TUMOR JARINGAN LUNAK PENDAHULUAN Istilah jaringan lunak diartikan sebagai jaringan ikat yang berada di luar rangka (skelet). Secara embriologik berasal dari mesenkhim. Proses keganasan yang berasal dari mesenkhim disebut sarkoma, dengan pengecualian tumor yang tumbuh dari sel-sel Schwann karena secara morfologik dan klinik mempunyai persamaan dengan tumor ganas jaringan lunak maka digolongkan ke dalam sarcoma pula. Kelainan pada jaringan lunak pada awalnya tidak bisa dibedakan antara neoplastik dan non neoplastik. Pada akhir 1800-an dan awal 1900-an baru bisa dibedakan neoplastik dan non neoplastik karena adanya evolusi pemeriksaan histopatologi yang lebih akurat dengan mikroskop. Beberapa ahli yang berperan dalam perkembangan ini adalah Morgagni dan Rotatanski. Virchow membuat klasifikasi histologis berdasarkan gambaran mikroskopis yang memisahkan sarkoma dari karsinoma dan dipublikasikan pada tahun 1863. Terminologi untuk neoplasma soft tissue pada awalnya masih sangat membingungkan dan terminologi ini menjadi semakin jelas setelah Stout dan Lattes pada tahun 1940 membuat klasifikasi neoplasma soft tissue berdasarkan pada jenis sel dari mana tumor itu berasal. Keganasan pada jaringan lunak dikenal sebagai sarkoma jaringan lunak atau Soft Tissue Sarcoma (STS) merupakan keganasan yang jarang ditemukan, terdiri dari berbagai jenis kelompok tumor. Istilah STS didasarkan pada sekelompok tumor ganas yang timbul dari jaringan lunak ekstra skeletal tubuh dan tumor-tumor ini dikelompokkan bersama karena mempunyai kesamaan dalam gambaran patologi dan sifatnya. Istilah Sarkoma berasal dari kata Yunani "Sarx" yang berarti tumbuh menjadi gemuk (Flesh Growth) dan tambahan kata oma yang berarti tumor. Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara Epidermis dan tulang serta organ visceral, termasuk otot, tendon, jaringan fibrous, lemak dan jaringan synovial. Walaupun keganasan yang berasal dari epitel disebut karsinoma namun keganasan yang berasal dari mesothelium dan endothel vaskuler dan limfatik dimasukkan ke kelompok sarcoma. STS berasal dari jaringan mesenkim dan juga tumor yang berasal dari neuroectodermal dimasukkan ke kelompok sarkoma karena mempunyai gambaran klinis dan sifat yang mirip dengan sarkoma yang berasal dari jaringan mesenkim. INSIDENSI Di Amerika Serikat setiap tahunnya ditemukan 4.500 kasus tumor ganas jaringan lunak dan kematian yang disebabkan oleh tumor ini sebanyak 1.600 orang. Secara keseluruhan tumor ganas jaringan lunak hanya menduduki 0,7% dari semua proses keganasan, akan tetapi untuk anak dibawah 15 tahun tumor ini menduduki 6,5%. EPIDEMIOLOGI Tidak banyak yang diketahui mengenai epidemiologi ataupun faktor penyebab yang berperan pada pasien dengan tumor ganas jaringan lunak. Walaupun dikatakan bahwa predisposisi genetik tidak terbukti pengaruhnya dalam terjadinya tumor ganas ini namun penyelidik lain ada yang mendapatkan kasus keganasan ini mengenai anggota keluarga yang berdekatan. Penyelidik lain menemukan sarkoma pada anak-anak dan orangtuanya menderita kanker (terutama kanker payudara). Adapula yang mengemukakan kasus kanker payudara sebagai kanker sekunder disamping liposarkoma sebagai tumor primernya. Ada pula yang menemukan insidensi kelainan bawaan yang meninggi pada anak-anak dengan sarkoma jaringan lunak. Terdapat kecenderungan frekuensi yang meningkat pada pasien-pasien dengan penyakit yang diturunkan secara genetik seperti basal cel nevus syndrome, multiple neurofibromatosis, poliposis intestinalis dan sindrom Gardner. Trauma agaknya tidak mempunyai peranan. Zat kimia yang perlu diperhatikan adalah asam fenoksi-asetat (sejenis herbisida) dan khlorofenol (zat pengawet kayu). “Ionizing irradiation” dapat menyebabkan sarkoma, akan tetapi jarang terjadi di daerah badan yang diberi radioterapi; walaupun demikian ada juga penyelidik yang menemukan fibrosarkoma pada dinding dada dan penderita yang menjalani radioterapi untuk karsinoma payudara yang telah menjalani mastektomi. Beberapa benda asing yang “ditanam” pada badan ada yang dapat menimbulkan sarkoma seperti logam, peluru ataupun selongsongnya walaupun waktu yang diperlukan cukup lama (kira-kira 40 tahun). Tempat yang dikenai sarkoma bisa dimana saja pada badan, akan tetapi yang akan dibicarakan disini hanyalah sarkoma yang terdapat di luar viscera. STS jarang ditemukan dan bisa ditemukan di mana saja di tubuh. Insidensnya hanya sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7 - 15% dari seluruh keganasan pada anak. Di Amerika Serikat setiap tahun ditemukan sekitar 7800 kasus baru STS. Sampai saat ini telah diketahui ada lebih dari 50 jenis STS dengan berbagai macam grading dan kemampuan metastasis. Muller, Hadju dan Brennan (1987) melaporkan bahwa lymphedema kronik akibat operasi, radiasi atau infeksi parasit bisa menyebabkan timbulnya lymphangiosarcoma dan jauh sebelumnya Stewart dan Treves pada 1948 sudah pernah melaporkan kasus limphoangiosarcoma pada extremitas superior yang ditemukan pada penderita karsinoma mamma yang diberi radioterapi pasca mastektomi. Brady, Gaynor dan Brennan (1992) juga melaporkan bahwa lymphangiosarcoma juga bisa terjadi pada penderita yang dimastektomi dengan oedema lengan yang minimal. Hanya sekitar 4 - 11% Soft Tissue Sarcoma yang bermetastasis dan sekitar 80% metastasis ke paru-paru, pleura dan mediastinum. Metastasis paling sering secara hematogen dan hanya sekitar 5% yang metastasis secara limfogen. Chondrosarcoma dan Osteogenicsarcoma merupakan bone sarcoma yang primernya di tulang tapi bisa juga ditemukan sebagai tumor primer di soft tissue, disebut "Extraskeletal Osteogenicsarcoma" dan "Extraskeletal Chondro-sarcoma" tapi sangat jarang ditemukan. INSIDENS A. Umur /Sex/ Ras STS jarang ditemukan, bisa ditemukan pada semua kelompok umur, pada anak-anak paling sering pada umur 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak pada umur 45 - 50 tahun. Pada laki-laki sekitar 1% sedang wanita 0,6%. STS lebih sering ditemukan pada anak-anak dari pada dewasa dan menduduki peringkat ke 5 sebagai penyebab kematian pada kelompok umur di bawah 15 tahun. Hadju, Shiu dan Brennan (1988) dalam penelitiannya melaporkan rata-rata STS ditemukan pada umur 51 tahun dan secara umum tidak ditemukan perbedaan jenis kelamin namun Desmoid Tumor lebih cenderung terjadi pada wanita. Insidens STS pada berbagai ras atau suku bangsa tertentu tidak diketahui dan tidak pernah dilaporkan dalam literatur. B. Lokasi Anatomis : Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada Ekstremitas Inferior yaitu sebesar 46% (75% di atas lutut), 13% di ekstremitas superior, 30% di tubuh ( 40% di retroperitoneum ), 9% di kepala-leher dan 1% di tempat lainnya. Pada ekstremitas inferior, tumor bisa ditemukan pada tungkai, kaki juga di bokong dan inguinal, pada ekstremitas superior, tumor bisa ditemukan pada lengan, tangan, bahu dan aksila sedang pada tubuh, tumor bisa ditemukan pada punggung, dinding dada dan abdomen. C. Metastasis : Metastasis umumnya secara hematogen sedang secara limfogen sangat jarang terjadi dan prognosisnya sangat jelek. Metastasis paling sering ke paru-paru (34%), hepar (25%), tulang (23%) dan SSP (3%). Metastasis limfogen lebih sering ditemukan pada tipe histologis tertentu seperti Synovial Sarcoma, myxoid liposarcoma dan rhabdomyosarcoma.High grade tumor mempunyai kemungkinan lebih besar (> 50%) untuk metastasis dan terjadi rekurensi dibandingkan dengan Low grade Tumor (< 15%). Donohue dkk (1988) melaporkan bahwa metastasis yang terjadi pada Low Grade tumor di ekstremitas sebesar 14%. ETIOLOGI Umumnya STS tidak mempunyai etiologi yang jelas, walaupun sudah banyak faktor predisposisi atau faktor yang berkaitan telah diketahui. A. Genetik Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya STS seperti Multiple Neurofibromatosis, Tuberous Sklerosis, Werner's Syndrome, Intestinal Poliposis, Gardner's Syndrome dan Basal Cell Nevus Syndrome. Dari data penelitian, diduga mutasi genetik pada stem sel mesenkim dapat menimbulkan sarkoma, ada beberapa gen yang sudah diketahui mempunyai peranan dalam kejadian sarkoma antara lain gen RB-1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam terjadinya STS, gen lain yang juga diketahui punya peranan adalah gen MDM-2 (Murine Double Minute 2), gen ini bisa menghasilkan suatu protein yang dapat mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan menginaktivasi gen tersebut. B. Radiasi STS dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar radiasi seperti pada penderita Ca. Mamma dan Limfoma Malignum yang mendapat radioterapi. Halperin dkk memperkirakan risiko terjadinya sarkoma pada penderita Hodgkin yang diradiasi adalah 0,9%. Terjadinya STS dan Bone Sarcoma akibat pemaparan radiasi sudah diketahui sejak 1922, walaupun jarang ditemukan prognosisnya jelek dan umumnya high grade. Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah Malignant Fibrous Histiocytoma (MFH) dan angiosarcoma atau Lymphangiosarcoma. Jarak waktu antara radiasi dan terjadinya sarkoma diperkirakan sekitar 11 tahun. C. Bahan Kimia Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat menimbulkan sarkoma tapi belum bisa dibuktikan. Pemaparan terhadap Thorium Dioxide (Thorotrast) suatu bahan kontras bisa menimbulkan angiosarkoma pada hepar. Selain itu, Asbes juga diduga dapat menimbulkan Mesothelioma sedang polyvinyl Chloride dapat menyebabkan Hepatic Angiosarcoma. D. Trauma Sekitar 30% kasus Soft Tissue Sarcoma mempunyai riwayat trauma. Posner dkk (1989) melaporkan bahwa 8 dari 12 kasus Desmoid Tumor abdomen yang diteliti ada kaitannya dengan trauma atau kehamilan sedang Ratimo dkk dalam penelitiannya melaporkan bahwa 13 dari 40 pasien Desmoid Tumor di abdomen yang diteliti mempunyai riwayat trauma operasi pada lokasi tumor. Walaupun sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatrks lama, luka bakar dan riwayat trauma tapi semua ini tidak pernah bisa dibuktikan. E. Limphedema Kronik Hadju dkk (1988) melaporkan bahwa Limphedema kronik akibat operasi atau radiasi dapat menimbulkan Lymphangiosarcoma dan Stewart dan Treves pada 1948 sudah pernah melaporkan kasus Lymphangiosarcoma pada extremitas superior yang ditemukan pada penderita karsinoma mamma yang diberi radioterapi pasca mastektomi. F. Infeksi STS dapat juga disebabkan oleh infeksi parasit yaitu filariasis, pada penderita limphedema kronik akibat obstruksi filariasis dapat menimbulkan Lymphangiosarcoma. HISTOPATOLOGI Patogenesis STS tidak jelas dan pada sarkoma tidak ditemukan perubahan yang berbentuk insitu. Walaupun sarkoma terdiri dari berbagai tipe yang berbeda tapi ada beberapa tumor dengan tipe yang berbeda namun mempunyai gambaran klinik dan patologik umum yang sama. Sifat tumor pada kebanyakan tipe sarkoma juga mirip dan sifat ini lebih ditentukan oleh lokasi, grading dan ukuran tumor dari pada tipe histologisnya. Ada beberapa STS yang histologisnya ganas dan mempunyai kemampuan invasi lokal secara agresif tapi jarang sekali metastasis, misalnya Desmoid Tumor, Dermatofibrosarcoma Protuberans dan well different-tiated Liposarcoma. Sekitar 33% STS adalah Low Grade, cenderung tumbuh secara lokal dan invasi secara agresif tapi yang metastasis hanya pada 14% kasus. Beberapa subtipe histologis tertentu terjadi pada penderita usia muda yaitu : Embryonal Rhabdomyosarcoma, Synovial sarcoma dan Alveolar soft part sarcoma dan Desmoid Tumor. Ada 3 subtipe histologis Soft Tissue Sarcoma yang paling sering ditemukan yaitu : Malignant Fibrous Histiocytoma (MFH), Liposarcoma dan Leiomyosarcoma. Pada ekstremitas yang paling sering adalah MFH dan Liposarcoma, sedang pada retroperitoneum yang paling sering adalah Liposarcoma dan Leiomyosarcoma. Sarkoma pada tubuh yang sering ditemukan adalah MFH, Fibrosarkoma dan Liposarkoma sedang pada kepala-leher yang paling sering adalah Fibrosarkoma (19%), MFH (18%) dan Embryonal Rhabdomyosarcoma (17%) dan umumnya sarkoma kepala-leher adalah tumor high grade. Jenis sarkoma yang paling sering ditemukan akibat radiasi adalah Osteosarcoma mungkin karena tulang lebih banyak menyerap radiasi dibandingkan dengan jaringan lainnya. Sarkoma lain yang bisa juga diakibatkan radiasi adalah MFH dan lymphangiosarcoma. Pada pemeriksaan histopatologis STS sering terjadi perbedaan pendapat antara para ahli patologi terutama pada kasus yang poorly differentiated dan undifferentiated karena pada kasus demikian sering tidak jelas dari mana asal tumor tersebut. STS umumnya diklasifikasikan sesuai dengan jaringan normal yang mirip dengan tumor tersebut ( Walaupun umumnya STS berasal dari jaringan mesoderm tapi tumor yang berasal dari peripheral nervous system (ektoderm) dan beberapa tumor yang tidak jelas histogenesisnya juga dimasukkan ke dalam kelompok sarcoma. Ada sekitar 10 - 20% sarkoma yang tidak jelas histologisnya dan tidak bisa diklasifikasikan sehingga ada sekitar 30% kasus STS, klasifikasinya bisa berbeda diantara beberapa patolog. . KLASIFIKASI PATOLOGIK Secara patologik dari jaringan lunak ada yang tergolong betul-betul jinak, ada yang walaupun jinak tapi mempunyai sifat melakukan invasi ke jaringan sekitarnya sehingga secara morfologik mirip sarkoma dan pada terapinya memerlukan tindakan yang lebih cermat (misalnya tumor desmoid atau “aggressive fibromatosis”), ada pula kelainan non-neoplasma yang sangat mirip suatu keganasan yaitu “myositis ossificans” yang merupakan reaksi terhadap trauma dimana secara histopatologik ditemukan mitosis dalam jumlah yang banyak sehingga seringkali sukar membedakannya dari yang ganas. Beberapa ahli patologi mengemukakan angka-angka penemuannya dengan persentase yang kadang-kadang berbeda jauh, dan perbedaan tadi sangat bermakna, hal ini menunjukkan bahwa dalam mendiagnosa tumor ganas jaringan lunak secara histopatologik sangat sukar. KLASIFIKASI HISTOLOGIS SOFT TISSUE TUMOR I. Fibrous Tumor A. Benign Tumor B. Fibromatoses C. Malignant Tumors - Fibrosarcoma : a. Adult Fibrosarcoma b. Congenital or Infantile Fibrosarcoma c. Inflammatory Fibrosarcoma II. Fibrohistiocytic tumors A. Benign Tumors B. Intermediate Tumors C. Malignant Tumors - Malignant Fibrous Histiocytoma : a. Storiform-pleomorphic Fibrous Histiocytoma b. Myxoid Fibrous Histiocytoma c. Giant Cell Fibrous Histiocytoma (Malignant Giant Cell Tumors of Soft Parts) d. Xanthomatous (Inflammatory type) Fibrous Histiocytoma III. Lipomatous tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Liposarcoma : a. Well-differentiated Liposarcoma b. Lipoma like Liposarcoma c. Sclerosing Liposarcoma d. Inflammatory Liposarcoma e. Myxoid Liposarcoma f. Round Cell ( poorly differentiated myxoid ) Liposarcoma g. Pleomorphic Liposarcoma h. Dedifferentiated Liposarcoma IV. Smooth muscle Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Leiomyosarcoma - Epithelioid Leiomyosarcoma V. Skeletal Muscle Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Rhabdomyosarcoma : a. Embryonal Rhabdomyosarcoma b. Botryoid Rhabdomyosarcoma c. Spindle Cell Rhabdomyosarcoma d. Alveolar Rhabdomyosarcoma e. Pleomorphic Rhabdomyosarcoma - Rhabdomyosarcoma with ganglionic differentiation ( ectomesen-chymoma ) VI. Tumors of blood and lymph vessels A. Benign Tumors B. Intermediate Tumors C. Malignant Tumors - Angiosarcoma and Lymphangiosarcoma - Kaposi's Sarcoma - Follicular dendritic cell sarcoma VII. Perivascular Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Malignant Glomus Tumor - Malignant Hemangiopericytoma VIII. Synovials Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Synovial Sarcoma a. Biphasic ( fibrous and epithelial ) Synovial Sarcoma b. Monophasic ( fibrous or epithelial ) Synovial Sarcoma - Malignant Giant Cell of Tendon Sheath IX. Mesothelial Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Malignant Solitary fibrous Tumors of Pleura and Peritoneum - Diffuse Mesothelioma a. Epithelial Diffuse Mesothelioma b. Fibrous ( spindled, sarcomatoid ) Diffuse Mesothelioma c. Biphasic Diffuse Mesothelioma X. Neural Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - MPNST ( Malignant Schwannoma, Neurofibrosarcoma ) a. Malignant Triton Tumor ( MPNST with Rhabdomyo-sarcoma ) b. Glandular MPNST ( Malignant Glandular Schwannoma) c. Epithelioid MPNST ( Malignant Epithelioid Schwannoma) - Malignant Granular Cell Tumor - Clear Cell Sarcoma ( Malignant Melanoma of Soft Part ) - Malignant Melanocytic Schwannoma - Gastrointestinal Autonomous Nerve Tumor ( Plexosarcoma ) - Primitive Neuroectodermal Tumor a. Neuroblastoma b. Ganglioneuroblastoma c. Neuroepithelioma ( Peripheral Neuroectodermal Tumor ) d. Extraskeletal Ewing's Sarcoma XI. Paraganglionic Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Malignant Paraganglioma XII. Extraskeletal Cartilaginous and Osseus Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Extraskeletal Chondrosarcoma a. Well-differentiated Chondrosarcoma b. Myxoid Chondrosarcoma c. Mesenchymal Chondrosarcoma - Extraskeletal Osteosarcoma XIII. PluripotentialMesenchymal Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Malignant Mesenchymoma XIV. Miscellaneous Tumors A. Benign Tumors B. Malignant Tumors - Alveolar Soft Part Sarcoma - Epithelioid Benign Tumors - Malignant Extrarenal Rhabdoid Sarcoma - Desmoplastic Small Cell Tumor XV. Unclassified Tumors TUMOR JINAK JARINGAN LUNAK Tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat (“fibrous tissue”) § Fibroma Tumor ini berkapsel (bersimpai) dan ukurannya hanya beberapa sentimeter saja. Ada 2 jenis fibroma yaitu : 1. Fibroma molle (fibroma yang lunak), terletak dalam jaringan subcutan, bertangkai (padunculated), terdiri dari jaringan ikat dan lemak dan ditutupi epidermis. 2. Fibroma durum (fibroma yang keras), yaitu lesi yang bertangkai seringkali terdapat pada mukosa mulut sebagai akibat dari oklusi gigi yang kurang baik. Terapi dengan eksisi. § Elastofibroma Lesi ini jarang didapat, biasanya terdapat di bawah otot skapula dan seringkali melekat pada dinding toraks. Lesi ini jinak dan tidak pernah kambuh dengan enukleasi. § Tumor Keasby Nama lain dari tumor ini adalah “juvenile aponeurotic fibroma” biasanya mengenai telapak tangan dan kaki, pada anak-anak dan dewasa muda. Lesi ini menginfiltrasi jaringan lemak subcutan dan otot tetapi tidak mengadakan metastase. Bila pengangkatan tidak sempurna akan terjadi kekambuhan. § Congenital Generalized Fibromatosis Kelainan ini biasanya terdapat pada waktu bayi dilahirkan, ditandai dengan adanya nodul multipal tersebar luas, serta secara diffus mengenai jaringan ikat baik yang permukaan maupun yang dalam, termasuk viscera dan tulang. Biasanya menyebabkan kematian karena alat-alat tubuh yang vital juga terkena. § Hermatoma Fibrosa pada bayi Lesi ini terutama mengenai lelaki pada tahun pertama, ditandai adanya massa soliter pada ketiak, lengan, kepala dan leher. Jaringan yang dikenai terutama dermis dan lemak subcutan dan ukurannya bisa cukup besar. Terapi dengan eksisi lokal. § Noduler Fasciitis Lesi ini disebut juga pseudosarcomatous fasciitis atau proliferative fasciitis secara morfologik sangat mirip fibrosarkoma tapi terapinya cukup dengan eksisi lokal. Permulaannya tumbuh dengan cepat dalam beberapa minggu dan kemudian berhenti pertumbuhannya; biasanya tidak melebihi 5 cm. Rekurensi terjadi pada 10 %. § Tumor Desmoid Nama lainnya aggressive fibromatosis atau musculoaponeurotic fibromatosis. Kelainan ini mempunyai kecenderungan mengadakan infiltrasi secara luas ke jaringan sekitarnya. § Abdominal Desmoid Tumor Terjadi pada jaringan aponeurotik otot dinding perut terutama pada wanita yang post-partum. Terapinya adalah eksisi. § Extra-Abdominal Desmoid Tumor Biasanya terdapat pada daerah yang secara teknis sukar untuk dilakukan eksisi misalnya di sendi bahu, lipat paha dan tungkai serta tidak berkapsel. Tumor ini secara lokal mengadakan infiltrasi dan destruktif walaupun tidak mengadakan penyebaran. Terapinya adalah dengan melakukan reseksi luas dan pinggiran sayatan harus bebas tumor agar tidak terjadi residif. Bila eksisi luas tidak memungkinkan maka dilakukan terapi radiasi, dan hasilnya cukup memuaskan. Tumor jinak dari otot serat lintang § Rhabdomyoma Tumor ini sangat jarang, tempat yang biasa dikenal adalah lidah, otot leher, uvula bagian larynx, rongga hidung, ketiak, vulva dan jantung. Tumor ini jinak dan terapinya adalah dengan eksisi-simpel. Tumor jinak dari otot polos § Leiomyoma Tumor ini jarang ditemukan di luar uterus atau saluran urinarius. Dapat pula ditemukan pada kulit dan jaringan subcutan mungkin berasal dari otot polos pembuluh darah. Terapinya adalah dengan eksisi simpel. Tumor jinak dari jaringan lemak § Lipoma Tumor ini merupakan tumor jinak yang sering ditemukan dan bisa timbul dimana terdapat jaringan lemak. Biasanya letaknya di permukaan tetapi bisa pula berasal dari jaringan lemak yang dalam letaknya. Tanda yang karakteristik adalah multiobulated dan ukurannya bisa kecil sampai besar sekali dan mencapai beberapa kilogram. Terapinya adalah dengan melakukan enukleasi. Tumor jinak dari jaringan synovial § Ganglion Ganglion merupakan kelainan yang multilokuler, fibrous, merupakan kista dan terdapat terutama pada dorsalis manus. Tumbuhnya berasal dari jaringan synovial yang menjulur keluar. Terapinya dengan melakukan eksisi simpel. Tumor jinak dari jaringan syaraf § Neurilemoma Kelainan ini berupa suatu tumor yang berkapsel dan disebut pula schwannoma biasanya hampir selalu berupa lesi soliter. Terapinya adalah dengan melakukan reseksi biasanya jarang kambuh. § Neurofibroma Neurofibroma juga tumbuh dari sel Schwann, bedanya dengan neurilemoma adalah bahwa pada tumor ini tidak berkapsel dan konsistensinya lebih lunak. Bisa tumbuh multipel di beberapa tempat. Terapinya adalah dengan melakukan eksisi simpel, biasanya tidak residif. Multiple neurofibromatosis adalah yang disebut penyakit Von Recklinghausen. Pada kelainan ini lesi terdapat bisa sepanjang syaraf perifer bisa pula mengenali syaraf intraspinalis. Plexiform neurofibroma ditandai dengan anggota badan yang membesar. Sekitar 5-10% penyakit Von Recklinghausen bisa mengalami keganasan. Terapi atas indikasi kosmetik. Tumor jinak dari jaringan vaskuler § Hemangioma Hemangioma bisa terdapat dimana saja pada tubuh. Sekitar 75 % terjadi/terdapat pada waktu lahir dan 60 % terdapat pada daerah kepala dan leher. Kebanyakan akan mengalami regresi spontan pada usia 5 tahun. Ada 2 jenis hemangioma yaitu hemangioma kapiler dan hemangioma cavernosum. Terapinya adalah dengan melakukan eksisi simpel. Bila kelainannya menunjukkan pertumbuhan yang cepat dan kemungkinan mengenai organ tubuh yang vital maka dapat diberikan radiasi dosis rendah. § Limfangioma Kelainan ini mirip dengan hemangioma hanya bedanya kelainan ini tidak berisi darah. Lesi ini bisa terdapat dimana saja dari tubuh. Cystic hygroma adalah limfangioma yang terdapat di daerah leher. § Tumor glomus Glomus yang normal mempunyai ukuran 1 mm dan merupakan suatu “end organ” pada anastomosis antara arteri dengan vena. Glomus bisa terjadi pada pembuluh darah yang besar misalnya yang terdapat dekat foramen jugulare dan disebut gomus jugulari. Kelainan ini tidak dapat direseksi sehingga pengobatannya adalah dengan pemberian radiasi (5.000 cGy dalam 5 minggu). Biasanya lesi akan mengalami regresi walaupun lambat dan sesudahnya harus dilakukan observasi secara teratur. § Infantile Hemangiopericytome Walau hemangiopericytoma yang terdapat pada orang dewasa lebih jinak dari kebanyakan sarkoma, tetapi tumor ini dapat mengadakan metastase, oleh karena itu hendaknya dianggap ganas. Sedangkan hemangiopericytoma pada bayi merupakan lesi yang jinak. Tumor ini terdapat pada kulit dan terdapat infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Terapi dengan eksisi luas dan menghasilkan penyembuhan. Tumor jinak dari jaringan histiositik(histiocytic) § Dermatofibroma Kelainan ini disebut pula sclerosing hemangioma atau fibrousxanthoma dari kulit, ukurannya biasanya 1 cm dan terdapat pada dermis. Terapinya adalah dengan melakukan eksisi simpel. § Fibrous Histiocytoma Kelainan ini yang disebut pula fibrous xanthoma, mempunyai banyak varian. Kelainan yang letaknya superficial menunjukkan sifat yang betul-betul jinak, tetapi yang letaknya dalam biasanya mengadakan invasi lokal. Lesi ini bisa terdapat dimana saja pada tubuh kita. Terapinya untuk yang superficial dengan eksisi simpel, sedangkan untuk yang letaknya dalam harus dilakukan eksisi luas dengan menyertakan jaringan