x w Penyelesaian: Massa balok diketahui. Percepatan y-nya nol. Percepatan x-nya nol dapat dihitung dari data kecepatan yang diperoleh dalam waktu yang diketahui. Karena semua gaya konstan, percepatan x adalah konstan, dan berdasarkan persamaan gerak dengan percepatan konstan, maka: ax v v0 4 ms 1 0 2 ms 2 t 2s Resultan gaya x ialah: Fx = T – f Dan resultan gaya y ialah Fy = N – W 56 Jadi berdasarkan hukum kedua ini, kita dapatkan bahwa N = w = mg = 10 x 9,80 ms-2 = 98,0 N Dan berdasarkan persaman pertama T = f + max = 5 N + (10 kg x 2 ms-2) = 25 N 2. Massa m salah satu bola kecil neraca Cavendish ialah 1 g, massa m’ salah satu bola besar ialah 500 g, dan jarak antara pusat kedua bola ialah 5 cm. x Fg = 6,67 x 10-8 dyn cm2 g-2 Fg = 1,33 x 10-6 dyn 1 g x 500 g 5 cm2 3. Berat sebuah elevator dan bebannya 1600 lb. Hkitunglah tegangan T di dalam kabel penahan bila elevator itu, yang mula – mula bergerak ke bawah dengan kecepatan 20 ft sek-1, diberhentikan dengan percepatan konstan dalam jarak 60 ft (lihat Gambar 5-4). Massa elevator ialah: m 1600 lb w 50 slug g 32 ft s 2 Berdasarkan persamaan gerak dengan percepatan konstan. v 2 v0 a 2y v2 = v02 + 2ay, 2 T w Gmb. 6-4. Gaya resultan sama dengan T – w 57 Kecepatan awal v0 ialah – 20 ft s-1; kecepatan v ialah nol. Jika kita ambil titik pangkal pada titik dimana perlambatan dimana perlambatan dimulai, maka y = 50 ft. Jadi: a 0 (20 ft s 1 ) 2 4 ft s 2 2 x 50 ft Karena itu percepatannya positif (berarti keatas). Berdasarkan diagram benda bebas (Gambar 5-4), gaya resultan ialah: F = T – w = T – 1600 lb Karena F =ma T – 1600 lb = 50 slug x 4 ft s-2 = 200 lb T = 1800 lb 58 H. Rangkuman 1. Hukum Pertama Newton : Tiap benda tetap dalam keadaan diam atau sedang bergerak lurus beraturan, terkecuali kalau ada sesuatu sebab dari luar yang dinamakan gaya yang memaksa merobah keadaan diam tersebut. 2. Hukum kedua Newton menyatakan bahwa: Bila gaya resultan F yang bekerja pada suatu benda dengan massa m tidak sama dengan nol, maka benda tersebut akan mengalami percepatan kearah yang sama dengan gaya. 3. Hukum Newton tentang gravitasi adalah, berbunyi: Setiap partikel materi di jagat raya melakukan tarikan terhadap setiap partikel lainnya dengan suatu gaya yang berbanding langsung dengan hasil kali massa partikel –partikel itu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak yang memisahkannya. rumus: Fg G m mg r2 59 BAB 7 USAHA DAN ENERGI Standar Kompetensi : – Mahasiswa mampu mahami teorema usaha dan energy Kompetensi Dasar : – Mahasiswa mampu memahami energy kinetik – Mahasiswa mampu memahami energy potensial – Mahasiswa mampu memahami hokum kekekalan massa dan energi A. USAHA Lintasan sebuah partikel bermassa m yang bergerak di dalam bidang xy dan disebabkan oleh gaya resultan F yang besar dan arahnya dapat berubah – ubah dari titik ke titik diatas lintasan tersebut dapat dilukiskan dalam gambar di bawah ini. Gaya F dapat diuraikan menjadi: Komponen FS di sepanjang lintasan, yang hanya dapat mengubah BESAR kecepatan. Komponen FN, yang tegak lurus terhadap kecepatan v yang hanya dapat mengubah ARAH kecepatan. Komponen ini merupakan gaya sentripetal. 