BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Saham Saham merupakan tanda bukti memiliki perusahaan dimana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder atau stakeholder) (Samsul, 2006 : 45). Definisi lain saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (Darmadji dan Fakhruddin, 2001: 5). Menurut Sutriawan (2013), saham menyatakan bahwa pemilik saham merupakan pemilik sebagian dari perusahaan tersebut. Menurut Samsul (2006 : 45), jenis-jenis saham adalah : 1) Saham Preferen (preferrend stock), adalah jenis saham yang memiliki hak terlebih dahulu untuk menerima laba dan memiliki hak laba kumulatif. Hak kumulatif adalah hak untuk mendapatkan laba yang tidak dibagikan pada suatu tahun yang mengalami kerugian, tetapi akan dibayar pada tahun yangmengalami keuntungan, sehingga saham preferen akan menerima laba dua kali. Hak istimewa ini diberikan kepada pemegang saham preferen karena merekalah yang memasok dana ke perusahaan sewaktu mengalami kesulitan keuangan. 2) Saham Biasa (common stock), adalah jenis saham yang akan menerima laba setelah laba bagian saham preferen dibayarkan. Apabila perusahaan bangkrut, maka pemegang saham biasa yang menderita terlebih dahulu. Perhitungan indeks harga saham didasarkan pada harga saham biasa. Hanya pemegang saham biasa yang mempunyai suara dalam RUPS. 2.1.2 Teori Investasi Menurut Nanga (2005 : 123) investasi didefinisikan sebagai tambahan bersih terhadap stock capital yang ada (net addition to existing capital stock). Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal atau perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barangbarang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2010: 121). 2.1.2.1 Teori Investasi dari Keynes Menurut Keynes (1936 : 124) di dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money, mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas konsep efisiensi marjinal kapital (marginal efficiency of capital atau MEC). Sebagai suatu definisi kerja, MEC didefinisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan (expected net rate of return) atas pengeluaran kapital tambahan. Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan. 2.1.2.2 Teori Akselerator Teori akselerator ini memusatkan perhatian pada hubungan antara permintaan akan barang modal (capital goods) dan permintaan akan produk akhir (final product), dimana permintaan akan barang modal dilihat sebagai permintaan turunan (derived demand) dari perminataan akan barang atau produk akhir. Dalam bentuknya yang paling sederhana, teori tersebut mulai mangasumsikan adanya capital output ratio (COR) yang tertentu, yang ditentukan oleh kondisi teknis produksi (Muana Nanga, 2005 : 126). 2.1.2.3 Teori Dana Internal Teori dana internal tentang investasi (internal funds theory of investment) mengatakan bahwa stok kapital dan investasi yang diinginkan, bergantung pada tingkat keuntungan. Beberapa penjelasan lain tentang hal ini telah dikemukakan sebelumnya oleh Jan Tinbergen yang mengatakan bahwa keuntungan yang terjadi (realized profits) secara akurat merefleksikan keuntungan yang diharapkan. Karena investasi bergantung pada keuntungan yang diharapkan (expected profits), maka investasi memiliki hubungan positif dengan realized profits(Muana Nanga, 2005 : 129). 2.1.3 Inflasi 2.1.3.1 Definisi Inflasi Inflasi sebagai suatu fenomena ekonomi yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, merupakan obyek kajian yang sangat menarik. Masalah inflasi mudah dialami oleh sebagian besar negara-negara sedang berkembang dengan tingkat yang berbeda-beda(Donna, 2009). Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat ditemukan dalam literatur ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin lemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Menurut Lena Shiblee (2009) menggambarkan inflasi sebagai peningkatan harga barang dan jasa dalam tingkat umum secara berkelanjutan. Apabila inflasi meningkat, setiap dollar yang anda miliki hanya dapat membeli persentase yang lebih kecil dari barang atau jasa. Nilai dollar tidak akan tetap konstan ketika terjadi inflasi. Nilai dolar diamati dalam hal daya beli, yang nyata dan barang berwujud yang bisa dibeli dengan uang. Inflasi adalah suatu keadaan harga barang dan jasa secara keseluruhan naik, sehingga mengakibatkan nilai uang turun. Definisi lain, inflasi terjadi apabila tingkat harga dan biaya-biaya umum naik. Sedangkan deflasi terjadi apabila barang-barang dan biaya-biaya umum turun. (Samuelson, 1990:296). Dengan adanya tingkat inflasi yang tinggi menunjukkan kondisi perkonomian suatu negara yang kurang stabil dan akan memberikan efek pada harga saham yang diperdagangkan di lantai bursa. Inflasi dapat menurunkan keuntungan suatu perusahaan sehingga saham atau sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal menjadi suatu komoditi yang tidak menarik (Anton dkk, 2011). Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money) serta dapat mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Jadi inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya keuntungan perusahan, sehingga efek ekuitas menjadi kurang kompetitif (Tandelilin, 2001). Abdul Qayyum (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar menjadi kontributor yang sangat penting terhadap kenaikan inflasi. Nanga (2005: 237), mendefinisikan inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu (a sustained tendency for the general level of prices to rise over time). Secara umum inflasi diartikan sebagai suatu kecendrungan terjadinya kenaikan harga-harga umum secara terus menerus (Jamli, 1996: 156). Menurut Martin Feldstein (1978) menjelaskan bahwa ketika tingkat inflasi lebih tinggi, harga saham akan meningkat pada tingkat yang lebih cepat. Ketika tingkat inflasi yang stabil, harga saham meningkat secara proporsional dengan tingkat harga untuk mempertahankan rasio konstan harga saham terhadap laba yang riil. Sebaliknya, peningkatan masa depan yang diharapkan tentang tingkat inflasi menyebabkan penurunan secara bersamaan dalam rasio harga saham untuk laba saat ini. Dari penjelasan sebelumnya, menurut Nanga (2005: 237) setidaknya ada tiga hal penting yang ditekankan, yaitu : 1) Adanya kecendrungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat. 2) Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya. 3) Bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum. Berkaitan dengan inflasi, ada tiga hal yang perlu dipahami yaitu inflasi (inflation) itu sendiri, tingkat inflasi (inflation rate) dan indeks harga (price index). Inflasi itu sendiri pada dasarnya adalah tingkat perubahan harga-harga, sedangkan tingkat inflasi adalah akumulasi dari inflasi-inflasi terdahulu, atau persentase erubahan di dalam tingkat harga (Nanga, 2005: 237). Tingkat inflasi dapat dijelaskan dengan formula sebagai berikut : π= ππ‘ −ππ‘−1 ππ‘−1 …………………………………………………………………… (1) Keterangan : π = π‘ππππππ‘ππππππ π Pt=tingkathargapadatahunt (tahunsekarang) P(t-1)=tingkathargapadatahunt-1 (tahunsebelumnya) Atau tingkat harga sekarang (ππ‘ ) dapat ditulis sebagai berikut : ππ‘ = ππ‘−1 + π (ππ‘−1 ) ………………………………………………….