sekitarnya. § Atypical Fibrous Histiocytoma Fibrous histiocytoma yang letaknya dalam mempunyai sifat atipik (“atypical”) dan mempunyai kecenderungan terjadi residif setelah pengangkatan. Ukurannya bisa mencapai 8 cm, dan setengahnya akan kambuh setelah eksisi simpel. Pengangkatan harus disertai dengan pemeriksaan sediaan beku yang menyatakan bahwa pinggir sayatan betul bebas dari sel-sel tumor. Bila residif setelah terapi pertama yang kurang sempurna tadi terjadi untuk tumor yang letaknya di retroperitoneal bisa menimbulkan kematian. § Dermatofibrosarkoma Protuberans Lesi ini bisa terdapat dimana saja pada tubuh. Histogenetiknya yang pasti belum diketahui benar walaupun tampaknya berasal dari histiosit. Kelainan ini dimulai dengan penonjolan kecil yang membesar perlahan-lahan sehingga biasanya tidak diperhatikan oleh pasien. Mempunyai sifat mengadakan invasi lokal ke jaringan sekitarnya, sehingga dalam pengobatannya harus diperlakukan sebagai tumor ganas. Tidak mengadakan metastase walaupun beberapa kali kambuh. Bila masih dirasakan adanya sel-sel tumor yang tertinggal atau lokasi tidak memungkinkan untuk eksisi yang baik maka dianjurkan untuk diberikan radiasi saja atau kombinasi sesudah operasi. Tumor jinak dari jaringan mesothelial § Mesothelioma Lapisan sel pleura, peritoneum dan pericardium berasal dari mesothal. Kebanyakan tumor mesothel adalah ganas akan tetapi yang jinak pun ada yaitu yang biasanya mengenai pleura. Kelainan ini berupa suatu tonjolan dari pleura parietalis atau visceralis ke dalam cavum tetapi tidak mengadakan infiltrasi ke jaringan yang berdekatan. Kadang-kadang ukurannya cukup besar tetapi memberikan hasil yang baik dengan eksisi simpel. Tumor jinak yang asalnya tidak diketahui § Granular Cell Myoblastoma Tumor ini jarang mencapai ukuran lebih dari 6 cm dan dapat disembuhkan dengan eksisi lokal. Bila tumbuh di bawah epidermis atau membrana mukosa tumor ini menyebabkan terjadinya proliferasi sel gepeng sehingga sangat menyerupai karsinoma epidermoid. § Mesenchymoma Tumor jinak ini yang juga dikenal sebagai hamartoma atau tumor campur mesodermal, terdiri sedikitnya dua elemen mesenchym yang berbeda. Lesi ini mengandung otot halus, otot serat lintang, lemak, jaringan pembuluh dan tulang. Walaupun kebanyakannya ganas tapi yang jinakpun pernah dilaporkan, ukurannya biasanya kecil. § Myxoma Tumor ini diduga berasal dari sisa embrionik dan terdiri dari sel-sel kumparan (spindle cell) yang tertanam di dalam matriks interseluler yang mucinous. Kelainan ini bisa terdapat pada jaringan lunak, tulang dan kadang-kadang pada jantung atau saluran genito-urinarius. Bila terdapat pada jaringan lunak, maka kelainan ini dapat disembuhkan dengan eksisi lokal. Tumor yang letaknya dalam kadang-kadang mengadakan infiltrasi ke jaringan yang berdekatan, untungnya memberikan hasil yang baik dengan reseksi lokal. DIAGNOSTIK Tumor ganas jaringan lunak (sarkoma) seringkali timbul berupa benjolan yang asimtomatik. Hal ini disebabkan karena tumor ini tumbuh di dalam jaringan yang mudah ditekan dan seringkali jauh dari alat-alat vital sehingga keluhan yang dikemukakan oleh pasien biasanya tidak seberapa sampai tumor ini mencapai ukuran tertentu tergantung dari di mana letak anatomisnya, misalnya untuk tumor di daerah paha atau pinggul 8-15 cm, pergelangan tangan 3-4 cm dan hanya 0,5-1 cm untuk tumor di jari tangan atau kaki. Gejala yang timbul umumnya disebabkan oleh karena tekanan atau tarikan terhadap syaraf yang berdekatan atau terhadap otot. Tidak ada tanda-tanda klinis yang khas untuk membedakan mana yang ganas dan mana yang jinak, oleh karena itu setiap benjolan/tumor jaringan lunak harus dibiopsi. Kadang-kadang suatu tumor yang lunak yang secara klinis diduga suatu lipoma karena letaknya di daerah subcutan, setelah mendapat hasil pemeriksaan histopatologik kita akan tercengang karena ternyata suatu proses yang ganas. Pertimbangan untuk membiarkan suatu tumor jaringan lunak hanya dibenarkan bila benjolan tersebut telah lama ada jauh sebelum pasien memeriksakan diri. Biopsi pada suatu sarkoma harus dikerjakan sedemikian rupa sehingga bila diperlukan eksisi pad terapi definitive nantinya akan turun terangkat. Sarkoma tumbuh secara radikal dan mendesak jaringan sekitarnya sehingga terbentuk suatu kapsel semu (pseudocapsule), jadi bukan kapsel yang sebenarnya, dan di dalam kapsel ini masih terdapat sel tumor. Jadi tidak dibenarkan melakukan enukleasi, sebagai suatu terapi. Bila kita melakukan sayatan pada pseudokapsel maka akan mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor ke jaringan sekitarnya sehingga akan menyulitkan pada terapi definitive nantinya. Atas pertimbangannya tersebut tadi maka biopsy eksisional dikerjakan pada tumor yang diameternya kurang dari 3 cm, sedangkan bila lebih dari 3 cm maka hanya dilakukan biopsi insisional saja. Hemostasis harus diperhatikan benar-benar karena bila terjadi hematom maka sel-sel tumor akan berada di dalamnya dan penyusupan sel-sel tumor melalui hematom tadi lebih jauh daripada yang invasi yang terjadi secara alami. Pemeriksaan klinis tetap memegang peranan dalam menentukan ukuran tumor, perlekatan terhadap jaringan sekitarnya, memperbandingkan keadaan lesi sesudah dengan sebelum biopsi, bagaimana fungsi anggota yang bersangkutan, dan adakah kelainan yang diakibatkan oleh tumor tersebut. Pemeriksaan klinis tetap memegang peranan dalam menentukan ukuran tumor, perlekatan terhadap jaringan sekitarnya, memperbandingkan keadaan lesi sesudah dengan sebelum biopsi, bagaimana fungsi anggota yang bersangkutan, dan adakah kelainan lainnya diakibatkan oleh tumor tersebut. Pemeriksaan radiologik pada sarkoma meliputi pemeriksaan : 1. Xerogram yaitu pembuatan foto radiologik secara “soft tissue technigue”, dari daerah yang terkena. 2. Pemeriksaan CT (“computerized tomography”) atau ultrasonografi dari daerah yang bersangkutan. 3. Pembuatan foto thorax. 4. Pembuatan arteriografi. STAGING PADA SARKOMA Faktor yang paling menentukan dalam prognosa adalah derajat pemeriksaan histopatologiknya (“histologic grade”). Menurut beberapa patologist asal sel (“histogenic cell”) juga mempunyai peranan dalam menentukan prognosa tadi. Staging suatu sarkoma ditentukan menurut TNMG : T : Ukuran tumor N : Kelenjar getah bening regional M : Metastasis jauh G : Grading pemeriksaan histologik Umumnya suatu sarkoma jarang mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening, hanya 5 % yang bermetastasis ke kgb (sarkoma sinovial dan rabdomiosarkoma persentasenya lebih besar). A. SISTEM STAGING MENURUT UICC (UNION INTERNATIONALE CONTRE LE CANCER ) 1998 TUMOR PRIMER ( T ) TX = TUMOR PRIMER TIDAK BISA DIUKUR TO = TIDAK ADA TUMOR T1 = tumor < 5 cm pada diameter terbesar T1a = tumor superficial ( di atas fascia superficialis ) T1b = tumor profunda( di bawah fascia superficialis ) T2 = tumor > 5 cm pada diameter terbesar T2a = tumor superficial( di atas fascia superficialis ) T2b = tumor profunda( di bawah fascia superficialis ) B. Sistem Staging menurut AJCC 1997 Tumor Primer ( T ) Tx = Tumor primer tidak bisa diukur To = Tidak ada tumor T1 = < 5 cm T1a = tumor di atas fascia superficialis T1b = tumor invasi atau terletak di bawah fascia superfiialis T2 = tumor > 5 cm T2a = tumor di atas fascia superficialis T2b = tumor invasi atau terletak di bawah fascia superfiialis Kelenjar limfe regional ( N ) Nx = kel.limfe tidak bisa diperiksa No = tidak ada metastasis ke kel.limfe regional N1 = ada metastasis ke kel.limfe regionl Metastasis jauh ( M ) Mx = Metastasis tidak bisa diketahui Mo = tidak ada metastasis jauh M1 = ada metastasis jauh Grading Histopatologis ( G ) Gx = grade tumor tidak bisa diketahui G1 = Well Differentiated G2 = Moderately Differentiated G3 = Poorly Differentiated G4 = Undifferentiated Stage IA IB II A II B II C III IV Grade Tumor G 1 - 2 T1a - T1b G 1 - 2 T2a G 1 - 2 T2b G 3 - 4 T1a - T1b G 3 - 4 T2a G 3 - 4 T2b Any G Any T Any G Any T No No No No No No N1 No N Mo Mo Mo Mo Mo Mo Mo M1 M C. MEMORIAL SLOAN KETTERING STAGING SYSTEM Favorable Low < 5 cm Superficial Grade Size Site Stage Stage Stage Stage Stage 0 1 2 3 4 = = = = = Unfavorable High > 5 cm Deep 3 favorable signs 2 Favorable dan 1 unfavorable sign 1 favorable dan 2 unfavorable signs 3 unfavorable signs Ada metastasis GRADING TUMOR Sistem Grading pertama kali diperkenalkan oleh Broders dari Mayo Clinic pada tahun 1920 yang digunakan untuk memperkirakan potensi keganasan suatu tumor dan kemampuannya untuk metastasis. Grading histologis STS merupakan suatu indikator yang sangat penting untuk mengetahui sifat atau perilaku tumor. Sudah banyak sistem grading yang dikembangkan, ada yang menggunakan 2 grade saja, ada juga yang memakai 3 grade bahkan ada yang memakai 4 grade tapi yang paling banyak digunakan adalah 3 grade yaitu Low, Intermediate dan High Grade. Sistem Grading yang dipakai pada Memorial Sloan Kettering Cancer Center hanya menggunakan 2 grade yaitu : Low dan High Grade. Sistem staging AJCC yang sudah direvisi pada 1997 menggunakan 4 grade yaitu : Well, Moderately, Poorly Differentiated dan Undifferentiated. Grading tumor ditentukan berdasarkan : differensiasi selluler (Well atau Poorly Differentiated), Sellularitas (Hyposelluler atau Hyperselluler), Stroma (abundant atau Scant), Vaskularisasi (hypovaskuler atau hypervaskuler), Nekrosis (minimal atau banyak) dan jumlah mitosis per 10 High Power Field (< 5 atau > 5). Adanya nukleus yang aneuploidi dan mitosis yang abnormal juga merupakan suatu indikator high grade. Grading Tumor dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya metastasis, Low grade kemungkinan metastasisnya adalah 5 - 10%, Intermediate grade 25 - 30% sedang high grade 50 - 60%. Karena kriteria grading yang tidak seragam antara satu institusi dengan institusi lainnya, sering timbul perbedaan dalam penentuan grading di antara para ahli patologi pada kasus yang sama. PENYEBARAN Prognosa yang jelek pada pasien-pasien sarkoma disebabkan oleh karena tumor ini dengan cepat mengadakan invasi agresif ke jaringan sekitarnya dan mengadakan penyebaran dini (“early dissemination”) secara hematogen ke paru-paru. Tumor ganas jaringan lunak mempunyai kecenderungan untuk mengadakan invasi agresif ke jaringan sekitarnya seperti : Sepanjang jalur syaraf Sepanjang bundel otot Sepanjang perbatasan fascia Sepanjang pembuluh darah Tidak jarang terjadi rekurensi sejauh 12 inci (30 cm) dari pinggir tumor yang terlihat secara makroskopik. PROGNOSA Prognosa selain ditentukan oleh grading histologik, juga ditentukan oleh : Letak tumor, lebih proksimal dari anggota badan lebih jelek prognosanya. Ukuran dan pola penyebaran lokal. Penyebaran ke kelenjar getah bening regional. GAMBARAN UNIK SARKOMA MENURUT TIPE HISTOLOGIKNYA Selain gambaran umum yang berlaku untuk sarkoma seperti yang telah disebut di atas, terdapat sifat/gambaran yang khas dan unik untuk setiap sarkoma sesuai dengan tipe histologiknya secara individual. § Fibrosarkoma Sebelum tahun 1965 fibrosarkoma merupakan diagnosa yang paling banyak ditegakkan, akan tetapi setelah tahun tersebut dengan dikenalnya beberapa subtipe sarkoma maka persentasenya menjadi menurun. Menurut STOUT dan LATTES yang dimaksud dengan fibrosarkoma hanyalah suatu keganasan yang berasal dari sel-sel dan serabut-serabut fibrosit, sedangkan yang berasal dari turunan fibroblas lainnya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini. § Rabdomisarkoma (Rhabdomyosarcoma) Tumor ini menempati sekitar 15 % dari seluruh sarkoma. Dikenal 3 subkategori dari tumor ini : 1. Rabdomiosarkoma pleomorfik (“pleomorphic rhabdomyosarcoma”) 2. Rabdomiosarkoma alveolar 3. Rabdomiosarkoma embrional Rabdomiosarkoma yang disebut terdahulu terdapat pada anak-anak dan disebut tipe juvenile. Tetapi rabdomiosarkoma embrional juga ditemukan pada orang dewasa sehingga istilah “botryoid” yang menunjukkan adanya pertumbuhan polipoid dan seperti anggur (“polypoid and grape-like appearance”), dan biasanya terdapat pada tractus urinarius pada bayi dan anak-anak, dan kadang-kadang pula ditemukan pada faring bagian mulut dan nasal. Rabdomiosarkoma embrional merupakan sarkoma yang terbanyak ditemukan pada anak-anak. Rabdomiosarkoma pleomorfik biasanya terdapat pada orang dewasa, walaupun kadang-kadang terdapat pula pada anak-anak. Lokasi yang paling banyak dikenai tumor ini adalah anggota badan. Tumor ini seringkali anaplastik, dimana ditemukan sel kecil besar dengan inti sel yang “bizzare”. § Leiomiosarkoma Tumor ini berasal dari sel otot polos, dan karena biasanya tumbuhnya dari otot polos pembuluh darah, maka tumor ini bisa terdapat disemua tempat dari tubuh. Leiomiosarkoma bisa pula terdapat pada viscera itu sendiri atau dari otot polos pembuluh darah yang terdapat di sana. Leiomiosarkoma yang tumbuh retroperitonealis biasanya sangat agresif. § Liposarkoma Liposarkoma adalah proses keganasan dari jaringan lemak. Laki-laki dikenai lebih sering daripada wanita (1,5:1). Kadang-kadang tumbuhnya multisentrik. Dikenal 4 subtipe liposarkoma : 1. Liposarkoma yang berdiferensiasi baik 2. Liposarkoma miksoid 3. Liposarkoma lipoblastik (round cell liposarcoma) 4. Liposarkoma pleomorfik Beberapa penulis menyebutkan liposarkoma fibroblastik sebagai tipe ke-5. Liposarkoma yang berdiferensiasi baik mempunyai tendensi untuk mengadakan agresi lokal-invasif, dan pada kebanyakan kasus tidak mengadakan metastase jauh. Liposarkoma miksoid mengadakan metastasis pada akhir perjalanannya/ pertumbuhannya. Liposarkoma lipoblastik (=liposarkoma sel bulat/ liposarkoma epiteloid) terdiri dari sel-sel bulat yang uniform dan jalinan pembuluh kapiler. Tumor terakhir ini juga liposarkoma pleomorfik, sangat malingnant dan kemungkinan hidup 5 tahunnya hanya 20-30 % saja. § Sarkoma Sinovial Sarkoma sinovial tumbuh dari jaringan tendo sinovial dan banyak terdapat pada dekade ke-2 sampai ke-4. Tempat yang paling banyak dikenai adalah anggota badan. Dapat pula tumbuh pada otot dan bisa terdapat pada dinding perut dan otot lainnya dari badan. Dikenal 2 subtipe yaitu tipe monofasik dan tipe bifasik. Sinovial yang monofasik ditandai dengan serabut-serabut sel kumparan (spindle cell) yang monoton sedangkan yang bifasik mempunyai celah-celah dalam tumornya pada pemeriksaan histologik. Celah ini dilapisi oleh sel kuboid atau sel silindris yang tinggi dan kadang kala menyerupai karsinoma. Seringkali ditemukan klasifikasi yang merupakan ciri khas dari tumor ganas ini. Beberapa penulis ada yang mengemukakan bahwa sarkoma epiteloid dan sarkoma clear-cell merupakan variant dari tumor ini. § Neurofibrosarkoma Neurofibrosarkoma merupakan keganasan yang timbul/berasal dari sarung syaraf dan juga disebut neurogenic sarkoma, malignant schawannoma dan malignant neurolemmoma. Tumor ganas ini bisa terdapat dimana saja dari tubuh manusia. Tumor ini seringkali terdapat pada pasien dengan penyakit Von Recklinghausen, yaitu penyakit turunan yang kronik dan progresif yang secara Mendel dominan dan ditandai dengan adanya neurofibroma yang multipel dan perubahan pigmen kulit. Dari 15-25 % pasien dengan neurofiromatosis akan berubah menjadi ganas. § Angiosarkoma Hemangiosarkoma dan limfangiosarkoma masing-masing tumbuh dari pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Tumor ganas ini jarang ditemukan, hanya 2 % dari seluruh sarkoma. Tumor ini bisa tumbuh dari lengan yang mengalami limfedema sesudah mastektomi. § Hemangioperisitoma (Hemangiopericytoma) Hemangioperisitoma malignant adalah sarkoma yang diduga berasal dari sel perisit otot polos yang terletak sekitar pembuluh darah kecil. Terapinya seperti pada sarkoma lainnya. Kemungkinan hidup 5 tahun adalah 10 %. § Kaposis Sarkoma. Dalam tahun 1883 kaposi menemukan “multiple idiophatic pigmented sarcoma of the skin” dan banyak terdapat pada kaum lelaki Yahudi dan Itali. Tumor ini diduga berasal dari sel endotelial berupa lesi menonjol pada kulit dan berpigmen, tumor ini mempunyai kecenderungan untuk mengadakan evolusi perlahan-lahan, hasilnya biasanya multilokal dan bisa terdapat dimana saja pada tubuh. Radiasi merupakan terapi terpilih, dan kemoterapi pun mempunyai tempat dalam mengobati tumor ganas ini, misalnya dengan vinblastin, nitrogen mustard dan actinomycin-D. Tumor ganas ini ditemukan 100 kali lebih banyak di Afrika daripada di Amerika Utara. Tumor ini sering bersama kelainan lainnya yaitu keganasan limforetikuler misalnya penyakit Hodgkin. § Malingnant Fibrous Histiocytoma Menurut O’BRIEN dan STOUT kelompok tumor ini berasal dari jaringan histiosit. Akhir-akhir ini banyak diagnosa tumor ini dibuat ahli patologi. Kelainan yang dahulu didiagnosa sebagai rabdomiosarkoma pleomorfik ataupun fibrosarkoma yang undiferensiasi kini ternyata termasuk tipe ini. Sifat tumor ini bervariasi dari yang jinak sampai yang ganas. § Alveolar Soft-part Sarkoma Tumor ini dikemukakan oleh CHRISTOPHERSON dalam tahun 1952. Asal tumor ini tidak diketahui. Dibandingkan dengan penderita sarkoma ini banyak yang hidup lama. Kemungkinan hidup 5 tahun pada penderita ini adalah 60 %. Banyak pasien tumor ini yang walaupun telah mempunyai metastasis tetapi masih bertahan sampai 5-15 tahun sebelum meninggal. § Epitheloid Sarkoma Asal dari tumor ini tidak diketahui dan biasanya terdapat pada tangan atau kaki pada struktur aponeurotik. Tumor ini berbeda dengan sarkoma lainnya dalam hal mengadakan penyebaran ke kulit, jaringan subcutan, lemak dan tulang. Tambahan pula tumor ini mempunyai kecenderungan untuk menyebar ke kelenjar getah (penyebaran limfogen). Sekitar 30 % kasus mempunyai kelenjar getah bening yang positif dikenai tumor. Prognosanya relatif lebih baik daripada penderita sarkoma lainnya. Tetapi yang dianjurkan adalah dengan melakukan eksisi luas, kadangkala dengan amputasi dan diseksi kelenjar getah bening regional. § Mesothelioma Mesothelioma adalah sarkoma yang berasal dari lapisan sarosa yang melapisi rongga peritoneum atau rongga pleura. Penyebaran terutama dengan invasi lokal sehingga tersebar dan ditandai dengan effusion yang jelas (pleural affusion atau ascites). Pembedahan ataupun radiasi biasanya tidak bermanfaat, terhadap kemoterapi memberikan hasil yang lumayan. PENGOBATAN SARKOMA JARINGAN LUNAK Pengelolaan modern untuk penyakit ini adalah dengan pendekatan (“approach”) yang multidispliner. Adanya keinginan untuk menyelamatkan anggota badan yang terkena membuahkan pemberian adjuvant radioterapi dan adjuvant kemoterapi dalam menangani tumor ganas jaringan lunak ini. Kepentingan pemberian terapi kombinasi ternyata memberikan hasil yang lebih baik bagi penderita. PEMBEDAHAN Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam pembedahan tumor jaringan lunak, baiklah kita simak istilah-istilah di bawah ini : 1. Biopsi insisional, ialah tindakan pembedahan dengan maksud untuk mengambil sebagian tumor dengan melakukan insisi langsung melalui kapsel tumor. Cara ini dimaksudkan hanya untuk kepentingan diagnosa saja. 2. Biopsi eksisional, ialah cara pembedahan dimana seluruh tumor berikut pseudocapsulenya diangkat. Dengan cara ini maka secara mikroskopik sel-sel tumor ganas masih eksisi di daerah sekitarnya. 3. Eksisi luas, adalah pengangkatan tumor beserta jaringan normal sekitarnya dalam satu kesatuan. Cara ini belum menjamin pengangkatan total seluruh sel tumor. 4. Reseksi lokal yang radikal, adalah pengangkatan tumor dalam kompartemen anatomik yang dihuni/ditempati tumor. Di sini turut diangkat paling sedikit satu struktur anatomi yang tidak terkena dalam semua jurusan. Jaringan yang diangkat disini meliputi semua otot-otot dari origo sampai insertionya, tulang ataupun sendi yang terdapat dalam kompartemen tersebut. Dengan cara ini mungkin proses amputasi walaupun cara yang tidak ablatif mungkin masih bisa dilakukan. EKSTREMITAS Pengelolaan tumor ganas jaringan lunak pada ekstremitas adalah sebagai berikut : 1. Amputasi kaki. Amputasi kaki yang biasa dilakukan untuk keadaan lesi iskemik tidak mempunyai tempat dalam pengobatan sarkoma kaki. 2. Amputasi bawah lutut (“below knee amputation”). Jenis amputasi ini merupakan terapi yang paling cocok untuk sarkoma yang terletak di kaki. 3. Amputasi di atas lutut (“above knee amputation”). Cara ini dilakukan untuk tumor ganas jaringan lunak yang terletak di bawah lutut (di tungkai bawah). 4. Disartikulasi panggul (“hip disarticulation”). Jenis amputasi ini dipakai untuk lesi ganas di sebelah distal dari pertengahan paha. 5. Hemipelvectomy. Pembedahan ini dilakukan untuk terapi lesi pada bagian proksimal paha. 6. Modified hemipelvectomy. Dalam operasi ini ala ossis Ilii dipertahankan. 7. Extended hemipelvectomy. Hal ini dilakukan untuk kelainan yang berada di daerah panggul. 8. Amputasi pada lengan dikerjakan sebagai berikut : Amputasi di bawah siku dikerjakan untuk proses keganasan pada tangan atau pergelangan tangan. Amputasi di atas siku untuk keganasan yang berada di lengan bawah. Disartikulasi bahu dilakukan untuk kelainan/keganasan di daerah siku di lengan atas bagian distal. “Forequarter amputation” untuk lesi di bagian proksimal lengan atas atau di daerah bahu, dalam operasi ini clavicula dan scapula turut diangkat. Pembedahan yang non-amputatif adalah sebagai berikut : 1. “Muscle group excision”. Dalam operasi ini satu group otot dieksisi mulai dari origo sampai insertionya, termasuk pembuluh darah, lemak dan syaraf yang ada dalam daerah tersebut. 2. “Compartmental excision”. Dalam operasi ini tumor berikut bangunan (semua jaringan) yang berada dalam satu kompartemen yang dibatasi fascia diangkat semuanya. Cara ini dikerjakan berdasarkan pertimbangan bahwa sarkoma biasanya tidak sampai menembus fascia. Sarkoma pada badan Pengelolaan sarkoma pada badan prinsipnya sama yaitu mengangkat tumor bersama jaringan sekitarnya. Radiasi kadangkala perlu dipertimbangkan sesudah dilakukan pembedahan untuk “high grade sarkoma”. RADIOTERAPI Terapi radiasi merupakan salah satu cara yang cukup ampuh dalam pengobatan sarkoma. Biasanya dilaksanakan secara kombinasi bersama pembedahan (radiasi pasca bedah=”post operative radiation”). Radiasi kadangkala diberikan prabedah dan pembedahannya dilakukan 4-6 minggu setelah radiasi. KEMOTERAPI ADJUVANT Pada jenis sarkoma yang “high grade” seringkali terjadi kekambuhan setelah dilakukan pembedahan disertai ataupun tanpa radiasi, oleh karena itu dipertimbangkan pemberian kemoterapi adjuvant. Obat-obat kemoterapi yang biasa dipergunakan pada sarkoma adalah : Doxorubicin (adriamycin) Actinomycin-D (=dactinomycin, cosmagen) CCNU Cyclophosphamide 5-fluorouracyl Methotrexate Cisplatin Vincristine KEPUSTAKAAN 1. Rosenber S.A., Sult, H.D., Baker L.H and Rosen.G. SARKOMA of SOFT TISSUE and BONE, in DeVita, V.T. CANCER; Principles & Practise of Oncology, J.B. Lippincott Company, Philadelphia-Toronto, 1979. p. 1036-1067. 2. Casciato DA, Forscher CA. SARCOMA, in Manual of Oncology, 4 th ed, Lippincot Williams & Wilkins, 2000. p.349-362 3. Way LW. Current Surgical Diagnosis & Treatment, 8 th ed, Prentice Hal Int. Inc, 1988.p.1133-1165 4. Eilber FR. Sarcomas of Bone and Soft Tissue In: Pilch YH ed. Surgical Oncology. McGraw-Hill Book Company. New York, St Louis, San Francisco, Auckland, Bogota, Guatemala. 1984 : 888 - 903. 5. Brennan MF, Lewis JJ. Historical Perspectives and Evolution of Treatment In : Diagnosis and Management of Soft Tissue Sarcoma. Martin Dunitz. 2002 : 1 - 6. 6. Stone MD, Cady B. Soft Tissue Sarcomas In: Steele G, Cady B eds. General Surgical Oncology. W.B Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1992: 247-74. 7. Colquhoun S. Malignancies of The Soft Tissues In : Cameron RB ed. A Lange Clinical Manual Practical Oncology. 1 st ed. Prentice-Hall International Inc. 1994 : 395 - 405. 8. Karakousis CP. Sarcomas of The Soft Tissue In : Bland KI, Daly JM, Karakousis CP eds. Surgical Oncology. Contemporary Principle & Pratice. McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York, St Louis, San Francisco, Auckland, Bogota, Caracas. 2001 : 983 - 1014. 9. Brady MS, Brennan MF. Soft Tissue Sarcoma In: Allen-Mersh TG ed. Surgical Oncology. 1st ed. Chapman & Hall Medical. London, Glasgow, Weinheim, New York, Tokyo, Melbourne. 1996: 401-20. 10. Cormier JN, Pearson AN, Meterissian SH, Tanabe KK. Bone and Soft Tissue Sarcoma In : Feig BW, Berger DH, Fuhrman GM eds. The M.D Anderson Surgical Oncology Handbook. 