PHYLUM ARTHROPODA kelas Zoologi

advertisement
NASKAH MODUL ELEKTRONIK
FILUM ARTHROPODA
Oleh
ADE YAMINDAGO, S.Kel, MP., M.Sc
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Tahun 2013
1
Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa mengetahui karakteristik umum Filum Arthropoda
2. Mahasiswa mengetahui karakteristik khusus dari kelompok-kelompok dalam Arthropoda
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenis-jenis Arthropoda yang hidupnya di laut
2
PENGANTAR
Modul ini memberikan pemahaman bagi mahasiswa mengenai karakteristik umum Filum
Arthropoda. Karakter-karakter tersebut antara lain morfologi dan anatomi, sistem pernafasan, sistem
reproduksi, habitat dan tingkah laku. Karakter-karakter tersebut juga tidak hanya terdapat pada anggota
dari Filum Arthropoda yang terdapat di laut seperti krustasea dan serangga laut yang merupakan
pembahasan utama pada modul ini, juga dimiliki oleh kelompok lainnya seperti serangga darat termasuk
cacing, ulat, kalajengking dan kupu-kupu.
Selain itu, secara khusus modul ini membahas karakteristik khusus krustasea dan serangga laut
yang terdiri dari klasifikasi, morfologi, anatomi internal, habitat dan preferensi lingkungan, sistem
peredaran darah, reproduksi baik seksual maupun aseksual dan pernafasan pada setiap kelompok dan
jenis-jenis organisme tersebut.
Semoga modul ini dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa program studi ilmu kelautan
pada khususnya dan masyarakat ilmiah pada khususnya.
3
1.1. Karakteristik Umum Krustasea
Tujuan Intruksional Khusus
1. Mahasiswa mengetahui sistem klasifikasi dan identifikasi krustasea
2. Mahasiswa mengetahui karakteristik umum Krustasea
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi beberapa anggota krustasea
a. Karakteristik Umum
Arthropoda secara bahasa berasal dari bahasa Yunani yakni Arthres = bersendi-sendi dan Podes,
sehingga Arthropoda adalah organisme yang memiliki kaki bersendi-sendi. Filum Arthropoda merupakan
filum yang memiliki anggota paling banyak dibandingkan filum lainnya. Anggota pada filum ini meliputi
organisme yang merayap Centipede dan Milepede antara lain cacing dan ulat, berjalan Arachnida antara
lain kalajengking hingga terbang Serangga antara lain kupu-kupu dan lalat.
Namun, modul ini mendeskripsikan Arthropoda yang anggota memiliki habitat di laut, yang
meliputi Subfilum krustasea (Crustacea) antara lain udang-udangan, kepiting, lobster dan kopepoda,
Subfilum Keliserata (Cheliserata) antara lain kepiting tapal kuda (horseshoe crab) dan Subfilum Uniramia
yakni serangga laut (Gambar 1)
Gambar 1. Kelompok-kelompok dari Filum Arthropoda
(Sumber: http://esccalbe.blogspot.com)
4
1.
2.
3.
4.
Secara umum, karakteristik Filum Arthropoda laut sebagai berikut:
Tubuh tersusun atas segmentasi luar (heteronom). Terdiri atas tiga bagian kepala (chepalo), dada
(toraks) dan perut (abdomen) seperti yang terdapat pada gambar 2.
Tubuh simetri bilateral. Bagian tubuhnya berpasangan yaitu kaki, capit dan sistem pernafasan
Memiliki susunan saraf tangga tali dengan ganglion cerebrale dan ganglia abdominalia
Satu pembuluh darah punggung yang berfungsi sebagai jantung/cor, memompa darah ke arah
anterior.
Gambar 2. Morfologi Arthropoda Laut
5. Memiliki rangka luar (eksoskeleton) untuk melindungi organ-organ dalam, mencegah dehidrasi dan
membantu dalam pergerakan
6. Memiliki appendage yang menyatu (jointed appendages) untuk menggerakkan kaki, organ mulut dan
capit sekalipin tubuhnya tertutupi oleh eksoskeleton
7. Memiliki sejumlah organ luar (limbs), sejumlah pasang kaki, beberapa berukuran kecil atau besar
sedangkan lainnya berukuran besar dan adapula yang termodifikasi menjadi capit.
b. Arthropoda Laut
1. Taksonomi
Sistem penamaan organisme atau taksonomi pada Krustasea cukup berkembang. Ng et al. (2008)
dalam papernya yang berjudul Systema Brachyorum Part I telah mendeskripsikan dan mengklasifikasikan
5
Krustasea khususnya kepiting ke dalam levelnya masing-masing. Klasifikasi terkini Krustasea laut
khususnya kepiting yaitu sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Arthropoda
Subfilum: Crustacea Brünnich, 1772
Kelas: Malacostraca Latreille, 1802
Subkelas: Eumalacostraca Grobben, 1892
Superordo: Eucarida Calman, 1904
Ordo: Decapoda Latreille, 1802
Subordo: Pleocyemata Burkenroad, 1963
Infraordo: Brachyura Linnaeus, 1758
Seksi: Eubrachyura de Saint Laurent, 1980
Subseksi: Heterotremata Guinot, 1977
Superfamily: Xanthoidea MacLeay, 1838
Family: Xanthidae MacLeay, 1838
Subfamily: Xanthinae Alcock, 1898
Genus: Leptodius A. Milne-Edwards, 1863
Species: Leptodius exaratus (H. Milne Edwards, 1834) [Chlorodius] [Direction 36]
= Cancer inaequalis Olivier, 1791
= Cancer inaequalis Audouin, 1826
= Leptodius lividus Paul’son, 1875
= Xanthodius exaratus var. Typica Ortmann, 1893
(Sumber: Martin dan Davis (2001) dan Ng et al (2008) dalam Yamindago, 2013)
Sistem penamaan pada hewan dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh The International Code of Zoological Nomenclature (ICZN or ICZN Code). Aturan-aturan ini telah
disepakati secara umum dalam tata nama hewan. Aturan-aturan prinsip mengatur beberapa hal antara
lain:
a. Cara penulisan nama-nama dalam tata nama binomial nomenclature ditulis dengan benar.
b. Cara penulisan nama Author bilamana terjadi masalah dalam penamaan organisme yang sama
oleh Author yang berbeda.
c. Cara melakukan sitasi atau penulisan Author referensi ilmiah
Sistem tata nama pada hewan mengikuti sistem yang telah dibuat sebelumnya oleh seorang ahli
botani Carolus Linnaeus pada abad ke 18. Pada bukunya yang terbit pada tahun 1735 yang berjudul
Systema Naturae, Linnaeus memperkenalkan sistem yang kita kenal dengan Binnomial Nomenclature
(sistem tata nama dengan dua kata latin). Untuk lebih memahami tata nama Binomial Nomenclature
sebagai contoh Rajungan atau Blue swimmer crab dikenal dengan Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758)
(Gambar 3).
