BAB 1

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Konsep Dasar Pemasaran
Dalam setiap bidang industri di mana pun industri tersebut berada baik itu
yang bergerak di bidang produk maupun jasa, pastilah tidak akan terlepas dari
kegiatan pemasaran (marketing). Mengapa demikian? Karena tanpa kegiatan tersebut,
sangatlah sulit suatu produk bisa sampai ke tangan konsumennya.
Kotler (1985), dalam bukunya “Dasar-dasar Pemasaran” telah mengajukan
pertanyaan mengenai arti istilah pemasaran. Sebesar 90% mengatakan pemasaran
adalah penjualan, pengiklanan dan atau hubungan masyarakat.
Hanya 9% yang
mengatakan bahwa pemasaran juga meliputi penilaian kebutuhan (needs assessment),
riset pemasaran (marketing research), pengembangan produk (product development),
penetapan harga (pricing) dan distribusi (distribution).
Sebagian besar orang
mengidentikkan pemasaran secara keliru dengan penjualan dan promosi.
Menurut Kotler (1994), pemasaran berarti kegiatan manusia yang berlangsung
dalam kaitannya dengan pasar.
Pemasaran
berarti bekerja dengan pasar untuk
mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan
keinginan manusia.
Pemasaran juga berarti kegiatan yang diarahkan untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia melalui proses pertukaran.
Jika pertukaran merupakan konsep inti studi/disiplin pemasaran, lalu tolok
ukur disiplin ini adalah transaksi. Suatu transaksi terdiri dari suatu perdagangan
7
8
nilai-nilai antar dua pihak. Suatu transaksi melibatkan beberapa kesatuan yang dapat
diukur, yaitu :
1. minimal ada dua benda/hal yang bernilai
2. syarat yang disepakati
3. waktu berlakunya perjanjian
4. tempat perjanjian
Menurut Kotler (1994) pemasaran adalah suatu proses sosial dan melalui
proses itu individu-individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk
dengan individu dan kelompok lain.
dan nilai
Sedangkan manajemen pemasaran adalah
analisis, perencanaan, penerapan dan pengendalian terhadap program yang dirancang
untuk menciptakan, membangun serta mempertahankan pertukaran dan hubungan
yang menguntungkan bagi pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuantujuan organisasi.
Tujuan pemasaran adalah untuk membuat penjualan berlebihan. Tujuannya
adalah untuk mengetahui dan memahami konsumen demikian baiknya sehingga
produk/jasa cocok bagi konsumen dan produk atau jasa itu bisa terjual dengan sendiri
(Kotler, 1985). Nijman dan Wolls (1983) menjelaskan bahwa semua kegiatan yang
diperlukan untuk mengantar barang-barang mulai dari pintu pagar produsen sampai
ke dalam batas jangkauan konsumen adalah termasuk pemasaran.
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia karangan Yandianto (1994),
pemasaran adalah suatu proses, cara, perbuatan memasarkan suatu barang dagangan
atau perihal menyebarluaskan ke tengah-tengah masyarakat.
9
Konsep pemasaran menyatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasi adalah terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran
(target markets) dan pemberian kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan
lebih efisien dari yang dilakukan para pesaing.
2.2
Definisi Merek
Merek merupakan salah satu komponen utama dalam suatu product strategy.
Suatu merek yang sudah terkenal bisa menyebabkan harganya menjadi tinggi.
Namun, menciptakan suatu produk yang bermerek memerlukan proses dan investasi
jangka panjang terutama dalam hal iklan (advertising), promosi (promotion) dan
packaging.
Dalam buku Marketing Management karangan Kotler (2003, p418), The
American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai berikut, “brand is a
name, term, sign, symbol, or design, or combination of them, intended to identify the
goods or services of one seller group of sellers and to differentiate them from those of
competitors”.
Menurut Kotler (2003, p418-p419) dalam bukunya tersebut, “a brand is a
complex symbol that can convey up to six levels of meaning”, yaitu :
1. Attributes
Suatu merek mengingatkan akan atribut-atribut yang menempel pada produk
tertentu. Misalnya, Mercedes adalah mahal, produk yang baik, mesin yang bagus,
tahan lama (durable), mobil dengan prestise yang tinggi, dan lain sebagainya.
10
2. Benefits
Atribut-atribut harus diterjemahkan kedalam keuntungan fungsional dan
emosional. Misalnya, atribut ‘tahan lama’ dapat diartikan dalam bentuk
keuntungan fungsional ‘Saya tidak akan membeli mobil lain dalam beberapa
tahun’. Atribut ‘mahal’ dapat diterjemahkan kedalam keuntungan emosional
‘mobil tersebut membuat saya merasa penting dan kagum’.
3. Values
Suatu merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya (producer’s
values). Mercedes melambangkan performance yang tinggi, aman dan prestisius.
4. Culture
Suatu merek dapat mewakili suatu kebudayaan tertentu. Mercedes mewakili
kebudayaan Jerman seperti terorganisasi, efisien dan kualitas tinggi.
5. Personality
Suatu merek dapat memproyeksikan suatu kepribadian (personality) tertentu.
Mercedes dapat disugestikan sebagai seorang bos yang berperasaan (manusia),
seekor singa yang menyala (binatang), atau sebuah austere palace (benda)
6. User
Suatu merek mensugestikan jenis pelanggan yang membeli atau menggunakan
produk tersebut. Kita akan mengharapkan untuk melihat eksekutif kelas atas
berusia 55 tahun di belakang kemudi Mercedes, bukan seorang sekretaris berusia
20 tahun.