3 rd ed. Lippincott Williams & Wilkins. A Wolters Kluwer Company. Philadelphia, Baltimore, New York, London, Buenos Aires, Hong Kong. 2003 : 87 - 108. INFEKSI DAN TUMOR SISTEM LIMFATIK Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel , yang tersebar di seluruh tubuh . Mempunyai fungsi penting sebagai barier atau filter terhadap kuman-kuman atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh dan barier pula terhadap sel-sel ganas ( tumor ) Sistem limfe adalah suatu sistem dengan glandulae dan saluran. Fungsi : 1. Pencernaan, membawa “fat globules” dari sistem limfe pada saluran pencernaan, pankreas serta lien dan sebagian hepar, ke sisterna khylii, daan melalui duktus torasikus(kiri) dan duktus limfatikus kanan kedalam saluran darah. 2. Fungsi pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman (infeksi), benda asing dan sel-sel maligna. Anatomi : Limfe : cairan kekuning-kuningan lebih encer dari plasma, berat jenis 1,010 – 1,024. Aliran secara : Osmosis Difusi Filtrasi Mengandung :Limfosit Sel darah merah Kapiler limfe tersebar dimana-mana dan dikulit terletak di dermis Subkutan itu biasanya tidak ada kapiler Tulang, periosteum, otot-otot polos, tendo, peritoneum, pleura dan pericard penuh dengan kapiler limfe. Usus –usus juga, alat-alat tubuh lainnya : ginjal, lien adrenal dsb. Ada bagian bagian tubuh yang tidak ada sistem limfe yaitu: - SSP - Sumsum tulang - Sistem cartilago - Mata - Telinga sebelah dalam - Otot-otot bergaris - Epidermis Pembuluh limfe mempunyai klep-klep seperti vena. Glandulae (kelenjar limfe) macam-macam ukurannya. Terbukti antara kelenjar limfe dengan saluran darah ada hubungan. Hubungan langsung antara duktus toraksikus dengan vena subklavia kiri. Limfografi : gambaran foto kontras saluran limfe. Infeksi Pada Kelenjar Getah Bening Pembesaran kgb akibat infeksi akut Akibat terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka akan terjadi pula peradangan pada kgb regioner dari lesi primer , keadaan ini dinamakan limfadenitis . Peradangan kgb ini menyebabkan hiperplasia kelenjar tersebut sehingga secara klinik teraba membesar . Pembesaran ini ditentukan pula oleh derajat virulensi kuman hingga dapat berupa abses supuratif . Secara klinis akan ditemukan - Lesi primer sumber infeksi Pembesaran kgb regioner, yang disertai tanda-tanda inflamasi secara umum, misalnya : sakit gigi, stomatitis akan diikuti pembesaran kgb submandibuler ( limfadenitis submandibuler ) Pembesaran kgb ( limfadetis ) kronis - Non spesifik , pembesaran ini ditandai dengan tanda radang yang sangat minimal dan tidak begitu nyeri, misalnya pada kasus faringitis kronis akan ditemukan limfadenitis pada kgb leher. Spesifik , dikarenakan oleh infeksi TBC , limfadenitis ini ditandai dengan pembesaran kgb yang padat/keras , multipel dan dapat berkonglomerasi satu dengan yang lainnya , apabila sedemikian besar pada leher akan disebut bull neck. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar , sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri, pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sel datia Lsanghan’s. Tumor pada sistem limfatik dapat dibagi : a. Tumor jinak : dari limfenya sendiri jarang sekali b. Tumor ganas : - Primer - Sekunder Tumor Jinak Kelenjar limfatik Tumor jinak saluran limfe itu misalnya limfangioma, yang pada anak-anak sering timbul di leher secara kongenital yang disebut higroma koli. Lokasi bisa dimana saja. Limfangioma : warna sama dengan warna kulit . Kebanyakan kongenital Biasanya ada kelainan lain undesensus testis Kombinasi dengan pembuluh darah : limfehemangioma Limfangioma cavernosa berwarna merah biru Makroglosia : sekitar lidah Makrocheilia : sekitas bibir Terapi : - kecil dikoagulasi - besar eksisi - bisa degenerasi maligna Limgangioma sistikum : sisa embrional, bisa disertai infeksi, trauma. Dileher atau sakrum Higroma koli (leher) Terapi bila menggangu eksisi Dari limfenya sendiri boleh dikata tidak ada tumor jinak. Tumor Ganas Kelenjar Limfatik Tumor ganas saluran limfe disebut limfangiosarkoma. Tumor ganas limfenya sendiri bisa sekunder dan bisa primer. Yang sekunder merupakan metastase dari tumor ganas di organ-organ lain yang bermetastase secara limfogen. Sedangkan yang primer disebut limfoma maligna dan ada dua bentuk yaitu : a. Bentuk setempat b. Bentuk generalisata A.Bentuk setempat Terdiri dari sel sel limfoblas yang besar disebut limfoblastoma, sedang limfoblas yang kecil disebut limfocytoma. Bila tumor berasal dari sel-sel retikulum disebut reticulum cell sarcoma. B. Bentuk generalisata Bisa dimana saja, menyebar melalui darah biasanya menimbulkan pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening leher dan kelenjaar getah bening mesenterium. Jenis limfosarkoma adalah yang paling sering terdapat dari semua jenis yang digolongkan dari limfoma maligna. Secara histopatologis dan klinis dibagi dalam 2 golongan besar, yakni golongan hodgkins disease dan non Hodgkins disease. LIMFOMA HODGKINS Limfoma maligna adalah tumor ganas dari kelenjar getah bening yang ditandai dengan infiltrasi dan destruksi dari gambaran arsitektur KGB yang normal oleh limfosit yang abnormal. Dikenal dua macam limfoma maligna yaitu limfoma Hodgkin dan non Hodgkin. Limfoma hodgkin dikenal dengan ditemukannya sel raksasa yang disebut sel Reed Stenberg . Sel Reed Stenberg adalah sel besar dengan dua inti atau multilokuler dan setiap inti terlihat dikelilingi daerah yang bening, Etiologi limfoma maligna tidak jelas diketahui, diduga terdapat beberapa faktor penyebab diantaranya infeksi virus yaitu Epbstein Barr. Penyakit ini bisanya dimulai pada salah satu kelenjar kemudian menyebar kesekitarnya perkontinuitatum atau melalui sistem saluran getah bening kemudian menyebar kesekitarnya. Meskipun jarang sekali menyerang organ-organ ekstranodal seperti lambung, testis dan tiroid. Prevalensi limfoma hodgkin kecil sekitar 1 % dari seluruh keganasan terdapat dua puncak insidensi yaitu pada umur dekade pertama dan kelima. Limfoma Hodgkin lebih sering menyerang pria. PATOLOGI Jackson dan Parker semula membagi penyakit Hodgkin secara patologis menjadi Hodgkins granuloma, para granuloma, dan sarkoma. Namun sekarang klasifikasi yang dipakai adalah menurut Luke dan Beutler sesuai keputusan simposium penyakit Hodgkin di Ann Arbor. Arsitektur kelenjar biasanya sudah rusak pada semua tipe. Menurut Klasifikasi ini penyakit Hodgkins dibagi 4 tipe yaitu : 1. Tipe lymphocyte predominant 2. Tipe mixed cellurarity 3. Tipe Lymphocyte depleted 4. Tipe nodular sclerosis Modifikasi Rappaport (1966) Nodular : limfositik berdiferensiasi baik Limfositik berdiferensiasi buruk Campuran limfositik dan histiositik Difus : Limfositik berdifferensiasi baik dengan gambaran plasmasitoid Limfositik berdiferensiasi buruk Limfoblastik convulated Limfoblastik non convulated Campuran limfositik dan histiositik Histiositik tanpa sclerosis Histiositik dengan sklerosis Tumor Burkit Undifferentiated Gejala klinis Gejala utama adalah pembesaran kelenjar. Yang paling sering dan mudah dideteksi adalah pembesaran kelenjar leher. Gejala selanjutnya tergantung pada lokasi penyakit dan organ yang diserang. Pada jenis-jenis tipe ganas (prognosis jelek) dan pada penyakit yang sudah stadium lanjut sering disertai gejala sistemik: demam yang tidak jelas penyebabnya, keringat malam, penurunan berat badan. Hampir semua sistem dapat diserang penyakit seperti traktus gastrointestinal, traktus respiratorius, sistem saraf, sistem darah dll. Diagnosis Diagnosis tergantung daari pemeriksaan histopatologis dari jaringan yang terkena. Deteksi sel Reed Sternberg dan apresiasi latar belakang sel-sel yang cocok diperlukan untuk penegakkan diagnosis dan klasifikasi limfoma hodgkin. Immunofenotipik dan teknik genetik molekular bukan diagnostik, tetapi dapat membantu mengidentifikasi limfoma non hodgkin pada limfoma hodgkin subtipe folicular lymphocyte predominant dan lymphocyte depleted. Tingkat penyakit dinilai dengan pengamatan klinis dan hasil pemeriksaan histopatologis. Penyakit dapat diklasifikasikan kedalam stadium limited disease (stadium I dan II) serta extended (stadium III dan IV) dan subkategori A atau B. Berbeda dengan limfoma non hodgkin biasanya ditemukan menyebar pada saat diagnosis, . Jadi penentuan staging lebih bermakna pada limfoma Hodgkin, karena terapi stadium awal (misalnya stadium I daan II) adalah radiasi saja. Staging Staging yang dianut sekarang adalah stadium menurut ANN ARBOR (staging Rye yang disempurnakan) : Stadia I : penyakit menyerang hanya 1 regio Kgb (stadia I) atau 1 lokasi ekstra nodal (stadia IE). Stadia II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio Kgb disatu sisi diafragma (II) atau satu lokasi ekstranodal ditambah dua atau lebih regio Kgb disekitarnya disatu sisi diafragma (IIE) Stadia III : penyakit menyerang regio-regio kelenjar dikedua sisi diafragma (III), limpa dianggap kelenjar. Kalau disertai dengan satu lokasi ekstra nodal digolongkan IIIE Stadia IV : penyakit menyebar luas dan meyerang satu atau lebih organ ekstranodal dengan lesi yang multipel, dengan atau tanpa kelainan Kgb. Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging yaitu : 1. Clinical staging 2. Pathological staging Misalnya CS IIIB PS IV H+ M- S- artinya stadium klinis IIIB dengan stadium patologis IV oleh karena biopsi hepar positif sedangkan sumsum tulang dan limpa biopsinya negatif. Penentuan stadium klinis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, tomogram dibuat bila paraaorta/retroperitoneal. Kalau ada kelainan perlu dilakukan staging laparotomi. Bila ada kepatomegali disertai peninggian fosfatase alkali dan defek multifokal pada liver scan dianggap hepar telah terserang. Hal ini dapat dipastikan dengan biopsi per laparoskopi. Whole body gallium scan dapat mendeteksi limfoma Hodgkin yang occult, kaarena isotop ini cenderung terkonsentrasi pada tumor ini. Terapi Tujuan pengobatan adalah sembuh dengan kesakitan yang minimum dan long range toxicity. Radioterapi diberikan dengan dosis 4000 cGy dengan cara Extended-Field Radioterapi. Yang diradiasi selain regio kelenjar yang diserang juga regio kelenjar stasiun berikutnya yang normal. Pada stadium IIA dilakukan Total nodal Irradiation (TNI). Untuk stadium IIB dan IV terapi utama adalah kemoterapi. Regimen yang diberikan : 1. MOPP 2. ABVD NON HODGKINS LYMPHOMA Non hodgkin lymphoma adalah suatu kelompok keganasan dengan watak dan respon terapi bervariasi. Seperti penyakit Hodgkin, NHL biasanya berasal dari jaringan limfoid dan dapat menyebar ke organ lain. Tetapi NHL lebih sulit diramalkan daripada penyakit Hodgkin dan mempunyai predileksi untuk meyebar ke lokasi ekstranodal jauh lebih sering. Prognosa tergantung dari tipe histologis, stadium dan terapi NHL mempunyai 3 kelompok prognostik: gradasi rendah, garadasi intermediate, dan gradasi tinggi. NHL gradasi rendah mempunyai prognosa relatif lebih baik dengan median kelangsungan hidup mencapai 10 tahun, tetapi biasanya tidak kurabel pada stadium lanjut. NHL gradasi rendah stadium dini (I dan II) dapat diterapi secara efektif dengan radioterapi saja. NHL gradasi intermediate dan tinggi mempunyai harapan hidup yang lebih pendek, tetapi sejumlah besar pasien dapat sembuh dengan regimen kemoterapi agresif. Pada umumnya dengan terapi adekuat, kelangsungan hidup berkisar 50-60 %. Tiga puluh sampai 60 % pasien gradasi intermediate dapat sembuh. Relaps biasanya terjadi pada tahun kedua setelah terapi. Pasien yang relaps dapat diterapi dengan sukses selama histologi tetap gradasi rendah. Bila gradasi berubah menjadi intermediate, remisi komplit biasanya dapat dicapai dengan regimen kemoterapi. Teknik radiasi berbeda dengan terapi Penyakit Hodgkin. Dosis radiasi bervariasi dari 3500 sampai 5000 cGy tergantung dari subtipe histologis, besarnya penyakit dan digunakan kemoterapi. Jaringan normal dilindungi dengan bahan protektif untuk mencegah efek samping radiasi. Terapi biasanya dimulai dari leher, dada dan aksila (mantle field). Karena cincin Waldeyer, epitrochlear dan kelenjar dimesenterium dapat terkena NHL, lokasi-lokasi ini dapat diradiasi. Tetapi patut diperhatikan morbiditas akibat radiasi organ tersebut. Adanya NHL ekstranodal dapat diterapi dengan radiasi pada lokasi ekstranodal dengan harapan hidup lebih panjang, angka keberhasilan 50% tetapi sejumlah pasien dapat sembuh dengan regimen kemoterapi yang agresif. KLASIFIKASI SELULER Paling tidak terdapat enam klasifikasi patologis NHL digunakan diseluruh dunia. Prognosa dan pendekatan terapi dipengaruhi oleh histopatologi, pengambilan jarinagn biopsi harus dikerjakan dengan melibatkan hematopatologist yang berpengalaman dalam mendiagnosa limfoma. Patologis harus dikonsultasikan sebelum biopsi karena beberapa pemeriksaan memerlukan persiapan jaringan khusus. Klasifikasi Rappaport, Nationale Cancer Institute dibagi : Derajat keganasan rendah : Limfositik difus yang berdiferensiasi baik Limfositik folikuler yang berdifferensiasi buruk Campuran folikuler limfositik dan histiositik Derajat keganasan sedang :Histiositik folikuler Limfositik difus yang berdiferensiasi buruk Campuran limfositik dan histiositik difus Histiositik difus Derajat kegansan tinggi : Histiositik difus Limfoblastik difus Limfoma burkit STADIUM PENYAKIT Stadium penting dalam menentukan terapi NHL. Pemeriksaan CT Scan toraks dan abdomen biasanya merupakan bagian dari evaluasi staging semua pasien limfoma. Sistim staging sama dengan penyakit Hodgkin. Pada NHL, terkenanya kelenjar limfatik non contigious, terkena cincin waldeyer, epitrochlear dan saluran cerna lebih sering daripada Penyakit Hodgkin. NHL lebih sering mengenai ekstranodal. Lokasi ekstranodal soliter kadang-kadang merupakan lokasi satu-satunya kelainan pada pasien dengan limfoma difus. Sistim staging Ann Arbor biasa dipakai untuk pasien NHL. Dengan sistim ini, stadium I, II, III, dan IV NHL dewasa dapat disubklasifikasikan kekategori A dan B. B Bila terdapt gejala umum sedangkan A tanpa gejala. Gejala pada kelompok B adalah salah satu dari penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam 6 bulan sebelum diagnosis, tanpa sebab jelas suhu tubuh lebih dari 38 C, tanpa jelas keringat malam yang bermakna. Karakteristik perbedaan Hodgkin dan Non Hodgkin 1. Puncak usia 2. Keadaan umum 3. Pruritus 4. Demam 5. Lesi pada URT dan GIT 6. Lnn.Servikal 7. Karakteristik 8. Limfonodi sternal 9. Limfonodi epitrochlear 10.Respon radiasi 11. Histopatologis 12.Penyebaran/tumbuh dimana saja Daftar pustaka Hodgkin Non Hodgkin 18 – 38 thn peningkatan usia baik terganggu mendahului/menyertai (-) kasus awal jarang jarang lesi primer unilateral, Jc inferior bilateral Jc superior polilobulated sangat besar oval (+) tidak pernah jarang mungkin terlibat lambat cepat Stenberg-reed cell (-) teratur mulai servikal/supraklav tidak teratur Rubin ,Philip, Clinical Oncologi , ed. 8 WB Saunders Company 2001 Djulbegovic B and Sulliva DM , Decision Making In Oncology. Churchill Livingstone,1977 Iman Supandiman, Hematologi Klinik, Alumni 1997. Bahan kuliah Bedah II FKUP/RSHS ANATOMI LEHER DAN RONGGA MULUT PENDAHULUAN Leher adalah bagian tubuh dimana sebelah superior dibatasi oleh sisi bawah mandibula, garis lurus yang diambil dari angulus mandibula ke mastoid, dan garis lengkung superior dari occipital. Di sebelah inferior dibatasi oleh supra sternal notch, batas atas klavikula dan garis lurus yang diambil dari sendi akromioklavikularis ke prosesus spinosus vertebra servikalis VII. Kontur leher bervariasi bergantung dari umur dan jenis kelamin. Pada wanita dan anak-anak berbentuk lebih bundar sedangkan pada laki-laki bentuknya lebih angular dan landmark daerah leher lebih nyata pada laki-laki. Terdapat beberapa kontur penting yang menjadi landmark pada daerah leher, yaitu : M. Sternocleidomastoideus, bagian anterior M. Trapezius, korpus os. Hyoid, Adam’s Apple, Jugular Notch, M.platysma, glandula salvarius, dan symphysis menti. Penting untuk diketahui bahwa bagian anterior leher berisi saluran pernafasan, saluran pencernaan, pembuluh-pembuluh darah yang besar serta serabut-serabut saraf, sedangkan daerah posterior berisi segmen vertebra servikalis yang diliputi oleh otot-otot. TULANG RAWAN LEHER Tulang rawan leher membentuk susunan seperti rangka, terdiri dari : os.hyoid, membrana thyrohyoid, kartilago thyroid, membrana cricothyroid, kartilago cricoid . 1) Os. Hyoid. Adalah tulang yang berbentuk U dan terdiri dari korpus dan kornu mayor dan minor. Berhubungan dengan kartilago thyroid melalui mebran thyrohyoid .Tidak langsung berhubungan dengan skelet tetapi dengan pangkal lidah sehingga memungkinkan mobilitas yang besar. Terletak diatas laryng dan dibawah mandibula. Terletak setinggi vertebra servikalis III dengan korpus setinggi angulus mandibula. Merupakan tanda penting untuk menemukan A. Lingualis, serta tempat melekat M. Laryngeus eksterna dan beberapa otot lidah dan otot dasar mulut . 2) Membrana thyrohyoid. Terletak antara kornu mayor os hyoid dengan kartilago thyroid. Berfungsi sebagai ligamen yang menggantung laryng pada hyoid. 3) Kartilago thyroid. Kartilago ini membentuk tonjolan yang disebut Adam’s Apple dan bagian atasnya membentuk lekukan huruf ‘V’ ( thyroid notch) yang merupakan landmark penting untuk memperkirakan letak bifurcatio a.Karotis komunis. 4) Membrana cricothyroidea. Menutup rongga/jarak antara kartilago thyroid dengan cricoid. Tracheostomi yang cepat dan mudah dapat dilakukan melalui membrana ini. 5) Kartilago cricoid. Berbentuk cincin bulat yang melingkari laryng. Bagian anterior mudah diraba dari luar dan terletak setinggi vertebra servikalis VI. Pada level ini terdapat junction pharyngoesophagus dan laryngotracheal serta persilangan A. Karotis komunis dengan M. Omohyoid. Level ini merupakan penuntun yang penting untuk mengendalikan perdarahan karotis, karena pada level ini dapat dilakukan penekanan ke tuberkel vertebra servikalis VI. M. STERNOCLEIDOMASTOIDEUS. Otot ini dapat di raba pada sisi leher yang berjalan mulai dari sternum dan klavikula sampai prosesus mastoideus. Origonya mempunyai dua caput yang melekat pada manubrium sterni (caput sternalis) dan pada klavikula (caput klavikularis) sedangkan insersinya melekat pada Procesus Mastoideus dan sepertiga lateral linea nuchea superior. Otot ini merupakan landmark yang penting untuk anatomi daerah leher. Merupakan batas antara trigonum anterior dan posterior dan. Trigonum anterior dibatasi oleh korpus mandibula, m.sternocleidomastoid dan garis tengah. Trigonum posterior dibatasi oleh m.trapezius, m.sternocleidomastoid dan klavikula. Carotid sheathtertutup oleh bagian bawah otot ini dan dibagian atas terletak sepanjang sisi anteriornya. Sepanjang sisi posterior dapat ditemukan saraf-saraf dari plexus Brachialis dan plexus Servikalis. M.sternocleidomastoid dipersarafi oleh N. Asesorius dan Nn. Servikalis II dan III. Kontraksi kedua otot ini akan menimbulkan gerak fleksi kepala sedangkan kontraksi satu otot ini akan merotasi kepala ke sisi yang berlawanan dan menariknya ke arah dada. N. asesorius berjalan ke arah bawah belakang di dalam serat otot tersebut. FASCIA COLLI (DEEP CERVICAL FASCIA). Fascia colli terdiri dari 3 lapis, yaitu : 1. Fascia superfisialis 2. Fascia media (fascia pretrachealis) 3. Fascia profunda (fascia prevertebralis). 1.Fascia superfisialis. Karakteristik dari fascia ini ialah membungkus 2 otot (M. m.sternocleidomastoid dan M. Trapezius),dan 2 kelenjar ludah (submaksilar dan parotis ). Diantara M. Trapezius dan M. .sternocleidomastoid, fascia ini menjadi atap dari trigonum posterior. Fascia ini membentang dari Lig. Nuchea ke arah anterior dan bersatu di garis tengah leher anterior. Di sebelah atas melekat pada : protuberantia oksipitalis eksterna, linea nuchea superior, mastoid, arkus zygomatikus dan batas bawah mandibula. Di sebelah bawah melekat pada : prosesus akromialis, spina skapula, klavikula dan manubrium sterni. Di bagian bawah, fascia ini membelah diri membentuk spatia, yaitu : di bagian bawah trigonum posterior, diantara kedua lembar fascia ini terdapat V. Supraklavikularis descendens dan bagian dari V. Jugularis oksipitalis. di bagian bawah trigonum anterior (spatium Burns) berisi caput sternal m.sternocleidomastoid, arkus jugularis, kelenjar getah bening dan jaringan lemak . 2. Fascia pretrachealis. Berasal dari permukaan dalam m.sternocleidomastoid , berjalan di depan sistim karotis (carotid sheath) dan membagi diri menjadi lamina prethyroid dan pretrachea. Lamina prethyroid. Merupakan lapisan tipis yang melalui bagian anterior Gld. Thyroid. Di sebelah lateral terpisah dari kelenjar membentuk spatium thyroidea posterior bersama lamina pretrachea. Untuk memobilisasi thyroid, operator harus mencapai rongga ini terlebih dahulu . Lamina pretrachea. Terdapat di depan trachea membentuk batas posterior dari spatium thyroidea posterior. Serat-serat menyebar ke daerah thyrotracheo-esophageal dan memadat serta menebal, memfiksasi kelenjar thyroid ke daerah tersebut. Bentangan vertikal dari fascia pretrachealis adalah dari os hyoid sampai mediastinum dimana fascia tersebut akan bercampur/menyatu dengan serat pericardium. Fascia pretrachealis disebelah atas menebal, membentuk Lig. suspensorium kel.Thyroid yang menggantung kelenjar tersebut ke laryng. Ligamentum ini harus dipotong untuk memobilisasi kel. Thyroid dengan baik. 3.Fascia prevertebralis . Fascia ini lebih tebal dari fascia pretrachealis, berjalan di belakang sistim karotis, melekat pada dasar tengkorak, berjalan ke bawah menyatu dengan lig. Longitudinal anterior vertebrae. Membungkus plexus Brachialis dan A. Subklavia ke fossa Aksilaris, membentuk Axillar Sheath. Cabang-cabang n.servikal yang keluar diantara m.scalenus medius dan anterior terletak didalam fascia tersebut. Carotid sheath merupakan fascia yang menebal yang membungkus a.carotis komunis dan interna, v.jugularis interna dan n.vagus. PEMBAGIAN ANATOMIS DAERAH LEHER M.sternocleidomastoid membagi daerah leher menjadi 2 segitiga besar, yaitu : 1. Trigonum colli anterior, yang terdiri dari : § Tigonum sub mental § Trigonum digastrikus § Trigonum Karotis § Trigonum Muskulari Batas-batas trigonum colli anterior adalah , anterior : garis tengah leher, superior : symphisis mandibula dan posterior : sisi anterior m.sternocleidomastoid. trigonum ini tertutup oleh kulit, fascia superfisialis, platysma dan fascia intermedia. 2. Trigonum colli posterior, yang terdiri dari : § Trigonum oksipitalis. § Trigonum supraklavikularis. Batas-batas trigonum colli posterior yaitu anterior : sisi posterior m.sternocleidomastoi , inferior : Klavicula dan posterior: sisi anterior M. Trapezius. Lantai dari trigonum tertutup oleh lapisan prevertebra yang terdiri dari semispinalis capitis, levator scapula dan scalenus medius. Trigonum ini berisi a.subklavia, v.jugularis eksterna, pleksus brakialis dan cabang-cabang pleksus servikalis. Trigonum submental Batas-batasnya : Lateral : venter anterior M. Digastricus. Inferior : korpus hyod. Apex : symphisis mandibula. Dasar : M. Mylohyoid. Atap : fascia colli. Isi trigonum ini terdiri dari : kel. getah bening submentalis yang menerima drainase dari jaringan superfisial dibawah dagu, bagian tengah bibir bawah, gigi bagian bawah, gusi, dasar mulut dan ujung lidah. Dari sini cairan limfe dialirkan ke kel. getah bening submaxillaris. Trigonum digastricus . Batas-batasnya : Anterior : venter anterior M. Digastricus. Posterior : venter posterior M. Digastricus. Atas : mandibula . Trigonum ini berisi kel.submandibular Trigonum karotis . Batas-batasnya : Bawah : venter superior M. Omohyoid. Atas : venter posterior M. Digastricus. Posterior : m.sternocleidomastoid Trigonum ini berisi carotid sheath Trigonum muskularis Batas-batasnya : Atas : venter superior M. Omohyoid. Bawah : m.sternocleidomastoid Anterior : garis tengah leher. Trigonum oksipitalis. Batas-batasnya : Anterior : sisi posterior m.sternocleidomastoid Posterior : M. Trapezius. Bawah : venter inferior M. Omohyoid. Trigonum supraklavikularis. Batas-batasnya : Anterior Atas Bawah : sisi posterior m.sternocleidomastoid : venter inferior M. Omohyoid. : klavikula. Persarafan daerah leher Terdapat 4 saraf superfisial yang berhubungan dengan tepi posterior m.sternocleidomastoid. Saraf-saraf tersebut mempersarafi kulit di daerah yang bersangkutan. Saraf superfisial yang dimaksud adalah : 1. N. Oksipitalis minor (C2) 2. N. Auricularis magnus (C2 dan C3) 3. N.Cutaneus anterior (cutaneus colli, C2 dan C3). 