6
Gambar 3. Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758)
Arthropoda laut khususnya kepiting juga dikelompokkan berdasarkan kandungan racunnya.
Kandungan racun pada jenis-jenis kepiting seperti Mosaic crabs Lophozozymus pictor dan Demon crabs
Demania spp. telah diketahui sejak lama, namun masih saja terdapat korban khususnya nelayan, karena
kepiting-kepiting tersebut tersangkut pada jaring. Kepiting beracun dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu:
(1) Toksik permanen, kepiting-kepiting ini selalu ditemukan beracun. Konsumsi jenis kepiting ini
sekalipun telah dimasak dapat menyebabkan kematian. Beberapa jenis dari kelompok ini yaitu L.
pictor dan Demania spp.
(2) Toksin sedang, kepiting-kepiting ini memiliki toksi berkadar sedang bahkan ada beberapa
kepiting yang ditemukan tidak beracun. Beberapa jenis dari kelompok ini yaitu Carpilius spp. dan
Eriphia spp.
Karakter-karakter yang umum digunakan untuk identifikasi pada krustasea khususnya kepiting
adalah sebagai berikut:
1. Bentuk carapace misalnya ovate (seperti daun, hexagonal, pentagonal dan lain-lain)
2. Karakter abdominal shape (menyatu=fused) dan dapat digerakkan (movable) dan (tidak
menyatu=unfused)
3. Bentuk Cheliped (capit), Pleopod (kaki renang), uropod (ekor kipas), telson (bagian yang
menonjol), Pereipod (kaki jalan) dan maxiliped (membantu untuk makan) (Gambar 4).
7
Gambar 4. Karakteristik umum Krustasea
a. Subfilum Krustasea
1. Ordo Decapoda
Karakteristik umum organisme yang diklasifikan dalam Ordo Decapoda sebagai berikut:
a. Tiga pasang pertama dari embelan (thoracic appendage) toraks termodifikasi menjadi
maksiliped dan terdapat lima pasang (sepuluh) kaki
b. Pasangan pertama dari kaki termodifikasi menjadi duri atau capit (chelipeds)
c. Umumnya pergerakan decapoda telah beradaptasi dengan cara merayap (crawling). Kakinya
berat dan pleopod efektif digunakan untuk reproduksi dibanding digunakan untuk berenang,
sebagai contoh terlihat pada udang
d. Tubuhnya berbentuk pipih dengan eksoskeleton (cangkang) yang kuat.
1.1. Infraordo Brachyura
Krustasea yang masuk ke dalam kelompok Brachyura merupakan kepiting sejati, dimana
karapaksnya (carapace) pendek dan lebar, dan sering ditemukan berbentuk padat (dorsoventrally compressed). Pasangan pereiopod yang pertama umumnya berupa capit, pasangan
kaki jalan kedua dan ketiga seperti kepiting pada umumnya difungsikan hanya untuk
berjalan. Kaki jalan ke lima atau ke empat dan ke lima sering ditemukan agak runcing,
sedangkan pada Family Portunidae (sering disebut sebagai rajungan), kaki kelima
termodifikasi menjadi kaki dayung yang digunakan untuk berenang. Pada betina, pasangan
kaki renang pertama dan kedua termodifikasi menjadi gonopod yang berfungsi dalam
reproduksi, sedangkan pada pasangan kaki renang ketiga, ke empat dan kelima tidak
berkembang (absen). Pada betina, pasangan kaki renang pertama sangat jarang berkembang
dengan baik, sedangkan pada kaki renang lainnya berkembang dengan baik yang digunakan
untuk membawa telur-telur (gambar 5). Baik serangga betina maupun jantan tidak memiliki
uropod atau ekor kipas dan telson berukuran kecil. Perkembangan larva adalah dengan
metamorfik dan termasuk pada fase zoeal dan megalopa.
8
A. Kepiting
Berikut ini merupakan karakteristik umum dari kepiting. Kepiting merupakan anggota dari
Ordo Decapoda sehingga tampak pada gambar dibawah ini, kaki kepiting berjumlah 10 (lima
pasanga).
(Ng, 1998)
Gambar 5 karakteristik pada kepiting
Berikut ini adalah deskripsi beberapa kepititing sebagai berikut:
a. Famili Homolidae
Kepiting ini merupakan penghuni laut dalam. Karapaksnya longitudinal rectangular.
Permukaan carapace kasar (granulose) hingga halus (spinose); seluruh segmen perut jantan
(abdominal segments) terpisah dan dapat digerakkan (gambar 6). Selain itu, ciri khas kepiting
ini yaitu membawa spons di punggungnya. Habitatnya di perairan dalam hingga mencapai 200
meter.
9
Gambar 6 karakteristik Famili Homoliidae
b. Famili Dromiidae
Karapaks sirkular hingga heksagonal; permukaan karapaks agak cembung hingga sangat
cembung longitudinal dan transversal; permukaan halus dan kasar (granule) (Gambar 7).
Kepiting jenis ini juga membawa spons atau tunikata pada punggungnya sebagai mekanisme
kamuflase. Seluruh segmen perutnya terlihat nyata dan dapat digerakkan. Habitatnya
didasar perairan, umumnya ditemukan di dalam atau disekitar karang yang memiliki substrat
halus. Kepiting ini pemakan segala (omnivora) antara lain bintang laut (Asteroidea).
Gambar 7 Karakteristik kepiting Dromiidae
c. Famili Raninidae
Karapaknya berbentuk ovate longitudinal; permukaan karapaks halus hingga sangat kasar.
Seluruh segmen perut terlihat nyata dan dapat digerakkan. Kaki jalan ke lima berbentuk
menyerupai kaki dayung. Habitatnya menggali membuat benteng pertahanan pada substrat
10
yang halus dn umumnya ditemukan pada perairan yang dangkal. Makanannya berupa
berbagai jenis cacing dan moluska lunak.
Gambar 8 Karakteristik Famili Raninidae
d. Famili Calappidae
Karapaks berbentuk sirkular (circular) atau ovate hingga ovate transversal atau subovate.
