BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Medis 1. Definisi Ikterus

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Medis
1. Definisi
Ikterus fisiologis adalah peningkatan konsentrasi bilirubin tak
terkonjugasi
serum
selama
minggu
pertama
kehidupan
yang
menghilang sendiri (Haws, 2008; h. 202).
Ikterus fisiologis pada neonatus adalah keadaan normal yang
mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan
progresif pada kadar bilirubin tak terkonjugasi dan ikterus pada hari
ketiga (Frasen and Cooper, 2010; h. 840).
Ikterus patologis adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain
akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda
penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan
penyakit dalam darah. Ikterus terjadi karena peningkatan kadar bilirubin
indirect (uncojugated) dan atau kadar bilirubin direct (conjugated) (FKUI,
2007; h. 519).
Ikterus adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih (IDAI, 2010; h. 147).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ikterus
fisiologis adalah keadaan normal yang mempengaruhi hingga 50% bayi
aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak
terkonjugasi dan selama minggu pertama kehidupan akan menghilang
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
sendiri. Sedangkan ikterus patologis keadaan klinis pada bayi akibat dari
terakumulasinya atau tertimbunnya bilirubin berlebih dalam tubuh
sehingga menimbulkan warna kuning pada bagian tubuh tertentu antara
lain pada kulit, sklera, dan selaput mukosa.
2. Etiologi
a. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis tidak disebabkan oleh faktor tunggal tapi
kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas
fisiologis bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak
terkonjugasi pada bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi
peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance
bilirubin. Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari
produksi bilirubin dan early bilirubin yang lebih besar serta
penurunan usia sel darah merah. Sirkulasi aktif bilirubin di
enterohepatik, yang meningkatkan kadar serum bilirubin tak
terkonjugasi disebabkan oleh penurunan frolar normal, aktifitas βglukoronidase yang tinggi, dan penurunan motilitas usus. Pada bayi
yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan
bayi dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih
awal cenderung mempunyai insiden terjadinya ikterus fisiologis
(IDAI, 2010; h. 152-153).
Ikterus fisiologis disebabkan karena adanya kesenjangan antara
pemecahan sel darah merah dan kemampuan bayi untuk
mantranspor, mengkonjugasi, dan mengekskresi bilirubin tak
terkonjugasi sehingga mengakibatkan :
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
1) Peningkatan pemecahan sel darah merah
Produksi bilirubin bayi baru lahir lebih dari dua kali produksi
orang dewasa normal per kilo gram berat badan. Di lingkungan
uterus yang hipoksik, janin bergantung pada hemoglobin F
(hemoglobin janin), yang memiliki afinitas oksigen lebih besar
daripada hemoglobin A (hemoglobin dewasa). Saat lahir, ketika
sistem pulmonar menjadi fungsional, massa sel darah merah
besar yang dibuang melalui hemolisis mengakibatkan timbunan
bilirubin, yang berpotensi membebani sistem secara berlebihan
(Frasen and Cooper, 2010; h. 840 – 841).
2) Penurunan kemampuan mengikat – albumin
Transpor bilirubin ke hati untuk konjugasi menurun karena
konsentrasi
albumin
yang
rendah
pada
bayi
prematur,
penurunan kemampuan mengikat bilirubin – albumin (yang
dapat terjadi jika bayi mengalami asidosis), dan kemungkinan
persaingan untuk mendapatkan tempat menikat albumin
dengan beberapa obat. Jika tempat ikatan albumin yang
tersedia digunakan, kadar bilirubin yang tidak berikatan, tidak
terkonjugasi, dan larut – lemak dalam darah akan meningkat,
serta mencari jaringan dengan afisitas lemak, seperti kulit dan
otak(Frasen and Cooper, 2010; h. 841).
3) Defisiensi enzim
Kadar aktivitas enzim UDP – GT yang rendah selama 24 jam
pertama setelah kelahiran akan mengurangi konjugasi bilirubin.
Meskipun kadar meningkat selama 24 jam pertama, hal
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
tersebut tidak akan mencapai kadar dewasa selama 6 – 14 hari
(Frasen and Cooper, 2010; h. 841).
4) Peningkatan reabsorbsi enterohepatik
Proses ini meningkat dalam usus bayi baru lahir karena
kurangnya jumlah bakteri enterik normal yang memecahkan
bilirubin menjadi urobilinogen, bakteri ini juga meningkatkan
aktivitas enzim beta – glukoronidase, yang menghidrolisis
bilirubin terkonjugasi kembali ke kondisi tak – terkonjugasi (jika
bilirubin ini diabsorbsi kembali ke dalam sistem). Jika
pemberian
susu
ditunda,
motilitas
usus
juga menurun,
selanjutnya mengganggu akskresi bilirubin tak – terkonjugasi.
Bayi asia memiliki sirkulasi enterohepatik bilirubin yang lebih
tinggi, puncak konsentrasi bilirubin lebih tinggi, dan ikterus yang
lebih lama (Frasen and Cooper, 2010; h. 842).
5) Ikterus ASI
Dua persen dari seluruh air ASI mengandung pregnanediol,
yang menghambat diklukuronid (bentuk bilirubin terkonjugasi)
dan juga meningkatkan asam lemak yang menghambat
peningkatan albumin (mempertahankan bilirubin di dalam
plasma). Selain itu ASI pada beberapa ibu mengandung zat
yang menghambat aktivitas konjugasi transferase glukoronil
dan pada beberapa ibu lain, ASI mengandung glukoronidase
yang justru dapat menyebabkan ikterus. Faktor genetik,
pemberian
makan
dini
yang
tidak
adekuat,
pemberian
suplemen berupa air manis , dan peningkatan resorpsi bilirubin
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
di dalam usus halus yang disebabkan oleh keterlambatan
pengeluaran
mekonium
dapat
turut
menyebabkan
pembentukan ikterus (Sinclair, 2010; h. 361).
b. Ikterus patologis
Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari
stadium janin yang selama waktu tersebut plasenta merupakan
tempat utama eliminasi billirubin yang larut – lemak, ke stadium
dewasa yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin terkonjugasi
yang larut – air diekskresikan dari sel hati ke dalam sistem biliaris
dan kemudian ke dalam saluran pencernaan.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau
diperberat oleh setiap faktor yang meliputi :
1) Menambah beban bilirubin untuk dimetabolisme oleh hati
(anemia hemolitik, waktu hidup sel darah merah lebih pendek
akibat
imaturitas
atau
akibat
sel
yang
ditransfusikan,
penambahan sirkulasi enterohepatik, infeksi)
2) Dapat mencederai atau mengurangi aktivitas enzim transverase
(hipoksia, infeksi, kemungkinan hipotermia, dan defisiensi tiroid)
3) Dapat
berkompetisi
dengan
atau
memblokade
enzim
transverase (obat – obat dan bahan lain yang memerlukan
konjugasi asam glukuronat untuk ekskresi) ; atau
4) Menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim
yang diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin
oleh sel hepar (cacat genetik, prematuritas) (Nelson, 2000; h.
610).
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Resiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak
terkonjugasi dalam serum menjadi bertambah dengan adanya
faktor – faktor yang mengurangi retensi bilirubin dalam sirkulasi
(hipoproteinemia, perpindahan bilirubin dan tempat ikatnya
pada albumin karena ikatan kompetitif obat – obatan seperti
sulfisoksazol dan moksalaktam, asidosis, kenaikan sekunder
kadar asam lemak bebas akibat hipokglikemi, kelaparan, atau
hipotermia), atau oleh faktor – faktor yang meningkatkan
permeabilitas sawar darah otak atau membran sel saraf
terhadap
bilirubin
atau
kerentaan
sel
otak
terhadap
toksisitasnya seperti asfiksia, prematuritas, hiperosmolalitas,
dan infeksi (Nelson, 2000; h. 610).