60 Jika s merupakan jarak partikel yang diukur dari titik O pada sepanjang lintasan, maka berdasarkan hukum kedua Newton: dv dt Fs m Karena FS merupakan fungsi s, maka: Fs m dv dv ds dv m mv dt ds dt ds Fs . ds = mv . dv Jijka masing – masing komponen kanan dan kiri diintegrasikan, maka integral sebelah kiri disebut usaha yang dilakukan gaya f1 antara titik s1 dan s2 dapat dihitung bila fungsinya diketahui: s2 W Fs s ds s1 Sedangkan integral sebelah kanan dapat dihitung sebagai: v2 1 mvdv 2 mv v1 2 2 1 mv12 2 Ek = ½ mv2 Sehingga: W = Ek2 – Ek1 Atau berarti Usaha gaya resultan yang dilakukan terhadap sebuah partikel sama dengan perubahan energi kinetik partikel itu. Asas ini disebut asas energi – usaha. 61 Sedangkan dalam pengertian sehari – hari usaha dipakai untuk semua bentuk kegiatan yang memerlukan pengerahan daya otot atau pikiran. Sedangkan dalam fisika pengertiannya dibatasi pada hanya bila ada gaya yang dikerjakan dan pada saat bersaman benda bergerak sehingga punya komponen disepanjang garis gerak titik tangkapnya. Usaha disebut: Positif (+) jika : komponen gaya searah perpindahan. Contoh : benda diangkat, pegas diregangkan, gas dimampatkan, usaha gaya dimampatkan. Negatif (-) jika : komponen gaya berlawanan arah dengan perpindahan. Contoh : usaha gaya gravitasi pada benda yang terangkat, usaha gaya gesekan pada benda yang meluncur diatas permukaan yang diam. Nol jika : tidak ada komponen gaya dalam arah perpindahan. Contoh : usaha gaya normal yang dikerjakan pada benda oleh suatu permukan tempat benda tersebut bergerak. Satuan usaha dalam sistem mks adalah satu newtomn meter (1 Nm) atau 1 joule (1J) atau dalam sistem cgs = 1 dyne centimeter atau 1 erg 1 Nm = 105 . 100 dyne cm 1 joule = 107 erg Dalam sistem Inggris 1 J = 0,7376 ft.lb 1 ft.lb = 1,356 J B. ENERGI KINETIK Kemampuan benda untuk melakukan usaha karena bergerak. Jika benda bermassa m dan berkecepatan v, maka energi kinetik translasinya: EK = ½ mv2 Joule 62 Satuan tersebut dapat dinyatakan dengan cara lain seperti sistem yang dipakai. C. ENERGI POTENSIAL GRAVITASI Energi potensial gravitasi adalah: kemampuan suatu benda melakukan usaha karena kedudukannya dalam medan gravitasi. Jika benda m jatuh sejauh h, maka benda tersebut melakukan usaha sebesar = mgh. EPG didefinisikan terhadap permukaan nol sembarang, biasanya permukaan bumi. Sehingga jika benda berada sejauh h dari permukaan nol (acuan) maka: EPG = m.g.h atau mgy Dimana: mg = berat benda Ilustrasi berikut adalah sebuah benda dengan massa m yang bergerak naik dari y1 ke y2. 63 Gaya gravitasi benda itu konstan sebesar w dan jika P adalah resultan semua gaya lain yang bekerja dan W’ adalah usaha gaya – gaya ini maka dari gambar berikut kita dapat merumuskan suatu usaha gaya gravitasi yang tergantung hanya pada ketinggian permulaan dan terakhir saja, tidak tergantung pada bentuk lintasan. Arah gaya gravitasi berlawanan dengan perpindahan ke atas. Usaha – gaya ini: Wgrav = -w(y2 – y1) = - (mgy2 – mgy1) Karena usaha total sama degan perubahan energi kinetik maka: W’ + Wgrav = Ek2 – Ek1 W’ – (mgy2 – mgy1) = ½ mv22 – ½ mv12 W’ = (½ mv22 – ½ mv12) + (mgy2 – mgy1) Atau W’ = (½ mv22 + mgy2) + (½ mv12 – mgy1) Dalam hal khusus dimana pada benda hanya ada gaya gravitasi atau W = 0 maka (½ mv22 + mgy2) = (½ mv12 – mgy1) D. ENERGI POTENSIAL ELASTIK Jika benda bermassa m terletak pada bidang datar dengan ujung terikat pada satunya dan pegas pada ujung