vol III No 2 .indd - Balai Arkeologi Papua

advertisement
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
PENGUBURAN MASA LALU PADA MASYARAKAT SUPIORI DI
KABUPATEN SUPIORI
Rini Maryone
(Balai Arkeologi Jayapura)
Abstract
Death got more attention, in the event of death the funeral ceremony will be
performed. In a ceremony tailored to the age and social status of the deceased. The
funeral procession comes armed with the grave and the bodies of the dead pet.
Form of burial was found at the site in Kampung Pasir Panapasyem Bamboo Supiori
Eastern District, is a type of burial in the cave / recess in the form of burial types of
primary (direct) without a container.
Keyword: funeral ceremony, burial in cave, burial types of primary
Latar Belakang
Salah satu konsepsi kepercayaan yang sangat menonjol dalam masyarakat
prasejarah di Indonesia adalah sikap terhadap alam kehidupan sesudah mati. Kepercayaan
yang berlatar belakang animisme dan dinamisme ini beranggapan bahwa roh seseorang
dianggap mempunyai kehidupan di alamnya tersendiri sesudah orang meninggal
sehingga perlu diadakan upacara – upacara keagamaan sebelum dikuburkan, konsepsi
kepercayaan yang paling menyolok dalam kaitannya dengan upacara kematian adalah
sistem penguburan.
Penguburan memegang peranan penting dalam sistem kehidupan masyarakat masa
lalu. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kepercayaan bahwa masih adanya hubungan antara
orang yang masih hidup dengan orang-orang yang sudah meninggal. Mereka percaya
bahwa orang yang meninggal akan hidup kembali di alam arwah. Masyarakat pendukung
tradisi ini (tradisi megalit) mereka percaya bahwa arwah orang yang sudah meninggal
akan hidup kembali didunia arwah dan menjalani kehidupan sebagaimana orang hidup.
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
97
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
Dengan demikian, orang yang sudah meninggal diperlakukan seperti layaknya orang yang
masih hidup, dengan berbagai tradisi. Konsep pemikiran inilah yang melatar belakangi
berbagai upacara yang berhubungan dengan kematian dan penguburan.
Bukti-bukti tentang adanya jejak penguburan mulai muncul ketika manusia
telah mengenal adanya tempat tinggal atau menetap (sementara) dalam gua-gua dan
ceruk alam. Bukti-bukti arkeologis tersebut yang berhubungan dengan penguburan masa
prasejarah ditemukan meluas hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ini menandakan
bahwa penguburan dan konsep kepercayaan yang melatar belakangi upacara penguburan
merupakan sesuatu yang universal dalam kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia
yang menunjukan kekhasan masing-masing. Demikian halnya Suku Biak secara
keseluruhan, mereka mengenal bahkan melaksanakan upacara penguburan yang berakar
dari masa prasejarah, mulai dari kematian, pengafanan mayat, sampai penguburan.
Secara umum sistem penguburan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
sistem penguburan langsung (primer) dan sistem penguburan tidak langsung (sekunder).
Sistem penguburan dengan menggunakan wadah dijumpai pada beberapa situs arkeologi
di Indonesia. Jenis wadah yang dipergunakan terdiri dari beragam bentuk dan terbuat dari
beragam bahan baik kayu, tanah liat dan logam.
Penelitian sistem penguburan masa lampau di Kabupaten Supiori belum pernah
dilakukan, sehingga diharapkan melalui penelitian sistem penguburan masa lampau ini
dapat mengungkapkan bagaimana sistem pelaksanaan penguburan dan bentuk wadah
penguburan yang digunakan oleh masyarakat Supiori pada masa lampau.
Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sistem pelaksanaan penguburan yang ada di Kabupaten Supiori?
2. Bagaimana bentuk/wadah penguburan yang digunakan oleh masyarakat Supiori pada
masa lampau.
98
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
Tujuan dan Kegunaan
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas maka adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem pelaksanaan penguburan dan
bentuk/wadah penguburan yang digunakan masyarakat Supiori pada masa lampau.