Pemberian makan yang awal menurunkan kadar bilirubin
serum, sedangkan ASI dan dehidrasi menaikkan kadar bilirubin
serum. Mekonium mengandung 1 mg bilirubin/dl dan dapat
turut menyebabkan ikterus melalui sirkulasi enterohepatik
pasca – dekonjugasi oleh glukuronidase usus. Obat – obat
seperti oksitosin dan bahan kimia yang diberikan dalam ruang
perawatan seperti detergen fenol dapat juga menimbulkan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (Nelson, 2000; h. 610).
Penyebab ikterus patologis pada bayi baru lahir dapat berdiri
sendiri ataupun dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Secara
garis besar etiologi ikterus patologis dapat dibagi:
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
1) Produksi yang berlebihan
Hal
ini
melebihi
mengeluarkannya,
kemampuan
misalnya
pada
bayi
hemolisis
untuk
yang
meningkat pada imkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, devisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2) Gangguan dalam proses ‘uptake’ dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan
fungsi hepar, akibat asi dosis, hipoksia, dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y
dalam heapr yang berperan penting dalam ‘uptake’ bilirubin
ke sel hepar.
3) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi dengan obat misalnya salisilat, sulfafurozole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat
bilirubin indirect yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke otak.
4) Gangguan ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau diluar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya
disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
(FKUI, 2007; h. 1105 – 1106)
3. Patofisiologi
a. Ikterus fisiologis
1) Perburukan ikterus fisiologis pada bayi menyusui
Bukti yang ada sekarang ini menunjukkan bahwa terdapat dua
proses berbeda yang menyebabkan ikterus pada bayi yang
mendapat ASI, meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui :
a) Menyusu atau awitan ikterus awal
Diperkirakan bahwa asupan cairan dan kalori yang rendah
selama produksi kolostrum menyebabkan waktu transit di
usus lebih lama, yang meningkatkan pajanan terhadap beta –
glukoronidase,
yang
semakin
menambah
bilirubin
tak
terkonjugasi ke dalam sistem.
b) ASI atau awitan ikterus akhir
Penelitian
glukoronidase,
menganai
dan asam
lipase
lipoprotein,
lemakbebas
beta
–
dilakukan untuk
memperoleh kejelasan mengenai bentuk ikterus yang lebih
lama ini (Frasen and Cooper, 2010; h. 842 – 843).
2) Perburukan ikterus fisiologis pada bayi prematur
Hal ini ditandai dengan kadar bilirubin 165 µmol/L (10 mg/dl)
atau lebih tinggi pada hari ke-3 atau ke-4, dengan konsentrasi
puncak pada hari ke-5 hingga ke-7 yang kembali normal setelah
beberapa minggu. Bayi prematur lebih beresiko mengalami cern
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
– icterus sehingga penatalaksanaannya sangat penting. Faktor
yang berperan meliputi :
a) Keterlambatan pengeluaran enzim UDP – GT
b) Pemendekan usia sel darah merah
c) Komplikasi, seperti hipoksia, asidosis, dan hipotermi, yang
dapat mengganggu kemampuan mengikat – albumin
(Frasen and Cooper, 2010; h. 842 – 843)
b. Ikterus patologis
Metabolisme bilirubin yang dihasilkan oleh neonatus 75-85 %
berasal dari heme yang merupakan hasil pemecahan hemoglobin.
Metabolisme bilirubin berawal dari sistem retikuloendotial hati dan
limfa pada saat sel darah merah yang sudah tua atau abnormal
hendak dimusnahkan dari sirkulasi. Enzim yang berperan untuk
menghasilkan bilirubin dan carbon monoksidida adalah enzim
mikrosomal heme oxigenase dan biliverdin reduktase. Bilirubin yang
dihasilkan adalah dalam bentuk belum terkonjugasi atau disebut
juga bilirubin indirect. Bilirubin ini kemudian dikeluarkan kedalam
plasma (FKUI, 2007; h. 520).
Pada derajat keasaaman yang normal, bilirubin ini sukar sekali
larut dalam air sehingga harus berikatan dengan albumin sebagai
protein pengangkut. Bilirubin yang berikatan dengan albumin
selanjutnya akan dibawa kehati dan masuk ke hati secara difusi.
Dalam sel hati, bilirubin berikatan dengan protein Y dan Z.
Konjugasi terjadi di reticulum endoplasma sel hati dibantu oleh
enzim glukoronil transferase dan asam glukoronat. Pada tahap ini
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
bilirubin berubah menjadi bilirubin yang terkonjugasi atau disebut
juga bilirubin direct. Bilirubin ini kemudian diekskresi ke saluran
empedu untukselanjtnya dikeluarkan ke usus halus (FKUI, 2007; h.
520).
Bilirubin terkonjugasi tidak direabsorbsi di usus halus. Namun
diusus besar sebelumnya bilirubin ini diubah kembali menjadi
bilirubin tidak terkonjugasi dan asam glukonaronat dengan bantuan
enzim beta glukoronidase. Keadaan ini disebut sebagai sirkulasi
enterohepatik (FKUI, 2007; h. 520).
Keadaan-keadaan
tertentu
dapat
mempengaruhi
proses
metabolisme diatas. Jika proses tersebut terganggu, maka terjadilah
hiperbilirubinemia. Secara garis besar keadaan tersebut adalah
kondisi-kondisi
yang
dapat
menyebabkan
produksi
bilirubin
berlebihan (inkompatibilitas rhesus, anemia hemolitik), defisiensi
enzim, obstruksi saluran empedu, infeksi dan lain-lain. Bilirubin
yang tinggi ini kemudian menempati ruang-ruang didalam tubuh,
misalnya kulit (FKUI, 2007; h. 520).
Hiperbilirubinemia dapat terjadi melalui tiga cara yaitu : melalui
hemolisis sel darah merah, penyakit hati yang mempengaruhi
metabolisme
dan
pengeluaran
empedu,
dan
kondisi
yang
menyebabkan penyempitan saluran empedu (FKUI, 2007; h. 520).
4. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi dari ikterus patologis antara lain adalah :
a.
Ikterus prahepatik
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat,
yang terjadi pada hemolisis sel darah merah (ikterus
hemolotik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi
terbatas apalagi bila desertai oleh adanya disfungsi sel hati.
Akibatnya bilirubin indirek akan meningkat. Dalam batas
tertentu
bilirubin
direk
juga
meningkat
akan
segera
diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, sehingga akan
didapatkan peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh :
a) Kelainan pada sel darah merah
b) Infeksi seperti malaria, sepsis, dan lain – lain
c) Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat – obatan,
maupun yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi
pada reaksi transfusi dan eritroblastosis fetalis (FKUI,
2007; h. 521-522).
b.
Ikterus pascahepatik (obstruktif)
Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan
peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Sebagai
akibat bendungan, bilirubun ini akan mengalami regurgitasi
kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki peredaran
darah. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan diekskresikan
oleh ginjal sehingga kita akan menemukan bilirubin dalam
urin. Sebaliknya karena ada bendungan, maka pengeluara
bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang, sehingga
akibatnya
tinja
akan
berwarna
dempu
karena
tinja
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan dalam
air kemih akan menurun. Akibat penimbunan bilirubin direk,
maka
kulit
akan
terasa
gatal.
Penyumbatan
empedu
(kolestasis) dibagi 2, yaitu intrahepatik ekstrahepatik bila
penyumbatan terjadi di dalam duktus koledukus (FKUI, 2007;
h. 521-522).
c.
