Format Penulisan Makalah - Seminar

advertisement
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
Dampak New Wave Marketing Terhadap Pengembangan Strategi
Promosi Produk
Slamet Heri Winarno1, Suparman HL2, Idah Yuniasih3
1
ASM BSI Jakarta
e-mail: [email protected]
2
ASM BSI Jakarta
e-mail: [email protected]
3
ASM BSI Jakarta
e-mail: [email protected]
Abstrak – Promosi penjualan sebagai alat komunikasi menjadi semakin mahal, vertikal, satu ke banyak, dan
menurunnya rasa percaya diri. Promosi integrasi, yang semakin membutuhkan produsen atau merek pemilik,
tetapi diimbangi dengan investasi yang wajar (nilai). perusahaan mulai mencari peluang di baris berikut
diharapkan menyebabkan hasil yang nyata, tapi masih mungkin di ambang investasi yang memadai dan
mengandalkan rumor anggaran rendah dampak tinggi. Dalam era kegiatan promosi gelombang baru secara
bertahap dikombinasikan dengan media, yang lebih kredibel, media, yang horizontal dan banyak-ke-banyak dan
menciptakan media yang paling efektif adalah konsumen itu sendiri. Promosi yang vertikal untuk mendapatkan
tantangan serius dari media horisontal, seperti media jejaring sosial, daftar media mailing, blog, tweet, dan lainlain. Meskipun peran media komunikasi vertikal dianggap penting tetapi lebih dan lebih mahal, semakin tidak
percaya bersama dengan akses mudah ke informasi sehingga lebih efektif dan efisien daripada hari-hari
mendatang. Untuk memenangkan persaingan dalam komunikasi, tidak lagi menggunakan anggaran yang besar,
tapi sekarang bagaimana Anda dapat memenangkan hati orang-orang percaya ingin ke sisi dengan kami sehingga
akan menjadi utusan produk dan jasa yang dijual. Penelitian ini bertujuan untuk menilai seberapa besar
pergeseran paradigma dalam pemasaran yang ditandai era gelombang baru pemasaran untuk meningkatkan
kualitas kegiatan promosi produk.
Kata Kunci: New Wave Marketing, Produk, Promosi
I. PENDAHULUAN
Dunia pemasaran saat ini tengah bergerak,
mengalami transformasi besar-besaran, akibat
berbagai krisis atau “kiamat kecil” yang sudah
lewati, juga akibat pergerakan lanskap yang sangat
cepat
berubahnya.
Perkembangan
teknologi
informasi dan komunikasi, terutama dengan era
Internet Web 2.0 dan berbagai kemajuan teknologi
gadget yang ada telah merubah praktek pemasaran
dari yang tadinya bersifat top-down dan vertikal,
menjadi serba sejajar dan horisontal. Salah satu
pendekatan yang dapat menolong untuk mengarungi
lanskap yang penuh dengan turbulens dan kekacauan
adalah melakukan konsep Connect. Praktek
pemasaran yang serba ter-Connect yang dapat
mempersiapkan pemasar untuk memenangkan
pertempuran pemasaran. Kondisi saat ini dimana
dunia teknologi semakin memberikan interaksi,
partisipasi, dan peluang untuk berkolaborasi,
membawa perusahaan untuk melakukan praktek
pemasaran yang bertumpu pada jejaring saling
terhubung dan berkembang biak.
Saat ini kita hidup di dunia yang baru di mana krisis
dan chaos menjadi ‘menu makanan’ sehari-hari.
Lingkungan bisnis semakin complex, penuh dengan
kekacauan. Di kurun waktu sepuluh tahun terakhir,
kita sudah melihat betapa hebatnya badai-badai dan
kekacauan yang terjadi di lingkungan bisnis mulai
dari krisis ekonomi di Asia, meledaknya balon dotcom, skandal pelaporan keuangan (contoh Enron dan
Worldcom), gerakan teroris, gerakan anti-globalisasi,
perubahan iklim, krisis energi, krisis pangan, skandal
investasi, sampai resesi perekonomian global tahun
2008.
Di tengah berbagai macam badai dan munculnya
Scumbag Millionaire mulai dari Jeffrey Skilling
(Enron) sampai Bernard Madoff yang telah
menghasilkan 50 triliun dollar AS dari investasi
berskema Ponzi (atau skema piramid), langkah bisnis
perusahaan terus menjadi sorotan publik. Tingkat
kepercayaan diri di internal perusahaan terus
menurun. Tingkat kepercayaan publik terhadap
perusahaan juga terus menurun. Teknologi new-wave
telah memperluas jaringan media informasi,
menjadikan dunia semakin transparan, sehingga
sudah semakin susah bagi perusahaan untuk
memutup aib dirinya.
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-9
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
Publik membutuhkan aktivitas dan proses bisnis yang
didasari oleh prinsip dan nilai-nilai yang lebih etis
dan fair. Kini tidak cukup lagi bagi perusahaan untuk
searching for excellence, karena di tengah perubahan
lanskap seperti sekarang yang menjadi keharusan
adalah searching for meaning. Di tengah badai-badai
krisis dan jatuhnya reputasi perusahaan, sudah
saatnya bagi pemasar adalah meninjau ulang dan
menjual nilai-nilai, prinsip, dan karakter yang
dimiliki dan dijunjung-tinggi, agar dapat tampil
stand-out
dan
terus
berupaya
senantiasa
meninggalkan warisan bagi masyarakat.
Hal ini juga berpengaruh pada strategi pemasaran
yang dijalankan, terjadi perubahan yang luar biasa
dari elemen-elemen pemasaran ke arah yang lebih
signifikan terhadap perubahan jaman. Promosi
sebagai salah satu elemen terpenting dalam kegiatan
pemasaran memasuki era dan penampilan baru
khususnya pada konsep dasar promosi. Saat ini,
promosi lebih bersifat datar yang lebih
menitikberatkan pada interaksi langsung antara
perusahaan atau pemasar dengan konsumen.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Pemasaran “Gaya” Lama (Clasic
Marketing)
Pemasaran (marketing) adalah proses penyusunan
komunikasi terpadu yang bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai barang atau jasa
dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan
keinginan manusia. Istilah pemasaran juga dapat
dilihat dari pengertian yang diungkapkan oleh para
ahli. Menurut (Arafat, 2005), pemasaran merupakan
sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang
berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan
menentukan harga sampai dengan mempromosikan
dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa
memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun
potensial.
Pemasaran juga merupakan suatu kegiatan
penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke
tangan konsumen.
(Kotler, 2000) menyatakan
pemasaran yaitu sesuatu yang meliputi semua
langkah yang dipakai atau dibutuhkan untuk
menempatkan barang yang bersifat tangible ke
tangan konsumen. Dan pemasaran menurut The
American
Marketing
Assocciation
(AMA)
merupakan suatu proses perencanaan dan
implementasi dari konsep, pricing, promosi, dan
distribusi (ide, produk maupun jasa), sehingga dapat
diciptakan pertukaran agar dapat memuaskan
kebutuhan pelanggan dan perusahaan sekaligus.