……….(2) 2.1.3.2 Sebab- sebab Timbulnya Inflasi Menurut Nanga (2005: 238), berkaitan dengan faktor-faktor penyebab timbulnya inflasi dan cara-cara untuk mengatasinya, ada berbagai teori atau pandangan yang berkembang selama ini, diantaranya : 1) Pandangan Kaum Klasik dan Moneteris Teori inflasi dari kaum Klasik dapat dianalisis dalam kerangka teori kuantitas uang dengan menggunakan persamaan pertukaran (equation of exchange), ππ = ππ. Persamaan pertukaran tersebut dapat ditulis kembali dimana masing-masing peubah dalam persamaan tersebut dinyatakan sebagai persentase perubahan sepanjang waktu sebagai berikut : βππ ππ + βπ π = βπ π + βπ π ……………………………………...................................(3) Dengan menempatkan tingkat inflasi di sebelah kiri, maka persamaan (3) sebelumnya dapat ditulis kembali menjadi sebagai berikut : βπ π = βMs Ms − βπ π + βV V …………………………...………………………………. (4) Dimana : βP P = tingkat inflasi βMs = pertumbuhan jumlah uang beredar Ms βV = persentase perubahan di dalam kecepatan perputaran uang P βY = laju pertumbuhan output Y Persamaan (4) tersebut bisa digunakan untuk mengetahui sumber inflasi, dimana berdasarkan persamaan tersebut inflasi disebabkan oleh pertumbuhan jumlah uang beredar, pertumbuhan output, perubahan dalam kecepatan perputaran uang. Karena kaum klasik mengasumsikan kecepatan perputaran uang (V) itu adalah konstan, yang berarti βP P = 0, maka persamaan 2.4 akan menjadi sebagai berikut : βπ π = βMs Ms − βπ π …………………………………….....…………………………. (5) Persamaan (5) menyatakan bahwa tingkat inflasi adalah sama dengan pertumbuhan jumlah uang beredar dikurangi dengan pertumbuhan output. Kamu klasik mengasumsikan bahwa perekonomian berada dalam tingkat kesempatan kerja penuh (full employment), yang berarti peubah Y dalam persamaan pertukaran adalah tetap. Selain itu, kaum Klasik juga mengasumsikan peubah V konstan atau tetap. Dengan asumsi V dan Y yang tetap, maka kaum Klasik lebih jauh mengatakan bahwa kenaikan di dalam jumlah uang beredar (ππ ) akan menyebabkan perubahan yang proporsional dalam peubah tingkat harga (P). dengan demikian penyebab utama timbulnya inflasi atau kenaikan harga menurut kaum Klasik adalah karena kenaikan atau pertumbuhan jumlah uang beredar. Dengan perkatan lain, inflasi menurut mereka merupakan gejala atau fenomena moneter. Hal yang senada juga dikemukakan oleh kaum Moneteris yang mengklaim inflasi itu sebagai fenomena moneter dan bahwa peubah kecepatan perputaran uang (V) itu adalah stabil atau konstan. Tetapi kaum Moneteris berbeda dengan kaum Klasik dimana mereka mengatakan bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar (ππ ) tersebut juga berpengaruh terhadap output dan kesempatan kerja. Jadi tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat harga (P) sebagaimana dikemukakan oleh kaum Klasik. 2) Pandangan Keynes Keynes mengatakan bahwa kecepatan perputaran uang (V) merupakan sesuatu yang bersifat dapat berubah-ubah (variable). Hal ini berbeda dengan kaum Klasik dan Moneteris yang mengatakan V adalah konstan atau tetap. Oleh karena V dapat berubah-ubah, maka apabila terjadi kenaikan jumlah uang uang beredar (ππ ) tidak akan menyebabkan perubahan di dalam tingkat harga (P) atau dengan kata lain, tingkat harga akan tetap. Penekanan Keynes pada variabilitas output dan jangka pendek (short-run) juga memberikan konstribusi terhadap pandangan bahwa inflasi bukanlah murni sebagai fenomena moneter. Berbda dengan kaum Klasik yang mengasumsikan perekonomian selalu dalam kondisi kesempatan kerja penuh, Keynes sebaliknya mengatakan bahwa pengangguran dapat saja terjadi untuk suatu jangka waktu yang panjang dan bahkan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Dengan adanya penggangguran, maka suatu kenaikan di dalam jumlah uang beredar (ππ ) (kecuali dalam kasus ekstrim) akan menyebabkan, baik tingkat harga maupun tingkat output tersebut mengalami kenaikan. Dengan kenaikan di dalam output tersebut, kenaikan di dalam tingkat harga akan menjadi lebih kecil daripada kenaikan di dalam jumlah uang beredar (tidak proporsional), sekalipun kecepatan perputaran uang beredar itu konstan. Seperti halnya dengan kaum Klasik dan Moneteris, para ahli ekonomi Keynesian kontemporer (Contemporary Keynesian) percaya bahwa inflasi merupakan fenomena moneter dan sebagai akibatnya, mereka menempatkan pengurangan laju pertumbuhan jumlah uang beredar sebagai salah satu cara untuk mengurangi tingkat inflasi. Tetapi walau demikian, menyangkut sejumlah isu yang berkaitan dengan inflasi, seperti kaitan antara tingkat inflasi dengan pengangguran misalnya, Keynesians dan Moneteris memiliki pandangan yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya. 3) Pandangan Aliran Ekspektasi Rasional dan Ekonomi Sisi Penawaran Para teoritisi dari aliran ekspektasi rasional (rational expectation atau Ratex) juga memandang inflasi sebagai fenomena moneter. Namun, mereka juga percaya bahwa perubahan yang bersifat antisipatif di dalam jumlah uang beredar hanya akan membawa dampak terhadap tingkat harga (P), dan tidak mempunyai pengaruh terhadap output (Y) dan kesempatan kerja. Pandangan kaum Ratex tentang inflasi, nampaknya lebih dekat dengan pandangan kaum Klasik daripada pandangan kaum Moneteris dan Keynesians. Karena teoritisi Ratex percaya bahwa inflasi merupakan fenomena moneter, maka mereka juga mengatakan bahwa jumlah uang beredar merupakan kunci untuk mencapai stabilitas harga. 4) Pandangan Kaum Strukturalis Aliran ini berkembang dari pemikiran sejumlah ahli ekonomi Amerika Latin. Mereka melihat bahwa inflasi adalah sesuatu yang berakar dari adanya berbagai kendala (constraints) atau kekakuan structural (structural rigidities) dan termasuk didalamnya kelembagaan yang ada di dalam perekonomian negara- negara yang sedang berkembang. Analisis tentang inflasi menurut aliran ini memfokuskan pada persoalan inflasi yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya dan terutama negara-negara Amerika Latin. 2.1.3.3 Jenis Inflasi Menurut Nanga (2005: 245)dilihat dari penyebab timbulnya, inflasi dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu : 1) Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) Inflasi ini disebut juga inflasi sisi permintaan(demand-side inflation) atau inflasi karena guncangan permintaan (demand-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat yang terlalu besar dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat. Barang-barang menjadi berkurang dikarenakan pemanfaatan sumberdaya yang telah mencapai tingkat maksimum atau karena produksi tidak dapat ditingkatkan secepatnya untuk mengimbangi permintaan yang semakin meningkat. 