Permasalahan, kelentingan, dan strategi koping

advertisement
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun
ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering
melanda Indonesia. Indonesia merupakan wilayah teritorial yang sangat rentan
terhadap bencana alam karena cuaca, kondisi sosial, dan kondisi geografis
Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa dan terletak pada tiga lempeng
utama bumi yaitu Philipina, Pasifik, dan Australia yang menyebabkan Indonesia
berpotensi terhadap tsunami, gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, dan
longsor. Bahkan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pembangunan juga
menghasilkan banyak bencana seperti kebakaran kota dan hutan, polusi udara,
kerusakan lingkungan, dan terorisme. Bencana alam di Indonesia yang terjadi
terus silih berganti dan beruntun menyebabkan pemulihan daerah yang terkena
bencana kurang tertangani bahkan tidak tertangani dengan baik.
Selama tahun 2005, Indonesia mengalami musibah tanah longsor sebanyak
47 kali yang mengakibatkan 243 orang meninggal dunia. Musibah tersebut paling
banyak terjadi di Provinsi Jawa Barat yaitu sebanyak 39 kali longsor yang
mengakibatkan 205 orang meninggal dunia, 490 rumah mengalami kerusakan,
114 rumah hancur, dan 758 rumah terancam (Surono 2008). Selama tiga tahun
terakhir, di Provinsi Jawa Barat terdapat banyak desa yang terkena bencana alam
baik di daerah pesisir maupun di non pesisir. Berdasarkan jenis bencana alam,
tanah longsor terjadi di 1 610 desa; banjir 1 162 desa; banjir bandang 103 desa;
gempa bumi 68 desa; gempa bumi disertai tsunami terjadi 28 desa; gelombang
pasang laut 60 desa; angin puyuh/puting beliung 984 desa; gunung meletus
sebanyak 1 desa; dan kebakaran hutan telah terjadi di 128 desa (BPS 2008).
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
alam dan pemandangan yang indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat
diberdayakan, antara lain menyangkut sumberdaya air, sumberdaya alam,
pemanfaatan lahan, sumberdaya hutan, sumberdaya pesisir dan laut serta
sumberdaya perekonomian. Secara geografis Jawa Barat terletak diantara
Samudera Indonesia dan Selat Sunda. Hal tersebut merupakan salah satu faktor
2
yang menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu provinsi yang sangat
dinamis, strategis, dan rentan akan terjadinya bencana alam seperti longsor, banjir,
gempa, dan angin puting beliung.
Bencana muncul ketika ancaman alam (seperti gunung berapi) bertemu
dengan masyarakat yang rentan (perkampungan di lereng gunung berapi) dan
mempunyai kemampuan rendah atau tidak mempunyai kemampuan untuk
menanggapi ancaman itu (tidak ada pelatihan atau pemahaman tentang gunung api
atau tidak siap siaga). Gabungan keduanya menyebabkan terganggunya kehidupan
masyarakat seperti kehancuran rumah, kerusakan harta benda serta korban jiwa
(IDEP 2007). Menurut Sadisun (2007), bencana alam dapat menimbulkan
kerugian dan penderitaan yang cukup berat sebagai akibat dari perpaduan bahaya
alam dan kompleksitas permasalahan lainnya. Korban jiwa manusia yang
meninggal maupun cedera, runtuhnya bangunan-bangunan pemerintah dan swasta,
rusaknya sarana prasarana, jaringan utilitas, dan infrastruktur serta kerugian moril
yang tidak terhitung jumlahnya merupakan akibat yang timbul dari berbagai
kejadian bencana tersebut. Laju pertumbuhan penduduk, tidak tertib, dan tidak
tepatnya tata guna lahan adalah salah satu inti permasalahan dan penyebab
meningkatnya kerentanan bencana.
Keadaan tersebut akan menimbulkan permasalahan yang mengganggu
kehidupan keluarga dan berdampak terhadap kehidupan masyarakat seperti
kurangnya bahan pangan, pelayanan kesehatan terganggu, sarana pendidikan yang
hancur, rumah yang rata dengan tanah, kehilangan aset, dan lapangan pekerjaan
yang dapat mempengaruhi pendapatan serta hilangnya anggota keluarga yang
sangat dicintai sehingga menjadikan keluarga tertekan dan stres serta
meningkatnya angka kemiskinan. Permasalahan tersebut dapat menjadikan
keluarga merasa tertekan dan menyisakan rasa traumatis tersendiri. Utomo (1998)
menjelaskan bahwa krisis ekonomi dan bencana alam mengganggu keseimbangan
dan stabilitas ekonomi, memicu penurunan daya beli keluarga termasuk obatobatan, dan pelayanan kesehatan.