Berdasarkan definisi di atas, proses pemasaran
dimulai dari menemukan apa yang diinginkan oleh
konsumen. Mengetahui apa saja yang diinginkan oleh
konsumen yang berkenaan dengan produk, kinerja
serta kualitas adalah tahap pertama yang sangat
penting dari kegiatan pemasaran (Anief, 2000). Pada
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-10
akhirnya pemasaran memiliki tujuan yaitu: 1)
konsumen potensial mengetahui secara detail produk
yang kita hasilkan dan perusahaan dapat
menyediakan semua permintaan mereka atas produk
yang dihasilkan; 2) Perusahaan dapat menjelaskan
secara detail semua kegiatan yang berhubungan
dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi
berbagai kegiatan, mulai dari penjelasan mengenai
produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan
produk, komunikasi kepada konsumen, sampai
pengiriman produk agar sampai ke tangan konsumen
secara cepat; 3) mengenal dan memahami konsumen
sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya
dan dapat terjual dengan sendirinya.
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan
manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran.
Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan
harga (price), pengiriman barang (place), dan
mempromosikan barang (promotion). Dalam
pemasaran hal ini yang disebut dengan bauran
pemasaran (marketing mix). Karena pemasaran
bukanlah ilmu pasti seperti keuangan, teori bauran
pemasaran juga terus berkembang. Dalam
perkembangannya, dikenal juga istilah 7P dimana 3P
yang selanjutnya adalah orang (people), bukti fisik
(physical evidence), proses (process). Pemasaran
lebih dipandang sebagai seni daripada ilmu, maka
seorang ahli pemasaran tergantung pada lebih banyak
pada ketrampilan pertimbangan dalam membuat
kebijakan daripada berorientasi pada ilmu tertentu.
Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan
koordinasi beberapa kegiatan bisnis. Contohnya,
penjelasan secara detail oleh orang di bagian
produksi dibutuhkan apabila ada konsumen yang
komplain mengenai produk. Demikian juga
dibutuhkan orang yang dapat menangani kegiatan
sumber daya manusia, sehingga dapat menjelaskan
hal-hal yang berhubungan dengan kompensasi dan
reward kepada semua karyawan yang terlibat dalam
perusahaan. Bagian keuangan memerlukan orang
yang ahli dalam berbagai sistem pembayaran dan
insentif, terutama kepada konsumen yang
membutuhkan sehingga dapat mengakomodasi
berbagai jenis kebutuhan konsumen. Dengan
demikian, kegiatan pemasaran selalu berkaitan
dengan berbagai departemen lainnya. Untuk kegiatan
bisnis skala kecil, di mana pemilik tidak memiliki
karyawan dalam jumlah besar, ini artinya perusahaan
memerlukan cara berpikir yang menyeluruh pada saat
ia menerapkan strategi pemasaran, yaitu serangkaian
tindakan terpadu menuju keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan.
Pandangan ahli ekonomi terhadap pemasaran adalah
dalam menciptakan waktu, tempat dimana produk
diperlukan atau diinginkan lalu menyerahkan produk
tersebut untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen (konsep pemasaran). Metode pemasaran
klasik seperti 4P di atas berlaku juga untuk
pemasaran internet, meskipun di internet pemasaran
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
dilakukan dengan banyak metode lain yang sangat
sulit diimplementasikan diluar dunia internet.
Inti dari pemasaran klasik lebih bersifat vertikal
dimana peran dari perusahaan sebagai pemasar masih
bersifat sentral dan masih terfokus pada pembuatan
produk atau jasa yang diinginkan oleh konsumen.
Juga konsep pemasaran yang berkesinambungan
disertai adanya koordinasi yang baik dengan berbagai
departemen (tidak hanya di bagian pemasaran saja),
sehingga dapat menciptakan sinergi di dalam upaya
melakukan kegiatan pemasaran.
2.2. Pemasaran Abad 21
perusahaan dan pemasar untuk menginkorporasikan
visi yang lebih manusiawi dalam memilih tujuan
mereka.
Marketing 3.0 ini akan terlihat dari seberapa dalam
hubungan hubungan produsen dengan konsumen atau
stakeholder-nya. Wujud spiritualisme adalah
bagaimana mencintai jejaring stateholder bisnis kita
dengan modal dan menjunjung tinggi kejujuran. Jika
sudah sampai tahap spiritual sedemikian itu,
hubungan antara perusahaan dengan siapapun yang
berkepentingan, apakah itu konsumen, karyawan,
supplier, akan langgeng terus. Marketing 3.0 inilah
yang merupakan cikal bakal pemikiran bahwa pada
akhirnya marketing menjadi horisontal, di mana sisi
humanisme si pemasar membuat pasar menjadi datar.
Artinya, tidak ada perbedaan status antara Marketer
dan Customer. Marketer dan Customer sama rata.
Marketer sudah berbaur dengan Customer-nya.
Di tengah seiring perjalanan waktu, dunia terus
berubah dan pemasaran juga tentunya ikut berubah,
dan begitu juga sebaliknya langkah pemasaran yang
dilakukan oleh pemasar-pemasar yang visioner juga
mengubah dunia. Sebut saja Mark Zuckeberg yang
mengubah dunia lewat Facebook, Jawed Karim,
Chad Hurley and Steve Chen mengubah dunia lewat
YouTube, Jimmy Wales dan Larry Sanger mengubah
dunia lewat Wikipedia, dan banyak lagi
technopreneur lain. Sejak Tim O’Reilly, seorang
pakar teknologi internet, memproklamasikan lahirnya
Web 2.0 pada saat membuat O’Reilly Media Web 2.0
Conference di tahun 2004, kita seperti hidup di dunia
yang lain. Generasi baru internet ini memungkinkan
kita
untuk
berkomunikasi,
berpartisipasi,
berinteraksi,
berbagi,
berkomunitas,
atau
berkolaborasi satu sama lain.
Kekuatan Web 2.0 yang menelurkan berbagai produk
Social Networking menjadi kian menggila. Situs-situs
seperti Facebook, YouTube, MySpace, Flickr,
Wikipedia, dan lain sebagainya kian digandrungi
para netizen, yang melihat bahwa internet yang
sesungguhnya adalah yang begini, yang lebih cool,
lebih interaktif, lebih partisipatif, dan lebih sosial.
Berbagai perubahan yang kita alami di dalam dunia
pemasaran saat ini bermuara pada lahirnya sebuah
pendekatan marketing yang baru. Pendekatan
marketing yang bersifat vertikal digantikan oleh
pendekatan yang bersifat horisontal. Dunia
pemasaran tertransform dari era ’Legacy’ ke ’New
Wave.’