4. N.Supraklavikularis (C3 dan C4). Keempat saraf ini berasal dari Nn Servikalis II, III dan IV dan terlindung di bawah otot. Dalam perjalanan ekstra kranialnya, 4 nervi kranial terletak di daerah M. Digastricus. Saraf-saraf cranial yang dimaksud: 1. N. Vagus, keluar melalui For. Jugularis, mensarafi : saluran pernafasan dan saluran pencernaan . 2. N. Glossopharyngeus, keluar bersama N. Vagus , terletak diantara karotis interna dan jugularis interna. Merupakan saraf motorik untuk M. Stylopharyngeus. 3. N. Asesorius, berasal dari cranial dan C5 atau C6. Merupakan motorik untuk M. SCM dan M. Trapezius, sedangkan cabang cervicalnya merupakan sensorik. 4. N. Hypoglosus, keluar melalui cranial hypoglosus, merupakan motorik untuk lidah. PEMBULUH DARAH 1. A. Karotis komunis. Pembuluh darah yang sebelah kanan berasal dari A. Inominata sedangkan yang kiri berasal dari Arkus Aorta, berjalan di belakang M. m.sternocleidomastoid. Pada level Thyroid Notch melebar, disebut Bulbus Karotis, kemudian bercabang dua menjadi A. Karotis eksterna dan A.Karotis interna . Setelah percabangannya, arteri ini berjalan ke dalan kanalis karotikus ossis temporalis. Memperdarahi otak dan mata. Di daerah leher tidak memberikan percabangan. Di bawah M. Digastricus tertutup oleh m.sternocleidomastoid 2. A.Karotis eksterna. Berjalan menuju collum mandibula. Memberikan 8 percabangan yang berdasarkan letaknya terhadap M. Digastricus, adalah sbb : diatas M. Digastricus memberi 3 percabangan : 1. A. Temporalis superfisialis. 2. A. Maxillaris interna. 3. A. Auricularis posterior. dibawah M. Digastricus memberi 5 percabangan : 1. A. Thyroidea superior. 2. A. Linguaalis. 3. A. Pharyngealis ascendens. 4. A. Facialis. 5. Ramus Oksipitalis. 3. V. Jugularis eksterna. Dimulai dari bawah telinga dan berasal dari gabungan V. Aurikularis posterior dan V. Facialis posterior, terletak diantara platysma dan fascia superfisialis colli. Di daerah bawah leher bergabung dengan V. Jugularis anterior dan V. Subklavia tranversa. 4. V. Jugularis interna. Merupakan kelanjutan dari sinus tranversus, di sebelah atasnya terletak dibawah Gld. Parotis dan sebagian besar dari vena ini terletak dibawah m.sternocleidomastoid. Di bagian bawah terletak M. Infrahyoid. Menerima/menampung darah dari : § § § § § Sinus petrosus inferior. V.pharyngealis. V. facialis. V. Lingualis. V. Thyroidea superior dan media. OTOT-OTOT LEHER BAGIAN DEPAN Otot-otot di bagian ventral leher terdiri dari : 1. M. Digastricus, terdiri dari venter anterior dan posterior. Berjalan dari os temporal ke arkus mandibula, merupakan landmark yang penting di bagian atas leher. Kedua venternya dipisahkan oleh tendon intermedius. 2. Mm infrahyoid, disebut juga sebagai STRAP muscles Terdiri dari : a. M. Sterno hyoid : Origo pada manubrium sterni dan berinsersi di os. hyoid. Dekat origo terpisah, makin ke atas makin bersatu dan didekat insersi bergabung dengan M. Omohyoid. b. M. Omohyoid Terdiri dari 2 venter (superior dan inferior). Mulai dari skapula dan lig. supraskapula berjalan ke atas dan berakhir sebagai tendo intermedius. c. M. Sternothyroid, Merupakan landmark penting dalam pembedahan thyroid untuk menemukan cleavage plane. Origo terletak di manubrium sterni dan berinsersi di lamina kartilago thyroid, berjalan menutupi sebagian Gld. Thyroid. Kontraksinya menyebabkan laryng bergerak ke bawah. d. M. Thyrohyoid, Berorigo di kartilago thyroid dan berinsersi di os hyoid. Menutupi membrana thyrohyoid, kontraksinya menarik hyoid ke bawah, tetapi bila hyoid difiksir oleh otot suprahyoid, kontraksinya akan mengangkat laryng. KELENJAR ENDOKRIN KELENJAR THYROID. Merupakan kelenjar endokrin yang tidak mempunyai saluran keluar, sangat vaskuler, melekat ke laryng oleh lig. suspensorium sehingga turut bergerak waktu menelan. Terdiri dari dua lobus yang dihubungkan dengan isthmus, kadang-kadang pada isthmus terdapat lobus pyramidalis. Masing-masing lobus terletak setinggi kartilago thyroid sampai cincin trachea ke-6. Ukuran normal lebih kurang 2 x 2,5 x 0,75 in. Diperdarahi oleh A. Thyroidea superior dan inferior, kadang-kadang terdapat A. Thyroidea ima di daerah inferior kelenjar. Terdapat N. Recurrens yang terletak di sebelah dorso medial lobus, saraf ini perlu mendapat perhatian khusus pada saat operasi kel. thyroid. KELENJAR PARATHYROID. Merupakan massa berwarna coklat kekuningan yang jumlahnya bervariasi antara 2-4 pasang, terletak di posterior lobus lateralis thyroid dengan 3 kemungkinan posisi, yaitu : di bawah A. Thyroidea inferior, anterior dari fascia pretrachea. di atas arteri dan di dalam fascia pretrachea. di dalam kelenjar thyroid. DRAINASE LIMFATIK DAERAH LEHER Kelenjar getah bening leher terbagi dalam dua kelompok, yaitu : rangkaian sirkuler/horizontal dan rangkaian vertikal. Kelenjar tersebut terdapat simetris pada kedua sisi leher. Rangkaian sirkuler Rangkaian sirkuler terdiri dari : 1. Limfonodi oksipitalis, menerima limfe dari kepala bagian belakang. 2. Limfonodi retroauriculer, menerima limfe dari daerah temporal, telinga bagaian belakang dan MAE. Terletak di proc. mastoideus. 3. Limfonodi preauriculer, menerima limfe dari kulit kepala bagian depan dan auriculer. 4. Limfonodi parotis, menerima limfe dari nasofaring, CAE, cavum tymphani dan palpebra. 5. Limfonodi facialis, menerima limfe dari farings, muka dan mukosa bibir. 6. Limfonodi submandibularis, menerima aliran limfe dari ujung medial mata, sebagian hidung, bibir atas dan lateral bawah, gusi dan bagian lateral lidah. 7. Limfonodi submentalis, menerima limfe dari bibir bawah, ujung lidah dan dasar mulut. 8. Limfonodi cervical superfisialis, menerima limfe dari parotis, auricula. Terletak sepanjang V. Jugularis eksterna dan diatas m.sternocleidomastoid 9. Limfonodi cervical anterior, menerima aliran dari daerah laryng, thyroid dan trachea. Lore membagi drainase limfatik daerah leher dalam beberapa kelompok, sbb : 1. Internal Jugular Chain superior (nasofarings, dasar lidah, tonsil, karotis dan larings) 2. IJC media/middle IJC (tonsil, lidah, laring, oro & hypofarings, sinus paranasal, esofagus, leher, thyroid) 3. Inferior IJC (thyroid, larings, esofagus, leher) 4. Posterior cervical triangle (nasofarings, thyroid). 5. Supraklavikular (paru-paru, mammae, GIT, genitourinary). 6. Submandibular (intraoral, kel.submaxilar). 7. Submental (bibir, dasar mulut anterior, buccal). 8. Cricothyroid (larings, thyroid). 9. Preauriculer (parotis, CAE, kulit muka sebelah lateral, temporal dan kulit kepala). Rangkaian vertikal Rangkaian vertikal menerima aliran limfe dari rangkaian sirkuler kecuali dari submental dan facial sebelumnya menuju ke limfonodi submandibular dahulu. Saluran eferen dari sisi kiri menuju ke Ductus Thoracicus sedangkan sisi sebelah kanan bermuara dipertemuan antara V. Jugularis interna dengan V. Subclavia. RONGGA MULUT Rongga mulut merupakan rongga yang dibatasi oleh : § atas : rongga hidung. § bawah : leher. § belakang : farings. § depan : bibir. Rongga mulut terbagi atas : vestibulum dan ginggivodental, regio palatum, regio sublingual dan regio glossal. Vestibulum dan ginggivodental. Arkus ginggivodental membagi mulut menjadi vestibulum dan rongga mulut. Vestibulum dibatasi oleh pipi, bibir dan permukaan alveolus rahang. Pada dinding lateral vestibulum setinggi M1 atau M2 terdapat orifisium bukalis duktus parotis. Regio palatum Terdiri dari palatum durum (2/3 bagian anterior) dan palatum molle (1/3 bagian posterior). Palatum molle berfungsi untuk mengatur pasase udara atau makanan saat melalui daerah nasofarings. Daerah ini didarahi oleh A. Maksilaris eksterna. Regio sublingual Merupakan celah di dasar mulut yang terletak antara lidah dan akar lidah. Batas po[x1] steriornya adalah pilar tonsil. Regio glossal Substansi utama bagian ini adalah otot-otot instrinsik lidah. Lidah terdiri dari massa otot berlapis mukosa, permukaannya kasar. Selain otot intrinsik, terdapat pula otot extrinsik. Otot-otot intrinsik : M. longitudinalis superior dan inferiorM. transversus dan vertikalis. Otot-otot extrinsik : M. Genioglosus, M. Styloglosus, M. Hyoglosus dan M. Palatoglosus. Didarahi oleh A. Lingualis, cabang dari A. Karotis eksterna. Di bawah plica sublingual, diantara alveolus dan bagian depan lidah terdapat kelenjar sublingualis yang merupakan kelenjar ludah terkecil. DAFTAR PUSTAKA 1. Snell RS, Clinical Anatomy for Medical Student, 3 rd ed, Little, Brown, and Co, 1986, p699-862 2. Lore JM,An Atlas of Head and Neck Surgery, 2 nd ed, WB Saunders Co, Philadelphia, 1978, p539-547. 3. Thorek P, Anatomy in surgery, 2 nd ed, JB Lippincott Co,Philadelphia, 1963, p 155 - 238. [x1] ANATOMI DAN PATOLOGI PAYUDARA Dalam embrio manusia, payudara pertama dikenal sebagai "milk streak" dalam sekitar minggu keenam perkembangan fetus. Suatu area penebalan ektodermis yang dikenal sebagai tunas susu, berkembang dalam bagian pectoralis badan embrio. Peninggian linear tegas ini terbentang bilateral dari axilla ke vulva dan dikenal sebagai garis susu atau 'mammary ridge' . Lokasi pectoralis payudara pada manusia hanya ditempati pada primata tinggi spesies mammalia. Dengan mencapai minggu 9 perkembangan dalam rahim, garis susu menjadi atrofi, kecuali dalam daerah pectoralis dan pengenalan pertama primodrium payu-dara (tunas punting susu) jelas. Dengan mencapai minggu 12 embriogenesis, tunas puting susu diinvasi oleh epitel skuamosa ektodermis. Pada 5 bulan, jaringan ikat mesenkima menginfiltrasi primordium payudara dan berdiferensiasi ke 15 sampai 20 filamen padat, yang terdistribusi simetris di bawah kulit tunas puting “susu”. Ductulus mamma berkembang sebagai pertumbuhan ke dalam ventral dan sisa embrioiogi ini, yang terbagi ke dalam duktus susu primer dan berakhir dalam tunas lobulus. Kemudian tunas ini berproliferasi ke asinus setelah dimulai rangsangan estrogen ovarium. Selama pertumbuhan dalam rahim, ductus susu primer bercabang dan membelah luas. Dengan mencapai bulan ketujuh sampai ke delapan dalam rahim, duktus berkanulasi membentuk lumen yang berhubungan dengan ductus lactifer tak matang. Saat lahir, tunas puting susu mempunyai cekungan sentral yang sesuai dengan area yang dipenetrasi oleh lumen duktulus susu primer. Segera setelah lahir, penetrasi tunas puting susu lengkap ia bereversi dan lebih dinvasi oleh sel basaloid yang menjadi dipigmentasi gelap untuk mem-bentuk areola. ANATOMI Untuk dapat mengenal perjalanan penyakit kanker payudara dan memahami dasar-dasar tindakan operasi pada kanker payudara maka sangat penting mengetahui anatomi payudara itu sendiri. Payudara terletak pada hemithoraks kanan dan kiri dengan batas-batas sebagai berikut : 1. Batas-batas payudara yang tampak dari luar : - superior : iga II atau III - inferior : iga VI atau VII - medial : pinggir sternum - lateral : garis aksilaris anterior / linea mid axillae 2. Batas-batas payudara yang sesungguhnya : - superior : hampir sampai ke klavikula - medial : garis tengah - lateral : m. latissimus dorsi Sekitar 2/3 bagian payudara terletak pada m. pektoralis mayor, dan 1/3 nya pada m. latissimus dorsi. Pada sekitar 95% wanita, terdapat perpanjangan batas kuadran lateral atas payudara sampai ke axilla, yaitu “axillary tail of spence”. Pada daerah ini jaringan payudara memasuki suatu rongga pada fascia axillaris yang disebut “Foramen of Langer”; sehingga payudara pada daerah ini terletak dibawah fascia axillaris, dan bukan superfisial dari fascia axillaris. Struktur Payudara Payudara terdiri dari berbagai struktur : - Jaringan payudara - Kulit - Jaringan subkutis Jaringan payudara terdiri dari parenkim dan stroma. Parenkim berisi 15-20 lobus, tiap lobus berisi 20-40 lobulus, dan tiap lobulus berisi 10-100 alveoli Payudara dibungkus oleh fasia pektoralis superfisialis dimana permukaan anterior dan posterior dihubungkan oleh ligamentum Cooper. Ligamentum “suspensory” Cooper ini bekerja sebagai jaringan penunjang yang kuat diantara lobus dan parenkim, dan diantara dermis kulit dengan bagian dalam fascia pektoralis superfisilais. Pada invasi keganasan, bagian ligamen ini dapat terkontraksi, membentuk fiksasi dan retraksi kulit. Papilla mammae dan areola mammae Epidermis pada puting susu dan areola adalah berpigmen; yang dilapisi keratinisasi dari epitel stratified squamous. Pada pubertas, puting semakin berpigmen dan menonjol. Terdapat kumpulan serabut otot polos yang radier dan sirkumferensial, serta longitudinal pada daerah duktus laktiferus. Pada daerah areola terdapat kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan kelenjar areola asesorius. Kelenjar asesori ini membentuk penonjolan-penonjolan kecil pada permukaan areola yang disebut glandula areola “Montgomery tubercles” Pada puncak puting terdapat banyak akhiran sel-sel saraf dan Meissner’s Corpuscles pada dermis puting. Areola mengandung sedikit struktur ini. Pada keadaan normal, komponen glandular tampak renggang; mengandung banyak elemen duktus. Pada awal siklus menstruasi, duktulus tampak seperti tali dengan lumen yang sempit. Pada saat ovulasi, dengan stimulasi estrogen, lumen membesar, dan terdapat penumpukan sekresi kelenjar; sehingga cairan dan lemak tertimbun di jaringan penunjang. Jika proses stimulasi ini berhenti, komponen glandular ini akan kembali regresi. Vaskularisasi Payudara 1. Arteri Payudara mendapat pendarahan terutama dari dua sumber utama, yaitu cabang-cabang perforantes anterior arteri mamaria interna dan arteri thorakalis lateralis: a. Cabang-cabang perforantes a. mammaria interna. Cabang-cabang I, II, III, dan IV dari a. mammaria interna menembus dinding dada dekat pinggir sternum pada interkostal yang sesuai, menembus m. pertoralis mayor dan memberi pendarahan tepi medial glandula mamma. b. Cabang-cabang dari a. axillaris: Rami pectoralis a. thorako-akromialis Arteri ini berjalan turun diantara m. pektoralis minor dan m. pektoralis mayor. Pembuluh ini merupakan pembuluh utama m. pektoralis mayor. Setelah menembus m. pektoralis mayor, arteri ini akan mendarahi glandula mamma bagian dalam (deep surface). Arteri thorakalis lateralis (a. mammaria eksterna) Pembuluh darah ini jalan turun menyusuri tepi lateral m. pektoralis mayor untuk mendarahi bagian lateral payudara Arteri thorako-dorsalis Pembuluh darah ini merupakan cabang dari a. subskapularis. Arteri ini mendarahi m. latissimus dorsi dan m. serratus magnus. Walaupun arteri ini tidak memberikan pendarahan pada glandula mamma, tetapi sangat penting artinya. Karena pada tindakan radikal mastektomi, perdarahan yang terjadi akibat putusnya arteri ini sulit dikontrol, sehingga daerah ini dinamakan “the bloody angle”. 2. Vena Pada daerah payudara, terdapat tiga grup vena : a. Cabang-cabang perforantes V. mammaria interna Vena ini merupakan vena terbesar yang mengalirkan darah dari payudara. Vena ini bermuara pada v. mammaria interna yang kemudian bermuara pada v. innominata. b. Cabang-cabang v. aksilaris yang terdiri dari v. thorako-akromialis, v. thorakalis lateralis dan v. thorako dorsalis c. Vena-vena kecil yang bermuara pada v. interkostalis. Vena interkostalis bermuara pada v. vertebralis, kemudian bermuara pada v. azygos (melalui vena-vena ini metastase dapat langsung terjadi di paru). Persarafan Persarafan kulit payudara bersifat segmental dan berasal dari segmen dermatom T2 sampai T6. Sela iga pertama terutama dipersarafi oleh saraf ke musculus subclavius. Segmen dermatom area ini bisa didenervasi total atau sebagian setelah elevasi flap kulit untuk mastektomi radikal atau modifikasi. Dengan pemotongan flap kulit dalam axilla, maka suatu cabang utama nervus intercostobrachiales bisa dikenali dan dikorbankan. Saraf ini terutama terdiri dari serabut dari cabang cutaneus lateralis nervi intercostales kedua dan ketiga serta berjalan tegak lurus dan anterior terhadap musculus latissimus dorsi. Nervus thoracodorsalis Nervus thoracodorsalis terdapat pada m. subscapularis, mempersarafi m. latissimus dorsi dan muncul dari fasciculus posterior plexus branchialis (C5, C6, dan C7). Ia lewat di belakang fasciculus medialis dan pembuluh axillaries untuk berjalan lateral terhadap nervus thoracicus longus dan memasuki batas anterior musculus latissimus dorsi. Bila terpotong, rotasi interna dan abduksi akan melemah, walaupun tidak mengakibatkan deformitas. Gangguan fungsionalnya adalah oposisi kuat lengan atas ke dinding dada lateral, terutama bila penderita perlu membawa sesuatu yang dijepit diantara lengan atas dan dinding dadanya. Nervus thoracalis longus Nervus thoracalis longus terdapat pada m. serratus anterior mempersarafinya. Cedera pada nervus ini menyebabkan morbiditas fungsional yang jauh lebih besar akibat kelemahan bahu dan menimbulkan deformitas ‘winged scapula’ Nervus pectoralis lateralis Nervus pectoralis lateralis berasal dari fasciculus lateral plexus branchialis untuk mempersarafi m. pectoralis mayor dan minor. Saraf ini berjalan medial terhadap m. pectoralis minor dan harus dilindungi sewaktu melakukan modifikasi mastektomi radikal untuk mencegah atrofi musculus pectoralis mayor. Nervus pectoralis medialis Dalam pembedahan, nervus pectoralis medialis yang berasal dari fasciculus medialis plexus brachialis, berjalan lateral terhadap musculus pectoralis minor dan mensarafi musculus pectoralis mayor dan minor. Saraf ini biasanya dikorbankan sewaktu membuang musculus pectoralis minor sebagai bagian modifikasi mastektomi radikal. Jika nervus pestoralis lateralis dilindungi, maka musculus pectoralis major tidak akan atrofi dan setelah operasi bentuk dinding dada akan sesuai dengan m. pectoralis mayor dan tidak dengan sangkar iga. Sistem Limfatik Payudara Pengaliran pembuluh limfatik terutama bersifat unidireksional (searah), kecuali di daerah subareolar dan daerah sentral payudara, atau pada keadaan dimana terjadinya obstruksi limfatik menyebabkan terjadinya aliran balik bidireksional. Hal ini dapat terjadi karena pembuluh limfe tidak berkatup; sehingga aliran balik ini memungkinkan terjadinya metastasis. Pengaliran limfatik dibagi 3 bagian: 1. Drainase Kulit Mengalirkan pembuluh limfe dari kulit sekitarnya, dan tidak termasuk areola dan papilla. Terdapat komunikasi antara pembuluh dermis dengan pembuluh dermis pada payudara kontralateral, sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran tumor ke KGB dan payudara kontralateral 2. Drainase Areolar Yaitu pleksus subareolar dari Sappey; selanjutnya akan bergabung dengan KGB aksilla. 3. Drainase Aksiler Terdapat enam grup kelenjar getah bening aksila : 1. KGB mammaria eksterna. Untaian kelenjar ini terletak di bawah tepi lateral m. pektoralis mayor, sepanjang tepi medial aksila. Grup ini dibagi dalam dua kelompok : - Kelompok superior. Kelompok KGB ini terletak setinggi interkostal II-III - Kelompok imferior. Kelompok KGB ini terletak setinggi interkostal IV-V-VI 2. KGB Skapula KGB terletak sepanjang vasa subskapularis dan thorako-dorsalis, mulai dari percabangan v. aksilaris menjadi v. subskapuralis, sampai ke tempat masuknya v. thorako-dorsalis ke dalam m. latissimus dorsi. 3. KGB sentral (central nodes) KGB ini terletak di dalam jaringan lemak di pusat ketiak. Kadang-kadang beberapa diantaranya terletak sangat superficial, di bawah kulit dan fasia pada pusat ketiak, kira-kira pada pertengahan lipat ketiak depan dan belakang. KGB ini adalah kelenjar yang relatif paling mudah diraba. Dan merupakan kelenjar aksila yang terbesar dan terbanyak jumlahnya. 4. KGB interpektoral (Rotter’s nodes) KGB ini terletak diantara m. pektoralis mayor dan minor, sepanjang rami pektoralis v. thorako-akromialis.Jumlah satu sampai empat. 5. KGB v. aksilaris Kelenjar-kelenjar ini terletak sepanjang v. aksilaris bagian lateral, mulai dari white tendon m. latissimus dorsi sampai ke sedikit medial dari percabangan v. aksilaris – v. thorako-akromialis 6. KGB subklavikula Kelenjar-kelenjar ini terletak sepanjang v. aksilaris, mulai dari sedikit medial percabangan v. aksilaris – v. thorako-akromialis sampai di mana v. aksilaris menghilang di bawah tendo m. subklavius. Kelenjar ini merupakan kelenjar aksila yang tertinggi dan termedial letaknya. Semua getah bening yang berasal dari kelenjar-kelenjar getah bening aksila masuk ke dalam kelenjar ini. Seluruh KGB aksila ini terletak di bawah fasia kostokorakoid Kelompok kelenjar ini kemudian dibagi lagi dalam 3 level atau tingkat, berdasarkan hubungannya dengan m. pectoralis minor. a. Level I Terletak lateral / dibawah batas bawah m. pectoralis minor. Termasuk: - KGB mamaria eksterna - KGB vena aksilaris - KGB grup scapular b. Level II Terletak didalam (deep) atau dibelakang dari m. pectoralis minor; yaitu grup sentral. c. Level III Terletak medial atau diatas dari batas atas m. pectoralis mino; yaitu grup subclavicular. PATOLOGI PADA PAYUDARA Anomali Yang termasuk anomali adalah 1. Amastia 2. Jaringan mamma aksesoris (supernumerary breast) atau mamma aberrant 3. Bentuk abnormal dari payudara Amastia Amastia artinya tidak ada payudara sebelah atau dua-duanya atau tinggal payudara sedikit saja. Anomali tersebut jarang di temukan. Kebanyakan pada wanita, tapi ada juga pada pria, kelainan tersebut biasanya disertai tidak adanya otot pektoralis. Mamma aberrant (aksesoris, supernumarary) Terdapat payudara atau papillae mamma yang lebih dari dua. Letaknya pada garis susu dari axilla sampai ke inguinal tapi kebanyakan di axilla. Kelainan ini sering di dapat. Dalam praktek sehari-hari akan di temukan kasus tersebut. Menurut Haagensen mamma aberan ditemukan 2 X lebih banyak pada wanita dari pada laki-laki, yang ditemukan di Bandung hampir selalu wanita. Anomalis tersebut ada hubungannya dengan keturunan. Terdapat pada keluarga-keluarga tertentu. Klinkaefuss malaporkan adannya polymastia pada 4 genarasi. Ada 3 unsur terdapat pada mamma aberan tersebut : 1. Parenkim kelenjar susu 2. Areola dan 3. Papilla mama Kadang-kadang ketiga unsur tersebut ditemukan secara histopatologik, tapi kadang-kadang hanya satu unsur saja. Pada anomali tersebut bisa ditemukan segala penyakit yang bisa menghinggapi payudara, misalnya karsinoma mamma, dsb. Juga bila waktu mens dimana payudara normal suka mengeras, dia ikut mengeras dan pada waktu laktasi terdapat pengeluaran air susu juga. Bila anomali tersebut mengganggu atau adanya kekuatiran bila terjadi karsinoma tidak mudah diketahui, maka dapat dilakukan extirpasi. Operasi tersebut harus dilakukan dengan tenang dan sebaliknya dengan narkosa agar yang dianggap benar-benar jaringan kelenjar payudara yang dimaksud, bukan jaringan lemak subkutan. Bentuk abnormal payudara Misalnya areola mamma yang menonjol sehingga merupakan tumor. Kelainan ini jarang sekali. Sekali-sekali ditemukan dalam gradasi yang ringan. Polythelia adalah dimana sebuah payudara mempunyai lebih dari satu putting susu, baik pada satu areola maupun pada beberapa areola dari satu payudara. Kelainan pertumbuhan payudara. Bila wanita, jadi dewasa, tapi payudara tidak berkembang mungkin sebabnya agenesis ovarium tapi ada juga yang terlambat akil balik. Ada pula yang akil balik terlalu cepat, semua tanda-tanda kelamin sekunder timbul kemungkinan terdapat tumor ovarium, kebanyakan idiopatik. Hipertrofi payudara dewasa. Ginekomastia pada pria, suatu hipertrofi payudara sebelah ada dua-duanya. Etiologi tak di ketahui, tapi ada yang disebabkan oleh kelainan hormon, kelainan pada testis yang biasanya bilateral. Infeksi pada payudara Mastitis akut biasanya pada wanita menyusui, tapi kadang-kadang bisa pada wanita yang tidak menyusui. Sebabnya ialah tertahannya air susu dan masuknya kuman-kuman kulit melalui papilla mamma yang biasanya yang laserasi. Bila tidak diobati akan menjadi abses dan perlu diinsisi. Terapi mastitis adalah antibiotika biasanya eritromisin atau antibiotika lain terhadap bakteri coccus. Bila perlu penghentian laktasi atau di hindarkan menyusui secara sementara dan air susu diisap dan di buang. Mastitis tbc: pada waktu yang lalu luar negeri sekali-kali ditemukan penyakit ini. Di Indonesia pernah ditemukan, walaupun jarang. Galaktokel: suatu kantong berisi air susu yang tertinggal lama kelamaan laktokel tersebut menjadi terinfeksi. Tumor mamma. Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi No.2 di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidens ini meningkat; sepertf halnya di negara barat. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat 92/100.000 wanita pertahun dengan mortalitas yang cukup tinggi ,27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia" Berdasarkan "Pathological Based Registration" kanker payudara mempunyai insidens relative 11,5%." Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru pertahun dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut. Usia penderita tumor ganas mamma diatas 25 tahun sampai 65 tahun, terbanyak 40-45 tahun untuk Jepang dan negara-negara yang rendah insidensinya, sedang yang insidensinya tinggi meningkat, makin tua usia maka > age adjusted incidency. Tumor ganas mamma pada pria terdapat satu di antara 100 tumor ganas mamma pada wanita. Etiologi Keturunan : pada statistik ternyata jika seorang ibu mempunyai kanker payudara, maka kemungkinan anaknya menderita kanker payudara 2 sampai 3 kali lebih besar dari wanita-wanita lain. Diperkirakan bahwa 5% semua kanker payudara adalah akibat predisposisi keturunan, dengan melibatkan beberapa gen yang sangat penetrans, autosomal-dominan yang diturunkan. BRCA pada kromosom 17 dan BRCA pada kromosom 13 merupakan gen-gen yang menimbulkan predisposisi untuk kanker payudara yang telah dapat dilokalisasi. Hormonal : tikus bisa dibuat menderita karsinoma mamma dengan penyuntikan estrogen. Estrogen dan estradiol adalah karsinogenik. Estriol “ protective” terhadap karsinoma mamma. Ovarektomi <35 tahun “protective” Hamil muda menurunkan kemungkinan wanita menderita kanker payudara. Wanita yang tidak menikah, janda atau yang cerai lebih banyak menderita kanker payudara dari yang menikah. Laktasi : pernyataan di atas ada hubungannya juga dengan laktasi, wanita yang multipara yang banyak menyusui kurang kemungkinan menderita kanker payudara, tetapi hal tersebut ada yang membantahnya. Hubugan tumor-tumor jinak fibrokistik dengan kemungkinan tumbuhnya kanker payudara dikemudian hari masih dalam perdebatan. Faktor diet lemak meninggikan kemungkinan karsinoma mama, karena peninggian estrogen di kutis/subkutis. Menarche yang semakin muda usianya, bersamaan dengan meningkatnya insidensi karsinoma di beberapa negara. Patologi Tumor Jinak Fibrous dysplasia adalah suatu proliferasi stroma kelenjar mamma yang merupakan tonjolan tidak berkapsul, batasnya tidak tegas Mastitis kronika sistika, yang tidak selalu “cystic” dan bukan suatu peradangan sehingga nama ini sebenarnya tidak tepat. Istilah ini merupakan kumpulan penyakit-penyakit tumor jinak pada mamma. Sinonimnya, fibrocystic, diease, fibroadenosis, mastopathy, nodular hyperplasia, cyclomastopathy, adenofibromatosis, cystiphorous epithelial hyperplasia, adenocystic disease dan mammary dysplasia. Fibrous dysplasia yang dipergunakan oleh bagian patologi FKUP sebenarnya masuk dalam rombongan tersebut. Kista retensi : suatu kista yang berisi air susu yang kadang-kadang terinfeksi. “ Sclerosing adenosis” suatu fibrosis dalam kelenjar mamma yang keras dimana gambaran hispatologisnya bisa dikelirukan menjadi karsinoma. Fibroadenoma suatu tumor yang terbatas tegas, tidak berkapsul, tapi tampaknya seperti berkapsul mikroskopik terdiri dari dua komponen, yaitu komponen stroma jaringan lunak yang berproliferasi dan komponen “acini” dari duktus yang berkembang secara atipik. Tumor Ganas Malignant ( Carcinoma ) 1. Non invasive carcinoma a) Non invasive ductal carcinoma b) Lobular carcinoma in situ 2. Invasive carcinoma a) Invasive ductal carcinoma a1. Papilllobular carcinoma a2. Solid-tubular carcinoma a3. Scirrhouscarcinoma b) Special types b1. Mutinous carcinoma b2. Medullary carcinoma b3. Invasive tabular carcino b4. Adenoid cystic carcinan b5. Squamous cell carcinorr b6. Spindel cell carcinoma b7. Apocrine carcinoma b8. Carcinoma with cartilaginous and osseous metaplasia b9. Tubular carcinoma b10. Secretory carcinoma b11. Others c). Paget's disease. Prosedur Diagnostik A. Pemeriksaan Klinis 1. Anamnesis a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya. * Benjolan * Kecepatan tumbuh * Rasa sakit * Nippledischarge * Nippleretraksi dan sejak kapan * Krusta pada areola * Kelainan kulit: dimpling, peau d'orange, ulserasi, venektasi * Perubahan warna kulit * Benjolan ketiak * Edema lengan b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, al : * Nyeri tulang (vertebra, femur) * Rasa penuh di ulu hati * Batuk * Sesak * Sakit kepala hebat, dll c. Faktor-faktor risiko * Usia penderita * Usia melahirkan anak pertama * Punya anak atau tidak * Riwayat menyusukan * Riwayat menstruasi • menstruasi pertama pada usia berapa • keteraturan siklus menstruasi • menopause pada usia berapa * Riwayat pemakaian obat hormonal * Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain. * Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik * Riwayat radiasi dinding dada 2. Pemeriksaan fisik a. Status generalis, cantumkan performance status. b. Status lokalis : Payudara kanan dan kiri harus diperiksa. Masa tumor : * lokasi * ukuran * konsistensi * permukaan * bentuk dan batas tumor * jumlah tumor * terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit, m.pektoralis dan dinding dada perubahan kulit: * kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit * peau d'orange, ulserasi nipple : * tertarik * erosi * krusta * discharge status kelenjar getah bening. * KGB aksila : Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar * KGB infra klavikula : idem * KGB supra klavikula : idem pemeriksaan pada daerah yang dicungai metastasis : * Lokasi organ ( paru, tulang, hepar, otak ) B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging : 1. Diharuskan (recommended) * USG payudara dan mamografi untuk tumor ukuran 3 cm. * Foto toraks. * USG abdomen (hepar). 2. Optional (atas indikasi) * Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi + atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm). * CTscan C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas Catalan : belum merupakan Gold Standard). D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic). Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin. Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melatui : • Core biopsy. • Biopsi eksisional untuk tumor ukuran <3 cm. • Biopsi insisional untuk tumor: o operabel ukuran >3 cm sebelum operasi definitif o inoperabel • Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kgb • Pemeriksaan imunohistokimia ER, PR , c-erbB-2, E. Laboratorium : Klasifikasi TNM Klasifikasi tumor mamma dibuat menurut TNM: T TIS : : TO TX T1 : : : Tumor primer ( luasnya ditentukan secara klinis) Pre-invasiva carcinoma : karsinoma in situ infiltrating intraductal ca dan penyakit paget pada papilla tanpa teraba tumor. Tidak ada bukti adanya tumor primer Tumor primer tidak dapat di tentukan Tumor 2 cm atau kurang pada ukuran terbesar T1a. 0,5 cm atau kurang pada ukuran terbesar T1b lebih dari 0,5 cm , tapi tidak lebih dari 1 cm pada ukuran terbesar. T2 T3 Ket : : : T4 : T1c lebih dari 1 cm tapi tidak lebih dari 2 cm pada ukuran terbesar Tumor >2 cm tapi < 5 cm pada ukuran terbesar Tumor > 5 cm pada ukuran terbesar Lekukan pada kulit, retraksi papilla atau perubahan lain pada kulit, kecuali yang disebut T4b dan T4d bisa terdapat T1, T2 atau T3 tanpa merubah klasifikasi. Tumor ukuran berapa saja dengan penyebaran langsung ke dinding toraks atau kulit pada payudara bersangkutan. Dinding toraks adalah iga, otot-otot interkostal dan m. seratus anterior, tapi tidak termasuk m. pektroalis. T4a. dengan pelekatan pada dinding anterior. T4b. dengan oedema pada payudara infiltrasi atau ulserasi kulit payudara (termasuk peau d’orange = kulit jeruk) atau satelit kulit pada payudara yang bersangkutan. T4c = T4a dan T4b. N NX N0 N1 N2 : : : : : N3 : T4d karsinoma inflamatori Kelenjar regioner yang berada di axilla dan infra klavikular Kelenjar tidak dapat ditentukan (misalnya telah diangkat sebelumnya) Tidak teraba kelenjar aksila homorateral Kelenjar aksila homolateral yang tidak melekat (movable) Kelenjar aksila homolateral yang melekat sama lain atau pada jaringan sekitarnya Kelenjar mamaria interna homolateral KET : M MX M0 M1 : : : : edema pada pada lengan bisa disebabkan obstruksi saluran limfe, kelenjar bisa tidak teraba. Kelenjar supraklavikula sekarang masuk M1 (Lym). Metastase jauh Metastase jauh tidak dapat ditentukan Tidak ada metastase jauh Metastase jauh termasuk kelainan kulit diluar daerah payudara dan kelenjar supraklavikula Untuk M1 dapat ditambah keterangan lokalisasi metastase, misalnya M1 PUL (=di paru-paru) M1 HEP(= di hepar); OSS = tulang ; BRA = otak ; LYM = KGB ; PLE = pleura ; MAR = sumsum tulang SKI = kulit ; EYE = mata ; OTH = lain-lain Didepan TNM tersebut dapat ditambah huruf p yang artinya klasifikasi tersebut telah diperbaiki oleh penemuan hasil pemeriksaan histopatologik pada terapi definitif (bedah), misalnya pT2pN1pMO. Awalan y bila terapi definitif didahului terapi lain (misalnya radiasi). Tingkat penyakit : Stage 0 T1s Stage I T1 Stage IIA T0 T1 T2 IIB T2 T3 Stage IIIA T0 T1 T2 T3 IIIB T4 setiap T Stage IV Setiap T N0 N0 N1 N1 N0 N1 N0 N2 N2 N2 N1,N2 setiap N N3 setiap N } } } } } } } } } } } } } dengan M0 M0 M0 M1 Daftar Pustaka 1. Bland, Kirby I. Vezeridis, Michael P. Breast. In Schwartz SI, Principles of Surgery, 7th ed, McGraw-Hill, 1999, hal 533-599 2. Bland, Kirby I. Souba, Willey W. Surgery for Benign and Malignant Disease of the Breast: Indication and Techniques. In: Atlas of Surgical Oncology. WB. Saunders Company, 1995. 3. Brandy A, Christy A.R, Breast Cancer, in Manual of Oncology, 4ed, Lippincott Williams & Wilkins,Philadelphia, 2004, hal 233-253 4. Browse NL, Symptoms and Signs of Surgical Disease, 3 ed, Arnold, 1997 5. Edward M.C, Kirby I.B, Breast, Essential of surgery, Sabiston, 1995, hal 365-413 6. Issam M, Breast Cancer, 2005, www.emedicine.com 7. Muchlis R, Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara, Peraboi, 2003, hal 1-15 8. Skandalakis, John, Panajoitis and Lee. Breast. In: Surgical Anatomy and Technique. Springer Verlag, 2000, hal 99-121 9. Van de Velde C.J.H, Tumor Payudara, Onkologi, Panitia Kanker RSUP Dr Sardjito, 1999, hal 467-492 10. Zollinger, Robert M andRobert M jr. Atlas of Surgical Operations, 7 th edition. McGraw-Hill, 1993, hal 406-407 KELAINAN KONGENITAL DI LEHER SERTA INFEKSI RONGGA MULUT DAN LEHER EMBRIOLOGI Pada manusia, proses perkembangan kepala dan leher dimulai dengan terbentuknya lengkung branchialis (Branchial arches) atau lengkung pharynx, yang mulai tampak pada minggu ke 4 dan 5 embrio. Lengkung-lengkung tersebut terdiri atas jaringan-jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh celah-celah, yaitu celah branchial (branchial clefts) atau celah pharynx. Bersamaan dengan perkembangan lengkung dan celah tersebut, terbentuklah sejumlah kantung pharynx; yang merupakan bagian paling kranial usus sederhana depan. Selanjutnya kantung pharynx akan menembus mesenkim disekitarnya, namun tidak membentuk suatu hubungan terbuka dengan celah-celah luar. Gambar 1. Beberapa area di kepala dan leher yang merupakan derivat dari lengkung dan celah branchial Lengkung Pharynx (branchial arches) Tiap lengkung ini terdiri dari jaringan mesoderm, yang diluarnya ditutupi jaringan ektoderm dan didalamnya oleh entoderm. Lengkung Pharynx I (Mandibular Arch) Kartilago (tulang rawan) lengkung ini terdiri atas bagian dorsal (prosesus maksilaris) yang meluas ke depan di bawah mata, dan bagian ventral (prosesus mandibularis; Kartilago Meckel). Selanjutnya, prosesus maksilaris dan kartilago Meckel akan menghilang, kecuali pada dua bagian kecil di ujung dorsal tetap ada dan membentuk incus dan malleus. Selanjutnya, bagian mensenkim prosesus maksilaris akan membentuk premaksila, maksila, os. zygomaticus, dan sebagian os temporalis. Kartilago meckel, selanjutnya akan membentuk mandibula. Lengkung pharynx pertama juga membentuk otot-otot pengunyah, yaitu m. temporalis, m. masseter, dan m. pterygoideus; venter anterior m. digastricus, m. mylohyoideus, m. tensor tympani, dan m. tensor veli palatini. Persarafan yang terbentuk oleh lengkung ini yaitu cabang mandi-bularis n. trigeminus. Lengkung Pharynx II (Hyoid Arch) Kartilago lengkung ke dua, atau kartilago Reichert, akan membentuk stapes, prosesus stylohyoideus ossis temporalis, ligamentum stylo-hyoideum, dan bagian ventralnya membentuk cornu minus dan bagian atas corpus ossis hyoidei. Otot-otot yang terbentuk lengkung ini adalah m .stapedius, m. stylo-hyoideus, venter posterior m. digastricus, m. auricularis dan otot-otot wajah. Persarafan yang terbentuk adalah n. fascialis. Lengkung Pharynx III (Thyrohyoid Arch) Kartilago lengkung ini membentuk bagian bawah korpus dan kornu mayus ossis hyoidea. Otot-ototnya adalah m. stylopharingeus dan bagian atas m. constrictor pharyngeus. Persarafannya adalah n. glosso-pharyngeus. Lengkung Pharynx IV Unsur-unsur kartilago lengkung ini akan bersatu membentuk kartilago thyroidea, arythenoidea, corniculata, dan cuneiforme larynx. Otot-ototnya adalah m. cricothyreoideus, m. levator palatini, dan mm. constrictor pharyngei. Kantung Pharynx Kantung Pharynx I Kantung pharynx pertama akan membentuk meatus auditorius eksternus, cavum timpani, tuba pharyngotympanica, dan membrana tympani. Kantung Pharynx II Kantung ini akan membentuk primordium dari tonsilla palatina Kantung Pharynx III Bagian dorsal kantung ini membentuk glandula parathyroidea inferior, sedangkan bagian ventralnya membentuk thymus. Keduanya tidak berhubungan dengan pharynx; thymus selanjutnya akan bermigrasi ke kaudal dan medial menarik glandula parathyroidea bersamanya.Thymus kemudian akan memasuki rongga dada, sedangkan glandula parathyroidea akan berhenti pada permukaan dorsal glandula thyroidea membentuk glandula parathyroidea inferior. Kantung Pharynx IV Bagian epitel kantung ini membentuk glandula parathryroidea superior. A. KELAINAN-KELAINAN KONGENITAL DI LEHER 1. Fistula, sinus, dan kista brankial Merupakan kelainan yang disebabkan oleh fusi inkomplit dari celah brankial. Umumnya terjadi pada celah brankial kesatu dan kedua, terbanyak pada celah kedua. Lokasi dan jenis lesi dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini. Gambar 2. Lokasi lesi brankial yang sering ditemukan Gambar 3. Jenis lesi brankial yang dapat terjadi Celah insang 1 yang menetap akan membentuk fistula dimulai dari atas tulang hioid dan berhubungan dengan kanalis aurikula eksternal. Saluran celah insang dapat berupa fistula yang lengkap dengan muara, atau tidak lengkap karena salah satu muara mengalami obliterasi sehingga terbentuk sinus eksternal atau internal. Bila ke 2 muara mengalami obliterasi, maka akan terbentuk suatu kista. Celah insang II yang menetap akan membentuk fistula yang berjalan dari kulit di daerah leher bagian bawah di tepi anterior otot sternokleidomastoideus, kemudian membelok ke dalam percabangan a. karotis, termasuk ke faring posterolateral. Bila kelainannya berupa kista, maka letaknya biasanya tepat di atas klavikula. Muara fistula yang terdapat di tepi anterior m. sternokleidomastoideus biasanya sudah akan tampak sejak lahir, dan biasanya mengeluarkan cairan mukuis atau purulent. Muara fistula yang sebelah dalam biasanya sulit ditemukan. Untuk ini biasanya diketahui melalui keluhan pasien berupa adanya cairan yang berbau keluar dari dalam mulut bila dilakukan pengurutan saluran. Bila hanya berupa kista saja biasanya terletak di daerah lateral tepat di atas klavikula. Kebanyakan kista dan sinus brankial dindingnya dilapisi oleh epitel gepeng, tetapi dapat juga dilapisi oleh epitel silindris bersilia. Kista brankial dapat juga mengandung jaringan limfoid sehingga dapat membesar bila terjadi ISPA. Komplikasi yang sering timbul adalah infeksi berulang, sehingga mungkin dapat timbul abses atau selulitis. Pengobatan biasanya berupa eksisi total sinus atau kista. Apabila ada infeksi atau abses dilakukan insisi dan drainase dulu, setelah tenang baru dilanjutkan dengan eksisi total. 2. Kelainan Duktus Tiroglosus Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada minggu ke IV kehidupan embrio. Mula-mula berupa suatu penonjolan pada dasar faring primitif yang terdapat diantara sepasang kantong faringeal pertama. Bakal kelenjar tiroid ini kemudian akan turun ke arah leher, dan bekas penurunan ini merupakan suatu duktus tiroglosus yang merupakan penghubung antara kelenjar tiroid dengan foramen caecum yang merupakan ujung cranial dari duktus tersebut yang terletak pada bagian dorsal lidah. Gambar 4. Lokasi kista duktus tiroglosus Dalam keadaan normal duktus ini akan menutup pada minggu ke V sampai ke VI, sehingga hanya tersisa suatu bentuk tali jaringan ikat yang disebut ligamentum tirohioideum dan kelenjar tiroid piramidalis. Apabila bakal tiroid tidak turun secara normal maka kelenjar tiroid akan terletak di lidah atau pada suatu tempat pada garis tengah antara fossa submandibularis dan daerah pretacheal. Apabila duktus tiroglossus tidak mengalami obliterasi, maka akan terbentuk suatu kista atau fistula. Bila terbentuk kista biasanya terletak di os hioid, atau dapat juga di atasnya, misalnya pada dasar mulut atau pangkal lidah. Pada beberapa kasus dapat ditemukan folikel kelenjar tiroid pada kista tersebut. Gambaran klinis yang sering ditemukan berupa suatu massa bulat kistik, pada daerah garis tengah tepat di bawah os hioid. Kista tersebut akan ikut bergerak waktu pasen menelan, makan atau menjulurkan lidah. Kista ini sering mengalami infeksi, sehingga bisa terbentuk abses. Bila abses ini pecah akan terbentuk fistula yang kronis dan bermuara ke kulit leher. Duktus tiroglosus harus dibedakan dengan semua benjolan di leher depan, misalnya pembesaran getah bening submental dan kista dermoid tidak ikut bergerak pada waktu proses menelan atau pada waktu lidah dijulurkan. Tiroid ektopik dideteksi dengan pemeriksaan sidik tiroid. Infeksi akut yang timbul pada duktus tiroglosus harus diobati dengan antibiotik. Bila ada abses harus dilakukan insisi dan drainase. Setelah infeksi hilang untuk terapinya harus dilakukan eksisi total atau kista dan duktus tiroglosus. 3. Limfangioma dan Higroma Kistik Pada minggu keenam kehidupan janin, sel-sel mesenkim servikal membentuk celah-celah yang menjadi rongga dan akhirnya membentuk saluran-saluran limfatik. Saluran tersebut akan membentuk sakus limfatikus jugular, yang nantinya menjadi KGB dan pembuluh limfe di servikal, mengalir ke dalam internal jugular venous system. Bila sebagian dari saluran tersebut tidak berhubungan dengan sistem ini maka akan terbentuk saluran limfe yang berdilatasi yang dinamakan limfangioma. Umumnya ditemukan di area servikal lateral dan submandibular. Jika lesinya lebih besar disertai dengan dilatasi kistik dari saluran limfe, dinamakan higroma kistik. Kelainan ini muncul pada bulan-bulan pertama setelah anak dilahirkan, kemudian akan membesar sampai beberapa bulan atau tahun. Umumnya higroma kistik 90% ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 2 tahun. Gambar 5. Sistem limfatik pada embryo 8 minggu Lesi ini terbanyak timbul pada daerah leher di posterior otot sternokleidomastoideus, tetapi dapat pula dijumpai pada aksila inguinal dan pada mediastinum. Bila lokasinya pada dasar mulut atau regio pretrakhea, maka higroma dapat menimbulkan keadaan obstruksi saluran pernafasan, sehingga diperlukan suatu tindakan darurat bedah seperti ekstirpasi atau trakheostomi. Secara patologi limfangioma ini dapat dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu bentuk sederhana, kavernosa, kistik dan endoteliomatous. Contoh limfangioma sederhana adalah nevus limfatik. Nevus limfatik dapat ditemukan di kulit bagian manapun, warnanya sama seperti warna kulit normal, dapat rata dengan permukaan kulit atau menonjol dari permukaan kulit. Kelompok limfangioma kavernosa berupa suatu massa tumor di daerah kepala, leher, genitalis, atau mesenterium. Limfangioma kistik disebut juga higroma koli congenital. Terjadi akibat gangguan pertumbuhan sakus limfatikus servikalis primitif. Walaupun sifatnya jinak, tumor ini dapat mengadakan penekanan terhadap organ-organ disekitarnya; misalnya oesofagus dan trakhea, sehingga timbul gejala disfagia atau kesulitan bernafas. Kelompok limfangioma endoteliomatous merupakan kelompok yang hipertropik, sehingga sering disebut juga limfangioma hipertropikum. Kelainan ini biasanya ditemukan pada kulit dengan permukaan yang rata atau berupa tonjolan yang papiler. Pengobatan yang efektif untuk limfangioma pada umumnya tindakan pembedahan. Higroma yang kecil mungkin dapat mengalami regresi yang spontan. Operasi yang dilakukan pada seorang bayi yang masih kecil mempunyai resiko yang cukup besar, yaitu terganggunya struktur atau organ di sekitar limfangioma tersebut. Goldsmith menganjurkan untuk menunda tindakan operasi sampai anak lebih besar. Rekurensi setelah tindakan operasi cukup tinggi. Setelah 1 tahun rekurensi dapat mencapai 100 %. Karena tumor ini bersifat jinak, maka bila terjadi rekurensi dapat dilakukan eksisi kembali. 4. Tiroid Ektopik Kelainan ini terjadi oleh karena bakal tiroid yang terletak di dasar faring tidak turun, sehingga menyebabkan terbentuknya kelenjar tiroid yang ektopik dan terletak pada suatu tempat di garis tengah antara fosa submandibularis sampai daerah pretakhea. kelianan ini jarang ditemukan dan biasanya pada wanita, kelainan biasanya berupa beberapa buah kelenjar kecil yang tidak bergejala atau berupa sebuah nodul besar pada bagian dorsal lidah. Massa tiroid ektopik ini dapat mencapai ukuran besar dan menimbulkan gangguan menelan, disfonia, kesulitan bernafas atau perasaan tercekik. Komplikasi yang dapat timbul pada suatu tiroid ektopik adalah transformasi ke arah keganasan. Harrison menyelidiki bahwa teroid ektopik sering mengalami degenerasi maligna. Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan massa pada foramen sekum dan diperkuat dengan pemeriksaan sidik tiroid, akibat perangsangan TSH, kelenjar ektopik ini akan membesar tetapi dapat mengecil kembali bila diberikan sustitusi hormon tiroid. Karena pada keadaan ini biasanya tidak dibutuhkan tindakan pembedahan. Zat radio aktif I-131 mungkin dapat juga digunakan untuk mengecilkan massa tumor, terutama jika didapatkan keadaan hipertiroidisme. Tindakan pembedahan merupakan indikasi bila didapatkan kesulitan bicara bila menelan atau bernafas, perdarahan, degenerasi, hipertiroidisme yang tidak terkontrol atau dicurigai adanya keganasan. 5. Struma Kongenital Disebut juga goiter obstruktif kongenital. Pada kelainan ini ditemukan suatu pembesaran difus atau kelenjar tiroid sejak bayi lahir. Goiter yang terjadi terutama tidak hiperplastik. Pada umumnya kelainan itu timbul akibat terapi yodium yang diberikan pada ibu sewaktu mengandung. Produksi hormon pada jenis ini akan dihambat sehingga terjadi stimulasi hipofise yang menyebabkan hiperplasia tiroid. Kelenjar tiroid dapat sedemikian besarnya sehingga menimbulkan keadaan stridor pada bayi segera setelah dilahirkan. Posisi leher hiperekstensi dan tampak adanya suatu massa di daerah leher bagian atas. Tindakan tiroidektomi partial, trakheostomi, atau keduanya perlu dipikirkan pada keadaan stress pernafasan akut. 6 Kista Dermoid Kelainan ini biasanya bermanifestasi pada keadaan dewasa. Kista ini umumnya ditemukan pada garis tengah tubuh, yaitu pada kulit kepala oksipital, hidung, daerah abdomen dan sacral. Kelainannya berupa tonjolan yang tidak nyeri, mudah digerakkan atau kadang-kadang melekat di jaringan sekitarnya atau kulit, berisi cairan seperti keju yang berasal dari pengelupasan epitel squamous yang melapisi kista. 7. Tortikalis Kongenital Kelainan ini ditandai oleh miringnya kepala ke arah bahu diikuti keadaan torsi leher dan displasia wajah. Penyebabnya adalah kontraktur m.sternokleidomastoideus disertai pendekatan sekunder dari fascia dan otot-otot lain pada sisi yang sama. Etiologi keadaan ini diduga trauma yang terjadi pada saat bayi dilahirkan, misalnya pada posisi sungsang. Terjadi penyumbatan akut dan temporer pada venae m.sternokleidomastoideus tumor ini akan tampak saat lahir atau setelah 2-6 minggu lahir. Tumor ini menghilang setelah usia 6-7 bulan dan jaringan otot akan diganti fibroid. Akibatnya akan terjadi kontraktur m. sternokleido-mastoideus. Terapinya berupa latihan dengan mengadakan rotasi leher dan kepala secara hati-hati. Pada kasus ringan latihan yang diadakan setiap hari akan memberikan hasil yang baik setelah beberapa bulan. Apabila pasien dibawa berobat setelah berumur 2-3 tahun, biasanya struktur lain di leher sudah mengalami pemendekan, sehingga diperlukan tindakan operasi untuk memanjangkan m.sternokleidomastoideus dan otot-otot lainnya. Pada masa pasca bedah perlu dilakukan tindakan fisioterapi. 