11
2.3
Merek Sebagai Aset yang Prestisius
Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi
perusahaan yang beroperasi di mana pun juga. Di satu sisi, era globalisasi
memperluas pasar produk dari suatu perusahaan di suatu negara, dan disisi lain,
keadaan tersebut memunculkan persaingan yang semakin ketat antar perusahaan
domestik maupun dengan perusahaan asing.
Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin
mengarahkan sistem perekonomian suatu negara ke mekanisme pasar yang
memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut market share
(pangsa pasar). Salah satu asset untuk mencapai keadaan tersebut adalah brand
(merek).
Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2001) dalam bukunya yang
berjudul ‘Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek’,
mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol disain, ataupun
kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakan dengan produk
yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Lebih jauh lagi, sebenarnya merek
merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah trademark
(merek dagang) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila
diatur dengan tepat. Saat ini merek sudah menjadi konsep yang kompleks dengan
sejumlah ratifikasi teknis dan psikologis.
12
2.4
Peranan dan Kegunaan Merek
Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani
harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan
demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen
dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan
produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang
sama.
Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti:
(Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001)
1.
Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi
menjadi konsisten dan stabil
2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu
merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Contoh yang
paling fenomenal adalah Coca Cola yang berhasil menjadi “Global Brand”,
diterima di mana dan kapan saja di seluruh dunia.
3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin
kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin
banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut.
Jika brand association yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat,
potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek).
4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang
kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen. Sebagai contoh, keberhasilan
13
Pall Mall dalam menembus perilaku konsumen mampu menciptakan suatu market
niche (ceruk pasar) yang spesifik dan menguntungkan.
5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen.
Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang
akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan,
kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesat bagi perusahaan. Hasil sebuah
penelitian menunjukkan bahwa Coca Cola yang memiliki Stock Market Value
(SMV) yang besar, ternyata 97% dari SMV tersebut merupakan nilai merek.
Begitu pula nilai merek Kelllogs berkontribusi 89% dari SMVnya, dan pada IBM
berkontribusi 73% dari SMV.
Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai peranan
yang penting dan merupakan ‘aset prestisius’ bagi perusahaan. Dalam kondisi pasar
yang kompetitif, preferensi dan loyalitas pelanggan adalah kunci kesuksesan.
Terlebih lagi pada kondisi sekarang, nilai suatu merek yang mapan sebanding dengan
realitas makin sulitnya menciptakan suatu merek. Pemasaran dewasa ini merupakan
pertempuran persepsi konsumen, tidak sekadar pertempuran produk. Beberapa
produk dengan kualitas, model, features (karakteristik tambahan dari produk), serta
kualitas yang relatif sama, dapat memiliki kinerja yang berbeda-beda di pasar karena
perbedaan persepsi dari produk tersebut di benak konsumen.
Membangun persepsi merek dapat dilakukan melalui jalur merek. Merek yang
prestisius dapat disebut memiliki brand equity (ekuitas merek) yang kuat. Suatu
produk dengan brand equity yang kuat dapat membentuk brand platform (landasan
14
merek) yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam
jangka waktu yang lama.
Dengan semakin banyaknya jumlah pemain di pasar, meningkat pula
ketajaman persaingan diantara merek-merek yang beroperasi di pasar dan hanya
produk yang memiliki brand equity kuat yang akan tetap mampu bersaing, merebut,
dan menguasai pasar. Sedemikian pentingnya peran brand equity sebagai landasan
dalam menentukan langkah dan strategi pemasaran dari suatu produk sehingga sering
kali brand equity memperoleh pengkajian yang mendalam. Semakin kuat brand
equity suatu produk, semakin kuat pula daya tariknya dimata konsumen untuk
mengkonsumsi produk tersebut yang selanjutnya dapat menggiring konsumen untuk
melakukan pembelian serta mengantarkan perusahaan untuk meraup keuntungan dari
waktu ke waktu. Karena itu, pengetahuan tentang elemen-elemen brand equity dan
pengukurannya sangat diperlukan untuk menyusun langkah strategis dalam
meningkatkan
eksistensi
merek
yang
akhirnya
meningkatkan
profitabilitas
perusahaan.
2.5
Ekuitas Merek (Brand Equity)
Aaker (1996, p7) dalam bukunya yang berjudul Building Strong Brands
mendefinisikan Brand equity is a set of assets (and liabilities) linked to a brand’s
name and symbol that adds to (or substract from) the value provided by a product or
service to a firm and/or that firm’s customers. Jadi ekuitas merek adalah seperangkat
asset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang
15
mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau
jasa baik itu pada perusahaan maupun pada pelanggan. Agar asset dan liabilitas
mendasari brand equity, maka asset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan
nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan
simbol merek, beberapa atau semua asset dan liabilitas yang menjadi dasar brand
equity akan berubah pula.
Menurut Aaker dalam buku Managing Brand Equity (Durianto, Sugiarto, dan
Sitinjak, 2001), brand equity dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:
1. Brand awareness (kesadaran merek)
Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori
produk tersebut.
2. Brand association (asosiasi merek)
Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap kesan tertentu dalam
kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis,
harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.
3. Perceived quality (persepsi kualitas)
Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan
suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
4. Brand loyalty (loyalitas merek).
Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.
5. Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya)
16
Empat elemen brand equity diluar aset-aset merek lainnya dikenal dengan
elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen brand equity yang kelima secara
langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Konsep
brand equity ini dapat ditampilkan pada gambar 2.1, yang memperlihatkan
kemampuan brand equity dalam menciptakan nilai bagi perusahaan atau pelanggan
atas dasar lima kategori aset yang telah disebutkan.
Perceived quality
Brand awareness
Brand association
Other proprietary
brand assets
Brand loyalty
Brand Equity
(Nama, Simbol)
Memberikan nilai kepada
pelanggan dengan memperkuat
* Interpretasi/proses
informasi
* Rasa percaya diri
dalam pembelian
* Pencapaian kepuasan dari
pelanggan
Memberikan nilai kepada
perusahaan dengan
memperkuat
* Efisiensi dan efektivitas
program pemasaran
* Brand loyalty
* Harga/laba
* Perluasan merek
* Peningkatan perdagangan
* Keuntungan kompetitif
Gambar 2.1 Konsep Brand Equity
Sumber : Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2001)
17
2.6
Brand Awareness
Ketika Anda sedang berkumpul dengan teman-teman Anda, mintalah seorang
teman Anda untuk meyebutkan, misalnya, merek pasta gigi yang paling diingatnya.
Mungkin teman Anda akan menyebutkan beberapa merek seperti Pepsodent, Closeup, Ciptadent, atau merek lainnya, tetapi teman Anda lupa dengan merek Smile-up
atau ia tidak tahu atau unaware (tidak menyadari) keberadaan merek tersebut.
Berdasarkan jawaban ini dapat dilakukan prediksi mengenai kemungkinan penjualan
dari Smile-up, jika konsumen yang ,ain seperti teman Anda tersebut. Kemungkinan
besar pembelian terhadapa Smile-up tidak akan terjadi karena di saat konsumen
membutuhkan pasta gigi, merek Smile-up tidak akan muncul dalam ingatan mereka,
karena mereka tidak sadar akan keberadaan merek tersebut.
Paparan tersebut menunjukkan pentingnya brand awareness (kesadaran
merek) konsumen bagi perusahaan. Konsumen cenderung membeli suatu merek yang
sudah dikenal, karena dengan membeli merek yang sudah dikenal, mereka merasa
aman, terhindar dari berbagai resiko pemakaian dengan asumsi bahwa merek yang
sudah dikenal lebih dapat diandalkan.
2.6.1
Pengertian dan Peranan Brand Awareness
Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk
mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk
tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu
hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Misalnya
18
publikasi tentang penerbangan Garuda Indonesia tidak akan membantu brand
awareness dari Kacang Garuda. Brand awareness membutuhkan continum ranging
(jangkauan kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah
dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan
satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk. Kontinum ini dapat terwakili
dalam tingkatan brand awareness yang berbeda yang dapat digambarkan dalam suatu
piramida berikut ini:
Puncak pikiran
(Top of Mind)
Pengingatan
kembali merek
(Brand Recall)
Pengenalan merek
(Brand Recognition)
Tidak menyadari merek
(Brand Unaware)
Gambar 2.2 Piramida brand awareness
Sumber : Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2001)
Peran brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan akan
pencapaian kesadaran dibenak konsumen. Tingkatan brand awareness yang paling
terendah adalah brand recognition (pengenalan merek) atau disebut juga sebagai
19
tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall). Tingkatan berikutnya
adalah tingkatan brand recall (pengingatan kembali merek) atau tingkatan
pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided recall) karena konsumen tidak
perlu dibantu untuk mengingat merek. Pengukuran pengenalan merek tanpa bantuan
lebih sulit dibandingkan pengenalan merek dengan bantuan. Tingkatan berikutnya
adalah merek yang disebut pertama kali pada saat pengenalan merek tanpa bantuan
yaitu top of mind (kesadaran puncak pikiran). Top of mind adalah brand awareness
tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran
konsumen.
2.6.2
Bagaimana Brand Awareness Membantu Merek
Peran brand awareness terhadap brand equity dapat dipahami dengan
membahas bagaimana brand awareness menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini
dapat dilakukan paling sedikit dengan 4 cara yaitu: (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak,
2001)
1. Anchor to which other association can be attached
Artinya suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa
rantai. Rantai menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.
2. Familiarity – Lingking
Artinya dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk
produk-produk yang bersifat low involvement (keterlibatan rendah) seperti pasta
gigi, tissue, dan lain-lain. Suatu kebiasaan dapat menimbulkan keterkaitan
20
kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat
keputusan.
3. Substance/Commitment
Kesadaran akan nama menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat
penting bagi suatu perusahaan. Secara logika, suatu nama dikenal karena
beberapa alasan, mungkin karena program iklan perusahaan yang ekstensif,
jaringan distribusi yang luas, eksistensi yang sudah lama dalam industri, dan lainlain. Jika kualitas dua merek sama, brand awareness akan menjadi faktor yang
menentukan dalam keputusan pembelian konsumen.
4. Brand to consider
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu
kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan merek mana yang
akan diputuskan dibeli. Merek yang memiliki Top of Mind yang tinggi
mempunyai nilai yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan,
merek tersebut tidak dipertimbangkan di benak konsumen. Biasanya merek-merek
yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek yang disukai atau merek
yang dibenci.
2.6.3
Bagaimana Mencapai Kesadaran
Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan
identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk. Agar brand awareness
dapat dicapai dan diperbaiki dapat ditempuh beberapa cara berikut: (Durianto,
Sugiarto, dan Sitinjak, 2001)
21
1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan
dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori
produknya.
2. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen
untuk mengingat merek.