Di era sekarang, pemasaran saat ini tidak hanya
diterjemahkan dalam pengertian positioning,
diferensiasi dan merek yang dibungkus dalam
identitas merek, integritas merek, dan menghasilkan
citra merek. Dunia pemasaran perlu menunjukkan
nilai-nilai (spiritual) dalam pemasaran. Nilai-nilai
yang ditebarkan itu diyakini tidak hanya
mendongkrak profit tetapi juga menjamin
kelanggenan dan penguatan karakter brand, sekaligus
membentuk diferensiasi yang tidak tertandingi.
Perusahaan seharusnya tidak hanya memasarkan
produk dengan manfaat fungsional ataupun manfaat
emosional, melainkan harus pula menonjolkan
manfaat spiritual (Kartajaya, 2001).
Pendekatan pemasaran berbasis nilai ini diyakini
akan memperoleh hasil yang berbeda. Karena
perusahaan atau pemilik merek tidak sekadar
memberikan kepuasan atau mengincar profitabilitas,
melainkan memiliki compassion, dan keberlanjutan.
Model bisnis yang menyeimbangkan pencetakan
profit dan tanggung jawab sosial seperti itu sungguh
didambakan oleh banyak pemain bisnis. Perjalanan
waktu telah membuat model pemasaran berubah, dari
Marketing 1.0 ke Marketing 2.0 - dari product
centric ke customer-centric era. Dan sekarang
marketing telah mentransformasi diri ke dalam
human-centric era. Itulah yang dikatakan sebagai
Marketing 3.0 (Kartajaya, 2009)
Marketing 1.0 mengandalkan rational intelligent:
Produk bagus, harga terjangkau. Konsumen memilih
produk berdasarkan tinggi-rendahnya harga yang
ditawarkan produsen. Pada level ini konsumen sangat
mudah berpindah. Marketing 2.0 berbasiskan
emotional intelligent: Sentuhlah hati customer. Meski
suatu produk lebih mahal dibanding yang lain, tapi
tetap dipilih konsumen, sebab ia sudah memiliki
ikatan emosional dengan produknya. Marketing 3.0
berdasarkan spiritual intelligent: Lakukan semua III. Metode Penelitian
dengan Nilai-Nilai Universal seperti kasih dan
Metode
penelitian
menggunakan
metode
ketulusan maka profit akan datang. Pada tahap ini,
deskriptif-kualitatif
dengan
pendekatan
merek telah menjadi “reason for being.” Karena
rasionalistik. Metode kualitatif-rasionalistik ini
merek itu maka si konsumen diakui keberadaannya.
didasarkan atas pendekatan holistik berupa suatu
Values-driven marketing adalah model untuk
konsep umum (grand concepts) yang diteliti pada
Marketing 3.0, yang melekatkan nilai-nilai pada misi
objek tertentu (spesific object), yang kemudian
dan visi perusahaan. Gagasan ini akan memperbaiki
mendudukkan kembali hasil penelitian yang didapat
persepsi publik terhadap marketing dan membimbing
pada konsep umumnya. Paradigma penelitian
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-11
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
kualitatif
diantaranya
diilhami falsafah
rasionalisme
yang menghendaki adanya
pembahasan holistik, sistemik, dan mengungkapkan
makna dibalik fakta empiris sensual. Secara
epistemologis, metodologi penelitian dengan
pendekatan rasionalistik menuntut agar objek
yang diteliti tidak dilepaskan dari konteksnya
atau setidaknya objek diteliti dengan fokus
tertentu, tetapi tidak mengeliminasi konteksnya
(Endraswara,
2006).
Pengumpulan
data
menggunakan pendekatan studi literatur. Literatur
yang diperiksa meliputi buku teks, artikel media
massa, dan penelusuran literatur on-line.
IV. PEMBAHASAN
4.1. Paradigma Baru Pemasaran Global
Dulu kita hidup di zaman yang vertikal. Meskipun
slogan yang beken adalah konsumen sebagai raja,
namun pada kenyataannya yang pemasarlah yang
bergaya seperti raja. Hal ini karena konsumen
hanyalah target dari si pemasar dan pemasar masih
memegang kendali dan otoritas. Di zaman yang
vertikal itu, segala aktivitas pemasaran dikerjakan
secara top-down dari perusahaan ke konsumen
sebagai obyek. Para pemasar dan pelaku bisnis harus
bisa memanfaatkan peluang tersebut dengan
melakukan pendekatan marketing yang disebut
sebagai New Wave Marketing yang low budget high
impact (Kartajaya, 2009)
Di zaman yang horisontal di era New Wave
Marketing ini, tidak ada perbedaan status antara
Marketer dan Customer. Marketer dan Customer
sama rata. Marketer sudah berbaur dengan Customernya. Secara konsep, New Wave Marketing
mengakomodir
hubungan
horisontal
antara
perusahaan, konsumen, kompetitor, dan agen-agen
yang merubah tatanan makro. Untuk melakukan hal
tersebut setidaknya terdapat tiga aspek yang harus
diperhatikan oleh para marketer yaitu:
1. Product management, marketer harus mulai
berusaha memberikan nilai lebih produknya
kepada pelanggan. Para pelanggan yang sudah
kembali kepercayaan dirinya, akan mencari
kompensasi atas "stres" selama krisis dengan
mencari produk yang inovatif dan memiliki nilai
tambah tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa
ternyata bukan lagi produk murah meriah yang
layak dibeli di masa krisis.
2. Brand management, marketer harus mampu
menciptakan excitement dengan memberikan
pengalaman yang menarik lewat karakter dari
brand produk mereka. Proses penawaran sebuah
karakter produk jika dilakukan dengan cerdik,
dapat membuat pelanggan tidak hanya terhibur,
tetapi juga semakin percaya dan loyal kepada
brand produk yang ditawarkan.
3. Customer management, marketer harus mulai
menggeser orientasinya dari mempertahankan
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-12
(keep) dan mengakuisisi (get) pelanggan baru, ke
arah mengembangkan (grow) pelanggan yang
sudah ada. Metode yang paling ampuh untuk
growing pelanggan adalah dengan terus
melakukan konsolidasi ke komunitas-komunitas
yang sudah ada. Pelanggan akan dapat melihat
kemungkinan-kemungkinan penggunaan produk
tersebut sesuai, mereka akan meningkatkan
pemakaian dan merekomendasikan ke orang lain.
Di dalam proses pemasaran, konsumen kini dapat
untuk berpartisipasi sehingga segala aktivitas
semakin efisien dari segi biaya. Selama ini
perusahaan yang pintar selalu mengidam-idamkan
pola pemasaran yang didasari modal kecil tapi
menghasilkan secara luar biasa. Mereka selalu
mencari jalan untuk meningkatkan impact dari
langkah pemasaran seiring dengan melakukan
penurunan ongkos implementasi. Praktek seperti ini
kini menjadi trend, terutama dengan perubahan
lanskap yang semakin kacau dengan berbagai macam
bentuk krisis. Dengan perkembangan teknologi New
Wave dengan internet, berbagai macam alat konektor,
pola low-budget high impact menjadi sangat
mungkin. Sebagai contoh aktivitas promosi
pariwisata daerah dulu mungkin lebih banyak
dikerjakan in-house oleh instansi terkait, bekerja
sama dengan biro iklan, tim PR dan event organizer.
