BAB VI. PENUTUP 5.1. Kesimpulan

advertisement
BAB VI. PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari proses analisis untuk
memperoleh konsep bentuk dan ruang dari Masjid Nabawi pada masa Nabi
Muhammad Saw. Berdasarkan hasil pembahasan, maka diperoleh beberapa
kesimpulan tentang konsep bentuk dan konsep ruang Masjid Nabawi pada masa Nabi
Saw, yaitu :
1. Konsep utama dalam perancangan dan pembangunan Masjid Nabawi adalah
adanya keseimbangan hubungan antara manusia dengan Allah (hablumminallah),
manusia dengan manusia (hablumminannas), dan manusia dengan alam (rahmatal
lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam).
Konsep ini benar-benar diaplikasikan oleh Nabi Saw di dalam Masjid Nabawi
karena ketiga hal tersebut merupakan inti dari ajaran Islam, yakni bagaimana
setiap muslim bisa menyeimbangkan antara ibadah kepada Allah dengan urusan
muamalah dengan sesama manusia sehingga menjadi rahmatal lil ‘alamin (rahmat
bagi seluruh alam).
2. Masjid Nabawi merupakan ruang publik (public space) yang merupakan pusat dari
tiga aktivitas utama umat Islam Madinah, yaitu : aktivitas keagamaan, aktivitas
kenegaraan, dan aktivitas kemasyarakatan. Nabi Saw menjadikan Masjid Nabawi
sebagai pusat ketiga aktivitas tersebut untuk menyatukan dan mempersaudarakan
Muhajirin (muslimin yang berasal dari Makkah yang kemudian hijrah ke Madinah)
dengan kaum Anshar (muslimin yang berasal dari Madinah). Proses menyatukan
dua kelompok ini dalam satu entitas menjadi sangat vital untuk mengukuhkan
pondasi Islam di bumi Madinah.
3. Masjid Nabawi memiliki desain zonasi ruang yang fkeksibel. Fleksibilitas ini
merupakan bentuk adaptasi dari banyaknya aktivitas ibadah dan muamalah yang
dilakukan di dalam masjid. Setidaknya terdapat sembilan zona yang ada di dalam
Masjid Nabawi, yaitu : Zona Raudhah (publik), Zona Mihrab (prifat), Zona
Ahlussuffah (prifat), Zona Jamaah Wanita (publik), Zona Jamaah Pria (publik),
Zona Itikaf Nabi Saw (prifat), Zona Itikaf Istri-Istri Nabi Saw (prifat), Zona
Perawatan Korban Perang (prifat), dan Zona Tenda Tamu (prifat).
4. Masjid Nabawi memiliki bentuk adaptasi yang baik terhadap kondisi alam dan
kebiasaan sebagian kaum muslim Madinah. Beberapa diantaranya memiliki
161
kebiasaan meludah di dalam masjid dan bahkan ada Arab Badui (kampung) yang
kencing di dalam masjid. Bentuk adaptasi Masjid Nabawi adalah dengan
membiarkan lantai masjid seperti tanah aslinya, yakni pasir. Pasir dipilih karena
bersifat suci dan dapat mensucikan. Sehingga dapat mensucikan kotoran-kotoran
serta dapat dipakai untuk tayamum pengganti wudhu. Hal ini semata-mata
merupakan strategi mewujudkan syariat Islam yang mengatur kesucian agar dapat
bersinergi dengan kebiasaan masyarakat dan kondisi alam Kota Madinah.
5. Nabi Saw memisahkan jalur sirkulasi jamaah pria dan wanita dengan membuat
pintu khusus untuk para wanita, agar ketika masuk ke Masjid Nabawi tidak
bertemu langsung dengan jamaah pria. Konsep sirkulasi di dalam Masjid Nabawi
sangat memperhatikan privasi dari kelompok jamaah pria dan wanita. Konsep ini
berkaitan dengan konsep hijab di dalam Islam. Dimana seseorang dilarang
berdekatan, bersentuhan, dan berpandangan secara terus menerus dengan lawan
jenisnya yang bukan mahram.
6. Masjid Nabawi dibangun dengan tiga konsep kesederhanaan, yakni kesederhanaan
material, kesederhanaan bentuk, dan kesederhanaan tata ruang. Kesederhanaan
tersebut dimaksudkan agar menjadi teladan bagi para Shahbat dan menjadi hal
yang paling ditonjolkan sebagai bentuk kezuhudan dalam masalah duniawi.
7. Rumah Nabi Saw yang menempel di sisi masjid membuat kedekatan antara Nabi
Saw sebagai pemimpin dengan para Shahabat sebagai rakyatnya semakin terjalin
dan tanpa sekat. Rumah Nabi Saw dengan Masjid Nabawi merupakan satu
kesatuan yang merepresentasikan kedekatan antara pemimpin dengan rakyatnya.
8. Garis besar pembangunan dan pengembangan Masjid Nabawi yang dilakukan oleh
Nabi Saw berdasarkan pada kebutuhan masyarakat Muslim Madinah pada waktu
itu. Nabi Saw mewujudkannya dalam enam tahapan pembangunan dan
pengembangan sebagai berikut.