3. Jika produk memiliki simbol , hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan
dengan mereknya (KFC dengan Kolonel Sander).
4. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat
pelanggan.
5. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai
kategori produk, merek, atau keduanya (nama Martina Hingis, Andre Agassi
dapat menjadi isyarat untuk raket tenis)
6. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk
ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
2.6.4
Mengukur Brand Awareness
Pengukuran brand awareness didasarkan kepada pengertuan-pengertian dari
brand awareness yang mencakup tingkatan brand awareness menurut Aaker (1996),
yaitu Top of Mind (Puncak pikiran), Brand Recall (Pengingatan kembali merek) dan
Brand Recognition (Pengenalan Merek). Informasi dapat diperoleh dengan
menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang berisi pertanyaan tunggak atau
pertanyaan jamak.
22
1. Top of Mind
Top of Mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden atau
pertama kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu kategori
produk. Top of Mind adalah single respons question, artinya, satu responden hanya
boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini. Misalnya kategori
produknya minuman jeruk, dapat dilontarkan permintaan berikut:
“Sebutkan merek minuman serbuk jeruk instant yang Anda ketahui dijual di
pasar?”
“Merek minuman jeruk apa yang pertama kali muncul di benak Anda?”
2. Brand Recall
Brand Recall atau pengingatan kembali merek mencerminkan merek-merek apa
yang diingat responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut.
Brand Recall merupakan multi response questions yang menghasilkan jawaban
tanpa dibantu (unaided question).
Masih dalam konteks yang sama, dapat ditanyakan:
“Merek-merek minuman serbuk jeruk instant apa saja yang Anda ketahui?”
“Sebutkan merek lain selain yang telah Anda sebut di atas?”
3. Brand Recognition
Brand Recognition atau pengenalan brand awareness merupakan pengukuran
brand awareness responden dimana kesadarannya diukur dengan diberikan
bantuan. Pertanyaan yang diajukan dibantu dengan menyebutkan ciri-ciri dari
produk merek tersebut (aided question). Pertanyaan diajukan untuk mengetahui
seberapa banyak responden yang perlu diingatkan akan keberadaan merek tersebut.
23
Untuk mengukur pengenalan brand awareness selain mengajukan pertanyaan
dapat dilakukan dengan menunjukkan foto yang menggambarkan ciri-ciri merek
tersebut (cara ini lebih efektif dilakukan).
a. Mengajukan pertanyaan
“Apakah Anda mengenal minuman serbuk jeruk instant merek Nutrisari?”
(merek yang sedang kita teliti disebutkan, misal merek Nutrisari)
Alternatif jawaban terbaik adalah:
1. Ya, saya mengenal dan telah menuliskannya dalam pertanyaan sebelumnya
2. Ya, saya mengenal setelah mengisi kuesioner
3. Tidak mengenal sama sekali
Yang termasuk kelompok Brand Recognition adalah yang menjawab alternatif
jawaban No.2 karena jawaban No.1 sudah termasuk kelompok Brand Recall dan
Top of Mind. Biasanya pertanyaan di atas dilanjutkan dengan pertanyaan untuk
mengetahui bagaimana cara responden mengenal merek tersebut sebagai
informasi pendukung dengan pertanyaan: “Di mana Anda mengenal merek
Nutrisari?”
b. Menunjukkan foto yang menggambarkan atribut/ciri produk merek Nutrisari
tanpa menunjukkan mereknya.
Terhadap responden dapat ditanyakan: “Apaka Anda mengetahui merek produk
ini?”
4. Brand Unaware
Untuk pengukuran brand awareness dilakukan observasi terhadap pertanyaan
pengenalan brand awareness sebelumnya dengan melihat responden yang
24
menjawab altenatif no a.3 – jawaban tidak mengenal sama sekali atau yang
menjawab tidak tahu ketika ditunjukkan foto produknya.
2.7
Brand Association
Brand Association (asosiasi merek) adalah segala kesan yang muncul di benak
seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. (Durianto,
Sugiarto, dan Sitinjak, 2001)
. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin
banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan
semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya,
ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan
lain. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan
bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling
berhubungan akan menimbulkan suatu rangsangan yang disebut brand image.
Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang
dimiliki oleh merek tersebut.
2.7.1
Fungsi Brand Association
Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image-nya)
menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek
tersebut. Dalam prakteknya, didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan variasi
dari brand association yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari
25
sisi perusahaan maupun dari sisi pengguna. Berbagai fungsi asosiasi tersebut adalah:
(Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001)
1. Help process/retrieve information (Membantu proses penyusunan informasi)
2. Differentiate (Membedakan)
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan
suatu merek dari merek lain.
3. Reason (Alasan pembelian)
Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi
konsumen (customer benefits) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi
konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.
4. Create positive attitude/feelings (Menciptakan sikap atau perasaan positif)
Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada
gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi tersebut
dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya
serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang
lain.
5. Basis for extentions (Landasan untuk perluasan)
Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan
menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dengan sebuah produk
baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.
26
2.7.2
Acuan Brand Association
Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan
dengan berbagai hal berikut: (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001)
1. Product attributes (Atribut produk)
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi
positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini
efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung
diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. Misalnya, apa yang
tercermin dalam kata mobil Mercedes pasti berbeda dari kata yang tercermin
dalam kata mobil Suzuki.
2. Intangible attributes (Atribut tak berwujud)
Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi
kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai tang mengikhtisarkan serangkaian
atribut yang objektif.
