Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 Dampak New Wave Marketing Terhadap Pengembangan Strategi Promosi Produk Slamet Heri Winarno1, Suparman HL2, Idah Yuniasih3 1 ASM BSI Jakarta e-mail: [email protected] 2 ASM BSI Jakarta e-mail: [email protected] 3 ASM BSI Jakarta e-mail: [email protected] Abstrak – Promosi penjualan sebagai alat komunikasi menjadi semakin mahal, vertikal, satu ke banyak, dan menurunnya rasa percaya diri. Promosi integrasi, yang semakin membutuhkan produsen atau merek pemilik, tetapi diimbangi dengan investasi yang wajar (nilai). perusahaan mulai mencari peluang di baris berikut diharapkan menyebabkan hasil yang nyata, tapi masih mungkin di ambang investasi yang memadai dan mengandalkan rumor anggaran rendah dampak tinggi. Dalam era kegiatan promosi gelombang baru secara bertahap dikombinasikan dengan media, yang lebih kredibel, media, yang horizontal dan banyak-ke-banyak dan menciptakan media yang paling efektif adalah konsumen itu sendiri. Promosi yang vertikal untuk mendapatkan tantangan serius dari media horisontal, seperti media jejaring sosial, daftar media mailing, blog, tweet, dan lainlain. Meskipun peran media komunikasi vertikal dianggap penting tetapi lebih dan lebih mahal, semakin tidak percaya bersama dengan akses mudah ke informasi sehingga lebih efektif dan efisien daripada hari-hari mendatang. Untuk memenangkan persaingan dalam komunikasi, tidak lagi menggunakan anggaran yang besar, tapi sekarang bagaimana Anda dapat memenangkan hati orang-orang percaya ingin ke sisi dengan kami sehingga akan menjadi utusan produk dan jasa yang dijual. Penelitian ini bertujuan untuk menilai seberapa besar pergeseran paradigma dalam pemasaran yang ditandai era gelombang baru pemasaran untuk meningkatkan kualitas kegiatan promosi produk. Kata Kunci: New Wave Marketing, Produk, Promosi I. PENDAHULUAN Dunia pemasaran saat ini tengah bergerak, mengalami transformasi besar-besaran, akibat berbagai krisis atau “kiamat kecil” yang sudah lewati, juga akibat pergerakan lanskap yang sangat cepat berubahnya. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, terutama dengan era Internet Web 2.0 dan berbagai kemajuan teknologi gadget yang ada telah merubah praktek pemasaran dari yang tadinya bersifat top-down dan vertikal, menjadi serba sejajar dan horisontal. Salah satu pendekatan yang dapat menolong untuk mengarungi lanskap yang penuh dengan turbulens dan kekacauan adalah melakukan konsep Connect. Praktek pemasaran yang serba ter-Connect yang dapat mempersiapkan pemasar untuk memenangkan pertempuran pemasaran. Kondisi saat ini dimana dunia teknologi semakin memberikan interaksi, partisipasi, dan peluang untuk berkolaborasi, membawa perusahaan untuk melakukan praktek pemasaran yang bertumpu pada jejaring saling terhubung dan berkembang biak. Saat ini kita hidup di dunia yang baru di mana krisis dan chaos menjadi ‘menu makanan’ sehari-hari. Lingkungan bisnis semakin complex, penuh dengan kekacauan. Di kurun waktu sepuluh tahun terakhir, kita sudah melihat betapa hebatnya badai-badai dan kekacauan yang terjadi di lingkungan bisnis mulai dari krisis ekonomi di Asia, meledaknya balon dotcom, skandal pelaporan keuangan (contoh Enron dan Worldcom), gerakan teroris, gerakan anti-globalisasi, perubahan iklim, krisis energi, krisis pangan, skandal investasi, sampai resesi perekonomian global tahun 2008. Di tengah berbagai macam badai dan munculnya Scumbag Millionaire mulai dari Jeffrey Skilling (Enron) sampai Bernard Madoff yang telah menghasilkan 50 triliun dollar AS dari investasi berskema Ponzi (atau skema piramid), langkah bisnis perusahaan terus menjadi sorotan publik. Tingkat kepercayaan diri di internal perusahaan terus menurun. Tingkat kepercayaan publik terhadap perusahaan juga terus menurun. Teknologi new-wave telah memperluas jaringan media informasi, menjadikan dunia semakin transparan, sehingga sudah semakin susah bagi perusahaan untuk memutup aib dirinya. Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-9 Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 Publik membutuhkan aktivitas dan proses bisnis yang didasari oleh prinsip dan nilai-nilai yang lebih etis dan fair. Kini tidak cukup lagi bagi perusahaan untuk searching for excellence, karena di tengah perubahan lanskap seperti sekarang yang menjadi keharusan adalah searching for meaning. Di tengah badai-badai krisis dan jatuhnya reputasi perusahaan, sudah saatnya bagi pemasar adalah meninjau ulang dan menjual nilai-nilai, prinsip, dan karakter yang dimiliki dan dijunjung-tinggi, agar dapat tampil stand-out dan terus berupaya senantiasa meninggalkan warisan bagi masyarakat. Hal ini juga berpengaruh pada strategi pemasaran yang dijalankan, terjadi perubahan yang luar biasa dari elemen-elemen pemasaran ke arah yang lebih signifikan terhadap perubahan jaman. Promosi sebagai salah satu elemen terpenting dalam kegiatan pemasaran memasuki era dan penampilan baru khususnya pada konsep dasar promosi. Saat ini, promosi lebih bersifat datar yang lebih menitikberatkan pada interaksi langsung antara perusahaan atau pemasar dengan konsumen. II. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran “Gaya” Lama (Clasic Marketing) Pemasaran (marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Istilah pemasaran juga dapat dilihat dari pengertian yang diungkapkan oleh para ahli. Menurut (Arafat, 2005), pemasaran merupakan sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial. Pemasaran juga merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. (Kotler, 2000) menyatakan pemasaran yaitu sesuatu yang meliputi semua langkah yang dipakai atau dibutuhkan untuk menempatkan barang yang bersifat tangible ke tangan konsumen. Dan pemasaran menurut The American Marketing Assocciation (AMA) merupakan suatu proses perencanaan dan implementasi dari konsep, pricing, promosi, dan distribusi (ide, produk maupun jasa), sehingga dapat diciptakan pertukaran agar dapat memuaskan kebutuhan pelanggan dan perusahaan sekaligus. Berdasarkan definisi di atas, proses pemasaran dimulai dari menemukan apa yang diinginkan oleh konsumen. Mengetahui apa saja yang diinginkan oleh konsumen yang berkenaan dengan produk, kinerja serta kualitas adalah tahap pertama yang sangat penting dari kegiatan pemasaran (Anief, 2000). Pada Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-10 akhirnya pemasaran memiliki tujuan yaitu: 1) konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang dihasilkan; 2) Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi berbagai kegiatan, mulai dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai ke tangan konsumen secara cepat; 3) mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Dalam pemasaran hal ini yang disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix). Karena pemasaran bukanlah ilmu pasti seperti keuangan, teori bauran pemasaran juga terus berkembang. Dalam perkembangannya, dikenal juga istilah 7P dimana 3P yang selanjutnya adalah orang (people), bukti fisik (physical evidence), proses (process). Pemasaran lebih dipandang sebagai seni daripada ilmu, maka seorang ahli pemasaran tergantung pada lebih banyak pada ketrampilan pertimbangan dalam membuat kebijakan daripada berorientasi pada ilmu tertentu. Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan koordinasi beberapa kegiatan bisnis. Contohnya, penjelasan secara detail oleh orang di bagian produksi dibutuhkan apabila ada konsumen yang komplain mengenai produk. Demikian juga dibutuhkan orang yang dapat menangani kegiatan sumber daya manusia, sehingga dapat menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan kompensasi dan reward kepada semua karyawan yang terlibat dalam perusahaan. Bagian keuangan memerlukan orang yang ahli dalam berbagai sistem pembayaran dan insentif, terutama kepada konsumen yang membutuhkan sehingga dapat mengakomodasi berbagai jenis kebutuhan konsumen. Dengan demikian, kegiatan pemasaran selalu berkaitan dengan berbagai departemen lainnya. Untuk kegiatan bisnis skala kecil, di mana pemilik tidak memiliki karyawan dalam jumlah besar, ini artinya perusahaan memerlukan cara berpikir yang menyeluruh pada saat ia menerapkan strategi pemasaran, yaitu serangkaian tindakan terpadu menuju keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Pandangan ahli ekonomi terhadap pemasaran adalah dalam menciptakan waktu, tempat dimana produk diperlukan atau diinginkan lalu menyerahkan produk tersebut untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen (konsep pemasaran). Metode pemasaran klasik seperti 4P di atas berlaku juga untuk pemasaran internet, meskipun di internet pemasaran Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 dilakukan dengan banyak metode lain yang sangat sulit diimplementasikan diluar dunia internet. Inti dari pemasaran klasik lebih bersifat vertikal dimana peran dari perusahaan sebagai pemasar masih bersifat sentral dan masih terfokus pada pembuatan produk atau jasa yang diinginkan oleh konsumen. Juga konsep pemasaran yang berkesinambungan disertai adanya koordinasi yang baik dengan berbagai departemen (tidak hanya di bagian pemasaran saja), sehingga dapat menciptakan sinergi di dalam upaya melakukan kegiatan pemasaran. 2.2. Pemasaran Abad 21 perusahaan dan pemasar untuk menginkorporasikan visi yang lebih manusiawi dalam memilih tujuan mereka. Marketing 3.0 ini akan terlihat dari seberapa dalam hubungan hubungan produsen dengan konsumen atau stakeholder-nya. Wujud spiritualisme adalah bagaimana mencintai jejaring stateholder bisnis kita dengan modal dan menjunjung tinggi kejujuran. Jika sudah sampai tahap spiritual sedemikian itu, hubungan antara perusahaan dengan siapapun yang berkepentingan, apakah itu konsumen, karyawan, supplier, akan langgeng terus. Marketing 3.0 inilah yang merupakan cikal bakal pemikiran bahwa pada akhirnya marketing menjadi horisontal, di mana sisi humanisme si pemasar membuat pasar menjadi datar. Artinya, tidak ada perbedaan status antara Marketer dan Customer. Marketer dan Customer sama rata. Marketer sudah berbaur dengan Customer-nya. Di tengah seiring perjalanan waktu, dunia terus berubah dan pemasaran juga tentunya ikut berubah, dan begitu juga sebaliknya langkah pemasaran yang dilakukan oleh pemasar-pemasar yang visioner juga mengubah dunia. Sebut saja Mark Zuckeberg yang mengubah dunia lewat Facebook, Jawed Karim, Chad Hurley and Steve Chen mengubah dunia lewat YouTube, Jimmy Wales dan Larry Sanger mengubah dunia lewat Wikipedia, dan banyak lagi technopreneur lain. Sejak Tim O’Reilly, seorang pakar teknologi internet, memproklamasikan lahirnya Web 2.0 pada saat membuat O’Reilly Media Web 2.0 Conference di tahun 2004, kita seperti hidup di dunia yang lain. Generasi baru internet ini memungkinkan kita untuk berkomunikasi, berpartisipasi, berinteraksi, berbagi, berkomunitas, atau berkolaborasi satu sama lain. Kekuatan Web 2.0 yang menelurkan berbagai produk Social Networking menjadi kian menggila. Situs-situs seperti Facebook, YouTube, MySpace, Flickr, Wikipedia, dan lain sebagainya kian digandrungi para netizen, yang melihat bahwa internet yang sesungguhnya adalah yang begini, yang lebih cool, lebih interaktif, lebih partisipatif, dan lebih sosial. Berbagai perubahan yang kita alami di dalam dunia pemasaran saat ini bermuara pada lahirnya sebuah pendekatan marketing yang baru. Pendekatan marketing yang bersifat vertikal digantikan oleh pendekatan yang bersifat horisontal. Dunia pemasaran tertransform dari era ’Legacy’ ke ’New Wave.’ Di era sekarang, pemasaran saat ini tidak hanya diterjemahkan dalam pengertian positioning, diferensiasi dan merek yang dibungkus dalam identitas merek, integritas merek, dan menghasilkan citra merek. Dunia pemasaran perlu menunjukkan nilai-nilai (spiritual) dalam pemasaran. Nilai-nilai yang ditebarkan itu diyakini tidak hanya mendongkrak profit tetapi juga menjamin kelanggenan dan penguatan karakter brand, sekaligus membentuk diferensiasi yang tidak tertandingi. Perusahaan seharusnya tidak hanya memasarkan produk dengan manfaat fungsional ataupun manfaat emosional, melainkan harus pula menonjolkan manfaat spiritual (Kartajaya, 2001). Pendekatan pemasaran berbasis nilai ini diyakini akan memperoleh hasil yang berbeda. Karena perusahaan atau pemilik merek tidak sekadar memberikan kepuasan atau mengincar profitabilitas, melainkan memiliki compassion, dan keberlanjutan. Model bisnis yang menyeimbangkan pencetakan profit dan tanggung jawab sosial seperti itu sungguh didambakan oleh banyak pemain bisnis. Perjalanan waktu telah membuat model pemasaran berubah, dari Marketing 1.0 ke Marketing 2.0 - dari product centric ke customer-centric era. Dan sekarang marketing telah mentransformasi diri ke dalam human-centric era. Itulah yang dikatakan sebagai Marketing 3.0 (Kartajaya, 2009) Marketing 1.0 mengandalkan rational intelligent: Produk bagus, harga terjangkau. Konsumen memilih produk berdasarkan tinggi-rendahnya harga yang ditawarkan produsen. Pada level ini konsumen sangat mudah berpindah. Marketing 2.0 berbasiskan emotional intelligent: Sentuhlah hati customer. Meski suatu produk lebih mahal dibanding yang lain, tapi tetap dipilih konsumen, sebab ia sudah memiliki ikatan emosional dengan produknya. Marketing 3.0 berdasarkan spiritual intelligent: Lakukan semua III. Metode Penelitian dengan Nilai-Nilai Universal seperti kasih dan Metode penelitian menggunakan metode ketulusan maka profit akan datang. Pada tahap ini, deskriptif-kualitatif dengan pendekatan merek telah menjadi “reason for being.” Karena rasionalistik. Metode kualitatif-rasionalistik ini merek itu maka si konsumen diakui keberadaannya. didasarkan atas pendekatan holistik berupa suatu Values-driven marketing adalah model untuk konsep umum (grand concepts) yang diteliti pada Marketing 3.0, yang melekatkan nilai-nilai pada misi objek tertentu (spesific object), yang kemudian dan visi perusahaan. Gagasan ini akan memperbaiki mendudukkan kembali hasil penelitian yang didapat persepsi publik terhadap marketing dan membimbing pada konsep umumnya. Paradigma penelitian Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-11 Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 kualitatif diantaranya diilhami falsafah rasionalisme yang menghendaki adanya pembahasan holistik, sistemik, dan mengungkapkan makna dibalik fakta empiris sensual. Secara epistemologis, metodologi penelitian dengan pendekatan rasionalistik menuntut agar objek yang diteliti tidak dilepaskan dari konteksnya atau setidaknya objek diteliti dengan fokus tertentu, tetapi tidak mengeliminasi konteksnya (Endraswara, 2006). Pengumpulan data menggunakan pendekatan studi literatur. Literatur yang diperiksa meliputi buku teks, artikel media massa, dan penelusuran literatur on-line. IV. PEMBAHASAN 4.1. Paradigma Baru Pemasaran Global Dulu kita hidup di zaman yang vertikal. Meskipun slogan yang beken adalah konsumen sebagai raja, namun pada kenyataannya yang pemasarlah yang bergaya seperti raja. Hal ini karena konsumen hanyalah target dari si pemasar dan pemasar masih memegang kendali dan otoritas. Di zaman yang vertikal itu, segala aktivitas pemasaran dikerjakan secara top-down dari perusahaan ke konsumen sebagai obyek. Para pemasar dan pelaku bisnis harus bisa memanfaatkan peluang tersebut dengan melakukan pendekatan marketing yang disebut sebagai New Wave Marketing yang low budget high impact (Kartajaya, 2009) Di zaman yang horisontal di era New Wave Marketing ini, tidak ada perbedaan status antara Marketer dan Customer. Marketer dan Customer sama rata. Marketer sudah berbaur dengan Customernya. Secara konsep, New Wave Marketing mengakomodir hubungan horisontal antara perusahaan, konsumen, kompetitor, dan agen-agen yang merubah tatanan makro. Untuk melakukan hal tersebut setidaknya terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan oleh para marketer yaitu: 1. Product management, marketer harus mulai berusaha memberikan nilai lebih produknya kepada pelanggan. Para pelanggan yang sudah kembali kepercayaan dirinya, akan mencari kompensasi atas "stres" selama krisis dengan mencari produk yang inovatif dan memiliki nilai tambah tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa ternyata bukan lagi produk murah meriah yang layak dibeli di masa krisis. 2. Brand management, marketer harus mampu menciptakan excitement dengan memberikan pengalaman yang menarik lewat karakter dari brand produk mereka. Proses penawaran sebuah karakter produk jika dilakukan dengan cerdik, dapat membuat pelanggan tidak hanya terhibur, tetapi juga semakin percaya dan loyal kepada brand produk yang ditawarkan. 3. Customer management, marketer harus mulai menggeser orientasinya dari mempertahankan Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-12 (keep) dan mengakuisisi (get) pelanggan baru, ke arah mengembangkan (grow) pelanggan yang sudah ada. Metode yang paling ampuh untuk growing pelanggan adalah dengan terus melakukan konsolidasi ke komunitas-komunitas yang sudah ada. Pelanggan akan dapat melihat kemungkinan-kemungkinan penggunaan produk tersebut sesuai, mereka akan meningkatkan pemakaian dan merekomendasikan ke orang lain. Di dalam proses pemasaran, konsumen kini dapat untuk berpartisipasi sehingga segala aktivitas semakin efisien dari segi biaya. Selama ini perusahaan yang pintar selalu mengidam-idamkan pola pemasaran yang didasari modal kecil tapi menghasilkan secara luar biasa. Mereka selalu mencari jalan untuk meningkatkan impact dari langkah pemasaran seiring dengan melakukan penurunan ongkos implementasi. Praktek seperti ini kini menjadi trend, terutama dengan perubahan lanskap yang semakin kacau dengan berbagai macam bentuk krisis. Dengan perkembangan teknologi New Wave dengan internet, berbagai macam alat konektor, pola low-budget high impact menjadi sangat mungkin. Sebagai contoh aktivitas promosi pariwisata daerah dulu mungkin lebih banyak dikerjakan in-house oleh instansi terkait, bekerja sama dengan biro iklan, tim PR dan event organizer. Effort yang digalang menjadi lebih besar untuk mendatangkan energi pemasaran yang