NASKAH MODUL ELEKTRONIK FILUM ARTHROPODA Oleh ADE YAMINDAGO, S.Kel, MP., M.Sc UNIVERSITAS BRAWIJAYA Tahun 2013 1 Tujuan Instruksional Umum 1. Mahasiswa mengetahui karakteristik umum Filum Arthropoda 2. Mahasiswa mengetahui karakteristik khusus dari kelompok-kelompok dalam Arthropoda 3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenis-jenis Arthropoda yang hidupnya di laut 2 PENGANTAR Modul ini memberikan pemahaman bagi mahasiswa mengenai karakteristik umum Filum Arthropoda. Karakter-karakter tersebut antara lain morfologi dan anatomi, sistem pernafasan, sistem reproduksi, habitat dan tingkah laku. Karakter-karakter tersebut juga tidak hanya terdapat pada anggota dari Filum Arthropoda yang terdapat di laut seperti krustasea dan serangga laut yang merupakan pembahasan utama pada modul ini, juga dimiliki oleh kelompok lainnya seperti serangga darat termasuk cacing, ulat, kalajengking dan kupu-kupu. Selain itu, secara khusus modul ini membahas karakteristik khusus krustasea dan serangga laut yang terdiri dari klasifikasi, morfologi, anatomi internal, habitat dan preferensi lingkungan, sistem peredaran darah, reproduksi baik seksual maupun aseksual dan pernafasan pada setiap kelompok dan jenis-jenis organisme tersebut. Semoga modul ini dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa program studi ilmu kelautan pada khususnya dan masyarakat ilmiah pada khususnya. 3 1.1. Karakteristik Umum Krustasea Tujuan Intruksional Khusus 1. Mahasiswa mengetahui sistem klasifikasi dan identifikasi krustasea 2. Mahasiswa mengetahui karakteristik umum Krustasea 3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi beberapa anggota krustasea a. Karakteristik Umum Arthropoda secara bahasa berasal dari bahasa Yunani yakni Arthres = bersendi-sendi dan Podes, sehingga Arthropoda adalah organisme yang memiliki kaki bersendi-sendi. Filum Arthropoda merupakan filum yang memiliki anggota paling banyak dibandingkan filum lainnya. Anggota pada filum ini meliputi organisme yang merayap Centipede dan Milepede antara lain cacing dan ulat, berjalan Arachnida antara lain kalajengking hingga terbang Serangga antara lain kupu-kupu dan lalat. Namun, modul ini mendeskripsikan Arthropoda yang anggota memiliki habitat di laut, yang meliputi Subfilum krustasea (Crustacea) antara lain udang-udangan, kepiting, lobster dan kopepoda, Subfilum Keliserata (Cheliserata) antara lain kepiting tapal kuda (horseshoe crab) dan Subfilum Uniramia yakni serangga laut (Gambar 1) Gambar 1. Kelompok-kelompok dari Filum Arthropoda (Sumber: http://esccalbe.blogspot.com) 4 1. 2. 3. 4. Secara umum, karakteristik Filum Arthropoda laut sebagai berikut: Tubuh tersusun atas segmentasi luar (heteronom). Terdiri atas tiga bagian kepala (chepalo), dada (toraks) dan perut (abdomen) seperti yang terdapat pada gambar 2. Tubuh simetri bilateral. Bagian tubuhnya berpasangan yaitu kaki, capit dan sistem pernafasan Memiliki susunan saraf tangga tali dengan ganglion cerebrale dan ganglia abdominalia Satu pembuluh darah punggung yang berfungsi sebagai jantung/cor, memompa darah ke arah anterior. Gambar 2. Morfologi Arthropoda Laut 5. Memiliki rangka luar (eksoskeleton) untuk melindungi organ-organ dalam, mencegah dehidrasi dan membantu dalam pergerakan 6. Memiliki appendage yang menyatu (jointed appendages) untuk menggerakkan kaki, organ mulut dan capit sekalipin tubuhnya tertutupi oleh eksoskeleton 7. Memiliki sejumlah organ luar (limbs), sejumlah pasang kaki, beberapa berukuran kecil atau besar sedangkan lainnya berukuran besar dan adapula yang termodifikasi menjadi capit. b. Arthropoda Laut 1. Taksonomi Sistem penamaan organisme atau taksonomi pada Krustasea cukup berkembang. Ng et al. (2008) dalam papernya yang berjudul Systema Brachyorum Part I telah mendeskripsikan dan mengklasifikasikan 5 Krustasea khususnya kepiting ke dalam levelnya masing-masing. Klasifikasi terkini Krustasea laut khususnya kepiting yaitu sebagai berikut: Kingdom: Animalia Filum: Arthropoda Subfilum: Crustacea Brünnich, 1772 Kelas: Malacostraca Latreille, 1802 Subkelas: Eumalacostraca Grobben, 1892 Superordo: Eucarida Calman, 1904 Ordo: Decapoda Latreille, 1802 Subordo: Pleocyemata Burkenroad, 1963 Infraordo: Brachyura Linnaeus, 1758 Seksi: Eubrachyura de Saint Laurent, 1980 Subseksi: Heterotremata Guinot, 1977 Superfamily: Xanthoidea MacLeay, 1838 Family: Xanthidae MacLeay, 1838 Subfamily: Xanthinae Alcock, 1898 Genus: Leptodius A. Milne-Edwards, 1863 Species: Leptodius exaratus (H. Milne Edwards, 1834) [Chlorodius] [Direction 36] = Cancer inaequalis Olivier, 1791 = Cancer inaequalis Audouin, 1826 = Leptodius lividus Paul’son, 1875 = Xanthodius exaratus var. Typica Ortmann, 1893 (Sumber: Martin dan Davis (2001) dan Ng et al (2008) dalam Yamindago, 2013) Sistem penamaan pada hewan dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh The International Code of Zoological Nomenclature (ICZN or ICZN Code). Aturan-aturan ini telah disepakati secara umum dalam tata nama hewan. Aturan-aturan prinsip mengatur beberapa hal antara lain: a. Cara penulisan nama-nama dalam tata nama binomial nomenclature ditulis dengan benar. b. Cara penulisan nama Author bilamana terjadi masalah dalam penamaan organisme yang sama oleh Author yang berbeda. c. Cara melakukan sitasi atau penulisan Author referensi ilmiah Sistem tata nama pada hewan mengikuti sistem yang telah dibuat sebelumnya oleh seorang ahli botani Carolus Linnaeus pada abad ke 18. Pada bukunya yang terbit pada tahun 1735 yang berjudul Systema Naturae, Linnaeus memperkenalkan sistem yang kita kenal dengan Binnomial Nomenclature (sistem tata nama dengan dua kata latin). Untuk lebih memahami tata nama Binomial Nomenclature sebagai contoh Rajungan atau Blue swimmer crab dikenal dengan Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758) (Gambar 3). 