Abdominal segmen jantan yang ketiga hingga kelima menyatu sangat nyata (gambar 9). Capit
kanan memiliki gigi yang unik. Habitatnya dengan cara menggali substrat yang halus maupun
lumpur.
Gambar 9. Karakteristik Famili Calappidae
11
e. Famili Xanthidae
Karapaks berbentuk heksagonal, heksagonal transversal hingga ovate transversal ovate
terkadang circular; permukaan umumnya kasar. Segmen perut ke 3 hingga ke 5 tidak dapat
digerakkan, menyatu sebagian maupun seluruhnya. Habitatnya sangat bervariasi di dasar
perairan.
Gambar 10. Karakteristik Famili Xanthidae
f.
Famili Eriphiidae
Karapaksnya heksagonal, transversal rectangular hingga transversal ovate; dorsal permukaan
kasar. Seluruh segmen perut jantan terlihat nyata dan dapat digerakkan. Habitatnya di balik
batu, di dasar perairan.
12
Gambar 11. Karakteristik Famili Eriphiidae
g. Famili Menippidae
Karakteristik karapaks ovate, permukaan halus, bagian-bagian karapaks dapat terlihat jelas.
Habitatnya di perairan dangkal hingga intertidal, pada substrat pasir-berlumpur dan biasanya
di bawah batu.
Gambar 12. Karakteristik Famili Menippidae
h. Famili Oziidae
Karakteristik karapaks ovate, permukaan halus. Habitatnya sepanjang daerah intertidal yang
dangkal, terkadang ditemukan di sekitar Estuari dan sering berada di celah-celah atau
dibawah batu.
13
Gambar 12. Karakteristik Famili Oziidae
i.
Famili Pilumnidae
Karakteristik karapaks berbentuk heksagonal, transversal rectangular atau transversal ovate;
permukaan dorsal cembung, halus hingga kasar. Segmen perut yang ketida hingga ke 5 dapat
digerakkan bebas. ciri khas dari fimili ini adalah memiliki rambut mulai yang lebat hingga jarang
tergantung jenisnya sebagai alat kamuflase. Habitatnya di dasar perairan pada berbagai kondisi
substrat.
Gambar 13. Karakteristik Famili Pilumnidae
j.
Famili Galenidae
Karakteristik karapaks berbentuk subpentagonal, permukaan punggung agak cembung,
bagian lateral agak kecil, kasar berbentuk bulat. Habitatnya pada perairan dangkal hingga
perairan dalam mencapai 100 m, hidupnya di perairan berlumpur.
14
Gambar 14. Karakteristik Famili Galenidae
k. Famili Goneplacidae
Karakteristik karapaks heksagonal, transversal rectangular, trapezoidal atau transversal
ovate. Segmen jantan ke 3 dan ke 5 terlihat nyata dapat digerakkan, tetapi sebagian jenis
menyatu dan tidak dapat digerakkan. Habitat di dasar perairan.
Gambar 15. Karakteristik Famili Goneplacidae
l.
Famili Portunidae
Karakteristik karapaks heksagonal, transversal ovate hingga heksagonal. Segmen perut jantan ke
3 hingga ke 5 menyatu dan tidak dapat digerakkan. Sepasang kaki jalan ke lima termodifikasi
menjadi kaki dayung yang digunakan khususnya untuk reproduksi dibanding hanya untuk
berenang. Habitatnya di daerah semipelagis dengan berbagai tipe substrat. Kepiting kelompok
ini yang di Indonesia dikenal sebagai rajungan.
15
Gambar 16. Karakteristik Famili Portunidae
j. Famili Majidae
Karakteristik karapaks berbentuk pyriform (pear-shaped), sirkular hingga subovate. Seluruh
segmen perut jantan dapat digerakkan pada kebanyakan spesies dari anggota famili ini.
Kepiting ini dikenal dengan kepiting laba-laba, berkamuflase diantara alga, tetapi umumnya
ditemukan di dasar perairan.
Gambar 17 Karakteristik Famili Majidae
16
k. Famili Grapsidae
Karapaksnya berbentuk squarish, transversal rektangular, trapezoidal, atau sirkular,
permukaan karapaks datar hingga terkadang cembung. Seluruh segmen perut pada jantan
dapat digerakkan. Habitatnya di dasar perairan, pada perairan pasang surut, estuari hingga
ranting pohon.
Gambar 18 Karakteristik Famili Grapsidae
1.2. Infraordo Anomura
Kepiting Anomura memiliki 10 kaki jalan, tetapi pada sepasang bagian akhir ukurannya
mengecil dan sering tertutupi oleh insang dibalik karapaks yang digunakan untuk
membersihkan insang. Sepasang kaki jalan pertama juga termodifikasi menjadi capit.
Gambar 19 Kepiting Hermit (Anomura)
17
Karakteristik umum kepiting anomura sebagai berikut:
1. Melindungi dirinya terutama bagian perut yang lunak dengan menggunakan cangkang
gastropoda.
2. Perutnya berbentuk spiral sehingga dapat sesuai dengan cangkang gastropod. Cangkang
tersebut dikaitkan dengan uropod yang telah dimodifikasi.
3. Otot abdomen longitudinal berkontraksi untuk menekan terhadap dinding dalam dari
cangkang
4. Dua pasang kaki terakhir ditekan terhadap dinding cangkang
5. Anomura atau kepiting hermit memiliki capit (cheliped), biasanya satu capit berukuran besar
yang digunakan untuk menangkap mangsa dan juga digunakan utnuk menutup lubang
masuk dari cangkang
6. Ukuran kepiting hermit dapat mencapai 8 cm yaitu jenis Petrochirus Diogenes
7. Kepiting hermit menggunakan 4 pasang kakinya untuk bergerak, sedangkan sepasang kaki
terakhir digunakan untuk membersihkan insang atau membawa telur.
8. Pakannya berupa detritus sehingga dikenal sebagai tipe scavenger dan plankton-plankton
khususnya zooplankton yang berukuran kecil, sehingga juga dikenal dengan cara filter
feeder.
9. Reproduksinya, baik jantan maupun betina, biasanya dilakukan setelah betina mengalami
moulting. Fertilisasi dilakukan secara internal, kemudian telur-telurnya melekat pada
pleopodnya.
10. Sistem respirasinya menggunakan insang yang melakukan pertukaran udara yang terdapat di
perairan
11. Distribusinya mulai dari perairan subtropics hingga tropis, dari perairan dangkal hingga
perairan dalam. Kepiting hermit mendiami daerah yang berbatu maupun berpasir termasuk
daerah pasang surut.