3. Customer’s benefits (Manfaat bagi pelanggan)
Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka
biasanya terdapat hubungan antar keduanya. Contoh, mobil Mercedes sangat
nyaman dan aman mengemudi pada pelanggan (suatu manfaat pelanggan).
Manfaat bagi pelaggan dapat dibagi dua, yaitu rational benefit (manfaat rasional)
dan psychological benefit (manfaat psikologis). Manfaat rasional berkaitan erat
dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan
keputusan yang rasional. Manfaat psikologis seringkali merupakan konsekuensi
ekstern dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang
27
ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. Misalnya dalam
merek produk Intel Inside terkandung manfaat processor komputer yang cepat.
4. Relative price (Harga relatif)
Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan
penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
5. Application (Penggunaan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu
penggunaan atau aplikasi tertentu.
6. User/Customer (Pengguna/pelanggan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe
pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. Misalnya Dimension Kiddies
dikaitkan dengan pemakainya yang adalah anak-anak.
7. Celebrity/person (Orang terkenal/khalayak)
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer
asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.
8. Life style/personality (Gaya hidup/kepribadian)
Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para
pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup
yang hampir sama. Misalnya ‘Nagat’ mencerminkan kepribadian yang maskulin,
kuat dan berani.
9. Product class (Kelas produk)
Mengasosiasikan sebuah merek menurut keals produknya. Misalnya, Volvo
mencerminkan nilai berupa prestise, performa tinggi, keamana, dan lain-lain.
28
10. Competitors (Para pesaing)
Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli
pesaing.
11. Country/geographic area (Negara/wilayah geografis)
Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang
erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Contoh, Perancis diasosiasikan
dengan mode pakaian dan parfum. Asosiasi tersebut dapat dieksploitasi dengan
mengaitkan merek sebuah negara. Contoh lain, mobil Mercedes mencerminkan
budaya Jerman yang berkualitas tinggi, konsistensi tinggi, dan keseriusan tinggi.
Disamping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek juga
memiliki asosiasi dengan beberapa hal lain yang belum disebutkan diatas. Dalam
kenyataannya, tidak semua merek produk memiliki semua asosiasi diatas. Merek
tertentu berasosiasi dengan beberapa hal diatas dan merek lainnya berasosiasi dengan
beberapa hal yang lain.
2.7.3
Riset Brand Association
Terhadap brand association dapat dilakukan riset yang terkait dengan suatu
merek produk atau yang terkait dengan beberapa merek sekaligus untuk mengetahui
posisi suatu merek dalam pasarnya. Karena pendekatannya berbeda, maka perlu
dipersiapkan pokok-pokok pertanyaan yang berbeda kepada konsumen. Terlepas dari
jumlah riset yang dilakukan, asosiasi merek yang ingin diketahui dapat dibangkitkan
dengan mempertimbangkan berbagai atribut yang melekat pada suatu merek. Sebagai
acuan dapat dipertimbangkan berbagai hal yang telah disebutkan sebelumnya,
29
disamping juga asosiasi yang hidup dibenak konsumen. Oleh karena itu, sebelum
penelitian yang mendalam terhadap asosiasi suatu merek diadakan, diperlukan suatu
penelitian pendahuluan yang ditujukan sebagai sarana penjajakan. Agar asosiasi yang
terbentuk dapat diandalkan, sebaiknya dilakukan uji reabilitas atas asosiasi yang
terkumpul.
2.8
Brand Perceived Quality
Brand Perceived Quality (Persepsi Kualitas Merek) yang dimaksud dalam
pembahasan berikut adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk.
Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata
pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat
menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung
kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek.
Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan
menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Karena perceived quality merupakan
persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika perceived quality pelanggan negatif,
produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar. Sebaliknya, jika
perceived quality pelanggan positif, produk akan disukai.
2.8.1 Pengertian Perceived Quality
Perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan
30
dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001).
Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan, maka pelanggan akan
melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki
kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk
atau jasa. Maka dapat dikatakan bahwa membahas perceived quality berarti akan
membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan.
Sebagai ilustrasi misalkan kita ambil produk telepon genggam (HP). Di pasar
terdapat beberapa merek seperti Nokia, Motorola, Siemen dengan berbagai tipe.
Setiap merek mempunyai bagian-bagian tambahan atau atribut dan kelebihan masingmasing (feature). Pembahasan perceived quality pelanggan terhadap produk ini akan
melibatkan pembahasan mengenai kepentingan setiap pelanggan terhadap produk dan
atau atribut yang dimiliki produk (kepentingan setiap pelanggan berbeda).
Perceived quality juga berlaku untuk jasa layanan yang melibatkan dimensi
kualitas jasa seperti waktu tunggu, saat check out, keramahan petugas, kenyamanan
ruangan, dan lainnya. Mengingat kepentingan dan keterlibatan pelanggan berbedabeda, perceived quality perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda.
Perceived quality yang tinggi bukan berarti harapan pelanggan rendah (pelanggan
merasakan kepuasan yang tinggi jika harapannya jauh lebih rendah dari kinerja atau
kenyataan). Perceived quality mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh
mengenai suatu merek. Untuk memahami perceived quality suatu merek diperlukan
pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk.