Effort yang digalang menjadi lebih besar untuk
mendatangkan energi pemasaran yang maksimal.
Namun kini, pemasar tidak perlu susah payah lagi,
cukup mempromosikan melalui blog, twitter, album
foto, video, dan berbagai interview di media. Dengan
demikian energi pemasaran yang dikeluarkan bisa
jadi lebih besar dan efisien apalagi karena didukung
word of mouth (kekuatan offline) dan word of mouse
(kekuatan online).
Contoh lain Google adalah internet, dan internet
adalah Google. Dengan misinya yang sangat
horisontal yaitu ”Mengelola informasi dunia dan
membuatnya mudah diakses dan berguna,” Google
telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
tulen dunia New Wave, yang ingin mencari, melacak,
dan menggunakan sebuah informasi. Google
merupakan contoh tersendiri bahwa di era New
Wave, kita telah masuk ke dunia yang transparan dan
lebih terbuka. Berdasarkan contoh tersebut maka kita
masuk ke dalam alam baru di mana tatanan lanskap
bisnis telah berubah menjadi datar. Segala aktor
dalam lingkungan bisnis saling terhubung dan duduk
sama rata; mulai dari agen-agen yang membawa
perubahan industri (kalangan di dunia teknologi,
birokrat, ekonomi, sosial dan budaya), kompetitor,
konsumen, dan perusahaan saling membaur.
Perkembangan Internet dewasa ini dengan Web 2.0nya membuat proses horisontalisasi semakin cepat.
Di dunia yang serba horisontal ini, berkat
perkembangan teknologi internet, semua orang punya
kesempatan yang sama untuk terhubung.
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
4.2. Memasuki Era “New Wave Marketing”
Era New Wave Marketing sangat di pengaruhi oleh
perkembangan teknologi. Teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin canggih telah diyakini
menyebabkan terjadinya perubahan lanskap dunia
pemasaran yang membuat dunia ini semakin
horisontal dan demokratis. Perkembangan peradaban
manusia juga berjalan seiring dengan perkembangan
teknologi, dengan perkembangan dunia teknologi
yang kian pesat semakin memberikan interaksi,
partisipasi, dan peluang untuk berkolaborasi, dan
membawa perusahaan untuk melakukan praktek
pemasaran yang bertumpu pada jejaring saling
terhubung dan berkembang biak. Terdapat lima tahap
perkembangan peradaban manusia antara lain:
1. Tahap pertama, untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya, manusia berperan sebagai pemburu
binatang atau pengumpul tumbuh-tumbuhan.
Karena itu mereka hidup berpindah-pindah alias
nomaden, tergantung ada dimana hewan
buruannya atau tumbuh-tumbuhan yang bisa
dimakan.
2. Tahap kedua, manusia mulai menetap dan
bercocok tanam, sudah mengenal sistem
pengairan dan cara membiakkan hewan ternak.
Tahap ini dikenal dengan Era Agrikultural.
3. Tahap ketiga, perkembangan peradaban mulai
tumbuh dengan diciptakan berbagai mesin mesin
untuk industri, misal mesin uap yang diciptakan
oleh James Watt yang kemudian menjadi
pertanda dimulainya Revolusi Industri. Di era
industri ini, manusia mulai bekerja di pabrikpabrik, dan dengan sangat mudah bepergian
dengan menggunakan kendaraan darat, lau dan
udara.
4. Tahap keempat, pada dasawarsa 1980-an, bidang
teknologi Informasi mulai berkembang pesat
yang ditandai dengan kehadiran Personal
Computer (PC) sebagai awal dari Era Informasi
dimana manusia dengan sangat mudah
mendapatkan akses informasi.
5. Tahap kelima, perkembangan peradaban sebagai
pekerja kreatif (creative worker). Akumulasi
pegetahuan (reservoir of knowledge) yang
sebelumnya sudah didapat pada era informasi
menjadikan orang mampu melahirkan kebijakan
(wisdom) untuk menciptakan berbagai hal yang
jauh lebih kreatif. Era inilah yang merupakan era
New Wave. Jika sebelumnya kehadiran teknologi
mendorong produktivitas, maka pada era New
Wave, teknologi yang ada mendorong lahirnya
kreatifitas.
Pada era informasi atau era Legacy Marketing, yang
akan menguasai pasar adalah mereka yang mampu
mengendalikan
proses
penciptaan
dan
pendistribusian informasi. Sementara di era
partisipasi atau era New Wave Marketing, yang
penting adalah akses, akses ini memungkinkan
terciptanya value secara bersama melalui jaringan
orang yang saling berbagi, berinteraksi, dan
menyelesaikan masalah.
Hal yang paling mendasar dalam pelaksanaan New
Wave Marketing adalah terciptanya pertama apa yang
disebut
low
budget
high
impact
yang
meminimalisasi segala bentuk cost dengan tidak
mengurangi hasil. Salah satunya adalah dengan
menjadi lebih kreatif, baik dengan mencoba strategi,
metode, atau bahkan media baru. Kedua, be
different, not just better yang memposisikan seorang
individu jadi lebih kuat, terutama dengan adanya
social media yang memungkinkan tiap orang untuk
bersuara. Karena semakin banyak individu yang
bersaing, maka lebih penting untuk menjadi lebih
berbeda, bukan hanya menjadi lebih baik dari yang
lain.
Berubahnya sistem pemasaran dari Legacy Marketing
ke New Wave Marketing tentunya juga berpengaruh
pada elemen-elemen marketing yang selama ini.
Dalam Legacy Marketing dikenal 9 Elemen
Marketing yang terdiri dari Segmentation, Targeting,
Positioning,
Differentiation,
Marketing-Mix
(Product, Price, Place, Promotion), Selling, Brand,
Service, dan Process.
Dalam New Wave Marketing, elemen-elemen
tersebut menjadi “The 12 C of New Wave
Marketing”. Ke 12 C ini adalah Communication,
Confirming, Clarifying, Coding, Crowd-Combo (CoCreation,
Currency,
Communal
Activation
Conversation),
Commercialization,
Character,
Caring, and Collaboration. (Kartajaya, 2009)
Jika ditelaah kembali terdapat beberapa konsep
utama dalam penerapkan “gaya” baru pemasaran
(New Wave Marketing), yaitu:
1. Pengelolaan konsumen yang berbasiskan
komunitas
(community-based
customer
management)
2. Pengelolaan produk yang berbasiskan co-creation
dengan komunitas (co-creation-based product
management),
3. Pengelolaan brand yang berbasiskan karakter
(character-based brand management).