Kepiting hermit atau biasa kita kenal sebagai Kelomang hanya menggunakan cangkang
gastropod yang kosong. Kepiting tersebut tidak membunuh gastropod yang masih hidup untuk
diambil cangkangnya. Ketika kepiting hermit tumbuh besar dari ukuran cangkangnya, maka
kepiting hermit mencari cangkang yang berukuran yang lebih besar, tetapi tidak akan
meninggalkan cangkang yang sedang digunakan hingga menemukan cangkang yang sesuai.
Kepiting hermit akan mencoba cangkang yang akan digunakan, bilamana sesuai baik
kenyamanan, berat dan kemampuan mobilitas nantinya, maka cangkang tersebut akan
digunakan. Namun, bila tidak sesuai, maka kepiting hermit akan tetap menggunakan cangkang
yang sedang dipakainya. Kepiting hermit bahkan dapat bertarung dengan lainnya untuk
mendapatkan cangkang bilamana cangkang yang sesuai tidak tersedia. Pada beberapa daerah,
pertumbuhan dan reproduksi kepiting hermit dibatasi oleh ketersediaan cangkang.
Kepiting hermit juga berasosisi dengan organisme laut lainnya seperti karang dan
anemone. Selain itu, juga menggunakan batu, cangkang bivalve, kayu dan struktur lainnya untuk
melindungi tubuh kepiting tersebut dari predator.
18
B. Lobster
Lobster diklasifikasikan menjadi dua Infra order berdasarkan bentuk pasangan
kaki pertama. Infra ordo Astaciea merupakan lobster yang memiliki capit, sedangkan Infra
ordo Palinura merupakan lobster yang memiliki duri.
Karakteristik umum lobster sebagai berikut:
1. Tubuhnya datar atau plat dan memiliki ekor kipas
2. Semua lobster memiliki karapaks yang keras
3. Lobster memiliki 10 pasang kaki, seperti anggota ordo Decapoda lainnya dan pasangan
kaki pertama termodifikasi menjadi capit atau duri
Gambar 20 Karakteristik morfologi lobster
4. Memiliki mata bertangkai yang menonjol keluar dari depan karapaks.
5. Memiliki dua pasang anterna. Pasangan pertama lebih pendek dan ramping dibanding
pasangan antenna kedua serta memiliki dua filamen sensor, sedangkan pasangan antenna
kedua dapat berukuran lebih panjang dari tubuh lobster dan hanya memiliki satu filamen
sensor.
6. Lobster terkecil dari Family Scyllaridae hanya berukuran sekitar 2.5cm sedangkan yang paling
besar adalah American lobster, Homarus americanus dengan panjang sekitar 60 cm dan
mencapai berat hingga 22 kg.
19
7. Pergerakan lobster menggunakan kaki untuk berjalan atau merangkak pada permukaan
substrat. Lobster juga memiliki mekanisme khusus dengan mengibaskan ekornya (Uropod)
untuk lari dari predator.
8. Lobster merupakan tipe scavenger dan omnivore yang makanannya berupa ikan-ikan,
moluska, kepiting, bulu babi, bintang laut, bahkan sesama lobster.
9. Lobster baik jantan maupun betina, lobster betina hanya dapat melakukan fertilisasi
bilamana lobster tersebut baru saja mengalami moulting. Betina memilih pasangannya dan
bergerak menuju tempat perlindungan sekitar satu minggu sebelum melakukan moulting.
Setelah moulting, betina dan jantan akan bersama pada tempat tersebut sampai
karapaksnya keras kembali. Telur-telur diletakkan pada pleopod yang dengan dengan
ekornya. Betina tidak akan melakukan moulting bilamana masih mengerami telur-telurnya
sampai telur-telur tersebut menetas, sekitar 11 bulan. Masa hidupnya dapat mencapai 100
tahun
10. Respirasi dengan cara menggunakan insang yang berkembang sampai dinding tubuhnya dan
berada disekitar segmen dada. Jumlah insang tergantung spesies misalnya Homarus
americanus memiliki 20 insang pada setiap sisi tubuhnya.
11. Distribusinya mulai dari perairan subtropis sampai tropis di seluruh dunia, dari perairan
intertidal hingga ke dalaman laut. Habitatnya berada pada lubang-lubang dan celah-celah
batu di dasar atau di sekitar karang
Karapaks lobster keras dan harus diganti untuk memungkinkan lobster untuk tumbuh.
Proses pelepasan karapaks yang lama disebut sebagai ekdisis dan ke seluruhan proses
dinamakan moulting.
Berikut ini deskripsi dari beberapa famili yang umum pada lobster
1. Famili Enoplometopidae
Gambar 21 Lobster Famili Enoplometopidae
20
2. Famili Thaumastochelidae
Gambar 22 Lobster Famili Thaumastochelidae
2. Famili Synaxidae
Gambar 23 Lobster Famili Synaxidae
21
3. Famili Palinuridae
Gambar 24 Lobster Famili Palinuridae
4. Famili Scyllaridae
Gambar 25 Lobster Famili Scyllaridae
22
Perbedaan lobster dan udang
Lobster dan udang secara umum memiliki karakteristik yang sama, tetapi terdapat perbedaan
yang mendasar selain perbedaan ukuran. Berikut ini perbedaan lobster dan udang:
Tabel 1. Karakter yang membedakan antara lobster dan udang
Karakter
Lobster
Udang
Bentuk tubuh
Ekor
Telson
Pleopod
Pleuron
Dorsoventrally depressed
Ekor kipas
Lebar
Pendek
Kecil
Laterally compressed
Non Ekor Kipas
Runcing
Panjang
Besar
Gambar 26 Karakter yang membedakan antara lobter dan udang
23
C. Udang
Karakteristik udang baik secara morfologi maupun fisiologi menyerupai lobster. Berikut ini
karakteristik morfologi dari udang.
