tumor jaringan lunak

advertisement
TUMOR JARINGAN LUNAK
PENDAHULUAN
Istilah jaringan lunak diartikan sebagai jaringan ikat yang berada di luar
rangka (skelet). Secara embriologik berasal dari mesenkhim. Proses keganasan
yang berasal dari mesenkhim disebut sarkoma, dengan pengecualian tumor yang
tumbuh dari sel-sel Schwann karena secara morfologik dan klinik mempunyai
persamaan dengan tumor ganas jaringan lunak maka digolongkan ke dalam
sarcoma pula.
Kelainan pada jaringan lunak pada awalnya tidak bisa dibedakan antara
neoplastik dan non neoplastik. Pada akhir 1800-an dan awal 1900-an baru bisa
dibedakan neoplastik dan non neoplastik karena adanya evolusi pemeriksaan
histopatologi yang lebih akurat dengan mikroskop. Beberapa ahli yang berperan
dalam perkembangan ini adalah Morgagni dan Rotatanski. Virchow membuat
klasifikasi histologis berdasarkan gambaran mikroskopis yang memisahkan sarkoma
dari karsinoma dan dipublikasikan pada tahun 1863.
Terminologi untuk neoplasma soft tissue pada awalnya masih sangat
membingungkan dan terminologi ini menjadi semakin jelas setelah Stout dan Lattes
pada tahun 1940 membuat klasifikasi neoplasma soft tissue berdasarkan pada jenis
sel dari mana tumor itu berasal.
Keganasan pada jaringan lunak dikenal sebagai sarkoma jaringan lunak atau
Soft Tissue Sarcoma (STS) merupakan keganasan yang jarang ditemukan, terdiri
dari berbagai jenis kelompok tumor. Istilah STS didasarkan pada sekelompok tumor
ganas yang timbul dari jaringan lunak ekstra skeletal tubuh dan tumor-tumor ini
dikelompokkan bersama karena mempunyai kesamaan dalam gambaran patologi
dan sifatnya. Istilah Sarkoma berasal dari kata Yunani "Sarx" yang berarti tumbuh
menjadi gemuk (Flesh Growth) dan tambahan kata oma yang berarti tumor.
Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara Epidermis dan
tulang serta organ visceral, termasuk otot, tendon, jaringan fibrous, lemak dan
jaringan synovial. Walaupun keganasan yang berasal dari epitel disebut karsinoma
namun keganasan yang berasal dari mesothelium dan endothel vaskuler dan
limfatik dimasukkan ke kelompok sarcoma. STS berasal dari jaringan mesenkim
dan juga tumor yang berasal dari neuroectodermal dimasukkan ke kelompok
sarkoma karena mempunyai gambaran klinis dan sifat yang mirip dengan sarkoma
yang berasal dari jaringan mesenkim.
INSIDENSI
Di Amerika Serikat setiap tahunnya ditemukan 4.500 kasus tumor ganas
jaringan lunak dan kematian yang disebabkan oleh tumor ini sebanyak 1.600 orang.
Secara keseluruhan tumor ganas jaringan lunak hanya menduduki 0,7% dari semua
proses keganasan, akan tetapi untuk anak dibawah 15 tahun tumor ini menduduki
6,5%.
EPIDEMIOLOGI
Tidak banyak yang diketahui mengenai epidemiologi ataupun faktor
penyebab yang berperan pada pasien dengan tumor ganas jaringan lunak.
Walaupun dikatakan bahwa predisposisi genetik tidak terbukti pengaruhnya
dalam terjadinya tumor ganas ini namun penyelidik lain ada yang mendapatkan
kasus keganasan ini mengenai anggota keluarga yang berdekatan. Penyelidik lain
menemukan sarkoma pada anak-anak dan orangtuanya menderita kanker (terutama
kanker payudara). Adapula yang mengemukakan kasus kanker payudara sebagai
kanker sekunder disamping liposarkoma sebagai tumor primernya. Ada pula yang
menemukan insidensi kelainan bawaan yang meninggi pada anak-anak dengan
sarkoma jaringan lunak. Terdapat kecenderungan frekuensi yang meningkat pada
pasien-pasien dengan penyakit yang diturunkan secara genetik seperti basal cel
nevus syndrome, multiple neurofibromatosis, poliposis intestinalis dan sindrom
Gardner.
Trauma agaknya tidak mempunyai peranan. Zat kimia yang perlu diperhatikan
adalah asam fenoksi-asetat (sejenis herbisida) dan khlorofenol (zat pengawet kayu).
“Ionizing irradiation” dapat menyebabkan sarkoma, akan tetapi jarang terjadi
di daerah badan yang diberi radioterapi; walaupun demikian ada juga penyelidik
yang menemukan fibrosarkoma pada dinding dada dan penderita yang menjalani
radioterapi untuk karsinoma payudara yang telah menjalani mastektomi.
Beberapa benda asing yang “ditanam” pada badan ada yang dapat
menimbulkan sarkoma seperti logam, peluru ataupun selongsongnya walaupun
waktu yang diperlukan cukup lama (kira-kira 40 tahun).
Tempat yang dikenai sarkoma bisa dimana saja pada badan, akan tetapi
yang akan dibicarakan disini hanyalah sarkoma yang terdapat di luar viscera.
STS jarang ditemukan dan bisa ditemukan di mana saja di tubuh.
Insidensnya hanya sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang
dewasa dan 7 - 15% dari seluruh keganasan pada anak. Di Amerika Serikat setiap
tahun ditemukan sekitar 7800 kasus baru STS. Sampai saat ini telah diketahui ada
lebih dari 50 jenis STS dengan berbagai macam grading dan kemampuan
metastasis.
Muller, Hadju dan Brennan (1987) melaporkan bahwa lymphedema kronik
akibat operasi, radiasi atau infeksi parasit bisa menyebabkan timbulnya
lymphangiosarcoma dan jauh sebelumnya Stewart dan Treves pada 1948 sudah
pernah melaporkan kasus limphoangiosarcoma pada extremitas superior yang
ditemukan pada penderita karsinoma mamma yang diberi radioterapi pasca
mastektomi. Brady, Gaynor dan Brennan (1992) juga melaporkan bahwa
lymphangiosarcoma juga bisa terjadi pada penderita yang dimastektomi dengan
oedema lengan yang minimal.
Hanya sekitar 4 - 11% Soft Tissue Sarcoma yang bermetastasis dan sekitar
80% metastasis ke paru-paru, pleura dan mediastinum. Metastasis paling sering
secara hematogen dan hanya sekitar 5% yang metastasis secara limfogen.
Chondrosarcoma dan Osteogenicsarcoma merupakan bone sarcoma yang
primernya di tulang tapi bisa juga ditemukan sebagai tumor primer di soft tissue,
disebut "Extraskeletal Osteogenicsarcoma" dan "Extraskeletal Chondro-sarcoma"
tapi sangat jarang ditemukan.
INSIDENS
A. Umur /Sex/ Ras
STS jarang ditemukan, bisa ditemukan pada semua kelompok umur, pada
anak-anak paling sering pada umur 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak
pada umur 45 - 50 tahun. Pada laki-laki sekitar 1% sedang wanita 0,6%. STS lebih
sering ditemukan pada anak-anak dari pada dewasa dan menduduki peringkat ke 5
sebagai penyebab kematian pada kelompok umur di bawah 15 tahun. Hadju, Shiu
dan Brennan (1988) dalam penelitiannya melaporkan rata-rata STS ditemukan pada
umur 51 tahun dan secara umum tidak ditemukan perbedaan jenis kelamin namun
Desmoid Tumor lebih cenderung terjadi pada wanita. Insidens STS pada berbagai
ras atau suku bangsa tertentu tidak diketahui dan tidak pernah dilaporkan dalam
literatur.
B. Lokasi Anatomis :
Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada Ekstremitas Inferior yaitu
sebesar 46% (75% di atas lutut), 13% di ekstremitas superior, 30% di tubuh ( 40% di
retroperitoneum ), 9% di kepala-leher dan 1% di tempat lainnya. Pada ekstremitas
inferior, tumor bisa ditemukan pada tungkai, kaki juga di bokong dan inguinal, pada
ekstremitas superior, tumor bisa ditemukan pada lengan, tangan, bahu dan aksila
sedang pada tubuh, tumor bisa ditemukan pada punggung, dinding dada dan
abdomen.
C. Metastasis :
Metastasis umumnya secara hematogen sedang secara limfogen sangat
jarang terjadi dan prognosisnya sangat jelek. Metastasis paling sering ke paru-paru
(34%), hepar (25%), tulang (23%) dan SSP (3%). Metastasis limfogen lebih sering
ditemukan pada tipe histologis tertentu seperti Synovial Sarcoma, myxoid
liposarcoma dan rhabdomyosarcoma.High grade tumor mempunyai kemungkinan
lebih besar (> 50%) untuk metastasis dan terjadi rekurensi dibandingkan dengan
Low grade Tumor (< 15%). Donohue dkk (1988) melaporkan bahwa metastasis yang
terjadi pada Low Grade tumor di ekstremitas sebesar 14%.
ETIOLOGI
Umumnya STS tidak mempunyai etiologi yang jelas, walaupun sudah banyak
faktor predisposisi atau faktor yang berkaitan telah diketahui.
A. Genetik
Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya STS seperti Multiple
Neurofibromatosis, Tuberous Sklerosis, Werner's Syndrome, Intestinal Poliposis,
Gardner's Syndrome dan Basal Cell Nevus Syndrome. Dari data penelitian, diduga
mutasi genetik pada stem sel mesenkim dapat menimbulkan sarkoma, ada
beberapa gen yang sudah diketahui mempunyai peranan dalam kejadian sarkoma
antara lain gen RB-1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam
terjadinya STS, gen lain yang juga diketahui punya peranan adalah gen MDM-2
(Murine Double Minute 2), gen ini bisa menghasilkan suatu protein yang dapat
mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan menginaktivasi gen tersebut.
B. Radiasi
STS dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar radiasi seperti pada
penderita Ca. Mamma dan Limfoma Malignum yang mendapat radioterapi. Halperin
dkk memperkirakan risiko terjadinya sarkoma pada penderita Hodgkin yang
diradiasi adalah 0,9%. Terjadinya STS dan Bone Sarcoma akibat pemaparan
radiasi sudah diketahui sejak 1922, walaupun jarang ditemukan prognosisnya jelek
dan umumnya high grade.
Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah Malignant Fibrous
Histiocytoma (MFH) dan angiosarcoma atau Lymphangiosarcoma. Jarak waktu
antara radiasi dan terjadinya sarkoma diperkirakan sekitar 11 tahun.
C. Bahan Kimia
Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat menimbulkan
sarkoma tapi belum bisa dibuktikan. Pemaparan terhadap Thorium Dioxide
(Thorotrast) suatu bahan kontras bisa menimbulkan angiosarkoma pada hepar.
Selain itu, Asbes juga diduga dapat menimbulkan Mesothelioma sedang polyvinyl
Chloride dapat menyebabkan Hepatic Angiosarcoma.
D. Trauma
Sekitar 30% kasus Soft Tissue Sarcoma mempunyai riwayat trauma. Posner
dkk (1989) melaporkan bahwa 8 dari 12 kasus Desmoid Tumor abdomen yang
diteliti ada kaitannya dengan trauma atau kehamilan sedang Ratimo dkk dalam
penelitiannya melaporkan bahwa 13 dari 40 pasien Desmoid Tumor di abdomen
yang diteliti mempunyai riwayat trauma operasi pada lokasi tumor. Walaupun
sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatrks lama, luka bakar dan riwayat
trauma tapi semua ini tidak pernah bisa dibuktikan.
E. Limphedema Kronik
Hadju dkk (1988) melaporkan bahwa Limphedema kronik akibat operasi atau
radiasi dapat menimbulkan Lymphangiosarcoma dan Stewart dan Treves pada 1948
sudah pernah melaporkan kasus Lymphangiosarcoma pada extremitas superior
yang ditemukan pada penderita karsinoma mamma yang diberi radioterapi pasca
mastektomi.
F. Infeksi
STS dapat juga disebabkan oleh infeksi parasit yaitu filariasis, pada penderita
limphedema kronik akibat obstruksi filariasis dapat menimbulkan
Lymphangiosarcoma.
HISTOPATOLOGI
Patogenesis STS tidak jelas dan pada sarkoma tidak ditemukan perubahan
yang berbentuk insitu. Walaupun sarkoma terdiri dari berbagai tipe yang berbeda
tapi ada beberapa tumor dengan tipe yang berbeda namun mempunyai gambaran
klinik dan patologik umum yang sama. Sifat tumor pada kebanyakan tipe sarkoma
juga mirip dan sifat ini lebih ditentukan oleh lokasi, grading dan ukuran tumor dari
pada tipe histologisnya.
Ada beberapa STS yang histologisnya ganas dan mempunyai kemampuan
invasi lokal secara agresif tapi jarang sekali metastasis, misalnya Desmoid Tumor,
Dermatofibrosarcoma Protuberans dan well different-tiated Liposarcoma. Sekitar
33% STS adalah Low Grade, cenderung tumbuh secara lokal dan invasi secara
agresif tapi yang metastasis hanya pada 14% kasus.
Beberapa subtipe histologis tertentu terjadi pada penderita usia muda yaitu :
Embryonal Rhabdomyosarcoma, Synovial sarcoma dan Alveolar soft part sarcoma
dan Desmoid Tumor. Ada 3 subtipe histologis Soft Tissue Sarcoma yang paling
sering ditemukan yaitu : Malignant Fibrous Histiocytoma (MFH), Liposarcoma dan
Leiomyosarcoma. Pada ekstremitas yang paling sering adalah MFH dan
Liposarcoma, sedang pada retroperitoneum yang paling sering adalah Liposarcoma
dan Leiomyosarcoma. Sarkoma pada tubuh yang sering ditemukan adalah MFH,
Fibrosarkoma dan Liposarkoma sedang pada kepala-leher yang paling sering
adalah Fibrosarkoma (19%), MFH (18%) dan Embryonal Rhabdomyosarcoma (17%)
dan umumnya sarkoma kepala-leher adalah tumor high grade.
Jenis sarkoma yang paling sering ditemukan akibat radiasi adalah
Osteosarcoma mungkin karena tulang lebih banyak menyerap radiasi dibandingkan
dengan jaringan lainnya. Sarkoma lain yang bisa juga diakibatkan radiasi adalah
MFH dan lymphangiosarcoma.
Pada pemeriksaan histopatologis STS sering terjadi perbedaan pendapat
antara para ahli patologi terutama pada kasus yang poorly differentiated dan
undifferentiated karena pada kasus demikian sering tidak jelas dari mana asal tumor
tersebut.
STS umumnya diklasifikasikan sesuai dengan jaringan normal yang mirip
dengan tumor tersebut ( Walaupun umumnya STS berasal dari jaringan mesoderm
tapi tumor yang berasal dari peripheral nervous system (ektoderm) dan beberapa
tumor yang tidak jelas histogenesisnya juga dimasukkan ke dalam kelompok
sarcoma. Ada sekitar 10 - 20% sarkoma yang tidak jelas histologisnya dan tidak bisa
diklasifikasikan sehingga ada sekitar 30% kasus STS, klasifikasinya bisa berbeda
diantara beberapa patolog. .
KLASIFIKASI PATOLOGIK
Secara patologik dari jaringan lunak ada yang tergolong betul-betul jinak, ada
yang walaupun jinak tapi mempunyai sifat melakukan invasi ke jaringan sekitarnya
sehingga secara morfologik mirip sarkoma dan pada terapinya memerlukan tindakan
yang lebih cermat (misalnya tumor desmoid atau “aggressive fibromatosis”), ada
pula kelainan non-neoplasma yang sangat mirip suatu keganasan yaitu “myositis
ossificans” yang merupakan reaksi terhadap trauma dimana secara histopatologik
ditemukan mitosis dalam jumlah yang banyak sehingga seringkali sukar
membedakannya dari yang ganas.
Beberapa ahli patologi mengemukakan angka-angka penemuannya dengan
persentase yang kadang-kadang berbeda jauh, dan perbedaan tadi sangat
bermakna, hal ini menunjukkan bahwa dalam mendiagnosa tumor ganas jaringan
lunak secara histopatologik sangat sukar.
KLASIFIKASI HISTOLOGIS SOFT TISSUE TUMOR
I. Fibrous Tumor
A. Benign Tumor
B. Fibromatoses
C. Malignant Tumors
- Fibrosarcoma :
a. Adult Fibrosarcoma
b. Congenital or Infantile Fibrosarcoma
c. Inflammatory Fibrosarcoma
II. Fibrohistiocytic tumors
A. Benign Tumors
B. Intermediate Tumors
C. Malignant Tumors
- Malignant Fibrous Histiocytoma :
a. Storiform-pleomorphic Fibrous Histiocytoma
b. Myxoid Fibrous Histiocytoma
c. Giant Cell Fibrous Histiocytoma (Malignant Giant Cell Tumors of Soft
Parts)
d. Xanthomatous (Inflammatory type) Fibrous Histiocytoma
III. Lipomatous tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Liposarcoma :
a. Well-differentiated Liposarcoma
b. Lipoma like Liposarcoma
c. Sclerosing Liposarcoma
d. Inflammatory Liposarcoma
e. Myxoid Liposarcoma
f. Round Cell ( poorly differentiated myxoid ) Liposarcoma
g. Pleomorphic Liposarcoma
h. Dedifferentiated Liposarcoma
IV. Smooth muscle Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Leiomyosarcoma
- Epithelioid Leiomyosarcoma
V. Skeletal Muscle Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Rhabdomyosarcoma :
a. Embryonal Rhabdomyosarcoma
b. Botryoid Rhabdomyosarcoma
c. Spindle Cell Rhabdomyosarcoma
d. Alveolar Rhabdomyosarcoma
e. Pleomorphic Rhabdomyosarcoma
- Rhabdomyosarcoma with ganglionic differentiation ( ectomesen-chymoma )
VI. Tumors of blood and lymph vessels
A. Benign Tumors
B. Intermediate Tumors
C. Malignant Tumors
- Angiosarcoma and Lymphangiosarcoma
- Kaposi's Sarcoma
- Follicular dendritic cell sarcoma
VII. Perivascular Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Malignant Glomus Tumor
- Malignant Hemangiopericytoma
VIII. Synovials Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Synovial Sarcoma
a. Biphasic ( fibrous and epithelial ) Synovial Sarcoma
b. Monophasic ( fibrous or epithelial ) Synovial Sarcoma
- Malignant Giant Cell of Tendon Sheath
IX. Mesothelial Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Malignant Solitary fibrous Tumors of Pleura and Peritoneum
- Diffuse Mesothelioma
a. Epithelial Diffuse Mesothelioma
b. Fibrous ( spindled, sarcomatoid ) Diffuse Mesothelioma
c. Biphasic Diffuse Mesothelioma
X. Neural Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- MPNST ( Malignant Schwannoma, Neurofibrosarcoma )
a. Malignant Triton Tumor ( MPNST with Rhabdomyo-sarcoma )
b. Glandular MPNST ( Malignant Glandular Schwannoma)
c. Epithelioid MPNST ( Malignant Epithelioid Schwannoma)
- Malignant Granular Cell Tumor
- Clear Cell Sarcoma ( Malignant Melanoma of Soft Part )
- Malignant Melanocytic Schwannoma
- Gastrointestinal Autonomous Nerve Tumor ( Plexosarcoma )
- Primitive Neuroectodermal Tumor
a. Neuroblastoma
b. Ganglioneuroblastoma
c. Neuroepithelioma ( Peripheral Neuroectodermal Tumor )
d. Extraskeletal Ewing's Sarcoma
XI. Paraganglionic Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Malignant Paraganglioma
XII. Extraskeletal Cartilaginous and Osseus Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Extraskeletal Chondrosarcoma
a. Well-differentiated Chondrosarcoma
b. Myxoid Chondrosarcoma
c. Mesenchymal Chondrosarcoma
- Extraskeletal Osteosarcoma
XIII. PluripotentialMesenchymal Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Malignant Mesenchymoma
XIV. Miscellaneous Tumors
A. Benign Tumors
B. Malignant Tumors
- Alveolar Soft Part Sarcoma
- Epithelioid Benign Tumors
- Malignant Extrarenal Rhabdoid Sarcoma
- Desmoplastic Small Cell Tumor
XV. Unclassified Tumors
TUMOR JINAK JARINGAN LUNAK
Tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat (“fibrous tissue”)
§ Fibroma
Tumor ini berkapsel (bersimpai) dan ukurannya hanya beberapa sentimeter saja.
Ada 2 jenis fibroma yaitu :
1. Fibroma molle (fibroma yang lunak), terletak dalam jaringan subcutan,
bertangkai (padunculated), terdiri dari jaringan ikat dan lemak dan ditutupi
epidermis.
2. Fibroma durum (fibroma yang keras), yaitu lesi yang bertangkai seringkali
terdapat pada mukosa mulut sebagai akibat dari oklusi gigi yang kurang baik.
Terapi dengan eksisi.
§ Elastofibroma
Lesi ini jarang didapat, biasanya terdapat di bawah otot skapula dan seringkali
melekat pada dinding toraks. Lesi ini jinak dan tidak pernah kambuh dengan
enukleasi.
§ Tumor Keasby
Nama lain dari tumor ini adalah “juvenile aponeurotic fibroma” biasanya mengenai
telapak tangan dan kaki, pada anak-anak dan dewasa muda. Lesi ini menginfiltrasi
jaringan lemak subcutan dan otot tetapi tidak mengadakan metastase. Bila
pengangkatan tidak sempurna akan terjadi kekambuhan.
§ Congenital Generalized Fibromatosis
Kelainan ini biasanya terdapat pada waktu bayi dilahirkan, ditandai dengan adanya
nodul multipal tersebar luas, serta secara diffus mengenai jaringan ikat baik yang
permukaan maupun yang dalam, termasuk viscera dan tulang. Biasanya
menyebabkan kematian karena alat-alat tubuh yang vital juga terkena.
§ Hermatoma Fibrosa pada bayi
Lesi ini terutama mengenai lelaki pada tahun pertama, ditandai adanya massa
soliter pada ketiak, lengan, kepala dan leher. Jaringan yang dikenai terutama dermis
dan lemak subcutan dan ukurannya bisa cukup besar. Terapi dengan eksisi lokal.
§ Noduler Fasciitis
Lesi ini disebut juga pseudosarcomatous fasciitis atau proliferative fasciitis secara
morfologik sangat mirip fibrosarkoma tapi terapinya cukup dengan eksisi lokal.
Permulaannya tumbuh dengan cepat dalam beberapa minggu dan kemudian
berhenti pertumbuhannya; biasanya tidak melebihi 5 cm. Rekurensi terjadi pada 10
%.
§ Tumor Desmoid
Nama lainnya aggressive fibromatosis atau musculoaponeurotic fibromatosis.
Kelainan ini mempunyai kecenderungan mengadakan infiltrasi secara luas ke
jaringan sekitarnya.
§ Abdominal Desmoid Tumor
Terjadi pada jaringan aponeurotik otot dinding perut terutama pada wanita yang
post-partum. Terapinya adalah eksisi.
§ Extra-Abdominal Desmoid Tumor
Biasanya terdapat pada daerah yang secara teknis sukar untuk dilakukan eksisi
misalnya di sendi bahu, lipat paha dan tungkai serta tidak berkapsel. Tumor ini
secara lokal mengadakan infiltrasi dan destruktif walaupun tidak mengadakan
penyebaran. Terapinya adalah dengan melakukan reseksi luas dan pinggiran
sayatan harus bebas tumor agar tidak terjadi residif. Bila eksisi luas tidak
memungkinkan maka dilakukan terapi radiasi, dan hasilnya cukup memuaskan.
Tumor jinak dari otot serat lintang
§ Rhabdomyoma
Tumor ini sangat jarang, tempat yang biasa dikenal adalah lidah, otot leher, uvula
bagian larynx, rongga hidung, ketiak, vulva dan jantung. Tumor ini jinak dan
terapinya adalah dengan eksisi-simpel.
Tumor jinak dari otot polos
§ Leiomyoma
Tumor ini jarang ditemukan di luar uterus atau saluran urinarius. Dapat pula
ditemukan pada kulit dan jaringan subcutan mungkin berasal dari otot polos
pembuluh darah. Terapinya adalah dengan eksisi simpel.
Tumor jinak dari jaringan lemak
§ Lipoma
Tumor ini merupakan tumor jinak yang sering ditemukan dan bisa timbul dimana
terdapat jaringan lemak. Biasanya letaknya di permukaan tetapi bisa pula berasal
dari jaringan lemak yang dalam letaknya. Tanda yang karakteristik adalah
multiobulated dan ukurannya bisa kecil sampai besar sekali dan mencapai beberapa
kilogram. Terapinya adalah dengan melakukan enukleasi.
Tumor jinak dari jaringan synovial
§ Ganglion
Ganglion merupakan kelainan yang multilokuler, fibrous, merupakan kista dan
terdapat terutama pada dorsalis manus. Tumbuhnya berasal dari jaringan synovial
yang menjulur keluar. Terapinya dengan melakukan eksisi simpel.
Tumor jinak dari jaringan syaraf
§ Neurilemoma
Kelainan ini berupa suatu tumor yang berkapsel dan disebut pula schwannoma
biasanya hampir selalu berupa lesi soliter. Terapinya adalah dengan melakukan
reseksi biasanya jarang kambuh.
§ Neurofibroma
Neurofibroma juga tumbuh dari sel Schwann, bedanya dengan neurilemoma
adalah bahwa pada tumor ini tidak berkapsel dan konsistensinya lebih lunak. Bisa
tumbuh multipel di beberapa tempat. Terapinya adalah dengan melakukan eksisi
simpel, biasanya tidak residif.
Multiple neurofibromatosis adalah yang disebut penyakit Von Recklinghausen.
Pada kelainan ini lesi terdapat bisa sepanjang syaraf perifer bisa pula mengenali
syaraf intraspinalis.
Plexiform neurofibroma ditandai dengan anggota badan yang membesar. Sekitar
5-10% penyakit Von Recklinghausen bisa mengalami keganasan. Terapi atas
indikasi kosmetik.
Tumor jinak dari jaringan vaskuler
§ Hemangioma
Hemangioma bisa terdapat dimana saja pada tubuh. Sekitar 75 % terjadi/terdapat
pada waktu lahir dan 60 % terdapat pada daerah kepala dan leher. Kebanyakan
akan mengalami regresi spontan pada usia 5 tahun.
Ada 2 jenis hemangioma yaitu hemangioma kapiler dan hemangioma cavernosum.
Terapinya adalah dengan melakukan eksisi simpel. Bila kelainannya menunjukkan
pertumbuhan yang cepat dan kemungkinan mengenai organ tubuh yang vital maka
dapat diberikan radiasi dosis rendah.
§ Limfangioma
Kelainan ini mirip dengan hemangioma hanya bedanya kelainan ini tidak berisi
darah. Lesi ini bisa terdapat dimana saja dari tubuh. Cystic hygroma adalah
limfangioma yang terdapat di daerah leher.
§ Tumor glomus
Glomus yang normal mempunyai ukuran 1 mm dan merupakan suatu “end organ”
pada anastomosis antara arteri dengan vena. Glomus bisa terjadi pada pembuluh
darah yang besar misalnya yang terdapat dekat foramen jugulare dan disebut
gomus jugulari. Kelainan ini tidak dapat direseksi sehingga pengobatannya adalah
dengan pemberian radiasi (5.000 cGy dalam 5 minggu). Biasanya lesi akan
mengalami regresi walaupun lambat dan sesudahnya harus dilakukan observasi
secara teratur.
§ Infantile Hemangiopericytome
Walau hemangiopericytoma yang terdapat pada orang dewasa lebih jinak dari
kebanyakan sarkoma, tetapi tumor ini dapat mengadakan metastase, oleh karena itu
hendaknya dianggap ganas. Sedangkan hemangiopericytoma pada bayi merupakan
lesi yang jinak. Tumor ini terdapat pada kulit dan terdapat infiltrasi ke jaringan
sekitarnya. Terapi dengan eksisi luas dan menghasilkan penyembuhan.
Tumor jinak dari jaringan histiositik(histiocytic)
§ Dermatofibroma
Kelainan ini disebut pula sclerosing hemangioma atau fibrousxanthoma dari kulit,
ukurannya biasanya 1 cm dan terdapat pada dermis. Terapinya adalah dengan
melakukan eksisi simpel.
§ Fibrous Histiocytoma
Kelainan ini yang disebut pula fibrous xanthoma, mempunyai banyak varian.
Kelainan yang letaknya superficial menunjukkan sifat yang betul-betul jinak, tetapi
yang letaknya dalam biasanya mengadakan invasi lokal. Lesi ini bisa terdapat
dimana saja pada tubuh kita. Terapinya untuk yang superficial dengan eksisi simpel,
sedangkan untuk yang letaknya dalam harus dilakukan eksisi luas dengan
menyertakan jaringan sekitarnya.