6 Gambar 3. Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758) Arthropoda laut khususnya kepiting juga dikelompokkan berdasarkan kandungan racunnya. Kandungan racun pada jenis-jenis kepiting seperti Mosaic crabs Lophozozymus pictor dan Demon crabs Demania spp. telah diketahui sejak lama, namun masih saja terdapat korban khususnya nelayan, karena kepiting-kepiting tersebut tersangkut pada jaring. Kepiting beracun dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: (1) Toksik permanen, kepiting-kepiting ini selalu ditemukan beracun. Konsumsi jenis kepiting ini sekalipun telah dimasak dapat menyebabkan kematian. Beberapa jenis dari kelompok ini yaitu L. pictor dan Demania spp. (2) Toksin sedang, kepiting-kepiting ini memiliki toksi berkadar sedang bahkan ada beberapa kepiting yang ditemukan tidak beracun. Beberapa jenis dari kelompok ini yaitu Carpilius spp. dan Eriphia spp. Karakter-karakter yang umum digunakan untuk identifikasi pada krustasea khususnya kepiting adalah sebagai berikut: 1. Bentuk carapace misalnya ovate (seperti daun, hexagonal, pentagonal dan lain-lain) 2. Karakter abdominal shape (menyatu=fused) dan dapat digerakkan (movable) dan (tidak menyatu=unfused) 3. Bentuk Cheliped (capit), Pleopod (kaki renang), uropod (ekor kipas), telson (bagian yang menonjol), Pereipod (kaki jalan) dan maxiliped (membantu untuk makan) (Gambar 4). 7 Gambar 4. Karakteristik umum Krustasea a. Subfilum Krustasea 1. Ordo Decapoda Karakteristik umum organisme yang diklasifikan dalam Ordo Decapoda sebagai berikut: a. Tiga pasang pertama dari embelan (thoracic appendage) toraks termodifikasi menjadi maksiliped dan terdapat lima pasang (sepuluh) kaki b. Pasangan pertama dari kaki termodifikasi menjadi duri atau capit (chelipeds) c. Umumnya pergerakan decapoda telah beradaptasi dengan cara merayap (crawling). Kakinya berat dan pleopod efektif digunakan untuk reproduksi dibanding digunakan untuk berenang, sebagai contoh terlihat pada udang d. Tubuhnya berbentuk pipih dengan eksoskeleton (cangkang) yang kuat. 1.1. Infraordo Brachyura Krustasea yang masuk ke dalam kelompok Brachyura merupakan kepiting sejati, dimana karapaksnya (carapace) pendek dan lebar, dan sering ditemukan berbentuk padat (dorsoventrally compressed). Pasangan pereiopod yang pertama umumnya berupa capit, pasangan kaki jalan kedua dan ketiga seperti kepiting pada umumnya difungsikan hanya untuk berjalan. Kaki jalan ke lima atau ke empat dan ke lima sering ditemukan agak runcing, sedangkan pada Family Portunidae (sering disebut sebagai rajungan), kaki kelima termodifikasi menjadi kaki dayung yang digunakan untuk berenang. Pada betina, pasangan kaki renang pertama dan kedua termodifikasi menjadi gonopod yang berfungsi dalam reproduksi, sedangkan pada pasangan kaki renang ketiga, ke empat dan kelima tidak berkembang (absen). Pada betina, pasangan kaki renang pertama sangat jarang berkembang dengan baik, sedangkan pada kaki renang lainnya berkembang dengan baik yang digunakan untuk membawa telur-telur (gambar 5). Baik serangga betina maupun jantan tidak memiliki uropod atau ekor kipas dan telson berukuran kecil. Perkembangan larva adalah dengan metamorfik dan termasuk pada fase zoeal dan megalopa. 8 A. Kepiting Berikut ini merupakan karakteristik umum dari kepiting. Kepiting merupakan anggota dari Ordo Decapoda sehingga tampak pada gambar dibawah ini, kaki kepiting berjumlah 10 (lima pasanga). (Ng, 1998) Gambar 5 karakteristik pada kepiting Berikut ini adalah deskripsi beberapa kepititing sebagai berikut: a. Famili Homolidae Kepiting ini merupakan penghuni laut dalam. Karapaksnya longitudinal rectangular. Permukaan carapace kasar (granulose) hingga halus (spinose); seluruh segmen perut jantan (abdominal segments) terpisah dan dapat digerakkan (gambar 6). Selain itu, ciri khas kepiting ini yaitu membawa spons di punggungnya. Habitatnya di perairan dalam hingga mencapai 200 meter. 9 Gambar 6 karakteristik Famili Homoliidae b. Famili Dromiidae Karapaks sirkular hingga heksagonal; permukaan karapaks agak cembung hingga sangat cembung longitudinal dan transversal; permukaan halus dan kasar (granule) (Gambar 7). Kepiting jenis ini juga membawa spons atau tunikata pada punggungnya sebagai mekanisme kamuflase. Seluruh segmen perutnya terlihat nyata dan dapat digerakkan. Habitatnya didasar perairan, umumnya ditemukan di dalam atau disekitar karang yang memiliki substrat halus. Kepiting ini pemakan segala (omnivora) antara lain bintang laut (Asteroidea). Gambar 7 Karakteristik kepiting Dromiidae c. Famili Raninidae Karapaknya berbentuk ovate longitudinal; permukaan karapaks halus hingga sangat kasar. Seluruh segmen perut terlihat nyata dan dapat digerakkan. Kaki jalan ke lima berbentuk menyerupai kaki dayung. Habitatnya menggali membuat benteng pertahanan pada substrat 10 yang halus dn umumnya ditemukan pada perairan yang dangkal. Makanannya berupa berbagai jenis cacing dan moluska lunak. Gambar 8 Karakteristik Famili Raninidae d. Famili Calappidae Karapaks berbentuk sirkular (circular) atau ovate hingga ovate transversal atau subovate. Abdominal segmen jantan yang ketiga hingga kelima menyatu sangat nyata (gambar 9). Capit kanan memiliki gigi yang unik. Habitatnya dengan cara menggali substrat yang halus maupun lumpur. Gambar 9. Karakteristik Famili Calappidae 11 e. Famili Xanthidae Karapaks berbentuk heksagonal, heksagonal transversal hingga ovate transversal ovate terkadang circular; permukaan umumnya kasar. Segmen perut ke 3 hingga ke 5 tidak dapat digerakkan, menyatu sebagian maupun seluruhnya. Habitatnya sangat bervariasi di dasar perairan. Gambar 10. Karakteristik Famili Xanthidae f. Famili Eriphiidae Karapaksnya heksagonal, transversal rectangular hingga transversal ovate; dorsal permukaan kasar. Seluruh segmen perut jantan terlihat nyata dan dapat digerakkan. Habitatnya di balik batu, di dasar perairan. 