Ikterus hepatoseluler (hepatik)
Kerusakan hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin
terganggu,
sehingga
bilirubin
direk
akan
meningkat.
Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan di
dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan
regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan
peniggian kadar bilirubin konjugasi dalam darah.
Bilirubin
direk ini larut dalam air sehingga mudah di ekskresikan oleh
ginjal ke dalam air kemih. Adanya sumbatan intrahepatik akan
menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran
pencernaan
yang
kemudian
akan
menyebabkan
tinja
berwarna pucat, karena sterkobilinogen menurun.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan :
1) Hepatitis oleh virus, bakteri, parasit
2) Sirosis hepatitis
3) Tumor
4) Bahan kimia seperti fosfor, arsen
5) Penyakit lain seperti hemokromatosis, hipertiroidi, dan
penyakit nieman pick.
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
(FKUI, 2007; h. 521-522)
Asal etnik juga mempengaruhi terjadinya ikterus mereka yang
berasal dari Korea, Cina, serta Jepang dan Indian Amerika memiliki
kadar bilirubin yang lebih tinggi (Sinclair, 2010; h. 360).
Faktor predisposisi lain dari ikterus antara lain :
a. Faktor ibu
1) Hipertensi
Pre eklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada
kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero
plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta. Sehingga menimbulkan dampak pada
janin intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion,
kenaikan morbiditas dan mortalitas janin secara tidak langsung
akibat
intrauterine
growth
restriction,
prematuritas,
oligohidramnion, solusio plasenta, perdarahan intraventrikular, dan
sepsis. Dampak tersebut dapat memicu terjadinya ikterus pada
bayi (Saifuddin, 2009; h. 541 – 550).
2) Diabetes maternal
Kadar glukosa yang tinggi pada ibu hamil sering menimbulkan
dampak yang kurang baik terhadap janin. Bayi baru lahir dari ibu
dengan DM biasanya lebih besar, dan bisa juga terjadi
pembesaran dari organ – organnya (hepar, kelenjar adrenal, dan
jantung). Gangguan hepar tersebut dapat emicu terjadinya ikterus
pada bayi (Saifuddin, 2007; h. 852).
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
b. Faktor bayi
1) Prematuritas
Prematuritas merupkan faktor pemicu ikterus karena fungsi hati
yang belum matang (Saifuddin, 2007; h. 377).
2) Memar atau sefalhematoma
Sefalhematoma
adalah
perdarahan
subperiosteal
akibat
kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau tekanan pada
jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah.
Pada gangguan yang luas dapat menyebabkan anemia dan
hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrit, dan
bilirubin (Saifuddin, 2007; h. 400).
5. Tanda dan Gejala
Ikterus fisiologis memiliki tanda – tanda sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir
b. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per
hari (Sinclair, 2010; h. 359).
c. Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 12,5 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan
d. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
(FKUI, 2007; h. 1101-1102).
f.
Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
g. Bayi prematur biasanya kadar puncak 8 – 12 mg/dL tidak dicapai
sebelum hari ke-5 sampai ke-7, dan ikterus jarang diamati sesudah
hari ke-10 (Nelson, 2000; h. 611).
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
h. Secara keseluruhan, 6 – 7 % bayi cukup bulan mempunyai kadar
bilirubin lebih besar dari 12,9 mg/dL dan kurang dari 3 % mempunyai
kadar lebih besar dari 15 mg/dL (Nelson, 2000; h. 611).
Ikterus patologis mempunyai tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus kurang bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan ( Saifuddin, 2007; h.
383).
c. Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg% per hari
d. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
e. Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%
f.
Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama (FKUI, 2007; h. 1107).
g. ikterus patologis memiliki bilirubin total > 200µmol/L (12,9 mg/dL),
bilirubin terkonjugasi (reaksi – langsung) > 25 – 35 µmol/L (1,5 – 2
mg/dL) (fraseen and cooper, 2010; h. 844).
h. Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (
muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat, apnea,
takipnea atau suhu yang tidak stabil) (IDAI, 2010; h.148).
Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila tidak menunjukan dasar
patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus.
Karena bilirubin tidak terkonjugasi daat dilepaskan ke luar dari otak, maka
jarang terjadi kerusakan otak akibat kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang
sangat tinggi, disebut kern-icterus (Corwin, 2009; h. 661). Kern-icterus
adalah tertimbunnya bilirubin dalam jaringan otak sehingga dapat
mengganggu fungsi otak dan menimbulkan gejala klinis sesuai timbunan
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
tempat timbunan itu. Ada beberapa cara untuk menentukan derajat
ikterus yang merupakan resiko terjadinya kern-icterus misalnya kadar
bilirubin bebas; kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis (Kramer, dapat
dilihat pada Gambar 2.1) dilakukan di bawah sinar biasa (day-light).
Gambar 2.1 Daerah kulit bayi yang berwarna kuning untuk penerapan
rumus Kramer
Selain dengan dilakukan pengamatan juga dapat menggunakan rumus
kramer seperti yang tertera dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Rumus Kramer
Daerah (Lihat
Gambar)
1
2
3
4
5
LUAS IKTERUS
Kepala dan leher
Daerah 1
(+)
Badan bagian atas
Daerah 1, 2
(+)
Badan bagian bawah dan
tungkai
Daerah 1, 2, 3
(+)
Lengan dan kaki di bawah
dengkul
Daerah 1, 2, 3, 4
(+)
Tangan dan kaki
KADAR BILIRUBIN
(mg%)
5
9
11
12
16
Pada kern-icterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas, antara lain
dapat disebutkan yaitu bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar,
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
gerakan tidak menentu (involuntary movement), kejang, tonus otot
meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus (Saifuddin, 2008; h. 383).
Faktor resiko terjadinya kernikterus antara lain: berat lahir kurang 2000
gram, neonatus kurang bulan, asfiksia, hipoksia, infeksi, trauma lahir,
hipoglikemi, hyperkarbia dan hiperviskositas darah (FKUI, 2007; h. 1102).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada ikterus neonatorum terdiri dari :
a. Kadar bilirubin serum (total) untuk menentukan kadar dan apakah
bilirubin tidak terkonjugasi atau terkonjugasi
b. Darah tepi lengkap untuk melihat adanya sel abnormal
c. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi untuk
kemungkinan adanya inkompatibilitas
d. Pemeriksaan kadar enzim G-6-PD untuk mengetahui adanya
defisiensi G-6-PD
e. Uji Coombs direct (untuk mendeteksi adanya antibodi maternal pada
SDM bayi) dan uji coombs indirect (untuk mendeteksi adanya
hemolisis pada saat SDM baru diproduksi).
(FKUI, 2007; h. 1106)
f.
Taksiran hemoglobin/hematokrit untuk mengkaji anemia
g. Hitung sel darah putih untuk mendeteksi infeksi
h. Zat dalam urine, misalnya galaktosa (Frasen and Cooper, 2010; h.
852).
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam
tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar
(Hidayat, 2008; h. 95).
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum
tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati
biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin
dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang
terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal
atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme
bilirubin
(plasma
atau
albumin),
mengurangi
sirkulasi
enterohepatik
(pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan
tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin (Corwin,
2009; h. 661).
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia,
dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan
iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran
dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
a. Ikterus fisiologis
Penatalaksanaan asuhan kebidana pada bayi dengan ikterus fisiologis
sebagai berikut :
1. Lakukan perawatan bayi sehari-hari
2. Pemberian nutrisi secara adekuat terutama ASI
3. Bagi sebagian besar bayi dengan kenaikan bilirubin ringan, fototerapi
adalah penatalaksanaannya
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
4. Ikterus akibat pemberian ASI tidak perlu terapi (Corwin, 2009; h. 661).
b. Ikterus patologis
Penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ikterus patologis :
1) Lakukan observasi dengan derajat ikterus, keadaan umum, dan TTV.