§ Atypical Fibrous Histiocytoma
Fibrous histiocytoma yang letaknya dalam mempunyai sifat atipik (“atypical”) dan
mempunyai kecenderungan terjadi residif setelah pengangkatan. Ukurannya bisa
mencapai 8 cm, dan setengahnya akan kambuh setelah eksisi simpel.
Pengangkatan harus disertai dengan pemeriksaan sediaan beku yang menyatakan
bahwa pinggir sayatan betul bebas dari sel-sel tumor. Bila residif setelah terapi
pertama yang kurang sempurna tadi terjadi untuk tumor yang letaknya di
retroperitoneal bisa menimbulkan kematian.
§ Dermatofibrosarkoma Protuberans
Lesi ini bisa terdapat dimana saja pada tubuh. Histogenetiknya yang pasti belum
diketahui benar walaupun tampaknya berasal dari histiosit. Kelainan ini dimulai
dengan penonjolan kecil yang membesar perlahan-lahan sehingga biasanya tidak
diperhatikan oleh pasien. Mempunyai sifat mengadakan invasi lokal ke jaringan
sekitarnya, sehingga dalam pengobatannya harus diperlakukan sebagai tumor
ganas. Tidak mengadakan metastase walaupun beberapa kali kambuh. Bila masih
dirasakan adanya sel-sel tumor yang tertinggal atau lokasi tidak memungkinkan
untuk eksisi yang baik maka dianjurkan untuk diberikan radiasi saja atau kombinasi
sesudah operasi.
Tumor jinak dari jaringan mesothelial
§ Mesothelioma
Lapisan sel pleura, peritoneum dan pericardium berasal dari mesothal.
Kebanyakan tumor mesothel adalah ganas akan tetapi yang jinak pun ada yaitu
yang biasanya mengenai pleura. Kelainan ini berupa suatu tonjolan dari pleura
parietalis atau visceralis ke dalam cavum tetapi tidak mengadakan infiltrasi ke
jaringan yang berdekatan. Kadang-kadang ukurannya cukup besar tetapi
memberikan hasil yang baik dengan eksisi simpel.
Tumor jinak yang asalnya tidak diketahui
§ Granular Cell Myoblastoma
Tumor ini jarang mencapai ukuran lebih dari 6 cm dan dapat disembuhkan dengan
eksisi lokal. Bila tumbuh di bawah epidermis atau membrana mukosa tumor ini
menyebabkan terjadinya proliferasi sel gepeng sehingga sangat menyerupai
karsinoma epidermoid.
§ Mesenchymoma
Tumor jinak ini yang juga dikenal sebagai hamartoma atau tumor campur
mesodermal, terdiri sedikitnya dua elemen mesenchym yang berbeda. Lesi ini
mengandung otot halus, otot serat lintang, lemak, jaringan pembuluh dan tulang.
Walaupun kebanyakannya ganas tapi yang jinakpun pernah dilaporkan, ukurannya
biasanya kecil.
§ Myxoma
Tumor ini diduga berasal dari sisa embrionik dan terdiri dari sel-sel kumparan
(spindle cell) yang tertanam di dalam matriks interseluler yang mucinous. Kelainan
ini bisa terdapat pada jaringan lunak, tulang dan kadang-kadang pada jantung atau
saluran genito-urinarius. Bila terdapat pada jaringan lunak, maka kelainan ini dapat
disembuhkan dengan eksisi lokal. Tumor yang letaknya dalam kadang-kadang
mengadakan infiltrasi ke jaringan yang berdekatan, untungnya memberikan hasil
yang baik dengan reseksi lokal.
DIAGNOSTIK
Tumor ganas jaringan lunak (sarkoma) seringkali timbul berupa benjolan yang
asimtomatik. Hal ini disebabkan karena tumor ini tumbuh di dalam jaringan yang
mudah ditekan dan seringkali jauh dari alat-alat vital sehingga keluhan yang
dikemukakan oleh pasien biasanya tidak seberapa sampai tumor ini mencapai
ukuran tertentu tergantung dari di mana letak anatomisnya, misalnya untuk tumor di
daerah paha atau pinggul 8-15 cm, pergelangan tangan 3-4 cm dan hanya 0,5-1 cm
untuk tumor di jari tangan atau kaki. Gejala yang timbul umumnya disebabkan oleh
karena tekanan atau tarikan terhadap syaraf yang berdekatan atau terhadap otot.
Tidak ada tanda-tanda klinis yang khas untuk membedakan mana yang ganas dan
mana yang jinak, oleh karena itu setiap benjolan/tumor jaringan lunak harus dibiopsi.
Kadang-kadang suatu tumor yang lunak yang secara klinis diduga suatu lipoma
karena letaknya di daerah subcutan, setelah mendapat hasil pemeriksaan
histopatologik kita akan tercengang karena ternyata suatu proses yang ganas.
Pertimbangan untuk membiarkan suatu tumor jaringan lunak hanya dibenarkan bila
benjolan tersebut telah lama ada jauh sebelum pasien memeriksakan diri.
Biopsi pada suatu sarkoma harus dikerjakan sedemikian rupa sehingga bila
diperlukan eksisi pad terapi definitive nantinya akan turun terangkat.
Sarkoma tumbuh secara radikal dan mendesak jaringan sekitarnya sehingga
terbentuk suatu kapsel semu (pseudocapsule), jadi bukan kapsel yang sebenarnya,
dan di dalam kapsel ini masih terdapat sel tumor. Jadi tidak dibenarkan melakukan
enukleasi, sebagai suatu terapi. Bila kita melakukan sayatan pada pseudokapsel
maka akan mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor ke jaringan sekitarnya
sehingga akan menyulitkan pada terapi definitive nantinya. Atas pertimbangannya
tersebut tadi maka biopsy eksisional dikerjakan pada tumor yang diameternya
kurang dari 3 cm, sedangkan bila lebih dari 3 cm maka hanya dilakukan biopsi
insisional saja. Hemostasis harus diperhatikan benar-benar karena bila terjadi
hematom maka sel-sel tumor akan berada di dalamnya dan penyusupan sel-sel
tumor melalui hematom tadi lebih jauh daripada yang invasi yang terjadi secara
alami.
Pemeriksaan klinis tetap memegang peranan dalam menentukan ukuran
tumor, perlekatan terhadap jaringan sekitarnya, memperbandingkan keadaan lesi
sesudah dengan sebelum biopsi, bagaimana fungsi anggota yang bersangkutan,
dan adakah kelainan yang diakibatkan oleh tumor tersebut.
Pemeriksaan klinis tetap memegang peranan dalam menentukan ukuran
tumor, perlekatan terhadap jaringan sekitarnya, memperbandingkan keadaan lesi
sesudah dengan sebelum biopsi, bagaimana fungsi anggota yang bersangkutan,
dan adakah kelainan lainnya diakibatkan oleh tumor tersebut.
Pemeriksaan radiologik pada sarkoma meliputi pemeriksaan :
1. Xerogram yaitu pembuatan foto radiologik secara “soft tissue technigue”, dari
daerah yang terkena.
2. Pemeriksaan CT (“computerized tomography”) atau ultrasonografi dari daerah
yang bersangkutan.
3. Pembuatan foto thorax.
4. Pembuatan arteriografi.
STAGING PADA SARKOMA
Faktor yang paling menentukan dalam prognosa adalah derajat pemeriksaan
histopatologiknya (“histologic grade”). Menurut beberapa patologist asal sel
(“histogenic cell”) juga mempunyai peranan dalam menentukan prognosa tadi.
Staging suatu sarkoma ditentukan menurut TNMG :
— T : Ukuran tumor
— N : Kelenjar getah bening regional
— M : Metastasis jauh
— G : Grading pemeriksaan histologik
Umumnya suatu sarkoma jarang mengadakan metastasis ke kelenjar getah
bening, hanya 5 % yang bermetastasis ke kgb (sarkoma sinovial dan
rabdomiosarkoma persentasenya lebih besar).
A. SISTEM STAGING MENURUT UICC (UNION INTERNATIONALE CONTRE
LE CANCER ) 1998
TUMOR PRIMER ( T )
TX
= TUMOR PRIMER TIDAK BISA DIUKUR
TO
= TIDAK ADA TUMOR
T1
= tumor < 5 cm pada diameter terbesar
T1a
= tumor superficial ( di atas fascia superficialis )
T1b
= tumor profunda( di bawah fascia superficialis )
T2
= tumor > 5 cm pada diameter terbesar
T2a
= tumor superficial( di atas fascia superficialis )
T2b
= tumor profunda( di bawah fascia superficialis )
B. Sistem Staging menurut AJCC 1997
Tumor Primer ( T )
Tx = Tumor primer tidak bisa diukur
To = Tidak ada tumor
T1 = < 5 cm
T1a = tumor di atas fascia superficialis
T1b = tumor invasi atau terletak di bawah fascia superfiialis
T2 = tumor > 5 cm
T2a = tumor di atas fascia superficialis
T2b = tumor invasi atau terletak di bawah fascia superfiialis
Kelenjar limfe regional ( N )
Nx = kel.limfe tidak bisa diperiksa
No = tidak ada metastasis ke kel.limfe regional
N1 = ada metastasis ke kel.limfe regionl
Metastasis jauh ( M )
Mx = Metastasis tidak bisa diketahui
Mo = tidak ada metastasis jauh
M1
= ada metastasis jauh
Grading Histopatologis ( G )
Gx = grade tumor tidak bisa diketahui
G1 = Well Differentiated
G2 = Moderately Differentiated
G3 = Poorly Differentiated
G4 = Undifferentiated
Stage
IA
IB
II A
II B
II C
III
IV
Grade Tumor
G 1 - 2 T1a - T1b
G 1 - 2 T2a
G 1 - 2 T2b
G 3 - 4 T1a - T1b
G 3 - 4 T2a
G 3 - 4 T2b
Any G
Any T
Any G
Any T
No
No
No
No
No
No
N1
No
N
Mo
Mo
Mo
Mo
Mo
Mo
Mo
M1
M
C. MEMORIAL SLOAN KETTERING STAGING SYSTEM
Favorable
Low
< 5 cm
Superficial
Grade
Size
Site
Stage
Stage
Stage
Stage
Stage
0
1
2
3
4
=
=
=
=
=
Unfavorable
High
> 5 cm
Deep
3 favorable signs
2 Favorable dan 1 unfavorable sign
1 favorable dan 2 unfavorable signs
3 unfavorable signs
Ada metastasis
GRADING TUMOR
Sistem Grading pertama kali diperkenalkan oleh Broders dari Mayo Clinic
pada tahun 1920 yang digunakan untuk memperkirakan potensi keganasan suatu
tumor dan kemampuannya untuk metastasis. Grading histologis STS merupakan
suatu indikator yang sangat penting untuk mengetahui sifat atau perilaku tumor.
Sudah banyak sistem grading yang dikembangkan, ada yang menggunakan 2 grade
saja, ada juga yang memakai 3 grade bahkan ada yang memakai 4 grade tapi yang
paling banyak digunakan adalah 3 grade yaitu Low, Intermediate dan High Grade.
Sistem Grading yang dipakai pada Memorial Sloan Kettering Cancer Center hanya
menggunakan 2 grade yaitu : Low dan High Grade. Sistem staging AJCC yang
sudah direvisi pada 1997 menggunakan 4 grade yaitu : Well, Moderately, Poorly
Differentiated dan Undifferentiated.
Grading tumor ditentukan berdasarkan : differensiasi selluler (Well atau
Poorly Differentiated), Sellularitas (Hyposelluler atau Hyperselluler), Stroma
(abundant atau Scant), Vaskularisasi (hypovaskuler atau hypervaskuler), Nekrosis
(minimal atau banyak) dan jumlah mitosis per 10 High Power Field (< 5 atau > 5).
Adanya nukleus yang aneuploidi dan mitosis yang abnormal juga merupakan suatu
indikator high grade. Grading Tumor dapat digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan terjadinya metastasis, Low grade kemungkinan metastasisnya adalah
5 - 10%, Intermediate grade 25 - 30% sedang high grade 50 - 60%.
Karena kriteria grading yang tidak seragam antara satu institusi dengan
institusi lainnya, sering timbul perbedaan dalam penentuan grading di antara para
ahli patologi pada kasus yang sama.
PENYEBARAN
Prognosa yang jelek pada pasien-pasien sarkoma disebabkan oleh karena
tumor ini dengan cepat mengadakan invasi agresif ke jaringan sekitarnya dan
mengadakan penyebaran dini (“early dissemination”) secara hematogen ke
paru-paru. Tumor ganas jaringan lunak mempunyai kecenderungan untuk
mengadakan invasi agresif ke jaringan sekitarnya seperti :
— Sepanjang jalur syaraf
— Sepanjang bundel otot
— Sepanjang perbatasan fascia
— Sepanjang pembuluh darah
Tidak jarang terjadi rekurensi sejauh 12 inci (30 cm) dari pinggir tumor yang
terlihat secara makroskopik.
PROGNOSA
Prognosa selain ditentukan oleh grading histologik, juga ditentukan oleh :
— Letak tumor, lebih proksimal dari anggota badan lebih jelek prognosanya.
— Ukuran dan pola penyebaran lokal.
— Penyebaran ke kelenjar getah bening regional.
GAMBARAN UNIK SARKOMA MENURUT TIPE HISTOLOGIKNYA
Selain gambaran umum yang berlaku untuk sarkoma seperti yang telah
disebut di atas, terdapat sifat/gambaran yang khas dan unik untuk setiap sarkoma
sesuai dengan tipe histologiknya secara individual.
§ Fibrosarkoma
Sebelum tahun 1965 fibrosarkoma merupakan diagnosa yang paling banyak
ditegakkan, akan tetapi setelah tahun tersebut dengan dikenalnya beberapa subtipe
sarkoma maka persentasenya menjadi menurun. Menurut STOUT dan LATTES
yang dimaksud dengan fibrosarkoma hanyalah suatu keganasan yang berasal dari
sel-sel dan serabut-serabut fibrosit, sedangkan yang berasal dari turunan fibroblas
lainnya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini.
§ Rabdomisarkoma (Rhabdomyosarcoma)
Tumor ini menempati sekitar 15 % dari seluruh sarkoma. Dikenal 3 subkategori
dari tumor ini :
1. Rabdomiosarkoma pleomorfik (“pleomorphic rhabdomyosarcoma”)
2. Rabdomiosarkoma alveolar
3. Rabdomiosarkoma embrional
Rabdomiosarkoma yang disebut terdahulu terdapat pada anak-anak dan disebut
tipe juvenile. Tetapi rabdomiosarkoma embrional juga ditemukan pada orang
dewasa sehingga istilah “botryoid” yang menunjukkan adanya pertumbuhan polipoid
dan seperti anggur (“polypoid and grape-like appearance”), dan biasanya terdapat
pada tractus urinarius pada bayi dan anak-anak, dan kadang-kadang pula
ditemukan pada faring bagian mulut dan nasal.
Rabdomiosarkoma embrional merupakan sarkoma yang terbanyak ditemukan
pada anak-anak. Rabdomiosarkoma pleomorfik biasanya terdapat pada orang
dewasa, walaupun kadang-kadang terdapat pula pada anak-anak. Lokasi yang
paling banyak dikenai tumor ini adalah anggota badan. Tumor ini seringkali
anaplastik, dimana ditemukan sel kecil besar dengan inti sel yang “bizzare”.
§ Leiomiosarkoma
Tumor ini berasal dari sel otot polos, dan karena biasanya tumbuhnya dari otot
polos pembuluh darah, maka tumor ini bisa terdapat disemua tempat dari tubuh.
Leiomiosarkoma bisa pula terdapat pada viscera itu sendiri atau dari otot polos
pembuluh darah yang terdapat di sana. Leiomiosarkoma yang tumbuh
retroperitonealis biasanya sangat agresif.
§ Liposarkoma
Liposarkoma adalah proses keganasan dari jaringan lemak. Laki-laki dikenai lebih
sering daripada wanita (1,5:1). Kadang-kadang tumbuhnya multisentrik. Dikenal 4
subtipe liposarkoma :
1. Liposarkoma yang berdiferensiasi baik
2. Liposarkoma miksoid
3. Liposarkoma lipoblastik (round cell liposarcoma)
4. Liposarkoma pleomorfik
Beberapa penulis menyebutkan liposarkoma fibroblastik sebagai tipe ke-5.
Liposarkoma yang berdiferensiasi baik mempunyai tendensi untuk mengadakan
agresi lokal-invasif, dan pada kebanyakan kasus tidak mengadakan metastase jauh.
Liposarkoma miksoid mengadakan metastasis pada akhir perjalanannya/
pertumbuhannya. Liposarkoma lipoblastik (=liposarkoma sel bulat/ liposarkoma
epiteloid) terdiri dari sel-sel bulat yang uniform dan jalinan pembuluh kapiler. Tumor
terakhir ini juga liposarkoma pleomorfik, sangat malingnant dan kemungkinan hidup
5 tahunnya hanya 20-30 % saja.
§ Sarkoma Sinovial
Sarkoma sinovial tumbuh dari jaringan tendo sinovial dan banyak terdapat pada
dekade ke-2 sampai ke-4. Tempat yang paling banyak dikenai adalah anggota
badan. Dapat pula tumbuh pada otot dan bisa terdapat pada dinding perut dan otot
lainnya dari badan. Dikenal 2 subtipe yaitu tipe monofasik dan tipe bifasik.
Sinovial yang monofasik ditandai dengan serabut-serabut sel kumparan (spindle
cell) yang monoton sedangkan yang bifasik mempunyai celah-celah dalam
tumornya pada pemeriksaan histologik. Celah ini dilapisi oleh sel kuboid atau sel
silindris yang tinggi dan kadang kala menyerupai karsinoma. Seringkali ditemukan
klasifikasi yang merupakan ciri khas dari tumor ganas ini. Beberapa penulis ada
yang mengemukakan bahwa sarkoma epiteloid dan sarkoma clear-cell merupakan
variant dari tumor ini.
§ Neurofibrosarkoma
Neurofibrosarkoma merupakan keganasan yang timbul/berasal dari sarung syaraf
dan juga disebut neurogenic sarkoma, malignant schawannoma dan malignant
neurolemmoma. Tumor ganas ini bisa terdapat dimana saja dari tubuh manusia.
Tumor ini seringkali terdapat pada pasien dengan penyakit Von Recklinghausen,
yaitu penyakit turunan yang kronik dan progresif yang secara Mendel dominan dan
ditandai dengan adanya neurofibroma yang multipel dan perubahan pigmen kulit.
Dari 15-25 % pasien dengan neurofiromatosis akan berubah menjadi ganas.
§ Angiosarkoma
Hemangiosarkoma dan limfangiosarkoma masing-masing tumbuh dari pembuluh
darah dan pembuluh getah bening. Tumor ganas ini jarang ditemukan, hanya 2 %
dari seluruh sarkoma. Tumor ini bisa tumbuh dari lengan yang mengalami
limfedema sesudah mastektomi.
§ Hemangioperisitoma (Hemangiopericytoma)
Hemangioperisitoma malignant adalah sarkoma yang diduga berasal dari sel
perisit otot polos yang terletak sekitar pembuluh darah kecil. Terapinya seperti pada
sarkoma lainnya. Kemungkinan hidup 5 tahun adalah 10 %.
§ Kaposis Sarkoma.
Dalam tahun 1883 kaposi menemukan “multiple idiophatic pigmented sarcoma of
the skin” dan banyak terdapat pada kaum lelaki Yahudi dan Itali. Tumor ini diduga
berasal dari sel endotelial berupa lesi menonjol pada kulit dan berpigmen, tumor ini
mempunyai kecenderungan untuk mengadakan evolusi perlahan-lahan, hasilnya
biasanya multilokal dan bisa terdapat dimana saja pada tubuh. Radiasi merupakan
terapi terpilih, dan kemoterapi pun mempunyai tempat dalam mengobati tumor
ganas ini, misalnya dengan vinblastin, nitrogen mustard dan actinomycin-D.
Tumor ganas ini ditemukan 100 kali lebih banyak di Afrika daripada di Amerika
Utara. Tumor ini sering bersama kelainan lainnya yaitu keganasan limforetikuler
misalnya penyakit Hodgkin.
§ Malingnant Fibrous Histiocytoma
Menurut O’BRIEN dan STOUT kelompok tumor ini berasal dari jaringan histiosit.
Akhir-akhir ini banyak diagnosa tumor ini dibuat ahli patologi. Kelainan yang dahulu
didiagnosa sebagai rabdomiosarkoma pleomorfik ataupun fibrosarkoma yang
undiferensiasi kini ternyata termasuk tipe ini. Sifat tumor ini bervariasi dari yang jinak
sampai yang ganas.
§ Alveolar Soft-part Sarkoma
Tumor ini dikemukakan oleh CHRISTOPHERSON dalam tahun 1952. Asal tumor
ini tidak diketahui. Dibandingkan dengan penderita sarkoma ini banyak yang hidup
lama. Kemungkinan hidup 5 tahun pada penderita ini adalah 60 %. Banyak pasien
tumor ini yang walaupun telah mempunyai metastasis tetapi masih bertahan sampai
5-15 tahun sebelum meninggal.
§ Epitheloid Sarkoma
Asal dari tumor ini tidak diketahui dan biasanya terdapat pada tangan atau kaki
pada struktur aponeurotik. Tumor ini berbeda dengan sarkoma lainnya dalam hal
mengadakan penyebaran ke kulit, jaringan subcutan, lemak dan tulang. Tambahan
pula tumor ini mempunyai kecenderungan untuk menyebar ke kelenjar getah
(penyebaran limfogen). Sekitar 30 % kasus mempunyai kelenjar getah bening yang
positif dikenai tumor. Prognosanya relatif lebih baik daripada penderita sarkoma
lainnya. Tetapi yang dianjurkan adalah dengan melakukan eksisi luas, kadangkala
dengan amputasi dan diseksi kelenjar getah bening regional.
§ Mesothelioma
Mesothelioma adalah sarkoma yang berasal dari lapisan sarosa yang melapisi
rongga peritoneum atau rongga pleura. Penyebaran terutama dengan invasi lokal
sehingga tersebar dan ditandai dengan effusion yang jelas (pleural affusion atau
ascites). Pembedahan ataupun radiasi biasanya tidak bermanfaat, terhadap
kemoterapi memberikan hasil yang lumayan.
PENGOBATAN SARKOMA JARINGAN LUNAK
Pengelolaan modern untuk penyakit ini adalah dengan pendekatan
(“approach”) yang multidispliner. Adanya keinginan untuk menyelamatkan anggota
badan yang terkena membuahkan pemberian adjuvant radioterapi dan adjuvant
kemoterapi dalam menangani tumor ganas jaringan lunak ini. Kepentingan
pemberian terapi kombinasi ternyata memberikan hasil yang lebih baik bagi
penderita.
PEMBEDAHAN
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam pembedahan tumor jaringan
lunak, baiklah kita simak istilah-istilah di bawah ini :
1. Biopsi insisional, ialah tindakan pembedahan dengan maksud untuk mengambil
sebagian tumor dengan melakukan insisi langsung melalui kapsel tumor. Cara ini
dimaksudkan hanya untuk kepentingan diagnosa saja.
2. Biopsi eksisional, ialah cara pembedahan dimana seluruh tumor berikut
pseudocapsulenya diangkat. Dengan cara ini maka secara mikroskopik sel-sel
tumor ganas masih eksisi di daerah sekitarnya.
3. Eksisi luas, adalah pengangkatan tumor beserta jaringan normal sekitarnya
dalam satu kesatuan. Cara ini belum menjamin pengangkatan total seluruh sel
tumor.
4. Reseksi lokal yang radikal, adalah pengangkatan tumor dalam kompartemen
anatomik yang dihuni/ditempati tumor. Di sini turut diangkat paling sedikit satu
struktur anatomi yang tidak terkena dalam semua jurusan. Jaringan yang
diangkat disini meliputi semua otot-otot dari origo sampai insertionya, tulang
ataupun sendi yang terdapat dalam kompartemen tersebut. Dengan cara ini
mungkin proses amputasi walaupun cara yang tidak ablatif mungkin masih bisa
dilakukan.
EKSTREMITAS
Pengelolaan tumor ganas jaringan lunak pada ekstremitas adalah sebagai berikut :
1. Amputasi kaki. Amputasi kaki yang biasa dilakukan untuk keadaan lesi iskemik
tidak mempunyai tempat dalam pengobatan sarkoma kaki.
2. Amputasi bawah lutut (“below knee amputation”). Jenis amputasi ini merupakan
terapi yang paling cocok untuk sarkoma yang terletak di kaki.
3. Amputasi di atas lutut (“above knee amputation”). Cara ini dilakukan untuk
tumor ganas jaringan lunak yang terletak di bawah lutut (di tungkai bawah).
4. Disartikulasi panggul (“hip disarticulation”). Jenis amputasi ini dipakai untuk lesi
ganas di sebelah distal dari pertengahan paha.
5. Hemipelvectomy. Pembedahan ini dilakukan untuk terapi lesi pada bagian
proksimal paha.
6. Modified hemipelvectomy. Dalam operasi ini ala ossis Ilii dipertahankan.
7. Extended hemipelvectomy. Hal ini dilakukan untuk kelainan yang berada di
daerah panggul.
8. Amputasi pada lengan dikerjakan sebagai berikut :
— Amputasi di bawah siku dikerjakan untuk proses keganasan pada tangan atau
pergelangan tangan.
— Amputasi di atas siku untuk keganasan yang berada di lengan bawah.
— Disartikulasi bahu dilakukan untuk kelainan/keganasan di daerah siku di
lengan atas bagian distal.
— “Forequarter amputation” untuk lesi di bagian proksimal lengan atas atau di
daerah bahu, dalam operasi ini clavicula dan scapula turut diangkat.
Pembedahan yang non-amputatif adalah sebagai berikut :
1. “Muscle group excision”. Dalam operasi ini satu group otot dieksisi mulai dari
origo sampai insertionya, termasuk pembuluh darah, lemak dan syaraf yang ada
dalam daerah tersebut.
2. “Compartmental excision”. Dalam operasi ini tumor berikut bangunan (semua
jaringan) yang berada dalam satu kompartemen yang dibatasi fascia diangkat
semuanya. Cara ini dikerjakan berdasarkan pertimbangan bahwa sarkoma
biasanya tidak sampai menembus fascia.
Sarkoma pada badan
Pengelolaan sarkoma pada badan prinsipnya sama yaitu mengangkat tumor
bersama jaringan sekitarnya. Radiasi kadangkala perlu dipertimbangkan sesudah
dilakukan pembedahan untuk “high grade sarkoma”.
RADIOTERAPI
Terapi radiasi merupakan salah satu cara yang cukup ampuh dalam
pengobatan sarkoma. Biasanya dilaksanakan secara kombinasi bersama
pembedahan (radiasi pasca bedah=”post operative radiation”).
Radiasi kadangkala diberikan prabedah dan pembedahannya dilakukan 4-6 minggu
setelah radiasi.
KEMOTERAPI ADJUVANT
Pada jenis sarkoma yang “high grade” seringkali terjadi kekambuhan setelah
dilakukan pembedahan disertai ataupun tanpa radiasi, oleh karena itu
dipertimbangkan pemberian kemoterapi adjuvant.
Obat-obat kemoterapi yang biasa dipergunakan pada sarkoma adalah :
— Doxorubicin (adriamycin)
— Actinomycin-D (=dactinomycin, cosmagen)
— CCNU
— Cyclophosphamide
— 5-fluorouracyl
— Methotrexate
— Cisplatin
— Vincristine
KEPUSTAKAAN
1. Rosenber S.A., Sult, H.D., Baker L.H and Rosen.G. SARKOMA of SOFT
TISSUE and BONE, in DeVita, V.T. CANCER; Principles & Practise of Oncology,
J.B. Lippincott Company, Philadelphia-Toronto, 1979. p. 1036-1067.
2. Casciato DA, Forscher CA. SARCOMA, in Manual of Oncology, 4 th ed, Lippincot
Williams & Wilkins, 2000. p.349-362
3. Way LW. Current Surgical Diagnosis & Treatment, 8 th ed, Prentice Hal Int. Inc,
1988.p.1133-1165
4. Eilber FR. Sarcomas of Bone and Soft Tissue In: Pilch YH ed. Surgical Oncology.
McGraw-Hill Book Company. New York, St Louis, San Francisco, Auckland,
Bogota, Guatemala. 1984 : 888 - 903.
5. Brennan MF, Lewis JJ. Historical Perspectives and Evolution of Treatment In :
Diagnosis and Management of Soft Tissue Sarcoma. Martin Dunitz. 2002 : 1 - 6.