12 Gambar 11. Karakteristik Famili Eriphiidae g. Famili Menippidae Karakteristik karapaks ovate, permukaan halus, bagian-bagian karapaks dapat terlihat jelas. Habitatnya di perairan dangkal hingga intertidal, pada substrat pasir-berlumpur dan biasanya di bawah batu. Gambar 12. Karakteristik Famili Menippidae h. Famili Oziidae Karakteristik karapaks ovate, permukaan halus. Habitatnya sepanjang daerah intertidal yang dangkal, terkadang ditemukan di sekitar Estuari dan sering berada di celah-celah atau dibawah batu. 13 Gambar 12. Karakteristik Famili Oziidae i. Famili Pilumnidae Karakteristik karapaks berbentuk heksagonal, transversal rectangular atau transversal ovate; permukaan dorsal cembung, halus hingga kasar. Segmen perut yang ketida hingga ke 5 dapat digerakkan bebas. ciri khas dari fimili ini adalah memiliki rambut mulai yang lebat hingga jarang tergantung jenisnya sebagai alat kamuflase. Habitatnya di dasar perairan pada berbagai kondisi substrat. Gambar 13. Karakteristik Famili Pilumnidae j. Famili Galenidae Karakteristik karapaks berbentuk subpentagonal, permukaan punggung agak cembung, bagian lateral agak kecil, kasar berbentuk bulat. Habitatnya pada perairan dangkal hingga perairan dalam mencapai 100 m, hidupnya di perairan berlumpur. 14 Gambar 14. Karakteristik Famili Galenidae k. Famili Goneplacidae Karakteristik karapaks heksagonal, transversal rectangular, trapezoidal atau transversal ovate. Segmen jantan ke 3 dan ke 5 terlihat nyata dapat digerakkan, tetapi sebagian jenis menyatu dan tidak dapat digerakkan. Habitat di dasar perairan. Gambar 15. Karakteristik Famili Goneplacidae l. Famili Portunidae Karakteristik karapaks heksagonal, transversal ovate hingga heksagonal. Segmen perut jantan ke 3 hingga ke 5 menyatu dan tidak dapat digerakkan. Sepasang kaki jalan ke lima termodifikasi menjadi kaki dayung yang digunakan khususnya untuk reproduksi dibanding hanya untuk berenang. Habitatnya di daerah semipelagis dengan berbagai tipe substrat. Kepiting kelompok ini yang di Indonesia dikenal sebagai rajungan. 15 Gambar 16. Karakteristik Famili Portunidae j. Famili Majidae Karakteristik karapaks berbentuk pyriform (pear-shaped), sirkular hingga subovate. Seluruh segmen perut jantan dapat digerakkan pada kebanyakan spesies dari anggota famili ini. Kepiting ini dikenal dengan kepiting laba-laba, berkamuflase diantara alga, tetapi umumnya ditemukan di dasar perairan. Gambar 17 Karakteristik Famili Majidae 16 k. Famili Grapsidae Karapaksnya berbentuk squarish, transversal rektangular, trapezoidal, atau sirkular, permukaan karapaks datar hingga terkadang cembung. Seluruh segmen perut pada jantan dapat digerakkan. Habitatnya di dasar perairan, pada perairan pasang surut, estuari hingga ranting pohon. Gambar 18 Karakteristik Famili Grapsidae 1.2. Infraordo Anomura Kepiting Anomura memiliki 10 kaki jalan, tetapi pada sepasang bagian akhir ukurannya mengecil dan sering tertutupi oleh insang dibalik karapaks yang digunakan untuk membersihkan insang. Sepasang kaki jalan pertama juga termodifikasi menjadi capit. Gambar 19 Kepiting Hermit (Anomura) 17 Karakteristik umum kepiting anomura sebagai berikut: 1. Melindungi dirinya terutama bagian perut yang lunak dengan menggunakan cangkang gastropoda. 2. Perutnya berbentuk spiral sehingga dapat sesuai dengan cangkang gastropod. Cangkang tersebut dikaitkan dengan uropod yang telah dimodifikasi. 3. Otot abdomen longitudinal berkontraksi untuk menekan terhadap dinding dalam dari cangkang 4. Dua pasang kaki terakhir ditekan terhadap dinding cangkang 5. Anomura atau kepiting hermit memiliki capit (cheliped), biasanya satu capit berukuran besar yang digunakan untuk menangkap mangsa dan juga digunakan utnuk menutup lubang masuk dari cangkang 6. Ukuran kepiting hermit dapat mencapai 8 cm yaitu jenis Petrochirus Diogenes 7. Kepiting hermit menggunakan 4 pasang kakinya untuk bergerak, sedangkan sepasang kaki terakhir digunakan untuk membersihkan insang atau membawa telur. 8. Pakannya berupa detritus sehingga dikenal sebagai tipe scavenger dan plankton-plankton khususnya zooplankton yang berukuran kecil, sehingga juga dikenal dengan cara filter feeder. 9. Reproduksinya, baik jantan maupun betina, biasanya dilakukan setelah betina mengalami moulting. Fertilisasi dilakukan secara internal, kemudian telur-telurnya melekat pada pleopodnya. 