yang lain, maka jika dikerjakan gaya P akan terjadi gaya F yang berlawanan arahnya dengan perpanjangan x. Gaya tersebut dinamakan gaya elastik dimana: F = k.x Dimana: k = koef. Kekakuan x = perpanjangan 64 Andai W adalah usaha gaya P yang dilakukan, maka dengan membuat usaha total = EK benda, maka kita peroleh: W + Wel = EK1 W – (½ kx22 – ½ kx12) = (½ mv22 – ½ mv12) Karena ½ kx2 besarnya hanya tergantung pada posisi awal dan akhir maka dapat dilakukan konbversi usaha – energi: W = (½ mv22 – ½ mv12) + (½ kx22 – ½ kx12) Dan jika Ep(elastis) = ½ kx2 Maka usaha gaya P = jumlah perubahan energi kinetik benda dan perubahan energi potensial elastiknya. W = (½ mv22 + ½ kx22) – (½ kx12 + ½ mv12) 65 E. DAYA DAN KECEPATAN Daya merupakan cepatnya usaha yang dilakukan usaha yang dilakukan gaya Daya rata – rata = waktu yang diperlukan P w s Fs Fs V t t Daya sesaat P = Fs.V atau P = F.V Dimana V adalah kecepatan sesaat Satuan daya adalah Watt dimana 1 watt = 1 J/s atau satuan lain yang biasa dipakai adalah tenaga kuda. (1 hp = 746 w). 66 Contoh Soal: 1. Gambar 7-3 memeperlihatkan sebuah kotak yang ditarik di sepanjang permukaan horisontal oleh gaya tetap P yang membentuk sudut tetap dengan arah gerak. Gaya – gaya lainnya pada kotak itu ialah beratnya w, gaya normal ke atas N yang dilakukan oleh permukaan, dan gaya gesekan f. Berapa usaha masing – masing gaya apabila kotak bergerak sejauh s di sepanjang permukan menuju ke kanan? N P p cos f w Wp = (P cos ) . s Ww = 0, WN = 0 Wf = - fs W = Wp + Ww + WN + Wf = (P cos ) . s + 0 + 0 – f . s W = (P cos - f)s Andaikan w = 100 lb, P = 50 lb, f = 15 lb, = 370, dan s = 20 ft. Maka: Wp = (P cos ) . s = 50 x 0,8 x 20 W = 800 ft lb Wf = - fs = - 15 x 20 = - 300 ft lb W = Wp + Wf = 500 ft lb 67 Untuk menguji, usaha total dapat dirumuskan sebagai: W = (P cos - f) . s = (40 lb – 15 lb) x 20 ft = 500 ft lb 2. Umpamakan sebuah benda bermassa 0,5 kg meluncur menuruni sebuah jalur berjari – jari R = 1 m, tetapi kecepatannya di dasar jalur hanyalah 3 m sek -1. Berapa usaha gaya gesekan dilakukan terhadap benda itu? Dalam hal ini, W’ = Wf Wf 1 mv = 2 2 2 1 mv1 mgy2 mgy1 2 2 = (½ x 0,5 kg x 9,8 ms-2 – 0) + (0 – 0,5 kg x 9,8 m s-2 x 1 m) = 2,25 J – 4,9 J W = - 2,65 J 68 BAB 8 TEGANGAN DAN REGANGAN Standar Kompetensi : – Mahasiswa mampu mahami sifat mekanika bahan Kompetensi Dasar : – Mahasiswa mampu memahami tegangan – Mahasiswa mampu memahami regangan A. TEGANGAN (STRESS) Anda sudah sudah memahami mengenai gerak suatu benda tegar, yaitu suatu atraksi matematis guna memudahkan perhitungan, karena semuanya beda nyata, sampai suatu batas tertentu, berubah dikerjakan terhadapnya. 69 di bawah pengaruh gaya yang Gambar. 8-1. (a) Sebuah batang yang tertegang. (b) Tegangan di irisan tegak lurus sama dengan F/A. (c) dan (d) Tegangan di irisan yang miring dapat diuraikan menjadi tegangan normal Fn/A’ dan tegangan tangensial (singgung) F1/A’. Gambar 8. (a) memperlihatkan sebuah batang yang penampang lintangnya uniform dan luasnya A. Batang ini pada masing – masing ujungnya mengalami gaya tarik F yang sama besarnya dan berlawanan arahnya. Dikatakanlah bahwa batang itu dalam keadaan tertegang. Mari kita tinjausebuah irisan tegak lurus pada panjang batang (dalam gambar ditandai dengan garis putus – putus). Karena masing – masing