31
2.8.2 Faktor yang Mempengaruhi Perceived Quality
Berangkat dari kesadaran bahwa perceived quality perlu dikelola dan
dipahami untuk kepentingan perusahaan, pihak manajemen perusahaan perlu
mempelajari dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perceived
quality, mengapa pelanggan percaya bahwa beberapa merek mempunyai perceived
quality yang tinggi atau rendah, bagaimana membangun suatu perceived quality yang
positif dan kuat, faktor apa saja yang digunakan pelanggan dalam menilai kualitas
secara keseluruhan, dan sebagainya. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut
akan tergantung kepada dimensi perceived quality dan konteksnya. Sebagai contoh,
dimensi yang terkait dengan telepon genggam adalah kualitas suara, kualitas sinyal,
kualitas baterai, keandalan layanan reparasi atau pelayanan/service, dan biayanya,
serta ketersediaan asesoris. Untuk mempelajari dimensi-dimensi tersebut biasanya
dilakukan riset dan pelanggan akan ditanya mengapa dimensi suatu merek
mempunyai kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan merek lainnya.
2.8.3 Dimensi Perceived Quality
Mengacu kepada pendapat Garvin (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001),
dimensi perceived quality dibagi menjadi tujuh, yaitu:
- Kinerja
Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik
operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta kenyamanan.
Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, seringkali pelanggan
mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini.
32
Kecepatan akan diberi nilai tinggi oleh sebagian pelanggan, namun dianggap tidak
relevan atau dinilai rendah oleh sebagian pelanggan lain yang lebih mementingkan
atribut kenyamanan.
- Pelayanan
Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.
Misalnya mobil merek tertentu menyediakan pelayanan kerusakan atau service
mobil 24 jam di seluruh dunia.
- Ketahanan
Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Missal mobil merek tertentu
yang memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah berumur 12
tahun tetapi masuh berfungsi dengan baik.
- Keandalan
Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suaru produk dari satu pembelian ke
pembelian berikutnya.
- Karakteristik produk
Bagian-bagian tambahan dari produk (feature), seperti remote control sebuah
video, tape deck, sistem WAP untuk telepon genggam. Penambahan ini biasanya
digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir
sama. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan
memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamai seusai perkembangan.
- Kesesuaian dengan spesifikasi
Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat
produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Misalnya
33
sebuah mobil pada kelas tertentu dengan spesifikasi yang telah ditentukan seperti
jenis dan kekuatan mesin, pintu, material unutk pintu mobil, ban, sistem pengapian
dan lainnya.
- Hasil
Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi
sebelumnya, jika perusahaan tidak dapar menghasilkan ‘hasil akhir’ produk yang
baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas
lain yang penting.
Berikut adalah beberapa contoh pertanyaan untuk mengukur 7 dimensi
perceived quality: (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001)
1. Kinerja: Seberapa canggih kemampuan sinyal telepon genggam tanpa antena?
2. Pelayanan : Apakah sistem pelayanannya efisien dan kompeten?
3. Ketahanan : Berapa lama telepon genggam ini dapat bertahan?
4. Keandalan : Dapatkah telepon genggam ini bekerja sebagaimana mestinya setiap
kali perangkat ini digunakan?
5. Karakteristik produk : Apakah telepon genggam memiliki handset yang praktis?
6. Kesesuaian dengan spesifikasi : Apakah telepon genggam ini menyimpang dari
spesifikasinya?
7. Hasil : Apakah telepon genggam ini tampak dan terkesan berkualitas?
2.8.4 Dimensi Perceived Quality untuk Konteks Jasa
Dimensi-dimensi untuk konteks jasa serupa tetapi tidak sama dengan dimensi
konteks produk. Penelitian mengenai persepsi pelanggan tentang kualitas jasa yang
34
sering dipakai sebagai acuan adalah penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry melibatkan industri jasa seperti pialang saham, perbankan,
telekomunikasi, dan lainnya yang menghasilkan dimensi yang hampir sama dengan
dimensi konteks produk.
Dimensi kinerja dalam konteks produk berkaitan dengan dimensi kompetensi
personal dalam bidang jasa. Dimensi tak berwujud sama dengan dimensi hasil akhir
dalam konteks produk yang nilai pentingnya terletak pada peranannya dalam
memberikan indikasi yang berbeda dengan konteks produk karena dalam konteks jasa
melibatkan banyak orang. Pada umumnya yang sering digunakan sebagai dimensi
dalam konteks jasa adalah: Kompetensi, Keandalan, Tanggung Jawab, dan Empati.
Berbagai dimensi ini menjadi inti dalam interaksi antara pelanggan dan pemasar
bidang jasa.
2.9
Brand Loyalty
Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterkaitan
pelanggan kepada sebuah merek (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001). Ukuran ini
mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih
ke merek atau produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya
perubahan, baik menyangkut harga maupun atribut lainnya.
Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan
mudah memindahkan pembeliannya ke kerek lain, apa pun yang terjadi dengan merek
tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan
35
kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat
dikurangi. Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari
brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan
perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya
akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak
alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih
unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Bila banyak pelanggan dari suatu
merek masuk dalam kategori ini berarti merek tersebut memiliki brand equity yang
kuat.
Sebaliknya, pelanggan yang tidak loyal kepada suatu merek, pada saat mereka
melakukan pembelian akan merek tersebut, pada umumnya tidak didasarkan karena
ketertarikan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada karakteristik produk,
harga dan kenyamanan pemakaiannya ataupun berbagai atribut lain yang ditawarkan
oleh merek produk altenatif. Bila sebagian besar pelanggan dari suatu merek
termasuk dalam kategori ini, berarti kemungkinan ekuitas merek tersebut adalah
lemah.