2) Lakukan pencegahan hipotermi
3) Lakukan rujukan bila terjadi ikterus patologi.
4) Pemberian nutrisi adekuat terutama ASI
(Saifuddin, 2007; h. 385).
Penatalaksanaan ikterus patologis di rumah sakit :
1) Lakukan pemeriksaan laboratorium
2) Lakukan fototerapi pada saat kadar bilirubin 10 – 20 mg/dL
3) Lakukan transfusi tukar jika fototerapi gagal untuk mencegah
kerusakan syaraf
(Sinclair, 2010; h. 360 – 361).
Penatalaksanaan di RSUD KRT Setjonegoro wonosobo :
Prosedur fototerapi :
a. Ada perintah dari dokter yang merawat untuk melaksanakan
fototerapi
b. Memberitahukan pada keluarga pasien (memberitahu manfaat dan
resiko dari tindakan tersebut)
c. Bila
pasien
setuju
siapkan
blangko
inform
concent
untuk
ditandatangani
d. Merapikan tempat tidur, perlak, dan seprei
e. Melepas semua baju pasien
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
f.
Menutup kedua mata bayi dengan kain hitam yang tidak tembus
cahaya
g. Menutup perut bagian bawah sampai alat genitalia dengan kain hitam
yang tidak tembus cahaya
h. Menghubungkan steker dengan arus listrik
i.
Menekan tombol ON pada alat fototerapi
j.
Mengatur jarak lampu dengan bayi ± 45 Cm
k. Melakukan penyinaran selama 24 jam dengan cara 1 x 24 jam
l.
Mengontrol setiap jam selama penyinaran agar tidak terjadi
komplikasi yang tidak diharapkan
m. Melakukan pemeriksaan kadar bilirubin seletah 2 paket fototerapi
selesai.
Efek samping dari fototerapi adalah :
a. Dehidrasi
b. Iritsi kulit dan diaperrash
c. Infertilitas gonadotropin
(Protap RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo)
8. Komplikasi
Komplikasi dari ikterus adalah terjadinya cern-icterus. Cern-icterus adalah
ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan
dengan ikterus berat (bilirubin indirect lebih dari 20 mg%) dan disertai
penyakit hemolotik berat dan pada autopsi ditemukan bercak bilirubin di
otak. Cern-icterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spastis yang
terjadi secara kronik
(Surasmi, 2003; h. 57-58)
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
B. Tinjauan Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai
dari
pengkajian
analisa
data,
diagnosa
kebidanan,
perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi (PP IBI, 2006; h. 126).
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan tanggung jawab dalam
memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah
dalam kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir
serta keluarga berencana (PP IBI, 2006; h. 126).
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode 7
langkah varney yang meliputi :
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan data dasar yang
menyeluruh untuk mengevaluasi ibu dan bayi baru lahir. Data dasar ini
meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan pelvik sesuai indikasi,
meninjau kembali proses perkembangan keperawatan saat ini atau
catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data laboratorium
dan laporan penelitian terkait secara singkat. Data dasar yang
diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber informasi yang
berkaitan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir. Bidan mengumpulkan
data dasar awal lengkap, bahkan jika ibu dan bayi baru lahir mengalami
komplikai yang mengharuskan mereka mendapat konsultasi dokter
sebagai bagian dari penatalaksanaan kolaborasi.
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Langkah II : Interpretasi data
Menginterpretasi data untuk kemudian diproses menjadi masalah
atau diagnosis serta kebutuhan asuhan yang diidentifikasi khusus. Data
dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Diagnosa kebidanan
adalah diagnosa yang ditegakkan
bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Standar nomenklatur kebidanan yaitu :
1. Diakui dan disahkan oleh profesi
2. Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan
3. Memiliki ciri khas kebidanan
4. Didukung oleh klinikal judgment dalam lingkup praktek kebidanan
5. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan
mengantisipasi penanganannya
Langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosispotensial
berdasarkan masalah dan diagnosa saat ini berkenaan dengan tindakan
antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu denan waspada
penuh, dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul.
Langkah IV : Menetapkan kebutuhan akan tindakan segera untuk melakukan
kolaborasi/konsultasi
Langkah
ini
mencerminkan
sifat
kesinambungan
proses
penatalaksanaan, yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer
atau kunjungan pranatal periodik, tetapi juga saa bidan melakukan
perawatan lanjutan pada wanita tersebut.
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh
Langkah ini ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau
diagnosis yang diidentifikasi baik saat ini maupun yang dapat
diantisipasi serta perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Langkah ini
dilakukan dengan mengumpulkan setiap informasi tambahan yang
hilang atau diperlukan untuk melengkapi data dasar. Kemudian diambil
keputusan untuk mengembangkan rencana perawatan yang menyeluruh
harus mencerminkan rasional yang valid, yang didasarkan pada
pengetahuan teoritis terkait yang terkini dan tepat juga pada asumsi
tidak valid tentang apa yang ibu atau orang tua akan atau tidak
dilakukan.
Langkah VI : Penatalaksanaan langsung asuhan yang efisien dan aman
Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau
dilakukan sebagian oleh ibu atau orang tua, bidan atau anggota tim
kesehatan lain. Apabila tidak dapat melakukannya sendiri, bidan
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa implementasi benar –
benar dilakukan.
Langkah VII : Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana
perawatan yang dilakukan benar – benar telah mencapai tujun, yaitu
memenuhi kebutuhan ibu.
(Varney, 2007; h. 27 – 28)
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Metode pendokumentasian secara SOAP meliputi:
S (Subjektif)
: Apa yang dikatakan ibu klien tersebut
O (Objektif)
: Apa yang dilihat dan dirasakan bidan sewaktu
melakukan pemeriksaan (hasil laboratorium)
A (Assasment)
: Kesimpulan apa yang dibuat dari data – data
subyektif atau obyektif tersebut
P (Planning)
: Rencana dari tindakan yang akan dilakukan
(Priharjo, 2006; h. 14)
Penerapan Asuhan Kebidanan
I.
Pengkajian
Merupakan
suatu
cara
untuk
mendapatkan
informasi
dengan
menggunakan metode wawancara dan pemeriksaan fisik.
A. Data subjektif
1. Identitas klien
Nama
: Identitas dimulai dengan nama pasien, yang
harus jelas dan lengkap : nama depan, nama
tengah (bila ada), nama keluarga, dan nama
panggilan akrab supaya tidak ada kesalahan
dalam
pemberian
(Matondang,
Wahidayat,
asuhan
dan
kebidanan
Sastroasmoro,
2009; h. 5)
Umur
: Umur harus jelas dan dilengkapi tanggal lahir,
usia
anak
juga
diperlukan
untuk
menginterprestasi apakah data pemeriksaan
klinis anak tersebut normal sesuai dengan
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
(Matondang,
umurnya
Wahidayat,
dan
Sastroasmoro, 2009; h. 5), karena pada ikterus
fisiologis timbul pada bayi yang berumur dua
sampai tiga hari (3 – 5 hari pada bayi yang
disusui )
akan menghilang pada umur 7 – 10
hari (Sinclair, 2010; h. 359). Sedangkan ikterus
patologis timbul pada umur 24 jam pertama.
Pada bayi aterm menetap sampai umur 7 – 10
hari sedangkan pada bayi prematur menetap
sampai umur 2 minggu (Frasen dan Cooper,
2009; h. 844).