2) Inflasi dorongan biaya (cost-pust inflation) Sering disebut juga inflasi sisi penawaran (supply-side inflation) atau inflasi karena guncangan penawaran (supply-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesatdibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perperusahaaan pengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar. Dengan kata lain, inflasi sisi penawaran adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya restriksi atau pembatasan terhadap penawaran dari satu atau lebih sumberdaya, atau inflasi yang terjadi apabila harga dari satu atau lebih sumberdaya mengalami kenaikan atau dinaikkan. 3) Inflasi struktural (structural inflation) Inflasi structural adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai kendala atau kekakuan struktural (structural rigidities) yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian menjadi kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat. 2.1.3.4 Dampak Inflasi Menurut Nanga (2005: 245) menyatakan bahwa di dalam suatu perekonomian, inflasi yang terjadi memiliki beberapa dampak atau akibat, sebagai berikut : 1) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat, yang disebut dengan efek redistribusi dari inflasi (redistribution effect of inflation). Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab redistribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh. 2) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi (economic efficiency). Hal ini bisa terjadi karena inflasi dapat mengalihkan sumberdaya dari investasi yang produktif (productive investment) ke investasi yang tidak produktif (underproductive investment) sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Hal ini sering disebut ”efficiency effect of inflation”. 3) Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam output dan kesempatan kerja, dengan cara yang lebih langsung yaitu dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan, dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini sering disebut ”output and employment effect of inflation”. 4) Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable environment) bagi keputusan ekonomi. 2.1.4 Jumlah Uang Beredar Uang adalah persediaan aset yang dapat dengan segera digunakan untuk melakukan transaksi (Mankiw, 2006: 76). Definisi dari uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar menukar atau perdagangan (Sukirno, 2000: 267). Uang adalah segala sesuatu yang diterima masyarakat secara umum dan dapat dipercaya sebagai alat pembayaran yang sah untuk keperluan transaksi, sebagai satuan hitung, dan sebagai alat penyimpan nilai (Kurniadi, 2013). Berbagai teori permintaan uang telah dikembangkan oleh beberapa ahli/ilmuawan. Salah satu teori yang banyak ditelaah dan dibahas oleh sejumlah ekonom dunia adalah teori Keynessian. Menurut John Maynard Keynes, permintaan terhadap uang merupakan tindakan rasional. Meningkatnya permintaan uang akan menaikkan suku bunga. Investasi pada surat berharga (obligasi) pada saat suku bunga naik akan mengakibatkan kerugian capital gain , dari sisi lain apabila suku bunga turun, permintaan surat berharga akan naik. erdapat tiga macam tujuan seseorang memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi (Nugroho, 2008). Permintaan uang tunai untuk tujuan transaksi menunjukkan jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan membiayai transaksi/pengeluaran yang sifatnya tertentu (perbulan) membayar dalam jumlah tetap dan rutin. Permintaan uang tunai untuk berjaga-jaga menunjukkan uang tunai yang diminta untuk bertujuan untuk tujuan membiayai transaksi/pengeluaran yang sifatnya bukan rutin dan bukan spekulatif. Jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga dipengaruhi secara positif oleh tingkat pendapatan. Artinya semakin besar tingkat pendapatan semakin besar pula jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga, dan sebaliknya (Nugroho, 2008). Permintaan uang tunai untuk tujuan spekulasi menunjukkan jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan membiayai transaksi/pengeluaran yang sifatnya spekulatif. Misalnya membeli surat berharga (obligasi) atau saham. Jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan spekulasi dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga. Artinya semakin tinggi suku bunga semakin sedikit jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan spekulasi, dan sebaliknya. Sehingga jumlah uang yang beredar akan berpengaruh secara positif terhadap kinerja saham (Nugroho, 2008). Menurut Sadono Sukirno (2006), fungsi uang dibedakan menjadi 4 jenis : 1) Fungsi uang sebagai alat ukur Dengan adanya uang, kegiatan tukar-menukar akan jauh lebih mudah dijalankan kalau dibandingkan dengan perekonomian yag bertransaksi dengan menggunakan barter. Sehingga uang yang dipakai pada masyarakat digunakan untuk bertransaksi mengganti sistem barter. 2) Fungsi uang sebagai satuan hitung Penggunaan uang dalam masyarakat bersumber dari kesanggupannya untuk bertindak sebagai satuan nilai. Dalam hal ini yang dimaksud dengan satuan nilai adalah satuan ukuran yang menentukan besarnya nilai dari berbagai jenis barang dengan adanya uang. Nilai suatu barang dapat dengan mudah dinyatakan yaitu dengan menunjukkan jumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh barang tersebut. 3) Fungsi uang sebagai pembayaran tertunda Penggunaan uang sebagai alat pembayaran atau perantara dalam tukarmenukar dapat mendorong pembayarannya ditunda karena para pelaku ekonomi akan merasa yakin bahwa pembayarannya yang ditunda itu adalah sesuai dengan yang diharapkan. 4) Fungsi uang sebagai penyimpan nilai Uang bisa digunakan sebagai alat penyimpanan nilai. Maksudnya adalah penggunaannya memungkinkan kekayaan orang disimpan dalam bentuk uang. Terdapat dua jenis uang yang beredar di masyarakat. Menurut Asfia (2006: 158), jenis uang yang beredar di masyarakat adalah : 1) Uang Giral Jenis uang ini biasanya diterbitkan oleh bank umum yang diatur oleh perundangan-undangan seperti surat utang, deposito dan sebagainya. 2) Uang Kartal Uang kartal adalah uang yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh pemerintah berupa uang logam dan uang kertas baik yang memiliki nilai intrinsik maupun yang memiliki nilai nominal. Jumlah uang beredar dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas (Kurniadi, 2013). 1) Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit Uang dalam arti sempit adalah uang yang dalam peredarannya ditambah dengan uang giral yang dimiliki oleh perseorangan, perusahaan dan badan pemerintah. 2) Pengertian uang dalam arti luas Uang dalam arti luas adalah mata uang yang dalam peredaraannya ditambah dengan uang giral dan uang kuasi yang terdiri dari tabungan, deposito, valas milik swasta dalam negeri. Jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) adalah jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral (Navianto, 2011). Perkembangan jumlah uang beredar (JUB) di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kegiatan luar negri, sektor pemerintah, sektor swasta domestik, maupun sektor lainnya. Strategi pengendalian jumlah uang beredar (JUB) dirumuskan berdasarkan instrumen kebijakan moneter, sesorang yang memiliki uang maka dengan mudah mampu memenuhi kebutuhannya dalam pasar, termasuk pasar modal (Kurniadi, 2013). Tingginya jumlah uang beredar (JUB) dalam masyarakat belum tentu akan meningkatkan indeks harga saham pada pasar modal, tingginya beban biaya bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program penjaminan terhadap kewajiban perbankan dan pembayaran kupon obligasi rekapitalisasi bank mengakibatkan jumlah uang beredar (JUB) riil pada masyarakat tak mengalami kenaikan sehingga masyarakat tak memiliki kelebihan uang untuk masuk ke pasar modal (Oksiana dan Musdholifah, 2007). M1 = C + D ……………………………………………………………………(6) Keterangan : M1 = jumlah uang yang beredar dalam arti sempit C = Uang kartal (uang kertas + uang logam) D = uang giral atau cek Uang beredar dalam arti luas (M2) adalah uang bererdar dalam arti sempit (M1) ditambah deposito berjangka (time deposit), atau: M2 = M1 + TD …………………………………………………………………(7) Keterangan: M2 = jumlah uang beredar dalam arti luas TD = deposito berjangka (time deposit) Menururt teori kuantitas uang yang menyatakan bahwa perubahan uang beredar akan mengakibatkan perubahan harga secara proporsional. Menurut Boediono (2005: 23), teori marshal dapat dituliskan sebagai berikut : M = kPT atau M = Kpy …………………………………………………....(8) Keterangan : M : jumlah uang beredar K : besarnya uang tunai yang dipegang masyarakat P : harga umum T atau Y : jumlah produk setengah jadi atau jadi Persamaan diatas menjelaskan apabila laju uang beredar diketahui oleh besarnya uang yang dipegang masyarakat, jumlah produksi dan tingkat harga. Teori permintaan uang berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan uang dan teori penawaran uang sangat berkaitan dengan jumlah uang yang beredar. 1) Teori Permintaan Uang Menurut Asfia (2006: 156), merujuk pada pandangan ekonomi klasik fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar, oleh sebab itu jumlah uang yang diminta berbanding proporsional dengan tingkat produk atau pendapatan nasional. Bila tingkat produk nasional meningkat permintaan uang untuk transaksi dipandang sebagai nilai likuiditas (L) dalam arti riil yang ada ditangan masyarakat. Sementara L merupakan nilai nominal uang (Md) dibagi dengan tingkat harga (P) dan jika diformulasikan adalah sebagai berikut: L = kY L = Md/P=kY ……………………….…. (9) Keterangan : L : permintaan riil Md : nilai nominal pendapatan P : tingkat harga Y : produk nasional 2) Teori Penawaran Uang Teori penawaran uang menjelaskan bahwa uang terdiri dari M1 dan M2 yang keduanya tersedia dalam rangka kegiatan ekonomi suatu negara. Penawaran uang M1 merupakan jumlah uang yang digunakan untuk keperluan transaksi yang terdiri dari uang logam dan uang kertas yang secara umum disebut uang kartal, dan uang giral yaitu deposito yang dikeluarkan oleh bank umum. Penawaran uang M2 terdiri dari M1 ditambah dengan rekening tabungan dan kekayaan lain yang ditukarkan atau dicairkan dalam waktu dekat. Secara teknis, yang dihitung sebagai jumlah uang beredar adalah uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat. Uang yang berada di tangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan logam (kuartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar. 2.1.5 Nilai Kurs Dollar Kurs atau nilai tukar adalah harga di mana penduduk antarnegara saling melakukan perdagangan. Nilai tukar merupakan indikator penting yang akan berpengaruh pada aktivitas di pasar saham maupun pasar uang. Jika kurs terdepresiasi, harga barang domestik akan relatif lebih murah dibandingkan harga barang di luar negeri. Hal ini akan mengakibatkan penduduk domestik akan membeli sedikit barang-barang impor dan orang-orang asing akan membeli lebih banyak produk domestik. Akibatnya, jumlah ekspor akan lebih tinggi daripada impor dan akan terjadi surplus neraca pembayaran. Neraca pembayaran yang baik akan menarik minat dan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia. Para investor akan tertarik untuk berinvestasi di Indonesia dan perdagangan saham di pasar modal pun akan meningkat (Suta, 2000). Nilai Tukar Rupiah merupakan nilai mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, nilai tukar rupiah terhadap Euro, dan lain sebagainya (Novianto, 2011). Kurniadi (2013) mendefinisikan nilai tukar mata uang (kurs) sebagai suatu harga mata uang terhadap mata uang lainnya dan merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro ekonomi yang lain dan pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan dan lembaga keuangan dalam melayani masyarakat untuk membeli dan menjual valuta asing. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabelβvariabel makro ekonomi yang lain. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar mata uang yaitu pendekatan moneter dan pendekatan pasar. Dalam pendekatan moneter, nilai tukar mata uang di definisikan sebagai harga dimana mata uang asing diperjual belikan terhadap mata uang domestik dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang (Thobarry, 2009). Kurs merupakan salah satu harga terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang demikian besar bagi transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro yang lainnya. Oleh karena itulah, kurs juga merupakan sebuah harga aktiva atau harga asset (asset price), sehingga prinsip-prinsip pengaturan harga asset-asset lainnya juga berlaku dalam pengaturan kurs (Salvatore, 2007). Nilai tukar suatu mata uang adalah harga mata uang suatu negara terhadap negara asing lainya, misalnya harga dari satu dollar Amerika saat ini Rp9.900,00 atau harga satu dollar Hongkong (HKD) adalah Rp1.500,00 dan seterusnya. Harga pada umumnya terkait dengan sejumlah uang, dan nilai tukar mata uang ini bersifat stabil dan bisa labil atau terlalu bergerak naik atau turun sebagainya (Thobharry, 2009). Menurut Kurniadi (2013), Valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang Negara yang dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu Negara dengan Negara lain. Misalnya mata yang Amerika serikat berupa US $, mata uang Yen dari Jepang, dan lain sebagainya. Setiap valuta asing tersebut mempunyai harga tertentu dalam mata uang suatu Negara lain. Misalnya US $ dengan Rp, $1=Rp 9.600, (artinya harga 1 US $ sama dengan Rp 9.600). Melemahnya kurs rupiah dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi suatu perusahaan terutama pada perusahaan yang tingkat impor dan hutang luar negerinya tinggi. Melemahnya kurs rupiah ini akan mengakibatkan biaya yang ditanggung perusahaan semakin besar sehingga dapat menekan tingkat keuntungan yang pada akhirnya akan menurunkan harga saham (Riantani dan Tambunan, 2013). Kenaikan harga valuta asing disebut depresiasi atas mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal, ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri merosot. Turunnya harga valuta asing disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih murah, ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri meningkat. Perubahan nilai tukar valuta asing disebabkan karena adanya perubahan permintaan atau penawaran dalam bursa valuta asing (Ria dkk, 2013). Nilai tukar atau lazim juga disebut kurs valuta dalam berbagai transaksi ataupun jual beli valuta asing, dikenal ada empat jenis yakni (Dornbusch dan Fischer, 1992) : 1) Selling Rate (kurs jual), yakni kurs yang ditentukan oleh suatu Bank untuk penjualan valuta asing tertentu pada saat tertentu 2) Middle Rate (kurs tengah), adalah kurs tengah antara kurs jual dan kur beli valuta asing terhadap mata uang nasional, yang ditetapkan oleh Bank Central pada suatu saat tertentu. 3) Buying Rate (kurs beli), adalah kurs yang ditentukan oleh suatu bank untuk pembelian valuta asing tertentu pada saat tertentu. 4) Flat Rate (kurs flat), adalah kurs yang berlaku dalam transaksi jual beli bank notes dan traveller chaque, di mana dalam kurs tersebut sudah diperhitungkan promosi dan biayaβbiaya lainya. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabelβvariabel makro ekonomi yang lain. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar mata uang yaitu pendekatan moneter dan pendekatan pasar.Dalam pendekatan moneter, nilai tukar mata uang di definisikan sebagai harga dimana mata uang asing diperjual belikan terhadap mata uang domestik dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang (Thobarry, 2009). Menururt Thobarry (2009), naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate, atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism) dan lazimnya perubahan nilai tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena empat hal, yaitu: 1) Depresiasi (depreciation), adalah penurunan harga mata uang nasional berbagai terhadap mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan supply and demand di dalam pasar (market mechanism). 2) Appresiasi (appreciation), adalah peningkatan harga mata uang nasional terhadap berbagai mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik menariknya kekuatan - kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market mechanism). 3) Devaluasi (devaluation), adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara. 4) Revaluasi (revaluation), adalah peningkatan harga mata uang nasional terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara. Bagi investor depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat (Sunariyah, 2006). Hal ini tentunya menambah resiko bagi investor apabila hendak berinvestasi di bursa saham Indonesia (Robert Ang,1997). Investor tentunya akan menghindari resiko, sehingga investor akan cenderung melakukan aksi jual dan menunggu hingga situasi perekonomian dirasakan membaik. Aksi jual yang dilakukan investor ini akan mendorong penurunan indeks harga saham di BEI (Jose Rizal, 2007). Para ekonom lain yakin bahwa apresiasi mata uang dalam sistem nilai tukar mengambang (the floating exchange rate regime) akan mempengaruhi daya saing produk lokal secara international dan posisi neraca perdagangan. Nantinya, aliran kas perusahaan di masa datang akan terpengaruh karena buruknya output riil dan hal ini menurunkan harga saham. Intinya, model tersebut menyimpulkan bahwa nilai tukar berpengaruh pada harga saham secara positif (Saini dkk.,2002). Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara sangat berpengaruh sekali dalam menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti misalnya negara Indonesia yang sebelum tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali, maka laju depresiasi sangat ditentukan oleh pemegang otoritas moneter, sehingga ketika Bank Indonesia melepas kendali nilai tukar menyebabkan nilai tukar akan segera mengikuti hukum pasar dan pengaruhpengaruh dari luar. Untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah, upaya lain yang telah dilakukan Bank Indonesia adalah pengembangan pasar valas domestik antar bank melalui band intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar diperkenankan berfluktuasi dalam kisaran band yang telah ditetapkan.Apabila valuta asing diperdagangkan melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia segera melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi semula (Kurniadi, 2013). Mekanisme penentuan nilai tukar melalui analisis Demand dan Supply di Pasar Valuta Asing akan dijelaskan sebagai berikut (Thobarry, 2009) : Gambar 2.1 Mekanisme Demands dan Supply Kurs Kurs Kurs Sv Kurs Sv 9500 A B E1 Sv Sv1 Dv1 9000 E E Dv E E1 8500 Dv 0 Q* A Qs Dv 0 Q* Q1b Qs 0 Q* B Q1c Q C Keterangan : 1) Gambar A menunjukkan kurs pada tingkat Rp 9.000 2) Gambar B menunjukkan terjadi perubahan/kenaikan kurs sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan terhadap barang impor. Naiknya impor akan mendorong kenaikan permintaan terhadap Dollar dari Q* menjadi Q1b dan kurva permintaan terhadap valuta asing bergeser ke kanan dari kurva Dv menjadi kurva Dv1, sehingga kurs naik mencapai Rp 9.500. kondisi ini dapat diartikan melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar. Gejala melemahnya nilai tukar rupiah karena kekuatan pasar disebut depresiasi. 3) Gambar C menunjukkan terjadinya perubahan/penurunan kurs sebagai akibat tingginya ekspor. Sebab dengan naiknya ekspor akan menambah supply dollar dari Q* menjadi Q1c dan kurva supply dollar bergeser dari kurva Sv menjadi kurva Sv1, akibatnya kurs turun mencapai Rp 8.500. Kondisi ini dapat diartikan menguatnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar. Gejala menguatnya nilai tukar rupiah karena kekuatan pasar disebut apresiasi. 