2.9.1
Fungsi Brand Loyalty
Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, brand loyalty dapat
menjadi aset strategis bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa potensi yang dapat
diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan: (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak,
2001)
36
1. Reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran)
Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan
pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi,
biaya pemasaran akan mengecil jika brand loyalty meningkat. Ciri yang paling
nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena
harganya murah.
2. Trade leverage (meningkatkan perdagangan)
Loyalitas yang kuat terhadap sautu merek akan menghasilkan peningkatan
perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan
bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka
selama ini.
3. Attracting new customer (menarik minat pelanggan baru)
Dengan banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek
tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk
mengkonsumsikan merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan
mengandung risiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan
merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga
akan menarik pelanggan baru.
4. Provide time to respond to competitive threats (memberi waktu untuk meres-pons
ancaman persaingan)
Brand loyalty akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespons
gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul,
37
pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk
memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya.
2.9.2
Tingkatan Brand Loyalty
Dalam kaitannya dengan brand loyalty suatu produk, didapati adanya
beberapa tingkatan brand loyalty. Masing-masing tingkatannya menunjukkan
tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan.
Adapun tingkatan brand loyalty tersebut adalah sebagai berikut: (Durianto, Sugiarto,
dan Sitinjak, 2001)
1. Switcher (berpindah-pindah)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang
berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk
memindahkan
pembeliannya
dari
suatu
merek
ke
merek-merek
lain
mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak
tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apa pun yang mereka
anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan
pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka
membeli suatu produk karena harganya murah.
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Pembeli yang berada dalam tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai
pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya
mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk
tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk
38
menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah
merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun
pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli sautu
merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka
mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka
memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost
(biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau risiko kinerja yang melekat
dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli
yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya
peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini
dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya
(switching cost loyal)
4. Like the brand (menyukai merek)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan
emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh
asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan
sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun
disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian sering kali rasa
suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan
cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.
39
5. Comitted buyer (pembeli yang komit)
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki
suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut
menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun
sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini,
salah
satu
aktualisasi
loyalitas
pembeli
ditunjukkan
oleh
tindakan
merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
Tiap tingkatan brand loyalty mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan
juga mewakili tipe asset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya.
Tampilan piramida brand loyalty yang umum adalah sebagai berikut:
commited
buyer
liking the
brand
satisfied buyer
habitual buyer
switcher
Gambar 2.3 Piramida Brand Loyalty Bagi Merek yang Belum Memiliki Brand
Equity yang Kuat
Sumber : Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2001)
40
Dari piramida loyalitas tersebut terlihat bahwa bagi merek yang belum
memiliki brand equity yang kuat, porsi terbesar dari konsumsinya berada pada
tingkatan switcher. Selanjutnya, porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang
berada pada taraf habitual buyer, dan seterusnya hingga porsi terkecil ditempati oleh
committed buyer. Meskipun demikian bagi merek yang memiliki brand equity yang
kuat, tingkatan dalam brand loyalty-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik.
Maksudnya makin ke atas makin melebar sehingga diperoleh jumlah committed
buyer yang lebih besar daripada switcher seperti tampak pada gambar berikut:
commited
buyer
liking the
brand
satisfied buyer
habitual buyer
switcher
Gambar 2.4 Piramida Brand Loyalty Bagi Merek yang Memiliki Brand
Equity yang Kuat
Sumber : Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2001)
41
2.9.3. Pengukuran Brand Loyalty
Berikut ini adalah tahap-tahap pengukuran brand loyalty: (Durianto, Sugiarto,
dan Sitinjak, 2001)
1. Behavior measures (pengukuran perilaku)
Suatu cara langsung untuk menetapkan loyalitas, terutama untuk habitual buyer
(perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian yang actual.
Berikut disajikan beberapa ukuran yang dapat digunakan:
a. Repurcahes rates (tingkat pembelian ulang), yaitu tingkat persentase
pelanggan yang membeli merek yang sama pada kesempatan membeli jenis
produk tersebut.
b. Percent of purchases (persentase pembelian), yaitu tingkat persentase
pelanggan untuk setiap merek yang dibeli dari beberapa pembelian terakhir.
c. Number of brands purchase (jumlah merek yang dibeli), yaitu tingkat
persentase pelanggan dari suatu produk untuk hanya membeli satu merek, dua
merek, tiga merek, dan seterusnya.
Loyalitas pelanggan sangat bervariasi di antara beberapa kelas produk, tergantung
pada jumlah merek yang bersaing dan karateristik produk tersebut. Data mengenai
perilaku walaupun obyektif tetap saja memiliki kertebatasan dalam kaitannya
dengan kompleksitas ataupun biaya perolehannya.
2. Pengukuran switching cost
Pengukuran terhadap variabel ini dapat mengindikasikan loyalitas pelanggan
terhadap suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk berganti merek sangat
42
mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan
dari kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.
3. Measuring satisfaction (pengukuran kepuasan)
Pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan suatu merek
merupakan indikator penting dari brand loyalty. Bila ketidakpuasan pelanggan
terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak tidak cukup alasan bagi
pelanggan untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali bila ada faktor-faktor
penarik yang sangat kuat. Dengan demikian, sangat perlu bagi perusahaan untuk
mengeksplor informasi dari pelanggan yang memindahkan pembeliannya ke
merek lain dalam kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan
ataupun alasan yang terkait dengan ketergesaan mereka memindahkan pilihannya.