Identitas penanggung jawab :
Nama
: Nama ayah, ibu, atau wali pasien harus
dituliskan dengan jelas agar tidak keliru dengan
orang lain, mengingat banyak nama yang sama
(Matondang,
Wahidayat,
dan
Sastroasmoro,
2009; h. 6).
Umur
: Umur ibu harus jelas (Matondang, Wahidayat,
dan Sastroasmoro, 2009; h. 6). Dalam hal ini
umur ibu tidak ada hubungannya dengan salah
satu penyebab terjadinya ikterus.
Suku bangsa
: Data tentang suku bangsa juga memantapkan
identitas,
disamping
itu
tentang
kesehatan
dan
perilaku
seseorang
penyakit
sering
berhubungan dengan suku bangsa (Matondang,
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6). Suku
bangsa harus jelas karena pada beberapa
etnik/suku (seperti Korea, Cina, Jepang, dan
Indian Amerika) merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya ikterus (Haws, 2008; h. 202).
Agama
: Data tentang agama juga memantapkan
identitas,
disamping
itu
tentang
kesehatan
dan
berhubungan
dengan
perilaku
seseorang
penyakit
agama
sering
(Matondang,
Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6).
Agama penting ditanyakan untuk mengetahui
keyakinan pasien tersebut untuk membimbing
atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
Pendidikan
: Informasi tentang pendidikan baik ibu maupun
ayah dapat menggambarkan keakuratan data
yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola
pendekatan anamnesis (Matondang, Wahidayat,
dan Sastroasmoro, 2009; h. 6).
Pekerjaan
: Menanyakan pekerjaan baik ibu maupun ayah
dapat menggambarkan keakuratan data yang
akan diperoleh serta dapat ditentukan pola
pendekatan anamnesis, pekerjaan orang tua
untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi
dalam gizi pasien (Matondang, Wahidayat, dan
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Sastroasmoro, 2009; h. 6). Apabila gizi ibu
selama kehamilan kurang dapat menyebabkan
bayinya lahir dengan BBLR. Dimana BBLR
mempunyai resiko terjadinya ikterus (Frasen and
Cooper, 2010; h. 843).
Alamat
: Alamat ditanyakan dengan jelas meliputi nama
desa, jalan, RT/RW, kecamatan, kabupaten serta
bila ada nomer telponnya ditanyakan untuk
melakukan kunjungan rumah jika diperlukan
selain itu juga apabila pasien gawat dapat
dihubungi
(Matondang,
Wahidayat,
dan
Sastroasmoro, 2009; h. 6).
2. Alasan datang
: Menanyakan dengan jelas alasan datang
kepada pasien untuk mengetahui alasan datang
ke Rumah Sakit (Matondang, Wahidayat, dan
Sastroasmoro, 2009; h. 6). Pada pasien ikterus
fisiologis dan patologis terlihat warna kuning di
bagian tubuh tertentu hanya yang membedakan
biasanya pada ikterus patologis ditandai dengan
muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB
yang cepat (IDAI, 2010; h.148)
3. Keluhan utama : Menanyakan keluhan utama dengan jelas dan
lengkap
yaitu
keluhan
yang
menyebabkan
pasien dibawa ke rumah sakit (Matondang,
Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6).
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Untuk mengetahui tanda gejala terjadinya ikterus
misalnya warna kuning pada tubuh bayi bagian
tertentu (IDAI, 2010; h. 147).
4. Riwayat kesehatan :
a. Riwayat kesehatan sekarang (bayi)
Menanyakan riwayat perjalanan penyakit ini disusun cerita
yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan pasien
sejak sebelum mendapat keluhan sampai ia dibawa berobat
meliputi: demam, kejang, muntah, ikterus, sesak nafas,
sianosis, edema, perdarahan (Matondang, Wahidayat, dan
Sastroasmoro. 2009; h. 7-12), Karena pada bayi ikterus
fisiologis dan patologis terlihat kuning pada bagian tubuh
tertentu, ditandai dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan
sklera serta pada ikterus patologis disertai dengan demam dan
muntah karena adanya perubahan produksi atau aktivitas
uridine diphosphoglucoronil transferase (IDAI, 2010; h. 154).
Ikterus patologis disertai dengan adanya penyakit yang
mendasari pada bayi (muntah, letargis, malas menetek,
penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, atau demam)
(IDAI, 2010; h. 148)
b. Riwayat kesehatan dahulu (ibu)
Menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita ibu
seperti : hipertensi dan DM (Matondang, Wahidayat, dan
Sastroasmoro, 2009; h. 12). Terutama riwayat gangguan
hemolisis (Inkompatibilitas atau ketidaksesuaian Rh atau
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
darah ABO, gangguan hemolisis ini terjadi pada ibu dengan
golongan darah O oleh antigen A dan B janin akan
memproduksi anti-A dan Anti-B erupa IgG, yang dapat
menembus
plasenta,
masuk
ke
sirkulasi
janin
dan
menimbulkan hemolisis, sedangkan ibu dengan golongan
darah A atau B memiliki anti-A atau anti-B berupa IgM, yang
tidak dapat menembus plasenta) dan sepsis (IDAI, 2010; h.
203). Hal ini yang dapat menimbulkan terjadinya ikterus
karena
merupakan
faktor
predisposisi
dan
penyebab
terjadinya ikterus patologis (Sinclair, 2010; h. 359).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah diderita keluarga
seperti jika ada saudara kandung yang mempunyai ikterus
maka hal ini dapat menimbulkan terjadinya ikterus (Nelson,
2000; h. 611). Terutama pada kasus ikterus dengan penyabab
inkompatibilitas Rh dan ABO karena apabila pada ibu yang
sebelumnya mengandung anak pertama pernah mengalami
transfusi darah yang inkompatibel atau ibu pernah mengalami
keguguran
dengan
janin
rhesus
positif,
pengaruh
inkompatibilitas ini akan terlihat pada bayi yang dilahirkan
kemudian (FKUI, 2007; h. 1096-1097).
5. Riwayat obstetri (Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang
lalu)
Hal pertama yang ditanyakan adalah keadaan ibu saat hamil,
bersalin, dan nifas dalam keadaan sehat (Matondang, Wahidayat,
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
dan Sastroasmoro, 2009; h. 12-13). Riwayat persalinan ibu
meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan dan keadaan bayi
segera setelah lahir. Jenis persalinan seperti vakum dapat
menyebabkan trauma lahir dan keadaan bayi bila terjadi asfiksia,
lahir prematur, serta adanya infeksi neonatal. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya ikterus pada bayi (FKUI, 2007; h. 1102).
6. Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi pasien baik imunisasi dasar maupun
imusisasi ulangan (booster) harus secara rutin ditanyakan
(Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 14). Dalam
hal ini imunisasi tidak ada hubungannya dengan kejadian ikterus.
7. Pola kebutuhan sehari – hari
a. Pola intake nutrisi
Mengetahui tentang makanan yang dikonsumsi baik jangka
pendek (beberapa waktu sebelum pasien sakit), maupun
jangka panjang (sejak lahir) (Matondang, Wahidayat, dan
Sastroasmoro,
2009;
h.
13).
Mengetahui nutrisi
yang
didapatkan oleh bayi. Pemberian ASI yang adekuat akan
mengurangi terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi
susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin yang lebih
banyak dibandingkan dengan yang diberi ASI (IDAI, 2010; h.