Selain tiga pilar utama dalam praktek new wave
marketing tersebut terdapat pula tiga flatform yang
harus dimiliki dalam melakukan pola pemasaran
gaya baru ini, yaitu interaksi mobile, event
experiential, dan social media yang ketiganya ada di
dalam dunia online dan offline. Perusahaanperusahaan yang mampu memainkan pola pemasaran
baru adalah mereka yang berlandaskan paradigma
horisontal, masuk ke jejaring komunitas, dan
memiliki tiga platform konektor yang ada di dunia
online dan offline.
Tidak sedikit dari mereka telah sadar bahwa
pemasaran gaya lama semakin lama semakin tidak
mumpuni, dibutuhkan pendekatan baru, New Wave
Marketing, yang lebih relevan dengan perubahan
lanksap seperti sekarang. Konsep New Wave
Marketing menerapkan pengembangan dari konsep
Legacy Marketing dimana dunia marketing saat ini
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-13
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
tidak bisa lagi tetap bertahan secara Vertikal, namun
sudah menjadi horisontal alias “merakyat”.
4.3. Promosi Pada Pemasaran “Gaya” Lama
Di dalam dunia Legacy, promosi secara garis besar
bertujuan untuk menginformasikan, membujuk dan
untuk mengingatkan pelanggan untuk membeli
produk kita. Promosi bisa dipakai untuk
menginformasikan produk baru, perubahan harga,
dan sebagainya. Promosi juga bisa dipakai untuk
membujuk pelanggan untuk membeli sekarang juga
atau supaya pelanggan melakukan brand switching.
Promosi
sering
juga
digunakan
untuk
mempertahankan brand awareness, mengingatkan
pelanggan di mana harus membeli produk, dan
sebagainya.
Secara konsep, promosi terdiri dari lima elemen yang
umum disebut sebagai marketing communicationsmix, yang termasuk diantaranya iklan, public
relations, personal selling, direct marketing dan
sales promotion. Di dalam era legacy, promosi
didominasi oleh iklan di media konvensional seperti
televisi yang memang dapat menjangkau masyarakat
secara luas dalam waktu cepat. Tapi untuk beriklan di
Televisi, tentunya perusahaan harus punya anggaran
untuk marketing yang sangat besar. Langkah promosi
seperti ini tentunya tak lagi pas dengan semakin
horisontal-nya dunia pemasaran.
Promotion yang kita tahu sifatnya searah, top-down,
dan one-to-many. Semua itu sifatnya vertikal.
Ineffectiveness dalam praktek promosi sudah sering
kita dengar, dan yang berbicara bukan saja para
marketer yang selama ini getol berpromosi tapi juga
para biro agensi yang membantu marketer untuk
mendesain kampanye promosi. Pada dasarnya
mereka tahu bahwa lanskap sudah berubah dan tidak
bisa lagi bagi pemasar untuk menjalankan praktek
yang sifatnya interuptif.
Berdasarkan hasil riset Majalah AdWeek bersama
biro iklan JWT sekitar 72 persen orang mengakui
sudah tidak terlalu percaya dengan informasi yang
bersifat promosi. Banyak pula yang menunjukkan
sikap apriori dengan promosi yang kesannya “too
good to be true” bahkan pula sampai kepada pesanpesan yang kurang etis. Konsumen tidak sendirian
ketika mereka menghindari bentuk promosi dari
pemasar. Kita pun sebagai pemasar ketika
melepaskan ‘topi’ kita sebagai pemasar, dan pulang
ke rumah setelah bekerja di kantor, sebisa mungkin
untuk ‘meloloskan diri’ dari jebakan pemasar lain
yang berpromosi lewat berbagai media. Pendekatan
lama yang sifatnya “telling and selling” sudah tidak
bekerja lagi dengan baik dan dibutuhkan sebuah
model pemasaran gaya baru.
4.4. Paradigma Promosi Pemasaran “Gaya” Baru
Promosi secara garis besar memiliki tiga tujuan, yaitu
untuk menginformasikan, untuk membujuk, atau
untuk mengingatkan pelanggan. Promosi bisa dipakai
untuk menginformasikan produk baru, perubahan
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-14
harga, dan sebagainya. Promosi juga bisa dipakai
untuk membujuk pelanggan untuk membeli sekarang
juga atau supaya pelanggan melakukan brand
switching. Promosi sering juga digunakan untuk
mempertahankan brand awareness, mengingatkan
pelanggan di mana harus membeli produk, dan
sebagainya.
Secara tradisional, promosi ini terdiri dari lima
elemen yang disebut marketing communications-mix,
yaitu advertising, public relations, personal selling,
direct marketing, dan sales promotion. Belakangan,
terutama
setelah
era
Internet,
marketing
communications-mix ini menjadi bertambah banyak.
Ada event marketing, Internet marketing, SMS
marketing, multimedia marketing, dan lain-lain.
Karena cara dan media untuk berpromosi semakin
beragam, tidak jarang terjadi ketidakkonsistenan
pesan. Iklan di televisi bisa berbeda pesannya dengan
apa yang disampaikan lewat penyelenggaraan event.
Hal ini bisa menyebabkan kebingungan di mata
pelanggan. Karena itulah, muncul kesadaran untuk
mengintegrasikan semua bentuk promosi yang ada.
Maka, lahirlah apa yang disebut Integrated
Marketing Communications (IMC). Dengan adanya
IMC ini, maka pesan yang disampaikan oleh
perusahaan bisa lebih konsisten dan relevan.
Salah satu contoh tantangan mengubah mindset
dalam menjalankan fungsi marketing dalam suatu
organisasi adalah dalam aspek promosi. Bila
penjualan suatu produk mulai menurun, maka dalam
aspek promosi biasanya akan disikapi dengan
peningkatan intensitas promosi melalui iklan. Hal ini
bisa terjadi karena sudah tertanam espoused beliefs
bahwa peningkatan intensitas promosi melalui iklan
berkorelasi tinggi terhadap volume penjualan.
Espoused beliefs tersebut berkembang dari
pengalaman anggota organisasi dalam menjalankan
fungsi marketing.
Dan pengalaman ini telah melampaui social
validation, melalui sharing pengalaman dan
keyakinan akan hal tersebut dari anggota-anggota
organisasi. Dalam periklanan, espoused beliefs yang
biasanya berkembang juga adalah iklan melalui
media above the line adalah sangat ampuh dan efektif
mampu mencapai target yang luas. Sehingga
organisasi akan ‘rela’ membayar mahal untuk
melakukan komunikasi pemasaran melalui iklan di
media above the line. Dalam era New Wave
Marketing, istilah yang lebih tepat bukan lagi
promosi, namun Conversation. Promotion itu
sifatnya searah, top-down, dan one-to-many dan
vertikal. Sementara Conversation itu sifatnya
horisontal: dua arah, peer-to-peer, dan many-tomany. (Kartajaya, 2009)
Usaha penerapan Conversation akan menemui
tantangan untuk mengubah espoused beliefs dalam
organisasi tersebut. Conversation akan mengubah
preferensi komunikasi pemasaran dari fokus pada
media above the line kepada media below the line
atau ke media-media alternatif, seperti social
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
networking. Conversation lebih menuntut organisasi
untuk lebih mengenali pelanggannya dan lebih
konsisten dalam membangun komunikasi dua arah.