maksimal. Namun kini, pemasar tidak perlu susah payah lagi, cukup mempromosikan melalui blog, twitter, album foto, video, dan berbagai interview di media. Dengan demikian energi pemasaran yang dikeluarkan bisa jadi lebih besar dan efisien apalagi karena didukung word of mouth (kekuatan offline) dan word of mouse (kekuatan online). Contoh lain Google adalah internet, dan internet adalah Google. Dengan misinya yang sangat horisontal yaitu ”Mengelola informasi dunia dan membuatnya mudah diakses dan berguna,” Google telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat tulen dunia New Wave, yang ingin mencari, melacak, dan menggunakan sebuah informasi. Google merupakan contoh tersendiri bahwa di era New Wave, kita telah masuk ke dunia yang transparan dan lebih terbuka. Berdasarkan contoh tersebut maka kita masuk ke dalam alam baru di mana tatanan lanskap bisnis telah berubah menjadi datar. Segala aktor dalam lingkungan bisnis saling terhubung dan duduk sama rata; mulai dari agen-agen yang membawa perubahan industri (kalangan di dunia teknologi, birokrat, ekonomi, sosial dan budaya), kompetitor, konsumen, dan perusahaan saling membaur. Perkembangan Internet dewasa ini dengan Web 2.0nya membuat proses horisontalisasi semakin cepat. Di dunia yang serba horisontal ini, berkat perkembangan teknologi internet, semua orang punya kesempatan yang sama untuk terhubung. Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 4.2. Memasuki Era “New Wave Marketing” Era New Wave Marketing sangat di pengaruhi oleh perkembangan teknologi. Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih telah diyakini menyebabkan terjadinya perubahan lanskap dunia pemasaran yang membuat dunia ini semakin horisontal dan demokratis. Perkembangan peradaban manusia juga berjalan seiring dengan perkembangan teknologi, dengan perkembangan dunia teknologi yang kian pesat semakin memberikan interaksi, partisipasi, dan peluang untuk berkolaborasi, dan membawa perusahaan untuk melakukan praktek pemasaran yang bertumpu pada jejaring saling terhubung dan berkembang biak. Terdapat lima tahap perkembangan peradaban manusia antara lain: 1. Tahap pertama, untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia berperan sebagai pemburu binatang atau pengumpul tumbuh-tumbuhan. Karena itu mereka hidup berpindah-pindah alias nomaden, tergantung ada dimana hewan buruannya atau tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan. 2. Tahap kedua, manusia mulai menetap dan bercocok tanam, sudah mengenal sistem pengairan dan cara membiakkan hewan ternak. Tahap ini dikenal dengan Era Agrikultural. 3. Tahap ketiga, perkembangan peradaban mulai tumbuh dengan diciptakan berbagai mesin mesin untuk industri, misal mesin uap yang diciptakan oleh James Watt yang kemudian menjadi pertanda dimulainya Revolusi Industri. Di era industri ini, manusia mulai bekerja di pabrikpabrik, dan dengan sangat mudah bepergian dengan menggunakan kendaraan darat, lau dan udara. 4. Tahap keempat, pada dasawarsa 1980-an, bidang teknologi Informasi mulai berkembang pesat yang ditandai dengan kehadiran Personal Computer (PC) sebagai awal dari Era Informasi dimana manusia dengan sangat mudah mendapatkan akses informasi. 5. Tahap kelima, perkembangan peradaban sebagai pekerja kreatif (creative worker). Akumulasi pegetahuan (reservoir of knowledge) yang sebelumnya sudah didapat pada era informasi menjadikan orang mampu melahirkan kebijakan (wisdom) untuk menciptakan berbagai hal yang jauh lebih kreatif. Era inilah yang merupakan era New Wave. Jika sebelumnya kehadiran teknologi mendorong produktivitas, maka pada era New Wave, teknologi yang ada mendorong lahirnya kreatifitas. Pada era informasi atau era Legacy Marketing, yang akan menguasai pasar adalah mereka yang mampu mengendalikan proses penciptaan dan pendistribusian informasi. Sementara di era partisipasi atau era New Wave Marketing, yang penting adalah akses, akses ini memungkinkan terciptanya value secara bersama melalui jaringan orang yang saling berbagi, berinteraksi, dan menyelesaikan masalah. Hal yang paling mendasar dalam pelaksanaan New Wave Marketing adalah terciptanya pertama apa yang disebut low budget high impact yang meminimalisasi segala bentuk cost dengan tidak mengurangi hasil. Salah satunya adalah dengan menjadi lebih kreatif, baik dengan mencoba strategi, metode, atau bahkan media baru. Kedua, be different, not just better yang memposisikan seorang individu jadi lebih kuat, terutama dengan adanya social media yang memungkinkan tiap orang untuk bersuara. Karena semakin banyak individu yang bersaing, maka lebih penting untuk menjadi lebih berbeda, bukan hanya menjadi lebih baik dari yang lain. Berubahnya sistem pemasaran dari Legacy Marketing ke New Wave Marketing tentunya juga berpengaruh pada elemen-elemen marketing yang selama ini. Dalam Legacy Marketing dikenal 9 Elemen Marketing yang terdiri dari Segmentation, Targeting, Positioning, Differentiation, Marketing-Mix (Product, Price, Place, Promotion), Selling, Brand, Service, dan Process. Dalam New Wave Marketing, elemen-elemen tersebut menjadi “The 12 C of New Wave Marketing”. Ke 12 C ini adalah Communication, Confirming, Clarifying, Coding, Crowd-Combo (CoCreation, Currency, Communal Activation Conversation), Commercialization, Character, Caring, and Collaboration. (Kartajaya, 2009) Jika ditelaah kembali terdapat beberapa konsep utama dalam penerapkan “gaya” baru pemasaran (New Wave Marketing), yaitu: 1. Pengelolaan konsumen yang berbasiskan komunitas (community-based customer management) 2. Pengelolaan produk yang berbasiskan co-creation dengan komunitas (co-creation-based product management), 3. Pengelolaan brand yang berbasiskan karakter (character-based brand management). Selain tiga pilar utama dalam praktek new wave marketing tersebut terdapat pula tiga flatform yang harus dimiliki dalam melakukan pola pemasaran gaya baru ini, yaitu interaksi mobile, event experiential, dan social media yang ketiganya ada di dalam dunia online dan offline. Perusahaanperusahaan yang mampu memainkan pola pemasaran baru adalah mereka yang berlandaskan paradigma horisontal, masuk ke jejaring komunitas, dan memiliki tiga platform konektor yang ada di dunia online dan offline. Tidak sedikit dari mereka telah sadar bahwa pemasaran gaya lama semakin lama semakin tidak mumpuni, dibutuhkan pendekatan baru, New Wave Marketing, yang lebih relevan dengan perubahan lanksap seperti sekarang. Konsep New Wave Marketing menerapkan pengembangan dari konsep Legacy Marketing dimana dunia marketing saat ini Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-13 Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 tidak bisa lagi tetap bertahan secara Vertikal, namun sudah menjadi horisontal alias “merakyat”. 