6. Stone MD, Cady B. Soft Tissue Sarcomas In: Steele G, Cady B eds. General
Surgical Oncology. W.B Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto,
Montreal, Sydney, Tokyo. 1992: 247-74.
7. Colquhoun S. Malignancies of The Soft Tissues In : Cameron RB ed. A Lange
Clinical Manual Practical Oncology. 1 st ed. Prentice-Hall International Inc. 1994 :
395 - 405.
8. Karakousis CP. Sarcomas of The Soft Tissue In : Bland KI, Daly JM, Karakousis
CP eds. Surgical Oncology. Contemporary Principle & Pratice. McGraw-Hill
Medical Publishing Division. New York, St Louis, San Francisco, Auckland,
Bogota, Caracas. 2001 : 983 - 1014.
9. Brady MS, Brennan MF. Soft Tissue Sarcoma In: Allen-Mersh TG ed. Surgical
Oncology. 1st ed. Chapman & Hall Medical. London, Glasgow, Weinheim, New
York, Tokyo, Melbourne. 1996: 401-20.
10. Cormier JN, Pearson AN, Meterissian SH, Tanabe KK. Bone and Soft Tissue
Sarcoma In : Feig BW, Berger DH, Fuhrman GM eds. The M.D Anderson
Surgical Oncology Handbook. 3 rd ed. Lippincott Williams & Wilkins. A Wolters
Kluwer Company. Philadelphia, Baltimore, New York, London, Buenos Aires,
Hong Kong. 2003 : 87 - 108.
INFEKSI DAN TUMOR SISTEM LIMFATIK
Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel , yang tersebar di
seluruh tubuh . Mempunyai fungsi penting sebagai barier atau filter terhadap
kuman-kuman atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh dan barier pula terhadap
sel-sel ganas ( tumor )
Sistem limfe adalah suatu sistem dengan glandulae dan saluran.
Fungsi :
1. Pencernaan, membawa “fat globules” dari sistem limfe pada saluran
pencernaan, pankreas serta lien dan sebagian hepar, ke sisterna khylii, daan
melalui duktus torasikus(kiri) dan duktus limfatikus kanan kedalam saluran
darah.
2. Fungsi pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman (infeksi), benda asing dan
sel-sel maligna.
Anatomi :
Limfe : cairan kekuning-kuningan lebih encer dari plasma, berat jenis 1,010 – 1,024.
Aliran secara : Osmosis
Difusi
Filtrasi
Mengandung :Limfosit
Sel darah merah
Kapiler limfe tersebar dimana-mana dan dikulit terletak di dermis
Subkutan itu biasanya tidak ada kapiler
Tulang, periosteum, otot-otot polos, tendo, peritoneum, pleura dan pericard penuh
dengan kapiler limfe. Usus –usus juga, alat-alat tubuh lainnya : ginjal, lien adrenal
dsb.
Ada bagian bagian tubuh yang tidak ada sistem limfe yaitu:
- SSP
- Sumsum tulang
- Sistem cartilago
- Mata
- Telinga sebelah dalam
- Otot-otot bergaris
- Epidermis
Pembuluh limfe mempunyai klep-klep seperti vena.
Glandulae (kelenjar limfe) macam-macam ukurannya. Terbukti antara kelenjar limfe
dengan saluran darah ada hubungan. Hubungan langsung antara duktus toraksikus
dengan vena subklavia kiri.
Limfografi : gambaran foto kontras saluran limfe.
Infeksi Pada Kelenjar Getah Bening
Pembesaran kgb akibat infeksi akut
Akibat terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka akan terjadi pula
peradangan pada kgb regioner dari lesi primer , keadaan ini dinamakan limfadenitis
. Peradangan kgb ini menyebabkan hiperplasia kelenjar tersebut sehingga secara
klinik teraba membesar . Pembesaran ini ditentukan pula oleh derajat virulensi
kuman hingga dapat berupa abses supuratif .
Secara klinis akan ditemukan
-
Lesi primer sumber infeksi
Pembesaran kgb regioner, yang disertai tanda-tanda inflamasi secara umum,
misalnya : sakit gigi, stomatitis akan diikuti pembesaran kgb submandibuler (
limfadenitis submandibuler )
Pembesaran kgb ( limfadetis ) kronis
-
Non spesifik , pembesaran ini ditandai dengan tanda radang yang sangat
minimal dan tidak begitu nyeri, misalnya pada kasus faringitis kronis akan
ditemukan limfadenitis pada kgb leher.
Spesifik , dikarenakan oleh infeksi TBC , limfadenitis ini ditandai dengan
pembesaran kgb yang padat/keras , multipel dan dapat berkonglomerasi satu
dengan yang lainnya , apabila sedemikian besar pada leher akan disebut bull
neck. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar , sehingga kelenjar itu
melunak seperti abses tetapi tidak nyeri, pada pemeriksaan histopatologi
ditemukan sel datia Lsanghan’s.
Tumor pada sistem limfatik dapat dibagi :
a. Tumor jinak : dari limfenya sendiri jarang sekali
b. Tumor ganas : - Primer
- Sekunder
Tumor Jinak Kelenjar limfatik
Tumor jinak saluran limfe itu misalnya limfangioma, yang pada anak-anak sering
timbul di leher secara kongenital yang disebut higroma koli. Lokasi bisa dimana saja.
Limfangioma : warna sama dengan warna kulit .
Kebanyakan kongenital
Biasanya ada kelainan lain undesensus testis
Kombinasi dengan pembuluh darah : limfehemangioma
Limfangioma cavernosa berwarna merah biru
Makroglosia : sekitar lidah
Makrocheilia : sekitas bibir
Terapi : - kecil dikoagulasi
- besar eksisi
- bisa degenerasi maligna
Limgangioma sistikum : sisa embrional, bisa disertai infeksi, trauma.
Dileher atau sakrum
Higroma koli (leher)
Terapi bila menggangu eksisi
Dari limfenya sendiri boleh dikata tidak ada tumor jinak.
Tumor Ganas Kelenjar Limfatik
Tumor ganas saluran limfe disebut limfangiosarkoma. Tumor ganas limfenya sendiri
bisa sekunder dan bisa primer. Yang sekunder merupakan metastase dari tumor
ganas di organ-organ lain yang bermetastase secara limfogen. Sedangkan yang
primer disebut limfoma maligna dan ada dua bentuk yaitu :
a. Bentuk setempat
b. Bentuk generalisata
A.Bentuk setempat
Terdiri dari sel sel limfoblas yang besar disebut limfoblastoma, sedang limfoblas
yang kecil disebut limfocytoma. Bila tumor berasal dari sel-sel retikulum disebut
reticulum cell sarcoma.
B. Bentuk generalisata
Bisa dimana saja, menyebar melalui darah biasanya menimbulkan pembesaran
kelenjar-kelenjar getah bening leher dan kelenjaar getah bening mesenterium.
Jenis limfosarkoma adalah yang paling sering terdapat dari semua jenis yang
digolongkan dari limfoma maligna. Secara histopatologis dan klinis dibagi dalam 2
golongan besar, yakni golongan hodgkins disease dan non Hodgkins disease.
LIMFOMA HODGKINS
Limfoma maligna adalah tumor ganas dari kelenjar getah bening yang ditandai
dengan infiltrasi dan destruksi dari gambaran arsitektur KGB yang normal oleh
limfosit yang abnormal. Dikenal dua macam limfoma maligna yaitu limfoma Hodgkin
dan non Hodgkin. Limfoma hodgkin dikenal dengan ditemukannya sel raksasa yang
disebut sel Reed Stenberg . Sel Reed Stenberg adalah sel besar dengan dua inti
atau multilokuler dan setiap inti terlihat dikelilingi daerah yang bening, Etiologi
limfoma maligna tidak jelas diketahui, diduga terdapat beberapa faktor penyebab
diantaranya infeksi virus yaitu Epbstein Barr. Penyakit ini bisanya dimulai pada salah
satu kelenjar kemudian menyebar kesekitarnya perkontinuitatum atau melalui sistem
saluran getah bening kemudian menyebar kesekitarnya. Meskipun jarang sekali
menyerang organ-organ ekstranodal seperti lambung, testis dan tiroid.
Prevalensi limfoma hodgkin kecil sekitar 1 % dari seluruh keganasan terdapat dua
puncak insidensi yaitu pada umur dekade pertama dan kelima. Limfoma Hodgkin
lebih sering menyerang pria.
PATOLOGI
Jackson dan Parker semula membagi penyakit Hodgkin secara patologis menjadi
Hodgkins granuloma, para granuloma, dan sarkoma. Namun sekarang klasifikasi
yang dipakai adalah menurut Luke dan Beutler sesuai keputusan simposium
penyakit Hodgkin di Ann Arbor.
Arsitektur kelenjar biasanya sudah rusak pada semua tipe. Menurut Klasifikasi ini
penyakit Hodgkins dibagi 4 tipe yaitu :
1. Tipe lymphocyte predominant
2. Tipe mixed cellurarity
3. Tipe Lymphocyte depleted
4. Tipe nodular sclerosis
Modifikasi Rappaport (1966)
Nodular
: limfositik berdiferensiasi baik
Limfositik berdiferensiasi buruk
Campuran limfositik dan histiositik
Difus
: Limfositik berdifferensiasi baik dengan gambaran plasmasitoid
Limfositik berdiferensiasi buruk
Limfoblastik convulated
Limfoblastik non convulated
Campuran limfositik dan histiositik
Histiositik tanpa sclerosis
Histiositik dengan sklerosis
Tumor Burkit
Undifferentiated
Gejala klinis
Gejala utama adalah pembesaran kelenjar. Yang paling sering dan mudah dideteksi
adalah pembesaran kelenjar leher. Gejala selanjutnya tergantung pada lokasi
penyakit dan organ yang diserang. Pada jenis-jenis tipe ganas (prognosis jelek) dan
pada penyakit yang sudah stadium lanjut sering disertai gejala sistemik: demam
yang tidak jelas penyebabnya, keringat malam, penurunan berat badan. Hampir
semua sistem dapat diserang penyakit seperti traktus gastrointestinal, traktus
respiratorius, sistem saraf, sistem darah dll.
Diagnosis
Diagnosis tergantung daari pemeriksaan histopatologis dari jaringan yang terkena.
Deteksi sel Reed Sternberg dan apresiasi latar belakang sel-sel yang cocok
diperlukan untuk penegakkan diagnosis dan klasifikasi limfoma hodgkin.
Immunofenotipik dan teknik genetik molekular bukan diagnostik, tetapi dapat
membantu mengidentifikasi limfoma non hodgkin pada limfoma hodgkin subtipe
folicular lymphocyte predominant dan lymphocyte depleted. Tingkat penyakit dinilai
dengan pengamatan klinis dan hasil pemeriksaan histopatologis. Penyakit dapat
diklasifikasikan kedalam stadium limited disease (stadium I dan II) serta extended
(stadium III dan IV) dan subkategori A atau B.
Berbeda dengan limfoma non hodgkin biasanya ditemukan menyebar pada saat
diagnosis, . Jadi penentuan staging lebih bermakna pada limfoma Hodgkin, karena
terapi stadium awal (misalnya stadium I daan II) adalah radiasi saja.
Staging
Staging yang dianut sekarang adalah stadium menurut ANN ARBOR (staging Rye
yang disempurnakan) :
Stadia I
: penyakit menyerang hanya 1 regio Kgb (stadia I) atau 1 lokasi ekstra
nodal (stadia IE).
Stadia II
: Penyakit menyerang dua atau lebih regio Kgb disatu sisi diafragma (II)
atau satu lokasi ekstranodal ditambah dua atau lebih regio Kgb disekitarnya disatu
sisi diafragma (IIE)
Stadia III
: penyakit menyerang regio-regio kelenjar dikedua sisi diafragma (III),
limpa dianggap kelenjar. Kalau disertai dengan satu lokasi ekstra nodal digolongkan
IIIE
Stadia IV
: penyakit menyebar luas dan meyerang satu atau lebih organ
ekstranodal dengan lesi yang multipel, dengan atau tanpa kelainan Kgb.
Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging yaitu :
1. Clinical staging
2. Pathological staging
Misalnya CS IIIB PS IV H+ M- S- artinya stadium klinis IIIB dengan stadium patologis
IV oleh karena biopsi hepar positif sedangkan sumsum tulang dan limpa biopsinya
negatif.
Penentuan stadium klinis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks,
tomogram dibuat bila paraaorta/retroperitoneal. Kalau ada kelainan perlu dilakukan
staging laparotomi. Bila ada kepatomegali disertai peninggian fosfatase alkali dan
defek multifokal pada liver scan dianggap hepar telah terserang. Hal ini dapat
dipastikan dengan biopsi per laparoskopi. Whole body gallium scan dapat
mendeteksi limfoma Hodgkin yang occult, kaarena isotop ini cenderung
terkonsentrasi pada tumor ini.
Terapi
Tujuan pengobatan adalah sembuh dengan kesakitan yang minimum dan long
range toxicity. Radioterapi diberikan dengan dosis 4000 cGy dengan cara
Extended-Field Radioterapi. Yang diradiasi selain regio kelenjar yang diserang juga
regio kelenjar stasiun berikutnya yang normal. Pada stadium IIA dilakukan Total
nodal Irradiation (TNI).
Untuk stadium IIB dan IV terapi utama adalah kemoterapi.
Regimen yang diberikan :
1. MOPP
2. ABVD
NON HODGKINS LYMPHOMA
Non hodgkin lymphoma adalah suatu kelompok keganasan dengan watak dan
respon terapi bervariasi. Seperti penyakit Hodgkin, NHL biasanya berasal dari
jaringan limfoid dan dapat menyebar ke organ lain. Tetapi NHL lebih sulit diramalkan
daripada penyakit Hodgkin dan mempunyai predileksi untuk meyebar ke lokasi
ekstranodal jauh lebih sering. Prognosa tergantung dari tipe histologis, stadium dan
terapi NHL mempunyai 3 kelompok prognostik: gradasi rendah, garadasi
intermediate, dan gradasi tinggi. NHL gradasi rendah mempunyai prognosa relatif
lebih baik dengan median kelangsungan hidup mencapai 10 tahun, tetapi biasanya
tidak kurabel pada stadium lanjut.
NHL gradasi rendah stadium dini (I dan II) dapat diterapi secara efektif dengan
radioterapi saja. NHL gradasi intermediate dan tinggi mempunyai harapan hidup
yang lebih pendek, tetapi sejumlah besar pasien dapat sembuh dengan regimen
kemoterapi agresif.
Pada umumnya dengan terapi adekuat, kelangsungan hidup berkisar 50-60 %. Tiga
puluh sampai 60 % pasien gradasi intermediate dapat sembuh. Relaps biasanya
terjadi pada tahun kedua setelah terapi.
Pasien yang relaps dapat diterapi dengan sukses selama histologi tetap gradasi
rendah. Bila gradasi berubah menjadi intermediate, remisi komplit biasanya dapat
dicapai dengan regimen kemoterapi.
Teknik radiasi berbeda dengan terapi Penyakit Hodgkin. Dosis radiasi bervariasi dari
3500 sampai 5000 cGy tergantung dari subtipe histologis, besarnya penyakit dan
digunakan kemoterapi. Jaringan normal dilindungi dengan bahan protektif untuk
mencegah efek samping radiasi. Terapi biasanya dimulai dari leher, dada dan aksila
(mantle field). Karena cincin Waldeyer, epitrochlear dan kelenjar dimesenterium
dapat terkena NHL, lokasi-lokasi ini dapat diradiasi. Tetapi patut diperhatikan
morbiditas akibat radiasi organ tersebut. Adanya NHL ekstranodal dapat diterapi
dengan radiasi pada lokasi ekstranodal dengan harapan hidup lebih panjang, angka
keberhasilan 50% tetapi sejumlah pasien dapat sembuh dengan regimen
kemoterapi yang agresif.
KLASIFIKASI SELULER
Paling tidak terdapat enam klasifikasi patologis NHL digunakan diseluruh dunia.
Prognosa dan pendekatan terapi dipengaruhi oleh histopatologi, pengambilan
jarinagn biopsi harus dikerjakan dengan melibatkan hematopatologist yang
berpengalaman dalam mendiagnosa limfoma. Patologis harus dikonsultasikan
sebelum biopsi karena beberapa pemeriksaan memerlukan persiapan jaringan
khusus.
Klasifikasi Rappaport, Nationale Cancer Institute dibagi :
Derajat keganasan rendah : Limfositik difus yang berdiferensiasi baik
Limfositik folikuler yang berdifferensiasi buruk
Campuran folikuler limfositik dan histiositik
Derajat keganasan sedang :Histiositik folikuler
Limfositik difus yang berdiferensiasi buruk
Campuran limfositik dan histiositik difus
Histiositik difus
Derajat kegansan tinggi : Histiositik difus
Limfoblastik difus
Limfoma burkit
STADIUM PENYAKIT
Stadium penting dalam menentukan terapi NHL. Pemeriksaan CT Scan toraks dan
abdomen biasanya merupakan bagian dari evaluasi staging semua pasien limfoma.
Sistim staging sama dengan penyakit Hodgkin. Pada NHL, terkenanya kelenjar
limfatik non contigious, terkena cincin waldeyer, epitrochlear dan saluran cerna lebih
sering daripada Penyakit Hodgkin. NHL lebih sering mengenai ekstranodal. Lokasi
ekstranodal soliter kadang-kadang merupakan lokasi satu-satunya kelainan pada
pasien dengan limfoma difus.
Sistim staging Ann Arbor biasa dipakai untuk pasien NHL. Dengan sistim ini,
stadium I, II, III, dan IV NHL dewasa dapat disubklasifikasikan kekategori A dan B. B
Bila terdapt gejala umum sedangkan A tanpa gejala. Gejala pada kelompok B
adalah salah satu dari penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam 6 bulan
sebelum diagnosis, tanpa sebab jelas suhu tubuh lebih dari 38 C, tanpa jelas
keringat malam yang bermakna.
Karakteristik perbedaan Hodgkin dan Non Hodgkin
1. Puncak usia
2. Keadaan umum
3. Pruritus
4. Demam
5. Lesi pada URT dan GIT
6. Lnn.Servikal
7. Karakteristik
8. Limfonodi sternal
9. Limfonodi epitrochlear
10.Respon radiasi
11. Histopatologis
12.Penyebaran/tumbuh
dimana saja
Daftar pustaka
Hodgkin
Non Hodgkin
18 – 38 thn
peningkatan usia
baik
terganggu
mendahului/menyertai
(-)
kasus awal
jarang
jarang
lesi primer
unilateral, Jc inferior
bilateral Jc superior
polilobulated
sangat besar oval
(+)
tidak pernah
jarang
mungkin terlibat
lambat
cepat
Stenberg-reed cell
(-)
teratur mulai servikal/supraklav tidak teratur
Rubin ,Philip, Clinical Oncologi , ed. 8 WB Saunders Company 2001
Djulbegovic B and Sulliva DM , Decision Making In Oncology. Churchill
Livingstone,1977
Iman Supandiman, Hematologi Klinik, Alumni 1997.
Bahan kuliah Bedah II FKUP/RSHS
ANATOMI LEHER DAN RONGGA MULUT
PENDAHULUAN
Leher adalah bagian tubuh dimana sebelah superior dibatasi oleh sisi bawah
mandibula, garis lurus yang diambil dari angulus mandibula ke mastoid, dan garis
lengkung superior dari occipital. Di sebelah inferior dibatasi oleh supra sternal notch,
batas atas klavikula dan garis lurus yang diambil dari sendi akromioklavikularis ke
prosesus spinosus vertebra servikalis VII.
Kontur leher bervariasi bergantung dari umur dan jenis kelamin. Pada wanita
dan anak-anak berbentuk lebih bundar sedangkan pada laki-laki bentuknya lebih
angular dan landmark daerah leher lebih nyata pada laki-laki. Terdapat beberapa
kontur penting yang menjadi landmark pada daerah leher, yaitu : M.
Sternocleidomastoideus, bagian anterior M. Trapezius, korpus os. Hyoid, Adam’s
Apple, Jugular Notch, M.platysma, glandula salvarius, dan symphysis menti.
Penting untuk diketahui bahwa bagian anterior leher berisi saluran
pernafasan, saluran pencernaan, pembuluh-pembuluh darah yang besar serta
serabut-serabut saraf, sedangkan daerah posterior berisi segmen vertebra servikalis
yang diliputi oleh otot-otot.
TULANG RAWAN LEHER
Tulang rawan leher membentuk susunan seperti rangka, terdiri dari :
os.hyoid, membrana thyrohyoid, kartilago thyroid, membrana cricothyroid, kartilago
cricoid .
1)
Os. Hyoid.
Adalah tulang yang berbentuk U dan terdiri dari korpus dan kornu mayor dan minor.
Berhubungan dengan kartilago thyroid melalui mebran thyrohyoid .Tidak langsung
berhubungan dengan skelet tetapi dengan pangkal lidah sehingga memungkinkan
mobilitas yang besar. Terletak diatas laryng dan dibawah mandibula.
Terletak setinggi vertebra servikalis III dengan korpus setinggi angulus mandibula.
Merupakan tanda penting untuk menemukan A. Lingualis, serta tempat melekat M.
Laryngeus eksterna dan beberapa otot lidah dan otot dasar mulut .
2)
Membrana thyrohyoid.
Terletak antara kornu mayor os hyoid dengan kartilago thyroid. Berfungsi sebagai
ligamen yang menggantung laryng pada
hyoid.
3)
Kartilago thyroid.
Kartilago ini membentuk tonjolan yang disebut Adam’s Apple dan bagian atasnya
membentuk lekukan huruf ‘V’ ( thyroid notch) yang merupakan landmark penting
untuk memperkirakan letak bifurcatio a.Karotis komunis.
4)
Membrana cricothyroidea.
Menutup rongga/jarak antara kartilago thyroid dengan cricoid.
Tracheostomi yang cepat dan mudah dapat dilakukan melalui membrana ini.
5)
Kartilago cricoid.
Berbentuk cincin bulat yang melingkari laryng. Bagian anterior mudah diraba dari
luar dan terletak setinggi vertebra servikalis VI. Pada level ini terdapat junction
pharyngoesophagus dan laryngotracheal serta persilangan A. Karotis komunis
dengan M. Omohyoid. Level ini merupakan penuntun yang penting untuk
mengendalikan perdarahan karotis, karena pada level ini dapat dilakukan
penekanan ke tuberkel vertebra servikalis VI.
M. STERNOCLEIDOMASTOIDEUS.
Otot ini dapat di raba pada sisi leher yang berjalan mulai dari sternum dan
klavikula sampai prosesus mastoideus. Origonya mempunyai dua caput yang
melekat pada manubrium sterni (caput sternalis) dan pada klavikula (caput
klavikularis) sedangkan insersinya melekat pada Procesus Mastoideus dan
sepertiga lateral linea nuchea superior.
Otot ini merupakan landmark yang penting untuk anatomi daerah leher. Merupakan
batas antara trigonum anterior dan posterior dan. Trigonum anterior dibatasi oleh
korpus mandibula, m.sternocleidomastoid dan garis tengah. Trigonum posterior
dibatasi oleh m.trapezius, m.sternocleidomastoid dan klavikula.
Carotid sheathtertutup oleh bagian bawah otot ini dan dibagian atas terletak
sepanjang sisi anteriornya. Sepanjang sisi posterior dapat ditemukan saraf-saraf
dari plexus Brachialis dan plexus Servikalis.
M.sternocleidomastoid dipersarafi oleh N. Asesorius dan Nn. Servikalis II dan
III. Kontraksi kedua otot ini akan menimbulkan gerak fleksi kepala sedangkan
kontraksi satu otot ini akan merotasi kepala ke sisi yang berlawanan dan menariknya
ke arah dada. N. asesorius berjalan ke arah bawah belakang di dalam serat otot
tersebut.
FASCIA COLLI (DEEP CERVICAL FASCIA).
Fascia colli terdiri dari 3 lapis, yaitu :
1. Fascia superfisialis
2. Fascia media (fascia pretrachealis)
3. Fascia profunda (fascia prevertebralis).
1.Fascia superfisialis.
Karakteristik dari fascia ini ialah membungkus 2 otot (M. m.sternocleidomastoid dan
M. Trapezius),dan 2 kelenjar ludah (submaksilar dan parotis ). Diantara M.
Trapezius dan M. .sternocleidomastoid, fascia ini menjadi atap dari trigonum
posterior. Fascia ini membentang dari Lig. Nuchea ke arah anterior dan bersatu di
garis tengah leher anterior. Di sebelah atas melekat pada : protuberantia oksipitalis
eksterna, linea nuchea superior, mastoid, arkus zygomatikus dan batas bawah
mandibula. Di sebelah bawah melekat pada : prosesus akromialis, spina skapula,
klavikula dan manubrium sterni.
Di bagian bawah, fascia ini membelah diri membentuk spatia, yaitu :
— di bagian bawah trigonum posterior, diantara kedua lembar fascia ini terdapat V.
Supraklavikularis descendens dan bagian dari V. Jugularis oksipitalis.
— di bagian bawah trigonum anterior (spatium Burns) berisi caput sternal
m.sternocleidomastoid, arkus jugularis, kelenjar getah bening dan jaringan lemak
.
2. Fascia pretrachealis.
Berasal dari permukaan dalam m.sternocleidomastoid , berjalan di depan sistim
karotis (carotid sheath) dan membagi diri menjadi lamina prethyroid dan pretrachea.
Lamina prethyroid.
Merupakan lapisan tipis yang melalui bagian anterior Gld. Thyroid. Di sebelah lateral
terpisah dari kelenjar membentuk spatium thyroidea posterior bersama lamina
pretrachea. Untuk memobilisasi thyroid, operator harus mencapai rongga ini terlebih
dahulu .
Lamina pretrachea.
Terdapat di depan trachea membentuk batas posterior dari spatium thyroidea
posterior. Serat-serat menyebar ke daerah thyrotracheo-esophageal dan memadat
serta menebal, memfiksasi kelenjar thyroid ke daerah tersebut. Bentangan vertikal
dari fascia pretrachealis adalah dari os hyoid sampai mediastinum dimana fascia
tersebut akan bercampur/menyatu dengan serat pericardium.
Fascia pretrachealis disebelah atas menebal, membentuk Lig. suspensorium
kel.Thyroid yang menggantung kelenjar tersebut ke laryng. Ligamentum ini harus
dipotong untuk memobilisasi kel. Thyroid dengan baik.
3.Fascia prevertebralis .
Fascia ini lebih tebal dari fascia pretrachealis, berjalan di belakang sistim karotis,
melekat pada dasar tengkorak, berjalan ke bawah menyatu dengan lig. Longitudinal
anterior vertebrae. Membungkus plexus Brachialis dan A. Subklavia ke fossa
Aksilaris, membentuk Axillar Sheath. Cabang-cabang n.servikal yang keluar
diantara m.scalenus medius dan anterior terletak didalam fascia tersebut.
Carotid sheath merupakan fascia yang menebal yang membungkus a.carotis
komunis dan interna, v.jugularis interna dan n.vagus.
PEMBAGIAN ANATOMIS DAERAH LEHER
M.sternocleidomastoid membagi daerah leher menjadi 2 segitiga besar, yaitu :
1. Trigonum colli anterior, yang terdiri dari :
§ Tigonum sub mental
§ Trigonum digastrikus
§ Trigonum Karotis
§
Trigonum Muskulari
Batas-batas trigonum colli anterior adalah , anterior : garis tengah leher,
superior
: symphisis mandibula dan posterior
: sisi anterior
m.sternocleidomastoid. trigonum ini tertutup oleh kulit, fascia superfisialis,
platysma dan fascia intermedia.
2. Trigonum colli posterior, yang terdiri dari :
§ Trigonum oksipitalis.
§ Trigonum supraklavikularis.
Batas-batas trigonum colli posterior yaitu anterior
: sisi posterior
m.sternocleidomastoi , inferior : Klavicula dan posterior: sisi anterior M.
Trapezius.
Lantai dari trigonum tertutup oleh lapisan prevertebra yang terdiri dari
semispinalis capitis, levator scapula dan scalenus medius. Trigonum ini berisi
a.subklavia, v.jugularis eksterna, pleksus brakialis dan cabang-cabang pleksus
servikalis.
Trigonum submental
Batas-batasnya :
Lateral
: venter anterior M. Digastricus.
Inferior
: korpus hyod.
Apex
: symphisis mandibula.
Dasar
: M. Mylohyoid.
Atap
: fascia colli.
Isi trigonum ini terdiri dari : kel. getah bening submentalis yang menerima
drainase dari jaringan superfisial dibawah dagu, bagian tengah bibir bawah, gigi
bagian bawah, gusi, dasar mulut dan ujung lidah. Dari sini cairan limfe dialirkan
ke kel. getah bening submaxillaris.
Trigonum digastricus .