Dua tuntutan tersebut sangat bertolak belakang
dengan metoda yang sebelumnya telah diyakini
ampuh, yaitu iklan above the line yang lebih bersifat
mass dan komunikasi vertikal satu arah.
Apalagi perubahan orientasi komunikasi pemasaran
tersebut akan mengubah juga orientasi alokasi
sumber daya organsasi, termasuk sumber daya
finansial. Faktor tranformasi kompetensi individu
dan organisasi juga akan menjadi penentu dalam
mendukung perubahan mindset. Untuk mengubah
mindset tersebut diperlokan change management
yang menuntut komitmen seluruh anggota organisasi,
terutama dari para senior leaders.
Sebagian besar bentuk promosi yang dilakukan
sekarang datangnya dari perusahaan dan ditujukan
kepada pelanggan. Hampir tidak ada interaksi sama
sekali antara perusahaan dan pelanggan ataupun antar
pelanggan sendiri. “Kebenaran” yang ada hanya satu
versi,
yaitu
versi
perusahaan.
Sementara
Conversation berarti terjadi diskusi alias interaksi
antara dua pihak yang kedudukannya setara. Di sini
“kebenaran”-nya merupakan kebenaran bersama
(common truth).
Dengan demikian, pelanggan akan lebih bisa
menerima kebenaran bersama itu ketimbang
kebenaran satu versi saja. Hal ini karena dalam
Conversation pelanggan bisa meng-Clarify hal-hal
yang diutarakan oleh perusahaan. Maka, dari sisi
penerimaan pelanggan terhadap informasi yang
disampaikan perusahaan, Conversation akan menjadi
lebih dipercaya ketimbang promosi. Lalu, dari sisi
anggaran sendiri, Conversation merupakan praktik
low-budget high-impact marketing. Sementara
promosi adalah high-budget high-impact marketing,
dan kalau tidak hati-hati malah bisa jadi high-budget
low-impact marketing.
Praktek promosi dari Legacy ke New Wave bukan
berarti sekedar memindahkan diri dari media
konvensional ke media digital. Karena ketika
berbicara paham New Wave, yang signifikan dari
langkahnya adalah paradigma pemasar yang tidak
lagi vertikal tapi horizontal. Promosi pada era
tersebut masih didominasi oleh media televisi yang
biayanya mahal. Media televisi memang merupakan
media yang bisa menjangkau masyarakat secara luas
dalam waktu cepat. Namun, efektivitasnya sampai
saat ini masih dipertanyakan. Karenanya setiap
pemasar harus mampu mengubah promosi menjadi
Conversation.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah
Communitization, dan pada akhirnya membiarkan
terjadinya Conversation di dalam komunitas tersebut.
Cara seperti ini lebih efisien dan efektif. Pemasar
atau perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya dan
upaya yang terlalu besar, karena aktivitas selanjutnya
dilakukan oleh komunitas itu sendiri. Selain itu juga
lebih efektif karena adanya “kebenaran bersama”.
Conversation bukan sekadar word-of-mouth atau
buzz marketing. Dalam Conversation, pelanggan
tidak
harus
bicara
soal
merek
atau
merekomendasikan sesuatu. Perusahaan juga cukup
berperan sebagai media, menjadi inisiator, atau
mengawasi jalannya Conversation supaya tidak
terjadi chaos. Conversation dalam era New Wave
Marketing merupakan kebutuhan bagi seseorang
untuk menjadi manusia yang lebih berpengetahuan
dan beradab (knowledgeable and civilized).
Dari sisi penerimaan pelanggan terhadap informasi
yang disampaikan perusahaan, Conversation akan
menjadi lebih dipercaya daripada promosi.
Sedangkan dari sisi anggaran sendiri, Conversation
merupakan
praktik
low-budget
high-impact
marketing. Sementara promosi adalah high-budget
high-impact marketing, dan kalau tidak hati-hati
malah bisa jadi high-budget low-impact marketing.
Berdasarkan hal tersebut yang menjadi landasan
utama yang harus dimiliki, ketika masuk ke era New
Wave
ini
adalah
bagaimana
pemasar
menghorisontalkan diri dan sadari diri bahwa posisi
antara dirinya dengan konsumen sudah semakin
sejajar. Konsumen semakin memegang kendali
dalam segi konteks dan juga konten terhadap suatu
produk. Hal ini dikarenakan mereka memiliki media
dan mereka dapat membuat konten sendiri, dapat
pula memberi input untuk pengembangan produk
baru, mampu membuat iklan sendiri yang mungkin
lebih baik dari pada biro iklan, menjadi reporter dan
promotor. Konsumen juga semakin komunal, saling
terhubung dijaringannya dan lebih sosialis. Pada
dasarnya setiap perusahaan atau pemasar memahami
bahwa langkah pemasaran akan menjadi lebih mudah
apabila dapat masuk ke dalam media yang
dikendalikan dan dimiliki oleh konsumen. Ataupun
kalau tidak masuk ke media-nya konsumen,
perusahaan juga dapat membuat connecting platform
tersendiri di mana ia bisa menjadi penghubung antara
masing-masing konsumen. Semua hal itu, dilandasi
bukan atas orientasi untuk berpromosi yang sifatnya
membujuki, namun untuk ‘berbincang-bincang’
dengan konsumen, untuk pula menjadikan brand-nya
sebagai ide bahan perbincangan antar satu konsumen
dengan yang lain.
Pada era yang semakin horizontal, kekuatan
rekomendasi diyakini akan menggeser peran
promosi. Pendekatan promosi yang vertikal dan
membidik secara masal terbukti semakin tidak
efektif, di samping membutuhkan biaya mahal.
Sebagai contoh, jika konsumen ingin membeli
sebuah barang atau memakai sebuah jasa, maka
mereka tidak hanya percaya pada iklan-iklan di koran
atau radio atau TV. Karena iklan-iklan itu justru
membuat mereka bingung, karena semua mengatakan
produknya paling bagus.
Konsumen di era New Wave seperti sekarang sudah
semakin pintar, tidak mau lagi diperlakukan dibawah
pemasar. Mereka semakin tidak mau untuk dijadikan
objek untuk promosi, tapi pastinya mereka akan
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-15
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
selalu bersedia untuk dijadikan lawan untuk
bercakap-cakap. Dari sisi produsen atau perusahaan,
maka dibutuhkan pengelolaan yang cermat agar
produk atau jasanya menjadi bagian conversation
pelanggan, melalui pemilihan message dan media
yang tepat, sehingga bisa mendapatkan efektivitas
komunikasi pemasaran yang berlipat-lipat.