153).
b. Pola eliminasi
Untuk mengetahui pola BAK dan BAB meliputi frekuensi,
konsistensi, dan keluhan. Pada bayi dengan ikterus warna
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
fesesnya pucat dan warna urine kuning atau jingga (Fraser
dan Cooper, 2009; h. 843). Hal tersebut disebabkan adanya
sumbatan
intrahepatik
yang
menyebabkan
penurunan
ekskresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang kemudian
akan menyebabkan tinja berwarna pucat dan urine kuning
atau jingga, karena adanya sterkobilinogen dan urobilinogen
menurun (FKUI, 2007; h. 521-522).
c. Pola aktivitas
Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan bayi saat bayi
terjaga. Karena pada bayi ikterus patologis bayi terlihat rewel
dan menangis dengan nada tinggi (Frasen and Cooper, 2010;
h. 851). Keadaan tersebut disebabkan karena dehidrasi dan
kelaparan (Frasen and Cooper, 2010; h. 843).
d. Pola istirahat
Menggambarkan beberapa lama bayi bisa beristirahat.
Pada bayi ikterus pola istirahatnya normal sedangkan pada
bayi dengan ikterus patologis istirahatnya terganggu karena
adanya dehidrasi (Frasen and Cooper, 2010; h.851).
B. Data Objektif
1. Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan pasien, apakah dalam keadaan
distres akut yang memerlukan penanganan segera atau dalam
keadaan relatif stabil (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro,
2009; h. 22). Pada bayi yang mengalami mengalami ikterus
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
fisiologis keadaan umumnya baik. Tetapi pada ikterus patologis
keadaan umumnya cukup (IDAI, 2010; h. 147 – 148)
2. Tingkat kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien (Matondang,
Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 23). Pada bayi yang
mengalami ikterus fisiologis tingkat kesadaran bayi composmentis
yaitu bayi mengalami kesadaran yang penuh dengan memberikan
respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan dan
somnolen yaitu bayi memiliki tingkat kesadaran yang lebih rendah
dengan ditandai bayi tampak mengantuk, tidak responsif dengan
stimulus yang diberikan biasanya terjadi pada ikterus patologis
(Fraser dan Cooper, 2009; h. 843).
3. Tanda vital
a. Bunyi jantung
Pemeriksaan bunyi jantung untuk menilai keadaan bayi.
Pemeriksaan denyut
jantung
dikatakan normal apabila
frekuensinya antara 120 – 160 kali per menit. Pada bayi
ikterus umumnya bunyi jantung normal apabila tidak disertai
kelainan tertentu pada jantung (Hidayat, 2008; h. 66).
b. Suhu
Mengetahui
suhu
tubuh
bayi
diukur
menggunakan
termometer yang diselipkan di aksila, oral, atau rektal bayi.
Normalnya suhu tubuh bayi adalah 36,5 – 37,5 °C ( Hidayat,
2008; h. 67). Pada ikterus fisiologis suhunya normal, tetapi
pada ikterus patologis mengalami ketidakstabilan suhu karena
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
perubahan
adanya
produksi
atau
aktivitas
uridine
diphosphoglucoronil transferase (IDAI, 2010; h. 147).
c. Respirasi
Pemeriksaan
frekuensi
nafas
ini
dilakukan
dengan
menghitung rata – rata pernafasan dalam satu menit.
Pemeriksaan ini dikatakan normal apabila frekuensinya antara
30 – 60 kali per menit, tanpa ada retraksi dinding dada, dan
suara merintih saat ekspirasi (Hidayat, 2008; h. 66). Pada
ikterus fisiologis pernafasannya normal tetapi pada ikterus
patologis ditandai dengan adanya apnea atau takipnea (IDAI,
2010; h. 147).
4. Antropometri
a. Berat badan
Berat badan diukur untuk menentukan status gizi bayi baik,
cukup, atau gizi kurang. Normalnya berat badan bayi adalah
2500 – 4000 Gram. Pada bayi prematur, status gizi kurang,
atau BBLR dapat menyebabkan terjadinya ikterus (Frasen dan
Cooper, 2009; h. 843). pada ikterus patologis terjadi
penurunan berat badan yang cepat (IDAI, 2010; h. 148)
b. LILA
Untuk menentukan status gizi bayi baik, cukup, atau kurang
gizi,
normalnya
11
(Matondang,
Wahidayat,
dan
Sastroasmoro, 2009; h. 33). Pada bayi prematur, status gizi
kurang, atau BBLR dapat menyebabkan terjadinya ikterus
(Frasen dan Cooper, 2009; h. 843).
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Untuk menilai lingkar kepala bayi apakah normal atau tidak,
status gizi, benjolan, luka, sutura (Matondang, Wahidayat, dan
Sastroasmoro, 2009; h. 34). Warna kulit kepala bayi yang
ikterus kuning dan terdapat benjolan atau luka akibat trauma
lahir (Saifuddin, 2007; h. 385).
b. Muka
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai apakah ada
kelainan atau tidak seperti asimetri wajah (Matondang,
Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 50). Apabila pada
bayi ikterus warna kulit kuning (Saifuddin, 2007; h. 385)
c. Mata
Pemeriksaan
mata
dilakukan
untuk
melihat
adanya
kesimetrisan dan warna pada sklera (Hidayat, 2008; h. 68).
Pada bayi yang terkena ikterus terlihat warna sklera kuning
(IDAI, 2010; h. 147).
d. Telinga
Pemeriksaan telinga dilakukan untuk menilai adanya
gangguan pendengaran dan melihat kesimetrisan telinga
(Hidayat, 2008; h.68). Pada bayi dengan ikterus terlihat warna
kuning pada telinga (Saifuddin, 2007; h. 385).
e. Mulut
Pemeriksaan mulut dilakukan untuk menilai ada kelainan
pada mulut, warna lidah, dan kemampuan refleks menghisap
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
(Hidayat, 2008; h. 68). Pada ikterus fisiologis tidak ada
kelainan tetapi untuk ikterus patologis didapati refleks
menghisap kurang (Frasen dan Cooper, 2009; h. 843).
f.
Hidung
Untuk menilai bentuk hidung, sekret, dan gerakan cuping
hidung (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h.
56). Pada bayi dengan ikterus kurang bulan didapati adanya
cuping hidung (IKA, 2007; h. 1053)
g. Leher
Menilai adanya pembesaran kelenjar limfe, kelenjar thiroid,
dan bendungan vena jugularis, kaku kuduk, dan kelainan
(Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 64).
Pada bayi dengan ikterus akan didapati warna kuning pada
leher yang menandakan batas kramer 1 (Saifuddin, 2007; h.
285).
h. Dada
Mengetahui
adanya
retraksi
dinding
dada
dan
kesimetrisan (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro,
2009; h. 68). Warna pada bayi ikterus warna kulit dada kuning
dan terdapat retraksi dinding dada pada bayi kurang bulan
(IKA , 2007; h. 1102)
i.
Abdomen
Menilai bentuk abdomen, dinding perut, gerakan dinding
perut, auskultasi, dan perkusi (Matondang, Wahidayat, dan
Sastroasmoro, 2009; h. 96-99). Pada ikterus fisiologis bentuk
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
abdomen normal sedangkan pada ikterus patologis dijumpai
bentuk perut buncit karena adanya pembesaran hati selain itu
juga menilai keadaan tali pusat, dan peristaltik usus (Hidayat,
2008; h. 69). Warna abdomen pada bayi ikterus berwarna
kuning sebagai batas kramer 2 (Saifuddin, 2007; h. 385).
j.
Punggung
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya
kelainan bentuk tulang belakang (Matondang, Wahidayat, dan
Sastroasmoro, 2009; h. 101). Warna punggung bayi dengan
ikterus adalah kuning (Saifuddin, 2007; h. 385).
k. Ekstremitas
Menilai ekstremitas atas dan bawah meliputi keutuhan
jumlah jari, gerakan, warna kuku (Matondang, Wahidayat, dan
Sastroasmoro, 2009; h. 121). Warna kuku dan kulit ada bayi
dengan ikterus adalah kuning (Saifuddin, 2007; h. 385). Pada
ikterus patologis gerakan lemah (IKA, 2007; h. 1102).
l.