Batas-batasnya :
Anterior : venter anterior M. Digastricus.
Posterior : venter posterior M. Digastricus.
Atas
: mandibula .
Trigonum ini berisi kel.submandibular
Trigonum karotis .
Batas-batasnya :
Bawah
: venter superior M. Omohyoid.
Atas
: venter posterior M. Digastricus.
Posterior : m.sternocleidomastoid
Trigonum ini berisi carotid sheath
Trigonum muskularis
Batas-batasnya :
Atas
: venter superior M. Omohyoid.
Bawah
: m.sternocleidomastoid
Anterior : garis tengah leher.
Trigonum oksipitalis.
Batas-batasnya :
Anterior
: sisi posterior m.sternocleidomastoid
Posterior : M. Trapezius.
Bawah
: venter inferior M. Omohyoid.
Trigonum supraklavikularis.
Batas-batasnya :
Anterior
Atas
Bawah
: sisi posterior m.sternocleidomastoid
: venter inferior M. Omohyoid.
: klavikula.
Persarafan daerah leher
Terdapat 4 saraf superfisial yang berhubungan dengan tepi posterior
m.sternocleidomastoid. Saraf-saraf tersebut mempersarafi kulit di daerah yang
bersangkutan. Saraf superfisial yang dimaksud adalah :
1. N. Oksipitalis minor (C2)
2. N. Auricularis magnus (C2 dan C3)
3. N.Cutaneus anterior (cutaneus colli, C2 dan C3).
4. N.Supraklavikularis (C3 dan C4).
Keempat saraf ini berasal dari Nn Servikalis II, III dan IV dan terlindung di bawah
otot. Dalam perjalanan ekstra kranialnya, 4 nervi kranial terletak di daerah M.
Digastricus.
Saraf-saraf cranial yang dimaksud:
1. N. Vagus, keluar melalui For. Jugularis, mensarafi : saluran pernafasan dan
saluran pencernaan .
2. N. Glossopharyngeus, keluar bersama N. Vagus , terletak diantara karotis
interna dan jugularis interna. Merupakan saraf motorik untuk M.
Stylopharyngeus.
3. N. Asesorius, berasal dari cranial dan C5 atau C6. Merupakan motorik untuk M.
SCM dan M. Trapezius, sedangkan cabang cervicalnya merupakan sensorik.
4. N. Hypoglosus, keluar melalui cranial hypoglosus, merupakan motorik untuk
lidah.
PEMBULUH DARAH
1. A. Karotis komunis.
Pembuluh darah yang sebelah kanan berasal dari A. Inominata sedangkan
yang kiri berasal dari Arkus Aorta, berjalan di belakang M.
m.sternocleidomastoid. Pada level Thyroid Notch melebar, disebut Bulbus
Karotis, kemudian bercabang dua menjadi A. Karotis eksterna dan A.Karotis
interna .
Setelah percabangannya, arteri ini berjalan ke dalan kanalis karotikus ossis
temporalis. Memperdarahi otak dan mata. Di daerah leher tidak memberikan
percabangan. Di bawah M. Digastricus tertutup oleh m.sternocleidomastoid
2. A.Karotis eksterna.
Berjalan menuju collum mandibula. Memberikan 8 percabangan yang berdasarkan
letaknya terhadap M. Digastricus, adalah sbb :
—
—
diatas M. Digastricus memberi 3 percabangan :
1. A. Temporalis superfisialis.
2. A. Maxillaris interna.
3. A. Auricularis posterior.
dibawah M. Digastricus memberi 5 percabangan :
1. A. Thyroidea superior.
2. A. Linguaalis.
3. A. Pharyngealis ascendens.
4. A. Facialis.
5. Ramus Oksipitalis.
3. V. Jugularis eksterna.
Dimulai dari bawah telinga dan berasal dari gabungan V. Aurikularis posterior dan V.
Facialis posterior, terletak diantara platysma dan fascia superfisialis colli. Di daerah
bawah leher bergabung dengan V. Jugularis anterior dan V. Subklavia tranversa.
4. V. Jugularis interna.
Merupakan kelanjutan dari sinus tranversus, di sebelah atasnya terletak
dibawah Gld. Parotis dan sebagian besar dari vena ini terletak dibawah
m.sternocleidomastoid. Di bagian bawah terletak M. Infrahyoid.
Menerima/menampung darah dari :
§
§
§
§
§
Sinus petrosus inferior.
V.pharyngealis.
V. facialis.
V. Lingualis.
V. Thyroidea superior dan media.
OTOT-OTOT LEHER BAGIAN DEPAN
Otot-otot di bagian ventral leher terdiri dari :
1. M. Digastricus, terdiri dari venter anterior dan posterior. Berjalan dari os temporal
ke arkus mandibula, merupakan landmark yang penting di bagian atas leher.
Kedua venternya dipisahkan oleh tendon intermedius.
2. Mm infrahyoid, disebut juga sebagai STRAP muscles
Terdiri dari :
a. M. Sterno hyoid :
Origo pada manubrium sterni dan berinsersi di os. hyoid. Dekat origo
terpisah, makin ke atas makin bersatu dan didekat insersi bergabung
dengan M. Omohyoid.
b. M. Omohyoid
Terdiri dari 2 venter (superior dan inferior). Mulai dari skapula dan lig.
supraskapula berjalan ke atas dan berakhir sebagai tendo intermedius.
c. M. Sternothyroid,
Merupakan landmark penting dalam pembedahan thyroid untuk
menemukan cleavage plane. Origo terletak di manubrium sterni dan
berinsersi di lamina kartilago thyroid, berjalan menutupi sebagian Gld.
Thyroid. Kontraksinya menyebabkan laryng bergerak ke bawah.
d. M. Thyrohyoid,
Berorigo di kartilago thyroid dan berinsersi di os hyoid. Menutupi membrana
thyrohyoid, kontraksinya menarik hyoid ke bawah, tetapi bila hyoid difiksir
oleh otot suprahyoid, kontraksinya akan mengangkat laryng.
KELENJAR ENDOKRIN
KELENJAR THYROID.
Merupakan kelenjar endokrin yang tidak mempunyai saluran keluar, sangat
vaskuler, melekat ke laryng oleh lig. suspensorium sehingga turut bergerak waktu
menelan. Terdiri dari dua lobus yang dihubungkan dengan isthmus, kadang-kadang
pada isthmus terdapat lobus pyramidalis. Masing-masing lobus terletak setinggi
kartilago thyroid sampai cincin trachea ke-6. Ukuran normal lebih kurang 2 x 2,5 x
0,75 in. Diperdarahi oleh A. Thyroidea superior dan inferior, kadang-kadang
terdapat A. Thyroidea ima di daerah inferior kelenjar.
Terdapat N. Recurrens yang terletak di sebelah dorso medial lobus, saraf ini perlu
mendapat perhatian khusus pada saat operasi kel. thyroid.
KELENJAR PARATHYROID.
Merupakan massa berwarna coklat kekuningan yang jumlahnya bervariasi antara
2-4 pasang, terletak di posterior lobus lateralis thyroid dengan 3 kemungkinan posisi,
yaitu :
—
—
—
di bawah A. Thyroidea inferior, anterior dari fascia pretrachea.
di atas arteri dan di dalam fascia pretrachea.
di dalam kelenjar thyroid.
DRAINASE LIMFATIK DAERAH LEHER
Kelenjar getah bening leher terbagi dalam dua kelompok, yaitu : rangkaian
sirkuler/horizontal dan rangkaian vertikal. Kelenjar tersebut terdapat simetris pada
kedua sisi leher.
Rangkaian sirkuler
Rangkaian sirkuler terdiri dari :
1. Limfonodi oksipitalis, menerima limfe dari kepala bagian belakang.
2. Limfonodi retroauriculer, menerima limfe dari daerah temporal, telinga bagaian
belakang dan MAE. Terletak di proc. mastoideus.
3. Limfonodi preauriculer, menerima limfe dari kulit kepala bagian depan dan
auriculer.
4. Limfonodi parotis, menerima limfe dari nasofaring, CAE, cavum tymphani dan
palpebra.
5. Limfonodi facialis, menerima limfe dari farings, muka dan mukosa bibir.
6. Limfonodi submandibularis, menerima aliran limfe dari ujung medial mata,
sebagian hidung, bibir atas dan lateral bawah, gusi dan bagian lateral lidah.
7. Limfonodi submentalis, menerima limfe dari bibir bawah, ujung lidah dan dasar
mulut.
8. Limfonodi cervical superfisialis, menerima limfe dari parotis, auricula.
Terletak sepanjang V. Jugularis eksterna dan diatas
m.sternocleidomastoid
9. Limfonodi cervical anterior, menerima aliran dari daerah laryng, thyroid dan
trachea.
Lore membagi drainase limfatik daerah leher dalam beberapa kelompok, sbb :
1. Internal Jugular Chain superior (nasofarings, dasar lidah, tonsil, karotis dan
larings)
2. IJC media/middle IJC (tonsil, lidah, laring, oro & hypofarings, sinus paranasal,
esofagus, leher, thyroid)
3. Inferior IJC (thyroid, larings, esofagus, leher)
4. Posterior cervical triangle (nasofarings, thyroid).
5. Supraklavikular (paru-paru, mammae, GIT, genitourinary).
6. Submandibular (intraoral, kel.submaxilar).
7. Submental (bibir, dasar mulut anterior, buccal).
8. Cricothyroid (larings, thyroid).
9. Preauriculer (parotis, CAE, kulit muka sebelah lateral, temporal dan kulit kepala).
Rangkaian vertikal
Rangkaian vertikal menerima aliran limfe dari rangkaian sirkuler kecuali dari
submental dan facial sebelumnya menuju ke limfonodi submandibular dahulu.
Saluran eferen dari sisi kiri menuju ke Ductus Thoracicus sedangkan sisi sebelah
kanan bermuara dipertemuan antara V. Jugularis interna dengan V. Subclavia.
RONGGA MULUT
Rongga mulut merupakan rongga yang dibatasi oleh :
§ atas
: rongga hidung.
§ bawah
: leher.
§ belakang : farings.
§ depan
: bibir.
Rongga mulut terbagi atas : vestibulum dan ginggivodental, regio palatum, regio
sublingual dan regio glossal.
Vestibulum dan ginggivodental.
Arkus ginggivodental membagi mulut menjadi vestibulum dan rongga mulut.
Vestibulum dibatasi oleh pipi, bibir dan permukaan alveolus rahang. Pada dinding
lateral vestibulum setinggi M1 atau M2 terdapat orifisium bukalis duktus parotis.
Regio palatum
Terdiri dari palatum durum (2/3 bagian anterior) dan palatum molle (1/3 bagian
posterior). Palatum molle berfungsi untuk mengatur pasase udara atau makanan
saat melalui daerah nasofarings. Daerah ini didarahi oleh A. Maksilaris eksterna.
Regio sublingual
Merupakan celah di dasar mulut yang terletak antara lidah dan akar lidah. Batas
po[x1] steriornya adalah pilar tonsil.
Regio glossal
Substansi utama bagian ini adalah otot-otot instrinsik lidah. Lidah terdiri dari massa
otot berlapis mukosa, permukaannya kasar. Selain otot intrinsik, terdapat pula otot
extrinsik.
Otot-otot intrinsik : M. longitudinalis superior dan inferiorM. transversus dan
vertikalis.
Otot-otot extrinsik : M. Genioglosus, M. Styloglosus, M. Hyoglosus dan M.
Palatoglosus.
Didarahi oleh A. Lingualis, cabang dari A. Karotis eksterna.
Di bawah plica sublingual, diantara alveolus dan bagian depan lidah terdapat
kelenjar sublingualis yang merupakan kelenjar ludah terkecil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell RS, Clinical Anatomy for Medical Student, 3 rd ed, Little, Brown, and Co,
1986, p699-862
2. Lore JM,An Atlas of Head and Neck Surgery, 2 nd ed, WB Saunders Co,
Philadelphia, 1978, p539-547.
3. Thorek P, Anatomy in surgery, 2 nd ed, JB Lippincott Co,Philadelphia,
1963, p 155 - 238.
[x1]
ANATOMI DAN PATOLOGI PAYUDARA
Dalam embrio manusia, payudara pertama dikenal sebagai "milk streak"
dalam sekitar minggu keenam perkembangan fetus. Suatu area penebalan
ektodermis yang dikenal sebagai tunas susu, berkembang dalam bagian pectoralis
badan embrio. Peninggian linear tegas ini terbentang bilateral dari axilla ke vulva
dan dikenal sebagai garis susu atau 'mammary ridge' . Lokasi pectoralis payudara
pada manusia hanya ditempati pada primata tinggi spesies mammalia.
Dengan mencapai minggu 9 perkembangan dalam rahim, garis susu menjadi
atrofi, kecuali dalam daerah pectoralis dan pengenalan pertama primodrium
payu-dara (tunas punting susu) jelas. Dengan mencapai minggu 12 embriogenesis,
tunas puting susu diinvasi oleh epitel skuamosa ektodermis. Pada 5 bulan, jaringan
ikat mesenkima menginfiltrasi primordium payudara dan berdiferensiasi ke 15
sampai 20 filamen padat, yang terdistribusi simetris di bawah kulit tunas puting
“susu”. Ductulus mamma berkembang sebagai pertumbuhan ke dalam ventral dan
sisa embrioiogi ini, yang terbagi ke dalam duktus susu primer dan berakhir dalam
tunas lobulus. Kemudian tunas ini berproliferasi ke asinus setelah dimulai
rangsangan estrogen ovarium. Selama pertumbuhan dalam rahim, ductus susu
primer bercabang dan membelah luas. Dengan mencapai bulan ketujuh sampai ke
delapan dalam rahim, duktus berkanulasi membentuk lumen yang berhubungan
dengan ductus lactifer tak matang. Saat lahir, tunas puting susu mempunyai
cekungan sentral yang sesuai dengan area yang dipenetrasi oleh lumen duktulus
susu primer. Segera setelah lahir, penetrasi tunas puting susu lengkap ia bereversi
dan lebih dinvasi oleh sel basaloid yang menjadi dipigmentasi gelap untuk
mem-bentuk areola.
ANATOMI
Untuk dapat mengenal perjalanan penyakit kanker payudara dan memahami
dasar-dasar tindakan operasi pada kanker payudara maka sangat penting
mengetahui anatomi payudara itu sendiri.
Payudara terletak pada hemithoraks kanan dan kiri dengan batas-batas sebagai
berikut :
1. Batas-batas payudara yang tampak dari luar :
- superior : iga II atau III
- inferior : iga VI atau VII
- medial : pinggir sternum
- lateral : garis aksilaris anterior / linea mid axillae
2. Batas-batas payudara yang sesungguhnya :
- superior : hampir sampai ke klavikula
- medial : garis tengah
- lateral : m. latissimus dorsi
Sekitar 2/3 bagian payudara terletak pada m. pektoralis mayor, dan 1/3 nya
pada m. latissimus dorsi. Pada sekitar 95% wanita, terdapat perpanjangan batas
kuadran lateral atas payudara sampai ke axilla, yaitu “axillary tail of spence”. Pada
daerah ini jaringan payudara memasuki suatu rongga pada fascia axillaris yang
disebut “Foramen of Langer”; sehingga payudara pada daerah ini terletak dibawah
fascia axillaris, dan bukan superfisial dari fascia axillaris.
Struktur Payudara
Payudara terdiri dari berbagai struktur :
- Jaringan payudara
- Kulit
- Jaringan subkutis
Jaringan payudara terdiri dari parenkim dan stroma. Parenkim berisi 15-20
lobus, tiap lobus berisi 20-40 lobulus, dan tiap lobulus berisi 10-100 alveoli
Payudara dibungkus oleh fasia pektoralis superfisialis dimana permukaan
anterior dan posterior dihubungkan oleh ligamentum Cooper. Ligamentum
“suspensory” Cooper ini bekerja sebagai jaringan penunjang yang kuat diantara
lobus dan parenkim, dan diantara dermis kulit dengan bagian dalam fascia
pektoralis superfisilais.
Pada invasi keganasan, bagian ligamen ini dapat terkontraksi, membentuk
fiksasi dan retraksi kulit.
Papilla mammae dan areola mammae
Epidermis pada puting susu dan areola adalah berpigmen; yang dilapisi
keratinisasi dari epitel stratified squamous. Pada pubertas, puting semakin
berpigmen dan menonjol.
Terdapat kumpulan serabut otot polos yang radier dan sirkumferensial, serta
longitudinal pada daerah duktus laktiferus.
Pada daerah areola terdapat kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan
kelenjar areola asesorius. Kelenjar asesori ini membentuk penonjolan-penonjolan
kecil pada permukaan areola yang disebut glandula areola “Montgomery tubercles”
Pada puncak puting terdapat banyak akhiran sel-sel saraf dan Meissner’s
Corpuscles pada dermis puting. Areola mengandung sedikit struktur ini.
Pada keadaan normal, komponen glandular tampak renggang; mengandung
banyak elemen duktus. Pada awal siklus menstruasi, duktulus tampak seperti tali
dengan lumen yang sempit. Pada saat ovulasi, dengan stimulasi estrogen, lumen
membesar, dan terdapat penumpukan sekresi kelenjar; sehingga cairan dan lemak
tertimbun di jaringan penunjang. Jika proses stimulasi ini berhenti, komponen
glandular ini akan kembali regresi.
Vaskularisasi Payudara
1. Arteri
Payudara mendapat pendarahan terutama dari dua sumber utama, yaitu
cabang-cabang perforantes anterior arteri mamaria interna dan arteri thorakalis
lateralis:
a. Cabang-cabang perforantes a. mammaria interna. Cabang-cabang I, II,
III, dan IV dari a. mammaria interna menembus dinding dada dekat pinggir
sternum pada interkostal yang sesuai, menembus m. pertoralis mayor dan
memberi pendarahan tepi medial glandula mamma.
b. Cabang-cabang dari a. axillaris:
Rami pectoralis a. thorako-akromialis
Arteri ini berjalan turun diantara m. pektoralis minor dan m. pektoralis
mayor. Pembuluh ini merupakan pembuluh utama m. pektoralis mayor.
Setelah menembus m. pektoralis mayor, arteri ini akan mendarahi
glandula mamma bagian dalam (deep surface).
Arteri thorakalis lateralis (a. mammaria eksterna)
Pembuluh darah ini jalan turun menyusuri tepi lateral m. pektoralis
mayor untuk mendarahi bagian lateral payudara
Arteri thorako-dorsalis
Pembuluh darah ini merupakan cabang dari a. subskapularis. Arteri
ini mendarahi m. latissimus dorsi dan m. serratus magnus. Walaupun
arteri ini tidak memberikan pendarahan pada glandula mamma, tetapi
sangat penting artinya. Karena pada tindakan radikal mastektomi,
perdarahan yang terjadi akibat putusnya arteri ini sulit dikontrol,
sehingga daerah ini dinamakan “the bloody angle”.
2. Vena
Pada daerah payudara, terdapat tiga grup vena :
a. Cabang-cabang perforantes V. mammaria interna
Vena ini merupakan vena terbesar yang mengalirkan darah dari payudara.
Vena ini bermuara pada v. mammaria interna yang kemudian bermuara pada v.
innominata.
b. Cabang-cabang v. aksilaris yang terdiri dari v. thorako-akromialis, v.
thorakalis lateralis dan v. thorako dorsalis
c. Vena-vena kecil yang bermuara pada v. interkostalis.
Vena interkostalis bermuara pada v. vertebralis, kemudian bermuara
pada v. azygos (melalui vena-vena ini metastase dapat langsung terjadi di
paru).
Persarafan
Persarafan kulit payudara bersifat segmental dan berasal dari segmen
dermatom T2 sampai T6. Sela iga pertama terutama dipersarafi oleh saraf ke
musculus subclavius. Segmen dermatom area ini bisa didenervasi total atau
sebagian setelah elevasi flap kulit untuk mastektomi radikal atau modifikasi. Dengan
pemotongan flap kulit dalam axilla, maka suatu cabang utama nervus
intercostobrachiales bisa dikenali dan dikorbankan. Saraf ini terutama terdiri dari
serabut dari cabang cutaneus lateralis nervi intercostales kedua dan ketiga serta
berjalan tegak lurus dan anterior terhadap musculus latissimus dorsi.
Nervus thoracodorsalis
Nervus thoracodorsalis terdapat pada m. subscapularis, mempersarafi m.
latissimus dorsi dan muncul dari fasciculus posterior plexus branchialis (C5, C6, dan
C7). Ia lewat di belakang fasciculus medialis dan pembuluh axillaries untuk berjalan
lateral terhadap nervus thoracicus longus dan memasuki batas anterior musculus
latissimus dorsi.
Bila terpotong, rotasi interna dan abduksi akan melemah, walaupun tidak
mengakibatkan deformitas. Gangguan fungsionalnya adalah oposisi kuat lengan
atas ke dinding dada lateral, terutama bila penderita perlu membawa sesuatu yang
dijepit diantara lengan atas dan dinding dadanya.
Nervus thoracalis longus
Nervus thoracalis longus terdapat pada m. serratus anterior mempersarafinya.
Cedera pada nervus ini menyebabkan morbiditas fungsional yang jauh lebih besar
akibat kelemahan bahu dan menimbulkan deformitas ‘winged scapula’
Nervus pectoralis lateralis
Nervus pectoralis lateralis berasal dari fasciculus lateral plexus branchialis
untuk mempersarafi m. pectoralis mayor dan minor. Saraf ini berjalan medial
terhadap m. pectoralis minor dan harus dilindungi sewaktu melakukan modifikasi
mastektomi radikal untuk mencegah atrofi musculus pectoralis mayor.
Nervus pectoralis medialis
Dalam pembedahan, nervus pectoralis medialis yang berasal dari fasciculus
medialis plexus brachialis, berjalan lateral terhadap musculus pectoralis minor dan
mensarafi musculus pectoralis mayor dan minor. Saraf ini biasanya dikorbankan
sewaktu membuang musculus pectoralis minor sebagai bagian modifikasi
mastektomi radikal. Jika nervus pestoralis lateralis dilindungi, maka musculus
pectoralis major tidak akan atrofi dan setelah operasi bentuk dinding dada akan
sesuai dengan m. pectoralis mayor dan tidak dengan sangkar iga.
Sistem Limfatik Payudara
Pengaliran pembuluh limfatik terutama bersifat unidireksional (searah),
kecuali di daerah subareolar dan daerah sentral payudara, atau pada keadaan
dimana terjadinya obstruksi limfatik menyebabkan terjadinya aliran balik
bidireksional. Hal ini dapat terjadi karena pembuluh limfe tidak berkatup; sehingga
aliran balik ini memungkinkan terjadinya metastasis.
Pengaliran limfatik dibagi 3 bagian:
1. Drainase Kulit
Mengalirkan pembuluh limfe dari kulit sekitarnya, dan tidak termasuk areola dan
papilla. Terdapat komunikasi antara pembuluh dermis dengan pembuluh dermis
pada payudara kontralateral, sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran
tumor ke KGB dan payudara kontralateral
2. Drainase Areolar
Yaitu pleksus subareolar dari Sappey; selanjutnya akan bergabung dengan KGB
aksilla.
3. Drainase Aksiler
Terdapat enam grup kelenjar getah bening aksila :
1. KGB mammaria eksterna. Untaian kelenjar ini terletak di bawah tepi lateral
m. pektoralis mayor, sepanjang tepi medial aksila. Grup ini dibagi dalam dua
kelompok :
- Kelompok superior. Kelompok KGB ini terletak setinggi interkostal II-III
- Kelompok imferior. Kelompok KGB ini terletak setinggi interkostal
IV-V-VI
2. KGB Skapula
KGB terletak sepanjang vasa subskapularis dan thorako-dorsalis, mulai dari
percabangan v. aksilaris menjadi v. subskapuralis, sampai ke tempat
masuknya v. thorako-dorsalis ke dalam m. latissimus dorsi.
3. KGB sentral (central nodes)
KGB ini terletak di dalam jaringan lemak di pusat ketiak. Kadang-kadang
beberapa diantaranya terletak sangat superficial, di bawah kulit dan fasia
pada pusat ketiak, kira-kira pada pertengahan lipat ketiak depan dan
belakang. KGB ini adalah kelenjar yang relatif paling mudah diraba. Dan
merupakan kelenjar aksila yang terbesar dan terbanyak jumlahnya.
4. KGB interpektoral (Rotter’s nodes)
KGB ini terletak diantara m. pektoralis mayor dan minor, sepanjang rami
pektoralis v. thorako-akromialis.Jumlah satu sampai empat.
5. KGB v. aksilaris
Kelenjar-kelenjar ini terletak sepanjang v. aksilaris bagian lateral, mulai dari
white tendon m. latissimus dorsi sampai ke sedikit medial dari percabangan v.
aksilaris – v. thorako-akromialis
6. KGB subklavikula
Kelenjar-kelenjar ini terletak sepanjang v. aksilaris, mulai dari sedikit medial
percabangan v. aksilaris – v. thorako-akromialis sampai di mana v. aksilaris
menghilang di bawah tendo m. subklavius. Kelenjar ini merupakan kelenjar
aksila yang tertinggi dan termedial letaknya. Semua getah bening yang
berasal dari kelenjar-kelenjar getah bening aksila masuk ke dalam kelenjar
ini. Seluruh KGB aksila ini terletak di bawah fasia kostokorakoid
Kelompok kelenjar ini kemudian dibagi lagi dalam 3 level atau tingkat, berdasarkan
hubungannya dengan m. pectoralis minor.
a. Level I
Terletak lateral / dibawah batas bawah m. pectoralis minor. Termasuk:
- KGB mamaria eksterna
- KGB vena aksilaris
- KGB grup scapular
b. Level II
Terletak didalam (deep) atau dibelakang dari m. pectoralis minor; yaitu grup
sentral.
c. Level III
Terletak medial atau diatas dari batas atas m. pectoralis mino; yaitu grup
subclavicular.
PATOLOGI PADA PAYUDARA
Anomali
Yang termasuk anomali adalah
1. Amastia
2. Jaringan mamma aksesoris (supernumerary breast) atau mamma aberrant
3. Bentuk abnormal dari payudara
Amastia
Amastia artinya tidak ada payudara sebelah atau dua-duanya atau tinggal
payudara sedikit saja. Anomali tersebut jarang di temukan. Kebanyakan pada
wanita, tapi ada juga pada pria, kelainan tersebut biasanya disertai tidak adanya otot
pektoralis.
Mamma aberrant (aksesoris, supernumarary)
Terdapat payudara atau papillae mamma yang lebih dari dua. Letaknya pada
garis susu dari axilla sampai ke inguinal tapi kebanyakan di axilla. Kelainan ini sering
di dapat. Dalam praktek sehari-hari akan di temukan kasus tersebut.
Menurut Haagensen mamma aberan ditemukan 2 X lebih banyak pada wanita
dari pada laki-laki, yang ditemukan di Bandung hampir selalu wanita. Anomalis
tersebut ada hubungannya dengan keturunan. Terdapat pada keluarga-keluarga
tertentu. Klinkaefuss malaporkan adannya polymastia pada 4 genarasi.
Ada 3 unsur terdapat pada mamma aberan tersebut :
1.
Parenkim kelenjar susu
2.
Areola dan
3.
Papilla mama
Kadang-kadang ketiga unsur tersebut ditemukan secara histopatologik, tapi
kadang-kadang hanya satu unsur saja.
Pada anomali tersebut bisa ditemukan segala penyakit yang bisa
menghinggapi payudara, misalnya karsinoma mamma, dsb. Juga bila waktu mens
dimana payudara normal suka mengeras, dia ikut mengeras dan pada waktu laktasi
terdapat pengeluaran air susu juga.
Bila anomali tersebut mengganggu atau adanya kekuatiran bila
terjadi karsinoma tidak mudah diketahui, maka dapat dilakukan extirpasi. Operasi
tersebut harus dilakukan dengan tenang dan sebaliknya dengan narkosa agar yang
dianggap benar-benar jaringan kelenjar payudara yang dimaksud, bukan jaringan
lemak subkutan.
Bentuk abnormal payudara
Misalnya areola mamma yang menonjol sehingga merupakan tumor. Kelainan
ini jarang sekali. Sekali-sekali ditemukan dalam gradasi yang ringan. Polythelia
adalah dimana sebuah payudara mempunyai lebih dari satu putting susu, baik pada
satu areola maupun pada beberapa areola dari satu payudara.
Kelainan pertumbuhan payudara.
—
—
—
—
Bila wanita, jadi dewasa, tapi payudara tidak berkembang mungkin sebabnya
agenesis ovarium tapi ada juga yang terlambat akil balik.
Ada pula yang akil balik terlalu cepat, semua tanda-tanda kelamin sekunder
timbul kemungkinan terdapat tumor ovarium, kebanyakan idiopatik.
Hipertrofi payudara dewasa.