2.1.6 Pertumbuhan GDP Di negara-negara berkembang, atau sering disebut dengan dunia ketiga, konsep Produk Domestik Bruto adalah konsep yang paling penting dibandingkan dengan konsep pendapatan nasional lainnya. Produk Domestik Bruto atau dalam istilah Inggrisnya “Gross Domestic Bruto (GDP)” adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara-negara tersebut dan negara asing (Sadono Sukirno, 2004: 34). Pertumbuhan GDP mengindikasikan pertumbuhan ekonomi, jika pertumbuhan ekonomi membaik maka daya beli masyarakatpun akan meningkat dan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk meningkatkan penjualan, sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan (Hismendi dkk, 2013). PDB berbeda dari Produk Nasional Bruto (PNB) karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan (Amansyah, 2014). Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat pun akan meningkat. Hal ini merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan penjualannya. Dengan meningkatkan penjualan, kesempatan perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin meningkat sehingga akan berdampak positif terhadap harga saham perusahaan tersebut dan dapat menarik investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut (Amansyah, 2014). Panos N. Patatoukas (2014) menyimpulkan bahwa sebuah kebijaksanaan yang menyatakan bahwa return saham harus bergerak seiring dengan berita tentang pertumbuhan PDB yang menjadi ukuran terluas dari kesehatan ekonomi sebuah negara. Thobarry (2009) mengatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikkan output perkapita jangka panjang. Penekanan pada proses karena mengandung unsur dinamis, perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu tertentu. Misalnya Pelita atau periode tertentu tapi dapat pula secara tahun. Laju pertumbuhan ekonomi akan diukur melalui perkembangan PDB yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Adapun cara perhitungannya: βππ·π΅ = ππ·π΅π₯ −ππ·π΅π₯−1 ππ·π΅π₯−1 π₯100%……………………………..…………… (10) Dimana : Δ PDBx = Laju pertumbuhan ekonomi (rate of growth) PDB = Produk domestik bruto x-1 = Tahun sebelum Produk Domestik Bruto sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Statistik ini dihitung setiap tiga bulan oleh Biro Analisis Ekonomi (bagian dari Departemen Perdagangan AS) dari segudang sumber data primer.Tujuan GDP adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu (Mankiw, 2006: 16). Produk domestik bruto dinilai menurut harga pasar dan dapat didasarkan kepada harga yang berlaku dan harga tetap. Meningkatnya PDB merupakan sinyal yang baik (positif) untuk investasi dan sebaliknya. Meningkatkan PDB mempunyai pengaruh positif terhadap daya beli konsumen sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. Adanya peningkatan permintaan terhadap produk perusahaan akan meningkatkan profit perusahaan dan pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan (Kewal, 2012). Menurut Jamli (1996: 22), Produk Domestik Bruto dapat diiterpretasikan dalam 3 pendekatan : 1) Pendekatan Produksi Menurut pendekatan ini, PDB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Unit- unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi lapangan usaha, yaitu : a) Pertanian b) Pertambangan dan Penggalian c) Industri Pengolahan d) Listrik, Gas dan Air Minum e) Bangunan f) Perdagangan g) Pengangkutan dan Komunikasi h) Bank dan Lembaga Keuangan i) Sewa Rumah j) Pemerintah, dan k) Jasa-jasa. 2) Pendekatan Pendapatan Menurut pendekatan ini, PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. 3) Pendekatan Pengeluaran Menurut pendekatan ini, PDB adalah komponen permintaan akhir seperti : a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari laba b) Konsumsi pemerintah c) Pembentukan modal tetap domestik bruto d) Perubahan stok, dan e) Ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu. 2.1.7 Indeks Harga Saham Gabungan Untuk mengukur kinerja saham yang diperdagangkan di bursa digunakan suatu indeks, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG merupakan angka indeks harga saham yang sudah disusun dan dihitung sehingga menghasilkan trend, dimana angka indeks adalah angka yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan membandingkan kejadian yang dapat berupa perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Dalam perhitungan angka indeks ini digunakan waktu dasar (base period) dan waktu yang sedang berjalan (given/parent period), (Jogiyanto, 2000). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan seluruh saham, sampai pada tanggal tertentu. Pergerakan harga saham tersebut disajikan setiap hari, berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk periode tertentu. Indeks harga saham gabungan berubah setiap hari karena, (1) perubahan harga pasar yang terjadi setiap hari, (2) adanya saham tambahan (masuknya emiten baru yang tercatat di Bursa Efek, atau terjadinya tindakan corporate action berupa stock split, right, waran, deviden saham, saham bonus, dan saham konversi). Ada beberapa pendekatan atau metode perhitungan yang digunakan untuk menghitung indeks, yaitu: (1) menghitung rata-rata (arithmetic mean) harga saham yang masuk dalam anggota indeks, (2) menghitung (geometric mean) dari indeks individual saham yang masuk anggota indeks, (3) menghitung rata-rata tertimbang nilai pasar. Umumnya semua indeks harga saham gabungan (composite) menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk di Bursa Efek Indonesia (BEI, 2012). 2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah, maka rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2013:93). Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis yang dikemukakan adalah : 2.2.1 Pengaruh Inflasi terhadap IHSG Inflasi adalah suatu kecendrungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu (Nanga, 2005: 237). Jamli (1996: 156) mendefinisikan inflasi sebagai suatu kecendrungan terjadinya kenaikan hargaharga umum secara terus menerus. Inflasi adalah suatu keadaan harga barang dan jasa secara keseluruhan naik, sehingga mengakibatkan nilai uang turun. Definisi lain, inflasi terjadi apabila tingkat harga dan biaya-biaya umum naik. Sedangkan deflasi terjadi apabila barang-barang dan biaya-biaya umum turun. (Samuelson, 1990:296). Dengan adanya tingkat inflasi yang tinggi menunjukkan kondisi perkonomian suatu negara yang kurang stabil dan akan memberikan efek pada harga saham yang diperdagangkan di lantai bursa. Inflasi dapat menurunkan keuntungan suatu perusahaan sehingga saham atau sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal menjadi suatu komoditi yang tidak menarik (Anton dkk, 2011). Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money) serta dapat mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Jadi inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya keuntungan perusahan, sehingga efek ekuitas menjadi kurang kompetitif (Tandelilin, 2001). Teori Keynes mengemukakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Teori struktural lebih menekankan penyebab inflasi berasal dari struktur perekonomian yang tidak mampu mengantisipasi secara cepat dan fleksibel atas perkembangan perekonomian yang ada terutama terjadi di negara-negara berkembang. Negara berkembang biasanya hanya menghasilkan hasil alam dan pertanian yang daya tukarnya tidak berkembang secepat produk industri yang diimpor dari negara maju. Menurut Martin Feldstein (1978) menjelaskan bahwa ketika tingkat inflasi lebih tinggi, harga saham akan meningkat pada tingkat yang lebih cepat. Ketika tingkat inflasi yang stabil, harga saham meningkat secara proporsional dengan tingkat harga untuk mempertahankan rasio konstan harga saham terhadap laba yang riil. Sebaliknya, peningkatan masa depan yang diharapkan tentang tingkat inflasi menyebabkan penurunan secara bersamaan dalam rasio harga saham untuk laba saat ini. Anton, dkk (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Nilai Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs Dollar US, Tingkat Inflasi, Harga Minya Dunia Dan Harga Emas Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan diketahui bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap IHSG. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi inflasi maka masyarakat akan cenderung untuk memegang uangnya daripada menginvestasikannya di pasar saham. Dengan demikian, semakin tinggi inflasi akan berdampak pada menurunnya IHSG. Penelitian yang dilakukan oleh Lena Shiblee (2009) yang berjudul The Impact of Inflation, GDP, Unemployment, and Money Supply on Stock Prices memberikan hasil bahwa Inflasi berpengaruh negative terhadap harga saham. Adanyanya pengaruh negatif berarti inflasi yang meningkat menyebabkan harga saham bulanan akan menurun. Penelitian tentang Pengaruh Inflasi, Harga Minyak Mentah Indonesia, Dan Suku Bunga (BI Rate) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan oleh Novitasari (2013) mampu membuktikan adanya pengaruh secara negatif antara tingkat inflasi dengan IHSG. Tingkat inflasi akan mengakibatkan penurunan IHSG. Berpengaruhnya inflasi terhadap IHSG secara negatif karena kenaikkan inflasi menjadi sinyal negatif bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal dan cenderung melepaskan saham untuk beralih pada investasi pada bentuk lain seperti tabungan atau deposito. Peralihan investasi ke bentuk yang lain akan menyebabkan investor untuk melakukan penjualan saham, sehingga menurunkan hargsa saham dan IHSG. Dari paparan tersebut, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : H1 :Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG di BEI. 2.2.2 Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap IHSG Uang adalah persediaan aset yang dapat dengan segera digunakan untuk melakukan transaksi (Mankiw, 2006: 76). Definisi dari uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar menukar atau perdagangan (Sukirno, 2000: 267). Uang adalah segala sesuatu yang diterima masyarakat secara umum dan dapat dipercaya sebagai alat pembayaran yang sah untuk keperluan transaksi, sebagai satuan hitung, dan sebagai alat penyimpan nilai (Kurniadi, 2013). Menurut Mohamad Samsul (2006: 210), jika jumlah uang beredar meningkat, maka tingkat bunga akan menurun dan Indeks Harga Saham akan naik sehingga pasar akan menjadi bullish. Jika jumlah uang beredar menurun, maka tingkat bunga akan naik dan Indeks Harga Saham akan turun sehingga pasar akan menjadi bearish. Jumlah Uang Beredar dalam arti luas (M2) adalah mata uang yang dalam peredaraannya ditambah dengan uang giral dan uang kuasi yang terdiri dari tabungan, deposito, valas milik swasta dalam negeri. Berbagai teori permintaan uang telah dikembangkan oleh beberapa ahli/ilmuawan. Salah satu teori yang banyak ditelaah dan dibahas oleh sejumlah ekonom dunia adalah teori Keynessian. Menurut John Maynard Keynes, permintaan terhadap uang merupakan tindakan rasional. Meningkatnya permintaan uang akan menaikkan suku bunga. Investasi pada surat berharga (obligasi) pada saat suku bunga naik akan mengakibatkan kerugian capital gain , dari sisi lain apabila suku bunga turun, permintaan surat berharga akan naik. erdapat tiga macam tujuan seseorang memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi (Nugroho, 2008). Permintaan uang tunai untuk tujuan transaksi menunjukkan jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan membiayai transaksi/pengeluaran yang sifatnya tertentu (perbulan) membayar dalam jumlah tetap dan rutin. Permintaan uang tunai untuk berjaga-jaga menunjukkan uang tunai yang diminta untuk bertujuan untuk tujuan membiayai transaksi/pengeluaran yang sifatnya bukan rutin dan bukan spekulatif. Jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga dipengaruhi secara positif oleh tingkat pendapatan. Artinya semakin besar tingkat pendapatan semakin besar pula jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga, dan sebaliknya (Nugroho, 2008). Permintaan uang tunai untuk tujuan spekulasi menunjukkan jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan membiayai transaksi/pengeluaran yang sifatnya spekulatif. Misalnya membeli surat berharga (obligasi) atau saham. Jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan spekulasi dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga. Artinya semakin tinggi suku bunga semakin sedikit jumlah uang tunai yang diminta untuk tujuan spekulasi, dan sebaliknya. Sehingga jumlah uang yang beredar akan berpengaruh secara positif terhadap kinerja saham (Nugroho, 2008). Teori kuanitas uang menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi penawaan uang, memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan penawaran uang tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan penawaran uang dengan cepat, tingkat harga akan meningkat dengan cepat (Mankiw, 2000: 153). Perkembangan jumlah uang beredar (JUB) di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kegiatan luar negri, sektor pemerintah, sektor swasta domestik, maupun sektor lainnya. Strategi pengendalian jumlah uang beredar (JUB) dirumuskan berdasarkan instrumen kebijakan moneter, sesorang yang memiliki uang maka dengan mudah mampu memenuhi kebutuhannya dalam pasar, termasuk pasar modal (Kurniadi, 2013). Penelitian terdahulu yang berjudul Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Indeks LQ45 Pada BEI Periode 20022007 oleh Heru Nugroho (2008) menunjukkan hasil bahwa variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel perubahan Indeks LQ45. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah uang beredar di Indonesia sangat mempengaruhi kinerja pasar saham pada periode tahun 20002 – 2007. Artinya bahwa masyarakat Indonesia telah menggunakan uangnya selain untuk tujuan transaksi juga menggunakan uangnya untuk tujuan spekulatif, yaitu dengan membeli surat-surat berharga atau saham. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Aditya Novianto (2011) yang memperlihatkan hasil penelitiannya, bahwa Jumlah Uang Beredar (M 2) secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Dari paparan tersebut, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : H2 : Jumlah uang beredar berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG di BEI 2.2.3 Pengaruh Nilai Kurs Dollar terhadap IHSG Kurs atau nilai tukar adalah harga di mana penduduk antarnegara saling melakukan perdagangan. Nilai tukar merupakan indikator penting yang akan berpengaruh pada aktivitas di pasar saham maupun pasar uang. Nilai Tukar Rupiah merupakan nilai mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, nilai tukar rupiah terhadap Euro, dan lain sebagainya (Navianto, 2011). Kurniadi (2013) mendefinisikan nilai tukar mata uang (kurs) sebagai suatu harga mata uang terhadap mata uang lainnya dan merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro ekonomi yang lain dan pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan dan lembaga keuangan dalam melayani masyarakat untuk membeli dan menjual valuta asing. Kurs merupakan salah satu harga terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang demikian besar bagi transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro yang lainnya. Oleh karena itulah, kurs juga merupakan sebuah harga aktiva atau harga asset (asset price), sehingga prinsip-prinsip pengaturan harga asset-asset lainnya juga berlaku dalam pengaturan kurs (Salvatore, 2007). Jika kurs terdepresiasi, harga barang domestik akan relatif lebih murah dibandingkan harga barang di luar negeri. Hal ini akan mengakibatkan penduduk domestik akan membeli sedikit barang-barang impor dan orang-orang asing akan membeli lebih banyak produk domestik. Akibatnya, jumlah ekspor akan lebih tinggi daripada impor dan akan terjadi surplus neraca pembayaran. Neraca pembayaran yang baik akan menarik minat dan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia. Para investor akan tertarik untuk berinvestasi di Indonesia dan perdagangan saham di pasar modal pun akan meningkat (Suta, 2000). Para ekonom lain yakin bahwa apresiasi mata uang dalam sistem nilai tukar mengambang (the floating exchange rate regime) akan mempengaruhi daya saing produk lokal secara international dan posisi neraca perdagangan. Nantinya, aliran kas perusahaan di masa datang akan terpengaruh karena buruknya output riil dan hal ini menurunkan harga saham. Intinya, model tersebut menyimpulkan bahwa nilai tukar berpengaruh pada harga saham secara positif (Saini dkk.,2002). Dengan melihat porsi kepemilikan saham di bursa efek indonesia yang didominasi oleh asing maka kecenderungannya adalah semakin tinggi nilai mata uang dollar maka semakin tinggi pula indeks harga saham gabungan. Penelitian tentang Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Indeks LQ45 oleh Heru (2008) memperlihatkan hasil bahwa variabel kurs berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Indeks LQ45. Artinya semakin besar variabel perubahan kurs mata uang $, semakin menambah baik kinerja saham LQ45. Hasil yang sama juga ditemukan dari penelitian yang dilakukan oleh Krisna dan Wirawati (2013) bahwa variabel nilai tukar rupiah dikatakan berpengaruh positif dan signifikan pada IHSG. Pengaruh positif ini berarti bahwa nilai tukar rupiah dan IHSG berbanding lurus. Jika nilai tukar rupiah semakin kuat mengakibatkan IHSG semakin baik. Begitu pula sebaliknya jika nilai tukar rupiah semakin lemah maka IHSG akan semakin buruk. Dari paparan diatas, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : H3 : Nilai Kurs Dollar berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG di BEI 2.2.4 Pengaruh Pertumbuhan GDP terhadap IHSG Produk Domestik Bruto atau dalam istilah Inggrisnya “Gross Domestic Bruto (GDP)” adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara-negara tersebut dan negara asing (Sadono Sukirno, 2004: 34). PDB berbeda dari Produk Nasional Bruto (PNB) karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan (Amansyah, 2014). Thobarry (2009) mengatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikkan output perkapita jangka panjang. Penekanan pada proses karena mengandung unsur dinamis, perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu tertentu. Produk Domestik Bruto sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian.Statistik ini dihitung setiap tiga bulan oleh Biro Analisis Ekonomi (bagian dari Departemen Perdagangan AS) dari segudang sumber data primer. Tujuan GDP adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu (Mankiw, 2006: 16). Produk domestik bruto dinilai menurut harga pasar dan dapat didasarkan kepada harga yang berlaku dan harga tetap. Meningkatnya PDB merupakan sinyal yang baik (positif) untuk investasi dan sebaliknya. Meningkatkan PDB mempunyai pengaruh positif terhadap daya beli konsumen sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. Adanya peningkatan permintaan terhadap produk perusahaan akan meningkatkan profit perusahaan dan pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan (Kewal, 2012). Hismendi, dkk (2013) menjelaskan bahwa pertumbuhan GDP memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pergerakan IHSG. Pertumbuhan GDP mengindikasikan pertumbuhan ekonomi, jika pertumbuhan ekonomi membaik maka daya beli masyarakatpun akan meningkat dan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk meningkatkan penjualan, sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Amansyah (2014) meneliti Pengaruh Nilai Tukar, Cadangan Devisa, Produk Domestik Bruto Terhadap IHSG Tahun 2001-2011 menunjukkan bahwa PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Dengan meningkatnya kinerja ekonomi yang dicerminkan oleh pertumbuhan PDB, investor cenderung akan lebih banyak berinvestasi di pasar modal. Meningkatnya pertumbuhan PDB juga dapat mengakibatkan naiknya daya beli masyarakat yang imbasnya bisa saja dirasakan oleh pasar saham. Dari paparan tersebut, dapat diajukan hipotesis : H4 : Pertumbuhan GDP berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG di BEI. 2.3 Model Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah terdapat pengaruh antara inflasi, jumlah uang beredar, nilai kurs dollar dan gross domestic product terhadap IHSG di BEI, maka dapat digambarkan model penelitian sebagai berikut: Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis Inflasi X1 H1 (-) x Jumlah Uang Beredar (JUB) H2 (+) X2 Indeks Harga Saham Gabungan di BEI Y Nilai Kurs Dolar H3 (+) X3 H4 (+) Pertumbuhan GDP X4