pendekatan diagnosis pada pasien dengan keluhan demam

advertisement
PENDEKATAN DIAGNOSIS PADA PASIEN DENGAN
KELUHAN DEMAM
DEFINISI
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology
mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak
seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host)
terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh
host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis
dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari
pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis
demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di
tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif
untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan
pelepasan panas dan memproduksi panas.
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu
terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari
pukul 16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini. Suhu tubuh
juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas
fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu
tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran.
Suhu normal pada tempat yang berbeda
Tempat
pengukuran
Aksila
Sublingual
Rektal
Telinga
Jenis termometer
Air
elektronik
Air
elektronik
Air
elektronik
Rentang;
rerata Demam
suhu normal (oC) (oC)
raksa,
34,7 – 37,3;
37,4
36,4
raksa,
35,5 – 37,5;
37,6
36,6
raksa,
36,6 – 37,9; 37
38
Emisi infra merah
35,7
–
37,5;
37,6
36,6
Suhu rektal normal 0,27o – 0,38oC (0,5o – 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu
aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral. Untuk kepentingan klinis
praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu
aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6oC. Hiperpireksia merupakan istilah
pada demam yang digunakan bila suhu tubuh melampaui 41,1oC (106oF).
MEKANISME DEMAM
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel
Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon)
yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat.
Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal.
Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus
merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini memicu
mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh
berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi
berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi
leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan
TNFα, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat
OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan
lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon
terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama
prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan
menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal
aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory
protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara
vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas.
Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam
sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan
disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi (Sherwood, 2001).
POLA DEMAM
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah
mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan
di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak
patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang
berguna.
Pola demam yang ditemukan pada penyakit
Pola demam
Kontinyu
Remitten
Intermiten
Hektik atau septik
Quotidian
Double quotidian
Penyakit
Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Malaria, limfoma, endokarditis
Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Malaria karena P.vivax
Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
Relapsing atau periodik
Demam rekuren
arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Familial Mediterranean fever
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat
suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi.
Gambaran pola demam klasik meliputi:
•
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal
suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)
•
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling
sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu
(Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh
proses infeksi.
Gambar 2. Demam remiten
•
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan
puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak
kedua yang ditemukan di praktek klinis.
Gambar 3. Demam intermiten
•
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
•
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang
terjadi setiap hari.
•
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)
Gambar 4. Demam quotidian
•
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi
selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
•
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran
nafas atas.
•
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem
organ multipel.
•
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik
dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue,
demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan
African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
•
Relapsing fever dan demam periodik:
o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular
atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu
atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria
(istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila
demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.
Gambar 5. Pola demam malaria
o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)
Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi
yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever
dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala,
nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai
Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang
umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan
endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering
ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada
kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam
ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.
o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan
Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan
gejala merupakan petunjuk diagnosis.
o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887,
pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien
dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH.
Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti
oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin
berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia
hemolitik.
Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).
KLASIFIKASI DEMAM
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah. Untuk
kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan dengan atau tanpa localizing signs.
Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek
Klasifikasi
Demam dengan localizing
signs
Demam
Lama demam pada
Penyebab tersering
tanpa
umumnya
Infeksi saluran nafas atas
localizing Infeksi virus, infeksi saluran
signs
Fever of unknown origin
kemih
Infeksi,
juvenile
idiopathic
<1 minggu
<1minggu
>1 minggu
arthritis
•
Demam dengan localizing signs
Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek berada pada kategori ini.
Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena
pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti
pemeriksaan foto rontgen dada.
Penyebab utama demam karena penyakit localized signs
Kelompok
Penyakit
Infeksi saluran nafas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis
atas
Pulmonal
Gastrointestinal
Sistem saraf pusat
Eksantem
Kolagen
Neoplasma
Tropis
•
herpetika
Bronkiolitis, pneumonia
Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Meningitis, encephalitis
Campak, cacar air
Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Leukemia, lymphoma
Kala azar, cickle cell anemia
Demam tanpa localizing signs
Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya
localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi
selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya
setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Demam tanpa localizing
signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu.
Penyebab umum demam tanpa localizing signs
Penyebab
Infeksi
Contoh
Bakteremia/sepsis
Sebagian
normal
Infeksi saluran kemih
Dipstik urine
of arthritis
unknown
origin)
atau
virus Tampak baik, CRP normal, leukosit
(HH-6)
Malaria
PUO (persistent Juvenile
pyrexia
besar
Petunjuk diagnosis
Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis
Di daerah malaria
idiopathic Pre-articular, ruam,
splenomegali,
antinuclear factor tinggi, CRP tinggi
FUO
Pasca vaksinasi
Drug fever
Vaksinasi triple, campak
Waktu demam terjadi berhubungan
Sebagian besar obat
dengan waktu vaksinasi
Riwayat minum obat,
diagnosis
eksklusi
•
Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)
Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1
minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi
penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of
unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3
minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.
Penyebab FUO sesuai golongan penyakitnya antara lain; infeksi (40%), neoplasma
(20%), penyakit kolagen (20%), penyakit lain (10%), dan yang tidak diketahui sebabnya
(10%). Fever of unknown origin (FUO) dapat dibagi dalam 4 kelompok:
FUO Klasik
Penderita telah diperiksa di rumah sakit atau klinik selama 3 hari berturut-turut tanpa
dapat ditetapkan penyebab demam. Definisi lain yang juga digunakan adalah demam
untuk lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan diagnostik non invasive maupun
invasif selama satu minggu tanpa hasil yang dapat menetapkan penyebab demam.
FUO Nosokomial
Penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di rumah sakit dan kemudian
menderita demam >38,30 C dan sudah diperiksa secara intensif untuk menentukan
penyebab demam tanpa hasil yang jelas.
FUO Neutropenik
Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil <500 μL dengan demam >38,30 C dan
sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3 hari tanpa hasil yang jelas.
FUO HIV
Penderita HIV yang menderita demam >38,30 C selama 4 minggu pada rawat jalan tanpa
dapat menentukan penyebabnya atau pada penderita yang dirawat di RS yang mengalami
demam selama lebih dari 3 hari dan telah dilakukan pemeriksaan tanpa hasil yang jelas.
Sebelum meningkat ke pemeriksaan-pemeriksaan yang mutakhir, yang siap tersedia untuk
digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi, atau scaning, masih dapat diperiksa beberapa
uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/ lesi permukaan sinar tembus rutin.
Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk membuat diagnosis dengan lebih pasti
melalui biopsi pada tepat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaanpemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau limfangiografi.