Gambar 27 Karakteristik Morfologi Udang
Gambar 28 Karakteristik Rostrum dan Pereiopod
24
Gambar 29 Karakteristik karapaks chepalotoraks
D. Mantis
Mantis umumnya ditemukan pada perairan yang dangkal, beberapa juga ditemukan pada
ke dalaman lebih dari 1000 m. mantis sering ditemukan sendiri dan terkadang
berpasangan bersembunyi di lubang-lubang, menggali membuat lubang di sekitar daerah
terumbu karang, bebatuan dan substrat yang halus. Para betina meletakkan telurtelurnya ketika mereka telah membuat lubang dan menjaganya sampai telur-telur
tersebut menetas. Mantis juga menggunakan capit depannya untuk menangkap mangsa
seperti ulat, udang dan ikan. beberap spesies tropis udang mantis menggunakan sinyal
flourosence untuk menarik mangsanya. Berikut ini adalah karakteristik umum dari mantis
Gambar 30
25
Gambar 30 Karakteristik umum udang Mantis
Berikut ini beberapa family dari mantis yang umumnya dijumpai
1. Famili Odontodactylidae
Famili ini merupakan mantis dengan ukuran sedang antara Moderat > 17 to 18 cm. mantis ini
memiliki mata yang globular, buka T-shaped, conea mata tidak bilobed. Permukaan karapaks,
thorax, dan perutnya halus, tidak memiliki banyak variasi. Habitatnya pada dasar perairan yang
kasar.
Gambar 31 Mantis Famili Odontodactylidae
26
2. Famili Lysiosquillidae
Mantis family ini memiliki mata yang berbentuk T dan cornea bilobed. Permukaan karapaks,
thorax, and abdomen halus, jalur-jalur tubuh yang membedakan berbentuk longitudinal tidak
begitukelihatan. Telson tidak terlalu terpisah. Habitat dari mantis tersebut dengan cara membuat
lubang sederhana dengan dua jalur masuk, yang berujung hanya satu jalur utama. Ditemukan dari
perairan dangkal hingga perairan dalam sekitar 25 m.
Gambar 32 Mantis Famili Lysiosquillidae
27
2. Famili Harpiosquillidae
Mantis jenis ini merupakan mantis yang berukuran sangat besar sekitar 30 cm. memiliki
mata yang juga besar dan berbentuk T-shaped dan cornea sangat bilobed. Karapaks, thorax
dan perut berbentuk seperti bukit secara longitudinal. Telson dengan carina longitudinal dan
posterispines yang nyata. Habitat jenis mantis ini yaitu dengan menggali dasar perairan.
Mantis tersebut menggali untuk membuat tempat perlindungan sambiil menunggu mangsa
dan terkadang meninggalkan sarang untuk berburu mangsa. Capitnya yang sangat tajam
yang potensial untuk menangkap ikan.
Gambar 33 Mantis Famili Harpiosquillidae
28
3. Famili Squillidae
Mantis jenis ini berukuran besar yaitu sekitar > 20 cm). memiliki mata yang berbentuk
Eye T-shaped dan corneanya bilobed. Karapaks, thorax, dan perut memiliki jalur-jalur
longitudinal atau carinae. Mantis ini memiliki Telson dengan jalur-jalur longitudinal
medium dan during yang sangat menonjol. Habitatnya dengan jalan menggali dasar
perairan dan mencari mangsa ketika malam hari.
Gambar 34 Mantis Famili Squillidae
Moulting
Proses moluting merupakan mekanisme yang sangat penting terutama untuk pertumbuhan dan
juga untuk melaksanakan reproduksi. Di alam, cangkang kepiting sering ditemukan sangat keras, tetapi
ketika kepiting melakukan moulting, makan cangkang tersebut akan lunak sebagai konsekuensi atas
pertumbuhan, perkembangan tubuh dan reproduksi. Kepiting bakau yang tumbuh di alam, ditemukan
dapat mencapai 100 mm per tahun.
Kepiting seringkali melakukan moulting khususnya pada fase larva. Sebagai contoh, Rajungan
Blue Swimming crab dapat mengalami moulting sebanyak 27 kali sepanjang hidupnya pada fase larva
(zoea), bahkan kepiting jenis ini dapat melakukan tujuh kali moulting dengan selang beberapa hari.
Sementara, kepiting bakau dapat melakukan moulting sebanyak 13 kali sepanjang hidupnya yaitu 6 kali
29
pada fase larva dan 5 kali selama masa pertumbuhan dan satu kali selama proses reproduksi. Frekuensi
moulting akan berkurang ketika kepiting telah mencapai dewasa. Cangkang yang lama akan digerakkan
ke atas tubuhnya menuju mata hingga semua bagian dari cangkang lama terlepas dari tubuh kepiting.
Kelangsungan proses moulting ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Ukuran kepiting, semakin besar ukuran kepiting, maka proses moulting akan berlangsung lama
2. Faktor lingkungan misalnya temperature, moulting dapat terjadi bilama temperatur air
sekurang-kurangnya 15oC, tetapi proses moulting dapat berjalan dengan lancar bilamana
proses tersebut diatas 18oC.
3. Ketersediaan makanan, kurangnya makanan dapat menyebabkan proses moulting berjalan
dengan lambat, karena kepiting tersebut membutuhkan nutrien dan kalsium (Ca) untuk
menguatkan cangkangnya yang baru. Sebagai contoh, kepiting hermit memakan cangkangnya
yang lama, sebagai sumber nutrien dan kalsium ketika proses moulting dilakukan. Cangkang
kepiting akan mulai mengeras setelah enam atau tujuh jam dan proses tersebut akan selesai
sekurang-kurangnya empat hari.
Kepiting yang telah mengalami ganti kulit akan kehilangan kemampuannya untuk
berenang, kepiting tersebut tenggelam pada substrat. Dibutuhkan sekitar dua atau tiga jam untuk
mengembalikan kemampuan berenangnya ketika cangkangnya lunak.
Gambar 35 Tahapan proses moulting
30
Nilai Ekonomis
Kepiting, lobster, udang dan mantis merupakan bahan makanan yang berprotein tinggi bagi manusia.
Kepiting dapat juga diproses menjadi kepiting soka, kepiting cangkang lunak baik dengan cara
di press menggunakan tekanan tinggi, melakukan ablasi, juga diberi campuran ekstraksi daun
bayam.
31
Daftar Pustaka
Ng, P.K.L. Crabs in The Living Marine Resources of the Western Central Pacific Vol.2. Cephalopods,
crustaceans, holothurians and sharks. FAO. Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). Roma
Yamindago, A. 2012. Molecular Phylogeny of Crab Species Collected From Samaesarn Islands, Thailand:
An Emphasis On Family Xanthidae Alcock, 1898 Sensu Sakai (1976) (Decapoda: Brachyura). Thesis.
Burapha University.
Infraorder Bracyura. http://species-identification.org, accessed 18-10-2012.
Manning, R.B. 1998. Stomatopod. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific Vol.2.