potongan batang itu dalam kesetimbangan, maka potongan di sebelah kanan irisan tentu mengerjakan tarikan terhadap potongan di sebelah kiri dengan gaya F, dan sebaliknya. Asal irisan itu tidak terlalu dekat ujung batang, tarikan tersebut akan terdistribusi merata pada luas penampang lintang A, seperti ditunjukkan oleh beberapa anak panah pendek dalam Gambar 8-1 (b). Tegangan (ketegangan) di tempat irisan itu didefinisikan sebagai perbandingan besar gaya F terhadap luas bidang penampang A. Tegangan F A (8.1) Tegangan semacam ini disebut tegangan tarikan, karena kedua potongan bentang itu saling melakukan tarikan satu sama lain. Tegangan itu merupakan pula tegangan normal, sebab gaya yang terdistribusi tegak lurus pada luas. Satuan gaya 1 newton per meter kuadrat (1 N m-2), 1 dyne per sentimeter kuadrat (1 dyne cm-2), dan 1pound per square foot (1 lb ft-2). Sering pula dipakai satuan lb in-2. 70 Kita tinjau sekarang sebuah irisan yang arahnya dibuat sekehendak, seperti dalam gambar 8-1 (c). Gaya resultan yang dikerjakan terhadap potongan yang satu oleh potongan yang satu lagi dan sebaliknya sama besarnya dan berlawanan arah dengan gaya F di ujung irisan. Tetapi gaya itu sekarang terdistribusi pada bidang A’ yang lebih luas dan arahnya tidak tegak lurus pada bidang. Bila resultan seluruh gaya yang terdistribusi itu dinyatakan dengan satu vektor yang besarnya F1 seperti dalam Gambar 8-1 (d), vektor ini dapat diuraikan menjadi komponen Fn yang normal terhadap bidang A’ dan komponen F1 yang tangen terhadapnya. Tegangan normalanya didefinisikan sebagai perbandingan komponen F1 terhadap bidang A’. Perbandingan komponen F1 terhadap bidang A’ disebut tegangan tangensial pada irisan: Tegangan normal Fn A' Tegangan tan gensial (luncur ) F1 A' (8.2) Tegangan, tidak seperti gaya, bukanlah besaran vektor karena tidak dapat memberinya arah yang tertentu. Gaya yang bekerja terhadap potongan benda itu di sisi tertentu suatu irisan ada mempunyai arah yang tertentu. Tegangan termasuk salah satu besaran fisika yang disebut tensor. Gmb. 8-2. Sebuah batang yang mengalami kompresi 71 Sebuah batang yang mengalami dorongan pada ujung – ujungnya, seperti pada Gambar 8-2, dikatakan berada dalam kompresi. Tegangan pada irisan garis putus – putus, dilukiskan pada (b), juga merupakan tegangan normal tetapi dalam hal ini disebut tegangan kompresi, karena potongan yang satu mendorong potongan yang lain. Akan jelas kiranya bahwa jika arahnya sembarang, irisan itu akan mengalami baik tegangan luncur maupun tegangan normal, tetapi tegangan normal ini sekarang merupakan tegangan kompresi. Sebagai contoh lain benda mengalami tegangan, lihat balok yang irisannya berbentuk segi empat sama sisi pada Gambar 8-3 (a). Balok itu mengalami dua gaya kopel yang sama besar dan berlawanan arahnya, yang dihasilkan oleh pasangan Fx dan gaya Fy yang terdistribusi dipermukaannya, balok itu dalam keadan setimbang, dan setiap bagiannya bverada dalam keadaan setimbang juga. Jadi gaya – gay tersebar dia tas permukaan diagonal pada Gamabr 8-3 (b) harus mempunyai gaya resultan F yang komponen – komponennya sama dengan Fx dan Fy. Oleh karena itu tegangan pada irisanini merupakan kompresi semata – mata, walaupun tegangan pada permukaan kanan dan pada permukaan bawah adalah tegangan