10. Sistem respirasinya menggunakan insang yang melakukan pertukaran udara yang terdapat di perairan 11. Distribusinya mulai dari perairan subtropics hingga tropis, dari perairan dangkal hingga perairan dalam. Kepiting hermit mendiami daerah yang berbatu maupun berpasir termasuk daerah pasang surut. Kepiting hermit atau biasa kita kenal sebagai Kelomang hanya menggunakan cangkang gastropod yang kosong. Kepiting tersebut tidak membunuh gastropod yang masih hidup untuk diambil cangkangnya. Ketika kepiting hermit tumbuh besar dari ukuran cangkangnya, maka kepiting hermit mencari cangkang yang berukuran yang lebih besar, tetapi tidak akan meninggalkan cangkang yang sedang digunakan hingga menemukan cangkang yang sesuai. Kepiting hermit akan mencoba cangkang yang akan digunakan, bilamana sesuai baik kenyamanan, berat dan kemampuan mobilitas nantinya, maka cangkang tersebut akan digunakan. Namun, bila tidak sesuai, maka kepiting hermit akan tetap menggunakan cangkang yang sedang dipakainya. Kepiting hermit bahkan dapat bertarung dengan lainnya untuk mendapatkan cangkang bilamana cangkang yang sesuai tidak tersedia. Pada beberapa daerah, pertumbuhan dan reproduksi kepiting hermit dibatasi oleh ketersediaan cangkang. Kepiting hermit juga berasosisi dengan organisme laut lainnya seperti karang dan anemone. Selain itu, juga menggunakan batu, cangkang bivalve, kayu dan struktur lainnya untuk melindungi tubuh kepiting tersebut dari predator. 18 B. Lobster Lobster diklasifikasikan menjadi dua Infra order berdasarkan bentuk pasangan kaki pertama. Infra ordo Astaciea merupakan lobster yang memiliki capit, sedangkan Infra ordo Palinura merupakan lobster yang memiliki duri. Karakteristik umum lobster sebagai berikut: 1. Tubuhnya datar atau plat dan memiliki ekor kipas 2. Semua lobster memiliki karapaks yang keras 3. Lobster memiliki 10 pasang kaki, seperti anggota ordo Decapoda lainnya dan pasangan kaki pertama termodifikasi menjadi capit atau duri Gambar 20 Karakteristik morfologi lobster 4. Memiliki mata bertangkai yang menonjol keluar dari depan karapaks. 5. Memiliki dua pasang anterna. Pasangan pertama lebih pendek dan ramping dibanding pasangan antenna kedua serta memiliki dua filamen sensor, sedangkan pasangan antenna kedua dapat berukuran lebih panjang dari tubuh lobster dan hanya memiliki satu filamen sensor. 6. Lobster terkecil dari Family Scyllaridae hanya berukuran sekitar 2.5cm sedangkan yang paling besar adalah American lobster, Homarus americanus dengan panjang sekitar 60 cm dan mencapai berat hingga 22 kg. 19 7. Pergerakan lobster menggunakan kaki untuk berjalan atau merangkak pada permukaan substrat. Lobster juga memiliki mekanisme khusus dengan mengibaskan ekornya (Uropod) untuk lari dari predator. 8. Lobster merupakan tipe scavenger dan omnivore yang makanannya berupa ikan-ikan, moluska, kepiting, bulu babi, bintang laut, bahkan sesama lobster. 9. Lobster baik jantan maupun betina, lobster betina hanya dapat melakukan fertilisasi bilamana lobster tersebut baru saja mengalami moulting. Betina memilih pasangannya dan bergerak menuju tempat perlindungan sekitar satu minggu sebelum melakukan moulting. Setelah moulting, betina dan jantan akan bersama pada tempat tersebut sampai karapaksnya keras kembali. Telur-telur diletakkan pada pleopod yang dengan dengan ekornya. Betina tidak akan melakukan moulting bilamana masih mengerami telur-telurnya sampai telur-telur tersebut menetas, sekitar 11 bulan. Masa hidupnya dapat mencapai 100 tahun 10. Respirasi dengan cara menggunakan insang yang berkembang sampai dinding tubuhnya dan berada disekitar segmen dada. Jumlah insang tergantung spesies misalnya Homarus americanus memiliki 20 insang pada setiap sisi tubuhnya. 11. Distribusinya mulai dari perairan subtropis sampai tropis di seluruh dunia, dari perairan intertidal hingga ke dalaman laut. Habitatnya berada pada lubang-lubang dan celah-celah batu di dasar atau di sekitar karang Karapaks lobster keras dan harus diganti untuk memungkinkan lobster untuk tumbuh. Proses pelepasan karapaks yang lama disebut sebagai ekdisis dan ke seluruhan proses dinamakan moulting. Berikut ini deskripsi dari beberapa famili yang umum pada lobster 1. Famili Enoplometopidae Gambar 21 Lobster Famili Enoplometopidae 20 2. Famili Thaumastochelidae Gambar 22 Lobster Famili Thaumastochelidae 2. Famili Synaxidae Gambar 23 Lobster Famili Synaxidae 21 3. Famili Palinuridae Gambar 24 Lobster Famili Palinuridae 4. Famili Scyllaridae Gambar 25 Lobster Famili Scyllaridae 22 Perbedaan lobster dan udang Lobster dan udang secara umum memiliki karakteristik yang sama, tetapi terdapat perbedaan yang mendasar selain perbedaan ukuran. Berikut ini perbedaan lobster dan udang: Tabel 1. Karakter yang membedakan antara lobster dan udang Karakter Lobster Udang Bentuk tubuh Ekor Telson Pleopod Pleuron Dorsoventrally depressed Ekor kipas Lebar Pendek Kecil Laterally compressed Non Ekor Kipas Runcing Panjang Besar Gambar 26 Karakter yang membedakan antara lobter dan udang 23 C. Udang Karakteristik udang baik secara morfologi maupun fisiologi menyerupai lobster. Berikut ini karakteristik morfologi dari udang. Gambar 27 Karakteristik Morfologi Udang Gambar 28 Karakteristik Rostrum dan Pereiopod 24 Gambar 29 Karakteristik karapaks chepalotoraks D. Mantis Mantis umumnya ditemukan pada perairan yang dangkal, beberapa juga ditemukan pada ke dalaman lebih dari 1000 m. mantis sering ditemukan sendiri dan terkadang berpasangan bersembunyi di lubang-lubang, menggali membuat lubang di sekitar daerah terumbu karang, bebatuan dan substrat yang halus. Para betina meletakkan telurtelurnya ketika mereka telah membuat lubang dan menjaganya sampai telur-telur tersebut menetas. Mantis juga menggunakan capit depannya untuk menangkap mangsa seperti ulat, udang dan ikan. beberap spesies tropis udang mantis menggunakan sinyal