Sedangkan kegunaan penelitian ini dapat direkomendasikan kepada pemerintah
daerah dimana situs tersebut dapat dijadikan sebagai tempat wisata dan bahan
pengembangan ilmu pengetahuan.
Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang digunakan adalah tinjauan pustaka yang relevan dengan
penulisan yaitu dimana penelitian tentang tradisi penguburan pernah dilakukan oleh Early
Sahuteru di Maluku dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa penguburan memegang
peranan penting dalam sistem kehidupan masyarakat masa lalu. Sebab dipengaruhi oleh
adanya kepercayaan bahwa masih adanya hubungan antara orang yang masih hidup
dengan orang-orang yang sudah meninggal, orang yang meninggal akan hidup kembali di
alam arwah, dan menjalani kehidupan sebagaimana orang hidup. Dengan demikian, orang
yang sudah meninggal diperlakukan seperti layaknya orang yang masih hidup, dengan
berbagai tradisi. Konsep pemikiran inilah yang melatarbelakangi berbagai upacara yang
berhubungan dengan kematian dan penguburan (Sahuteru, 2006).
Selain tinjauan pustaka yang relevan, penulis membendingkan penelitianpenelitian yang sama mengenai sistem penguburan masa lampau di daerah lain misalnya
penelitian mengenai sistem kepercayaan di Biak, berdasarkan hasil penelitian tersebut
ada bentuk-bentuk peninggalan yang terkait dengan aktivitas religi masa lampau yaitu
sisa-sisa penguburan di gua. Dimana penguburan di gua dilakukan karena mereka percaya
bahwa gua merupakan tempat asal nenek moyang mereka, sehingga bagi keturunan
mereka yang meninggal akan disimpan atau dikuburkan di gua agar dapat bersatu dengan
leluhur mereka. Dalam penelitian tersebut ditemukan tulang-tulang manusia yang berada
dalam wadah/ peti-peti kayu / abai, pecahan keramik, dan pecahan gerabah. Berdasarkan
pada temuan tersebut mereka mengenal adanya dua sistem penguburan yaitu sistem
penguburan primer dan sistem penguburan sekunder (Tim Penelitian, 2006).
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
99
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
Metode Penelitian
Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, ada dua jenis data yang diperlukan, yakni data primer dan data
sekunder.
– Data primer ialah data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi lapangan yang
juga dilengkapi dengan wawancara.
– Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan dari sumbersumber lain yang relevan. Karena itu, di dalam pengumpulan datanya ditempuh
tahapan-tahapan penelitian melalui prosedur studi kepustakaan (library research).
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Tahap pengumpulan data
a. Studi pustaka
Kegiatan ini merupakan pengumpulan data-data tertulis berkaitan dengan objek
yang akan diteliti sehingga dapat memberikan gambaran tentang keberadaan objek
tersebut
b. Wawancara
Kegiatan ini dilakukan untuk mencari keterangan dari penduduk di sekitar lokasi
penelitin berkaitan dengan objek yang akan diteliti
c. Survei
Kegiatan ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap daerah yang
akan dijadikan objek penelitian
2. Tahap pengolahan data
Pada tahap ini dilakukan deskripsi dan klasifikasi data-data yang terkumpul untuk
dilanjutkan pada tahap berikutnya tahap penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Kabupaten Supiori secara administrasi terletak di sebelah utara Pulau Biak
100
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
Numfor. Pulau ini terletak antara koordinat 0° 37’, 0° 47 ‘ LS dan 135° 49 ‘ BT. Kabupaten
Biak Numfor dan Kabupaten Supiori dipisahkan oleh satu selat dangkal yang terdiri dari
karang. Karang-karang tersebut bersambung, tetapi pantainya menjulang tegak dengan
ketinggian kadang-kadang mencapai 100 m diatas permukaan laut.