8. Kista Kelenjar Ludah dan kelenjar Mukoid Kelainan ini sangat jarang ditemukan. Beberapa kista retensi yang terjadi adalah mukokel, ranula, dan kista submaksila. Mukokel berupa suatu retensi yang berbentuk kista kecil, lunak dan kadang-kadang teraba berfluktuasi. Ditemukan di bibir bawah, pipi, dan permukaan ventral lidah dari kelenjar Blandin Nuhn. Ranula terdapat di dasar mulut, antara pangkal lidah dan mandibula, kista ini dapat mencapai ukuran besar, bentuknya berupa vesikel yang letaknya superfisial, berdinding tipis, berwarna merah kebiruan. Kelainan ini mungkin disebabkan oleh adanya obstruksi saluran kelenjar submaksiler atau sublingual, sehingga terjadi dilatasi duktus tersebut. Kista submaksiler sangat jarang ditemukan. Beberapa ahli menganggapnya sebagai suatu kelainan congenital. Kista ini membesar secara lambat, bisa berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Kista ini dapat mendadak hilang, kemudian timbul kembali secara perlahan-lahan. Terapinya biasanya adalah eksisi total dari kista. B. INFEKSI RONGGA MULUT DAN LEHER Infeksi merupakan suatu proses dinamis yang melibatkan masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh manusia dan reaksi jaringan tubuh terhadap mikroorganisme tersebut beserta toksinnya. Ketidakseimbangan yang terjadi dalam hubungan antara tubuh manusia dan parasit atau mikroorganisme bergantung pada daya tahan tubuh manusia tersebut, lamanya kontak dengan mikroorganisme, sifat virulensi mikroorganisme, jumlah mikroorganisme yang memasuki tubuh, dan beberapa faktor nonmikroba seperti riwayat trauma, keadaan toksik dan lain-lain. Ketidakseimbangan hubungan ini menimbulkan gejala klinik yang disebut infeksi. Infeksi yang terjadi pada rongga mulut biasanya berasal dari infeksi periapikal atau periodontal. Kadang-kadang infeksi dalam rongga mulut menyertai suatu luka jaringan lunak atau terjadi suatu fraktur rahang. Infeksi juga dapat timbul akibat obstruksi saluran kelenjar ludah. Hal lain yang dapat menyebabkan infeksi ke rongga mulut secara sepsis akibat emboli. Infeksi pada Bibir 1. Abses Labial atau Selulitis. Kulit daerah bibir mengandung folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Infeksi ringan yang terjadi akibat sumbatan-sumbatan saluran tersebut ke kulit dapat menimbulkan pustula. Keadaan ini dapat diatasi dengan kompres hangat, tetapi kadang-kadang memerlukan tindakan drainase. Jika infeksi terjadi berulang, harus dilakukan kultur dan tes resistensi. Bakteri penyebab biasanya stafilokokus dan untuk mencegah terjadinya parut di wajah, drainase dapat dilakukan melalui permukaan bukal. 2. Stomatitis Herpetika Suatu infeksi di daerah mulut yang disebabkan oleh virus Herpes simpleks. Lesinya berupa papulovesikuler, kekuningan dan tersebar atau berkelompok. Mula-mula timbul sebagai vesika kecil yang mudah pecah, kemudian terjadi ulserasi. Timbul rasa nyeri dan panas terutama di daerah yang berkultus, yang akan hilang setelah 10-12 hari. Pemberian obat steroid topical seperti triamsinolon dapat mempercepat hilangnya gejala. Lesi herpetic dini memberikan respon baik terhadap krim 5 FU, tetapi tidak akan efektif setelah timbul ulkus. Bila terjadi rekurensi suntikan triamsinolon dalam dosis kecil secara subcutan dapat diberikan pada tempat bersangkutan . 3. Chancre Sores Suatu lesi yang khas pada mukosa bibir daerah bukal. Lesi ini berupa ulkus superficial yang kecil, terasa nyeri dan teriritasi oleh makanan asam. Biasanya dikelilingi oleh berhubungan dengan gangguan gastrointestinal, keadaan dehidrasi dan gangguan nutrisi. Biasanya lesi membaik pada pemberian gizi yang baik, cairan cukup peroral dan suplemen vitamin. Secara simptomatik dapat diberikan sirup prometasin pada daerah lesi selama 5-10 menit sebelum sirup tersebut akhirnya ditelan pasien. Dosisnya 1-2 sendok teh setiap 2 jam pada orang dewasa. Sirup tetrasiklin yang diberikan dengan cara serupa dapat memperpendek perjalanan penyakitnya. 4. Noma Adalah suatu stomatitis gangrenosa yang progresif. Biasanya timbul pada pasien dengan gizi yang buruk dan adanya diskrasia metabolik. Lesi ini secara cepat akan menginvasi dan merusak jaringan lunak mulut serta tidak jarang sampai mengenai tulang. Pada keadaan tertentu dapat berakibat fatal. Pada anak-anak sering ditemukan setelah menderita penyakit campak atau penyakit berat lainnya. Bila terdapat pada orang dewasa harus dicurigai ke arah keganasan. Biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob. 5. Moniliasis Disebut juga oral trush. Moniliasis merupakan penyakit infeksi jamur tersering pada rongga mulut. Insidennya tinggi pada pasien yang sedang diobati dengan antibiotika. Bentuk akut terlihat berupa bercak-bercak ganda, berwarna putih, melekat dan distribusinya tidak teratur pada mukosa rongga mulut. Pengobatannya dengan obat anti jamur. 6. Sifilis Bentuk primernya berupa ulkus berbau dengan dasar kotor dan tepi keras. Terapinya membutuhkan antibiotik sistemik. Infeksi lain yang dapat mengenai bibir tetapi jarang adalah aktinomikosis, histoplasmosis, infeksi moluskum kontagiosum, dan infeksi limfogranulomo venereum. INFEKSI PADA RONGGA MULUT Infeksi dalam rongga mulut sebagian besar odontogen, laserasi jaringan lunak atau fraktur rahang. Secara anatomis infeksi dalam rongga mulut dapat meluas ke daerah mentalis, sublingualis, rongga bukal, rongga parafaringeal, dan daerah fascia leher. Infeksi berat dapat menimbulkan edema yang menekan jalannya udara, sehingga tidak jarang perlu dilakukan tindakan trakeostomi untuk menyelamatkan pasien. Secara umum infeksi dalam rongga mulut membutuhkan terapi antibiotik yang adekuat. Bila ada abses kecil di daerah perikoronal perlu dilakukan drainase ke dalam rongga mulut. Abses yang besar memerlukan tindakan insisi dari daerah bawah mandibula, dan kemudian dipasang drain selama beberapa hari. Infeksi pada Lidah 1. Sifilis Penyakit ini dapat pula mengenai lidah berupa chanorea primer atau gumma sekunder. Sifilis pada lidah selalu dihubungkan dengan tes serologis yang positif. Ulkusnya sering berada di garis tengah daerah basis ataupun ujung lidah. Untuk menyingkirkan neoplasma harus dilakukan biopsi. Terapinya menggunakan antibiotika sistemik. 2. Likhen Plannus Suatu penyakit yang mengenai kulit dan mukosa mulut. Tanda khasnya berupa nodul yang hiperkeratosis, berwarna putih atau biru keputihan. Penyakit ini dapat mengalami remisi spontan. Vitamin A bermanfaat pada pengobatan penyakit ini. Infeksi pada Rahang Pada umumnya infeksi pada rahang terjadi akibat penyakit pada gigi atau abses akar gigi dan osteomielitis sekunder yang terjadi karena drainase kronis pada peradangan sinus paranasal. Osteomielitis ini ditandai dengan nyeri hebat, sekuesterasi, dan osteolisis. Perlu dilakukan tindakan debridemen untuk keefektifan terapinya, kemudian sekuesterektomi, drainase dan reparasi jaringan lunak yang rusak, baru diberi antibiotika. Infeksi lain yang dapat terjadi pada rahang tetapi jarang adalah tuberkulosa dan infeksi jamur. Infeksi pada Kelenjar Ludah Kelenjar ludah jarang mengalami abses yang terisolir, tetapi bila ada sangat dibutuhkan tindakan drainase. Infeksi ringan merupakan penyebab tersering obstruksi pada duktus kelenjar ludah mayor, dan dihubungkan dengan adanya batu. Sialadenitis supuratif akut pada kelenjar ludah akut pada kelenjar ludah mayor dapat timbul sebagai komplikasi tindakan di mulut pada pasien yang hygiene mulutnya kurang baik/buruk, atau jika sekresi kelenjar tersebut di bawah normal. Gejala yang timbul dapat berat sekali yaitu sepsis dengan demam tinggi. Terapi memakai antibiotik saja sering kurang berhasil, dan memerlukan tindakan eksisi bedah radikal untuk kelenjar yang mengalami nekrosis. Sialadenitis rekuren dapat timbul pada beberapa pasien yang sekresi ludahnya rendah. Dalam hal ini diduga terjadi infeksi yang menjalar naik dari rongga mulut melalui duktus kelenjar ludah mayor. Ligasi duktus akan memberikan hasil baik sebanyak 65 % pada pasien. Bila tidak berhasil, perlu dilakukan ekstirpasi kelenjar tersebut. INFEKSI PADA LEHER 1. Limfadenitis Servikalis Secara garis besar dapat dibagi ke dalam 2 golongan besar yaitu : a. Limfadenitis piogenik Sering disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan streptokokus yang menginvasi saluran pernafasan bagian atas, kulit, dan leher. Infeksi pada kulit kepala menyebabkan juga peradangan pada kelenjar getah bening pre- dan post-auricular, dan suboksipital. Infeksi pada rongga mulut, tonsil, dan faring menyebabkan limfadenitis submandibular dan jugular. Kelenjar getah bening regional teraba membesar, lunak, mudah digerakkan dan nyeri. Keadaan ini akan menetap untuk beberap waktu tetapi dapat juga mengalami supurasi sehingga menimbulkan selulitis pada jaringan subkutis di sekitarnya. Dapat juga terjadi involusi kelenjar atau terbentuk abses di daerah leher. Infeksi primernya dapat menyebabkan sepsis yang berat. Terapinya dengan antibiotic yang tepat dan adekuat. Bila ada abses harus dilakukan insisi dan drainase. Limfadenitis yang tidak membentuk abses harus dapat dibedakan dengan limfadenitis yang spesifik karena TBC, limfoma, atau dengan metastase proses keganasan. Untuk membedakannya perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi. b. Limfadenitis Spesifik Kronis Penyakit ini masih sering dijumpai di Indonesia yang disebabkan oleh Micobacterium tbc, penyakit ini sering mengenai anak-anak di bawah umur 6 tahun. Timbul suatu gambaran yang khas yaitu fistula ke kulit yang mengeluarkan secret seropurulen dengan jembatan kulit yang sehat diantaranya. Bila luka pernah menembus timbul jaringan sikatriks. Inilah yang disebut sebagai sklofuroderma. Biasanya pada foto thoraks didapatkan gambaran infeksi TBC atau bekas tuberkulosa. Pengobatannya dengan memberi terapi spesifik. Bila penyakit berjalan progresif perlu dilakukan ekstirpasi kelenjar sebelum terjadi perkijuan. Bila telah terjadi fistula atau sinus harus dilakukan eksisi kelenjar bersama kulit di atasnya, kemudian kulit ditutup secara primer. Pembesaran kelenjar getah bening ini juga harus dibedakan dengan limfoma atau metastase tumor ganas. 2. Angina Ludwig Infeksi ini berasal dari abses alveolus gigi yang menyebarkan ke dasar mulut dan jaringan lunak leher. Timbul edema hebat pada leher bagian atas. Edema juga terjadi pada glotis sehingga dapat menyumbat jalannya udara pada saluran pernafasan. Bila tidak segera diatasi, penyakit dapat menyebar ke paru-paru dan menimbulkan keadaan bronkhopneumoni. Terapinya dengan antibiotik. Biasanya penisilin akan memberikan respon cukup baik sehingga pembengkakan berkurang dengan cepat. Rongga mulut dicuci dengan larutan sodium klorida fisiologis, insisi dan drainase. Tracheostomi dibuat bila saluran pernafasan tersumbat. Insisi dilakukan dengan memotong otot mylohyoideus dan tidak perlu menunggu sampai teraba fluktuasi. 3. Abses Peritonsiler Penyakit ini biasanya merupakan komplikasi akut, akibat penyebaran infeksi melalui bagian bawah kapsul tonsil. Pus akan terbentuk diantara kapsul tonsil dan otot konstriktor superior dari faring, sehingga tonsil terdorong ke medial. Palatum mole dan ovulo tampak hiperemis. Pasien mengeluh nyeri hebat bila menelan, dan sulit bicara. Trismus dapat terjadi akibat iritasi otot pterigoid. Bakteri penyebabnya adalah Streptokokus hemolitikus. Terapinya dengan cara drainase abses dan pemberian antibiotika. Perlu dilakukan tonsilektomi setelah peradangan tenang, mengingat seringnya rekurensi. 4. Abses Parafaringeal Penyakit ini biasanya terjadi sekunder setelah suatu faringitis atau tonsilitis. Pus akan berkumpul di rongga parafaringeal. Gejala klinik menunjukkan trismus dan leher dalam posisi ekstensi. Terapinya dengan drainase dan pemberian antibiotika. 5. Abses Retrofaringeal Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak dan bayi, jarang menyerang anak-anak di atas 10 tahun. Bentuk akutnya berasal dari limfadenitis yang pecah akibat sekunder dari faringitis. Bentuk kronisnya biasanya merupakan penyebaran dari tuberkulosa pada vertebrata servikal. Terapinya dengan melakukan insisi drainase dan pemberian antibiotika yang sesuai. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOLOGI KELENJAR LUDAH PENDAHULUAN Kelenjar ludah merupakan kelenjar eksokrin yang secara embriologi berasal dari lapisan ectoderm dan endoderm, berdasarkan ukurannya kelenjar ludah dibagi dalam : Kelenjar ludah mayor : Kelenjar parotis, submandibula (submaxilaris) dan sub lingualis Kelenjar ludah minor : Kelenjar palatina, sublingualis minor yang terletak di bagian lateral dari dasar mulut, kelenjar Webber yang terletak diantara duktus submaksillaris dan permukaan lateral lidah, Kelenjar lingualis anterior Blandin Nuhn yang terdapat dipermukaan dalam ujung lidah dan kelenjar Ebner yang terdapat dibagian posterior lidah. ANATOMI 1. KELENJAR PAROTIS Merupakan kelenjar ludah terbesar dengan berat rata-rata 25 gr bentuk tidak teratur, berlobus-lobus, warna kuning. Terletak kira-kira dibawah meatus acusticus externus antara mandibula dengan M. Sternocleidomastoideus, sebagian kelenjar menjorok kearah depan diatas permukaan M. Masseter, sebagian dari yang menjorok ini biasanya terpisah sama sekali dari kelenjar parotis, bagian ini disebut kelenjar parotis asessorius. Kelenjar parotis diliputi oleh suatu kapsul yang berasal dari fascia colli profunda, bagian kapsul yang menutupi permukaan superficial lebih tebal dan melekat pada Arcus Zygomaticus. Kapsul permukaan dalam melekat pada Proscesus Styloideus, mandibula dan bergabung dengan fascia otot-otot yang berdekatan dengan kelenjar. Bagian fascia yang melekat pada procesus stylodeus dan angulus mandibula biasanya lebih tebal, membentuk Ligamentum Styllomandibulare. Ligamentum ini memisahkan kelenjar parotis dari kelenjar submandibula. Hubungan kelenjar parotis dengan struktur disekitarnya : Hubungan superficial : Permukaan luar kelenjar parotis terletak subkutaneus yang ditutupi oleh kulit dan fascia superficial, tampak bagian superfisialis duktus parotis stensen lewat ke anterior melintasi permukaan luar M. Masseter setinggi kira-kira pertengahan antara Zygoma dengan sudut bibir. Dekat diatas duktus parotis berjalan A/V fasialis, tampak dibawah ujung kelenjar parotis dan berjalan diatas sejajar duktus. Pada tepi anterior dari kelenjar parotis tampak cabang mayor N. Fascialis melewati kelenjar melingkar kedepan dan naik menyilang M. Masseter dan Arcus Zygomaticus. Incisi yang dibuat vertikal diatas bagian anterior kelenjar parotis akan sangat berbahaya. Pada tepi atas kelenjar parotis, cabang temporal N. Fasialis, A/V temporalis superfisialis dan N. Auriculotemporalis akan memotong kelenjar parotis melintasi arcus Zygomaticum subcutaneous. Hubungan internal : Berdekatan dengan tepi medial kelenjar tampak A. Carotis externa dan V. Fasialis posterior. Pada posisi ini A. Carotis externa membagi kedalam A. Temporalis superfisialis dan A. Maksilaris interna dan V. Fasialis posterior menerima dari cabang-cabangnya. Pada bagian anteromedial dari bagian dalam kelenjar tampak V. Jugularis interna, A. Carotis interna, Proscessus Stylodeus dan M. Digastricus venter posterior. Diatas dan anterior bagian dalam kelenjar berhubungan dengan ramus mandibula dan tepi posterior M. Pterigoid interna. Bagian posterior berhubungan dengan Proscessus mastoideus & meatus akustikus ekterna. Nyeri yang disebabkan pergerakan dari rahang pada parotis atau mumps disebabkan oleh kompresi bagian dalam kelenjar oleh ramus mandibula terutama pada dinding anterior meatus akustikus ekterna. Ductus kelenjar parotis Merupakan saluran keluar kelenjar parotis, panjangnya sekitar 5 cm, merupakan penggabungan dari 2 cabang utama kelenjar ini. Berjalan ke anterior melintasi permukaan luar M. Masseter, pada pinggir depan otot tersebut saluran ini membelok kedalam menembus corpus adiposum pipi lalu menembus M.Bucinator, berjalan serong kedepan antara M. Bucinator dan mucosa pipi berhadapan dengan mahkota molar 2. Pada waktu melintas dipermukaan M.Masseter saluran ini disertai dengan kelenjar parotis asessorius. Cabang bucalis N.Mandibularis sewaktu muncul dari bagian belakang M.Temporalis dan M.Masseter terletak tepat dibawah saluran ini pada pinggir depan M.Masseter. Dinding duktus parotis sebelah luar dibungkus oleh suatu lapisan jaringan fibrosa yang mengandung serabut-serabut otot polos sedangkan mucosanya dilapisi oleh epitel selaput silindris. Lumenduktus berdiameter 3 mm dan sempit kearah muara. vaskularisasi Kelenjar parotis mendapat pendarahan dari A. Carotis externa dan cabang-cabangnya yang terletak didalam jaringan kelenjar yaitu A. Temporalis superfisialis, A. Fasialis Transversa dan A. Auricularis posterior. Vena maksilaris bergabung dengan V.fasialis anterior menjadi V. Fasialis communis dan cabang posterior bergabung dengan V. Auricularis posterior membentuk V. Jugularis externa. Persarafan Oleh N. auriculotemporalis yang merupakan cabang sensoris bagian mandibula N. Cranial V, yamg mempersarafi kulit didepan telinga, berjalan ditepi atas parotis melawati Proscessus Zygomaticus diantara telinga luar dan Condylus mandibula selanjutnya akan berjalan keatas melalui regio temporal menuju vertex. N.Fasialis keluar melalui foramen stylomastoideus kemudian akan bercabang 2 yang akan melalui Isthmus parotis, kemudian pada bagian tepi kelenjar parotis akan bercabang lagi membentuk Pes Anserinus (kaki angsa). Dua cabang utama N. Fasialis adalah divisi Temporofasial yang bercabang menjadi rami temporalis dan rami zygomaticus, divisi cervicofasial yang bercabang menjadi rami bucalis, rami mandibularis dan rami cervicalis. System limfatik KGB daerah parotis dibagi dalam 2 kelompok yaitu didalam dan diluar kapsul, yang diluar kapsul terletak preaurikuler. KGB ini menerima aliran limfe juga dari kulit kepala bagian temporal dan frontal, bagian luar kelopak mata dan bagian luar telinga. Kelompok yang didalam kapsul membentuk kelompok parotis. KGB ini juga menerima aliran limfe dari nasopharinx bagian atas dan belakang, palatum molle dan telinga tengah. Selanjutnya dari 2 kelompok ini cairan limfe dialirkan kedalam KGB cervical superfisialis dan profunda. 2. KELENJAR SUBMANDIBULARIS Bentuk kelenjar submandibularis lebih kurang oval dan terletak pada fossa submandibularis dibawah ramus horizontal mandibula. Batas anterior dan posterior adalah M.Digastricus. Yang harus diketahui adalah hubungan kelenjar ini dengan ramus mandibularis yang cabang terbawah N.Fasialis. Kerusakan saraf ini akan menyebabkan gangguan pada ¼ bagian bawah M.orbicularis oris. Sejajar dengan N. Lingualis terdapat duktus kelenjar submandibularis yang membawa air liur dari kelenjar submaxillaris ke rongga mulut. Muara saluran ini pada dasar mulut membentuk papilla sublingual disamping frenulum linguale. Pengangkatan kelenjar ini akan mengakibatkan kerusakan N.Lingualis. Kelenjar submandibularis mendapat darah dari cabang-cabang A.Fasialis dan A.lingualis. 3. KELENJAR SUBLINGUALIS Merupakan kelenjar ludah terkecil diantara kelompok kelenjar ludah mayor, beratnya 3-4 gr. Terletak dibawah mucosa dasar mulut bagian anterior atau pada lipatan sublingual yaitu yaitu diantara alveolus dan bagian anterior lidah. Kelenjar ini berada diatas M. Mylohyoid dan ditutupi oleh symphisis mandibula. Bagian posteriornya berhubungan dengan perpanjangan kelenjar submandibula kearah anterior. Duktus ekskretoriusnya berjumlah 8-20 buah yang bermuara pada puncak plica sublingualis pada rongga mulut, kadang-kadang beberapa saluran pada tepi anterior bersatu membentuk saluran yang besar yang disebut duktus sublingualis mayor (Bartholini) yang bergabung dengan duktus submandibularis. Kelenjar ini mendapat pendarahan dari A. Sublingualis dan A. Submentalis sedangkan persarafan oleh N. Lingualis dan Chorda tympani serta saraf simpatis dari ganglion submandibularis. FISOLOGI KELENJAR LUDAH Ditinjau dari fungsinya kelenjar ludah termasuk dalam sistem pencernaan sebab kelenjar ludah menghasilkan sekret yang berguna untuk pencernaan makanan. Kelenjar parotis menghasilkan secret yang bersifat serous, kelenjar sublingualis menghasilkan sekret yang bersifat mucous, sedangkan kelenjar submandinbularis menghasilkan secret campuran serous dan mucous. Sekret yang serous mengandung banyak ptyalin, sedangkan secret yang mucous banyak mengandung musin. Hampir semua kelenjar ludah minor menghasilkan secret yang mucous atau campuran kecuali kelenjar Ebner yang terdapat di posterior lidah menghasilkan serous. Saliva diproduksi terus menerus dan sehari dapat mencapai 1000 cc. Berbagai bahan dapat merangsang produksi saliva, misalkan fisika (panas), kimia (asam alkali), mekanis (karet, parafin, pasir). Mukosa mulut yang kering, iritasi mukosa mulut, perangsangan mukosa lambung oleh makanan merupakan rangsangan yang menyebabkan penambahan produksi saliva. Setiap perangsangan tersebut akan merangsang saraf sensoris yang terdapat dalam mukosa mulut yang dalam hal ini berperan sebagai serabut aferen dari suatu lingkaran refleks salivasi. Pusat refleks salivasi berada dalam formatio retikularis pada dasar ventrikel IV. Selain itu kelenjar ludah mendapat persarafan dari sistim otonom. Perangsangan listrik pada chorda tympani ternyata menyebabkan peningkatan sekresi kelenjar ludah submandibularis sedangkan perangsangan terhadap N. Auriculatotempolaris akan meningkatkan sekresi parotis. Saliva mempunyai peranan dalam proses pencernaan makanan walaupun fungsi ini tidak terlalu esensial. Hal ini dapat dilihat pada kelainan congenital dimana kelenjar ludah tidak terbentuk, ternyata tidak dijumpai gangguan yang berarti pada proses pencernaan makanan. Ternyata setiap kelenjar mempunyai fungsi yang lebih khusus, misalnya secret kelenjar sublingualis penting untuk mempermudah proses menelan, secret parotis untuk mencerna makanan dan submandibula untuk mengecap. Secara umum fungsi saliva : Membasahi dan mengencerkan makanan sehingga lebih mudah ditelan dan dikunyah. Melarutkan berbagai bahan yang dikandung dalam makanan sehingga menimbulkan rasa pengecap. Membasahi mulut dan melindungi gigi Mencerna zat pati. PATOLOGI 1. Trauma Trauma mekanis pada wajah baik tajam maupun tumpul dapat menyebabkan kerusakan kelenjar parotis atau terputusnya saluran kelenjar tersebut. Bila duktusnya terputus maka kedua ujung diidentifikasi secara hati-hati kemudian dilakukan reparasi dengan bantuan kateter dari polyethylene yang kecil yang dimasukan melalui orificium kedalam duktus dan dijahit secara interrupted. Pada semua laserasi di regio parotis maka harus dilakukan pemeriksaan trauma pada N.VII. Trauma pada N.VII dapat terjadi pada cabang utama di Pes anserinus atau pada salah satu cabangnya yang berada di kelenjar parotis. Komplikasi yang sering terjadi pada trauma parotis adalah fistula salivakutaneus, akibat adanya sumbatan pada duktus Stensen, sehingga kelenjar parotis membesar. Suatu fistula salivakutaneus yang kronis memerlukan rekonstruksi dengan membuat flat kulit. 2. Infeksi kelenjar ludah (sialadenitis) Abses kelenjar parotis sangat jarang terjadi. Pada keadaan ini perlu dilakukan incisi dan drainase. Infeksi ringan pada kelenjar paling sering menyebabkan penyumbatan saluran kelenjar dan dapat pula menimbulkan terbentuknya batu. Sialadenitis supuratif akut yang mengenai parotis atau submandibularis dapat terjadi akibat komplikasi operasi dalam rongga mulut dengan hygiene yang jelek. Biasanya memberikan respon yang buruk terhadap pemberian antibiotik sehingga memerlukan eksisi yang radikal terhadap kelenjar yang nekrotik. Parotitis kronis atau bacterial yang rekuren dapat didahului supurasi akut atau inflamasi viral. Lebih sering adanya riwayat obstruksi duktus. Invasi bacterial yang rekuren pada kelenjar parotis akan menyebabkan destrksi dan fibrosis dari asinus dan ektasia duktus. Secara klinis penderita mengeluh nyeri dan pembengkakan kelenjar yang rekuren terutama pada waktu makan. Terapi inisial adalah dengan silagogeus (jeruk nipis) dan hidrasi oral yang adekuat untuk menstimulir aliran saliva. Parotidektomi superficial disarankan bila terapi konservatif yang lama gagal. 