flourosence untuk menarik mangsanya. Berikut ini adalah karakteristik umum dari mantis Gambar 30 25 Gambar 30 Karakteristik umum udang Mantis Berikut ini beberapa family dari mantis yang umumnya dijumpai 1. Famili Odontodactylidae Famili ini merupakan mantis dengan ukuran sedang antara Moderat > 17 to 18 cm. mantis ini memiliki mata yang globular, buka T-shaped, conea mata tidak bilobed. Permukaan karapaks, thorax, dan perutnya halus, tidak memiliki banyak variasi. Habitatnya pada dasar perairan yang kasar. Gambar 31 Mantis Famili Odontodactylidae 26 2. Famili Lysiosquillidae Mantis family ini memiliki mata yang berbentuk T dan cornea bilobed. Permukaan karapaks, thorax, and abdomen halus, jalur-jalur tubuh yang membedakan berbentuk longitudinal tidak begitukelihatan. Telson tidak terlalu terpisah. Habitat dari mantis tersebut dengan cara membuat lubang sederhana dengan dua jalur masuk, yang berujung hanya satu jalur utama. Ditemukan dari perairan dangkal hingga perairan dalam sekitar 25 m. Gambar 32 Mantis Famili Lysiosquillidae 27 2. Famili Harpiosquillidae Mantis jenis ini merupakan mantis yang berukuran sangat besar sekitar 30 cm. memiliki mata yang juga besar dan berbentuk T-shaped dan cornea sangat bilobed. Karapaks, thorax dan perut berbentuk seperti bukit secara longitudinal. Telson dengan carina longitudinal dan posterispines yang nyata. Habitat jenis mantis ini yaitu dengan menggali dasar perairan. Mantis tersebut menggali untuk membuat tempat perlindungan sambiil menunggu mangsa dan terkadang meninggalkan sarang untuk berburu mangsa. Capitnya yang sangat tajam yang potensial untuk menangkap ikan. Gambar 33 Mantis Famili Harpiosquillidae 28 3. Famili Squillidae Mantis jenis ini berukuran besar yaitu sekitar > 20 cm). memiliki mata yang berbentuk Eye T-shaped dan corneanya bilobed. Karapaks, thorax, dan perut memiliki jalur-jalur longitudinal atau carinae. Mantis ini memiliki Telson dengan jalur-jalur longitudinal medium dan during yang sangat menonjol. Habitatnya dengan jalan menggali dasar perairan dan mencari mangsa ketika malam hari. Gambar 34 Mantis Famili Squillidae Moulting Proses moluting merupakan mekanisme yang sangat penting terutama untuk pertumbuhan dan juga untuk melaksanakan reproduksi. Di alam, cangkang kepiting sering ditemukan sangat keras, tetapi ketika kepiting melakukan moulting, makan cangkang tersebut akan lunak sebagai konsekuensi atas pertumbuhan, perkembangan tubuh dan reproduksi. Kepiting bakau yang tumbuh di alam, ditemukan dapat mencapai 100 mm per tahun. Kepiting seringkali melakukan moulting khususnya pada fase larva. Sebagai contoh, Rajungan Blue Swimming crab dapat mengalami moulting sebanyak 27 kali sepanjang hidupnya pada fase larva (zoea), bahkan kepiting jenis ini dapat melakukan tujuh kali moulting dengan selang beberapa hari. Sementara, kepiting bakau dapat melakukan moulting sebanyak 13 kali sepanjang hidupnya yaitu 6 kali 29 pada fase larva dan 5 kali selama masa pertumbuhan dan satu kali selama proses reproduksi. Frekuensi moulting akan berkurang ketika kepiting telah mencapai dewasa. Cangkang yang lama akan digerakkan ke atas tubuhnya menuju mata hingga semua bagian dari cangkang lama terlepas dari tubuh kepiting. Kelangsungan proses moulting ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: 1. Ukuran kepiting, semakin besar ukuran kepiting, maka proses moulting akan berlangsung lama 2. Faktor lingkungan misalnya temperature, moulting dapat terjadi bilama temperatur air sekurang-kurangnya 15oC, tetapi proses moulting dapat berjalan dengan lancar bilamana proses tersebut diatas 18oC. 3. Ketersediaan makanan, kurangnya makanan dapat menyebabkan proses moulting berjalan dengan lambat, karena kepiting tersebut membutuhkan nutrien dan kalsium (Ca) untuk menguatkan cangkangnya yang baru. Sebagai contoh, kepiting hermit memakan cangkangnya yang lama, sebagai sumber nutrien dan kalsium ketika proses moulting dilakukan. Cangkang kepiting akan mulai mengeras setelah enam atau tujuh jam dan proses tersebut akan selesai sekurang-kurangnya empat hari. Kepiting yang telah mengalami ganti kulit akan kehilangan kemampuannya untuk berenang, kepiting tersebut tenggelam pada substrat. Dibutuhkan sekitar dua atau tiga jam untuk mengembalikan kemampuan berenangnya ketika cangkangnya lunak. Gambar 35 Tahapan proses moulting 30 Nilai Ekonomis Kepiting, lobster, udang dan mantis merupakan bahan makanan yang berprotein tinggi bagi manusia. Kepiting dapat juga diproses menjadi kepiting soka, kepiting cangkang lunak baik dengan cara di press menggunakan tekanan tinggi, melakukan ablasi, juga diberi campuran ekstraksi daun bayam. 31 Daftar Pustaka Ng, P.K.L. Crabs in The Living Marine Resources of the Western Central Pacific Vol.2. Cephalopods, crustaceans, holothurians and sharks. FAO. Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). Roma Yamindago, A. 2012. Molecular Phylogeny of Crab Species Collected From Samaesarn Islands, Thailand: An Emphasis On Family Xanthidae Alcock, 1898 Sensu Sakai (1976) (Decapoda: Brachyura). Thesis. Burapha University. Infraorder Bracyura. http://species-identification.org, accessed 18-10-2012. Manning, R.B. 1998. Stomatopod. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific Vol.2. Cephalopods, crustaceans, holothurians and sharks. FAO. Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). Roma Chan, T.Y. 1998. Shrimp and Prawns. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific Vol.2. Cephalopods, crustaceans, holothurians and sharks. FAO. Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). Roma Chan, T.Y. 1998. Lobster. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific Vol.2. Cephalopods, crustaceans, holothurians and sharks. FAO. Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). Roma 32 2. Karakteristik umum serangga laut (Marine Insecta) Tujuan Instruksional Umum 1. Mahasiswa mengetahui karakteristik umum serangga laut 2. Mahasiswa mengetahui mekanisme biologis mengapung, respirasi dan reproduksi serangga laut 3. Mahasiswa mengetahui nilai penting keberadaan serangga laut Serangga merupakan organisme yang jumlahnya lebih dari 75% dari keseluruhan hewan yang telah teridentifikasi. Dari sejumlah serangga yang telah teridentifikasi tersebut, hanya sekitar 3-4% hidupnya di air atau sebagian stadia (fase) hidupnya berada di air. Sekitar 9,000 serangga yang hidupnya berada dibawah atau diatas air dan sekitar 3,000 spesies diketahui hanya pada stadia larva saja misalnya lalat dan nyamuk. Serangga-serangga tersebut umumnya ditemukan di perairan tawar dan sangat sedikit yang terdapat di laut atau berada di sekitar pantai. a. Mekanisme mengapung Serangga air memiliki mekanisme khusus untuk mencegah agar tidak tenggelam. Mekanisme tersebut antara lain: 1. Umumnya serangga yang mendarat di air terperangkap oleh tegangan permukaan (surface tension), sedangkan serangga yang berukuran kecil dapat tenggelam sekalipun pada titik air. 2. Serangga air memiliki lapisan kulit anti air (waterproof skin) yang dilapisi oleh lilin, sehingga air tidak dapat melekat membasahi tubuh serangga tersebut. 3. Memiliki kaki yang berambut sehingga serangga tersebut tidak terperangkap oleh air dan memudahkan untuk proses mengapung, seperti yang terdapat pada gambar… (Andersen &, Cheng, 2004) Gambar 36. Mekanisme mengapung pada serangga 33 b. Sistem pernafasan Sistem pernafasan pada serangga terdapat dua tipe yaitu pada fase larva, serangga air insang yang telah berkembang dengan baik untuk mengabsopsi oksigen dari air, pada fase dewasa menggunakan udara bebas yang terdapat di permukaan melalui trakea. Sistem ini juga dimiliki oleh jenis Arthropoda lainnya, seperti yang terdapat pada gambar 37. Gambar 37. Sistem pernafasan pada serangga Udara masuk menuju Trakea melalui spirakel (lubang kecil) yang terdapat pada eksokeleton (epidermis) yang berfungsi sebagai jalur masuk oksigen ke dalam tubuh. Selama terbang spirakel akan terbuka untuk memasukkan udara dan ketika serangga istirahat spirakel akan tertutup. Serangga menggunakan udara yang tersimpan pada kantung udaranya pada saat istirahat. Selanjutnya udara dari Trakea akan masuk menuju pembuluh-pembuluh Trakea yaitu Trakeolus. Pertukaran gas merupakan interaksi antara trakeolus dengan sel-sel tubuh. Pada serangga air yang berukuran kecil, luas permukaan tubuhnya lebih besar daripada volumenya, sehingga difusi O2 dapat berjalan dengan baik. Pada serangga air yang berukuran besar, udara akan dikumpulkan melalui mekanisme kontraksi menuju ke kantung udara (airsacs). Sistem pernafasan terbuka hanya digunakan oleh sebagian kecil serangga air dan umumnya digunakan oleh serangga darat. Sistem pernafasan tertutup umumnya digunakan oleh serangga air. 34 c. Sistem Ekolokasi (Echolocation) dan Komunikasi Umumnya serangga sangat sensitif terhadap riak atau gelombang air (water ripples). Beberapa spesies bahkan memiliki kemampuan untuk mengenali gelombang air yang dibangkitkan dengan beberapa tujuan antara lain: 1. Mendeteksi mangsa (prey) atau pemangsa (predator) 2. Mencari pasangan 3. Melakukan komunikasi satu sama lain d. Sistem reproduksi Sistem reproduksi pada serangga bervariasi tergantung jenisnya masing-masing, berikut sistem reproduksi pada serangga: 1. Bau (Odour) Pada beberapa jenis serangga misalnya ngengat, memiliki kelenjar yang memproduksi bau pada abdomen untuk mensekresikan Feromon. Senyawa kimia ini menarik jantan sesame spesiesnya. Penjantan akan mendeteksi feromon tersebut melalui antenanya sekalipun jumlahnya sedikit 10 -16 g. Sekitar 46% pejantan dapat mendeteksi betina yang jaraknya sekitar 4 km dan 26% jantan dapat mendeteksi betina pada jarak 11 km. beberapa pejantan juga mensekresikan feromon untuk menarik betina melakukan reproduksi. 2. Penglihatan (Vision) Umumnya kupu-kupu mengidentifikasi lingkungan dengan melihat variasi warna dan pergerakan. Pejantan akan mengimitasi warna dari betina. Selain itu juga akan mengimitasi warna dari jantan-jantan lainnya. Beberapa lalat jantan membentuk kawanan yang kokoh, kemudian para betina tertarik dengan aksi yang dilakukan para jantan tersebut, masuk ke dalam kawanan kemudian mencari pasangan. Lalat api jantan tertarik, kemudian menuju ke betina karena adanya cahaya yang dipancarkan oleh betina tak bersayap. Pola cahaya yang dipancarkan sangat spesifik pada organisme tertentu. 3. Suara (Sound) Nyamuk jantan tertarik dengan variasi suara yang dihasilkan oleh getaran sayap yang dihasilkan oleh betina. Beberapa serangga betina seperti jangkrik, belalang dan sejenisnya tertarik dengan suara yang diproduksi oleh para jantan. Jangkrik menggunakan kemampuannya untuk menggali untuk membangkitkan suara. Jangkrik menggunakan ruang tambahan pada abdomennya untuk menghasilkan suara. Beberapa belalang daun berkomunikasi menggunakan vibrasi substrat. 