luncur. Begitu pula, dari Gambar 8-3 (c) dapat kita lihat bahwa permukaan diagonal yang lain dalam keadaan tertegang tarik semata – mata. 72 Gmb. 8-3. (a) Sebuah benda yang menderita tegangan yang lain macamnya, tegangan pada salah satu permukaan diagonalnya, di (b), merupakan tegangan kompresi semata – mata; pada permukaan diagonal yang satu lagi, di (c), merupakan semata – mata tegangan akibat tarikan. Gmb. 8-4. Fluida di bawah tekanan hidrostatik. Gaya sembarang arah terhadap sebuah permukaan adalah normal pada permukaan yang bersangkutan. 73 Kita kita tinjau pula perihal fluida yang mengalami tekanan ”Fluida” artinya zat yang dapat mengalir; jadi istilah ini dapat dipakai untuk zat cair dan gas. Jika di setiap titik di dalam fluida ada tegangan singgung, fluida itu akan menghindar ke samping selama tegangan itu ada. Jadi di dalam fluida yang diam, tegangan singgung dimana – mana nol. Pada Gambar 8-4 melukiskan fluida di dalam sebuah silinder yang ada pistonnya; terhadap piston ini bekerja gaya arah kebawah. Sehingga di dalam gambar merupakan pandangan dari samping atas sebagian fluida yang berbentuk pasak. Seandainya berat fluida diabaikan, maka gaya yang bekerja terhadap bagian ini hanyalah gaya yang dikerjakan fluida di sekelilingnya, dan karena tidak punya komponen tangensial gaya ini haruslah normal pada permukaan pasak itu. Andaikan Fx. Fy, dan F ialah gaya – gaya yang bekerja terhadap ketiga permukaannya. Karena fluida dalam keadaan setimbang, maka: F sin = Fx, F cos = Fy Begitu pula A sin = A, A cos = Ay Bagilah persamaan – persamaan yang atas dengan yang bawahnya maka kita dapatkan : F Fx Fy A Ax Ay Sebab itu gaya per satuan luas adalah sama, bagaimanapun arah irisan, dan selamanya merupakan kompresi. Setiap perbanmdingan di atas mendifinisikan tekanan hidrostatik p di dalam fluida, yaitu: 74 P F A' F = pA (8.3) Satuan tekanan ialah 1 N m-2, 1 dyn cm-2, atau 1 lb ft-2. seperti halnya dengan jenis tegangan lainnya, tekanan bukanlah besaran vektor dan tidak dapat ditunjukkan kemana arahnya. Gaya terhadap sembarang bidang didalam (atau yang membatasi) fluida yang diam dan menderita tekanan, adalah normal terhadap bidang itu, bagaimanapun arah bidang itu. Inilah yang dimaksud dengan ungkapan umum, bahwa ”tekanan di dalam suatu fluida sama besar ke semua arah”. Tegangan di dalam zat padat dapat pula merupakan tekanan hidrostatik, asalkan tegangan di semua titik permukaan zat padat itu bersifat demikian. Maksudnya, gaya per satuan luas haruslah sama di semua permukaan, dan gaya haruslah sama tegak lurus (normal) pada permukaan dan mengarah ke dalam. Tidak demikian halnya pada Gambar 8-2, dimana gaya – gaya dikerjakan hanya pada ujung – ujung batang, tetapi otomatis gaya per satuan luas akan sama semua di titik jika zat padat yang direndamkan ke dalam fluida yang menderita tekanan. B. REGANGAN (STRAIN) Yang dimaksud dengan regangan ialah perubahan relatif atau bentuk benda yang mengalami tegangan. Tiap jenis tegangan yang kita bicarakan sebelum ini ada jenis regangannya masing – masing. 75 Gambar. 