1) Menetapkan sutrah
Memastikan umat Islam dapat menjalankan ibadah
2) Membangun dinding
Memastikan keamanan umat Islam dalam menjalankan ibadah
3) Membangun rumah Nabi Saw
Memastikan diri dan keluarga Nabi Saw terlindungi
4) Memberi atap area Ahlussuffah
162
Memastikan kenyamanan kaum fakir dan miskin yang tinggal di Masjid
Nabawi
5) Memberi atap area shalat
Memastikan kenyamanan ibadah umat Islam
6) Memperluas masjid
Memastikan kapasitas Masjid Nabawi dapat menampung umat Islam yang
semakin bertambah dengan batasan-batasan tertentu dalam menghiasi Masjid
Nabawi dan dengan arah orientasi perluasan menjauhi makam Nabi Saw.
5.2.
Saran
5.2.1. Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Penelitian Masjid Nabawi yang dilakukan dalam tesis ini hanya terbatas pada
masa Nabi Muhammad Saw. Yakni dimulai dari awal pembangunannya sampai Nabi
Saw meninggal dunia. Sehingga perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk
memperkaya khasanah arsitektur Masjid Nabawi. Berikut beberapa saran untuk
penelitian selanjutnya.
a.
Penelitian tentang Masjid Nabawi dapat dikembangkan lagi ke ranah sejarah
perkembangan arsitekturnya. Setidaknya terdapat sepuluh kali pembangunan
Masjid Nabawi, baik berupa renovasi maupun penambahan luas yang
dilakukan pada masa-masa Khulafaurrasyidin, Dinasti Umayyah, Dinasti
Abassiyah, Dinasti Turki Utsmani, dan Kerajaan Saudi Arabia.
b.
Penelitian ini dapat disempurnakan dengan data-data yang bersumber dari
bukti-bukti fisik berupa sisa-sisa reruntuhan Masjid Nabawi pada masa lalu.
Data-data tersebut akan melengkapi dan saling menkonfirmasi dengan
kebenaran sejarah yang terekam dalam Hadits-Hadits Nabi Muhammad Saw.
c.
Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai
ukuran-ukuran bangunan Masjid Nabawi.
5.2.2. Saran untuk Perancangan
Dari analisis dan pembahasan hadits-hadits yang bercerita tentang bentuk,
ruang, dan tatanan Masjid Nabawi di atas, dapat diambil beberapa guideline sebagai
saran untuk perancangan masjid kedepannya.
163
5.2.2.1.Program Ruang
1. Aktivitas yang Harus Diwadahi di dalam Masjid133
Bangunan masjid seharusnya dapat mewadahi dua fungsi utama, yakni fungsi
ibadah dan fungsi muamalah. Berikut adalah aktivitas yang harus diwadahi.
•
Fungsi Ibadah : mengumandangkan adzan, berwudhu, shalat wajib dan
dzikir, shalat sunnah dan dzikir, ceramah, dan membaca Al Quran
•
Fungsi Muamalah : duduk-duduk menunggu waktu shalat, tinggal menetap
di dalam masjid, membawa dan mengasuh anak kecil, aktivitas belajar
mengajar, makan bersama, mempertunjukkan permainan dan berlatih
keterampilan, mengadakan pernikahan, berbaring di dalam masjid, dan
berbincang-bincang.
2. Hubungan Ruang di dalam Masjid134
Fungsi-fungsi yang dijelaskan diatas dapat diwadahi dalam beberapa ruang
terpisah maupun dalam satu ruang bersama. Hubungan ruang-ruang yang
mewadahi fungsi tersebut dapat beraneka macam. Dapat berupa pemisahan
tegas, pemisahan semu, bahkan penggabungan atau tidak dipisahkan sama
sekali.
•
Pemisahan Tegas : Zona aktvitas ibadah dan muamalah dipisahkan secara
tegas dengan dinding massif.
•
Pemisahan Semu : Zona aktivitas ibadah dan muamalah tidak dipisahkan
secara tegas, bisa berupa perbedaan ketinggian dan tekstur lantai maupun
dinding void.
•
Penggabungan : Zona aktivitas ibadah dan muamalah bergabung dalam
satu zona.
3. Kapasitas Masjid
Jika masjid tersebut merupakan masjid yang digunakan untuk ibadah harian di
suatu komplek hunian, maka masjid tersebut harus dapat menampung seluruh
jamaah putra yang ada di komplek tersebut. Karena pada dasarnya Nabi Saw
mewajibkan seluruh pria beragama Islam untuk melaksanakan shalat jamaah
di masjid. Jadi kapasitas minimal sebuah masjid ditentukan oleh jumlah jamaah
pria yang ada di sekitarnya. Namun jika masjid tersebut digunakan untuk shalat
133
134
Ilustrasi penjelas lihat di lampiran 1.1
Ilustrasi penjelas lihat di lampiran 1.2
164
Jumat, maka masjid tersebut harus dapat menampung minimal jamaah yang
diperbolehkan untuk shalat jumat. Terdapat empat pendapat tentang jumlah
minimal jamaah shalat jumat, yakni dua orang135, tiga orang136, 12 orang137,
dan 40 orang138.