35 4. Alat reproduksi internal (internal genitalia) Sistem reproduksi betina yaitu sepasang ovary, oviduk lateral dan oviduk umum dan vagina. Umumnya setiap ovary tersusun oleh beberapa ovarioles untuk memproduksi telur yang berlimpah. Kebanyakan serangga betina juga memiliki satu atau beberapa spermathecae dimana sperma dapat disimpan beberapa lama dan dapat dirawat dengan sekresi dari kelenjar spermathecal. Telur-telur yang akan diletakkan telah dilengkapi dengan pelindung dan kelenjar asessoris sehingga telur-telur dapat merekat pada substrat. Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang testis (tempat produksi testis), vas deferens (tuba dari testis), vesikel seminal (tempat penyimpanan sperma), kelenjar assessories (yang menyediakan cairan seminal dan spermatofora) dan pembuluh kontraksi. Strategi perkawinan Umumnya serangga melakukan tarian untuk memikat betina untuk selanjutnya melakukan reproduksi. Para jantan dapat saling berkompetisi satu sama lain untuk memperebutkan betina dengan cara membandingkan ukuran tubuhnya. Beberapa serangga betina tidak akan melakukan reproduksi kecuali bila jantan telah memiliki wilayah dan sumber makanan yang memadai. Tipe reproduksi 1. Ovipar. Umumnya betina memiliki ovipositor (genital eksternal) untuk membantu meletakkan telur pada substrat. 2. Vivipar. Telur-telur dikandung lalu menetas didalam tubuh betina. 3. Paedogenesis. Reproduksi premature. Misalnya beberapa sel telur lalat kecil berkembang menjadi larva secara parthenogenesis kemudian keluar melalui kulit induk betina 4. Satu embrio dapat menghasilkan banyak individu melalui pembelahan sel pada perkembangan awal sel Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan reproduksi, utamanya pada serangga laut adalah potongan sampah plastik. Adanya potongan sampah plastik ini memungkinkan serangga untuk meletakkan telurnya, dibandingkan bahan-bahan alami seperti kayu atau cangkang moluska. Sedangkan sampah plastik tersebut dapat menyebabkan ikan-ikan tersedak. 36 e. Habitat Tingkah laku serangga dalam membuat tempat tinggal sedikitnya ada tiga macam yaitu (1) Dwellers (permukaan substrat), (2) Tunnelers (terowongan) dan (3) Rollers (menggelinding). 1. Dwellers Serangga-serangga tersebut menghuni permukaan berbagai macam benda antara lain kayu, ranting dan permukaan pasir. Gambar 38 Serangga Dwellers 2. Tunnelers Serangga-serangga mendiami terowongan yang berhubungan satu sama lain yang dibuat untuk melindunginya dari predator maupun dari air laut pasang surut, terutama serangga yang habitatnya di sekitar pantai. Ukuran dari lubang yang terdapat pada permukaan berukuran kecil dan pada bagian dalam berukuran lebih besar, sehingga air tidak dapat masuk ke dalam lubang tersebut. 37 Gambar 38 Serangga Tunnelers 3. Rollers (menggelinding) Serangga-serangga tersebut menggelinding dan berkumpul saling berdekatan satu sama lain. Gambar 39 Serangga Rollers 38 Interaksi antar serangga satu sama lain dalam hal habitat dan tingkah laku, menyebabkan serangga tersebut berkompetisi satu sama lain terhadap ruang dan makanan baik pada fase larva maupun dewasa dengan skema sebagai pada gambar berikut: Gambar 40 Interaksi antar serangga Catatan: (+) ada pengaruh dan (-) tidak ada pengaruh Serangga laut merupakan serangga yang habitatnya di laut atau berasosiasi dengan daerah di sekitar pantai (pesisir). Umumnya serangga laut ditemukan di zona intertidal yang selanjutnya dapat dikategorikan berdasarkan tipe vegetasi (tumbuhan) yang berasosiasi dengan serangga tersebut (microhabitat) misalnya lamun dan rumput asosiasi (Spartina dan Juncus), alga (hijau, biru-hijau), Mangrove (Rhizopora, Avicennia, Bruguiera dan Sonneratia) dan berbagai tumbuhan tingkat tinggi lainnya yang berada di sekitar pantai (Xylocarpa dan Achantus). Salinitas di perairan bervariasi, di daerah pasang surut cenderung payau hingga asin. Larva dari beberapa organisme lain seperti Chinoromids (nyamuk) hidup disepanjang vegetasi yang berada pada zona sublitoral termasuk tumbuhan berwarna hijau antara lain Lamun (Enhalus, Halophila, dan Halodule) dan alga (Halimeda dan Corallina). Jenis-jenis serangga yang memiliki toleransi terhadap variasi salinitas yaitu: 1. Diptera: nyamuk, Ceratopoginidae, Epydridae 2. Homoptera: Fulgoridae, Aphidae 3. Coleoptera: Staphylinidae 4. Odonata: Coenagrionidae, Libellulidae Jenis-jenis serangga laut yang umumnya ditemukan sebagai berikut: 1. Halobates (Sea Skaters) Serangga ini memiliki sekitar 46 jenis baik yang terdapat di perairan tawar maupun di laut. Serangga yang hidup pada salinitas tinggi contohnya adalah Halobates (Sea skaters). Dikenal sebagai sea skaters karena serangga ini bergerak seperti berselancar di air laut. Serangga ini merupakan sebuah grup (genus) serangga yang tidak bersayap. Halobates merupakan satu-satunya serangga yang habitatnya di daerah pelagis yang terdapat pada perairan terbuka. 