4.3. Promosi Pada Pemasaran “Gaya” Lama Di dalam dunia Legacy, promosi secara garis besar bertujuan untuk menginformasikan, membujuk dan untuk mengingatkan pelanggan untuk membeli produk kita. Promosi bisa dipakai untuk menginformasikan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya. Promosi juga bisa dipakai untuk membujuk pelanggan untuk membeli sekarang juga atau supaya pelanggan melakukan brand switching. Promosi sering juga digunakan untuk mempertahankan brand awareness, mengingatkan pelanggan di mana harus membeli produk, dan sebagainya. Secara konsep, promosi terdiri dari lima elemen yang umum disebut sebagai marketing communicationsmix, yang termasuk diantaranya iklan, public relations, personal selling, direct marketing dan sales promotion. Di dalam era legacy, promosi didominasi oleh iklan di media konvensional seperti televisi yang memang dapat menjangkau masyarakat secara luas dalam waktu cepat. Tapi untuk beriklan di Televisi, tentunya perusahaan harus punya anggaran untuk marketing yang sangat besar. Langkah promosi seperti ini tentunya tak lagi pas dengan semakin horisontal-nya dunia pemasaran. Promotion yang kita tahu sifatnya searah, top-down, dan one-to-many. Semua itu sifatnya vertikal. Ineffectiveness dalam praktek promosi sudah sering kita dengar, dan yang berbicara bukan saja para marketer yang selama ini getol berpromosi tapi juga para biro agensi yang membantu marketer untuk mendesain kampanye promosi. Pada dasarnya mereka tahu bahwa lanskap sudah berubah dan tidak bisa lagi bagi pemasar untuk menjalankan praktek yang sifatnya interuptif. Berdasarkan hasil riset Majalah AdWeek bersama biro iklan JWT sekitar 72 persen orang mengakui sudah tidak terlalu percaya dengan informasi yang bersifat promosi. Banyak pula yang menunjukkan sikap apriori dengan promosi yang kesannya “too good to be true” bahkan pula sampai kepada pesanpesan yang kurang etis. Konsumen tidak sendirian ketika mereka menghindari bentuk promosi dari pemasar. Kita pun sebagai pemasar ketika melepaskan ‘topi’ kita sebagai pemasar, dan pulang ke rumah setelah bekerja di kantor, sebisa mungkin untuk ‘meloloskan diri’ dari jebakan pemasar lain yang berpromosi lewat berbagai media. Pendekatan lama yang sifatnya “telling and selling” sudah tidak bekerja lagi dengan baik dan dibutuhkan sebuah model pemasaran gaya baru. 4.4. Paradigma Promosi Pemasaran “Gaya” Baru Promosi secara garis besar memiliki tiga tujuan, yaitu untuk menginformasikan, untuk membujuk, atau untuk mengingatkan pelanggan. Promosi bisa dipakai untuk menginformasikan produk baru, perubahan Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-14 harga, dan sebagainya. Promosi juga bisa dipakai untuk membujuk pelanggan untuk membeli sekarang juga atau supaya pelanggan melakukan brand switching. Promosi sering juga digunakan untuk mempertahankan brand awareness, mengingatkan pelanggan di mana harus membeli produk, dan sebagainya. Secara tradisional, promosi ini terdiri dari lima elemen yang disebut marketing communications-mix, yaitu advertising, public relations, personal selling, direct marketing, dan sales promotion. Belakangan, terutama setelah era Internet, marketing communications-mix ini menjadi bertambah banyak. Ada event marketing, Internet marketing, SMS marketing, multimedia marketing, dan lain-lain. Karena cara dan media untuk berpromosi semakin beragam, tidak jarang terjadi ketidakkonsistenan pesan. Iklan di televisi bisa berbeda pesannya dengan apa yang disampaikan lewat penyelenggaraan event. Hal ini bisa menyebabkan kebingungan di mata pelanggan. Karena itulah, muncul kesadaran untuk mengintegrasikan semua bentuk promosi yang ada. Maka, lahirlah apa yang disebut Integrated Marketing Communications (IMC). Dengan adanya IMC ini, maka pesan yang disampaikan oleh perusahaan bisa lebih konsisten dan relevan. Salah satu contoh tantangan mengubah mindset dalam menjalankan fungsi marketing dalam suatu organisasi adalah dalam aspek promosi. Bila penjualan suatu produk mulai menurun, maka dalam aspek promosi biasanya akan disikapi dengan peningkatan intensitas promosi melalui iklan. Hal ini bisa terjadi karena sudah tertanam espoused beliefs bahwa peningkatan intensitas promosi melalui iklan berkorelasi tinggi terhadap volume penjualan. Espoused beliefs tersebut berkembang dari pengalaman anggota organisasi dalam menjalankan fungsi marketing. Dan pengalaman ini telah melampaui social validation, melalui sharing pengalaman dan keyakinan akan hal tersebut dari anggota-anggota organisasi. Dalam periklanan, espoused beliefs yang biasanya berkembang juga adalah iklan melalui media above the line adalah sangat ampuh dan efektif mampu mencapai target yang luas. Sehingga organisasi akan ‘rela’ membayar mahal untuk melakukan komunikasi pemasaran melalui iklan di media above the line. Dalam era New Wave Marketing, istilah yang lebih tepat bukan lagi promosi, namun Conversation. Promotion itu sifatnya searah, top-down, dan one-to-many dan vertikal. Sementara Conversation itu sifatnya horisontal: dua arah, peer-to-peer, dan many-tomany. (Kartajaya, 2009) Usaha penerapan Conversation akan menemui tantangan untuk mengubah espoused beliefs dalam organisasi tersebut. Conversation akan mengubah preferensi komunikasi pemasaran dari fokus pada