Agar
mencapai sebuah percakapan yang hot,
diperlukan setidaknya sebuah ide-ide percakapan.
Terdapat sembilan elemen dari conversation ideas,
yaitu aspirasi dan kepercayaan (aspiration),
pertempuran kecil lawan besar (David vs Goliath),
trend, kegelisahan (anxieties), contrarian, kepribadian
dan cerita pribadi (personalities), cara dan nasehat
untuk melakukan sesuatu (How-To), kisah glamor
(Glitz and Glam), dan terakhir acara-acara yang
sifatnya musiman (Seasonal Event).
4.5. Peran Media Sosial Dalam Penunjang
Conversation
Media sosial, seperti Facebook, Twitter dan Blogs,
yang semakin ‘booming’ di seluruh dunia telah
merubah bagaimana masyarakat konsumen ‘connect’
dengan suatu brand. Konsumen di era New Wave
seperti sekarang memegang kekuatan yang sangat
hebat dalam mempengaruhi kesan konsumenkonsumen lainnya terhadap suatu brand. ‘influence’
dan ‘insight’ mengenai Brand tersebut dapat mereka
sebar dengan gampang melalui wall post, tweet,
votes, updates, ‘likes’, dan lain sebagainya.
Walaupun media sosial dapat menyebarkan informasi
dan opini seorang konsumen dengan luas dan cepat,
apa yang ditulis seorang blogger dalam blog-nya
terkadang tidak begitu mempengaruhi persepsi
masyarakat konsumen akan sebuah brand. Sumber
informasi dan rekomendasi nomor satu yang
dipercayai masyarakat konsumen adalah keluarganya
sendiri. Kedua adalah teman-temannya. Ketimbang
forum-forum diskusi online dan resensi produk
online, bloggers masih masih sedikit kurang dalam
mendapatkan kepercayaan konsumen.
Dalam pemasaran gaya lama peran dari promosi
masih didominasi oleh penggunaan berbagai macam
media promosi mulai dari yang bersifat personal
(sms, email, fax, telepon) hingga publil (koran,
majalah, brosur, televise, spanduk). Penggunaan
media tersebut akan berdampak pada hasil atau target
yang diperoleh. Terkadang hasil atau target yang ada
tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan dan tidak
mencapai low budget high impact namun terkadang
sebaliknya. Hal ini dikarenakan terlalu banyaknya
promosi yang diterima oleh konsumen dan tidak
seluruhnya akan diingat.
Dari sisi perusahaan biaya yang dikeluarkan juga
sangat besar. Beriklan di koran, televisi saja biaya
yang dikeluarkan minimal sudah puluhan juta per
kali pasang. Dapat dibayangkan perusahaan yang
sudah membayar begitu besar, tapi justru masyarakat
tidak menganggapnya. Sekarang ini dengan semakin
pintarnya masyarakat karena kemajuan teknologi,
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-16
perlahan media promosi iklan tradisional semakin
terkikis. Masyarakat lebih mempercayai iklan
melalui media online dan offline.
Berdasarkan data Internet World Stats per 30 Juni
2008, jumlah pengguna Internet di Indonesia sudah
mencapai 25 juta orang. Jumlah ini terbanyak nomor
5 di Asia setelah China (253 juta pengguna), Jepang
(94 juta), India (60 juta), dan Korea Selatan (34,8
juta). Di Asia Tenggara sendiri, Indonesia berada di
atas Vietnam yang pengguna Internet-nya mencapai
20,2 juta orang, sementara negara jiran Malaysia
berada di peringkat ke-9 dengan 14,9 juta pengguna.
Bisa dilihat betapa potensialnya media Internet ini
bagi para pemasar. (Kartajaya, 2010)
Media online seperti situs jejaring sosial Facebook,
Twitter, Myspace ini begitu digandrungi oleh
masyarakat Indonesia. Sekitar 20 juta jiwa penduduk
Indonesia bergabung ke dalam jejaring social
tersebut. Media online ini juga menjadi penunjang
terciptanya conversation dalam suatu komunitas
terhadap keberadaan sebuah produk atau jasa.
Berdasarkan hasil data statistik, jumlah pengguna
Facebook di Indonesia masuk 10 besar jumlah
pengguna Facebook terbesar di dunia. Indonesia
berada di peringkat tujuh, mengalahkan Spanyol,
Australia, dan Philipina di peringkat 10. Sedangkan
Twitter, situs jejaring sosial yang juga banyak
digandrungi orang Indonesia menjadi pengguna
terbanyak di Asia, yaitu : Indonesia sebesar 2.34%,
Jepang sebesar 1.47%, dan India sebesar 0.97%.
Berdasarkan data tersebut terbukti bahwa media
sosial sangat diminati oleh masyarakat di Indonesia.
Dan sekarang yang perlu dicermati adalah bahwa
sosial media tidak hanya dijadikan untuk bertemu
teman lama atau sebagai ajang 'publikasi diri' tapi
juga bagaimana kita bisa memanfaatkan sosial media
tersebut sebagai sarana media untuk berpromosi.
Dengan media sosial kita bisa mempromosikan
produk melalui situs web atau campaign yang sedang
dilakukan.
Penggunaan media offline dalam menciptakan
conversation juga dirasakan sebagai suatu strategi
yang jitu, dan memiliki peran yang luar biasa.
Sebagai contoh komunitas pengguna Harley
Davidson, yang sering kumpul bersama (kopi darat)
kemudian sharing untuk membicarakan mengenai
Harley Davidson. Dari sini ada peran word of mouth
antar sesama pengguna Harley Davidson. Mereka
akan bercerita tentang pengalaman mereka
mengendarai Harley ke teman-teman mereka yang
belum pernah naik Harley. Dengan demikian mereka
akan mencoba naik Harley. Otomatis jika mereka
enjoy tidak menutup kemungkinan mereka akan
membeli Harley Davidson.
4.6. Efektifitas Penggunaan Media Sosial Dalam
Strategi Promosi
Konsep promosi menggunakan saluran sosial media
diyakini merupakan cara dengan biaya rendah yang
akan menghasilkan dampak yang tinggi terhadap
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
kegiatan penjualan. Hal ini dapat dibandingkan
dengan pemasaran konvensional menggunakan iklan
TV dan media lain (misalnya: Billboard). Namun
perlu disadari bahwa penggunaan media sosial
sebagai alat promosi juga akan memerlukan biaya
untuk:
1. Memiliki sumber daya yang didedikasikan untuk
mempertahankan media sosial dan berhubungan
dengan pelanggan sasaran dalam jaringan.