Pemukiman orang Biak pada umumnya di Kampung Yedongker dan Kampung
Pasir Bambu di Distrik Supiori Timur didirikan di tepi pantai dengan kontruksi bangunan
berupa rumah panggung dengan atap berbentuk panjang. Umumnya arah hadap rumah ke
laut dan darat, (rumah bagi orang Biak merupakan tempat tinggal keluarga luas secara
patrilokal).
Rumah penduduk Kampung Yedongker (dokumentasi Balar Jayapura)
Dalam perkampungan orang Supiori terdapat dua jenis rumah tinggal yaitu
Aberdado dan Rumkambar. Aberdado adalah rumah panggung yang memiliki kamar
sebelah menyebelah dan terdapat lorong tengahnya yang cukup luas sebagai tempat
makan, pada bagian atas lorong digunakan untuk menggantung badan perahu. Sedangkan
rumkambar adalah rumah yang hanya pada salah satu sisinya dibuat kamar-kamar. Selain
rumah tinggal, terdapat satu rumah pusat sakral (rum sram). Rum sram ini bertujuan
untuk memperoleh perlindungan dan pertolongan dari nenek moyang agar terhindar dari
musibah.
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
101
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
Kesatuan kekerabatan orang Biak pada umumnya adalah keret (patrilineal).
Kelompok kekerabatan yang paling luas berasal dari satu nenek moyang yang merupakan
klen-klen (keret/ er) nenek moyang tersebut dijadikan sebagai tokoh suci. Masyarakat
Biak pada umummnya menikah dengan anggota keret lain. Seorang pria yang akan
menikah diharuskan membayar mas kawin ararim, kepada keluarga calon isterinya. Mas
kawin berupa piring-piring antik, piring-piring porselin biasa, gelang perak dan samfar
yaitu sejenis gelang dari kulit kerang (paus/ raoibema).
Segala kegiatan perekonomian orang Biak selalu dikaitkan dengan gejala-gejala
alam, misalnya dalam bercocok tanam mereka setelah melihat bintang swakoi (orion)
hilang dari pandangan, kemudian mereka mulai menanam, agar hasil tanaman mereka
baik. Begitu pula dengan penangkapan ikan, mereka harus melakukan bermacam-macam
upacara ritual agar penangkapan ikan di laut berhasil dan banyak.
Menurut kepercayaan orang Biak di dunia ada dua macam kekuasaan, yaitu
kekuatan baik dan buruk. Kekuatan baik berada di timur dan utara, sedangkan yang buruk
di barat dan selatan, Kekuatan-kekuatan ini tinggal di awan, lapis kedua dibawah nanggi.
Lapis ketiga adalah bumi, dan lapis keempat adalah dunia bawah, terletak dalam laut dan
dalam bumi. Disinilah kerajaan maut.
Orang Biak pada umumnya percaya bahwa kekuasaan dalam alam ini dimiliki
oleh nanggi (Tuhan langit). Upacara spiritual yang menyeluruh adalah fannanggi. Yaitu
memberi makan pada langit. Upacara ini dipimpin oleh spiritual yang disebut mon.
sewaktu pemimpin upacara tokoh spiritual berdiri di atas panggung, disamping barangbarang yang dikurbankan, jika kurban diterima, tangan mon akan bergetar, sebagai tanda
bahwa kekuatan nanggi sudah masuk ketubuh mon. pemimpin religi juga meramalkan
apa yang akan terjadi, menentukan nasib orang yang hadir, dan menyampaikan pesanpesan baik dan buruk.
Orang Biak percaya juga kepada roh-roh yang berada di alam semesta, dan juga
kepada roh-roh orang mati. Orang Biak percaya roh-roh orang mati tersebut berada dalam
sebuah patung yang dibuat, patung tersebut disebut patung arwah ( amfianir korwar). Roh
orang mati mendapat tempat yang istimewa dalam kehidupan orang Biak sehingga dipuja
dan disembah. Pemujaan tersebut dilakukan karena mereka percaya bahwa roh tersebut
dapat menolong, melindungi, dan menjaga mereka. Namun demikian tidak semua korwar
102
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
yang dipanggil mereka sembah, tetapi hanya korwar yang menyatakan dirinya kepada
mon, mon yang berbicara (mon be yowas.) Dalam pemujaan diikuti oleh seluruh anggota
keret dan kadang juga oleh keret lain.