4. Peletakan Pintu dan Sirkulasi Masjid139
•
Sebaiknya jalur sirkulasi jamaah putra dengan jamaah putri dipisahkan,
termasuk sirkulasi menuju tempat wudhu.
•
Shaf terbaik untuk putra dimulai dari paling depan sedangkan untuk putri
dimulai dari paling belakang. Agar jamaah putri dapat mengisi barisan
belakang dengan sempurna, maka jalur sirkulasi baiknya tidak melalui
pintu anti kiblat, namun melalui pintu samping.
•
Terdapat Jalur sirkulasi khusus yang menghubungkan imam dengan area
luar masjid. Sehingga ketika imam batal wudhunya dan akan bersuci, tidak
melewati jamaah putra.
5.2.2.2.Elemen Horisontal
1. Bentuk Denah
Bentuk denah area shalat sebaiknya kotak untuk memaksimalkan kapasitas
jamaah shalat di dalamnya. Namun untuk pelingkup masjid bisa berbentuk apa
saja, menyesuaikan dengan konteks lingkungan yang ada.
2. Pemilihan Site
Masjid tidak boleh didirikan di atas kuburan. Begitu juga sebaliknya dilarang
membangun kuburan di dalam masjid.
135
Ini adalah pendapat Ibnu Hazm, Asy-Syaukani, Shidiq Hasan Khan, dan pendapat inilah yang dipilih
oleh Syaikh Al-Albani. Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, ”Shalat berjamaah sah
dilakukan walaupun hanya dengan seorang (makmum) bersama seorang imam, sedangkan Shalat
Jumat merupakan salah satu dari shalat-shalat wajib lainnya. Barangsiapa yang mensyaratkan
tambahan bilangan yang ada pada shalat berjamaah, maka ia harus menunjukkan dalil pendapat
tersebut, dan niscaya ia tidak akan mendapatkan dalilnya.”
136
Pendapat kalangan Al Hanafiyah
137
Berdasarkan hadits Nabi Saw berikut, ”Bahwa Nabi berkhutbah dengan berdiri pada Hari Jumat.
Lalu datang kafilah niaga dari Syam, maka pindahlah manusia (yang berada masjid) menuju kepada
(kafilah niaga) tersebut, sampai yang tersisa hanya 12(dua belas) orang (yang masih berada di dalam
masjid), lalu turunlah ayat ini yang berkenaan dengan (Shalat dan Khutbah) Jumat, ”Dan apabila
mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka
tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah).” (QS. Al-Jumuah : 11).” (H.R. Muslim)
138
Pendapat kalangan Al Malikiyah, berpedoman pada hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat Jum’at di Madinah dengan jumlah peserta 40
orang. (HR. Ad-Daruquthuny)
139
Ilustrasi penjelas lihat di lampiran 1.5
165
5.2.2.3.Elemen Vertikal
1. Posisi Tiang Masjid140
Di dalam masjid, ruang yang digunakan untuk shalat sebaiknya bebas kolom
agar barisan shalat tidak terputus. Tidak putusnya barisan merupakan bagian
dari kesempurnaan shalat. Kalaupun di dalam ruang shalat terdapat kolom,
garis shaf diatur agar barisan shalat tidak terputus.
2. Dinding Pelingkup Area Masjid141
Area dalam masjid dengan area luar perlu dipisahkan secara tegas. Karena
pemisahan ini berkaitan dengan kesucian. Area dalam masjid merupakan area
suci sedangkan area luar masjid merupakan area non suci. Pembatas area ini
dapat berupa dinding massif dengan pintu masif, dinding massif dengan pintu
void, jajaran tiang disepanjang dinding, tiang-tiang di sudut masjid, dan satu
tiang di depan area imam sebagai sutrah.
5.2.2.4.Ruang-Ruang Khusus
1. Tempat Wudhu
Nabi Saw menganjurkan untuk berwudhu di rumah dan berangkat ke masjid
dalam keadaan suci. Namun itu bukan berarti meniadakan tempat wudhu di
masjid. Tempat wudhu sebaiknya tetap disediakan minimal tiga tempat, yakni
satu untuk jamaah pria, satu untuk jamaah wanita, dan satu lagi khusus untuk
imam. tempat wudhu khusus imam letaknya berdekatan dengan area mihrab
agar imam dapat mengakses tempat wudhu tanpa harus keluar masjid.
2. Mihrab Masjid (Area Imam)142
Area imam memiliki hubungan dengan area bersuci untuk memudahkan imam
dalam bersuci ketika di tengah shalat ternyata imam batal wudhunya. Area
imam juga harus memiliki jalur sirkulasi tersendiri agar ketika imam menuju
mihrab tidak mengganggu barisan shalat makmum.
140
Ilustrasi penjelas lihat di lampiran 1.3
Ilustrasi penjelas lihat di lampiran 1.4
142
Ilustrasi penjelas lihat di lampiran 1.6
141
166
Download