4. Measuring liking the brand (pengukuran kesukaan terhadap merek)
Kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan-perasaan hormat atau bersahabat
dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dalam perasaan pelanggan. Akan
sangat sulit bagi merek lain untuk dapat menarik pelanggan yang sudah mencintai
merek hingga pada tahapan ini.
Pelanggan dapat saja sekadar suka pada suatu merek dengan alasan yang tidak
dapat dijelaskan sepenuhnya melalui persepsi dan kepercayaan mereka yang
terkait dengan atribut merek. Ukuran dari rasa suka tersebut dapat dicerminkan
dengan kemauan untuk membayar harga yang lebih mahal untuk memperoleh
merek tersebut.
5. Pengukuran komitmen
43
Merek dengan brand equity yang tinggi akan memiliki sejumlah besar pelanggan
yang setia dengan segala bentuk komitmennya. Salah satu indikator kunci adalah
jumlah interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan produk tersebut.
Kesukaan pelanggan terhadap suatu merek akan mendorong mereka untuk
membicarakan merek tersebut kepada pihak lain, baik dalam taraf sekadar
menceritakan mengenai alasan pembelian mereka terhadap merek tersebut atau
bahkan tiba pada taraf merekomendasikannya kepada orang lain untuk
mengkonsumsikan merek tersebut. Indikator lain adalah sejauh mana tingkat
kepentingan merek tersebut bagi seseorang berkenaan dnegan aktivitas dan
kepribadian mereka, misalnya manfaat atau kelebihan yang dimiliki dalam
kaitannya dengan penggunaannya.
2.10 Peran Ekuitas Merek
Brand equity merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri dimata
pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat membantu pelanggan menafsirkan,
memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek
tersebut. Brand equity dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam
pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam pengunaan
atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. Dalam kenyataannya,
perceived quality dan brand association dapat mempertinggi tingkat kepuasan
konsumen.
44
Di samping memberi nilai bagi konsumen, brand equity juga memberikan
nilai bagi perusahaan dalam bentuk: (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001)
1. Brand equity yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam
memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang
dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Brand equity yang kuat dapat
menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek,
2. Empat dimensi brand equity, brand awareness, perceived quality, asosiasiasosiasi, dan asset merek lainnya dapat mempengaruhi
alasan pembelian
konsumen. Bahkan seandainya brand awareness, perceived quality, asosiasiasosiasi tidak begitu penting dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap dapat
mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek-merek
lain.
3. Brand loyalty yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon
inovasi yang dilakukan para pesaing. Brand loyalty adalah salah satu kategori
brand equity yang dipengaruhi oleh kategori brand equity lainnya. Kategorikategori brand equity lainnya juga berhubungan satu sama lain. Perceived quality
dapat dipengaruhi oleh brand awareness. Nama merek dapat memberikan kesan
bahwa produk dibuat dengan baik (perceived quality), diyakinkan oleh asosiasi
dan loyalitas (seorang konsumen yang loyal tidak akan menyukai produk yang
kualitasnya rendah).
4. Brand association juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun
strategi perluasan produk. Suatu analisis terhadap portofolio merek sangat
45
diperlukan untuk mengetahui efektivitas dari perluasan merek yang telah
dilakukan.
5. Salah satu cara memperkuat brand equity adalah dengan melakukan promosi
besar-besaran yang membutuhkan biaya besar. Brand equity yang kuat
memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan
merepakan premium price (harga premium), dan mengurangi ketergantungan
pada promosi sehingga diperoleh laba yang lebih tinggi.
6. Brand equity yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan
perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru
yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek
yang memiliki brand equity tersebut.
7. Brand equity yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu
menciptakan loyalitas saluran distribusi. Toko, supermarket, dan tempat-tempat
penjualan lainnya tidak akan ragu-ragu untuk menerima suatu produk dengan
brand equity yang kuat dan sudah terkenal untuk dijual kepada konsumen. Produk
dengan brand equity yang kuat akan dicari oleh pedagang karena mereka yakin
bahwa produk dengan merek tersebut akan memberikan keuntungan bagi mereka.
Dengan brand equity yang kuat, saluran distribusi dapat berkembang sehingga
semakin banyak tempat penjualan yang pada akhirnya akan memperbesar volume
penjualan produk tersebut.
8. Aset-aset brand equity lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi
perusahaan dengan memanfaatkan cela-celah yang tidak dimiliki pesaing.
Biasanya, bila dimensi utama dari brand equity yaitu brand awareness, brand
46
association, perceived quality, dan brand loyalty sudah sangat kuat, secara
otomatis aset brand equity lainnya juga akan kuat. Sebagai contoh kesetiaan
perantara maupun pemasar (dealer, grosir, dll) sangat tergantung pada kekuatan
empat elemen utama dari brand equity. Pada umumnya, mereka tidak ragu lagi
terhadap perusahaan yang memiliki brand equity kuat, sehingga kepercayaan
untuk memasarkan produknya semakin meningkat. Oleh karenanya penekanan
riset brand equity diberikan pada keempat elemen utama dari brand equity,
sedangkan aset brand equity lainnya akan secara otomatis terimbas oleh kekuatan
dari keempat elemen utama tersebut.
Berdasarkan paparan yang dikemukakan diatas, disadari bahwa brand equity
menempati posisi yang demikian penting bagi tercapainya tujuan perusahaan. Dengan
demikian, perusahaan yang ingin tetap bertahan, dan melangkah lebih maju untuk
memenangkan persaingan, sangat perlu mengetahui kondisi brand equity produknya
melalui riset terhadap elemen-elemen brand equity.
Download