Istilah mon juga dipakai untuk menyebut pendiri keret baru atau pemimpin suatu
kelompok imigran, sesudah mon ini meninggal, mereka akan dipuja didalam rumah rum
sram. Dalam kaitan ini rumah (rum sram) dianggap sebagai pusat keramat dari keretkeretnya.
Orang Biak melaksanakan upacara-upacara religi dalam seluruh kehidupannya,
karena ”ngo wor ba ido neri mar” yang artinya tanpa upacara, kami akan mati. Upacaraupacara yang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Upacara fan nanggi
Upacara fan nanggi merupakan upacara untuk memberi makan langit, upacara ini
dilakukan apabilah terjadi kelaparan yang mengancam (angkakori).
2. Upacara Kematian
Mulai dari kematian, pengafanan mayat sampai penguburan.
3. Upacara Inisiasi (ritus k’bor) biasanya dilakukan di dalam rum sram, upacara ini
dilakukan pada saat seorang anak laki-laki mencapai usia 15-20 tahun.
Hasil pengamatan lapangan yang dilakukan di Kabupaten Supiori, ditemukan 1
situs penguburan gua masa lampau, 1 buah wadah untuk menaruh tengkorak dan 1 situs
lukisan cadas yang tidak berhubungan dengan sistem penguburan masa lalu. Tinggalan
arkeologis tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Situs Panapasyem
Situs ini berada di Desa Pasir Bambu di Distrik Supiori Timur, situs tersebut
merupakan ceruk alam yang di dalamnya mengandung tinggalan arkeologis berupa
tengkorak manusia. Bagi masyarakat setempat mengatakan bahwa gua tersebut
merupakan tanah milik keluarga Swom, tempat leluhur dimakamkan. Keberadaan
lokasi dekat dengan jalan raya, diperkirakan karena pembuatan jalan raya sehingga,
situs tersebut dibuka yang berukuran relatif kecil ± (kedalaman 5 m, tinggi langitlangit gua 2,5 m), dengan lapisan lantai gua, cukup tebal.
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
103
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
Foto Situs Panapasyem (dokumentasi Balar Jayapura)
2. Situs Fas-fas na
Situs ini berada di Desa Yedongker, Distrik Supiori Timur. Situs ini, berada
di tengah laut, untuk dapat mencapai situs tersebut, menggunakan perahu. Tetapi jika
air surut dapat dijangkau melalui jalan kaki, dari pesisir pantai, menuju situs tersebut.
Situs tersebut merupakan situs lukisan cadas, yang didindingnya mengandung data
budaya masa lampau berupa lukisan yang ditulis dua garis lurus hampir berbentuk
huruf V yang ditulis dengan warna merah.
Situs Fas-fasna
104
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
3. Wadah menaruh tengkorak
Wadah untuk menaruh tengkorak dari keluarga Imbab. Wadah berupa piring
porselin Eropa, ukuran diameter 22 cm, warna keramik putih biru, sedangkan motifnya
adalah motif flora.
Wadah porselin (dokumentasi Balar Jayapura)
Pembahasan
Hasil pengamatan lapangan yang dilakukan di wilayah Kabupaten Supiori Distrik
Supiori Timur di Kampung Yedongker dan Pasir Bambu, ditemukan situs penguburan
masa lalu yaitu situs Panapasyem. Menurut cerita dari keluarga Swom, tempat tersebut
merupakan tempat pertama moyang mereka menetap dan tempat itu pula mereka memakan
arang, keladi dan daging mentah. Menurut cerita dari keluarga Swom, bahwa moyang
mereka yang disemayamkan di tempat tersebut, tidak mau dikuburkan di tempat lain,
karena ingin selalu bersatu dengan keluarga, kerabat dan moyang dari keturunan mereka.
