I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya vektor dari virus dengue. Beberapa penelitian lainnya membuktikan bahwa disamping Ae. aegypty, spesies-spesies Aedes sp. yang lain dapat menjadi vektor penyakit ini diantaranya Aedes albopictus. Akan tetapi Ae. aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit DBD dibandingkan dengan nyamuk Ae. albopictus, karena nyamuk Ae. aegypti hidupnya di dalam dan di sekitar rumah, sedangkan Ae. albopictus hidupnya di kebun, sehingga jarang kontak dengan manusia. Di Indonesia penyakit menular seperti demam berdarah merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang cukup serius (Darmowandowo, 2001). Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko terjangkit penyakit demam berdarah, sebab baik bakteri penyebab maupun nyamuk penularan sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun di seluruh fasilitas umum di Indonesia. Penanggulangan penyakit DBD disadari masih bertumpu pada pengendalian vektor dan pemutusan siklus hidupnya (Supartha, 2008). 2 Upaya-upaya untuk mencegah penyakit-penyakit tersebut telah banyak dilakukan, di antaranya dengan pengendalian nyamuk itu sendiri maupun perlindungan terhadap gigitan nyamuk (Tawatsin dkk., 2001). Upaya tersebut di antaranya dengan memasang kawat kasa pada jendela rumah, memasang kelambu tidur dan mengubur barang bekas (Sutanto dan Purnomo, 1990). Vaksin untuk mencegah demam berdarah masih dalam taraf penelitian dan obat yang efektif untuk demam berdarah belum ditemukan. Sampai sekarang satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian DBD adalah dengan memerangi nyamuk yang mengakibatkan penularan. Penggunaan insektisida secara tepat merupakan cara yang dapat digunakan sebagai pengendali vektor (Supartha, 2008). Insektisida berbahan dasar kimia untuk membasmi nyamuk telah banyak digunakan, tetapi pada umumnya produk-produk semacam itu bersifat toksik, meninggalkan bau, dapat menyebabkan iritasi pada kulit, resistensi serangga, pencemaran lingkungan, dan meracuni makhluk hidup lain yang bukan sasaran. Hal-hal semacam itu dapat diatasi salah satunya dengan menggunakan insektisida alami yang umumnya berasal dari tumbuhan, karena memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi, yaitu mudah terurai di alam dan tidak menimbulkan bahaya residu yang berat dan tentunya aman bagi makhluk hidup dan lingkungan (Kardinan, 2005). Menurut Subiyakto (2005), insektisida nabati dapat dibuat dari beberapa bagian tanaman, yakni akar, umbi, batang, daun, biji dan buah dengan teknologi sederhana, seperti berupa larutan hasil perasan, perendaman, 3 ekstrak, dan rebusan. Insektisida alternatif yang dapat dicoba adalah tanaman cengkeh. Tanaman cengkeh ( Syzygium arommaticum L) merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Maluku. Tanaman ini tumbuh subur di daerah pegunungan dan dataran rendah dengan curah hujan yang tinggi. Cengkeh dimanfaatkan, antara lain sebagai rempah-rempah penyedap makanan, dan bahan campuran rokok kretek. Tanaman cengkeh juga bisa dibuat minyak cengkeh yang dapat dimanfaatkan untuk obat obatan misalnya dijadikan obat sakit gigi dan obat perut kembung (Riyanto, 2012). Menurut Nurdjannah (2012), tanaman cengkeh dapat digunakan sebagai insektisida karena didalam ekstrak daun cengkeh terdapat senyawa yang dapat membunuh nyamuk, diantaranya senyawa eugenol dan saponin dapat merusak mukosa kulit nyamuk, kerusakan pada kutikula nyamuk dan mengganggu saluran pernafasan pada nyamuk, sedangkan flavonoid menyebabkan vasokonstriksi yang berlebihan, sehingga permeabilitas rongga badan pada nyamuk Ae. aegypti menjadi rusak dan hemolimfe tidak dapat didistribusi secara sempurna. Metode elektrik dipilih karena obat nyamuk elektrik mempunyai beberapa kelebihan dibanding cara lainnya, di antaranya, praktis, tidak meninggalkan abu, dan tidak menyebabkan asap berbau menyengat (Guomin dkk., 2003). Metode elektrik juga dapat menyebarkan bau keseluruh ruangan dengan cara penguapan sehingga nyamuk yang menghirup bau nya akan pingsan dan mati. 4 Dua prinsip dasar dalam penggunaan insektisida nabati adalah efektif dan efisien. Keefektifan tersebut dilihat dari nilai LC (Lethal Concentration) dan LT (Lethal Time). LC50 dan LC90 adalah konsentrasi yang dapat membunuh 50% dan 90% dari jumlah Ae. aegypti yang diuji, sedangkan LT50 dan LT90 adalah waktu yang diperlukan untuk membunuh 50% dan 90% dari jumlah Ae. aegypti yang diuji pada konsentrasi tertentu (Guomin dkk, 2003). LC dan LT dapat dihitung dengan menggunakan analisis probit. Pemakaian istilah LC lebih dipilih dari pada istilah LD (Lethal Dose) karena pada penelitian ini sulit untuk menentukan dosis (jumlah kandungan ekstrak yang masuk ke dalam tubuh serangga), sehingga lebih dipilih istilah Lethal Concentration yang secara tepat menggambarkan kosentrasi eksrak pada media percobaan (Rachim, 2013). Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti apakah ekstrak daun cengkeh juga bersifat racun terhadap Ae. aegypti dewasa, mengingat ekstrak daun cengkeh juga mengandung senyawa eugenol, saponin, flavonoid dan tanin. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan menguji, apakah ekstrak daun cengkeh (Syzygium aromaticum) bersifat insektisida terhadap Ae. aegypti dewasa? dan Berapakah Lethal Concentration 50% (LC50) dan Lethal Concentration90% (LC90) serta Lethal Time 50% (LT50) dan Lethal Time 90% (LT90) dari ekstrak daun cengkeh (Syzygium aromaticum) yang mematikan Ae. aegypti dewasa?. 5 B. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui Konsentrasi ekstrak daun cengkeh (S. aromaticum L) yang paling efektif sebagai insektisida Ae. aegypti. 2. Mengetahui Lethal Concentration 50% (LC50) dan Lethal Concentration90% (LC90) dari ekstrak daun cengkeh (S. aromaticum L) sebagai insektisida Ae. aegypti. 3. Mengetahui Lethal Time 50% (LT50) dan Lethal Time 90% (LT90) dari ekstrak daun cengkeh (S. aromaticum L) sebagai insektisida Ae. aegypti. C. Manfaat Penelitian 1. Untuk memberikan informasi bahwa daun cengkeh (S. aromaticum L) memiliki potensi sebagai insektisida alami. 2. sumbangan pemikiran sebagai motivasi penelitian lanjutan mengenai tanaman cengkeh (S. aromaticum L). 3. Menambah pengetahuan tentang potensi insektisida alami dari Tanaman cengkeh (S. aromaticum L). D. Kerangka Pikir Penyakit DBD merupakan penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti. Ae. aegypti merupakan vektor penting dalam penyebaran penyakiat DBD, karena nyamuk Ae. aegypti hidupnya di dalam dan di sekitar rumah, sehingga sering kontak langsung dengan manusia. Penyebaran penyakit ini sangat cepat yaitu melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi virus dengue. 6 Upaya-upaya telah banyak dilakukan untuk mencegah gigitan nyamuk ini, baik secara fisik, kimia dan biologi, tetapi masih belum optimal. Setiap kenaikan populasi dari vektor Ae. aegypti diikuti juga dengan kenaikan penderita DBD, jadi salah satu upaya yang efektif adalah dengan membunuh vektornya baik pada fase dewasa atau pada faese larvanya, yaitu dengan menggunakan insektisida. Insektisida yang banyak dipakai saat ini adalah berbahan kimia, yang tidak ramah lingkungan sehingga perlu dicoba insektisida yang berbahan dasar nabati untuk membunuh vektor nyamuk Ae. aegypti seperti daun cengkeh (S. aromaticum L.). Menurut beberapa penelitian di dalam ekstrak daun cengkeh memiliki senyawa aktif yang berpotensi sebagai insektisida diantaranya flavonoid. Flavonoid berfungsi sebagai inhibitor pernapasan. Pada waktu nyamuk Ae. aegypti melakukan pernapasan flavonoid akan masuk bersama udara (O2) melalui alat pernapasannya. Setelah nyamuk melakukan pernapasan maka flavonoid akan bekerja menghambat sistem kerja pernapasan di dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti. Selain flavonoid daun cengkeh juga mengandung senyawa lain yang dapat membunuh nyamuk Ae. aegypti yaitu, senyawa eugenol yang dapat merusak mukosa kulit nyamuk, menyebabkan kerusakan pada kutikula nyamuk dan mengganggu saluran pernafasan pada nyamuk. Senyawa saponin bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan tubuh nyamuk sehingga mempermudah proses penyerapan bahan aktif dan aktivitas insektisida dapat bekerja secara optimal. Sedangkan Tanin dapat menurunkan kemampuan 7 mencerna makanan dengan cara menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan amilase) serta mengganggu aktivitas protein usus. Serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin tinggi akan memperoleh sedikit makanan, akibatnya akan terjadi penurunan pertumbuhan. Karena terhambatnya sistem pernapasan dari nyamuk Aedes aegypti menyebabkan nyamuk Aedes aegypti mati, sehingga penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat berkurang. Untuk itu penelitian dilakukan untuk mengetahui ke efektifitasan dan potensi ekstrak daun cengkeh dalam membunh nyamuk Ae. aegypti. E. Hipotesis 1. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun cengkeh (S. aromaticum L.) yang diberikan akan menimbulkan kematian yang tinggi pada nyamuk Ae. aegypti. 2. Nilai LC50 dan LC90 ekstrak daun cengkeh (S. aromaticum L.) sebagai insektisida terhadap Ae. aegypti terjadi pada konsentrasi di atas 10%. 3. Nilai LT50 dan LT90 ekstrak daun cengkeh (S. aromaticum L.) sebagai insektisida terhadap Ae. aegypti terjadi setelah menit pengamatan ke 120.