8-5. Regangan memanjang didefinisikan sebagai l/lo. Gambar 11-5 melukiskan sebuah batang yang panjang aslinya lo dan berubah menjadi panjang l apabila pada ujung – ujungnya dilakukan gaya tarik yang sama besar dan berlawanan arahnya. Sudah tentu perpanjangan itu tidak hanya timbul pada ujung – ujung batang saja; setiap unsur batang itu bertambah panjnag, sebanding dengan pertambahan panjang batang itu didefinisikan sebagai perbandingan pertambahan panjang terhadap panjnag awalnya: l lo l lo Regangan akibat tarikan = lo (8.4) Regangan akibat kompresi (desakan) pada batang itu didefinisikan dengan cara yang sama, yaitu sebagai perbandingan berkurangnya panjang terhadap panjang awalnya. 76 Gmb. 8-6. Perubahan bentuk balok yang menderita tegangan luncur. Regangan luncurnya ditentukan berdasarkan x/h. Gambar 8-6 (a) melukiskan sifat perubahan bentuk (deformasi) apabila terhadap permukaan – permukaan sebuah balok bekerja tegangan tangensial, seperti pada gambar 8-3. Garis putus – putus abcd melukiskan balok yang tidak mengalami tegangan, dan garis penuh a’b’c’d’ melukiskan balok yang mengalami tegangan. Dalam gambar (a), bagaikan tengah balok yang tertegang dan bagian tengah balok yang tidak tertegang, berimpit. Pada bagian (b), sisi ad dan sisi ad’ yang berimpit. Panjang permukaan – permukaan yang menderita tegangan tangensial hampir tetap konstan, sedangkan semua dimensi yang sejajar dengan diagonal ac panjnagnya bertambah, dan yang sejajar dengan diagonal bd panjnagnya berkurang. Perhatikanlah bahwa ini memang begitu seharusnya berdasarkan sifat tegangan dakhtil yang bersangkutan (lihat Gambar 11-3). Regangan semacam ini 77 disebut regangan luncur, dan didefinisikan sebagai perbandingan perubahan x sudut b terhadap dimensi melintang (transversal) h: Regangan luncur = xlh (8.5) Seperti halnya jenis regangan lain, regangan luncur dinyatakan dengan bilangan semata – mata. Regangan yang dihasilkan oleh tekanan hidrostatik, dinamakan regangan volume, yang didefinisikan sebagai perbandingan perubahan volume V, terhadap volume awal V. Regangan volume juga merupakan modulus bulk dan dilambangkan dengan huruf B. Defenisi umu modulus bulk adalah perbandingan ( negatif) perubahan tekanan terhadap perubahan regangan volume yang dihasilkan. dP dp B = - ------ = - V ---------dV /V dV V Regangan volume = V (8.6) Modulus bulk disebut juga dengan kompresibilitas (k), berdasarkan defenisinya maka : 1 dV/V 1 dV K = ---- = ------- = - ---- -----------B dP V dP Jadi kompresibiltas suatu bahan sama dengan berapa besar berkurangnya volume, dV/V, persatuan kenaikan tekanan dP. 78 Contoh Soal : Volume minyak di dalam sebuah alat tekan hidroulik 5 ft3. Berapakah penyusutan volumenya bila minyak itu menderita tekanan sebesar 2000 lb. in -2 Kompresibiltas minyak tersebut 20 x 10 -6 atm-1 Untuk kenaikan tekanan sebesar 1 atm, volume susut 20 bagian per juta, karena 2000 lb.in-2 = 136 atm, volume susut 136 x 20 = 2720 bagian per juta. Karena volume awal 5 ft3, penyusutan yang terjadi pada volume tersebut adalah 2720 / 1 juta x 5 ft3 = 0.0136 ft3 = 23,5 in3 Atau berdasarkan persamaan ΔV = -k.V. Δ p = -20 x 10 -6 atm-1 x 5 ft3 x 136 atm = -0.0136 ft3 79 DAFTAR PUSTAKA Alizar, “FISIKA DASAR”, Pusat Pengembangan Bahan Ajar UMB, Jakarta Hallyday. D., Resnick and K Krane, 1995.“Phisics, 4ed”, John Wiley & Sons. Sutrisno, “Mekanika dan Gelombang (Seri Fisika Dasar)”, Penerbit ITB, Bandung Zemansky Sears, 1969. “FISIKA untuk Universitas 1, Mekanika, Panas, Bunyi”, Bhina Cipta. Jakarta 80