3. Kelainan metabolisma Didalan saluran kelenjar dapat terbentuk batu (sialoflithiasis). Pada umumnya ditemukan dekat orificium duktus. Penyebab terbentuknya batu adalah diet yang salah atau PH saliva di rongga mulut yang abnormal. Pencegahan terbentuknya batu pada beberapa penderita sulit dan sering dijumpai bersama infeksi kelenjar dan diduga batu merupakan akibat sekunder. Diagnosa dapat ditegakan dengan menggunakan sonde atau radiografi intraoral dari duktus tersebut (sialografi). Batu terdiri dari kalsium inorganic dan garam sodium phosphat yang dideposit dalam duktus sebgai nidus organic dari mucus/debris seluler, 80-90% dari batu kelenjar liur terjadi pada kelenjar submandibularis dan dapat menyebabkan obstrksi akut dari kelenjar. Bila lokasi batu telah diketahui dapat dilakukan incisi tepat pada duktus tersebut. Pada beberapa keadaan terdapat infeksi yang residual setelah pengangkatan batu, mungkin perlu tindakan sialodenektomi. 4. Tumor kelenjar ludah Tumor kelenjar ludah menempati kira-kira 5 % dari seluruh tumor didaerah leher dan kepala, kelenjar ludah mayor lebih banyak 5 kali dari kelenjar ludah minor. Kira-kira 70-80 % merupakan tumor kelenjar parotis, 25 % tumor kelenjar submandibula. Sekitar ¾ dari persentase tumor pada kelenjar parotis adalah jinak, mayoritas dari tumor kelenjar ludah adalah jinak. Ackerman dan del Regato membuat klasifiaksi tumor lidah sebagai berikut : TUMOR JINAK : - Pleomorphic adenoma (mixed tumor) - Monomorphic tumor - Oxyphilic adenoma - Papillary cystadenoma lymphomatosum (Whartin) - Sebaseus tumor - Papilloma - Lymphoepitelial lesion - Hemangioma - Lipoma - Neurogenic tumor TUMOR GANAS : - Malignant mixed tumor Mucoepidermoid carsinoma Adenoid cystic carsinoma Acinic cell cersinoma Squarmous cell cersinoma Clear cell cersinoma Malignant oncocytoma Undifferentiated cersinoma Metastatic tumor Unclassified Perbedaaan antara tumor jinak dan ganas kelenjar ludah : 1. 2. 3. 4. KLINIS Tngkat pertumbuhan Umur Nyeri Pemeriksaab fisik : Fiksasi Paralise N VII Konsistensi Gross Patologi Metastase JINAK Lambat (tahun) Puncak (40 tahun) Jarang GANAS Cepat (bulan) Puncak (50 tahun) Selalu ada Mobile Tidak pernah Kistik, noduler Well circumsrible Tidak pernah Terfiksir kulit dan tulang sering keras tidak ada kapsul tulang/ jaringan sekitar TUMOR JINAK 1. Mixed tumor Merupakan tumor kelenjar ludah yang sering dijumpai, lebih sering pada wanita, puncak isidensi ada usia 50 tahun. Tumbuh lambat, lobular, tumor dapat menembus kapsul, sering kambuh setelah pengangkatan dan menjadi invasiv dan destruktif, artinya menjadi ganas dan tidak mepunyai kapsel lagi 2. Papillary cystadenoma lymphomatosum (Whartin’s tumor) Merupakan tumor jinak kelenjar ludah kedua tersering, lebih sering pada pria, puncak tumor 60-70 tahun dan pada 10 kasus bilateral. Mikroskopis memberi gambaran yang khas. Tumor tersusun oleh epitel papiler yang bercampur jaringan limfoid. 3. Mikulicz’s disease (Lymphoepitelial lession) Merupakan pembesaran bilateral yang simetris yang dapat mengenai kelenjar parotis, submandibula, sublingualis dan dapat juga mengenai kelenjar palatina, labialis dan lakrimalis. Penyakit berjalan lambat, tidak menyebabkan paralisis N.Fasialis. Mikroskopis memberikan gambaran yang khas yaitu adanya infiltrasi limfosit yang tersusun dalam folikel didalam kelenjar, disertai dengan atrofi dan menghilangnya jaringan asiner. Insiden tertinggi pada umur 31-40 tahun. TUMOR GANAS 1. Tumor mukoepidermoid Merupakan tumor ganas parotis yang terbanyak secara mikroskopis terbagi dalam low grade dan high grade tumor. Low grade tumor : Mengandung sel-sel yang menghasilkan mukus, zat mukoid yang dihasilkannya dapat bocor kedalam jaringan dan menimbulkan reaksi radang. High grade tumor : Tampak sel-sel epidermoid dan sel intermediate yang dominan. 2. Squamous cell ca Seperti mukoedermoid berasal dari epitel duktus yang mengalami metaplasia, gambarannya sama dengan squamous cellca ditempat lain tetapi disini lebih ganas, metastase regional dan invasi lokal jauh lebih sering terjadi. 3. Adenocarsinoma Merupakan tumor ganas yang cukup sering terjadi pada kelenjar ludah, gejala terpenting adalah rasa nyeri pada kelenjar ludah yang menjalar, akibat invasi kedalam saraf. Secara histologi dibedakan kedalam : - Adenoid cyst ca Gambaran berbentuk kelenjar yang rata atau rangkaian sel yang saling berhubungan mengandung sedikit sitoplasma terpisah dari jaringan ikat yang mengalami degenerasi hyaline. - Acinic cell ca (Clear cell ca) Terdiri dari dua macam sel, satu sel berbatas jelas, sitoplasma basofil dan granuler dengan inti kecil. Sel-sel yang lain ukurannya lebih besar, sitoplasma jernih, kadang-kadang tersusun seperti kelenjar. 4. Malignant mixed tumor Pada umumnya berasal dari transpormasi mixed tumor jinak dan penderita dengan kelainan ini biasanya lebih tua dari penderita mixed tumor jinak, serta sebelumnya telah mempunyai massa di parotis untuk waktu yang lama. Lesi yang ganas biasanya ukurannya lebih besar dari yang jinak, perubahan menjadi ganas biasanya disebabkan karena operasi yang kurang bersih sehingga bagian yang tersisa kemudian mengalami degenerasi kearah ganas. TERAPI Prinsipnya operasi merupakan terapi terbaik untuk semua tumor kelenjar ludah akan tetapi radiasi dapat dipertimbangkan , misalnya pada tumor yang irresektabel. Radiasi juga diberikan pada penderita post operasi yang tidak yakin pengangkatan tumornya telah dilakukan dengan bersih. Radioterapi pasca bedah dapat meningkatkan angka kesembuhan. Radiasi juga dipertimbangkan pada kasus-kasus residif yang tidak mungkin di ekstirpasi, pada mixed tumor jinak kel.parotis, biopsi insisi merupakan kontraindikasi. Frozen section pada operasi harus dilakukan saat operasi, bila ditemukan tumor dengan derajat keganasan rendah misalnya asiner cell ca low grade mukoepedermoid ca atau squamous cell ca maka kelenjar daan kemungkinan facialis diangkaat, bila ternyata didapatkan adalah jenis keganasan tinggi misalnya Adeno ca anaplastik maka harus disertai dengan radical neck disection. Pemakaian methotrexate atau 5 F-U dapat menyebabkan regresi neoplasma ganas dari kelenjar parotis atau submandibula. KEPUSTAKAAN 1. Goldsmith; Disorders of Lymphatic system, in Sabiston: TextBook of Surgery , 13 ed, Ugaku Shoin- Saunders Int Ed, Philadelfia, 1986, hal 1787-1807 2. Lore JM, An Atlas of Head and Neck Surgery, 2 nd ed, WB SaundersCo, Philadelphia, 1978, hal 539-547 3. Thorek: Anatomy in Surgery, 2 nd ed, JB Lippincott Co, Philadelphia, 1963. LESI PRA KANKER DAN KANKER KULIT PENDAHULUAN Satu dari lima orang amerika akan menderita kanker kulit selama masa hidupnya dan lebih dari 97% merupakan non-melanoma skin cancer (NMSC). Meskipun NMSC mempunyai mortalitas yang rendah, kanker ini lebih umum dibanding dengan semua jenis kanker dan mempunyai insidensi yang lebih tinggi dibanding kanker paru, payudara, prostat dan kolon. Peningkatan insidensi NMSC mungkin disebabkan oleh gabungan antara peningkatan paparan sinar matahari, melakukan aktifitas luar yang lebih sering, perubahan medel pakaian, meningkatnya angka harapan hidup dan deplesi ozon.Beberapa penelitian meyakini, termasuk basal cell carcinoma (BCC) dan squamous cell carcinoma (SCC), mengkin menunjukkan meningkatnya risiko untuk malignansi internal. Bagaimanapun, hubungan secara tepat antara kanker kulit dan risiko malignansi internal masih belum dapat dijelaskan dengan pasti dan masih menjadi kontroversi. Kanker kulit merupakan salah satu tumor ganas yang sering ditemukan. Data statistik di Bagian Patologi Anatomik FKUI (1986) menyatakan bahwa tumor ganas kulit menempati peringkat ke-empat sesudah tumor ganas payudara, tumor ganas kelenjar limfe dan tumor ganas serviks. Sedangkan di RSHS Bandung tahun 1995 penderita kanker kulit mencapai 158 penderita, dan merupakan kasus kanker ketiga setelah kanker serviks dan payudara. Berbeda dengan tumor ganas di alat lain, maka tumor ganas kulit merupakan tumor ganas yang dapat dilihat (visible tumor) karena tumor ini terletak di permukaan kulit. Oleh karena itu tumor ganas kulit dapat dilihat langsung, baik oleh pasien maupun oleh dokter pemeriksa. Hal yang perlu ditonjolkan di sini ialah bahwa tumor ganas kulit dapat didiagnosis secara dini. Persoalannya ialah apakah pasien mencurigai kelainan itu sebagai sesuatu yang ganas dan juga apakah dokter pemeriksa atau petugas kesehatan dapat mengenal tumor ganas ini secara dini. Dari pengalaman di Sub Bagian Tumor Kulit FKUI /RSCM ternyata bahwa kurang lebih 80% pasien dengan tumor ganas kulit datang pada stadium lanjut, de-ngan disertai kerusakan-kerusakan setempat yang sukar diperbaiki atau dengan anak sebar. Hal ini disebabkan karena pasien tidak mengetahui adanya keganasan (faktor ignorance), pasien mencoba mengobati dirinya sendiri atau penderita lalai mencari pengobatan atau kelalaian petugas medik yang tidak mengenal penyakit ini pada stadium dini karena disangka penyakit kulit lain. Data mengenai insidensi kanker kulit pada umumnya sulit diperoleh. Yang diketahui adalah bahwa di Nederland tiap tahun ada kira-kira 15.000 penderita baru dengan kanker kulit. Ini berarti kira-kira 100 penderita per 100.000 penduduk, suatu insidensi yang kira-kira menyamai negara-negara Eropa Barat lain. Frekuensi ini bertambah dan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Warna kulit, pemaparan kepada cahaya matahari dan faktor-faktor eksogen memegang peran penting di samping bertambah tingginya umur penduduk. Beberapa tumor kulit maligna terjadi dalam kelainan kulit premaligna yang meskipun di sini juga tidak terdapat angka-angka yang eksak, lebih frekuen lagi insidensinya. Kemungkinan perubahan maligna dalam berbagai dermatosis premaligna berbeda-beda; kadang-kadang terdapat suatu interval yang sangat lama. FAKTOR ETIOLOGI Sebagian besar tumor kulit terjadi sebagai akibat kerusakan multikausal jangka panjang epidermis. Faktor yang paling dikenal adalah cahaya matahari. Terutama pada orang yang banyak terpapar cahaya matahari, seperti para pelaut, petani, dan orang yang banyak pergi ke daerah tropik, pada umur lanjut terjadi didaerah kulit yang terbuka (muka, kepala, punggung tangan) perubahan-perubahan aktinik. Dari spektrum cahaya matahari terutama bagian ultraviolet yang memberi kerusakan terbesar. Terutama pembakaran oleh cahaya matahari dalam hal ini merupakan faktor penting. Penderita yang mempunyai kulit dengan sedikit pigmen, jadi cepat menderita pembakaran oleh cahaya matahari, mempunyai risiko terbesar. Faktor lain adalah mekanisme reparasi molekul DNA dalam inti sel. Jika mekanisme ini (sering familial) sedikit banyak terganggu maka kemungkinan terjadinya tumor kulit lebih besar. Kemungkinan reparasi yang mengalami defek ekstrem kita dapati pada penyakit kulit familial resesif xeroderma pigmentosum dengan terjadinya banyak tumor maligna mulai umur muda. Juga pada melanoma dipikirkan kemungkinan korelasi dengan pengaruh cahaya matahari, ditambah dengan pertahanan imunologik kulit terhadap sinar ultraviolet terhambat. Akhirnya diketahui juga bahwa radiasi sebelumnya, pembentukan sikatriks yang luas dan proses inflamasi kronik (misalnya sikatrises luka bakar, ulkus kruris, fistula), mempunyai peran juga. Kontak dengan zat-zat toksik, sering sebagai akibat dari pekerjaan, dapat menyebabkan timbulnya tumor kulit. Ter misalnya sering dipakai dalam onkologik eksperimental.'untuk menimbulkan tumor. Karena pengaruh terapi dengan arsenikum, dahulu sering digunakan, terjadi keratosis yang cukup karakteristik, yang dapat berkembang menjadi tumor maligna. DERMATOSIS PREMALIGNA/ LESI PRAKANKER Ke dalam dermatosis premaligna sering juga dimasukkan kelainan preinvasif, tetapi yang dalam prinsip sudah maligna, morbus Bowen, morbus Queyrat dan morbus Paget. Naevi melanositik kongenital, baik yang kecil maupun yang sangat besar) waktu ini dianggap membawa risiko. Lesi pra kanker (Lesi pra ganas, Precancerous lesions) adalah suatu tumor jinak atau suatu tumor non neoplasma yang dalam perjalanan penyakitnya dapat berubah menjadi ganas. Pada saat ditemukan, lesi pra kanker itu bukan merupakan tumor ganas, namun jika dibiarkan sewaktu-waktu dapat menjadi ganas; kapan ia menjadi ganas, tidak diketahui. Dapat terjadi dalam waktu singkat, tapi dapat pula terjadi dalam waktu lama. Perubahan menjadi ganas diketahui bila pada lesi tersebut mengalami perubahan, seperti membesar, timbul ulkus, dan lain-lain. Kelainan kulit premaligna yang paling banyak terdapat adalah keratosis aktinika atau keratosis senilis. Keratosis ini terdapat pada selaput lendir terutama pada perokok dalam bentuk leukoplakia yang kemudian dapat berubah dalam karsinoma planoselular. Pada kulit keratosis terutama terdapat pada muka( terutama pada telinga, punggung hidung, kepala) dan selanjutnya pada punggung tangan. 1. Actinic Keratosis (solar keratosis) Merupakan suatu lesi yang mengandung keratinosit, yang terbentuk pada kulit yang terpapar sinar matahari akibat dari radiasi sinar matahari kronis. Lesi ini juga dapat terbentuk karena sinar ultra violet buatan, atau dari sumber radioaktif. Terjadinya lesi ini juga dipengaruhi faktor genetik, seperti rambut pirang, mata biru, lebih sering terkena. Lesi ini biasanya asimptomatik, multipel, berwarna kuning kecoklatan, keras, berupa papula yang bersisik, kasar, permukaannya keratotik dan dasarnya eritematous. Lokasi yang sering terkena adalah wajah, dorsum manus, dada atas, punggung, dan bibir bawah. Lesi ini timbul dari dalam epidermis. Lesi ini dimasukkan ke dalam lesi pra kanker karena sekitar 20% akan 2. 3. 4. 5. 6. berubah menjadi karsinoma sel skuamosa (SCC). Beberapa cara penatalaksanaannya adalah: penyemprotan dengan nitrogen cair (cryosurgery), kuretase dengan electric cauter, dan penggunaan aplikasi topikal 5-FU. Keratosis Radiasi (Radiation Induced Keratosis) Keratosis pra-kanker ini terjadi akibat radiasi ionisasi baik diagnostik maupun terapi. Radiodermatitis, terjadi pada penderita yang menjalani radioterapi. Gambaran keratosis radiasi serupa dengan gambaran actinic keratosis. Sedikit perbedaan adalah pada gambaran histopatologis, dimana gambaran struktur vaskular yang rusak/hilang lebih hebat. Sekitar 20% lesi ini akan berubah menjadi keganasan; yaitu sekitar 2/3 nya menjadi BCC, sedangkan 1/3 nya menjadi SCC. Terapi lesi ini serupa dengan terapi actinic keratosis. Keratosis Arsenik (arsenical keratosis) Arsenik banyak digunakan sebagai insektisida, fungisida, dan herbisida. Paparan kronis arsenik dalam jumlah banyak akan menimbulkan suatu lesi yang keras, kekuningan, plak hiperkeratosis, terutama pada daerah telapak tangan dan telapak kaki. Jumlahnya sangat banyak, sehingga menyulitkan terapinya. Terapi yang digunakan adalah kuretase, cryotherapy, laser destruction, dan topikal 5 FU. Lesi ini berpotensi menjadi BCC maupun SCC. Bowen’s Disease (Squamous Cell Carcinoma in situ) Merupakan intraepidermal squamous cell carcinoma in situ yang dapat mengenai setiap daerah kulit, namun tersering pada daerah yang banyak terpapar matahari, seperti wajah, leher, dan ekstremitas. Banyak mengenai usia tua diatas 60 tahun. Lesi ini memberikan gambaran papulosquamous, membesar lambat dengan batas yang tegas, berupa plaque bulat sampai ireguler, permukaan kasar, bersisik, hiperkeratosis dan eritematous. Sekitar 3-5% akan menjadi SCC, sisanya tetap sebagai carcinoma in situ. Etiologi penyakit ini belum diketahui. Xeroderma Pigementosum Merupakan penyakit keturunan, autosomal resesif, dengan adanya kelainan / cacat pada DNA repair enzymes. Kulit penderita mengalami kekeringan dan hiperpigmentasi. Penderita akan mudah terbakar sinar matahari, dan beberapa kelainan akan tampak pada daerah yang lama terpapar matahari, seperti eritema, bullae, dan edema. Pada penderita ini juga terbentuk “freckles” pada daerah yang terapapar matahari. Penyakit ini merupakan risiko tinggi terkena BCC, SCC, atau melanoma maligna. Nevi (Naevi, Nevus, tahi lalat) Sekitar 70% penderita melanoma maligna mempunyai riwayat nevi pada daerah kankernya. Nevi displastik merupakan risiko tinggi untuk terjadinya MM, terutama bila mempunyai riwayat keluarga dengan MM. Nevi kongenital yang besar juga mempunyai risiko keganasan pada 20% kasus, sehingga untuk profilaksis dianjurkan semua nevi congenital berukuran lebih dari 2 cm untuk di eksisi. KANKER KULIT Kanker kulit dibedakan atas kelompok Melanoma dan ketompok Non Melanoma. Kelompok Non Melanoma dibedakan atas Karsinoma Sel Basal, Karsinoma Sel Skuamosa dan karsinoma adneksa kulit. Faktor-faktor yang berperanan dalam mekanisme karsinogenesis keganasan pada kulit diantaranya: sinar matahari: merupakan faktor utama terjadinya kanker. Sembilan puluh persen kanker pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari karsinogen: arsenik, radiasi, batubara, obat immunosupresi trauma dan inflamasi kronik : osteomielitis, dermatitis, lupus eritematosus faktor herediter: xeroferma pigmentosum, sindroma basal cell nevus infeksi: HPV tipe 5,8,16,18 onkogen: mutasi anti-oncogene p53 KARSINOMA SEL BASAL Karsinoma sel basal atau basalioma adalah neoplasma maligna dari "nonkeratinizing cell" yang terletak pada lapisan basal epidermis dan merupakan karsinoma kulit non melanoma terbanyak. Patogenesis basalioma yang telah banyak diketahui adalah peran paparan sinar ultra violet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi pada gen supresor Disamping itu telah banyak pula dipelajari adanya peran faktor keturunan pada patogenesis basalioma seperti yang terjadi pada Nevoid basal cell carcinoma syndrome, Bazex syndrome, Rombo syndrome dan Unilateral basal cell nevus syndrome. Dipelajari pula peran "immuno suppressor dalam patogenesis basalioma, tetapi mekanisme pastinya belum diketahui. Lokasi tersering adalah daerah muka sekitar hidung, sifatnya sangat jarang bermetastasis tetapi mempunyai kemampuan infiltrasi yang tinggi. Faktor predisposisi untuk terjadinya basalioma antara lain: Jenis kulit terang (tipe I & II) dan albino yang rentan terhadap paparan sinar matahari yang lama, Paparan sinar X untuk terapi acne pada wajah, Sindrome nevus basal (autosomal dominan), Intoksikasi arsen yang kronik, Ulkus kronik dan fistula. Klasifikasi Histopatologi - Superficial basal cell carcinoma - Nodular' basal cell carcinoma - Infiltrative (morpheaform, aggressive growth) basal cell carcinoma - Pigmented basal cell carcinoma - Cystic basal cell carcinoma - Fibroepithelioma of Pinkus (FEP) Stadium Klinis TNM - AJCC 2002 T diperiksa dengan pemeriksaan fisik N diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imaging M diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imaging Staging: Kanker Kulit Stadium TNM T Tumor Primer 0 Tx = Tidak dapat dievaluasi To = Tidak ditemukan Tis = Kanker in situ T1 = Tumor ukuran terbesar < 2cm I Tis.N0.M0 T1.N0.M0 |II T2.N0.M0 T2 = Tumor ukuran 2 s/d 5 cm T3.N0.M0 T3 = Tumor > 5 cm T4 III IV Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, misalnya kartilago, otot skelet atau tulang T4.N0.M0 N Nodus Regional Tiap T.N1.M0 Nx = Tidak dapat diperiksa N0 = Tidak ada metastasis nodus regional N1 = Ada nodus regional M Metastasis jauh Mx = Tidak dapat diperiksa M0 = Tidak ada metastasis jauh M1 = Ada metastasis jauh Tiap T.N.M1 Prosedur Diagnostik A. Pemeriksaan Klinis 1. Anamnesis Dikeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat pula lesi tersebut berupa borok yang tidak sembuh-sembuh. 2. Pemeriksaan Fisik Gambaran klasik dikenal sebagai "ulkus rodent" yaitu ulkus dengan tepi tidak rata, warna kehitaman di daerah perifer tampak hiperplasia dan di sentral tampak ulkus. Bentuk lain yang tidak klasik, tergantung dari variasi klinis, yaitu : 1. Jenis Modulo ulseratif (paling sering) Lesi : mula-mula papul / nodul, diameter < 2 cm, tepi meninggi, permukaan mengkilat, sering ada telangiektasi, kadang dengan skuama halus dan krusta tipis. Warna seperti mutiara kadang translusen keabu-abuan atau kekuningan. Tumbuh lambat, bagian tengah timbul cekungan à ulserasi (ulkus rodens). 2. Jenis berpigmen Gambaran sama dengan nodulo ulseratif hanya berwarna coktat / hitam bintik-bintik atau homogen. 3. Jenis "morphea like" atau fibrosing (agak jarang) Lesi : bentuk plakat, warna kekuningan, tepi tidak jelas, kadang tepi meninggi. Pada permukaan tampak beberapa folikel rambut yang mencekung (gambaran klinik, seperti sikatrik), kadang tertutup krusta yang metekat erat (jarang utserasi). 4. Jenis superficial Lokasi : badan, leher, kepala. Lesi: bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi meninggi seperti kawah. Dapat meluas secara lambat, ulserasi. 5. Jenis fibroepitelial Lokasi : punggung. Lesi : soliter, nodul keras, sering bertangkai pendek. Permukaan halus, sedikit kemerahan (mirip fibroma). 6. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (sindroma Gorlin Galzt). Autosomal dominan, sindroma terdiri dari: a. Kelainan kulit: - Ca sel basal multiple jenis nevoid - Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki. - Milia, lipoma, fibroma. b. Kelainan tulang : - Kista pada rahang - Kelainan tulang iga dan tulang belakang (scoliosis, spinabifida) c. Kelainan system saraf: - Perubahan neurologik (EEC abnormal, cerebeller meduloblastoma) - Retardasi mental d. Kelainan mata : - katarak, buta kongenital. e. Lain-lain : - Kalsifikasi falks serebri - Fibroma ovari dengankalsifikasi - Kista limfatik di mesenterium 7. a. Jenis "linier and generalized follikuler basal cell nevi" (jarang). Sejak lahir. Lesi: jenis linier, berupa nodul, komedo dan kista epidermal tersusun seperti garis dan unilateral. Lesi tetap dengan bertambah usia. b. Jenis "Generalized follikuler" : ada kerontokan rambut terhadap akibat kerusakan folikel rambut karena pertumbuhan tumor Nose Round, nodular, pearly tumor Telangiectasias Scaly crust Red-brown, eczematous lesions Scaly crust B. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto polos di daerah lesi untuk melihat infiltrasi, kalau perlu dilakukan CT-scan 2. Biopsi insisi/eksisi untuk menentukan diagnosis histopatologis Prosedur Terapi Dalam penatalaksanaaan basalioma, kita harus mencapai Eksisi lesi primer yang radikal - Rekonstruksi dengan memperhatikan fungsi dan kosmetik terutama yang di daerah wajah. Terapi yang dianjurkan adalah eksisi luas dengan safety margin 0,5 - 1 cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberi terapi adjuvant radioterapi. Untuk lesi di daerah canthus, nasolabial fold, peri orbital dan peri auricular, dianjurkan untuk melakukan Mohs micrographic surgery (MMS). Bila tidak ada fasilitas, dapat dilakukan eksisi luas. Untuk lesi di kelopak mata dan telinga dapat diberikan radioterapi. Rekonstruksi daerah lesi dapat dikerjakan dengan : - Penutupan primer - Penutupan dengan tandur kulit secara STSG / FTSG (Split / Full tchickness skin graft) - Pembuatan flap Untuk lesi rekurendianjurkan tindakan eksisi luas. KARSINOMA SEL SKUAMOSA Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari keratinizing cell dengan karakteristik anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal dan berpotensi metastasis Patogenesis karsinoma set skuamosa sama seperti karsinoma sel basal yaitu : adanya peran paparan sinar ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi gen supresor, disamping itu terdapat pula peran imunosupresi dan infeksi virus.Karsinoma sel skuamosa dapat pula terjadi pada parut/scar luka bakar, yang disebut sebagai Marjolin ulcer. Yang berisiko tinggi untuk mendapat kanker kulit adalah penderita kelainan pre kanker (xeroderma pigmentosum, keratosis senilis, compund nevus, multiple dysplatic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar matahari, terpapar sinar pengion, arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan fistula, immuno supresi, dsb. Insidens tertinggi pada usia 50 - 70 tahun, paling sering pada kulit berwarna di daerah tropik. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Lesi dapat timbul dari kulit normal atau dari lesi prakanker, pada orang kulit kulit putih hal ini diduga akibat rangsangan sinar ultraviolet, karsinogen kimia (Coal tar, arsen, hidrokarbon polisiklik). Sedangkan pada kulit berwarna : predisposisi trauma, ulkus kronik, jaringan parut dan dapat pula terjadi dari fistel yang tidak sembuh-sembuh Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit berwarna : ekstremitas bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus). Large area with multiple actinic keratoses Ulcer Klasifikasi Histopatologi Disamping itu perlu dilaporkan pula gradasi histopatologisnya, yaitu Gx : Gradasi diferensiasi tidak dapat diperiksa G1 : Diferensiasi baik G2 : Diferensiasi sedang G3 : Diferensiasi buruk G4 : Tidak berdiferensiasi (undifferentiated) Stadium Klinis Klasifikasi TNM T - :Tumor Primer Tx :Tumor primer tidak dapat diperiksa T0 :Tidak ditemukan tumor primer Tis:Karsinoma in situ T1 : Tumor dengan ukuran terbesar <2 cm T2 :Tumor dengan ukuran terbesar >2 s/d <5 cm T3 :Tumor dengan ukuran terbesar >5 cm T4 :Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, seperti kartilago, otot skelet atau tulang N -:Kelenjar getah bening regional NX:Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa N0: Tidak ditemukan metastasis kelenjar getah bening N1:Terdapat metastasis kelenjar getah bening regional M -: Metastasis jauh MX: Metastasis jauh tidak dapat diperiksa M0: Tidak ada metastasis jauh M1: Terdapat metastasis jauh Stadium Stadium 0 Tis NO MO Stadium I NO MO Stadium II T2,T3 NO MO Stadium III T4 NO MO Tiap T N1 MO Tiap T Tiap N M1 Stadium IV T1 Prosedur Diagnostik A. Pemeriksaan Klinis 1. Anamnesis Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah berdarah, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran bunga kol 2. Pemeriksaan Fisik Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh progresif, mudah berdarah danm pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau yang khas. Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya metastasis regional dan tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru, hati, dll. B. Pemeriksaan Penunjang 1. Radiologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi, dan CTScan/ MRI atas indikasi 2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi: - Lesi <2 cm dilakukan biopsi eksisional, - Lesi > 2 cm dilakukan biopsi insisional Prosedur Terapi Terapi untuk SCC hampir sama dengan.basalioma. Jenis tindakan tergantung dari ukuran lesi, lokasi anatomi, kedalaman invasi, gradasi histopatotogi dan riwayat terapi. Prinsip terapi yaitu eksisi radikal untuk lesi primer dan rekonstruksi penutupan defek dengan baik. Penutupan defek dapat dengan cara penutupan primer, tandur kulit atau pembuatan flap. Untuk lesi operabel dianjurkan untuk eksisi luas dengan safety margin 1 - 2 cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberikan radioterapi adjuvant. Untuk lesi di daerah cantus, nasolabiat fold, peri orbital dan peri aurikular, dianjurkan untuk Mohs micrographic surgery (MMS), bila tidak memungkinkan maka dilakukan eksisi luas. Untuk lesi di kepala dan leher yang menginfiltrasi tulang atau kartilago dan belum bermetastasis jauh, dapat diberikan radioterapi. Untuk lesi di penis, vulva dan anus, tindakan utama adalah eksisi luas, radioterapi tidak memberikan respon yang baik. Untuk kasus inoperabel dapat diberikan radioterapi preoperatif dilanjutkan dengan eksisi luas atau MMS. Untuk kasus rekurens sebaiknya dilakukan MMS atau eksisi luas. Bila terdapat metastasis ke kgb regional, dilakukan diseksi kgb, yaitu diseksi inguinal superfisial, diseksi aksila sampai level llatau diseksi leher modifikasi radikal. MELANOMA MALIGNA Melanoma maligna ialah neoplasma maligna yang berasal dari sel melanosit. Disamping di kulit dapat pula terjadi pada mukosa. Di Amerika Serikat melanoma maligna merupakan tumor ganas nomor 6 atau 7 terbanyak. Melanoma maligna dapat terjadi pada semua usia dan paling banyak pada usia 35-55 tahun, insidensi pada pria sama dengan wanita. Faktor risiko yang diketahui untuk terjadinya melanoma antara lain : Congenital nevi>5% dari luas permukaan tubuh, riwayat melanoma sebelumnya, faktor keturunan, dysplastic nevi syndrome, terdapat 5 nevi berdiameter >5mm, terdapat 50 nevi berdiameter >2mm, riwayat paparan/terbakar sinar matahari ter utama pada masa anak-anak, ras kulit putih, rambut berwarna merah, mata berwarna biru, frecles/bintik-bintik kulit, tinggal di daerah tropis, xeroderma Digmentosum. Melanoma termasuk kanker kulit yang sangat ganas, bisa terjadi metastasis luas dalam waktu singkat melalui aliran limfe dan darah ke alat-alat dalam. Klasifikasi Histopatologi Lentigo melanoma maligna (LMM) Superfisial spreading melanoma (SSM) Nodular Malignant Melanoma (NMM) Acral Lentigenous Melanoma (ALM) Stadium Klinis AJCC EDISI 2002 Pentahapan TNM pada melanoma maligna kulit sama dengan pentahapan pTNM yang didasarkanpada pengukuran kedalaman infiltrasi tumor (Clark Level) dan ketebalan tumor (Breslow). Bila tidak ada kecocokan antara kedua ukuran ini, maka pT yang diambil adalah keadaan yang paling buruk TNM pT pT0 pTis pT1 pT2 pT3 pT4 : Tumor primer : Tidak ada tanda tanda tumor primer : Melanoma in situ (clark level I), Hiperplasia atipik melanosit, (tidak ganas) : Ketebalan tumor 1mm atau kurang pT1a: Clark level II atau III tanpa ulserasi pT1b: Clark level IV atau V tanpa ulserasi : Ketebalan tumor lebih dari 1mm, tidak lebih dari 2mm pT2a: tanpa ulserasi pT2b: dengan ulserasi : Ketebalan tumor lebih dari 2mm, tidak lebih dari 4mm pT3a: tanpa ulserasi pT3b: dengan ulserasi : Ketebalan tumor lebih dari 4mm pT4a: tanpa ulserasi pT4b: dengan ulserasi Nx : syarat-syarat minimal untuk menetapkan keadaan kelenjar getah bening regional N0 : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional; N1 : metastasis pada 1 KGB N1a: Metastasis Mikroskopis N2a: Metastasis Makroskopis N2 : Metastasis pada 2 atau 3 KGB regional atau metastasis regional intralimfatik N2a: Nodul Metastasis Mikroskopis N2b: Nodul Metastasis Makroskopis N2c: Satelit atau metastasis in-transit tanpa metastasis regional N3 : Metastasis pada 4 atau lebih KGB regional, atau metastasis KGB regional yang melekat, atau satelit atau metastasis in-transit dengan metastasis KGB regional ** metastasis in-transit adalah metastasis yang meliputi kulit atau jaringan subkutan lebih dari 2 cm dari tumor primer tapi tidak didalam KGB. M0 M1 : Tidak terdapat metastasis jauh : Metastasis jauh M1a: Kulit, jaringan subkutan, atau didalam KGB regional M1b: Paru-paru M1c: Sisi lain, atau dimana terdapat peningkatan serum LDH STADIUM KLINIK STADIUM HISTOPATOLOG1K Stadium 0 Tis Stadium IA T1a NO Stadium IB T1 b NO Stadium IIA NO MO MO MO T2a NO MO T2b NO MO T3a NO MO Stadium 0 pTis Stadium IA pT1a NO MO Stadium IB pT1 b NO MO pT2a NO MO pT2b NO MO pT3a NO Stadium HA NO MO MO Stadium IIB T3b NO MO T4a NO MO Stadium IIC T4b NO MO Stadium III TiapT N1 MO TiapT N2 MO TiapT N3 MO Stadium IV Stadium MB pT3b NO MO pT4a NO MO Stadium IIC pT4b NO MO Stadium IIIA pT1-4a N1a MO pT1-4a N2a MO pT1-4b N1a MO Stadium IIIB TiapT TiapN M1 pT1-4b N2a MO pT1-4a N1b MO pT1-4a N2b MO pT1-4a/bN2cMO Stadium IIIC pT1-4b N1b MO pT1-4b N2b MO Tiap pT N3 Stadium IV MO Tiap pT TiapN M1 Klasifikasi Clark Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis (insitu) Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan papilaris dan retikularis dermis. Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan. Kiasifikasi Breslow Golongan I :kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm Golongan II :kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm - 1,5 mm Golongan III :kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5 mm Prosedur Diagnostik Anamnesis Keluhan utama : tahi lalat yang cepat membesar, tumbuh progresif, gatal, mudah berdarah dan disertai tukak. Pemeriksaan fisik •Tumor di kulit berwarna coklat muda sampai hitam, bentuk nodul, plaque, disertai luka. Kadang-kadang tidak berwarna ( amelanotik melanoma ) Lesi bersifat : A (Asymetri) : tidak teratur B (Border) : tepi tak teratur C (Colour) : warna bervariasi umumnya D (Diameter) : > 6 mm E (Elevation) : permukaan yang tidak teratur • Pemeriksaan kelenjar getah bening regional. • Pemeriksaan metastasis jauh ke paru dan hati. Pemeriksaan penunjang: 1. Radiologi: • Rutin: X-foto paru, USG Abdomen (hati dan KGB para Aorta para Iliaca). • Atas indikasi : X-foto tulang di daerah lesi, CT-Scan, MRI. 2. Sitologi: FNA, inprint sitologi. 3. Patologi: a) Biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat diferensiasi sel. b) pemeriksaan specimen operasi: • Tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi sel, luas dan dalamnya infitterasi, radikalitas operasi. • Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang positif, infasi tumor ke kapsul atau ekstranodal, tinggi level,metastasis. 4. Biopsi: prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka oleh karena dibutuhkan informasi mengenai kedalaman tumor. Biopsi tergantung pada anatomical sitenya. 1. a. bila diameter lebih dari 2 cm. b. bila secara anatomi sulit (terutama di daerah wajah)-> dilakukan insisional biopsi 2. bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan safety margin 1 cm (diagnostik dan terapi). Specimen dikirimkan dengan mapping dan diberi tanda batas- batas sayatan. Variasi gambaran klinis : 1. Lentigo melanoma maligna (LMM) Lesi: coklat seperti kehitaman, beberapa cm, tepi irreguler, pada permukaan dijumpai bercak- bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik. 2. Superfisial spreading melanoma (SSM) Lokasi: wanita : tungkai bawah Laki-laki : badan dan feher. Lesi: plak archiformis berukuran 0,5 - 3 cm tepi meninggi, irreguler, dapat mencapai 2 cm dalam 1 tahun à nodul biru kehitaman pada permukaan terdapat campuran bermacam- macam warna seperti coklat, abu- abu, biru, hitam, sering kemerahan. 3. Nodular Malignant Melanoma (NMM) Lokasi: laki- laki: punggung, dapat pada setiap lokasi. Lesi: Nodul bentuk setengah bola (dome shaped ) atau poiipoid dan eksofitik, warna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman dapat mengalami ulserasi perdarahan, timbul lesi satelit. 4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM) ; Lokasi: letak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, ibu jari tangan. Irregular contour Dark area of pigmentation Irregular.borders Light pigmentation Prosedur Terapi Primer: Tindakan wide eksisi dengan safety margin sesuai kriteria ketebalan, dan dilakukan rekonstruksi Sampai dengan ketebalan 0,76mm, safety margin 1cm Antara 0,76mm-1,5mm safety margin 1,5 cm Ketebalan >1,5mm safety margin 2 cm Bila hasil safety margin tidak sesuai dengan ketebalan Breslow harus dilakukan re-eksisi secepatnya sampai dasar(fascia) Regional: Pada limfonodi secara histopatologi positif, dilakukan diseksi limfonodi Di daerah inguinal: deep (atas indikasi: ulkus, multiple limfonodi) Di daerah aksila: hingga level II Di daerah leher: RND Adjuvant terapi: Pada stadium III dapat berupa immunoterapi, radioterapi, dan kemoterapi. Intransit : Kombinasi terapi Recurrent : Dilakukan reevaluasi Lokal : Eksisi luas ulang Regional : Bila sebelumnya belum dilakukan diseksi, dilakukan diseksi+adjuvant Bila sudah pernah diseksi, dilakukan radiasi Metastasis : Paliatif teratment KEPUSTAKAAN Djoko H, Perotokol Pelaksanaan Kanker Kulit, PERABOI 2003, p.73-87 Glenn Goldman, MD, Assistant Professor, Department of Internal Medicine, Division of Dermatology, University of Vermont College of Medicine, www.emedicine.com, 2005 Michael L Ramsey, MD, Department of Dermatology, Dermatologic Surgery Unit, Geisinger Medical Center, www.emedicine.com, 2005 Mukawi TJ, Registrasi Kanker Berdasarkan Patologi di Bandung tahun 1995, Yayasan Kanker Indonesia Murphy GF. Sellheyer K. Mihm MC, The Skin,Pathologic Basis of Disease , 7th ed International Edition,2005, p1227-1271 Neering H. Kroon BBR, Tumor Kulit, Onkologi, Panitia Kanker RSUP dr Sardjito Yogyakarta, 5th edition, 1999, p443-465 Schwartz Ls, Skin and Subcutaneous Tissue, Principles of surgery, 7th ed International Edition, Mc Graw hil International Book p.513 – 530 Sobin, L.H. Wittekind, Ch. UICC TNM Classification of Malignant Tumor, 6 th edition. Wiley Liss, 2002. p.119-130 Vernon K. Kim AM, Melanoma and Other Cutaneous Malignancies, Basic Science and Clinical evidence, Essential Practice of Surgery, Springer, 2003, p671-680 Wagner, Richard F. Castaciato, Dennis A. Skin Cancers, in: Manual of Clinical Oncology, 4th edition. Lippincot Williams & Wilkins, 2000. p.336-348 Wendy Brick, MD, Assistant Professor of Medicine, Department of Internal Medicine, Division of Hematology and Oncology, Mecklenburg Medical Group, www.emedicine.com, 2005 NEOPLASMA RONGGA MULUT PENDAHULUAN Keganasan pada rongga mulut diperkirakan mencapai 30.000 kasus baru setiap tahunnya. Dari berbagai penelitian telah jelas didapatkan hubungan antara paparan tembakau dengan perkembangan penyakit ini. Selain itu alkohol pun berperan sebagai koagen, diduga kuat karena efek topikalnya. Daerah mukosa yang berkontak lama dengan alkohol merupakan daerah yang beresiko tinggi untuk mengalami pertumbuhan kanker. Kebiasaan merokok bukanlah satu-satunya agen etiologi bagi kanker rongga mulut. Banyak faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyakit ini, dimana faktor yang paling signifikan adalah kecenderungan secara genetik. Faktor genetik ini berhubungan dengan peningkatan faktor risiko, termasuk di dalamnya adalah mutagen sensitivity (sensitivitas mutagen) yang menyebabkan terjadinya defisiensi DNA repair. Hal-hal dapat digolongkan ke dalam mutagen sensitivity adalah antara lain:xeroderma pigmentosum, Fanconi’s anemia, dan ataxia-telangiectasia. Marker genetik lainnya yang relevan ialah adanya pengaruh terinduksinya enzim cytochrome P-450. Faktor risiko lainnya bagi terjadinya kanker rongga mulut adalah diet. Pasien-pasien dengan defisiensi vitamin A dapat dianggap beresiko untuk mengalami transformasi maligna mukosa mulut. Diet tinggi buah-buahan dan sayuran ternyata dapat memberikan efek perlindungan. Iritan kronis seperti mouthwash, higiene gigi yang buruk, dan juga penyakit sifilis oral dapat pula menjadi faktor etiologi terjadinya keganasan rongga mulut. Penelitian tentang etiologi virus pun telah dilakukan. Diduga herpes simplex virus tipe I berperan pula sebagai agen etiologi. Meskipun demikian, ketidak mampuan mengidentifikasi herpes simplex virus tipe I-related protein pada kasus-kasus keganasan rongga mulut telah menimbulkan pertanyaan mengenai signifikansi dari virus tersebut. Pada beberapa penelitian telah berhasil diidentifikasi human papilloma virus tipe 2,11, dan 16. Faktor-faktor transkripsi papilloma ketika diinsersikan dengan DNA manusia ternyata dapat menyebabkan perubahan mekanisme kontrol dari replika gen yang normal. Walaupun insidensi kanker rongga mulut ini berkisar antara 2-5% dari semua keganasan pada manusia, namun secara keseluruhan prognosisnya masih buruk, dengan angka kematian yang cukup tinggi yaitu 2,4% dari semua kematian akibat kanker. Buruknya prognosis ini dikarenakan penemuan dini kanker ronga mulut sudah stadium lanjut (60%) serta sifat biologis, lokasi topografi serta penatalaksanaan terapi yang belum adekuat. Secara onko anatomis dan ketetapan WHO 1973, kanker rongga mulut adalah merupakan keganasan yang terletak pada daerah peralihan antara traktus respiratorius bagian atas dan traktus digestivus, yaitu daerah antara cutan vermilllion junction di bagian luar dan sircum valatae papillae perbatasan palatum durum dan molle di bagian belakang, yaitu meliputi keganasan pada bibir, gusi, pipi, dasar mulut, lidah palatum dan trigonum retromolar. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia frekuaensi relatif kanker rongga mulut ini adalah 3,57% (Marwoto dan Rukmini, 1988). Terbanyak pada usia 55-65 tahun dan dapat bervariasi antara 40-70 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan adalah 1:1 yang sangat berbeda dengan laporan dari Barat yaitu 4:1. Predileksi yang paling banyak adalah: lidah, diikuti bibir, ginggiva, dasar mulut, mukosa pipi dan palatum. ETIOLOGI Seperti tumor ganas lainnya belum diketahui penyebabnya, adapun faktor resiko tinggi adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tembakau (merokok) Alkoholisme dan sirosis hepatis Oral hygiene yang buruk Sifilis tertier Iritasi sinar matahari dan iritasi kronik lainnya kebiasaan hidup seperti: mengunyah sirih. 7. Leukoplakia dan eritroplakia. DIAGNOSTIK Klinis Sebenarnya untuk menegakkan diagnosis klinis atau kecurigaan adanya kanker rongga mulut tidaklah terlalu sukar. Dengan melakukan pemeriksaan lokoregional yang teliti (meliputi anamnesia, riwayat penyakit, inspeksi dan palpasi) dan menemukan kondisi-kondisi seperti di bawah ini: - Ulserasi atau erosi mukosa kronis tidak sembuh-sembuh. - Adanya indurasi tumor akibat infiltrasi ke daerah sekitar dan lebih dalam yang dirasakan sebagai suatu pembengkakan. - Adanya ulserasi atau kelainan dalam mulut disertai pembesaran KGB leher. - Adanya lesi di mulut dan sukar buka mulut. - Adanya leukoplakia atau eritroplakia dengan faktor resiko di atas. Diagnosa pasti dengan melakukan pemeriksaan histopatologi, yang didapat melalui Biopsi eksisi pada kasus yang operable dan biopsi insisi pada kasus yang inoperable. Prosedur Diagnostik - Anamnesa, Inspeksi dan Palpasi merupakan langkah pertama. - Biopsi merupakan diagnosa pasti - Imaging : CT-scan dan MRI untuk melihat perluasan tumor. Hispatologi Sebagian besar kanker rongga mulut, secara histopatologis adalah squamous cell carcinoma (>82%) sebagian kecil jenis yang lain seperti; Adeno karsinoma, adenoid kistik karsinoma atau undifferentiated. Penentuan Stadium Klinik Klasifikasi TNM System dari UICC (UICC, 1978) T : Tumor Primer Tis : Carsinoma in situ T0 : Tidak ada tumor primer Tx : Tumor primer tidak bisa ditentukan T1 : Tumor < 2 cm pada diameter terbesar T2 : Tumor > 2 cm sampai dengan 4 cm T3 : Tumor > 4 pada diameter terbesar T4 : Tumor sudah menginfiltrasi tulang, otot, kulit, leher, dll. N N0 Nx N1 N2 N3 : Kelenjar Getah Bening : Tidak ada meta ke KGB : KGB tidak dapat ditentukan : Ditemukan pembesaran KGB homolateral mobile : Ditemukan pembesaran KGB Kontralateral atau bilateral mobile : Ditemukan pembesaran KGB immobile M M0 Mx M1 : Metastase jauh : Tidak ada metastase jauh : Metastase jauh tidak dapat ditentukan : Ditemukan metastase jauh Stage Grouping Stage Grouping Based on American Joint Committee on Cancer Staging Criteria Stage 0 I II III IV T Tis T1 T2 T3 T1 T2 T3 T4 Classification N N0 N0 N0 N0 N1 N1 N1 N0 M M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 Invasi atau infiltrasi lokal Lesi keganasan dasar mulut dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya sampai ke tulang mandibula. Lesi di mukosa pipi biasanya terdapat setinggi pertemuan gigi atas dan bawah (level oklusi) dan biasanya menyebar superficial. Invasi ke dalam akan sampai ke muskulus pterigoideus dan hal ini juga akan menyebabkan trismus. Lesi disepanjag alveolus biasanya berlokasi di daerah premolaratau molar dan lebih sering terdapat di gusi bagian bawah. Jika terjadi di gusi bagian atas dapat menyebar cepat ke sinus maksilaris. Lesi di palatum durum lebih jarang, dan kalau adapun biasanya tipe histologis adenokarsinoma lebih sering dari pada skuamosasel karsinoma. Lesi di bibir biasanya di bibir bawah lebih sering, lama kelamaan dapat menginvasi muskulus orbikularis oris. Lesi pada lidah biasanya terdapat sepanjang 2/3 tepi lidah bagian depan, dapat menginfiltrasi otot-otot lidah sampai dalam dan mencapai basis lidah. Juga dapat menginvasi dasar mulut. Kedua keadaan ini menyebabkan keadaan lidah sukar digerakkan. Penyebaran sampai ke dasar lidah mempunyai prognosis yang buruk Penyebaran melalui Sistem Limfatik Stasion pertama yang terkena adalah kelenjar-kelenjar submandibularis dan subdigastrik yang merupakan level pertama dari rangkaian kelenjar getah bening jugularis. Zagar dkk. Mengemukakan bahwa saat diagnosis ditegakkan untuk karsinoma bibir +15% sudah ada metatasis ke kelenjar getah bening, sedangkan untuk karsinoma yang berlokasi dalam rongga mulut lainnya 35-40 % sudah bermetastasis ke kelenjar getah bening yaitu jugulo-digastrik dan submandibula. Metastasis kelenjar betah bening ini tergantung pula pada lokasi tumor primer, stadium (T) tumornya dan deferensiasi tumor secara hispatologis. Dikatakan bahwa pada karsinoma lidah yang terletak 1/3 depan kemungkinan bermetastasis ke kelenjar getah bening leber 29%, 1/3 tengah 30% dan 63% untuk yang 1/3 belakang. Mendelson dengan data-datanya menyatakan bahwa apabila kelenjar getah bening leher sudah positif, maka harapan hidup lima tahun untuk tumor-tumor yang berlokasi di ginggiva hanya 55%, dasar mulut 385 dan lidah 26%. Dan apabila kelenjar getah bening itu masih negatif harapan hidup untuk 5 tahun masing-masing 85%, 75% dan 78%. Penyebaran Hematogen Empat belas persen dari kasus-kasus dapat ditemukan metastasis jauh walaupun menurut Mendelson dkk, hanya 4% kasus yang mati akibat metastase jauh ini. Zagar dkk. Menemukan metastasis secara hematogen 15-20% kasus dan ini terutama jenis yang berdiferensiasi buruk THERAPI Tujuan Therapi: 1. Pemberantasan/menghilangkan penyakit kanker dari tubuh penderita. 2. mengusahakan/mengembalikan fungsi fisiologis sedapat mungkin. 3. Mempertahankan/mengusahakan pengembalian fungsi kosmetik seoptimal mungkin. Pembedahan Eksisi tumor umumnya dilakukan dengan tepi sayatan 1-2 cm di luar indurasi tumor sudah bebas tumor, namun perlu dilakukan pemeriksaaan “potong beku” tepi sayatan terutama pada daerah yang dicurigai karena lapangan yang sempit. Yang infiltratif dan ulseratif harus lebih hati-hati untuk melakukan luas sayatan karena untuk free margin memerlukan eksisi yang lebih luas. Namun laporan bebas tumor tidaklah merupakan jaminan untuk tidak terjadi rekurensi lokal, dan sebaliknya “laporan tepi sayatan belum bebas” secara mikroskopis tidaklah mutlak akan terjadi rekurensi lokal walaupun rasionalnya tepi sayatan yang belum bebas akan menyebabkan angka rekurensi lokal lebih tinggi dan prognosis lebih buruk. Untuk itu Loree and Strong E. menganjurkan diberikan therapy adjuvant radiasi sesudah pembedahan. Marginal mandibulektomi perlu dilakukan untuk lesi yang berdekatan/berbatasan dengan mandibula dan belum mengadakan invasi/destruksi pada mandibula. Penatalaksanaan NO Status kelenjar getah bening leher pada penatalasanaan squamous cell carcinoma leher kepada kepala adalah sangat penting, karena merupakan salah satu pactor prognostic yang bermakna. Oleh karena itu assesment yang tepat atau pemeriksaan yang teliti sangat diperlukan. Untuk N yang positif (N1, N2) permasalahannya tidaklah sukar yaitu untuk lokoregional kontrol suatu keharusan dilakukan radical neck diseksi atau modified radical neck diseksi. Sedangkan penatalaksanaan NO, masih kontroversial; berkisar antara pendapat : - Observasi saja Biopsi Modified Radical Neck Dissection Radical Neck Dissection Radiasi Hal ini disebabkan tiada lain, karena kenyataan kesalahan dalam melakukan assement NO itu berkisar antara 10-50%. Atas dasar inilah rasionalitas untuk melakukan MRND atau RND pada klinis NO pada rongga mulut dan Byers berpendapat bahwa MRND adalah treatment of choice pada NO karena dengan cara ini akan memberikan regional kontrol yang baik dan meningkatkan survival secara keseluruhan tanpa menurunkan kualitas. Sebaliknya apabila RND dilakukan setelah N klinis positif, ternyata kegagalan (regional kontrol atau neck failure) lebih besar kemungkinannya. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. Badellino FG; Margarine G:Staging of Oral Cancer: Tecnique and Therapeutic Implications. Oral Oncology Vol. II Ed. AK Varma 1991 Mendelson , B.C. CS. : Oral Cancer. Surgical Clinic of North America, Vol 37 No.3, Juni 1977 Loree TR, Strong EW: Significance if positif margin in Oral Cavity Squamous Cell Carninoma. The America Journal of Surgery Vol. 160. 1990 Marwowinoto, M : Kasrinoma di rongga mulut. Muktamar IKABI ke VIII, 1984 di Ujung pandang 5. 6. 7. 8. Tjindarbumi, D., Ramli, Albar A.: Penanganan kanker Mulut di Bagian Bedah FKUI/RSCM, dibacakan pada syimposium 1992. Tjindrabumi, D., Ramli, M., Albar A.: Penatalaksanaan kanker Rongga Mulut, MABI XI, Medan, 1993. Philip Rubin, Clinical Oncology 8th Edition: Cancer of the Oral Cavity, W.B. Sauders Company. P: 426-429, 2001. Scahantz, SP., Harrison, LB., Forastiere, AA., Tumor of the Oral Cavasity and Paranasal Sinuses, Nasopharynx of Oncology, Lippincot-Raven, 6 th Edition, Philladelphia, 2001, p. 797-851. Unresolved links: http://www.emedicine.com/ javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) javascript:void(null) http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@d:/em/ga?book=derm&authorid=1269&topicid= 401 http://www.emedicine.com/ http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@d:/em/ga?book=derm&authorid=2304&topicid= 47 http://www.emedicine.com/ http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@d:/em/ga?book=med&authorid=3421&topicid= 1386 http://www.ecu.edu/ http://www.emedicine.com/