Ginekomastia pada pria, suatu hipertrofi payudara sebelah ada dua-duanya.
Etiologi tak di ketahui, tapi ada yang disebabkan oleh kelainan hormon,
kelainan pada testis yang biasanya bilateral.
Infeksi pada payudara
—
Mastitis akut biasanya pada wanita menyusui, tapi kadang-kadang bisa pada
wanita yang tidak menyusui. Sebabnya ialah tertahannya air susu dan
masuknya kuman-kuman kulit melalui papilla mamma yang biasanya yang
laserasi. Bila tidak diobati akan menjadi abses dan perlu diinsisi. Terapi mastitis
adalah antibiotika biasanya eritromisin atau antibiotika lain terhadap bakteri
coccus. Bila perlu penghentian laktasi atau di hindarkan menyusui secara
sementara dan air susu diisap dan di buang.
— Mastitis tbc: pada waktu yang lalu luar negeri sekali-kali ditemukan penyakit ini.
Di Indonesia pernah ditemukan, walaupun jarang.
— Galaktokel: suatu kantong berisi air susu yang tertinggal lama kelamaan laktokel
tersebut menjadi terinfeksi.
Tumor mamma.
Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi No.2 di
Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidens ini meningkat;
sepertf halnya di negara barat. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat
92/100.000 wanita pertahun dengan mortalitas yang cukup tinggi ,27/100.000 atau
18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia" Berdasarkan
"Pathological Based Registration" kanker payudara mempunyai insidens relative
11,5%." Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru
pertahun dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam
stadium lanjut.
Usia penderita tumor ganas mamma diatas 25 tahun sampai 65 tahun,
terbanyak 40-45 tahun untuk Jepang dan negara-negara yang rendah insidensinya,
sedang yang insidensinya tinggi meningkat, makin tua usia maka > age adjusted
incidency. Tumor ganas mamma pada pria terdapat satu di antara 100 tumor ganas
mamma pada wanita.
Etiologi
—
—
—
—
—
—
—
Keturunan : pada statistik ternyata jika seorang ibu mempunyai kanker
payudara, maka kemungkinan anaknya menderita kanker payudara 2 sampai
3 kali lebih besar dari wanita-wanita lain. Diperkirakan bahwa 5% semua kanker
payudara adalah akibat predisposisi keturunan, dengan melibatkan beberapa
gen yang sangat penetrans, autosomal-dominan yang diturunkan. BRCA pada
kromosom 17 dan BRCA pada kromosom 13 merupakan gen-gen yang
menimbulkan predisposisi untuk kanker payudara yang telah dapat dilokalisasi.
Hormonal : tikus bisa dibuat menderita karsinoma mamma dengan penyuntikan
estrogen. Estrogen dan estradiol adalah karsinogenik. Estriol “ protective”
terhadap karsinoma mamma. Ovarektomi <35 tahun “protective”
Hamil muda menurunkan kemungkinan wanita menderita kanker payudara.
Wanita yang tidak menikah, janda atau yang cerai lebih banyak menderita
kanker payudara dari yang menikah.
Laktasi : pernyataan di atas ada hubungannya juga dengan laktasi, wanita
yang multipara yang banyak menyusui kurang kemungkinan menderita kanker
payudara, tetapi hal tersebut ada yang membantahnya.
Hubugan tumor-tumor jinak fibrokistik dengan kemungkinan tumbuhnya kanker
payudara dikemudian hari masih dalam perdebatan.
Faktor diet lemak meninggikan kemungkinan karsinoma mama, karena
peninggian estrogen di kutis/subkutis.
Menarche yang semakin muda usianya, bersamaan dengan meningkatnya
insidensi karsinoma di beberapa negara.
Patologi
Tumor Jinak
—
—
—
—
—
Fibrous dysplasia adalah suatu proliferasi stroma kelenjar mamma yang
merupakan tonjolan tidak berkapsul, batasnya tidak tegas
Mastitis kronika sistika, yang tidak selalu “cystic” dan bukan suatu peradangan
sehingga nama ini sebenarnya tidak tepat. Istilah ini merupakan kumpulan
penyakit-penyakit tumor jinak pada mamma. Sinonimnya, fibrocystic, diease,
fibroadenosis, mastopathy, nodular hyperplasia, cyclomastopathy,
adenofibromatosis, cystiphorous epithelial hyperplasia, adenocystic disease
dan mammary dysplasia. Fibrous dysplasia yang dipergunakan oleh bagian
patologi FKUP sebenarnya masuk dalam rombongan tersebut.
Kista retensi : suatu kista yang berisi air susu yang kadang-kadang terinfeksi.
“ Sclerosing adenosis” suatu fibrosis dalam kelenjar mamma yang keras
dimana gambaran hispatologisnya bisa dikelirukan menjadi karsinoma.
Fibroadenoma suatu tumor yang terbatas tegas, tidak berkapsul, tapi
tampaknya seperti berkapsul mikroskopik terdiri dari dua komponen, yaitu
komponen stroma jaringan lunak yang berproliferasi dan komponen “acini” dari
duktus yang berkembang secara atipik.
Tumor Ganas
Malignant ( Carcinoma )
1. Non invasive carcinoma
a) Non invasive ductal carcinoma
b) Lobular carcinoma in situ
2. Invasive carcinoma
a) Invasive ductal carcinoma
a1. Papilllobular carcinoma
a2. Solid-tubular carcinoma
a3. Scirrhouscarcinoma
b) Special types
b1. Mutinous carcinoma
b2. Medullary carcinoma
b3. Invasive tabular carcino
b4. Adenoid cystic carcinan
b5. Squamous cell carcinorr
b6. Spindel cell carcinoma
b7. Apocrine carcinoma
b8. Carcinoma with cartilaginous and osseous metaplasia
b9. Tubular carcinoma
b10. Secretory carcinoma
b11. Others
c). Paget's disease.
Prosedur Diagnostik
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.
* Benjolan
* Kecepatan tumbuh
* Rasa sakit
* Nippledischarge
* Nippleretraksi dan sejak kapan
* Krusta pada areola
* Kelainan kulit: dimpling, peau d'orange, ulserasi, venektasi
* Perubahan warna kulit
* Benjolan ketiak
* Edema lengan
b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, al :
* Nyeri tulang (vertebra, femur)
* Rasa penuh di ulu hati
* Batuk
* Sesak
* Sakit kepala hebat, dll
c. Faktor-faktor risiko
* Usia penderita
* Usia melahirkan anak pertama
* Punya anak atau tidak
* Riwayat menyusukan
* Riwayat menstruasi
• menstruasi pertama pada usia berapa
• keteraturan siklus menstruasi
• menopause pada usia berapa
* Riwayat pemakaian obat hormonal
* Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain.
* Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
* Riwayat radiasi dinding dada
2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis, cantumkan performance status.
b. Status lokalis :
— Payudara kanan dan kiri harus diperiksa.
— Masa tumor :
* lokasi
* ukuran
* konsistensi
* permukaan
* bentuk dan batas tumor
* jumlah tumor
* terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit, m.pektoralis dan
dinding
dada
— perubahan kulit:
* kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit
* peau d'orange, ulserasi
— nipple :
* tertarik
* erosi
* krusta
* discharge
— status kelenjar getah bening.
* KGB aksila : Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir satu sama lain atau
jaringan
sekitar
* KGB infra klavikula
: idem
* KGB supra klavikula
: idem
— pemeriksaan pada daerah yang dicungai metastasis :
* Lokasi organ ( paru, tulang, hepar, otak )
B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging :
1. Diharuskan (recommended)
* USG payudara dan mamografi untuk tumor ukuran 3 cm.
* Foto toraks.
* USG abdomen (hepar).
2. Optional (atas indikasi)
* Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi + atau klinis
sangat
mencurigai pada lesi > 5 cm).
* CTscan
C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi
Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas
Catalan : belum merupakan Gold Standard).
D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic).
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin. Bahan
pemeriksaan histopatologi diambil melatui :
• Core biopsy.
• Biopsi eksisional untuk tumor ukuran <3 cm.
• Biopsi insisional untuk tumor:
o operabel ukuran >3 cm sebelum operasi definitif
o inoperabel
• Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kgb
• Pemeriksaan imunohistokimia ER, PR , c-erbB-2,
E. Laboratorium :
Klasifikasi TNM
Klasifikasi tumor mamma dibuat menurut TNM:
T
TIS
:
:
TO
TX
T1
:
:
:
Tumor primer ( luasnya ditentukan secara klinis)
Pre-invasiva carcinoma : karsinoma in situ infiltrating intraductal ca
dan penyakit paget pada papilla tanpa teraba tumor.
Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tumor primer tidak dapat di tentukan
Tumor 2 cm atau kurang pada ukuran terbesar
T1a. 0,5 cm atau kurang pada ukuran terbesar
T1b lebih dari 0,5 cm , tapi tidak lebih dari 1 cm pada ukuran terbesar.
T2
T3
Ket
:
:
:
T4
:
T1c lebih dari 1 cm tapi tidak lebih dari 2 cm pada ukuran terbesar
Tumor >2 cm tapi < 5 cm pada ukuran terbesar
Tumor > 5 cm pada ukuran terbesar
Lekukan pada kulit, retraksi papilla atau perubahan lain pada kulit,
kecuali yang disebut T4b dan T4d bisa terdapat T1, T2 atau T3 tanpa
merubah klasifikasi.
Tumor ukuran berapa saja dengan penyebaran langsung ke dinding
toraks atau kulit pada payudara bersangkutan.
Dinding toraks adalah iga, otot-otot interkostal dan m. seratus anterior,
tapi tidak termasuk m. pektroalis.
T4a. dengan pelekatan pada dinding anterior.
T4b. dengan oedema pada payudara infiltrasi atau ulserasi kulit
payudara (termasuk peau d’orange = kulit jeruk) atau satelit kulit pada
payudara yang bersangkutan.
T4c = T4a dan T4b.
N
NX
N0
N1
N2
:
:
:
:
:
N3
:
T4d karsinoma inflamatori
Kelenjar regioner yang berada di axilla dan infra klavikular
Kelenjar tidak dapat ditentukan (misalnya telah diangkat sebelumnya)
Tidak teraba kelenjar aksila homorateral
Kelenjar aksila homolateral yang tidak melekat (movable)
Kelenjar aksila homolateral yang melekat sama lain atau pada jaringan
sekitarnya
Kelenjar mamaria interna homolateral
KET
:
M
MX
M0
M1
:
:
:
:
edema pada pada lengan bisa disebabkan obstruksi saluran limfe,
kelenjar bisa tidak teraba. Kelenjar supraklavikula sekarang masuk M1
(Lym).
Metastase jauh
Metastase jauh tidak dapat ditentukan
Tidak ada metastase jauh
Metastase jauh termasuk kelainan kulit diluar daerah payudara dan
kelenjar supraklavikula
Untuk M1 dapat ditambah keterangan lokalisasi metastase, misalnya
M1 PUL (=di paru-paru) M1 HEP(= di hepar); OSS = tulang ; BRA =
otak ; LYM = KGB ; PLE = pleura ; MAR = sumsum tulang SKI = kulit ;
EYE = mata ; OTH = lain-lain
Didepan TNM tersebut dapat ditambah huruf p yang artinya klasifikasi tersebut
telah diperbaiki oleh penemuan hasil pemeriksaan histopatologik pada terapi definitif
(bedah), misalnya pT2pN1pMO.
Awalan y bila terapi definitif didahului terapi lain (misalnya radiasi).
Tingkat penyakit :
Stage 0
T1s
Stage I
T1
Stage IIA T0
T1
T2
IIB T2
T3
Stage IIIA T0
T1
T2
T3
IIIB T4
setiap T
Stage IV
Setiap
T
N0
N0
N1
N1
N0
N1
N0
N2
N2
N2
N1,N2
setiap N
N3
setiap N
}
}
}
}
}
}
}
}
}
}
}
}
}
dengan
M0
M0
M0
M1
Daftar Pustaka
1. Bland, Kirby I. Vezeridis, Michael P. Breast. In Schwartz SI, Principles of
Surgery, 7th ed, McGraw-Hill, 1999, hal 533-599
2. Bland, Kirby I. Souba, Willey W. Surgery for Benign and Malignant Disease of
the Breast: Indication and Techniques. In: Atlas of Surgical Oncology. WB.
Saunders Company, 1995.
3. Brandy A, Christy A.R, Breast Cancer, in Manual of Oncology, 4ed, Lippincott
Williams & Wilkins,Philadelphia, 2004, hal 233-253
4. Browse NL, Symptoms and Signs of Surgical Disease, 3 ed, Arnold, 1997
5. Edward M.C, Kirby I.B, Breast, Essential of surgery, Sabiston, 1995, hal 365-413
6. Issam M, Breast Cancer, 2005, www.emedicine.com
7. Muchlis R, Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara, Peraboi, 2003, hal 1-15
8. Skandalakis, John, Panajoitis and Lee. Breast. In: Surgical Anatomy and
Technique. Springer Verlag, 2000, hal 99-121
9. Van de Velde C.J.H, Tumor Payudara, Onkologi, Panitia Kanker RSUP Dr
Sardjito, 1999, hal 467-492
10. Zollinger, Robert M andRobert M jr. Atlas of Surgical Operations, 7 th edition.
McGraw-Hill, 1993, hal 406-407
KELAINAN KONGENITAL
DI LEHER SERTA INFEKSI RONGGA MULUT DAN LEHER
EMBRIOLOGI
Pada manusia, proses perkembangan kepala dan leher dimulai dengan
terbentuknya lengkung branchialis (Branchial arches) atau lengkung pharynx,
yang mulai tampak pada minggu ke 4 dan 5 embrio. Lengkung-lengkung tersebut
terdiri atas jaringan-jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh celah-celah, yaitu
celah branchial (branchial clefts) atau celah pharynx. Bersamaan dengan
perkembangan lengkung dan celah tersebut, terbentuklah sejumlah kantung
pharynx; yang merupakan bagian paling kranial usus sederhana depan. Selanjutnya
kantung pharynx akan menembus mesenkim disekitarnya, namun tidak membentuk
suatu hubungan terbuka dengan celah-celah luar.
Gambar 1. Beberapa area di kepala dan leher
yang merupakan derivat dari lengkung dan celah branchial
Lengkung Pharynx (branchial arches)
Tiap lengkung ini terdiri dari jaringan mesoderm, yang diluarnya ditutupi jaringan
ektoderm dan didalamnya oleh entoderm.
Lengkung Pharynx I (Mandibular Arch)
Kartilago (tulang rawan) lengkung ini terdiri atas bagian dorsal (prosesus maksilaris)
yang meluas ke depan di bawah mata, dan bagian ventral (prosesus mandibularis;
Kartilago Meckel). Selanjutnya, prosesus maksilaris dan kartilago Meckel akan
menghilang, kecuali pada dua bagian kecil di ujung dorsal tetap ada dan
membentuk incus dan malleus.
Selanjutnya, bagian mensenkim prosesus
maksilaris akan membentuk premaksila, maksila, os. zygomaticus, dan sebagian os
temporalis. Kartilago meckel, selanjutnya akan membentuk mandibula.
Lengkung pharynx pertama juga membentuk otot-otot pengunyah, yaitu m.
temporalis, m. masseter, dan m. pterygoideus; venter anterior m. digastricus, m.
mylohyoideus, m. tensor tympani, dan m. tensor veli palatini.
Persarafan yang terbentuk oleh lengkung ini yaitu cabang mandi-bularis n.
trigeminus.
Lengkung Pharynx II (Hyoid Arch)
Kartilago lengkung ke dua, atau kartilago Reichert, akan membentuk stapes,
prosesus stylohyoideus ossis temporalis, ligamentum stylo-hyoideum, dan bagian
ventralnya membentuk cornu minus dan bagian atas corpus ossis hyoidei.
Otot-otot yang terbentuk lengkung ini adalah m .stapedius, m. stylo-hyoideus,
venter posterior m. digastricus, m. auricularis dan otot-otot wajah.
Persarafan yang terbentuk adalah n. fascialis.
Lengkung Pharynx III (Thyrohyoid Arch)
Kartilago lengkung ini membentuk bagian bawah korpus dan kornu mayus ossis
hyoidea. Otot-ototnya adalah m. stylopharingeus dan bagian atas m. constrictor
pharyngeus. Persarafannya adalah n. glosso-pharyngeus.
Lengkung Pharynx IV
Unsur-unsur kartilago lengkung ini akan bersatu membentuk kartilago thyroidea,
arythenoidea, corniculata, dan cuneiforme larynx.
Otot-ototnya adalah m. cricothyreoideus, m. levator palatini, dan mm. constrictor
pharyngei.
Kantung Pharynx
Kantung Pharynx I
Kantung pharynx pertama akan membentuk meatus auditorius eksternus, cavum
timpani, tuba pharyngotympanica, dan membrana tympani.
Kantung Pharynx II
Kantung ini akan membentuk primordium dari tonsilla palatina
Kantung Pharynx III
Bagian dorsal kantung ini membentuk glandula parathyroidea inferior, sedangkan
bagian ventralnya membentuk thymus. Keduanya tidak berhubungan dengan
pharynx; thymus selanjutnya akan bermigrasi ke kaudal dan medial menarik
glandula parathyroidea bersamanya.Thymus kemudian akan memasuki rongga
dada, sedangkan glandula parathyroidea akan berhenti pada permukaan dorsal
glandula thyroidea membentuk glandula parathyroidea inferior.
Kantung Pharynx IV
Bagian epitel kantung ini membentuk glandula parathryroidea superior.
A. KELAINAN-KELAINAN KONGENITAL DI LEHER
1. Fistula, sinus, dan kista brankial
Merupakan kelainan yang disebabkan oleh fusi inkomplit dari celah brankial.
Umumnya terjadi pada celah brankial kesatu dan kedua, terbanyak pada
celah kedua. Lokasi dan jenis lesi dapat dilihat pada gambar-gambar berikut
ini.
Gambar 2. Lokasi lesi brankial yang sering ditemukan
Gambar 3. Jenis lesi brankial yang dapat terjadi
Celah insang 1 yang menetap akan membentuk fistula dimulai dari
atas tulang hioid dan berhubungan dengan kanalis aurikula eksternal.
Saluran celah insang dapat berupa fistula yang lengkap dengan muara, atau
tidak lengkap karena salah satu muara mengalami obliterasi sehingga
terbentuk sinus eksternal atau internal. Bila ke 2 muara mengalami obliterasi,
maka akan terbentuk suatu kista.
Celah insang II yang menetap akan membentuk fistula yang berjalan
dari kulit di daerah leher bagian bawah di tepi anterior otot
sternokleidomastoideus, kemudian membelok ke dalam percabangan a.
karotis, termasuk ke faring posterolateral. Bila kelainannya berupa kista,
maka letaknya biasanya tepat di atas klavikula. Muara fistula yang terdapat di
tepi anterior m. sternokleidomastoideus biasanya sudah akan tampak sejak
lahir, dan biasanya mengeluarkan cairan mukuis atau purulent. Muara fistula
yang sebelah dalam biasanya sulit ditemukan. Untuk ini biasanya diketahui
melalui keluhan pasien berupa adanya cairan yang berbau keluar dari dalam
mulut bila dilakukan pengurutan saluran. Bila hanya berupa kista saja
biasanya terletak di daerah lateral tepat di atas klavikula.
Kebanyakan kista dan sinus brankial dindingnya dilapisi oleh epitel
gepeng, tetapi dapat juga dilapisi oleh epitel silindris bersilia. Kista brankial
dapat juga mengandung jaringan limfoid sehingga dapat membesar bila
terjadi ISPA.
Komplikasi yang sering timbul adalah infeksi berulang, sehingga mungkin
dapat timbul abses atau selulitis. Pengobatan biasanya berupa eksisi total
sinus atau kista. Apabila ada infeksi atau abses dilakukan insisi dan drainase
dulu, setelah tenang baru dilanjutkan dengan eksisi total.
2. Kelainan Duktus Tiroglosus
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada minggu ke IV kehidupan embrio.
Mula-mula berupa suatu penonjolan pada dasar faring primitif yang terdapat
diantara sepasang kantong faringeal pertama. Bakal kelenjar tiroid ini
kemudian akan turun ke arah leher, dan bekas penurunan ini merupakan
suatu duktus tiroglosus yang merupakan penghubung antara kelenjar tiroid
dengan foramen caecum yang merupakan ujung cranial dari duktus tersebut
yang terletak pada bagian dorsal lidah.
Gambar 4. Lokasi kista duktus tiroglosus
Dalam keadaan normal duktus ini akan menutup pada minggu ke V sampai
ke VI, sehingga hanya tersisa suatu bentuk tali jaringan ikat yang disebut
ligamentum tirohioideum dan kelenjar tiroid piramidalis.
Apabila bakal tiroid tidak turun secara normal maka kelenjar tiroid akan
terletak di lidah atau pada suatu tempat pada garis tengah antara fossa
submandibularis dan daerah pretacheal. Apabila duktus tiroglossus tidak
mengalami obliterasi, maka akan terbentuk suatu kista atau fistula. Bila
terbentuk kista biasanya terletak di os hioid, atau dapat juga di atasnya,
misalnya pada dasar mulut atau pangkal lidah. Pada beberapa kasus dapat
ditemukan folikel kelenjar tiroid pada kista tersebut.
Gambaran klinis yang sering ditemukan berupa suatu massa bulat kistik,
pada daerah garis tengah tepat di bawah os hioid. Kista tersebut akan ikut
bergerak waktu pasen menelan, makan atau menjulurkan lidah. Kista ini
sering mengalami infeksi, sehingga bisa terbentuk abses. Bila abses ini
pecah akan terbentuk fistula yang kronis dan bermuara ke kulit leher.
Duktus tiroglosus harus dibedakan dengan semua benjolan di leher
depan, misalnya pembesaran getah bening submental dan kista dermoid
tidak ikut bergerak pada waktu proses menelan atau pada waktu lidah
dijulurkan. Tiroid ektopik dideteksi dengan pemeriksaan sidik tiroid.
Infeksi akut yang timbul pada duktus tiroglosus harus diobati dengan
antibiotik. Bila ada abses harus dilakukan insisi dan drainase. Setelah infeksi
hilang untuk terapinya harus dilakukan eksisi total atau kista dan duktus
tiroglosus.
3. Limfangioma dan Higroma Kistik
Pada minggu keenam kehidupan janin, sel-sel mesenkim servikal
membentuk celah-celah yang menjadi rongga dan akhirnya membentuk
saluran-saluran limfatik. Saluran tersebut akan membentuk sakus limfatikus
jugular, yang nantinya menjadi KGB dan pembuluh limfe di servikal, mengalir
ke dalam internal jugular venous system. Bila sebagian dari saluran tersebut
tidak berhubungan dengan sistem ini maka akan terbentuk saluran limfe yang
berdilatasi yang dinamakan limfangioma. Umumnya ditemukan di area
servikal lateral dan submandibular. Jika lesinya lebih besar disertai dengan
dilatasi kistik dari saluran limfe, dinamakan higroma kistik. Kelainan ini
muncul pada bulan-bulan pertama setelah anak dilahirkan, kemudian akan
membesar sampai beberapa bulan atau tahun. Umumnya higroma kistik 90%
ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 2 tahun.
Gambar 5. Sistem limfatik pada embryo 8 minggu
Lesi ini terbanyak timbul pada daerah leher di posterior otot
sternokleidomastoideus, tetapi dapat pula dijumpai pada aksila inguinal dan
pada mediastinum. Bila lokasinya pada dasar mulut atau regio pretrakhea,
maka higroma dapat menimbulkan keadaan obstruksi saluran pernafasan,
sehingga diperlukan suatu tindakan darurat bedah seperti ekstirpasi atau
trakheostomi.
Secara patologi limfangioma ini dapat dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu
bentuk sederhana, kavernosa, kistik dan endoteliomatous. Contoh
limfangioma sederhana adalah nevus limfatik. Nevus limfatik dapat ditemukan
di kulit bagian manapun, warnanya sama seperti warna kulit normal, dapat
rata dengan permukaan kulit atau menonjol dari permukaan kulit.
Kelompok limfangioma kavernosa berupa suatu massa tumor di daerah
kepala, leher, genitalis, atau mesenterium. Limfangioma kistik disebut juga
higroma koli congenital. Terjadi akibat gangguan pertumbuhan sakus
limfatikus servikalis primitif. Walaupun sifatnya jinak, tumor ini dapat
mengadakan penekanan terhadap organ-organ disekitarnya; misalnya
oesofagus dan trakhea, sehingga timbul gejala disfagia atau kesulitan
bernafas.
Kelompok limfangioma endoteliomatous merupakan kelompok yang
hipertropik, sehingga sering disebut juga limfangioma hipertropikum. Kelainan
ini biasanya ditemukan pada kulit dengan permukaan yang rata atau berupa
tonjolan yang papiler.
Pengobatan yang efektif untuk limfangioma pada umumnya tindakan
pembedahan. Higroma yang kecil mungkin dapat mengalami regresi yang
spontan. Operasi yang dilakukan pada seorang bayi yang masih kecil
mempunyai resiko yang cukup besar, yaitu terganggunya struktur atau organ
di sekitar limfangioma tersebut. Goldsmith menganjurkan untuk menunda
tindakan operasi sampai anak lebih besar. Rekurensi setelah tindakan
operasi cukup tinggi. Setelah 1 tahun rekurensi dapat mencapai 100 %.
Karena tumor ini bersifat jinak, maka bila terjadi rekurensi dapat dilakukan
eksisi kembali.
4. Tiroid Ektopik
Kelainan ini terjadi oleh karena bakal tiroid yang terletak di dasar faring
tidak turun, sehingga menyebabkan terbentuknya kelenjar tiroid yang ektopik
dan terletak pada suatu tempat di garis tengah antara fosa submandibularis
sampai daerah pretakhea. kelianan ini jarang ditemukan dan biasanya pada
wanita, kelainan biasanya berupa beberapa buah kelenjar kecil yang tidak
bergejala atau berupa sebuah nodul besar pada bagian dorsal lidah.
Massa tiroid ektopik ini dapat mencapai ukuran besar dan menimbulkan
gangguan menelan, disfonia, kesulitan bernafas atau perasaan tercekik.
Komplikasi yang dapat timbul pada suatu tiroid ektopik adalah transformasi
ke arah keganasan. Harrison menyelidiki bahwa teroid ektopik sering
mengalami degenerasi maligna.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan massa pada foramen
sekum dan diperkuat dengan pemeriksaan sidik tiroid, akibat perangsangan
TSH, kelenjar ektopik ini akan membesar tetapi dapat mengecil kembali bila
diberikan sustitusi hormon tiroid. Karena pada keadaan ini biasanya tidak
dibutuhkan tindakan pembedahan.
Zat radio aktif I-131 mungkin dapat juga digunakan untuk mengecilkan
massa tumor, terutama jika didapatkan keadaan hipertiroidisme. Tindakan
pembedahan merupakan indikasi bila didapatkan kesulitan bicara bila
menelan atau bernafas, perdarahan, degenerasi, hipertiroidisme yang tidak
terkontrol atau dicurigai adanya keganasan.
5. Struma Kongenital
Disebut juga goiter obstruktif kongenital. Pada kelainan ini ditemukan suatu
pembesaran difus atau kelenjar tiroid sejak bayi lahir. Goiter yang terjadi
terutama tidak hiperplastik. Pada umumnya kelainan itu timbul akibat terapi
yodium yang diberikan pada ibu sewaktu mengandung. Produksi hormon
pada jenis ini akan dihambat sehingga terjadi stimulasi hipofise yang
menyebabkan hiperplasia tiroid.
Kelenjar tiroid dapat sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
keadaan stridor pada bayi segera setelah dilahirkan. Posisi leher
hiperekstensi dan tampak adanya suatu massa di daerah leher bagian atas.
Tindakan tiroidektomi partial, trakheostomi, atau keduanya perlu dipikirkan
pada keadaan stress pernafasan akut.
6 Kista Dermoid
Kelainan ini biasanya bermanifestasi pada keadaan dewasa. Kista ini
umumnya ditemukan pada garis tengah tubuh, yaitu pada kulit kepala
oksipital, hidung, daerah abdomen dan sacral. Kelainannya berupa tonjolan
yang tidak nyeri, mudah digerakkan atau kadang-kadang melekat di jaringan
sekitarnya atau kulit, berisi cairan seperti keju yang berasal dari
pengelupasan epitel squamous yang melapisi kista.
7. Tortikalis Kongenital
Kelainan ini ditandai oleh miringnya kepala ke arah bahu diikuti keadaan torsi
leher dan displasia wajah. Penyebabnya adalah kontraktur
m.sternokleidomastoideus disertai pendekatan sekunder dari fascia dan
otot-otot lain pada sisi yang sama.