Genitalia
Pemeriksaan genitalia melihat jenis kelamin, apabila
perempuan : mengetahui keadaan labia minora tertutup labia
mayora, lubang urethra dan vagina harusnya terpisah
sedangkan pada bayi laki – laki: adanya testis dalam
scrotum,lubang urethra berada di ujung penis (Hidayat, 2008;
h. 69). Warna genitalia pada bayi ikterus adalah kuning
(Saifuddin, 2007; h. 385).
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
m. Anus
Menilai adanya lubang anus, refleks anal, dan kelainan
(Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 112).
Pada bayi dengan ikterus didapati anus berwarna kuning
(Saifuddin, 2007; h. 385).
n. Kulit
Menilai warna kulit apabila pada bayi dengan ikterus
berwarna kuning yaitu sebagai berikut:
Kramer 1
: Kepala dan leher
Kramer 2
: Kremer I dan badan bagian atas
Kramer 3
: Kramer 1, 2, dan badan bagian bawah
serta tungkai
Kramer 4
: Kramer 1, 2, 3, dan lengan serta kaki di
bawah dengkul
Kramer 5
: Kramer 1, 2, 3, 4, dan tangan serta kaki
adanya vernic ceseosa, elastisitas, tipis / transparant, dan
tanda lahir (Saifuddin, 2007; h. 385).
o. Refleks
1) Morro
: Bayi apabila diubah posisinya secar tiba
– tiba atau pukul meja atau tempat
tidursecara langsung lengan ekstensi,
dan tungkai sedikit fleksi (Hidayat, 2008;
h. 70). Pada ikterus patologis refleks ini
lamah/tidak ada sama sekali sedangkan
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
pada ikterus fisiologis refleks ini normal
(IDAI, 2010; h. 147 – 148).
2) Rooting
: Apabila gores sudut mulut bayi maka
maka bayi akan memutar ke arah pipi
yang digores (Hidayat, 2008; h. 71).
3) Sucking
: Refleks menghisap bayi. Pada bayi
dengan ikterus refleks menghisapnya
lemah (Hidayat, 2008; h.71)
4) Walking
: Bayi bila dipegang kakinya sedikit
menyentuh permukaan yang keras maka
kaki bayi akan bergerak ke atas dan ke
bawah bila sedikit disentuh (Hidayat,
2008; h. 70).
5) Tonic neck
: Apabila diputar denagn cepat kesatu
arahmaka bayi melakukan perubahan
lengan dan tungkai ekstensi kearah sisi
putaran kepala dan fleksi pada sisi yang
berlawanan (Hidayat, 2008; h. 71).
6) Babinski
: Bila telapak kaki digores sepanjang tepi
luar, dimulai dari tumit, maka jari kaki
mengembang dan ibu jari dorsofleksi
(Hidayat, 2008; h. 70).
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
p. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kadar
bilirubin dalam darah, darah tepi, kadar enzim G-6-PD, uji
coombs, dan mengetahui penyebab ikterus, inkompatabilitas
darah ABO (Fraser and cooper, 2009; h. 852).
II. Interpretasi Data
A. Diagnosa
Bayi Ny.......umur......hari dengan ikterus patologis
Data dasar :
a. Dasar subjektif
a. Pernyataan ibu mengenai alasan datang dan tanggal
kelahiran.
b. Pernyataan ibu mengenai keluhan utama : bayi terlihat
kuning pada bagian tertentu, malas menetek, berat badan
menurun, letargi, dan muntah .
b. Dasar objektif
a. Keadaan umum cukup dan kesadaran bayi rendah dengan
ditandai bayi tampak mengantuk, tidak responsif dengan
stimulus yang diberikan.
b. Riwayat kelahiran : adanya trauma lahir, bayi dengan
afiksia, lahir prematur, dan adanya infeksi neonatal
c. Pemeriksaan fisik ditemukan warna kulit kuning pada
bagian tubuh bayi, selaput lendir, urin berwarna seperti
teh, letargi, hipotonus, refleks menghisap kurang, tremor,
dan kejang.
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
d. Pemeriksaan
laoratorium
yang
dilakukan
adalah
pemariksaan darah (untuk mengetahui kadar bilirubin total,
darah tepi untuk mengetahui adanya sel abnormal,
penentuan golongan darah dan Rh untuk kemungkinan
adanya inkompatibilitas, pemeriksaan kadar enzim G-6PD, mendeteksi adaya antibody dalam sel darah merah
bayi, hemolisis pasa sel darah merah yang baru
diproduksi, taksran hemoglobin untuk mengkaji anemia,
hitung sel darah putih untuk mendeteksi infeksi) dan urine
(untuk mendeteksi misal galaktosa) ( FKUI, 2007; h. 1108).
B. Masalah
Malas menetek, kebutuhannya beri ASI yang adekuat
III. Diagnosa Potensial Dan Antisipasi
Potensial terjadi kern icterus.
Antisipasi kolaboasi dengan dokter spesialis anak
IV. Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan Segera Atau Kolaborasi Dan
Konsultasi
Konsultasi dengan dokter spesialis anak untuk menentukan penanganan
yang tepat sesuai berapa kadar bilirubin total (IDAI, 2010; h.158)
V. Perencanaan
A. Lakukan pemeriksaan laboratorium
B. Lakukan fototerapi pada saat kadar bilirubin 10 – 20 mg/dL
C. Lakukan transfusi tukar jika fototerapi gagal untuk mencegah
kerusakan syaraf
(FKUI, 2007; h. 1106-1108)
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
VI. Pelaksanaan
A. Melakukan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan : kadar
bilirubin total, darah tepi, golongan darah dan Rh, uji Coombs,
taksiran hemoglobin/hematokrit, sel darah putih, dan zat dalam urine
(FKUI, 2007; h. 1106)
B. Melakukan fototerapi pada saat kadar bilirubin 10 – 20 mg/dL
Fototerapi dapat digunakan pada pra dan pasca transfusi tukar
(FKUI, 2007; h. 1108).
Cara terapi dengan fototerapi :
1. Diusahakan agar bagian tubuh bayi yang kena sinar dapat seluas
mungkin dengan membuka pakaian bayi
2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya
3. Bayi diletakkan 8 inci dibawah sinar lampu. Jarak ini dianggap
jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal
4. Posisi bayi sebaiknya diubah – ubah setiap 18 jam agar bagian
tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh
5. Suhu bayi diukur secara berkala 4 – 6 jam/kali
6. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam atau sekurang – kurangnya
sekali dalam 24 jam
7. Hemoglobin juga harus diperiksa secara berkala terutama pada
penderita dengan hemolisis
8. Perhatikan hidrasi bayi, bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan
9. Lamanya terapi sinar dicatat
( FKUI, 2007; h. 1113).
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
C. Melakukan transfusi tukar jika fototerapi gagal untuk mencegah
kerusakan syaraf ( Sinclair, 2010; h. 360 – 361).
Pada umumnya transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai
berikut :
1. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≥ 20 mg%
2. Kenaikan kadar bilirubin yang cepat, yaitu 0,3 sampai 1 mg%
per jam.
3. Anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.
4. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat < 14 mg% dan uji
Coombs direk positif (FKUI, 2007; h. 1108).