media above the line kepada media below the line atau ke media-media alternatif, seperti social Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 networking. Conversation lebih menuntut organisasi untuk lebih mengenali pelanggannya dan lebih konsisten dalam membangun komunikasi dua arah. Dua tuntutan tersebut sangat bertolak belakang dengan metoda yang sebelumnya telah diyakini ampuh, yaitu iklan above the line yang lebih bersifat mass dan komunikasi vertikal satu arah. Apalagi perubahan orientasi komunikasi pemasaran tersebut akan mengubah juga orientasi alokasi sumber daya organsasi, termasuk sumber daya finansial. Faktor tranformasi kompetensi individu dan organisasi juga akan menjadi penentu dalam mendukung perubahan mindset. Untuk mengubah mindset tersebut diperlokan change management yang menuntut komitmen seluruh anggota organisasi, terutama dari para senior leaders. Sebagian besar bentuk promosi yang dilakukan sekarang datangnya dari perusahaan dan ditujukan kepada pelanggan. Hampir tidak ada interaksi sama sekali antara perusahaan dan pelanggan ataupun antar pelanggan sendiri. “Kebenaran” yang ada hanya satu versi, yaitu versi perusahaan. Sementara Conversation berarti terjadi diskusi alias interaksi antara dua pihak yang kedudukannya setara. Di sini “kebenaran”-nya merupakan kebenaran bersama (common truth). Dengan demikian, pelanggan akan lebih bisa menerima kebenaran bersama itu ketimbang kebenaran satu versi saja. Hal ini karena dalam Conversation pelanggan bisa meng-Clarify hal-hal yang diutarakan oleh perusahaan. Maka, dari sisi penerimaan pelanggan terhadap informasi yang disampaikan perusahaan, Conversation akan menjadi lebih dipercaya ketimbang promosi. Lalu, dari sisi anggaran sendiri, Conversation merupakan praktik low-budget high-impact marketing. Sementara promosi adalah high-budget high-impact marketing, dan kalau tidak hati-hati malah bisa jadi high-budget low-impact marketing. Praktek promosi dari Legacy ke New Wave bukan berarti sekedar memindahkan diri dari media konvensional ke media digital. Karena ketika berbicara paham New Wave, yang signifikan dari langkahnya adalah paradigma pemasar yang tidak lagi vertikal tapi horizontal. Promosi pada era tersebut masih didominasi oleh media televisi yang biayanya mahal. Media televisi memang merupakan media yang bisa menjangkau masyarakat secara luas dalam waktu cepat. Namun, efektivitasnya sampai saat ini masih dipertanyakan. Karenanya setiap pemasar harus mampu mengubah promosi menjadi Conversation. Hal pertama yang harus dilakukan adalah Communitization, dan pada akhirnya membiarkan terjadinya Conversation di dalam komunitas tersebut. Cara seperti ini lebih efisien dan efektif. Pemasar atau perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya dan upaya yang terlalu besar, karena aktivitas selanjutnya dilakukan oleh komunitas itu sendiri. Selain itu juga lebih efektif karena adanya “kebenaran bersama”. Conversation bukan sekadar word-of-mouth atau buzz marketing. Dalam Conversation, pelanggan tidak harus bicara soal merek atau merekomendasikan sesuatu. Perusahaan juga cukup berperan sebagai media, menjadi inisiator, atau mengawasi jalannya Conversation supaya tidak terjadi chaos. Conversation dalam era New Wave Marketing merupakan kebutuhan bagi seseorang untuk menjadi manusia yang lebih berpengetahuan dan beradab (knowledgeable and civilized). Dari sisi penerimaan pelanggan terhadap informasi yang disampaikan perusahaan, Conversation akan menjadi lebih dipercaya daripada promosi. Sedangkan dari sisi anggaran sendiri, Conversation merupakan praktik low-budget high-impact marketing. Sementara promosi adalah high-budget high-impact marketing, dan kalau tidak hati-hati malah bisa jadi high-budget low-impact marketing. Berdasarkan hal tersebut yang menjadi landasan utama yang harus dimiliki, ketika masuk ke era New Wave ini adalah bagaimana pemasar menghorisontalkan diri dan sadari diri bahwa posisi antara dirinya dengan konsumen sudah semakin sejajar. Konsumen semakin memegang kendali dalam segi konteks dan juga konten terhadap suatu produk. Hal ini dikarenakan mereka memiliki media dan mereka dapat membuat konten sendiri, dapat pula memberi input untuk pengembangan produk baru, mampu membuat iklan sendiri yang mungkin lebih baik dari pada biro iklan, menjadi reporter dan promotor. Konsumen juga semakin komunal, saling terhubung dijaringannya dan lebih sosialis. Pada dasarnya setiap perusahaan atau pemasar memahami bahwa langkah pemasaran akan menjadi lebih mudah apabila dapat masuk ke dalam media yang dikendalikan dan dimiliki oleh konsumen. Ataupun kalau tidak masuk ke media-nya konsumen, perusahaan juga dapat membuat connecting platform tersendiri di mana ia bisa menjadi penghubung antara masing-masing konsumen. Semua hal itu, dilandasi bukan atas orientasi untuk berpromosi yang sifatnya membujuki, namun untuk ‘berbincang-bincang’ dengan konsumen, untuk pula menjadikan brand-nya sebagai ide bahan perbincangan antar satu konsumen dengan yang lain. Pada era yang semakin horizontal, kekuatan rekomendasi diyakini akan menggeser peran promosi. Pendekatan promosi yang vertikal dan membidik secara masal terbukti semakin tidak efektif, di samping membutuhkan biaya mahal. Sebagai contoh, jika konsumen ingin membeli sebuah barang atau memakai sebuah jasa, maka mereka tidak hanya percaya pada iklan-iklan di koran atau radio atau TV. Karena iklan-iklan itu justru membuat mereka bingung, karena semua mengatakan produknya paling bagus. Konsumen di era New Wave seperti sekarang sudah semakin pintar, tidak mau lagi diperlakukan dibawah pemasar. Mereka semakin tidak mau untuk dijadikan objek untuk promosi, tapi pastinya mereka akan Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-15 Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 selalu bersedia untuk dijadikan lawan untuk bercakap-cakap. Dari sisi produsen atau perusahaan, maka dibutuhkan pengelolaan yang cermat agar produk atau jasanya menjadi bagian conversation pelanggan, melalui pemilihan message dan media yang tepat, sehingga bisa mendapatkan efektivitas komunikasi pemasaran yang berlipat-lipat. Agar mencapai sebuah percakapan yang hot, diperlukan setidaknya sebuah ide-ide percakapan. Terdapat sembilan elemen dari conversation ideas, yaitu aspirasi dan kepercayaan (aspiration), pertempuran kecil lawan besar (David vs Goliath), trend, kegelisahan (anxieties), contrarian, kepribadian dan cerita pribadi (personalities), cara dan nasehat untuk melakukan sesuatu (How-To), kisah glamor (Glitz and Glam), dan terakhir acara-acara yang sifatnya musiman (Seasonal Event). 