Etiologi keadaan ini diduga trauma yang terjadi pada saat bayi dilahirkan,
misalnya pada posisi sungsang. Terjadi penyumbatan akut dan temporer
pada venae m.sternokleidomastoideus tumor ini akan tampak saat lahir atau
setelah 2-6 minggu lahir. Tumor ini menghilang setelah usia 6-7 bulan dan
jaringan otot akan diganti fibroid. Akibatnya akan terjadi kontraktur m.
sternokleido-mastoideus. Terapinya berupa latihan dengan mengadakan
rotasi leher dan kepala secara hati-hati. Pada kasus ringan latihan yang
diadakan setiap hari akan memberikan hasil yang baik setelah beberapa
bulan. Apabila pasien dibawa berobat setelah berumur 2-3 tahun, biasanya
struktur lain di leher sudah mengalami pemendekan, sehingga diperlukan
tindakan operasi untuk memanjangkan m.sternokleidomastoideus dan
otot-otot lainnya. Pada masa pasca bedah perlu dilakukan tindakan
fisioterapi.
8. Kista Kelenjar Ludah dan kelenjar Mukoid
Kelainan ini sangat jarang ditemukan. Beberapa kista retensi yang terjadi
adalah mukokel, ranula, dan kista submaksila. Mukokel berupa suatu retensi
yang berbentuk kista kecil, lunak dan kadang-kadang teraba berfluktuasi.
Ditemukan di bibir bawah, pipi, dan permukaan ventral lidah dari kelenjar
Blandin Nuhn.
Ranula terdapat di dasar mulut, antara pangkal lidah dan mandibula, kista
ini dapat mencapai ukuran besar, bentuknya berupa vesikel yang letaknya
superfisial, berdinding tipis, berwarna merah kebiruan. Kelainan ini mungkin
disebabkan oleh adanya obstruksi saluran kelenjar submaksiler atau
sublingual, sehingga terjadi dilatasi duktus tersebut.
Kista submaksiler sangat jarang ditemukan. Beberapa ahli
menganggapnya sebagai suatu kelainan congenital. Kista ini membesar
secara lambat, bisa berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Kista ini dapat
mendadak hilang, kemudian timbul kembali secara perlahan-lahan. Terapinya
biasanya adalah eksisi total dari kista.
B.
INFEKSI RONGGA MULUT DAN LEHER
Infeksi merupakan suatu proses dinamis yang melibatkan masuknya
mikroorganisme patogen ke dalam tubuh manusia dan reaksi jaringan tubuh
terhadap mikroorganisme tersebut beserta toksinnya.
Ketidakseimbangan yang terjadi dalam hubungan antara tubuh manusia dan
parasit atau mikroorganisme bergantung pada daya tahan tubuh manusia tersebut,
lamanya kontak dengan mikroorganisme, sifat virulensi mikroorganisme, jumlah
mikroorganisme yang memasuki tubuh, dan beberapa faktor nonmikroba seperti
riwayat trauma, keadaan toksik dan lain-lain. Ketidakseimbangan hubungan ini
menimbulkan gejala klinik yang disebut infeksi.
Infeksi yang terjadi pada rongga mulut biasanya berasal dari infeksi periapikal
atau periodontal. Kadang-kadang infeksi dalam rongga mulut menyertai suatu luka
jaringan lunak atau terjadi suatu fraktur rahang. Infeksi juga dapat timbul akibat
obstruksi saluran kelenjar ludah. Hal lain yang dapat menyebabkan infeksi ke
rongga mulut secara sepsis akibat emboli.
Infeksi pada Bibir
1. Abses Labial atau Selulitis.
Kulit daerah bibir mengandung folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar
sebasea. Infeksi ringan yang terjadi akibat sumbatan-sumbatan saluran
tersebut ke kulit dapat menimbulkan pustula. Keadaan ini dapat diatasi
dengan kompres hangat, tetapi kadang-kadang memerlukan tindakan
drainase. Jika infeksi terjadi berulang, harus dilakukan kultur dan tes
resistensi. Bakteri penyebab biasanya stafilokokus dan untuk mencegah
terjadinya parut di wajah, drainase dapat dilakukan melalui permukaan bukal.
2. Stomatitis Herpetika
Suatu infeksi di daerah mulut yang disebabkan oleh virus Herpes simpleks.
Lesinya berupa papulovesikuler, kekuningan dan tersebar atau berkelompok.
Mula-mula timbul sebagai vesika kecil yang mudah pecah, kemudian terjadi
ulserasi. Timbul rasa nyeri dan panas terutama di daerah yang berkultus,
yang akan hilang setelah 10-12 hari. Pemberian obat steroid topical seperti
triamsinolon dapat mempercepat hilangnya gejala. Lesi herpetic dini
memberikan respon baik terhadap krim 5 FU, tetapi tidak akan efektif setelah
timbul ulkus. Bila terjadi rekurensi suntikan triamsinolon dalam dosis kecil
secara subcutan dapat diberikan pada tempat bersangkutan .
3. Chancre Sores
Suatu lesi yang khas pada mukosa bibir daerah bukal. Lesi ini berupa ulkus
superficial yang kecil, terasa nyeri dan teriritasi oleh makanan asam.
Biasanya dikelilingi oleh berhubungan dengan gangguan gastrointestinal,
keadaan dehidrasi dan gangguan nutrisi. Biasanya lesi membaik pada
pemberian gizi yang baik, cairan cukup peroral dan suplemen vitamin. Secara
simptomatik dapat diberikan sirup prometasin pada daerah lesi selama 5-10
menit sebelum sirup tersebut akhirnya ditelan pasien. Dosisnya 1-2 sendok
teh setiap 2 jam pada orang dewasa. Sirup tetrasiklin yang diberikan dengan
cara serupa dapat memperpendek perjalanan penyakitnya.
4. Noma
Adalah suatu stomatitis gangrenosa yang progresif. Biasanya timbul pada
pasien dengan gizi yang buruk dan adanya diskrasia metabolik. Lesi ini
secara cepat akan menginvasi dan merusak jaringan lunak mulut serta tidak
jarang sampai mengenai tulang. Pada keadaan tertentu dapat berakibat fatal.
Pada anak-anak sering ditemukan setelah menderita penyakit campak atau
penyakit berat lainnya. Bila terdapat pada orang dewasa harus dicurigai ke
arah keganasan. Biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob.
5. Moniliasis
Disebut juga oral trush. Moniliasis merupakan penyakit infeksi jamur tersering
pada rongga mulut. Insidennya tinggi pada pasien yang sedang diobati
dengan antibiotika. Bentuk akut terlihat berupa bercak-bercak ganda,
berwarna putih, melekat dan distribusinya tidak teratur pada mukosa rongga
mulut. Pengobatannya dengan obat anti jamur.
6. Sifilis
Bentuk primernya berupa ulkus berbau dengan dasar kotor dan tepi keras.
Terapinya membutuhkan antibiotik sistemik. Infeksi lain yang dapat mengenai
bibir tetapi jarang adalah aktinomikosis, histoplasmosis, infeksi moluskum
kontagiosum, dan infeksi limfogranulomo venereum.
INFEKSI PADA RONGGA MULUT
Infeksi dalam rongga mulut sebagian besar odontogen, laserasi jaringan lunak atau
fraktur rahang. Secara anatomis infeksi dalam rongga mulut dapat meluas ke
daerah mentalis, sublingualis, rongga bukal, rongga parafaringeal, dan daerah
fascia leher.
Infeksi berat dapat menimbulkan edema yang menekan jalannya udara,
sehingga tidak jarang perlu dilakukan tindakan trakeostomi untuk menyelamatkan
pasien.
Secara umum infeksi dalam rongga mulut membutuhkan terapi antibiotik yang
adekuat. Bila ada abses kecil di daerah perikoronal perlu dilakukan drainase ke
dalam rongga mulut. Abses yang besar memerlukan tindakan insisi dari daerah
bawah mandibula, dan kemudian dipasang drain selama beberapa hari.
Infeksi pada Lidah
1. Sifilis
Penyakit ini dapat pula mengenai lidah berupa chanorea primer atau gumma
sekunder. Sifilis pada lidah selalu dihubungkan dengan tes serologis yang
positif. Ulkusnya sering berada di garis tengah daerah basis ataupun ujung
lidah. Untuk menyingkirkan neoplasma harus dilakukan biopsi. Terapinya
menggunakan antibiotika sistemik.
2. Likhen Plannus
Suatu penyakit yang mengenai kulit dan mukosa mulut. Tanda khasnya
berupa nodul yang hiperkeratosis, berwarna putih atau biru keputihan.
Penyakit ini dapat mengalami remisi spontan. Vitamin A bermanfaat pada
pengobatan penyakit ini.
Infeksi pada Rahang
Pada umumnya infeksi pada rahang terjadi akibat penyakit pada gigi atau abses
akar gigi dan osteomielitis sekunder yang terjadi karena drainase kronis pada
peradangan sinus paranasal. Osteomielitis ini ditandai dengan nyeri hebat,
sekuesterasi, dan osteolisis. Perlu dilakukan tindakan debridemen untuk keefektifan
terapinya, kemudian sekuesterektomi, drainase dan reparasi jaringan lunak yang
rusak, baru diberi antibiotika. Infeksi lain yang dapat terjadi pada rahang tetapi
jarang adalah tuberkulosa dan infeksi jamur.
Infeksi pada Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah jarang mengalami abses yang terisolir, tetapi bila ada sangat
dibutuhkan tindakan drainase. Infeksi ringan merupakan penyebab tersering
obstruksi pada duktus kelenjar ludah mayor, dan dihubungkan dengan adanya batu.
Sialadenitis supuratif akut pada kelenjar ludah akut pada kelenjar ludah mayor dapat
timbul sebagai komplikasi tindakan di mulut pada pasien yang hygiene mulutnya
kurang baik/buruk, atau jika sekresi kelenjar tersebut di bawah normal. Gejala yang
timbul dapat berat sekali yaitu sepsis dengan demam tinggi.
Terapi memakai antibiotik saja sering kurang berhasil, dan memerlukan tindakan
eksisi bedah radikal untuk kelenjar yang mengalami nekrosis. Sialadenitis rekuren
dapat timbul pada beberapa pasien yang sekresi ludahnya rendah. Dalam hal ini
diduga terjadi infeksi yang menjalar naik dari rongga mulut melalui duktus kelenjar
ludah mayor. Ligasi duktus akan memberikan hasil baik sebanyak 65 % pada
pasien. Bila tidak berhasil, perlu dilakukan ekstirpasi kelenjar tersebut.
INFEKSI PADA LEHER
1. Limfadenitis Servikalis
Secara garis besar dapat dibagi ke dalam 2 golongan besar yaitu :
a. Limfadenitis piogenik
Sering disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan streptokokus yang
menginvasi saluran pernafasan bagian atas, kulit, dan leher. Infeksi
pada kulit kepala menyebabkan juga peradangan pada kelenjar getah
bening pre- dan post-auricular, dan suboksipital. Infeksi pada rongga
mulut, tonsil, dan faring menyebabkan limfadenitis submandibular dan
jugular.
Kelenjar getah bening regional teraba membesar, lunak, mudah
digerakkan dan nyeri. Keadaan ini akan menetap untuk beberap waktu
tetapi dapat juga mengalami supurasi sehingga menimbulkan selulitis
pada jaringan subkutis di sekitarnya. Dapat juga terjadi involusi kelenjar
atau terbentuk abses di daerah leher. Infeksi primernya dapat
menyebabkan sepsis yang berat.
Terapinya dengan antibiotic yang tepat dan adekuat. Bila ada abses
harus dilakukan insisi dan drainase. Limfadenitis yang tidak membentuk
abses harus dapat dibedakan dengan limfadenitis yang spesifik karena
TBC, limfoma, atau dengan metastase proses keganasan. Untuk
membedakannya perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi.
b. Limfadenitis Spesifik Kronis
Penyakit ini masih sering dijumpai di Indonesia yang disebabkan oleh
Micobacterium tbc, penyakit ini sering mengenai anak-anak di bawah
umur 6 tahun. Timbul suatu gambaran yang khas yaitu fistula ke kulit
yang mengeluarkan secret seropurulen dengan jembatan kulit yang
sehat diantaranya. Bila luka pernah menembus timbul jaringan sikatriks.
Inilah yang disebut sebagai sklofuroderma. Biasanya pada foto thoraks
didapatkan gambaran infeksi TBC atau bekas tuberkulosa.
Pengobatannya dengan memberi terapi spesifik. Bila penyakit berjalan
progresif perlu dilakukan ekstirpasi kelenjar sebelum terjadi perkijuan.
Bila telah terjadi fistula atau sinus harus dilakukan eksisi kelenjar
bersama kulit di atasnya, kemudian kulit ditutup secara primer.
Pembesaran kelenjar getah bening ini juga harus dibedakan dengan
limfoma atau metastase tumor ganas.
2. Angina Ludwig
Infeksi ini berasal dari abses alveolus gigi yang menyebarkan ke dasar
mulut dan jaringan lunak leher. Timbul edema hebat pada leher bagian atas.
Edema juga terjadi pada glotis sehingga dapat menyumbat jalannya udara
pada saluran pernafasan. Bila tidak segera diatasi, penyakit dapat menyebar
ke paru-paru dan menimbulkan keadaan bronkhopneumoni.
Terapinya dengan antibiotik. Biasanya penisilin akan memberikan
respon cukup baik sehingga pembengkakan berkurang dengan cepat.
Rongga mulut dicuci dengan larutan sodium klorida fisiologis, insisi dan
drainase. Tracheostomi dibuat bila saluran pernafasan tersumbat. Insisi
dilakukan dengan memotong otot mylohyoideus dan tidak perlu menunggu
sampai teraba fluktuasi.
3. Abses Peritonsiler
Penyakit ini biasanya merupakan komplikasi akut, akibat penyebaran
infeksi melalui bagian bawah kapsul tonsil. Pus akan terbentuk diantara
kapsul tonsil dan otot konstriktor superior dari faring, sehingga tonsil
terdorong ke medial. Palatum mole dan ovulo tampak hiperemis. Pasien
mengeluh nyeri hebat bila menelan, dan sulit bicara. Trismus dapat terjadi
akibat iritasi otot pterigoid. Bakteri penyebabnya adalah Streptokokus
hemolitikus.
Terapinya dengan cara drainase abses dan pemberian antibiotika. Perlu
dilakukan tonsilektomi setelah peradangan tenang, mengingat seringnya
rekurensi.
4. Abses Parafaringeal
Penyakit ini biasanya terjadi sekunder setelah suatu faringitis atau tonsilitis.
Pus akan berkumpul di rongga parafaringeal. Gejala klinik menunjukkan
trismus dan leher dalam posisi ekstensi. Terapinya dengan drainase dan
pemberian antibiotika.
5. Abses Retrofaringeal
Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak dan bayi, jarang menyerang
anak-anak di atas 10 tahun. Bentuk akutnya berasal dari limfadenitis yang
pecah akibat sekunder dari faringitis. Bentuk kronisnya biasanya merupakan
penyebaran dari tuberkulosa pada vertebrata servikal.
Terapinya dengan melakukan insisi drainase dan pemberian antibiotika yang
sesuai.
ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOLOGI KELENJAR LUDAH
PENDAHULUAN
Kelenjar ludah merupakan kelenjar eksokrin yang secara embriologi berasal
dari lapisan ectoderm dan endoderm, berdasarkan ukurannya kelenjar ludah dibagi
dalam :
—
Kelenjar ludah mayor :
Kelenjar parotis, submandibula (submaxilaris) dan sub lingualis
—
Kelenjar ludah minor :
Kelenjar palatina, sublingualis minor yang terletak di bagian lateral dari dasar
mulut, kelenjar Webber yang terletak diantara duktus submaksillaris dan
permukaan lateral lidah, Kelenjar lingualis anterior Blandin Nuhn yang terdapat
dipermukaan dalam ujung lidah dan kelenjar Ebner yang terdapat dibagian
posterior lidah.
ANATOMI
1. KELENJAR PAROTIS
Merupakan kelenjar ludah terbesar dengan berat rata-rata 25 gr bentuk tidak
teratur, berlobus-lobus, warna kuning.
Terletak kira-kira dibawah meatus acusticus externus antara mandibula dengan M.
Sternocleidomastoideus, sebagian kelenjar menjorok kearah depan diatas
permukaan M. Masseter, sebagian dari yang menjorok ini biasanya terpisah sama
sekali dari kelenjar parotis, bagian ini disebut kelenjar parotis asessorius.
Kelenjar parotis diliputi oleh suatu kapsul yang berasal dari fascia colli profunda,
bagian kapsul yang menutupi permukaan superficial lebih tebal dan melekat pada
Arcus Zygomaticus. Kapsul permukaan dalam melekat pada Proscesus Styloideus,
mandibula dan bergabung dengan fascia otot-otot yang berdekatan dengan kelenjar.
Bagian fascia yang melekat pada procesus stylodeus dan angulus mandibula
biasanya lebih tebal, membentuk Ligamentum Styllomandibulare. Ligamentum ini
memisahkan kelenjar parotis dari kelenjar submandibula.
Hubungan kelenjar parotis dengan struktur disekitarnya :
Hubungan superficial :
Permukaan luar kelenjar parotis terletak subkutaneus yang ditutupi oleh kulit
dan fascia superficial, tampak bagian superfisialis duktus parotis stensen lewat ke
anterior melintasi permukaan luar M. Masseter setinggi kira-kira pertengahan antara
Zygoma dengan sudut bibir. Dekat diatas duktus parotis berjalan A/V fasialis,
tampak dibawah ujung kelenjar parotis dan berjalan diatas sejajar duktus. Pada
tepi anterior dari kelenjar parotis tampak cabang mayor N. Fascialis melewati
kelenjar melingkar kedepan dan naik menyilang M. Masseter dan Arcus
Zygomaticus. Incisi yang dibuat vertikal diatas bagian anterior kelenjar parotis akan
sangat berbahaya. Pada tepi atas kelenjar parotis, cabang temporal N. Fasialis, A/V
temporalis superfisialis dan N. Auriculotemporalis akan memotong kelenjar parotis
melintasi arcus Zygomaticum subcutaneous.
Hubungan internal :
Berdekatan dengan tepi medial kelenjar tampak A. Carotis externa dan V.
Fasialis posterior. Pada posisi ini A. Carotis externa membagi kedalam A.
Temporalis superfisialis dan A. Maksilaris interna dan V. Fasialis posterior menerima
dari cabang-cabangnya. Pada bagian anteromedial dari bagian dalam kelenjar
tampak V. Jugularis interna, A. Carotis interna, Proscessus Stylodeus dan M.
Digastricus venter posterior.
Diatas dan anterior bagian dalam kelenjar berhubungan dengan ramus mandibula
dan tepi posterior M. Pterigoid interna.
Bagian posterior berhubungan dengan Proscessus mastoideus & meatus akustikus
ekterna. Nyeri yang disebabkan pergerakan dari rahang pada parotis atau mumps
disebabkan oleh kompresi bagian dalam kelenjar oleh ramus mandibula terutama
pada dinding anterior meatus akustikus ekterna.
Ductus kelenjar parotis
Merupakan saluran keluar kelenjar parotis, panjangnya sekitar 5 cm,
merupakan penggabungan dari 2 cabang utama kelenjar ini. Berjalan ke anterior
melintasi permukaan luar M. Masseter, pada pinggir depan otot tersebut saluran ini
membelok kedalam menembus corpus adiposum pipi lalu menembus M.Bucinator,
berjalan serong kedepan antara M. Bucinator dan mucosa pipi berhadapan dengan
mahkota molar 2. Pada waktu melintas dipermukaan M.Masseter saluran ini disertai
dengan kelenjar parotis asessorius. Cabang bucalis N.Mandibularis sewaktu muncul
dari bagian belakang M.Temporalis dan M.Masseter terletak tepat dibawah saluran
ini pada pinggir depan M.Masseter.
Dinding duktus parotis sebelah luar dibungkus oleh suatu lapisan jaringan fibrosa
yang mengandung serabut-serabut otot polos sedangkan mucosanya dilapisi oleh
epitel selaput silindris. Lumenduktus berdiameter 3 mm dan sempit kearah muara.
vaskularisasi
Kelenjar parotis mendapat pendarahan dari A. Carotis externa dan
cabang-cabangnya yang terletak didalam jaringan kelenjar yaitu A. Temporalis
superfisialis, A. Fasialis Transversa dan A. Auricularis posterior.
Vena maksilaris bergabung dengan V.fasialis anterior menjadi V. Fasialis communis
dan cabang posterior bergabung dengan V. Auricularis posterior membentuk V.
Jugularis externa.
Persarafan
Oleh N. auriculotemporalis yang merupakan cabang sensoris bagian
mandibula N. Cranial V, yamg mempersarafi kulit didepan telinga, berjalan ditepi
atas parotis melawati Proscessus Zygomaticus diantara telinga luar dan Condylus
mandibula selanjutnya akan berjalan keatas melalui regio temporal menuju vertex.
N.Fasialis keluar melalui foramen stylomastoideus kemudian akan bercabang 2
yang akan melalui Isthmus parotis, kemudian pada bagian tepi kelenjar parotis akan
bercabang lagi membentuk Pes Anserinus (kaki angsa). Dua cabang utama N.
Fasialis adalah divisi Temporofasial yang bercabang menjadi rami temporalis dan
rami zygomaticus, divisi cervicofasial yang bercabang menjadi rami bucalis, rami
mandibularis dan rami cervicalis.
System limfatik
KGB daerah parotis dibagi dalam 2 kelompok yaitu didalam dan diluar kapsul,
yang diluar kapsul terletak preaurikuler. KGB ini menerima aliran limfe juga dari kulit
kepala bagian temporal dan frontal, bagian luar kelopak mata dan bagian luar
telinga. Kelompok yang didalam kapsul membentuk kelompok parotis.
KGB ini juga menerima aliran limfe dari nasopharinx bagian atas dan belakang,
palatum molle dan telinga tengah. Selanjutnya dari 2 kelompok ini cairan limfe
dialirkan kedalam KGB cervical superfisialis dan profunda.
2. KELENJAR SUBMANDIBULARIS
Bentuk kelenjar submandibularis lebih kurang oval dan terletak pada fossa
submandibularis dibawah ramus horizontal mandibula. Batas anterior dan posterior
adalah M.Digastricus.
Yang harus diketahui adalah hubungan kelenjar ini dengan ramus mandibularis yang
cabang terbawah N.Fasialis. Kerusakan saraf ini akan menyebabkan gangguan
pada ¼ bagian bawah M.orbicularis oris. Sejajar dengan N. Lingualis terdapat
duktus kelenjar submandibularis yang membawa air liur dari kelenjar submaxillaris
ke rongga mulut. Muara saluran ini pada dasar mulut membentuk papilla sublingual
disamping frenulum linguale. Pengangkatan kelenjar ini akan mengakibatkan
kerusakan N.Lingualis.
Kelenjar submandibularis mendapat darah dari cabang-cabang A.Fasialis dan
A.lingualis.
3. KELENJAR SUBLINGUALIS
Merupakan kelenjar ludah terkecil diantara kelompok kelenjar ludah mayor,
beratnya 3-4 gr. Terletak dibawah mucosa dasar mulut bagian anterior atau pada
lipatan sublingual yaitu yaitu diantara alveolus dan bagian anterior lidah. Kelenjar ini
berada diatas M. Mylohyoid dan ditutupi oleh symphisis mandibula. Bagian
posteriornya berhubungan dengan perpanjangan kelenjar submandibula kearah
anterior. Duktus ekskretoriusnya berjumlah 8-20 buah yang bermuara pada puncak
plica sublingualis pada rongga mulut, kadang-kadang beberapa saluran pada tepi
anterior bersatu membentuk saluran yang besar yang disebut duktus sublingualis
mayor (Bartholini) yang bergabung dengan duktus submandibularis.
Kelenjar ini mendapat pendarahan dari A. Sublingualis dan A. Submentalis
sedangkan persarafan oleh N. Lingualis dan Chorda tympani serta saraf simpatis
dari ganglion submandibularis.
FISOLOGI KELENJAR LUDAH
Ditinjau dari fungsinya kelenjar ludah termasuk dalam sistem pencernaan
sebab kelenjar ludah menghasilkan sekret yang berguna untuk pencernaan
makanan. Kelenjar parotis menghasilkan secret yang bersifat serous, kelenjar
sublingualis menghasilkan sekret yang bersifat mucous, sedangkan kelenjar
submandinbularis menghasilkan secret campuran serous dan mucous. Sekret yang
serous mengandung banyak ptyalin, sedangkan secret yang mucous banyak
mengandung musin. Hampir semua kelenjar ludah minor menghasilkan secret yang
mucous atau campuran kecuali kelenjar Ebner yang terdapat di posterior lidah
menghasilkan serous.
Saliva diproduksi terus menerus dan sehari dapat mencapai 1000 cc.
Berbagai bahan dapat merangsang produksi saliva, misalkan fisika (panas), kimia
(asam alkali), mekanis (karet, parafin, pasir). Mukosa mulut yang kering, iritasi
mukosa mulut, perangsangan mukosa lambung oleh makanan merupakan
rangsangan yang menyebabkan penambahan produksi saliva. Setiap perangsangan
tersebut akan merangsang saraf sensoris yang terdapat dalam mukosa mulut yang
dalam hal ini berperan sebagai serabut aferen dari suatu lingkaran refleks salivasi.
Pusat refleks salivasi berada dalam formatio retikularis pada dasar ventrikel
IV. Selain itu kelenjar ludah mendapat persarafan dari sistim otonom. Perangsangan
listrik pada chorda tympani ternyata menyebabkan peningkatan sekresi kelenjar
ludah submandibularis sedangkan perangsangan terhadap N. Auriculatotempolaris
akan meningkatkan sekresi parotis.
Saliva mempunyai peranan dalam proses pencernaan makanan walaupun
fungsi ini tidak terlalu esensial. Hal ini dapat dilihat pada kelainan congenital dimana
kelenjar ludah tidak terbentuk, ternyata tidak dijumpai gangguan yang berarti pada
proses pencernaan makanan. Ternyata setiap kelenjar mempunyai fungsi yang lebih
khusus, misalnya secret kelenjar sublingualis penting untuk mempermudah proses
menelan, secret parotis untuk mencerna makanan dan submandibula untuk
mengecap.
Secara umum fungsi saliva :
— Membasahi dan mengencerkan makanan sehingga lebih mudah ditelan dan
dikunyah.
— Melarutkan berbagai bahan yang dikandung dalam makanan sehingga
menimbulkan rasa pengecap.
— Membasahi mulut dan melindungi gigi
— Mencerna zat pati.
PATOLOGI
1. Trauma
Trauma mekanis pada wajah baik tajam maupun tumpul dapat menyebabkan
kerusakan kelenjar parotis atau terputusnya saluran kelenjar tersebut. Bila
duktusnya terputus maka kedua ujung diidentifikasi secara hati-hati kemudian
dilakukan reparasi dengan bantuan kateter dari polyethylene yang kecil yang
dimasukan melalui orificium kedalam duktus dan dijahit secara interrupted.
Pada semua laserasi di regio parotis maka harus dilakukan pemeriksaan
trauma pada N.VII. Trauma pada N.VII dapat terjadi pada cabang utama di Pes
anserinus atau pada salah satu cabangnya yang berada di kelenjar parotis.
Komplikasi yang sering terjadi pada trauma parotis adalah fistula salivakutaneus,
akibat adanya sumbatan pada duktus Stensen, sehingga kelenjar parotis
membesar. Suatu fistula salivakutaneus yang kronis memerlukan rekonstruksi
dengan membuat flat kulit.
2. Infeksi kelenjar ludah (sialadenitis)
Abses kelenjar parotis sangat jarang terjadi. Pada keadaan ini perlu dilakukan
incisi dan drainase. Infeksi ringan pada kelenjar paling sering menyebabkan
penyumbatan saluran kelenjar dan dapat pula menimbulkan terbentuknya batu.
Sialadenitis supuratif akut yang mengenai parotis atau submandibularis dapat terjadi
akibat komplikasi operasi dalam rongga mulut dengan hygiene yang jelek. Biasanya
memberikan respon yang buruk terhadap pemberian antibiotik sehingga
memerlukan eksisi yang radikal terhadap kelenjar yang nekrotik.
Parotitis kronis atau bacterial yang rekuren dapat didahului supurasi akut atau
inflamasi viral. Lebih sering adanya riwayat obstruksi duktus. Invasi bacterial yang
rekuren pada kelenjar parotis akan menyebabkan destrksi dan fibrosis dari asinus
dan ektasia duktus. Secara klinis penderita mengeluh nyeri dan pembengkakan
kelenjar yang rekuren terutama pada waktu makan.
Terapi inisial adalah dengan silagogeus (jeruk nipis) dan hidrasi oral yang adekuat
untuk menstimulir aliran saliva. Parotidektomi superficial disarankan bila terapi
konservatif yang lama gagal.