Cephalopods, crustaceans, holothurians and sharks. FAO. Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). Roma
Chan, T.Y. 1998. Shrimp and Prawns. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific Vol.2.
Cephalopods, crustaceans, holothurians and sharks. FAO. Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). Roma
Chan, T.Y. 1998. Lobster. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific Vol.2. Cephalopods,
crustaceans, holothurians and sharks. FAO. Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). Roma
32
2. Karakteristik umum serangga laut (Marine Insecta)
Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa mengetahui karakteristik umum serangga laut
2. Mahasiswa mengetahui mekanisme biologis mengapung, respirasi dan reproduksi serangga laut
3. Mahasiswa mengetahui nilai penting keberadaan serangga laut
Serangga merupakan organisme yang jumlahnya lebih dari 75% dari keseluruhan hewan yang
telah teridentifikasi. Dari sejumlah serangga yang telah teridentifikasi tersebut, hanya sekitar 3-4%
hidupnya di air atau sebagian stadia (fase) hidupnya berada di air. Sekitar 9,000 serangga yang hidupnya
berada dibawah atau diatas air dan sekitar 3,000 spesies diketahui hanya pada stadia larva saja misalnya
lalat dan nyamuk. Serangga-serangga tersebut umumnya ditemukan di perairan tawar dan sangat sedikit
yang terdapat di laut atau berada di sekitar pantai.
a. Mekanisme mengapung
Serangga air memiliki mekanisme khusus untuk mencegah agar tidak tenggelam. Mekanisme
tersebut antara lain:
1. Umumnya serangga yang mendarat di air terperangkap oleh tegangan permukaan (surface
tension), sedangkan serangga yang berukuran kecil dapat tenggelam sekalipun pada titik air.
2. Serangga air memiliki lapisan kulit anti air (waterproof skin) yang dilapisi oleh lilin, sehingga
air tidak dapat melekat membasahi tubuh serangga tersebut.
3. Memiliki kaki yang berambut sehingga serangga tersebut tidak terperangkap oleh air dan
memudahkan untuk proses mengapung, seperti yang terdapat pada gambar…
(Andersen &, Cheng, 2004)
Gambar 36. Mekanisme mengapung pada serangga
33
b. Sistem pernafasan
Sistem pernafasan pada serangga terdapat dua tipe yaitu pada fase larva, serangga air
insang yang telah berkembang dengan baik untuk mengabsopsi oksigen dari air, pada fase
dewasa menggunakan udara bebas yang terdapat di permukaan melalui trakea. Sistem ini juga
dimiliki oleh jenis Arthropoda lainnya, seperti yang terdapat pada gambar 37.
Gambar 37. Sistem pernafasan pada serangga
Udara masuk menuju Trakea melalui spirakel (lubang kecil) yang terdapat pada
eksokeleton (epidermis) yang berfungsi sebagai jalur masuk oksigen ke dalam tubuh. Selama
terbang spirakel akan terbuka untuk memasukkan udara dan ketika serangga istirahat spirakel
akan tertutup. Serangga menggunakan udara yang tersimpan pada kantung udaranya pada saat
istirahat. Selanjutnya udara dari Trakea akan masuk menuju pembuluh-pembuluh Trakea yaitu
Trakeolus. Pertukaran gas merupakan interaksi antara trakeolus dengan sel-sel tubuh.
Pada serangga air yang berukuran kecil, luas permukaan tubuhnya lebih besar daripada
volumenya, sehingga difusi O2 dapat berjalan dengan baik. Pada serangga air yang berukuran
besar, udara akan dikumpulkan melalui mekanisme kontraksi menuju ke kantung udara (airsacs).
Sistem pernafasan terbuka hanya digunakan oleh sebagian kecil serangga air dan
umumnya digunakan oleh serangga darat. Sistem pernafasan tertutup umumnya digunakan oleh
serangga air.
34
c. Sistem Ekolokasi (Echolocation) dan Komunikasi
Umumnya serangga sangat sensitif terhadap riak atau gelombang air (water ripples).
Beberapa spesies bahkan memiliki kemampuan untuk mengenali gelombang air yang
dibangkitkan dengan beberapa tujuan antara lain:
1. Mendeteksi mangsa (prey) atau pemangsa (predator)
2. Mencari pasangan
3. Melakukan komunikasi satu sama lain
d. Sistem reproduksi
Sistem reproduksi pada serangga bervariasi tergantung jenisnya masing-masing, berikut sistem
reproduksi pada serangga:
1. Bau (Odour)
Pada beberapa jenis serangga misalnya ngengat, memiliki kelenjar yang memproduksi bau
pada abdomen untuk mensekresikan Feromon. Senyawa kimia ini menarik jantan sesame
spesiesnya. Penjantan akan mendeteksi feromon tersebut melalui antenanya sekalipun
jumlahnya sedikit 10 -16 g. Sekitar 46% pejantan dapat mendeteksi betina yang jaraknya
sekitar 4 km dan 26% jantan dapat mendeteksi betina pada jarak 11 km. beberapa pejantan
juga mensekresikan feromon untuk menarik betina melakukan reproduksi.
2. Penglihatan (Vision)
Umumnya kupu-kupu mengidentifikasi lingkungan dengan melihat variasi warna dan
pergerakan. Pejantan akan mengimitasi warna dari betina. Selain itu juga akan mengimitasi
warna dari jantan-jantan lainnya. Beberapa lalat jantan membentuk kawanan yang kokoh,
kemudian para betina tertarik dengan aksi yang dilakukan para jantan tersebut, masuk ke
dalam kawanan kemudian mencari pasangan. Lalat api jantan tertarik, kemudian menuju ke
betina karena adanya cahaya yang dipancarkan oleh betina tak bersayap. Pola cahaya yang
dipancarkan sangat spesifik pada organisme tertentu.
3. Suara (Sound)
Nyamuk jantan tertarik dengan variasi suara yang dihasilkan oleh getaran sayap yang
dihasilkan oleh betina. Beberapa serangga betina seperti jangkrik, belalang dan sejenisnya
tertarik dengan suara yang diproduksi oleh para jantan. Jangkrik menggunakan
kemampuannya untuk menggali untuk membangkitkan suara. Jangkrik menggunakan ruang
tambahan pada abdomennya untuk menghasilkan suara. Beberapa belalang daun
berkomunikasi menggunakan vibrasi substrat.
35
4. Alat reproduksi internal (internal genitalia)
Sistem reproduksi betina yaitu sepasang ovary, oviduk lateral dan oviduk umum dan vagina.