4.5. Peran Media Sosial Dalam Penunjang Conversation Media sosial, seperti Facebook, Twitter dan Blogs, yang semakin ‘booming’ di seluruh dunia telah merubah bagaimana masyarakat konsumen ‘connect’ dengan suatu brand. Konsumen di era New Wave seperti sekarang memegang kekuatan yang sangat hebat dalam mempengaruhi kesan konsumenkonsumen lainnya terhadap suatu brand. ‘influence’ dan ‘insight’ mengenai Brand tersebut dapat mereka sebar dengan gampang melalui wall post, tweet, votes, updates, ‘likes’, dan lain sebagainya. Walaupun media sosial dapat menyebarkan informasi dan opini seorang konsumen dengan luas dan cepat, apa yang ditulis seorang blogger dalam blog-nya terkadang tidak begitu mempengaruhi persepsi masyarakat konsumen akan sebuah brand. Sumber informasi dan rekomendasi nomor satu yang dipercayai masyarakat konsumen adalah keluarganya sendiri. Kedua adalah teman-temannya. Ketimbang forum-forum diskusi online dan resensi produk online, bloggers masih masih sedikit kurang dalam mendapatkan kepercayaan konsumen. Dalam pemasaran gaya lama peran dari promosi masih didominasi oleh penggunaan berbagai macam media promosi mulai dari yang bersifat personal (sms, email, fax, telepon) hingga publil (koran, majalah, brosur, televise, spanduk). Penggunaan media tersebut akan berdampak pada hasil atau target yang diperoleh. Terkadang hasil atau target yang ada tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan dan tidak mencapai low budget high impact namun terkadang sebaliknya. Hal ini dikarenakan terlalu banyaknya promosi yang diterima oleh konsumen dan tidak seluruhnya akan diingat. Dari sisi perusahaan biaya yang dikeluarkan juga sangat besar. Beriklan di koran, televisi saja biaya yang dikeluarkan minimal sudah puluhan juta per kali pasang. Dapat dibayangkan perusahaan yang sudah membayar begitu besar, tapi justru masyarakat tidak menganggapnya. Sekarang ini dengan semakin pintarnya masyarakat karena kemajuan teknologi, Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-16 perlahan media promosi iklan tradisional semakin terkikis. Masyarakat lebih mempercayai iklan melalui media online dan offline. Berdasarkan data Internet World Stats per 30 Juni 2008, jumlah pengguna Internet di Indonesia sudah mencapai 25 juta orang. Jumlah ini terbanyak nomor 5 di Asia setelah China (253 juta pengguna), Jepang (94 juta), India (60 juta), dan Korea Selatan (34,8 juta). Di Asia Tenggara sendiri, Indonesia berada di atas Vietnam yang pengguna Internet-nya mencapai 20,2 juta orang, sementara negara jiran Malaysia berada di peringkat ke-9 dengan 14,9 juta pengguna. Bisa dilihat betapa potensialnya media Internet ini bagi para pemasar. (Kartajaya, 2010) Media online seperti situs jejaring sosial Facebook, Twitter, Myspace ini begitu digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Sekitar 20 juta jiwa penduduk Indonesia bergabung ke dalam jejaring social tersebut. Media online ini juga menjadi penunjang terciptanya conversation dalam suatu komunitas terhadap keberadaan sebuah produk atau jasa. Berdasarkan hasil data statistik, jumlah pengguna Facebook di Indonesia masuk 10 besar jumlah pengguna Facebook terbesar di dunia. Indonesia berada di peringkat tujuh, mengalahkan Spanyol, Australia, dan Philipina di peringkat 10. Sedangkan Twitter, situs jejaring sosial yang juga banyak digandrungi orang Indonesia menjadi pengguna terbanyak di Asia, yaitu : Indonesia sebesar 2.34%, Jepang sebesar 1.47%, dan India sebesar 0.97%. Berdasarkan data tersebut terbukti bahwa media sosial sangat diminati oleh masyarakat di Indonesia. Dan sekarang yang perlu dicermati adalah bahwa sosial media tidak hanya dijadikan untuk bertemu teman lama atau sebagai ajang 'publikasi diri' tapi juga bagaimana kita bisa memanfaatkan sosial media tersebut sebagai sarana media untuk berpromosi. Dengan media sosial kita bisa mempromosikan produk melalui situs web atau campaign yang sedang dilakukan. Penggunaan media offline dalam menciptakan conversation juga dirasakan sebagai suatu strategi yang jitu, dan memiliki peran yang luar biasa. Sebagai contoh komunitas pengguna Harley Davidson, yang sering kumpul bersama (kopi darat) kemudian sharing untuk membicarakan mengenai Harley Davidson. Dari sini ada peran word of mouth antar sesama pengguna Harley Davidson. Mereka akan bercerita tentang pengalaman mereka mengendarai Harley ke teman-teman mereka yang belum pernah naik Harley. Dengan demikian mereka akan mencoba naik Harley. Otomatis jika mereka enjoy tidak menutup kemungkinan mereka akan membeli Harley Davidson. 4.6. Efektifitas Penggunaan Media Sosial Dalam Strategi Promosi Konsep promosi menggunakan saluran sosial media diyakini merupakan cara dengan biaya rendah yang akan menghasilkan dampak yang tinggi terhadap Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 kegiatan penjualan. Hal ini dapat dibandingkan dengan pemasaran konvensional menggunakan iklan TV dan media lain (misalnya: Billboard). Namun perlu disadari bahwa penggunaan media sosial sebagai alat promosi juga akan memerlukan biaya untuk: 1. Memiliki sumber daya yang didedikasikan untuk mempertahankan media sosial dan berhubungan dengan pelanggan sasaran dalam jaringan. Perusahaan membutuhkan sumber daya yang memahami strategi memiliki media sosial dan komunikasi online. Dengan itu sebagai dasar, perusahaan dapat mengelola keberadaan merek mereka online 24 jam sehari-hari. 2. Sumber daya yang menjaga iklan media sosial juga perlu mengetahui etika bisnis, perusahaan etika, dan etika sosial sebagai batas. Apa yang dikatakan orang akan mewakili perusahaan sebagai lembaga keseluruhan. pesan yang salah dapat menyebabkan masalah besar dan kerusakan. 