3. Kelainan metabolisma
Didalan saluran kelenjar dapat terbentuk batu (sialoflithiasis). Pada umumnya
ditemukan dekat orificium duktus. Penyebab terbentuknya batu adalah diet yang
salah atau PH saliva di rongga mulut yang abnormal. Pencegahan terbentuknya
batu pada beberapa penderita sulit dan sering dijumpai bersama infeksi kelenjar dan
diduga batu merupakan akibat sekunder. Diagnosa dapat ditegakan dengan
menggunakan sonde atau radiografi intraoral dari duktus tersebut (sialografi).
Batu terdiri dari kalsium inorganic dan garam sodium phosphat yang dideposit
dalam duktus sebgai nidus organic dari mucus/debris seluler, 80-90% dari batu
kelenjar liur terjadi pada kelenjar submandibularis dan dapat menyebabkan obstrksi
akut dari kelenjar. Bila lokasi batu telah diketahui dapat dilakukan incisi tepat pada
duktus tersebut. Pada beberapa keadaan terdapat infeksi yang residual setelah
pengangkatan batu, mungkin perlu tindakan sialodenektomi.
4. Tumor kelenjar ludah
Tumor kelenjar ludah menempati kira-kira 5 % dari seluruh tumor didaerah
leher dan kepala, kelenjar ludah mayor lebih banyak 5 kali dari kelenjar ludah minor.
Kira-kira 70-80 % merupakan tumor kelenjar parotis, 25 % tumor kelenjar
submandibula. Sekitar ¾ dari persentase tumor pada kelenjar parotis adalah jinak,
mayoritas dari tumor kelenjar ludah adalah jinak.
Ackerman dan del Regato membuat klasifiaksi tumor lidah sebagai berikut :
TUMOR JINAK :
- Pleomorphic adenoma (mixed tumor)
- Monomorphic tumor
- Oxyphilic adenoma
- Papillary cystadenoma lymphomatosum (Whartin)
- Sebaseus tumor
- Papilloma
- Lymphoepitelial lesion
- Hemangioma
- Lipoma
- Neurogenic tumor
TUMOR GANAS :
-
Malignant mixed tumor
Mucoepidermoid carsinoma
Adenoid cystic carsinoma
Acinic cell cersinoma
Squarmous cell cersinoma
Clear cell cersinoma
Malignant oncocytoma
Undifferentiated cersinoma
Metastatic tumor
Unclassified
Perbedaaan antara tumor jinak dan ganas kelenjar ludah :
1.
2.
3.
4.
KLINIS
Tngkat
pertumbuhan
Umur
Nyeri
Pemeriksaab fisik :
— Fiksasi
— Paralise N VII
— Konsistensi
— Gross Patologi
— Metastase
JINAK
Lambat (tahun)
Puncak (40 tahun)
Jarang
GANAS
Cepat (bulan)
Puncak (50 tahun)
Selalu ada
Mobile
Tidak pernah
Kistik, noduler
Well circumsrible
Tidak pernah
Terfiksir kulit dan
tulang
sering
keras
tidak ada kapsul
tulang/ jaringan sekitar
TUMOR JINAK
1. Mixed tumor
Merupakan tumor kelenjar ludah yang sering dijumpai, lebih sering pada
wanita, puncak isidensi ada usia 50 tahun. Tumbuh lambat, lobular, tumor dapat
menembus kapsul, sering kambuh setelah pengangkatan dan menjadi invasiv dan
destruktif, artinya menjadi ganas dan tidak mepunyai kapsel lagi
2. Papillary cystadenoma lymphomatosum (Whartin’s tumor)
Merupakan tumor jinak kelenjar ludah kedua tersering, lebih sering pada pria,
puncak tumor 60-70 tahun dan pada 10 kasus bilateral. Mikroskopis memberi
gambaran yang khas.
Tumor tersusun oleh epitel papiler yang bercampur jaringan limfoid.
3. Mikulicz’s disease (Lymphoepitelial lession)
Merupakan pembesaran bilateral yang simetris yang dapat mengenai kelenjar
parotis, submandibula, sublingualis dan dapat juga mengenai kelenjar palatina,
labialis dan lakrimalis. Penyakit berjalan lambat, tidak menyebabkan paralisis
N.Fasialis.
Mikroskopis memberikan gambaran yang khas yaitu adanya infiltrasi limfosit yang
tersusun dalam folikel didalam kelenjar, disertai dengan atrofi dan menghilangnya
jaringan asiner. Insiden tertinggi pada umur 31-40 tahun.
TUMOR GANAS
1. Tumor mukoepidermoid
Merupakan tumor ganas parotis yang terbanyak secara mikroskopis terbagi
dalam low grade dan high grade tumor.
Low grade tumor :
Mengandung sel-sel yang menghasilkan mukus, zat mukoid yang dihasilkannya
dapat bocor kedalam jaringan dan menimbulkan reaksi radang.
High grade tumor :
Tampak sel-sel epidermoid dan sel intermediate yang dominan.
2. Squamous cell ca
Seperti mukoedermoid berasal dari epitel duktus yang mengalami metaplasia,
gambarannya sama dengan squamous cellca ditempat lain tetapi disini lebih ganas,
metastase regional dan invasi lokal jauh lebih sering terjadi.
3. Adenocarsinoma
Merupakan tumor ganas yang cukup sering terjadi pada kelenjar ludah, gejala
terpenting adalah rasa nyeri pada kelenjar ludah yang menjalar, akibat invasi
kedalam saraf.
Secara histologi dibedakan kedalam :
- Adenoid cyst ca
Gambaran berbentuk kelenjar yang rata atau rangkaian sel yang saling
berhubungan mengandung sedikit sitoplasma terpisah dari jaringan ikat yang
mengalami degenerasi hyaline.
- Acinic cell ca (Clear cell ca)
Terdiri dari dua macam sel, satu sel berbatas jelas, sitoplasma basofil dan
granuler dengan inti kecil. Sel-sel yang lain ukurannya lebih besar, sitoplasma
jernih, kadang-kadang tersusun seperti kelenjar.
4. Malignant mixed tumor
Pada umumnya berasal dari transpormasi mixed tumor jinak dan penderita
dengan kelainan ini biasanya lebih tua dari penderita mixed tumor jinak, serta
sebelumnya telah mempunyai massa di parotis untuk waktu yang lama. Lesi yang
ganas biasanya ukurannya lebih besar dari yang jinak, perubahan menjadi ganas
biasanya disebabkan karena operasi yang kurang bersih sehingga bagian yang
tersisa kemudian mengalami degenerasi kearah ganas.
TERAPI
Prinsipnya operasi merupakan terapi terbaik untuk semua tumor kelenjar
ludah akan tetapi radiasi dapat dipertimbangkan , misalnya pada tumor yang
irresektabel. Radiasi juga diberikan pada penderita post operasi yang tidak yakin
pengangkatan tumornya telah dilakukan dengan bersih. Radioterapi pasca bedah
dapat meningkatkan angka kesembuhan.
Radiasi juga dipertimbangkan pada kasus-kasus residif yang tidak mungkin di
ekstirpasi, pada mixed tumor jinak kel.parotis, biopsi insisi merupakan
kontraindikasi. Frozen section pada operasi harus dilakukan saat operasi, bila
ditemukan tumor dengan derajat keganasan rendah misalnya asiner cell ca low
grade mukoepedermoid ca atau squamous cell ca maka kelenjar daan kemungkinan
facialis diangkaat, bila ternyata didapatkan adalah jenis keganasan tinggi misalnya
Adeno ca anaplastik maka harus disertai dengan radical neck disection. Pemakaian
methotrexate atau 5 F-U dapat menyebabkan regresi neoplasma ganas dari kelenjar
parotis atau submandibula.
KEPUSTAKAAN
1. Goldsmith; Disorders of Lymphatic system, in Sabiston: TextBook of Surgery ,
13 ed, Ugaku Shoin- Saunders Int Ed, Philadelfia, 1986, hal 1787-1807
2. Lore JM, An Atlas of Head and Neck Surgery, 2 nd ed, WB SaundersCo,
Philadelphia, 1978, hal 539-547
3. Thorek: Anatomy in Surgery, 2 nd ed, JB Lippincott Co, Philadelphia, 1963.
LESI PRA KANKER DAN KANKER KULIT
PENDAHULUAN
Satu dari lima orang amerika akan menderita kanker kulit selama masa
hidupnya dan lebih dari 97% merupakan non-melanoma skin cancer (NMSC).
Meskipun NMSC mempunyai mortalitas yang rendah, kanker ini lebih umum
dibanding dengan semua jenis kanker dan mempunyai insidensi yang lebih tinggi
dibanding kanker paru, payudara, prostat dan kolon.
Peningkatan insidensi NMSC mungkin disebabkan oleh gabungan antara
peningkatan paparan sinar matahari, melakukan aktifitas luar yang lebih sering,
perubahan medel pakaian, meningkatnya angka harapan hidup dan deplesi
ozon.Beberapa penelitian meyakini, termasuk basal cell carcinoma (BCC) dan
squamous cell carcinoma (SCC), mengkin menunjukkan meningkatnya risiko untuk
malignansi internal. Bagaimanapun, hubungan secara tepat antara kanker kulit dan
risiko malignansi internal masih belum dapat dijelaskan dengan pasti dan masih
menjadi kontroversi.
Kanker kulit merupakan salah satu tumor ganas yang sering ditemukan. Data
statistik di Bagian Patologi Anatomik FKUI (1986) menyatakan bahwa tumor ganas
kulit menempati peringkat ke-empat sesudah tumor ganas payudara, tumor ganas
kelenjar limfe dan tumor ganas serviks. Sedangkan di RSHS Bandung tahun 1995
penderita kanker kulit mencapai 158 penderita, dan merupakan kasus kanker ketiga
setelah kanker serviks dan payudara.
Berbeda dengan tumor ganas di alat lain, maka tumor ganas kulit merupakan
tumor ganas yang dapat dilihat (visible tumor) karena tumor ini terletak di
permukaan kulit. Oleh karena itu tumor ganas kulit dapat dilihat langsung, baik oleh
pasien maupun oleh dokter pemeriksa. Hal yang perlu ditonjolkan di sini ialah bahwa
tumor ganas kulit dapat didiagnosis secara dini. Persoalannya ialah apakah pasien
mencurigai kelainan itu sebagai sesuatu yang ganas dan juga apakah dokter
pemeriksa atau petugas kesehatan dapat mengenal tumor ganas ini secara dini.
Dari pengalaman di Sub Bagian Tumor Kulit FKUI /RSCM ternyata bahwa
kurang lebih 80% pasien dengan tumor ganas kulit datang pada stadium lanjut,
de-ngan disertai kerusakan-kerusakan setempat yang sukar diperbaiki atau dengan
anak sebar. Hal ini disebabkan karena pasien tidak mengetahui adanya keganasan
(faktor ignorance), pasien mencoba mengobati dirinya sendiri atau penderita lalai
mencari pengobatan atau kelalaian petugas medik yang tidak mengenal penyakit ini
pada stadium dini karena disangka penyakit kulit lain.
Data mengenai insidensi kanker kulit pada umumnya sulit diperoleh. Yang
diketahui adalah bahwa di Nederland tiap tahun ada kira-kira 15.000 penderita baru
dengan kanker kulit. Ini berarti kira-kira 100 penderita per 100.000 penduduk, suatu
insidensi yang kira-kira menyamai negara-negara Eropa Barat lain. Frekuensi ini
bertambah dan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Warna kulit, pemaparan
kepada cahaya matahari dan faktor-faktor eksogen memegang peran penting di
samping bertambah tingginya umur penduduk.
Beberapa tumor kulit maligna terjadi dalam kelainan kulit premaligna yang
meskipun di sini juga tidak terdapat angka-angka yang eksak, lebih frekuen lagi
insidensinya. Kemungkinan perubahan maligna dalam berbagai dermatosis
premaligna berbeda-beda; kadang-kadang terdapat suatu interval yang sangat lama.
FAKTOR ETIOLOGI
Sebagian besar tumor kulit terjadi sebagai akibat kerusakan multikausal
jangka panjang epidermis. Faktor yang paling dikenal adalah cahaya matahari.
Terutama pada orang yang banyak terpapar cahaya matahari, seperti para pelaut,
petani, dan orang yang banyak pergi ke daerah tropik, pada umur lanjut terjadi
didaerah kulit yang terbuka (muka, kepala, punggung tangan) perubahan-perubahan
aktinik. Dari spektrum cahaya matahari terutama bagian ultraviolet yang memberi
kerusakan terbesar. Terutama pembakaran oleh cahaya matahari dalam hal ini
merupakan faktor penting. Penderita yang mempunyai kulit dengan sedikit pigmen,
jadi cepat menderita pembakaran oleh cahaya matahari, mempunyai risiko terbesar.
Faktor lain adalah mekanisme reparasi molekul DNA dalam inti sel. Jika mekanisme
ini (sering familial) sedikit banyak terganggu maka kemungkinan terjadinya tumor
kulit lebih besar. Kemungkinan reparasi yang mengalami defek ekstrem kita dapati
pada penyakit kulit familial resesif xeroderma pigmentosum dengan terjadinya
banyak tumor maligna mulai umur muda. Juga pada melanoma dipikirkan
kemungkinan korelasi dengan pengaruh cahaya matahari, ditambah dengan
pertahanan imunologik kulit terhadap sinar ultraviolet terhambat. Akhirnya diketahui
juga bahwa radiasi sebelumnya, pembentukan sikatriks yang luas dan proses
inflamasi kronik (misalnya sikatrises luka bakar, ulkus kruris, fistula), mempunyai
peran juga. Kontak dengan zat-zat toksik, sering sebagai akibat dari pekerjaan,
dapat menyebabkan timbulnya tumor kulit. Ter misalnya sering dipakai dalam
onkologik eksperimental.'untuk menimbulkan tumor. Karena pengaruh terapi dengan
arsenikum, dahulu sering digunakan, terjadi keratosis yang cukup karakteristik, yang
dapat berkembang menjadi tumor maligna.
DERMATOSIS PREMALIGNA/ LESI PRAKANKER
Ke dalam dermatosis premaligna sering juga dimasukkan kelainan preinvasif,
tetapi yang dalam prinsip sudah maligna, morbus Bowen, morbus Queyrat dan
morbus Paget. Naevi melanositik kongenital, baik yang kecil maupun yang sangat
besar) waktu ini dianggap membawa risiko.
Lesi pra kanker (Lesi pra ganas, Precancerous lesions) adalah suatu tumor
jinak atau suatu tumor non neoplasma yang dalam perjalanan penyakitnya dapat
berubah menjadi ganas. Pada saat ditemukan, lesi pra kanker itu bukan merupakan
tumor ganas, namun jika dibiarkan sewaktu-waktu dapat menjadi ganas; kapan ia
menjadi ganas, tidak diketahui. Dapat terjadi dalam waktu singkat, tapi dapat pula
terjadi dalam waktu lama. Perubahan menjadi ganas diketahui bila pada lesi
tersebut mengalami perubahan, seperti membesar, timbul ulkus, dan lain-lain.
Kelainan kulit premaligna yang paling banyak terdapat adalah keratosis
aktinika atau keratosis senilis. Keratosis ini terdapat pada selaput lendir terutama
pada perokok dalam bentuk leukoplakia yang kemudian dapat berubah dalam
karsinoma planoselular. Pada kulit keratosis terutama terdapat pada muka( terutama
pada telinga, punggung hidung, kepala) dan selanjutnya pada punggung tangan.
1. Actinic Keratosis (solar keratosis)
Merupakan suatu lesi yang mengandung keratinosit, yang terbentuk
pada kulit yang terpapar sinar matahari akibat dari radiasi sinar matahari
kronis. Lesi ini juga dapat terbentuk karena sinar ultra violet buatan, atau dari
sumber radioaktif. Terjadinya lesi ini juga dipengaruhi faktor genetik, seperti
rambut pirang, mata biru, lebih sering terkena.
Lesi ini biasanya asimptomatik, multipel, berwarna kuning kecoklatan,
keras, berupa papula yang bersisik, kasar, permukaannya keratotik dan
dasarnya eritematous. Lokasi yang sering terkena adalah wajah, dorsum
manus, dada atas, punggung, dan bibir bawah. Lesi ini timbul dari dalam
epidermis.
Lesi ini dimasukkan ke dalam lesi pra kanker karena sekitar 20% akan
2.
3.
4.
5.
6.
berubah menjadi karsinoma sel skuamosa (SCC). Beberapa cara
penatalaksanaannya adalah: penyemprotan dengan nitrogen cair
(cryosurgery), kuretase dengan electric cauter, dan penggunaan aplikasi
topikal 5-FU.
Keratosis Radiasi (Radiation Induced Keratosis)
Keratosis pra-kanker ini terjadi akibat radiasi ionisasi baik diagnostik
maupun terapi. Radiodermatitis, terjadi pada penderita yang menjalani
radioterapi. Gambaran keratosis radiasi serupa dengan gambaran actinic
keratosis. Sedikit perbedaan adalah pada gambaran histopatologis, dimana
gambaran struktur vaskular yang rusak/hilang lebih hebat. Sekitar 20% lesi ini
akan berubah menjadi keganasan; yaitu sekitar 2/3 nya menjadi BCC,
sedangkan 1/3 nya menjadi SCC. Terapi lesi ini serupa dengan terapi actinic
keratosis.
Keratosis Arsenik (arsenical keratosis)
Arsenik banyak digunakan sebagai insektisida, fungisida, dan herbisida.
Paparan kronis arsenik dalam jumlah banyak akan menimbulkan suatu lesi
yang keras, kekuningan, plak hiperkeratosis, terutama pada daerah telapak
tangan dan telapak kaki. Jumlahnya sangat banyak, sehingga menyulitkan
terapinya. Terapi yang digunakan adalah kuretase, cryotherapy, laser
destruction, dan topikal 5 FU. Lesi ini berpotensi menjadi BCC maupun SCC.
Bowen’s Disease (Squamous Cell Carcinoma in situ)
Merupakan intraepidermal squamous cell carcinoma in situ yang dapat
mengenai setiap daerah kulit, namun tersering pada daerah yang banyak
terpapar matahari, seperti wajah, leher, dan ekstremitas. Banyak mengenai
usia tua diatas 60 tahun. Lesi ini memberikan gambaran papulosquamous,
membesar lambat dengan batas yang tegas, berupa plaque bulat sampai
ireguler, permukaan kasar, bersisik, hiperkeratosis dan eritematous. Sekitar
3-5% akan menjadi SCC, sisanya tetap sebagai carcinoma in situ. Etiologi
penyakit ini belum diketahui.
Xeroderma Pigementosum
Merupakan penyakit keturunan, autosomal resesif, dengan adanya
kelainan / cacat pada DNA repair enzymes. Kulit penderita mengalami
kekeringan dan hiperpigmentasi. Penderita akan mudah terbakar sinar
matahari, dan beberapa kelainan akan tampak pada daerah yang lama
terpapar matahari, seperti eritema, bullae, dan edema. Pada penderita ini
juga terbentuk “freckles” pada daerah yang terapapar matahari. Penyakit ini
merupakan risiko tinggi terkena BCC, SCC, atau melanoma maligna.
Nevi (Naevi, Nevus, tahi lalat)
Sekitar 70% penderita melanoma maligna mempunyai riwayat nevi
pada daerah kankernya. Nevi displastik merupakan risiko tinggi untuk
terjadinya MM, terutama bila mempunyai riwayat keluarga dengan MM. Nevi
kongenital yang besar juga mempunyai risiko keganasan pada 20% kasus,
sehingga untuk profilaksis dianjurkan semua nevi congenital berukuran lebih
dari 2 cm untuk di eksisi.
KANKER KULIT
Kanker kulit dibedakan atas kelompok Melanoma dan ketompok Non
Melanoma. Kelompok Non Melanoma dibedakan atas Karsinoma Sel Basal,
Karsinoma Sel Skuamosa dan karsinoma adneksa kulit.
Faktor-faktor yang berperanan dalam mekanisme karsinogenesis keganasan pada
kulit diantaranya:
sinar matahari: merupakan faktor utama terjadinya kanker. Sembilan puluh
persen kanker pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari
karsinogen: arsenik, radiasi, batubara, obat immunosupresi
trauma dan inflamasi kronik : osteomielitis, dermatitis, lupus eritematosus
faktor herediter: xeroferma pigmentosum, sindroma basal cell nevus
infeksi: HPV tipe 5,8,16,18
onkogen: mutasi anti-oncogene p53
KARSINOMA SEL BASAL
Karsinoma sel basal atau basalioma adalah neoplasma maligna dari
"nonkeratinizing cell" yang terletak pada lapisan basal epidermis dan merupakan
karsinoma kulit non melanoma terbanyak.
Patogenesis basalioma yang telah banyak diketahui adalah peran paparan
sinar ultra violet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi pada gen
supresor Disamping itu telah banyak pula dipelajari adanya peran faktor keturunan
pada patogenesis basalioma seperti yang terjadi pada Nevoid basal cell carcinoma
syndrome, Bazex syndrome, Rombo syndrome dan Unilateral basal cell nevus
syndrome. Dipelajari pula peran "immuno suppressor dalam patogenesis basalioma,
tetapi mekanisme pastinya belum diketahui.
Lokasi tersering adalah daerah muka sekitar hidung, sifatnya sangat jarang
bermetastasis tetapi mempunyai kemampuan infiltrasi yang tinggi.
Faktor predisposisi untuk terjadinya basalioma antara lain: Jenis kulit terang
(tipe I & II) dan albino yang rentan terhadap paparan sinar matahari yang lama,
Paparan sinar X untuk terapi acne pada wajah, Sindrome nevus basal (autosomal
dominan), Intoksikasi arsen yang kronik, Ulkus kronik dan fistula.
Klasifikasi Histopatologi
- Superficial basal cell carcinoma
- Nodular' basal cell carcinoma
- Infiltrative (morpheaform, aggressive growth) basal cell carcinoma
- Pigmented basal cell carcinoma
- Cystic basal cell carcinoma
- Fibroepithelioma of Pinkus (FEP)
Stadium Klinis
TNM - AJCC 2002
T diperiksa dengan pemeriksaan fisik
N diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imaging
M diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imaging
Staging:
Kanker Kulit
Stadium TNM
T
Tumor Primer
0
Tx
= Tidak dapat dievaluasi
To
= Tidak ditemukan
Tis
= Kanker in situ
T1
= Tumor ukuran terbesar < 2cm
I
Tis.N0.M0
T1.N0.M0
|II
T2.N0.M0
T2
= Tumor ukuran 2 s/d 5 cm
T3.N0.M0
T3
= Tumor > 5 cm
T4
III
IV
Tumor menginvasi struktur
ekstradermal dalam,
misalnya kartilago, otot skelet
atau tulang
T4.N0.M0
N
Nodus Regional
Tiap
T.N1.M0
Nx
= Tidak dapat diperiksa
N0
= Tidak ada metastasis nodus
regional
N1
= Ada nodus regional
M
Metastasis jauh
Mx
= Tidak dapat diperiksa
M0
= Tidak ada metastasis jauh
M1
= Ada metastasis jauh
Tiap T.N.M1
Prosedur Diagnostik
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis
Dikeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat pula lesi
tersebut berupa borok yang tidak sembuh-sembuh.
2. Pemeriksaan Fisik
Gambaran klasik dikenal sebagai "ulkus rodent" yaitu ulkus dengan tepi tidak
rata, warna kehitaman di daerah perifer tampak hiperplasia dan di sentral tampak
ulkus. Bentuk lain yang tidak klasik, tergantung dari variasi klinis, yaitu :
1. Jenis Modulo ulseratif (paling sering)
Lesi : mula-mula papul / nodul, diameter < 2 cm, tepi meninggi, permukaan
mengkilat, sering ada telangiektasi, kadang dengan skuama halus dan krusta
tipis. Warna seperti mutiara kadang translusen keabu-abuan atau
kekuningan. Tumbuh lambat, bagian tengah timbul cekungan à ulserasi
(ulkus rodens).
2. Jenis berpigmen
Gambaran sama dengan nodulo ulseratif hanya berwarna coktat / hitam
bintik-bintik atau homogen.
3. Jenis "morphea like" atau fibrosing (agak jarang)
Lesi : bentuk plakat, warna kekuningan, tepi tidak jelas, kadang tepi meninggi.
Pada permukaan tampak beberapa folikel rambut yang mencekung
(gambaran klinik, seperti sikatrik), kadang tertutup krusta yang metekat erat
(jarang utserasi).
4. Jenis superficial
Lokasi : badan, leher, kepala.
Lesi: bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi meninggi seperti kawah.
Dapat meluas secara lambat, ulserasi.
5. Jenis fibroepitelial
Lokasi : punggung.
Lesi : soliter, nodul keras, sering bertangkai pendek. Permukaan halus,
sedikit kemerahan (mirip fibroma).
6. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (sindroma Gorlin Galzt). Autosomal
dominan, sindroma terdiri dari:
a. Kelainan kulit:
- Ca sel basal multiple jenis nevoid
- Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki.
- Milia, lipoma, fibroma.
b. Kelainan tulang :
- Kista pada rahang
- Kelainan tulang iga dan tulang belakang (scoliosis, spinabifida)
c. Kelainan system saraf:
- Perubahan neurologik (EEC abnormal, cerebeller meduloblastoma)
- Retardasi mental
d. Kelainan mata :
- katarak, buta kongenital.
e. Lain-lain :
- Kalsifikasi falks serebri
- Fibroma ovari dengankalsifikasi
- Kista limfatik di mesenterium
7. a. Jenis "linier and generalized follikuler basal cell nevi" (jarang). Sejak
lahir. Lesi: jenis linier, berupa nodul, komedo dan kista epidermal tersusun
seperti garis dan unilateral. Lesi tetap dengan bertambah usia.
b. Jenis "Generalized follikuler" : ada kerontokan rambut terhadap akibat
kerusakan folikel rambut karena pertumbuhan tumor
Nose
Round, nodular, pearly tumor
Telangiectasias
Scaly crust
Red-brown, eczematous lesions
Scaly crust
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos di daerah lesi untuk melihat infiltrasi, kalau perlu dilakukan CT-scan
2. Biopsi insisi/eksisi untuk menentukan diagnosis histopatologis
Prosedur Terapi
Dalam penatalaksanaaan basalioma, kita harus mencapai
Eksisi lesi primer yang radikal
- Rekonstruksi dengan memperhatikan fungsi dan kosmetik terutama yang di
daerah wajah.
Terapi yang dianjurkan adalah eksisi luas dengan safety margin 0,5 - 1 cm.
Bila radikalitas tidak tercapai, diberi terapi adjuvant radioterapi. Untuk lesi di daerah
canthus, nasolabial fold, peri orbital dan peri auricular, dianjurkan untuk melakukan
Mohs micrographic surgery (MMS). Bila tidak ada fasilitas, dapat dilakukan eksisi
luas. Untuk lesi di kelopak mata dan telinga dapat diberikan radioterapi.
Rekonstruksi daerah lesi dapat dikerjakan dengan :
- Penutupan primer
- Penutupan dengan tandur kulit secara STSG / FTSG (Split / Full tchickness
skin graft)
- Pembuatan flap
Untuk lesi rekurendianjurkan tindakan eksisi luas.
KARSINOMA SEL SKUAMOSA
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari keratinizing cell
dengan karakteristik anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal dan berpotensi
metastasis
Patogenesis karsinoma set skuamosa sama seperti karsinoma sel basal yaitu :
adanya peran paparan sinar ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya
mutasi gen supresor, disamping itu terdapat pula peran imunosupresi dan infeksi
virus.Karsinoma sel skuamosa dapat pula terjadi pada parut/scar luka bakar, yang
disebut sebagai Marjolin ulcer.
Yang berisiko tinggi untuk mendapat kanker kulit adalah penderita kelainan
pre kanker (xeroderma pigmentosum, keratosis senilis, compund nevus, multiple
dysplatic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar matahari, terpapar sinar pengion,
arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan fistula, immuno supresi, dsb.
Insidens tertinggi pada usia 50 - 70 tahun, paling sering pada kulit berwarna
di daerah tropik. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Lesi dapat timbul dari kulit
normal atau dari lesi prakanker, pada orang kulit kulit putih hal ini diduga akibat
rangsangan sinar ultraviolet, karsinogen kimia (Coal tar, arsen, hidrokarbon
polisiklik). Sedangkan pada kulit berwarna : predisposisi trauma, ulkus kronik,
jaringan parut dan dapat pula terjadi dari fistel yang tidak sembuh-sembuh
Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi
terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit berwarna : ekstremitas
bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus).