Prosedur trasfusi tukar :
1. Persiapan darah sebelum penukaran : CBC, hitung retikulasit,
apus darah tepi, bilirubin, Ca++, glukosa, protein total, Rh,
golongan darah, dan coombs
2. Perlu kateter menetap vena umbilikalis (umbilical vena, UV)
(lumen ganda) atau kateter UV dan kateter arteri umbilikalis
(umbilical artery, UA) untuk mengambil dan memasukkan
darah
3. Dengan kondisi steril sebagian kecil darah (<10% volume
darah) diambil secra serial dan diganti dengan darah donor
atau salin
4. Pemeriksaan darah pasca transfusi tukar : elektrolit, nitrogen
urea darah (BUN), kreatin, Ca++, glukosa, CBC, trombosit,
bilirubin, dan gologan darah (Haws, 2008; h. 206)
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Kebutuhan cairan pada neonatus :
Tabel 2.2 Kebutuhan dasar cairan pada neonatus
Hari Kelahiran
Hari ke – 1
Hari ke – 2
Hari ke – 3
Hari ke – 4
Hari ke – 5
Hari ke – 6
Hari ke – 7
Hari ke > 10
Cairan/kg/hari
60 ml
70 ml
80 ml
90 ml
100 ml
110 ml
120 ml
150 – 200 ml
(Saifuddin, 2007; h. 380)
Penatalaksanaan di RSUD KRT Setjonegoro wonosobo :
Prosedur fototerapi :
a. Ada perintah dari dokter yang merawat untuk melaksanakan
fototerapi
b. Memberitahukan pada keluarga pasien (memberitahu manfaat dan
resiko dari tindakan tersebut)
c. Bila
pasien
setuju
siapkan
blangko
inform
concent
untuk
ditandatangani
d. Merapikan tempat tidur, perlak, dan seprei
e. Melepas semua baju pasien
f.
Menutup kedua mata bayi dengan kain hitam yang tidak tembus
cahaya
g. Menutup perut bagian bawah sampai alat genitalia dengan kain hitam
yang tidak tembus cahaya
h. Menghubungkan steker dengan arus listrik
i.
Menekan tombol ON pada alat fototerapi
j.
Mengatur jarak lampu dengan bayi ± 45 Cm
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
k. Melakukan penyinaran selama 24 jam dengan cara 1 x 24 jam
l.
Mengontrol setiap jam selama penyinaran agar tidak terjadi
komplikasi yang tidak diharapkan
m. Melakukan pemeriksaan kadar bilirubin seletah 2 paket fototerapi
selesai.
Efek samping dari fototerapi adalah :
a. Dehidrasi
b. Iritsi kulit dan diaperrash
c. Infertilitas gonadotropin
(Protap RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo)
VII. Evaluasi
Evaluasi yaitu umpan balik dari perencanaan dan pelaksanaan yang telah
dilakukan.
1. Bila fototerapi tidak banyak perubahan dalam konsentrasi bilirubin,
perlu perhatikan kemugkinan lampu yang tidak efektif atau adanya
komplikasi seperti dehidrasi, hipoksia, infeksi, dan gangguan
metabolisme dan lain – lain (IKA, 2007; h. 1113)
2. Setelah
dilakukan
transfusi
tukar
observasi
adanya
trombositopenia, trombosis vena porta, perforasi vena umbilikalis,
aritma jantung, dan necrotizing enterocolitis (Haws, 2008; h.206).
Data perkembangan I
Tanggal ................
Jam ................
S : Ibu mengatakan bayi BAB berapa kali sehari dan warnanya, BAK
berapa kali sehari dan warnyanya, bayi menghisapnya lemah atau
kuat.
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
O : Pada pemeriksaan fisik, kulit bayi berwarna kuning pada bagian
tertentu tubuh bayi dan hasil pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan
bilirubin ulang tergantung umur bayi, evolusi hiperbilirubinemia, dan
jika derajat ikterus meragukan) (IDAI, 2010; h. 158).
A : Bayi Ny. ......... umur .......... hari ............. dengan ikterus patologis.
P : 1. Berikan suplemantasi ASI yang dipompa atau formula (pada bayi
menyusui yang mendapat fototerapi) cukup jika asupan bayi tidak
adekuat, berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi
2. Lanjutkan fototerapi dengan patokan kadar bilirubin total
3. Lakukan pengawasan terhadap resiko kemungkinan terjadinya
hiperbilirubinemia berat
(IDAI, 2010; h. 158-164).
C. Aspek Hukum
Bidan dalam melaksanakan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
sesuai dengan kewenangannya. Adapun kewenangan bidan dalam kasus ini
yaitu :
1. Kepmenkes (1464/MENKES/PER/X/2010 pada pasal 9 huruf B dan pada
pasal 11 ayat 2 huruf C )
Pasal 9
Bidan dalam
menjalankan praktik
berwenang
untuk
memberikan
pelayanan yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu;
b. Pelayanan kesehatan anak; dan
c. Pelayanan
kesehatan
reproduksi
perempuan
dan
keluarga
berencana
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Pasal 11 ayat 2
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berwenang untuk :
a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini, injeksi Vitamin K 1,
perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 – 28 hari), dan
perawatan tali pusat
b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
c. Penanganan kegawat – daruratan dilanjutkan dengan perujukan
d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah
f.
Pemberian konseling dan penyuluhan
g. Pemberian surat keterangan kelahiran, dan
h. Pemberian surat keterangan kematian
2. Standar pelayanan kebidanan yang mengatur tugas pokok dan
kompetensi bidan ( kompetensi ke-6 pada nomor 8 dan kompetensi ke-7
nomor 12 ) :
a. ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR
Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
Pengetahuan Dasar :
1.
Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus.
2.
Kebutuhan dasar bayi baru lahir: kebersihan jalan napas,
perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, “bonding & attachment”.
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
3.
Indikator pengkajian bayi baru lahir, misalnya dari APGAR.
4.
Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.
5.
Tumbuh kembang yang normal pada bayi baru lahir selama 1
bulan.
6.
Memberikan immunisasi pada bayi.
7.
Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti:
caput, molding, mongolian spot, hemangioma.
8.
Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti:
hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus.
9.
Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir
sampai 1 bulan.
10. Keuntungan dan resiko immunisasi pada bayi.
11. Pertumbuhan dan perkembangan bayi premature.
12. Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma intracranial, fraktur clavicula, kematian mendadak, hematoma.
ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA
Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
Pengetahuan Dasar :
1. Keadaan kesehatan bayi dan anak di Indonesia, meliputi: angka
kesakitan, angka kematian, penyebab kesakitan dan kematian.
2. Peran dan tanggung jawab orang tua dalam pemeliharaan bayi
dan anak.
3. Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak normal serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
4. Kebutuhan fisik dan psikososial anak.
5. Prinsip dan standar nutrisi pada bayi dan anak. Prinsip-prinsip
komunikasi pada bayi dan anak.
6. Prinsip keselamatan untuk bayi dan anak.
7. Upaya pencegahan penyakit pada bayi dan anak misalnya
pemberian immunisasi.
8. Masalah-masalah yang lazim terjadi pada bayi normal seperti:
gumoh/regurgitasi, diaper rash dll serta penatalaksanaannya.
9. Penyakit-penyakit yang sering terjadi pada bayi dan anak.
10. Penyimpangan
tumbuh
kembang
bayi
dan
anak
serta
penatalaksanaannya.
11. Bahaya-bahaya yang sering terjadi pada bayi dan anak di dalam
dan luar rumah serta upaya pencegahannya.
12. Kegawat
daruratan
pada
bayi
dan
anak
serta
penatalaksanaannya.
Asuhan Kebidanan Bayi..., Febria Septianti Prasetiana, Kebidanan DIII UMP, 2012
Download