Sehingga mayat tersebut diletakan di dalam gua dengan dialasi sebuah tikar. Penguburan
di dalam gua dilakukan karena mereka percaya bahwa gua merupakan tempat asal
nenek moyang mereka, sehingga bagi keturunan mereka yang meninggal akan disimpan
atau dikuburkan di gua tersebut agar bersatu dengan leluhur mereka. Menurut cerita,
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
105
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
dari lokasi tersebut masuk lagi ke dalam hutan ada terdapat gua, dimana gua tersebut
merupakan tempat dikuburkannya moyang-moyang dari keturunan Swom. Tetapi lokasi
tersebut, belum sempat untuk dijajaki dan dijangkau, sehingga direkomendasikan untuk
penelitian mendatang.
Selain ditemukan situs Panapasyem, ditemukan juga wadah untuk menaruh
tengkorak, yang mana tengkorak tersebut merupakan moyang dari keluarga Imbab yang
karena tsunami yang lalu, hampir terbawa arus. Kemudian diambil dan diletakan dalam
piring tersebut dan dikuburkan kembali.
Ditemukan pula situs yang tidak berhubungan dengan sistem penguburan masa lalu
yaitu: situs Fas-fas na. Situs Fas-fas na menurut informasi yang diterima dari beberapa
informan, situs tersebut merupakan bukti, dimana ada perjanjian di masa lampau dengan
saudara-saudara mereka yang keluar dari Pulau Biak, menetap ke Raja Ampat. Dalam
perjanjian tersebut mereka tidak boleh kembali ke Pulau Biak sebelum mencabut perjanjian
tersebut. Kalaupun mereka kembali, mereka akan mati beserta keturunan mereka.
Dalam kehidupan orang Biak pada umumnya, dan khususnya pada masyarakat
Supiori, kematian mendapat perhatian yang penuh, sehingga jika terjadi suatu kematian
maka mereka akan melakukan upacara kematian. Biasanya dalam upacara tersebut
disesuaikan dengan umur dan status sosial si mati.
Bila kematian sudah dekat, (denfarwar), orang yang sudah mau mati tersebut akan
diberi makan banyak. Ia akan makan dan makan sampai ia mati. Apabilah pada waktu
terakhir (sebelum kematian menjemput), saudaranya yang hidup memberi makan kepada
saudaranya yang akan mati, maka makanan terakhir yang diberikan kepada saudaranya
tersebut tidak akan pernah dimakan lagi oleh saudaranya yang hidup seumur hidupnya.
Maka ia akan sumpah tidak akan pernah makan makanan tersebut, sumpah potong bambu
(bambu mata kalawai) ambawer.
Bila ada anggota keluarga atau sanak famili yang meninggal, mereka akan menjaga
mayat sambil menyanyi, nyanyian-nyanyian ratapan (kankakes kayab). Ratapan
tersebut mengisahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan masa hidup si mati, ratapan
ini terus dilakukan berulang-ulang oleh sanak famili dengan tujuan untuk menghantar
jiwa si mati. Mulut dan telinga mayat tersebut disumbat dengan tembakau. Sedangkan
106
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
lubang pelepasan tidak disumbat karena lubang tersebut dianggap sebagai jalan keluar
roh si mati. Mata mayat tersebut harus ditutup dan waktu melakukan hal tersebut harus
memalingkan muka, hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan bila orang yang
menutup mata si mati melihat atau menatap mata si mati, maka ia akan jatuh sakit atau
bahkan ikut menyusul ke alam baka. Dalam acara pembungkusan mayat, apabila yang
meninggal adalah seorang laki-laki maka yang membungkus dan mengurus mayat tersebut
adalah saudara perempuan yang tertua. Sedangkan apabilah yang meninggal itu seorang
perempuan maka yang membungkus dan mengurus mayat tersebut adalah saudara lakilaki yang tertua.