Large area with multiple actinic keratoses
Ulcer
Klasifikasi Histopatologi
Disamping itu perlu dilaporkan pula gradasi histopatologisnya, yaitu
Gx :
Gradasi diferensiasi tidak dapat diperiksa
G1 :
Diferensiasi baik
G2 :
Diferensiasi sedang
G3 :
Diferensiasi buruk
G4 : Tidak berdiferensiasi (undifferentiated)
Stadium Klinis
Klasifikasi TNM
T - :Tumor Primer
Tx :Tumor primer tidak dapat diperiksa
T0 :Tidak ditemukan tumor primer
Tis:Karsinoma in situ
T1 : Tumor dengan ukuran terbesar <2 cm
T2 :Tumor dengan ukuran terbesar >2 s/d <5 cm
T3 :Tumor dengan ukuran terbesar >5 cm
T4 :Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, seperti kartilago, otot skelet
atau tulang
N -:Kelenjar getah bening regional
NX:Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa
N0: Tidak ditemukan metastasis kelenjar getah bening
N1:Terdapat metastasis kelenjar getah bening regional
M -: Metastasis jauh
MX: Metastasis jauh tidak dapat diperiksa
M0: Tidak ada metastasis jauh
M1: Terdapat metastasis jauh
Stadium
Stadium 0 Tis
NO
MO
Stadium I
NO
MO
Stadium II T2,T3
NO
MO
Stadium III T4
NO
MO
Tiap T
N1
MO
Tiap T
Tiap N
M1
Stadium
IV
T1
Prosedur Diagnostik
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis
Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah
berdarah, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran bunga kol
2. Pemeriksaan Fisik
Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh
progresif, mudah berdarah danm pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau
yang khas. Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya
metastasis regional dan tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru, hati, dll.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi, dan CTScan/ MRI atas
indikasi
2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi:
- Lesi <2 cm dilakukan biopsi eksisional,
- Lesi > 2 cm dilakukan biopsi insisional
Prosedur Terapi
Terapi untuk SCC hampir sama dengan.basalioma. Jenis tindakan tergantung
dari ukuran lesi, lokasi anatomi, kedalaman invasi, gradasi histopatotogi dan riwayat
terapi.
Prinsip terapi yaitu eksisi radikal untuk lesi primer dan rekonstruksi penutupan
defek dengan baik. Penutupan defek dapat dengan cara penutupan primer, tandur
kulit atau pembuatan flap. Untuk lesi operabel dianjurkan untuk eksisi luas dengan
safety margin 1 - 2 cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberikan radioterapi adjuvant.
Untuk lesi di daerah cantus, nasolabiat fold, peri orbital dan peri aurikular,
dianjurkan untuk Mohs micrographic surgery (MMS), bila tidak memungkinkan
maka dilakukan eksisi luas.
Untuk lesi di kepala dan leher yang menginfiltrasi tulang atau kartilago dan
belum bermetastasis jauh, dapat diberikan radioterapi.
Untuk lesi di penis, vulva dan anus, tindakan utama adalah eksisi luas,
radioterapi tidak memberikan respon yang baik.
Untuk kasus inoperabel dapat diberikan radioterapi preoperatif dilanjutkan
dengan eksisi luas atau MMS.
Untuk kasus rekurens sebaiknya dilakukan MMS atau eksisi luas.
Bila terdapat metastasis ke kgb regional, dilakukan diseksi kgb, yaitu diseksi
inguinal superfisial, diseksi aksila sampai level llatau diseksi leher modifikasi radikal.
MELANOMA MALIGNA
Melanoma maligna ialah neoplasma maligna yang berasal dari sel melanosit.
Disamping di kulit dapat pula terjadi pada mukosa. Di Amerika Serikat melanoma
maligna merupakan tumor ganas nomor 6 atau 7 terbanyak. Melanoma maligna
dapat terjadi pada semua usia dan paling banyak pada usia 35-55 tahun, insidensi
pada pria sama dengan wanita.
Faktor risiko yang diketahui untuk terjadinya melanoma antara lain :
Congenital nevi>5% dari luas permukaan tubuh, riwayat melanoma sebelumnya,
faktor keturunan, dysplastic nevi syndrome, terdapat 5 nevi berdiameter >5mm,
terdapat 50 nevi berdiameter >2mm, riwayat paparan/terbakar sinar matahari ter
utama pada masa anak-anak, ras kulit putih, rambut berwarna merah, mata
berwarna biru, frecles/bintik-bintik kulit, tinggal di daerah tropis, xeroderma
Digmentosum.
Melanoma termasuk kanker kulit yang sangat ganas, bisa terjadi metastasis
luas dalam waktu singkat melalui aliran limfe dan darah ke alat-alat dalam.
Klasifikasi Histopatologi
Lentigo melanoma maligna (LMM)
Superfisial spreading melanoma (SSM)
Nodular Malignant Melanoma (NMM)
Acral Lentigenous Melanoma (ALM)
Stadium Klinis
AJCC EDISI 2002
Pentahapan TNM pada melanoma maligna kulit sama dengan pentahapan
pTNM yang didasarkanpada pengukuran kedalaman infiltrasi tumor (Clark Level)
dan ketebalan tumor (Breslow).
Bila tidak ada kecocokan antara kedua ukuran ini, maka pT yang diambil
adalah keadaan yang paling buruk TNM
pT
pT0
pTis
pT1
pT2
pT3
pT4
: Tumor primer
: Tidak ada tanda tanda tumor primer
: Melanoma in situ (clark level I), Hiperplasia atipik melanosit, (tidak ganas)
: Ketebalan tumor 1mm atau kurang
pT1a: Clark level II atau III tanpa ulserasi
pT1b: Clark level IV atau V tanpa ulserasi
: Ketebalan tumor lebih dari 1mm, tidak lebih dari 2mm
pT2a: tanpa ulserasi
pT2b: dengan ulserasi
: Ketebalan tumor lebih dari 2mm, tidak lebih dari 4mm
pT3a: tanpa ulserasi
pT3b: dengan ulserasi
: Ketebalan tumor lebih dari 4mm
pT4a: tanpa ulserasi
pT4b: dengan ulserasi
Nx
: syarat-syarat minimal untuk menetapkan keadaan kelenjar getah bening
regional
N0
: tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional;
N1
: metastasis pada 1 KGB
N1a: Metastasis Mikroskopis
N2a: Metastasis Makroskopis
N2
: Metastasis pada 2 atau 3 KGB regional atau metastasis regional
intralimfatik
N2a: Nodul Metastasis Mikroskopis
N2b: Nodul Metastasis Makroskopis
N2c: Satelit atau metastasis in-transit tanpa metastasis regional
N3
: Metastasis pada 4 atau lebih KGB regional, atau metastasis KGB regional
yang melekat, atau satelit atau metastasis in-transit dengan metastasis KGB
regional
** metastasis in-transit adalah metastasis yang meliputi kulit atau jaringan subkutan
lebih dari 2 cm dari tumor primer tapi tidak didalam KGB.
M0
M1
: Tidak terdapat metastasis jauh
: Metastasis jauh
M1a: Kulit, jaringan subkutan, atau didalam KGB regional
M1b: Paru-paru
M1c: Sisi lain, atau dimana terdapat peningkatan serum LDH
STADIUM KLINIK
STADIUM HISTOPATOLOG1K
Stadium 0
Tis
Stadium IA
T1a
NO
Stadium IB
T1 b
NO
Stadium IIA
NO
MO
MO
MO
T2a
NO
MO
T2b
NO
MO
T3a
NO
MO
Stadium 0
pTis
Stadium IA
pT1a
NO
MO
Stadium IB
pT1 b
NO
MO
pT2a
NO
MO
pT2b
NO
MO
pT3a
NO
Stadium HA
NO
MO
MO
Stadium IIB
T3b
NO
MO
T4a
NO
MO
Stadium IIC
T4b
NO
MO
Stadium III
TiapT N1
MO
TiapT N2
MO
TiapT N3
MO
Stadium IV
Stadium MB
pT3b
NO
MO
pT4a
NO
MO
Stadium IIC
pT4b
NO
MO
Stadium IIIA
pT1-4a N1a
MO
pT1-4a N2a
MO
pT1-4b N1a
MO
Stadium IIIB
TiapT TiapN M1
pT1-4b N2a
MO
pT1-4a N1b
MO
pT1-4a N2b
MO
pT1-4a/bN2cMO
Stadium IIIC
pT1-4b N1b MO
pT1-4b N2b MO
Tiap pT N3
Stadium IV
MO
Tiap pT TiapN M1
Klasifikasi Clark
Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis (insitu)
Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis
Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan
papilaris dan retikularis dermis.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis
Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan.
Kiasifikasi Breslow
Golongan I
:kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm
Golongan II
:kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm - 1,5 mm
Golongan III :kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5 mm
Prosedur Diagnostik
Anamnesis
Keluhan utama : tahi lalat yang cepat membesar, tumbuh progresif, gatal, mudah
berdarah dan disertai tukak.
Pemeriksaan fisik
•Tumor di kulit berwarna coklat muda sampai hitam, bentuk nodul, plaque, disertai
luka. Kadang-kadang tidak berwarna ( amelanotik melanoma )
Lesi bersifat :
A (Asymetri)
: tidak teratur
B (Border)
: tepi tak teratur
C (Colour)
: warna bervariasi umumnya
D (Diameter)
: > 6 mm
E (Elevation)
: permukaan yang tidak teratur
• Pemeriksaan kelenjar getah bening regional.
• Pemeriksaan metastasis jauh ke paru dan hati.
Pemeriksaan penunjang:
1. Radiologi:
• Rutin: X-foto paru, USG Abdomen (hati dan KGB para Aorta para Iliaca).
• Atas indikasi : X-foto tulang di daerah lesi, CT-Scan, MRI.
2. Sitologi: FNA, inprint sitologi.
3. Patologi:
a) Biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat diferensiasi sel.
b) pemeriksaan specimen operasi:
• Tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi sel, luas dan
dalamnya infitterasi, radikalitas operasi.
• Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang positif, infasi tumor ke
kapsul atau ekstranodal, tinggi level,metastasis.
4. Biopsi: prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka oleh karena dibutuhkan
informasi mengenai kedalaman tumor. Biopsi tergantung pada anatomical sitenya.
1. a. bila diameter lebih dari 2 cm.
b. bila secara anatomi sulit (terutama di daerah wajah)-> dilakukan
insisional biopsi
2. bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan safety margin 1 cm
(diagnostik dan terapi).
Specimen dikirimkan dengan mapping dan diberi tanda batas- batas sayatan.
Variasi gambaran klinis :
1. Lentigo melanoma maligna (LMM)
Lesi: coklat seperti kehitaman, beberapa cm, tepi irreguler, pada permukaan
dijumpai bercak- bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat
menjadi nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik.
2. Superfisial spreading melanoma (SSM)
Lokasi: wanita : tungkai bawah
Laki-laki : badan dan feher.
Lesi: plak archiformis berukuran 0,5 - 3 cm tepi meninggi, irreguler, dapat mencapai
2 cm dalam 1 tahun à nodul biru kehitaman pada permukaan terdapat campuran
bermacam- macam warna seperti coklat, abu- abu, biru, hitam, sering kemerahan.
3. Nodular Malignant Melanoma (NMM)
Lokasi: laki- laki: punggung, dapat pada setiap lokasi.
Lesi: Nodul bentuk setengah bola (dome shaped ) atau poiipoid dan eksofitik,
warna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman dapat mengalami ulserasi
perdarahan, timbul lesi satelit.
4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM) ;
Lokasi: letak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, ibu jari tangan.
Irregular contour
Dark area of pigmentation
Irregular.borders
Light pigmentation
Prosedur Terapi
Primer: Tindakan wide eksisi dengan safety margin sesuai kriteria ketebalan, dan
dilakukan rekonstruksi
Sampai dengan ketebalan 0,76mm, safety margin 1cm
Antara 0,76mm-1,5mm safety margin 1,5 cm
Ketebalan >1,5mm safety margin 2 cm
Bila hasil safety margin tidak sesuai dengan ketebalan Breslow harus
dilakukan re-eksisi secepatnya sampai dasar(fascia)
Regional: Pada limfonodi secara histopatologi positif, dilakukan diseksi limfonodi
Di daerah inguinal: deep (atas indikasi: ulkus, multiple limfonodi)
Di daerah aksila: hingga level II
Di daerah leher: RND
Adjuvant terapi: Pada stadium III dapat berupa immunoterapi, radioterapi, dan
kemoterapi.
Intransit
: Kombinasi terapi
Recurrent
: Dilakukan reevaluasi
Lokal
: Eksisi luas ulang
Regional
: Bila sebelumnya belum dilakukan diseksi, dilakukan
diseksi+adjuvant
Bila sudah pernah diseksi, dilakukan radiasi
Metastasis
: Paliatif teratment
KEPUSTAKAAN
Djoko H, Perotokol Pelaksanaan Kanker Kulit, PERABOI 2003, p.73-87
Glenn Goldman, MD, Assistant Professor, Department of Internal Medicine,
Division of Dermatology, University of Vermont College of Medicine,
www.emedicine.com, 2005
Michael L Ramsey, MD, Department of Dermatology, Dermatologic Surgery Unit,
Geisinger Medical Center, www.emedicine.com, 2005
Mukawi TJ, Registrasi Kanker Berdasarkan Patologi di Bandung tahun 1995,
Yayasan Kanker Indonesia
Murphy GF. Sellheyer K. Mihm MC, The Skin,Pathologic Basis of Disease , 7th ed
International Edition,2005, p1227-1271
Neering H. Kroon BBR, Tumor Kulit, Onkologi, Panitia Kanker RSUP dr Sardjito
Yogyakarta, 5th edition, 1999, p443-465
Schwartz Ls, Skin and Subcutaneous Tissue, Principles of surgery, 7th ed
International Edition, Mc Graw hil International Book p.513 – 530
Sobin, L.H. Wittekind, Ch. UICC TNM Classification of Malignant Tumor, 6 th edition.
Wiley Liss, 2002. p.119-130
Vernon K. Kim AM, Melanoma and Other Cutaneous Malignancies, Basic Science
and Clinical evidence, Essential Practice of Surgery, Springer, 2003, p671-680
Wagner, Richard F. Castaciato, Dennis A. Skin Cancers, in: Manual of Clinical
Oncology, 4th edition. Lippincot Williams & Wilkins, 2000. p.336-348
Wendy Brick, MD, Assistant Professor of Medicine, Department of Internal
Medicine, Division of Hematology and Oncology, Mecklenburg Medical Group,
www.emedicine.com, 2005
NEOPLASMA RONGGA MULUT
PENDAHULUAN
Keganasan pada rongga mulut diperkirakan mencapai 30.000 kasus baru
setiap tahunnya. Dari berbagai penelitian telah jelas didapatkan hubungan antara
paparan tembakau dengan perkembangan penyakit ini. Selain itu alkohol pun
berperan sebagai koagen, diduga kuat karena efek topikalnya. Daerah mukosa yang
berkontak lama dengan alkohol merupakan daerah yang beresiko tinggi untuk
mengalami pertumbuhan kanker.
Kebiasaan merokok bukanlah satu-satunya agen etiologi bagi kanker rongga
mulut. Banyak faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyakit ini, dimana faktor
yang paling signifikan adalah kecenderungan secara genetik. Faktor genetik ini
berhubungan dengan peningkatan faktor risiko, termasuk di dalamnya adalah
mutagen sensitivity (sensitivitas mutagen) yang menyebabkan terjadinya defisiensi
DNA repair. Hal-hal dapat digolongkan ke dalam mutagen sensitivity adalah antara
lain:xeroderma pigmentosum, Fanconi’s anemia, dan ataxia-telangiectasia. Marker
genetik lainnya yang relevan ialah adanya pengaruh terinduksinya enzim
cytochrome P-450.
Faktor risiko lainnya bagi terjadinya kanker rongga mulut adalah diet.
Pasien-pasien dengan defisiensi vitamin A dapat dianggap beresiko untuk
mengalami transformasi maligna mukosa mulut. Diet tinggi buah-buahan dan
sayuran ternyata dapat memberikan efek perlindungan. Iritan kronis seperti
mouthwash, higiene gigi yang buruk, dan juga penyakit sifilis oral dapat pula menjadi
faktor etiologi terjadinya keganasan rongga mulut.
Penelitian tentang etiologi virus pun telah dilakukan. Diduga herpes simplex
virus tipe I berperan pula sebagai agen etiologi. Meskipun demikian, ketidak
mampuan mengidentifikasi herpes simplex virus tipe I-related protein pada
kasus-kasus keganasan rongga mulut telah menimbulkan pertanyaan mengenai
signifikansi dari virus tersebut. Pada beberapa penelitian telah berhasil diidentifikasi
human papilloma virus tipe 2,11, dan 16. Faktor-faktor transkripsi papilloma ketika
diinsersikan dengan DNA manusia ternyata dapat menyebabkan perubahan
mekanisme kontrol dari replika gen yang normal. Walaupun insidensi kanker rongga
mulut ini berkisar antara 2-5% dari semua keganasan pada manusia, namun secara
keseluruhan prognosisnya masih buruk, dengan angka kematian yang cukup tinggi
yaitu 2,4% dari semua kematian akibat kanker.
Buruknya prognosis ini dikarenakan penemuan dini kanker ronga mulut
sudah stadium lanjut (60%) serta sifat biologis, lokasi topografi serta
penatalaksanaan terapi yang belum adekuat.
Secara onko anatomis dan ketetapan WHO 1973, kanker rongga mulut
adalah merupakan keganasan yang terletak pada daerah peralihan antara traktus
respiratorius bagian atas dan traktus digestivus, yaitu daerah antara cutan vermilllion
junction di bagian luar dan sircum valatae papillae perbatasan palatum durum dan
molle di bagian belakang, yaitu meliputi keganasan pada bibir, gusi, pipi, dasar
mulut, lidah palatum dan trigonum retromolar.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia frekuaensi relatif kanker rongga mulut ini adalah 3,57%
(Marwoto dan Rukmini, 1988). Terbanyak pada usia 55-65 tahun dan dapat
bervariasi antara 40-70 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan
adalah 1:1 yang sangat berbeda dengan laporan dari Barat yaitu 4:1.
Predileksi yang paling banyak adalah: lidah, diikuti bibir, ginggiva, dasar
mulut, mukosa pipi dan palatum.
ETIOLOGI
Seperti tumor ganas lainnya belum diketahui penyebabnya, adapun faktor
resiko tinggi adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tembakau (merokok)
Alkoholisme dan sirosis hepatis
Oral hygiene yang buruk
Sifilis tertier
Iritasi sinar matahari dan iritasi kronik lainnya
kebiasaan hidup seperti: mengunyah sirih.
7. Leukoplakia dan eritroplakia.
DIAGNOSTIK
Klinis
Sebenarnya untuk menegakkan diagnosis klinis atau kecurigaan adanya
kanker rongga mulut tidaklah terlalu sukar. Dengan melakukan pemeriksaan
lokoregional yang teliti (meliputi anamnesia, riwayat penyakit, inspeksi dan palpasi)
dan menemukan kondisi-kondisi seperti di bawah ini:
- Ulserasi atau erosi mukosa kronis tidak sembuh-sembuh.
- Adanya indurasi tumor akibat infiltrasi ke daerah sekitar dan lebih dalam yang
dirasakan sebagai suatu pembengkakan.
- Adanya ulserasi atau kelainan dalam mulut disertai pembesaran KGB leher.
- Adanya lesi di mulut dan sukar buka mulut.
- Adanya leukoplakia atau eritroplakia dengan faktor resiko di atas.
Diagnosa pasti dengan melakukan pemeriksaan histopatologi, yang didapat
melalui Biopsi eksisi pada kasus yang operable dan biopsi insisi pada kasus yang
inoperable.
Prosedur Diagnostik
- Anamnesa, Inspeksi dan Palpasi merupakan langkah pertama.
- Biopsi merupakan diagnosa pasti
- Imaging : CT-scan dan MRI untuk melihat perluasan tumor.
Hispatologi
Sebagian besar kanker rongga mulut, secara histopatologis adalah
squamous cell carcinoma (>82%) sebagian kecil jenis yang lain seperti; Adeno
karsinoma, adenoid kistik karsinoma atau undifferentiated.
Penentuan Stadium Klinik
Klasifikasi TNM System dari UICC (UICC, 1978)
T
: Tumor Primer
Tis
: Carsinoma in situ
T0
: Tidak ada tumor primer
Tx
: Tumor primer tidak bisa ditentukan
T1
: Tumor < 2 cm pada diameter terbesar
T2
: Tumor > 2 cm sampai dengan 4 cm
T3
: Tumor > 4 pada diameter terbesar
T4
: Tumor sudah menginfiltrasi tulang, otot, kulit, leher, dll.
N
N0
Nx
N1
N2
N3
: Kelenjar Getah Bening
: Tidak ada meta ke KGB
: KGB tidak dapat ditentukan
: Ditemukan pembesaran KGB homolateral mobile
: Ditemukan pembesaran KGB Kontralateral atau bilateral mobile
: Ditemukan pembesaran KGB immobile
M
M0
Mx
M1
: Metastase jauh
: Tidak ada metastase jauh
: Metastase jauh tidak dapat ditentukan
: Ditemukan metastase jauh
Stage Grouping
Stage Grouping Based on American Joint Committee
on Cancer Staging Criteria
Stage
0
I
II
III
IV
T
Tis
T1
T2
T3
T1
T2
T3
T4
Classification
N
N0
N0
N0
N0
N1
N1
N1
N0
M
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
Invasi atau infiltrasi lokal
Lesi keganasan dasar mulut dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya sampai
ke tulang mandibula. Lesi di mukosa pipi biasanya terdapat setinggi pertemuan gigi
atas dan bawah (level oklusi) dan biasanya menyebar superficial. Invasi ke dalam
akan sampai ke muskulus pterigoideus dan hal ini juga akan menyebabkan trismus.
Lesi disepanjag alveolus biasanya berlokasi di daerah premolaratau molar dan lebih
sering terdapat di gusi bagian bawah. Jika terjadi di gusi bagian atas dapat
menyebar cepat ke sinus maksilaris. Lesi di palatum durum lebih jarang, dan kalau
adapun biasanya tipe histologis adenokarsinoma lebih sering dari pada
skuamosasel karsinoma.
Lesi di bibir biasanya di bibir bawah lebih sering, lama kelamaan dapat menginvasi
muskulus orbikularis oris. Lesi pada lidah biasanya terdapat sepanjang 2/3 tepi lidah
bagian depan, dapat menginfiltrasi otot-otot lidah sampai dalam dan mencapai basis
lidah. Juga dapat menginvasi dasar mulut. Kedua keadaan ini menyebabkan
keadaan lidah sukar digerakkan. Penyebaran sampai ke dasar lidah mempunyai
prognosis yang buruk
Penyebaran melalui Sistem Limfatik
Stasion pertama yang terkena adalah kelenjar-kelenjar submandibularis dan
subdigastrik yang merupakan level pertama dari rangkaian kelenjar getah bening
jugularis. Zagar dkk. Mengemukakan bahwa saat diagnosis ditegakkan untuk
karsinoma bibir +15% sudah ada metatasis ke kelenjar getah bening, sedangkan
untuk karsinoma yang berlokasi dalam rongga mulut lainnya 35-40 % sudah
bermetastasis ke kelenjar getah bening yaitu jugulo-digastrik dan submandibula.
Metastasis kelenjar betah bening ini tergantung pula pada lokasi tumor primer,
stadium (T) tumornya dan deferensiasi tumor secara hispatologis. Dikatakan bahwa
pada karsinoma lidah yang terletak 1/3 depan kemungkinan bermetastasis ke
kelenjar getah bening leber 29%, 1/3 tengah 30% dan 63% untuk yang 1/3
belakang.
Mendelson dengan data-datanya menyatakan bahwa apabila kelenjar getah
bening leher sudah positif, maka harapan hidup lima tahun untuk tumor-tumor yang
berlokasi di ginggiva hanya 55%, dasar mulut 385 dan lidah 26%. Dan apabila
kelenjar getah bening itu masih negatif harapan hidup untuk 5 tahun masing-masing
85%, 75% dan 78%.
Penyebaran Hematogen
Empat belas persen dari kasus-kasus dapat ditemukan metastasis jauh
walaupun menurut Mendelson dkk, hanya 4% kasus yang mati akibat metastase
jauh ini. Zagar dkk. Menemukan metastasis secara hematogen 15-20% kasus dan
ini terutama jenis yang berdiferensiasi buruk
THERAPI
Tujuan Therapi:
1. Pemberantasan/menghilangkan penyakit kanker dari tubuh penderita.
2. mengusahakan/mengembalikan fungsi fisiologis sedapat mungkin.
3. Mempertahankan/mengusahakan pengembalian fungsi kosmetik seoptimal
mungkin.
Pembedahan
Eksisi tumor umumnya dilakukan dengan tepi sayatan 1-2 cm di luar indurasi
tumor sudah bebas tumor, namun perlu dilakukan pemeriksaaan “potong beku” tepi
sayatan terutama pada daerah yang dicurigai karena lapangan yang sempit. Yang
infiltratif dan ulseratif harus lebih hati-hati untuk melakukan luas sayatan karena
untuk free margin memerlukan eksisi yang lebih luas.
Namun laporan bebas tumor tidaklah merupakan jaminan untuk tidak terjadi
rekurensi lokal, dan sebaliknya “laporan tepi sayatan belum bebas” secara
mikroskopis tidaklah mutlak akan terjadi rekurensi lokal walaupun rasionalnya tepi
sayatan yang belum bebas akan menyebabkan angka rekurensi lokal lebih tinggi
dan prognosis lebih buruk.
Untuk itu Loree and Strong E. menganjurkan diberikan therapy adjuvant
radiasi sesudah pembedahan. Marginal mandibulektomi perlu dilakukan untuk lesi
yang berdekatan/berbatasan dengan mandibula dan belum mengadakan
invasi/destruksi pada mandibula.
Penatalaksanaan NO
Status kelenjar getah bening leher pada penatalasanaan squamous cell
carcinoma leher kepada kepala adalah sangat penting, karena merupakan salah
satu pactor prognostic yang bermakna. Oleh karena itu assesment yang tepat atau
pemeriksaan yang teliti sangat diperlukan. Untuk N yang positif (N1, N2)
permasalahannya tidaklah sukar yaitu untuk lokoregional kontrol suatu keharusan
dilakukan radical neck diseksi atau modified radical neck diseksi. Sedangkan
penatalaksanaan NO, masih kontroversial; berkisar antara pendapat :
-
Observasi saja
Biopsi
Modified Radical Neck Dissection
Radical Neck Dissection
Radiasi
Hal ini disebabkan tiada lain, karena kenyataan kesalahan dalam melakukan
assement NO itu berkisar antara 10-50%.
Atas dasar inilah rasionalitas untuk melakukan MRND atau RND pada klinis NO
pada rongga mulut dan Byers berpendapat bahwa MRND adalah treatment of
choice pada NO karena dengan cara ini akan memberikan regional kontrol yang baik
dan meningkatkan survival secara keseluruhan tanpa menurunkan kualitas.
Sebaliknya apabila RND dilakukan setelah N klinis positif, ternyata kegagalan
(regional kontrol atau neck failure) lebih besar kemungkinannya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Badellino FG; Margarine G:Staging of Oral Cancer: Tecnique and Therapeutic
Implications. Oral Oncology Vol. II Ed. AK Varma 1991
Mendelson , B.C. CS. : Oral Cancer. Surgical Clinic of North America, Vol 37
No.3, Juni 1977
Loree TR, Strong EW: Significance if positif margin in Oral Cavity Squamous
Cell Carninoma. The America Journal of Surgery Vol. 160. 1990
Marwowinoto, M : Kasrinoma di rongga mulut. Muktamar IKABI ke VIII, 1984 di
Ujung pandang
5.
6.
7.
8.
Tjindarbumi, D., Ramli, Albar A.: Penanganan kanker Mulut di Bagian Bedah
FKUI/RSCM, dibacakan pada syimposium 1992.
Tjindrabumi, D., Ramli, M., Albar A.: Penatalaksanaan kanker Rongga Mulut,
MABI XI, Medan, 1993.
Philip Rubin, Clinical Oncology 8th Edition: Cancer of the Oral Cavity, W.B.
Sauders Company. P: 426-429, 2001.
Scahantz, SP., Harrison, LB., Forastiere, AA., Tumor of the Oral Cavasity and
Paranasal Sinuses, Nasopharynx of Oncology, Lippincot-Raven, 6 th Edition,
Philladelphia, 2001, p. 797-851.
Unresolved links:
http://www.emedicine.com/
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
javascript:void(null)
http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@d:/em/ga?book=derm&authorid=1269&topicid=
401
http://www.emedicine.com/
http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@d:/em/ga?book=derm&authorid=2304&topicid=
47
http://www.emedicine.com/
http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@d:/em/ga?book=med&authorid=3421&topicid=
1386
http://www.ecu.edu/
http://www.emedicine.com/
Download