3. Konektivitas internet maupun infrastruktur perlu dibentuk untuk mendukung strategi pemasaran 4. Anggaran untuk merancang web itu sendiri, konseptor dari web, atau copywriting konten. Perusahaan perlu serius desain halaman web. Atau anggaran untuk menempatkan iklan Anda di media sosial yang tidak bebas seperti Facebook umum atau Fan Pages kebanyakan orang. Namun demikian penggunaan media sosial ini juga memberikan peluang tersendiri bagai perusahaan untuk dapat menjangkau konsumen lebih dekat lagi bahkan sudah tanpa batas. Agar strategi penerapan media sosial dalam promosi produk dapat berjalan dengan baik ada beberapa hal perlu dipertimbangkan oleh perusahaan antara lain: 1. Siapa target pasar? Apakah target pasar merek kami menggunakan media sosial secara intensif? Apakah media sosial yang mempengaruhi perilaku mereka dalam memilih produk yang mereka butuhkan? Pada akhirnya, akan membuat penjualan yang lebih tinggi? 2. Apakah perusahaan pernah mencoba untuk terhubung dengan pasar sasaran dengan menggunakan media online? Jika perusahaan tidak pernah mencoba untuk terhubung dengan pasar sasaran dengan menggunakan media online, peluang tinggi strategi ini akan gagal sebagai perusahaan tidak pernah tahu dan benar-benar mengalami komunikasi online ke pasar. Menggunakan media sosial, perusahaan dapat langsung mengakses pasar sasaran. Ini akan membawa hasil yang berbeda jika perusahaan mempromosikan dengan menggunakan alat pemasaran lainnya konvensional (iklan koran, iklan TV, billboard, dll) yang tidak menyentuh target pasar secara langsung. Sosial media sebagai salah satu strategi pemasaran haruslah direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan serius. Dengan pengenalan target konsumen dengan lebih jelas diharapkan bisa melakukan promosi secara tepat sasaran dan tidak membuang banyak biaya. Promosi yang berhasil terkadang tidak harus membutuhkan anggaran puluhan miliar. Dengan dana yang terbatas bisa dibuat aneka program promosi. Kunci dalam menjalankan strategi ini adalah kreatifitas dari pemasar dan menjadi pionir dalam promosi unik yang dilakukan. Bila promosi itu unik dan mengena maka publisitas dan words of mouth yang notabene promosi gratis akan muncul dengan sendirinya. V. KESIMPULAN Perkembangan dunia pemasaran telah mengalami pergeseran dari era pemasaran gaya lama (legacy marketing) ke era pemasaran gaya baru (new wave marketing). Perubahan-perubahan yang terjadi seiring dengan perkembangan tersebut juga menyangkut elemen-elemen pesaran yang ada saat ini. Dalam Legacy Marketing kesembilan elemen marketing yang terdiri dari Segmentation, Targeting, Positioning, Differentiation, Marketing-Mix (Product, Price, Place, Promotion), Selling, Brand, Service, dan Process telah berubah menjadi Communication, Confirming, Clarifying, Coding, Crowd-Combo (Co-Creation, Currency, Communal Activation Conversation), Commercialization, Character, Caring, and Collaboration yang dikenal dengan istilah “The 12 C of New Wave Marketing”. Konsep utama dalam penerapkan “gaya” baru pemasaran (New Wave Marketing), meliputi pengelolaan konsumen yang berbasiskan komunitas (community-based customer management), pengelolaan produk yang berbasiskan co-creation dengan komunitas (co-creation-based product management), dan pengelolaan brand yang berbasiskan karakter (character-based brand management). Inti atau tujuan utama dari New Wave Marketing adalah terciptanya low budget high impact yang meminimalisasi segala bentuk cost dengan tidak mengurangi hasil. serta be different, not just better yang memposisikan seorang individu jadi lebih kuat, terutama dengan adanya social media yang memungkinkan tiap orang untuk bersuara. Semakin banyak perusahaan yang menerapkan konsep dari New Wave Marketing juga berdampak pada perubahan strategi pemasaran khususnya promosi terhadap produk-produk yang ditawarkan. Dalam era New Wave Marketing promosi telah tergantikan oleh Conversation. Dalam promotion bersifat searah, top-down, dan one-to-many dan vertikal. Sementara Conversation bersifat horisontal: dua arah, peer-to-peer, dan many-to-many. Elemen yang umum digunakan dalam promosi sering disebut dengan marketing communications-mix, yang termasuk diantaranya iklan, public relations, personal selling, direct marketing dan sales promotion. Dominasinya terletak pada iklan pada media konvensional seperti televisi yang memang dapat menjangkau masyarakat secara luas dalam Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-17 Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013 ISBN: 978-602-61268-3-2 waktu cepat. Namun seiring perkembangan jaman dominasi tersebut mulai berubah ke dalam bentuk event marketing, Internet marketing, SMS marketing, multimedia marketing, dan lain-lain. Agar kelangsungan perusahaan dapat terus berkembang maka dibutuhkan pengelolaan yang cermat agar produk atau jasanya menjadi bagian conversation pelanggan, melalui pemilihan message dan media yang tepat, sehingga bisa mendapatkan efektivitas komunikasi pemasaran yang berlipat-lipat. REFERENSI Anief, M. (2000). Prinsip dan Dasar Manajemen: Pemasaran Umum dan Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-18 Arafat, W. (2005). The Power of Marketing Audit. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Endraswara, S. ( 2006). Metode, Teori dan Teknik Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Kartajaya, H. ( 2001). Siasat Memenangkan Persaingan Global. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kartajaya, H. (2009). Retrieved August 2, 2010, from Meninjau Lanskap Bisnis Indonesia : http://web.bisnis.com/kolom/2id1759.html Kotler, P. (2000). Marketing Management. 10 th edition. New Jersey: Prentice Hall Inc. Rothschild, M. L. (1987). Advertising. Canada: D. C. Heath and Company .