Dalam upacara perkabungan ini kaum laki-laki yang datang menjengguk tidak
boleh berbicara, dan harus mencukur rambut pendek atau mencukur rambut sampai
botak. Kaum wanita menutup kepala dan bahu dengan tikar/ kulit kayu, sebagai tanda
perkabungan. Biasanya bila yang meninggal adalah orang terpandang maka, mereka
harus menghancurkan harta miliknya, karena mereka percaya bahwa barang-barang
yang dihancurkan tersebut menyertai si mati di alamnya dan pecahan-pecahan tersebut
akan diletakan diatas kubur simati. Barang-barang yang tidak dihancurkan merupakan
barang-barang pusaka/ warisan yang tidak dapat dijual dan dilepaskan, dan pada saat
itu orang-orang yang berkabung mengenang dan berjaga-jaga sambil makan bersama
(nanwark). Acara selanjutnya adalah pembungkusan mayat (s’ pangun bemarya) dengan
menggunakan peti atau batang pohon menyerupai perahu (abai) dan tikar sebanyak
empat lapis. Mayat dibungkus dengan keadaan kaki yang dilipat dan terikat. Dalam
acara ini biasanya disertakan pinang dan tembakau. Setelah acara ini selesai maka akan
dilakukan penguburan (s’eraki), penguburan dilakukan dengan meletakan mayat di guagua maupun ceruk-ceruk karang dan juga dikuburkan dalam tanah. Upacara penguburan
selalu dilakukan pada waktu pasang surut. Setelah kubur ditutup semua anggota keret
melangkah di atasnya. Biasanya diatas kuburan tersebut dibangun sebuah arpor (rumah
kecil). Diatas kuburan tersebut diletakan perkakas rumah dan senjata si mati semasa
hidupnya (jika laki-laki), dan barang-barang pecah belah yang sudah dihancurkan.
Semakin tinggi status sosialnya semakin banyak pula didapat barang-barang berharga
diatas kuburannya, seperti perahu pecah. Sedangkan pada kuburan seorang budak (orang
biasa dalam masyarakat) hanya didapat beberapa potong keladi bakar. Diatas kuburan itu
pula, diletakan juga bendera dan lampu yang dipasang untuk beberapa waktu lamanya.
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
107
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
Selama tiga puluh (30) hari, kaum keluarga simati berada dalam keadaan frur sarop
(sangat berduka). Mereka harus tinggal didalam rumah dengan menutup tubuh mereka
dengan tikar kokoya, dengan berjalan membungkuk supaya tidak menarik perhatian roh
yang meninggal. Penduduk desa yang lain mengantarkan makanan kepada keluarga yang
berduka. Dalam masa itu mereka tidak boleh makan makanan yang keras dan tidak boleh
berbicara yang keras. Masa frur sarop dianggap selesai pada saat air pasang surut.
Sedangkan posisi mayat di dalam kubur, pada umumnya masyarakat Biak, bagian
kepala mengarah ke arah barat sesuai dengan posisi matahari terbenam. Tetapi di daerah
Supiori khususnya di Kampung Sauyas, Distrik Supiori Timur, posisi kepala mayat
membelakangi laut dan mukanya menghadap ke hutan, yang artinya, walaupun ia sudah
mati, rohnya akan selalu hidup untuk menjaga dan melindungi hutan tempat kerabatnya
mencari makan/ hidup.
Konsep tentang kematian dan sistem penguburan masa prasejarah pada masyarakat
Supiori sebelum masyarakat Supiori mengenal Injil, mereka masih melakukan tradisi
persemayaman jenasah yang diwariskan nenek moyang. Dimana mereka masih memegang
kepercayaan asli yang mengakui kekuasaan alam, yakni (Tuhan langit). Mereka percaya
bila orang meninggal lalu dikubur, maka anggota keluarga dari yang meninggal akan ada
yang sakit. Karena hal tersebut, maka orang-orang Supiori umumnya hanya meletakan
mayat yang dibungkus dengan tikar di atas panggung atau di letakan di gua atau di cerukceruk alam sampai daging hancur seluruhnya (Koentjaraningrat, 1963:129), cara ini
disebut penguburan primer, setelah hancur biasanya tulang-tulangnya kembali dibungkus
dan jahitkan dalam sebuah tikar, atau pun dibuatkan peti menyerupai perahu (abai). Cara
ini disebut penguburan sekunder.