ANAMNESIS
Tujuan dilakukan anamnesis pada pasien dengan demam yaitu untuk :
1. Mengetahui apakah infeksi mempunyai lokalisasi organ atau tidak. Gejala penyakit
demam dapat dibagi menjadi
a. Konstitusi gejala yang terdiri dari kelelahan, mialgia, kehilangan nafsu makan,
mual,
sakit kepala, dll
b. Gejala sesuai keterlibatan organ tertentu :
•
Tonsillo-faring : sakit tenggorokan, batuk, dan sakit saat menelan
•
Maksilaris / Frontal sinus : rhinitis, hidung tersumbat, sakit kepala.
•
Otak dan meninges : sakit kepala, muntah.
•
Paru-paru dan pleura : batuk, produksi sputum, hemoptisis, sesak
napas, dan nyeri dada
•
Myopericardium : nyeri dada, sesak napas, dan palpitasi
•
Hati : muntah, nyeri epigastrium atau hypochondrial kanan, ikterus
•
Kandung empedu dan saluran empedu : sakit perut dan muntah
•
Appendix : nyeri perut kanan bawah, muntah, dan / atau konstipasi
atau diare.
•
Saluran kemih : nyeri saat berkemih dan nyeri pinggang
•
Sendi : sendi nyeri dan pembengkakan.
•
Jaringan lunak : Pembengkakkan, perubahan warna, kemerahan dan
sakit pada jaringan lunak
•
Kelenjar getah bening perifer : Pembengkakan ekstremitas
Bila pada anamnesis tidak didapatkan focus organ infeksi, maka Berikut ini adalah
beberapa gejala khusus yang mungkin mengindikasikan diagnosis demam singkat
tanpa gejala lokalisasi yang disebabkan oleh beberapa penyakit yaitu :
1) Demam berdarah : kulit petechiae dan perdarahan gingiva, nyeri sendi.
2) Malaria : demam dengan menggigil dan penurunan suhu normal spontan
setelah demam tinggi, jaundice, penurunan jumlah urin dan kejang.
3) Demam tifoid : adanya perubahan pola defekasi (awalnya diare selanjutnya
bisa terjadi konstipasi), nyeri perut.
4) Leptospirosis : myalgia, penurunan produksi urin, jaundice
5) Awal presentasi TB dan penyebab lain demam berkepanjangan
2. Jika pasien memiliki gejala yang mengkhawatirkan yang perlu masuk atau dirawat
segera
3. Untuk mengidentifikasi kondisi komorbiditas terkait, seperti :
1) Usia lanjut
2) Diabetes
3) Penyakit hati kronis atau penyakit ginjal
4) Gagal jantung
5) Terapi imunosupresif
6) Penyakit paru-paru kronis
7) Baru dirawat di rumah sakit
Poin yang perlu diingat dalam anamnesis yaitu pada pasien yang demam kita harus
mengidentifikasi apakah demam disebabkan oleh infeksi local atau tidak. Jika demam non
lokalisasi kita harus mencari gejala yang mungkin mengindikasikan infeksi sistemik tertentu.
Kita juga harus mengidentifikasi gejala yang mengkhawatirkan karena pasien membutuhkan
evaluasi dan pemantauan yang lebih rinci. Identifikasi kondisi komorbiditas yang signifikan
adalah sama pentingnya karena pasien ini mungkin memiliki toleransi yang buruk dan sering
perlu pendekatan agresif dalam manajemen klinis.
PEMERIKSAAN FISIK
Gejala harus memandu kita dalam melakukan pemeriksaan fisik. Sebagai contoh: volume
nadi dan tekanan darah harus dinilai pertama pada pasien yang mengalami riwayat
perdarahan atau episode muntah berulang. Pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari
pemeriksaan tanda - tanda vital yang mencakup tekanan darah, nadi, laju pernapasan, serta
suhu; keadaan umum; dan pemeriksaan generalis yang dimulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Berikut ini pemeriksaan yang terkait dengan pasien dengan demam
•
Orientasi, kewaspadaan,
•
Mata : Conjungtiva anemis, sclera ikterus, perdarahan sub-conjuctival berdarah,
•
Hidung : Kelembutan sinus
•
Mulut : Pembesaran tonsil, faring hiperemis,
•
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar tiroid, kaku kuduk.
•
Jantung : bunyi jantung, regurgitasi murmur
•
Paru-paru : suara nafas, wheezing dan ronchi, efusi pleura
•
Abdomen : nyeri perut, organomegali (hepatomegaly, spleenomegali), nyeri ketuk
CVA, nyeri tekan McBurney, bising usus, nyeri tekan suprapubik, asites, pembesaran
ginjal (ballottement),
•
Pemeriksaan genital bila dicurigai infeksi genitalia
•
Ekstremitas : edema tungkai, petechiae, ruam.
Penemuan hepato-splenomegali pada pemeriksaan fisik pada pasien dengan demam sering
disalah tafsirkan. Hepatomegali dan / atau splenomegali pada pasien demam menunjukkan
bahwa dia menderita infeksi signifikan dan tidak lebih dari itu
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis pada
pasien demam antara lain :
1. Hematologi rutin : Dapat mendeteksi adanya infeksi dan penyakit darah termasuk
leukemia. Pemeriksaan hematologi rutin mencakup :
1)
Hemoglobin (Hb)
Interpretasi Hasil :
Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi. Sebab
lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia
leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obatobatan: obat antikanker, asam asetil salisilat, rifampisin, primakuin, dan
sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.
Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD
(bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis, polisitemia
vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-obatan:
metildopa dan gentamisin.
2)
Hematokrit
Interpretasi Hasil :
Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan
kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi /
diare, diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%.
Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung,
perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah
Ht <15%.
3)
Leukosit (Hitung total)
Interpretasi Hasil
Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus,
parasit, dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis yaitu:

Anemia hemolitik

Sirosis hati dengan nekrosis

Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)

Keracunan berbagai macam zat

Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan
sulfonamid.
Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis,
anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue),
keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain
antiepilepsi,
sulfonamid,
kina,
kloramfenikol,
diuretik,
arsenik
(terapi
leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya.
4)
Leukosit (hitung jenis)
Merupakan pemeriksaan terpenting untuk mendeteksi infeksi. Penilaian hitung jenis
tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi di mana
eosinofil sering ditemukan meningkat.
Interpretasi Hasil
•
Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya adalah
55-70% dari leukosit. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita
lebih mudah terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut dapat menyebabkan
neutropenia. Begitu juga, beberapa jenis obat yang dipakai oleh Odha
(misalnya gansiklovir untuk mengatasi virus sitomegalo) dan AZT (semacam
ARV).
•
Ada dua jenis utama limfosit: sel-T yang menyerang dan membunuh
kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh; dan sel-B yang
membuat antibodi, protein khusus yang menyerang kuman. Jumlah limfosit
umumnya 20-40% dari leukosit. Salah satu jenis sel-T adalah sel CD4, yang
tertular dan dibunuh oleh HIV. Hitung darah lengkap tidak termasuk tes CD4.
Tes CD4 ini harus diminta sebagai tambahan. Hasil hitung darah lengkap tetap
dibutuhkan untuk menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes ini umumnya
dilakukan sekaligus.
•
Monosit atau makrofag mencakup 2-8% dari leukosit. Sel ini
melawan infeksi dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem
kekebalan tubuh mengenai kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam
darah. Monosit yang berada di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag.
Jumlah monosit yang tinggi umumnya menunjukkan adanya infeksi bakteri.
•
Eosinofil biasanya 1-3% dari leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi
dan tanggapan terhadap parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan
jumlah eosinofil yang tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama jika kita diare,
kentut, atau perut kembung, mungkin menandai keberadaan parasit.
•
Fungsi basofil tidak jelas dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi
alergi jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya
kurang dari 1% leukosit.
•
Persentase limfosit mengukur lima jenis sel darah putih: neutrofil,
limfosit, monosit, eosinofil dan basofil, dalam bentuk persentase leukosit.
Untuk memperoleh limfosit total, nilai ini dikalikan dengan leukosit.
Misalnya, bila limfosit 30,2% dan leukosit 8.770, limfosit totalnya adalah
0,302 x 8.770 = 2.648.

shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun
segmen) relatif dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan
shift to the left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi
bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the
left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia
perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.

Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit
relatif dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to
the right biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat
menyebabkan shift to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan
aspirin.
5)
Trombosit
Interpretasi Hasil
Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam

berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang
bahaya pada <30.000 sel/mm3.
Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit

keganasan, sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit
imunologis, pemakaian kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya
trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika >1.000.000 sel/mm3.
6) Laju endap darah
Interpretasi Hasil

LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau inflamasi,
penyakit imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit
keganasan.

LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan poikilositosis.
7) Hitung eritrosit
Interpretasi Hasil

Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare,
luka bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia,
anemia sickle cell.

Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia,
kehamilan, penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel,
lupus, konsumsi obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin,
INH, asam mefenamat)
2. Urinalisa : Untuk mendeteksi infeksipada ginjal dan saluran kencing
3. Malaria : Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi malaria
4. Widal : Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi oleh salmonella typhi
5. Pemeriksaan fungsi hepar (SGOT – SGPT) : untuk mengetahui gangguan pada hati
yang bisa dijumpai pada demam tifoid
6. Anti-Dengue IgG/IgM : Untuk mendeteksi infeksivirus dengue yang dapat
menyebabkan demam dengue (demam berdarah)
Download