39 Terdapat 46 spesies Halobates telah teridentifikasi. Empat spesies diantaranya hidup di perairan terbuka dan umum ditemukan di perairan Pasifik, Atlantik dan Hindia. Spesies yang lain ditemukan berasosiasi dengan mangrove dan tumbuhan laut lainnya. Pada spesies yang terdapat di sekitar pantai, telur-telurnya diletakkan pada lamun, alga koralin, patahan karang (rubble) dan hanya ditemukan hanya pada surut terendah. Pada spesies yang hidup di perairan terbuka, telurtelur diletakkan pada benda mengapung apapun yang berada di sekitar betina antara lain, benih, bulu burung, potongan plastic, sepotong kayu, cangkang moluska dan lain-lain. (Andersen & Cheng, 2004) Gambar 41 Halobates (sea skaters) Serangga ini mengkonsumsi zooplankton yang terdapat pada permukaan. Mangsa dari serangga ini dipegang dengan menggunakan kaki depan yang pendek kemudian memakannya dalam keadaan kering. Serangga ini tidak menyelam untuk mendapatkan mangsa. Melekatkan telur-telur pada apapun yang mengapung. Sedangkan beberapa spesies yang hidupnya di pantai menyimpan telu-telurnya pada benda yang tetap antara lain batang pohon dan bebatuan. Halobates dan anggota Subfamily Halobatinae terdapat pada berbagai habitat antara lain, bebatuan, mangrove, pantai berkarang dan perairan terbuka. Berikut ini dendogram yang menggambarkan hubungan kekerabatan diantara Halobates spp. 40 Gambar 42 Hubungan kekerabatan antar spesies Halobates 2. Pontomyia spp. (Marine midges) Serangga ini merupakan serangga yang tidak dapat terbang, panjangnya hanya 1 mm. Pontomyia dapat ditemukan pada saat senja dan pada malam hari ketika fase bulan baru atau bulan purnama. Fase hidup serangga ini hanya 30 hari. Pejantan dewasa hanya hidup satu atau tiga jam saja. Ketika akan melakukan reproduksi, pejantan mendekati betina dengan kecepatan tinggi, setelah melakukan kopulasi, pejantan kemudian mencari betina yang lain, sedangkan betina meletakkan telurnya yang sambung menyambung seperti tongkat pada permukaan karang mati atau substrat apapun yang terdapat di sekitar atau di atas permukaan air. 41 Gambar 43 Marine midges 3. Bledius spectabilis (Intertidal Rove Beetles) Serangga ini merupakan serangga predator kecil yang membuat benteng pertahanan dengan cara membuat lubang di pasir. Serangga ini tidak dapat bertahan tanpa air, sehingga aktif bergerak bilamana air surut. Bila mana pasang, lubang (terowongan) serangga tersebut tidak kemasukan air dikarenakan ukurannya kecil 2 mm Gambar 44 Bledius spectabilis 4. Lalat Alga (Seaweed flies) Lalat tersebut sangat tertarik dengan bau khas alga yang telah membusuk yang terdapat pada pantai pada saat air laut surut. Telur-telur dan larva diletakkan pada permukaan alga yang telah membusuk. Lalat dewasa memiliki masa hidup pendek, tugasnya adalah mencari pasangan dan kemudian melakukan reproduksi kemudian mencari alga yang membusuk lainnya untuk meletakkan telur-telurnya. 42 Gambar 45 lalat pada alga 5. Spring tails (Anurida maxima) Anurida maxima merupakan serangga tanpa sayap yang berwarna biru-keabuabuan. Umumnya, Anurida memiliki organ khusus yang digunakan untuk melompat yang disebut sebagai furcula. Pada spesies A. maritime, organ tersebut tidak dimiliki sehingga serangga tersebut merayap pada bebatuan. Gambar 46 Spring tails (Anurida maritima) 6. Lebah siput (Osmia aurulenta) Serangga ini ditemukan di atas daerah pasang surut menuju ke daratan, berada di sekitar tumbuhan asosiasi yang terdapat di pantai. Lebah ini memakan nectar dan pollen, sama seperti lebah pada umumnya. Serangga ini disebut sebagai lebah siput dikarenakan, lebah ini hidup pada cangkang siput (gastropoda) sebagai sarangnya dan distribusinya terbatas hanya di sekitar daerah pesisir saja. 43 Gambar 47 Snail bees (Osmia aurulenta) Nilai penting Serangga laut Berikut ini beberapa nilai penting serangga laut, baik yang menguntungkan maupun merugikan bagi hewan dan tumbuhan sendiri maupun bagi manusia: 1. Secara ekologis, serangga laut Halobates spp. (sea skaters) merupakan makanan bagi burungburung pantai sebagaimana yang terdapat pada Laut pacific tropis selatan. Namun, tidak semua spesies Halobates yang dikonsumsi oleh burung-burung laut, H. sobrinus salah satunya dan sampai saat ini masih belum diketahui penyebabnya. 2. Serangga membantu dalam proses reproduksi terutama kumbang dan lalat 3. Memproduksi madu, lilin dan royal jelly, sutra, pewarna makanan dan bahan-bahan lainnya yang dibutuhkan. 4. Berperan dalam daur nutrient khususnya pemakan detritus (detrivor) maupun tipe scavenger 5. Bahan makanan yang mengandung protein Selain, dampak positif keberadaan serangga laut bagi organisme lain dan utamanya manusia, serangga laut dapat pula menjadi vector penyakit antara lain lalat laut terutama bagi masyarakat yang terdapat pada daerah pesisir. Selain itu, beberapa serangga yang berada disekitar pantai seperti nyamuk, lalat kuda, lalat rusa dan mengganggu kehidupan manusia maupun organisme lainnya. 44 DAFTAR PUSTAKA Andersen, N.M. & Cheng, L. (2004). The marine insect Halobates (Heteroptera: Gerridae): biology, adaptations, distribution, and phylogeny. Associate press, 2012. Ocean Trash Disrupting Marine Insect Reproduction http://www.laboratoryequipment.com/news/2012/05/ocean-trash-disrupting-marineinsect-reproduction Cheng, L., Spear, L., Ainley, D.G., 2010. Importance of Marine Insects (Heteroptera: Gerridae, Halobates Spp.) as Prey of Eastern Tropical Pacific Seabirds. Marine Ornithology 38: 91– 95. esccalbe.blogspot.com/2013/10/unit-2-arthropods-are-animals-that-have.html, diakses 16 November 2013. Maddrell, S.H.P . (1998). Why are there no insects in the open sea?. http://konservasi-laut.blogspot.com/2011/05/marine-insecta-serangga-laut.html Sistem Respirasi Pada Serangga (Belalang). http://iki-saiin.blogspot.com/2012/07/sistemrespirasi-pada-serangga-belalang.html, diakses 21 November 2013. Soong, K. Chen, G. and Cao, J., 1999 .Life History Studies of the Flightless Marine Midges Pontomyia spp. (Diptera: Chironomidae). Zoological Studies 38(4): 466-473. University of Sydney, 2004. Reproduction. http://bugs.bio.usyd.edu.au/learning/resources/Entomology/internalAnatomy/reprodu ction.html, diakses 20 November 2013. 45