Sedangkan prosesi penguburan di daerah Supiori ini biasanya dilengkapi dengan
bekal kubur berupa keramik porselin yang dipecahkan oleh kerabat yang dianggap lebih
tua, gelang dari kulit bia (kerang), benda kesayangan dari si mati sewaktu ia masih
hidup dan senjata. Bekal tersebut dapat menunjukan kemampuan orang yang meninggal
berdasarkan kekayaan dan pangkat.
Bentuk wadah yang ditemukan dari beberapa situs pada umumnya terdiri dari
beragam bentuk dan beragam bahan baik dari kayu, tanah liat logam dan keramik.
108
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
Bentuk penguburan yang ditemukan pada situs Panapasyem di Kampung Pasir
Bambu, Distrik Supiori Timur adalah jenis penguburan di ceruk berupa jenis penguburan
primer (langsung) tanpa wadah. Diletakan diatas tanah dialasi dengan tikar, setelah
menjadi tulang-belulang mereka meletakannya dicelah-celah batu dengan posisi tulang
tengkorak terpisah dari badan.
Bukti adanya sisa penguburan yang ditemukan di Gua Panapasyem menunjukan
bahwa terakhir abad 19 yang lalu, pernah melakukan prosesi penguburan di situs tersebut.
Menurut cerita dari keturunan Swom, bahwa tulang belulang tersebut milik dari kakek
mereka, (orang tua, dari ayahnya), informan berumur 60 tahun (wawancara 2007).
Kesimpulan
Dari hasil survei penelitian yang diadakan di Kampung Yendongker, dan Kampung
Pasir Putih di Distrik Supiori Timur, terdapat dua situs yang merupakan peninggalan
tradisi hidup dari masa prasejarah. Yaitu situ Panapasyem dan situs Fat-fat na, tetapi
situs ini tidak berhubungan dengan sistem penguburan masa lalu. Ditemukan pula wadah
untuk menaruh tengkorak (piring porselin).
Pada umumnya kebudayaan masyarakat Biak dan Supoiri adalah satu kebudayaan
yaitu kebudayaan Biak, begitu pula dengan sistem penguburan masa lampau di Kabupaten
Supiori memiliki kesamaan dengan sistem penguburan orang Biak pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, Bagyo. 2004. “Religi Pada Masyarakat Prasejarah Di Indonesia“ Kementian
Kebudayaan dan Pariwisata, Proyek Penelitian dan Pengembangan Arkeologi
Jakarta.
Sahuteru, Early. 2006. “Tradisi Penguburan Prasejarah Di Desa Aboru Pulau Haruku
Maluku Tengah “, dalam Kapata Vol 2. Balai Arkeologi Ambon.
Sunarningsih. 2004. ”Sistem Penguburan dan Upacara Ijambe pada Masyarakat
Paju Epat di Kabupaten Barito Timur Kalimanyan Tengah”, Berita Penelitian
Arkeologi No 15. Balai Arkeologi Banjarmasin.
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
109
Rini Maryone
Penguburan Masa Lalu pada Masyarakat Supiori di Kabupaten Supiori
Sulistyanto, Bambang. 2004. ”Upacata Tiwah Masyarakat Dayak di Pendahara”
Berita Penelitian Arkeologi No 13. Balai Arkeologi Banjarmasin.
Soejono, R.P. 1969 ”On prehistorik burial methods in Indonesia”. Buletin of the
Archaeological Institute of the Republic of Indonesia No 7. Jakarta: PPPPN.
110
Papua TH. III NO. 2 / November 2011
Download