Untuk mengatasi stres, traumatis, dan bangkit dari tekanan bencana alam,
setiap keluarga diharapkan dapat lebih konsentrasi terhadap permasalahan yang
dihadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam menghadapi
3
permasalahan tersebut keluarga harus memiliki daya lenting yang tinggi dan
mengembangkan strategi yang sesuai dengan situasi yang dihadapi dan biasa
dikenal dengan strategi koping. Menurut Folkman & Lazarus (1984), strategi
koping merupakan suatu perubahan dari suatu kondisi ke lainnya sebagai cara
untuk menghadapi situasi tidak terduga, yang disebut sebagai sebuah proses dan
Friedman (1998) mendefinisikan strategi koping sebagai respon perilaku positif
yang digunakan keluarga dan sistemnya untuk memecahkan permasalahan atau
mengurangi stres yang diakibatkan oleh peristiwa tertentu sehingga diharapkan
keluarga mampu berperan secara efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi. Menurut Sunarti (2010), faktor yang menentukan strategi mana yang
paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian
seseorang dan sejauh mana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang
dialaminya. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping individu adalah
kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan positif, keterampilan memecahkan
masalah, keterampilan sosial, dan dukungan sosial.
Dalam memilih dan melakukan strategi koping untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi, keluarga membutuhkan daya lenting yang tinggi
untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi baik daya lenting
individu maupun daya lenting keluarga. Tingkat kerentanan atau tingkat
kelentingan dan ketangguhan berkaitan dengan kemampuan bangkit dari
keterpurukan, persepsi terhadap stessor, kemampuan mengelola stres, kemampuan
mengelola emosi yang berdampak secara negatif, dan strategi atau mekanisme
koping yang dilakukan (Sunarti 2009). Kelentingan keluarga berhubungan dengan
keluarga yang rentan dan bermasalah. Apabila keluarga mampu melakukan
strategi koping dan mempunyai daya lenting yang tinggi, maka akan berdampak
positif pada ketahanan keluarga. Menurut Luthar et al. (2000), diacu dalam Walsh
(2002) kelentingan keluarga merupakan proses yang dinamis yang mencakup
proses adaptasi yang positif dalam keadaan kesulitan atau terjadi kemalangan.
Sedangkan menurut Walsh (2002) daya lenting keluarga terbentuk dari daya
lenting individu yang baik. Daya lenting yang dimiliki keluarga semakin kuat
maka diharapkan keluarga tersebut semakin tahan terhadap tekanan yang
disebabkan oleh bencana alam. Untuk memperkuat daya lenting keluarga
4
dibutuhkan berbagai dukungan baik bersifat sosial ataupun bersifat pribadi, seperti
keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, terdapat
beberapa pertanyaan penelitian, yaitu permasalahan apa saja yang dihadapi
keluarga korban longsor, bagaimana kelentingan keluarga dan strategi koping
yang dilakukan keluarga korban longsor?.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelentingan
keluarga dan strategi koping keluarga korban longsor.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, permasalahan keluarga, kelentingan
keluarga, dan strategi koping yang dilakukan keluarga
2. Mengidentifikasi perubahan permasalahan yang dihadapi keluarga dan
kelentingan keluarga
3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dengan permasalahan
keluarga, kelentingan keluarga, dan strategi koping
4. Menganalisis hubungan antara permasalahan keluarga dengan kelentingan
keluarga dan strategi koping
5. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, permasalahan keluarga, dan
kelentingan keluarga terhadap strategi koping.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai dampak
langsung yang dirasakan oleh korban bencana longsor seperti kehilangan harta
benda, kerusakan rumah, dan fasilitas umum sesaat dan setelah terjadinya bencana
longsor. Dampak yang terjadi, dapat berupa dampak psikologis yang dapat
mengganggu kehidupan korban bencana longsor. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan tentang teori
ilmu keluarga terutama yang berkaitan dengan kelentingan keluarga dan strategi
koping keluarga dalam kondisi pasca krisis yang disebabkan oleh bencana
5
longsor, sebagai literatur untuk penelitian selanjutnya, dan sebagai sarana
pengembangan dan perluasan pengetahuan peneliti. Selain itu, penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan atau
program dalam menanggulangi korban bencana longsor.
Download