Umumnya setiap ovary tersusun oleh beberapa ovarioles untuk memproduksi telur yang
berlimpah. Kebanyakan serangga betina juga memiliki satu atau beberapa spermathecae
dimana sperma dapat disimpan beberapa lama dan dapat dirawat dengan sekresi dari
kelenjar spermathecal. Telur-telur yang akan diletakkan telah dilengkapi dengan pelindung
dan kelenjar asessoris sehingga telur-telur dapat merekat pada substrat.
Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang testis (tempat produksi testis), vas deferens
(tuba dari testis), vesikel seminal (tempat penyimpanan sperma), kelenjar assessories (yang
menyediakan cairan seminal dan spermatofora) dan pembuluh kontraksi.
Strategi perkawinan
Umumnya serangga melakukan tarian untuk memikat betina untuk selanjutnya melakukan
reproduksi. Para jantan dapat saling berkompetisi satu sama lain untuk memperebutkan betina
dengan cara membandingkan ukuran tubuhnya. Beberapa serangga betina tidak akan melakukan
reproduksi kecuali bila jantan telah memiliki wilayah dan sumber makanan yang memadai.
Tipe reproduksi
1. Ovipar. Umumnya betina memiliki ovipositor (genital eksternal) untuk membantu meletakkan
telur pada substrat.
2. Vivipar. Telur-telur dikandung lalu menetas didalam tubuh betina.
3. Paedogenesis. Reproduksi premature. Misalnya beberapa sel telur lalat kecil berkembang
menjadi larva secara parthenogenesis kemudian keluar melalui kulit induk betina
4. Satu embrio dapat menghasilkan banyak individu melalui pembelahan sel pada perkembangan
awal sel
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan reproduksi, utamanya pada serangga laut
adalah potongan sampah plastik. Adanya potongan sampah plastik ini memungkinkan serangga
untuk meletakkan telurnya, dibandingkan bahan-bahan alami seperti kayu atau cangkang moluska.
Sedangkan sampah plastik tersebut dapat menyebabkan ikan-ikan tersedak.
36
e. Habitat
Tingkah laku serangga dalam membuat tempat tinggal sedikitnya ada tiga macam yaitu (1)
Dwellers (permukaan substrat), (2) Tunnelers (terowongan) dan (3) Rollers (menggelinding).
1. Dwellers
Serangga-serangga tersebut menghuni permukaan berbagai macam benda antara lain kayu,
ranting dan permukaan pasir.
Gambar 38 Serangga Dwellers
2. Tunnelers
Serangga-serangga mendiami terowongan yang berhubungan satu sama lain yang dibuat
untuk melindunginya dari predator maupun dari air laut pasang surut, terutama serangga
yang habitatnya di sekitar pantai. Ukuran dari lubang yang terdapat pada permukaan
berukuran kecil dan pada bagian dalam berukuran lebih besar, sehingga air tidak dapat
masuk ke dalam lubang tersebut.
37
Gambar 38 Serangga Tunnelers
3. Rollers (menggelinding)
Serangga-serangga tersebut menggelinding dan berkumpul saling berdekatan satu sama lain.
Gambar 39 Serangga Rollers
38
Interaksi antar serangga satu sama lain dalam hal habitat dan tingkah laku,
menyebabkan serangga tersebut berkompetisi satu sama lain terhadap ruang dan makanan baik
pada fase larva maupun dewasa dengan skema sebagai pada gambar berikut:
Gambar 40 Interaksi antar serangga
Catatan: (+) ada pengaruh dan (-) tidak ada pengaruh
Serangga laut merupakan serangga yang habitatnya di laut atau berasosiasi dengan daerah
di sekitar pantai (pesisir). Umumnya serangga laut ditemukan di zona intertidal yang selanjutnya
dapat dikategorikan berdasarkan tipe vegetasi (tumbuhan) yang berasosiasi dengan serangga
tersebut (microhabitat) misalnya lamun dan rumput asosiasi (Spartina dan Juncus), alga (hijau,
biru-hijau), Mangrove (Rhizopora, Avicennia, Bruguiera dan Sonneratia) dan berbagai tumbuhan
tingkat tinggi lainnya yang berada di sekitar pantai (Xylocarpa dan Achantus).
Salinitas di perairan bervariasi, di daerah pasang surut cenderung payau hingga asin. Larva
dari beberapa organisme lain seperti Chinoromids (nyamuk) hidup disepanjang vegetasi yang
berada pada zona sublitoral termasuk tumbuhan berwarna hijau antara lain Lamun (Enhalus,
Halophila, dan Halodule) dan alga (Halimeda dan Corallina).
Jenis-jenis serangga yang memiliki toleransi terhadap variasi salinitas yaitu:
1. Diptera: nyamuk, Ceratopoginidae, Epydridae
2. Homoptera: Fulgoridae, Aphidae
3. Coleoptera: Staphylinidae
4. Odonata: Coenagrionidae, Libellulidae
Jenis-jenis serangga laut yang umumnya ditemukan sebagai berikut:
1. Halobates (Sea Skaters)
Serangga ini memiliki sekitar 46 jenis baik yang terdapat di perairan tawar maupun di
laut. Serangga yang hidup pada salinitas tinggi contohnya adalah Halobates (Sea skaters).
Dikenal sebagai sea skaters karena serangga ini bergerak seperti berselancar di air laut.
Serangga ini merupakan sebuah grup (genus) serangga yang tidak bersayap. Halobates
merupakan satu-satunya serangga yang habitatnya di daerah pelagis yang terdapat pada
perairan terbuka.
39
Terdapat 46 spesies Halobates telah teridentifikasi. Empat spesies diantaranya hidup di
perairan terbuka dan umum ditemukan di perairan Pasifik, Atlantik dan Hindia. Spesies yang lain
ditemukan berasosiasi dengan mangrove dan tumbuhan laut lainnya. Pada spesies yang terdapat
di sekitar pantai, telur-telurnya diletakkan pada lamun, alga koralin, patahan karang (rubble) dan
hanya ditemukan hanya pada surut terendah. Pada spesies yang hidup di perairan terbuka, telurtelur diletakkan pada benda mengapung apapun yang berada di sekitar betina antara lain, benih,
bulu burung, potongan plastic, sepotong kayu, cangkang moluska dan lain-lain.