Perusahaan membutuhkan sumber daya yang
memahami strategi memiliki media sosial dan
komunikasi online. Dengan itu sebagai dasar,
perusahaan dapat mengelola keberadaan merek
mereka online 24 jam sehari-hari.
2. Sumber daya yang menjaga iklan media sosial
juga perlu mengetahui etika bisnis, perusahaan
etika, dan etika sosial sebagai batas. Apa yang
dikatakan orang akan mewakili perusahaan
sebagai lembaga keseluruhan. pesan yang salah
dapat menyebabkan masalah besar dan kerusakan.
3. Konektivitas internet maupun infrastruktur perlu
dibentuk untuk mendukung strategi pemasaran
4. Anggaran untuk merancang web itu sendiri,
konseptor dari web, atau copywriting konten.
Perusahaan perlu serius desain halaman web.
Atau anggaran untuk menempatkan iklan Anda di
media sosial yang tidak bebas seperti Facebook
umum atau Fan Pages kebanyakan orang.
Namun demikian penggunaan media sosial ini
juga memberikan peluang tersendiri bagai
perusahaan untuk dapat menjangkau konsumen lebih
dekat lagi bahkan sudah tanpa batas. Agar strategi
penerapan media sosial dalam promosi produk dapat
berjalan dengan baik ada beberapa hal perlu
dipertimbangkan oleh perusahaan antara lain:
1. Siapa target pasar? Apakah target pasar merek
kami menggunakan media sosial secara intensif?
Apakah media sosial yang mempengaruhi
perilaku mereka dalam memilih produk yang
mereka butuhkan? Pada akhirnya, akan membuat
penjualan yang lebih tinggi?
2. Apakah perusahaan pernah mencoba untuk
terhubung dengan pasar sasaran dengan
menggunakan media online? Jika perusahaan
tidak pernah mencoba untuk terhubung dengan
pasar sasaran dengan menggunakan media online,
peluang tinggi strategi ini akan gagal sebagai
perusahaan tidak pernah tahu dan benar-benar
mengalami komunikasi online ke pasar.
Menggunakan media sosial, perusahaan dapat
langsung mengakses pasar sasaran. Ini akan
membawa hasil yang berbeda jika perusahaan
mempromosikan
dengan
menggunakan
alat
pemasaran lainnya konvensional (iklan koran, iklan
TV, billboard, dll) yang tidak menyentuh target pasar
secara langsung. Sosial media sebagai salah satu
strategi pemasaran haruslah direncanakan dengan
baik dan dilaksanakan dengan serius.
Dengan pengenalan target konsumen dengan lebih
jelas diharapkan bisa melakukan promosi secara tepat
sasaran dan tidak membuang banyak biaya. Promosi
yang berhasil terkadang tidak harus membutuhkan
anggaran puluhan miliar. Dengan dana yang terbatas
bisa dibuat aneka program promosi. Kunci dalam
menjalankan strategi ini adalah kreatifitas dari
pemasar dan menjadi pionir dalam promosi unik
yang dilakukan. Bila promosi itu unik dan mengena
maka publisitas dan words of mouth yang notabene
promosi gratis akan muncul dengan sendirinya.
V. KESIMPULAN
Perkembangan dunia pemasaran telah mengalami
pergeseran dari era pemasaran gaya lama (legacy
marketing) ke era pemasaran gaya baru (new wave
marketing). Perubahan-perubahan yang terjadi
seiring dengan perkembangan tersebut juga
menyangkut elemen-elemen pesaran yang ada saat
ini. Dalam Legacy Marketing kesembilan elemen
marketing yang terdiri dari Segmentation, Targeting,
Positioning,
Differentiation,
Marketing-Mix
(Product, Price, Place, Promotion), Selling, Brand,
Service, dan Process telah berubah
menjadi
Communication, Confirming, Clarifying, Coding,
Crowd-Combo (Co-Creation, Currency, Communal
Activation
Conversation),
Commercialization,
Character, Caring, and Collaboration yang dikenal
dengan istilah “The 12 C of New Wave Marketing”.
Konsep utama dalam penerapkan “gaya” baru
pemasaran (New Wave Marketing), meliputi
pengelolaan konsumen yang berbasiskan komunitas
(community-based
customer
management),
pengelolaan produk yang berbasiskan co-creation
dengan komunitas (co-creation-based product
management), dan pengelolaan brand yang
berbasiskan karakter (character-based brand
management).
Inti atau tujuan utama dari New Wave Marketing
adalah terciptanya low budget high impact yang
meminimalisasi segala bentuk cost dengan tidak
mengurangi hasil. serta be different, not just better
yang memposisikan seorang individu jadi lebih kuat,
terutama dengan adanya social media yang
memungkinkan tiap orang untuk bersuara.
Semakin banyak perusahaan yang menerapkan
konsep dari New Wave Marketing juga berdampak
pada perubahan strategi pemasaran khususnya
promosi terhadap produk-produk yang ditawarkan.
Dalam era New Wave Marketing promosi telah
tergantikan oleh Conversation. Dalam promotion
bersifat searah, top-down, dan one-to-many dan
vertikal. Sementara Conversation bersifat horisontal:
dua arah, peer-to-peer, dan many-to-many.
Elemen yang umum digunakan dalam promosi sering
disebut dengan marketing communications-mix, yang
termasuk diantaranya iklan, public relations,
personal selling, direct marketing dan sales
promotion. Dominasinya terletak pada iklan pada
media konvensional seperti televisi yang memang
dapat menjangkau masyarakat secara luas dalam
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-17
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2013
ISBN: 978-602-61268-3-2
waktu cepat. Namun seiring perkembangan jaman
dominasi tersebut mulai berubah ke dalam bentuk
event marketing, Internet marketing, SMS marketing,
multimedia marketing, dan lain-lain.
Agar kelangsungan perusahaan dapat terus
berkembang maka dibutuhkan pengelolaan yang
cermat agar produk atau jasanya menjadi bagian
conversation pelanggan, melalui pemilihan message
dan media yang tepat, sehingga bisa mendapatkan
efektivitas komunikasi pemasaran yang berlipat-lipat.
REFERENSI
Anief, M. (2000). Prinsip dan Dasar Manajemen:
Pemasaran
Umum
dan
Farmasi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. B-18
Arafat, W. (2005). The Power of Marketing Audit.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Endraswara, S. ( 2006). Metode, Teori dan Teknik
Penelitian.
Yogyakarta:
Pustaka
Widyatama.
Kartajaya, H. ( 2001). Siasat Memenangkan
Persaingan Global. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kartajaya, H. (2009). Retrieved August 2, 2010, from
Meninjau Lanskap Bisnis Indonesia :
http://web.bisnis.com/kolom/2id1759.html
Kotler, P. (2000). Marketing Management. 10 th
edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Rothschild, M. L. (1987). Advertising. Canada: D. C.
Heath and Company .
Download