(Andersen & Cheng, 2004)
Gambar 41 Halobates (sea skaters)
Serangga ini mengkonsumsi zooplankton yang terdapat pada permukaan. Mangsa dari
serangga ini dipegang dengan menggunakan kaki depan yang pendek kemudian memakannya
dalam keadaan kering. Serangga ini tidak menyelam untuk mendapatkan mangsa. Melekatkan
telur-telur pada apapun yang mengapung. Sedangkan beberapa spesies yang hidupnya di pantai
menyimpan telu-telurnya pada benda yang tetap antara lain batang pohon dan bebatuan.
Halobates dan anggota Subfamily Halobatinae terdapat pada berbagai habitat antara lain,
bebatuan, mangrove, pantai berkarang dan perairan terbuka. Berikut ini dendogram yang
menggambarkan hubungan kekerabatan diantara Halobates spp.
40
Gambar 42 Hubungan kekerabatan antar spesies Halobates
2. Pontomyia spp. (Marine midges)
Serangga ini merupakan serangga yang tidak dapat terbang, panjangnya hanya 1 mm.
Pontomyia dapat ditemukan pada saat senja dan pada malam hari ketika fase bulan baru
atau bulan purnama. Fase hidup serangga ini hanya 30 hari. Pejantan dewasa hanya
hidup satu atau tiga jam saja. Ketika akan melakukan reproduksi, pejantan mendekati
betina dengan kecepatan tinggi, setelah melakukan kopulasi, pejantan kemudian
mencari betina yang lain, sedangkan betina meletakkan telurnya yang sambung
menyambung seperti tongkat pada permukaan karang mati atau substrat apapun yang
terdapat di sekitar atau di atas permukaan air.
41
Gambar 43 Marine midges
3. Bledius spectabilis (Intertidal Rove Beetles)
Serangga ini merupakan serangga predator kecil yang membuat benteng pertahanan
dengan cara membuat lubang di pasir. Serangga ini tidak dapat bertahan tanpa air,
sehingga aktif bergerak bilamana air surut. Bila mana pasang, lubang (terowongan)
serangga tersebut tidak kemasukan air dikarenakan ukurannya kecil 2 mm
Gambar 44 Bledius spectabilis
4. Lalat Alga (Seaweed flies)
Lalat tersebut sangat tertarik dengan bau khas alga yang telah membusuk yang terdapat pada
pantai pada saat air laut surut. Telur-telur dan larva diletakkan pada permukaan alga yang
telah membusuk. Lalat dewasa memiliki masa hidup pendek, tugasnya adalah mencari
pasangan dan kemudian melakukan reproduksi kemudian mencari alga yang membusuk
lainnya untuk meletakkan telur-telurnya.
42
Gambar 45 lalat pada alga
5. Spring tails (Anurida maxima)
Anurida maxima merupakan serangga tanpa sayap yang berwarna biru-keabuabuan.
Umumnya, Anurida memiliki organ khusus yang digunakan untuk melompat yang
disebut sebagai furcula. Pada spesies A. maritime, organ tersebut tidak dimiliki sehingga
serangga tersebut merayap pada bebatuan.
Gambar 46 Spring tails (Anurida maritima)
6. Lebah siput (Osmia aurulenta)
Serangga ini ditemukan di atas daerah pasang surut menuju ke daratan, berada
di sekitar tumbuhan asosiasi yang terdapat di pantai. Lebah ini memakan nectar dan pollen,
sama seperti lebah pada umumnya. Serangga ini disebut sebagai lebah siput dikarenakan,
lebah ini hidup pada cangkang siput (gastropoda) sebagai sarangnya dan distribusinya
terbatas hanya di sekitar daerah pesisir saja.
43
Gambar 47 Snail bees (Osmia aurulenta)
Nilai penting Serangga laut
Berikut ini beberapa nilai penting serangga laut, baik yang menguntungkan maupun merugikan
bagi hewan dan tumbuhan sendiri maupun bagi manusia:
1. Secara ekologis, serangga laut Halobates spp. (sea skaters) merupakan makanan bagi burungburung pantai sebagaimana yang terdapat pada Laut pacific tropis selatan. Namun, tidak semua
spesies Halobates yang dikonsumsi oleh burung-burung laut, H. sobrinus salah satunya dan
sampai saat ini masih belum diketahui penyebabnya.
2. Serangga membantu dalam proses reproduksi terutama kumbang dan lalat
3. Memproduksi madu, lilin dan royal jelly, sutra, pewarna makanan dan bahan-bahan lainnya
yang dibutuhkan.
4. Berperan dalam daur nutrient khususnya pemakan detritus (detrivor) maupun tipe scavenger
5. Bahan makanan yang mengandung protein
Selain, dampak positif keberadaan serangga laut bagi organisme lain dan utamanya
manusia, serangga laut dapat pula menjadi vector penyakit antara lain lalat laut terutama bagi
masyarakat yang terdapat pada daerah pesisir. Selain itu, beberapa serangga yang berada
disekitar pantai seperti nyamuk, lalat kuda, lalat rusa dan mengganggu kehidupan manusia
maupun organisme lainnya.
44
DAFTAR PUSTAKA
Andersen, N.M. & Cheng, L. (2004). The marine insect Halobates (Heteroptera: Gerridae):
biology, adaptations, distribution, and phylogeny.
Associate press, 2012. Ocean Trash Disrupting Marine Insect Reproduction
http://www.laboratoryequipment.com/news/2012/05/ocean-trash-disrupting-marineinsect-reproduction
Cheng, L., Spear, L., Ainley, D.G., 2010. Importance of Marine Insects (Heteroptera: Gerridae,
Halobates Spp.) as Prey of Eastern Tropical Pacific Seabirds. Marine Ornithology 38: 91–
95.
esccalbe.blogspot.com/2013/10/unit-2-arthropods-are-animals-that-have.html,
diakses
16
November 2013.
Maddrell, S.H.P . (1998). Why are there no insects in the open sea?.
http://konservasi-laut.blogspot.com/2011/05/marine-insecta-serangga-laut.html
Sistem Respirasi Pada Serangga (Belalang). http://iki-saiin.blogspot.com/2012/07/sistemrespirasi-pada-serangga-belalang.html, diakses 21 November 2013.
Soong, K. Chen, G. and Cao, J., 1999 .Life History Studies of the Flightless Marine Midges
Pontomyia spp. (Diptera: Chironomidae). Zoological Studies 38(4): 466-473.
University
of
Sydney,
2004.
Reproduction.
http://bugs.bio.usyd.edu.au/learning/resources/Entomology/internalAnatomy/reprodu
ction.html, diakses 20 November 2013.
45
Download