FORMULASI EMULGEL ANTIJERAWAT DARI EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curuma xanthorrhiza Roxb.) DAN UJI AKTIVITASNYA TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acnes Nurhabibah Abstrak Telah dilakukan penelitian mengenai formulasi emulgel antijerawat dari ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan uji aktivitasnya terhadap bakteri Propionibacterium acnes.Dari hasil penelitian diketahui ekstrak etanol rimpang temulawak memiliki aktivitas antibakteri yang paling baik dengan menghasilkan diameter hambat 11,15±0,30 mm dan nilai Konsentrasi Hambat Minimum pada konsentrasi 10.000 ppm. Hasil evaluasi fisik emulgel ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) meliputi pengamatan organoleptik, pH, homogenitas, viskositas dan uji freeze-thaw menunjukan bahwa sediaan emulgel relative stabil. Hasil uji aktivitas sediaan emulgel yang mengandung ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan konsentrasi 1; 1,5; dan 2% menghasilkan aktivitas antibakteri dengan diameter hambat10,28±0,15; 10,32±0,20 ; dan11,08±0,20 mm. Kata kunci : rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), anti jerawat 1. Pendahuluan Kulit merupakan organ terluas penyusun tubuh manusia yang terletak paling luar dan menutupi seluruh permukaan tubuh. Letak paling luar menyebabkan kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Hal-hal tersebut menyebabkan kulit rentan terkena penyakit. Salah satu penyakit kulit yang paling sering diderita oleh masyarakat adalah jerawat. Jerawat adalah kondisi kulit yang abnormal dikarenakan gangguan produksi dari kelenjar minyak (sebaceous gland) yang berlebihan. Kelebihan produksi kelenjar minyak ini atau sebaceous gland akan menyebabkan penyumbatan pada saluran folikel rambut dan pori-pori kulit. Seringkali jerawat akan menyebabkan peradangan pada kulit (kulit membengkak dan menjadi kemerah-merahan). Jerawat terjadi umumnya dipicu oleh bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermis, danStaphylococcus aureus. Propionibacterium acnes berperan dalam pathogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya akne. Pengobatan jerawat bisa diberikan dengan antibiotik seperti tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, klindamisindan bahan-bahan kimia seperti sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam azelat dan retinoid, namun obat ini memiliki efek samping dalam penggunaannya sebagai antijerawat antara lain iritasi, sedangkan penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan resistensi. Banyak tumbuhan asli Indonesia yang berkhasiat sebagai antijerawat. Salah satunya adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Temulawak memiliki kandungan kurkumin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiinflamasi yang dapat mengatasi peradangan pada jerawat. Minyak atsiri pada temulawak juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada beberapa mikroba. Ada berbagai macam bentuk sediaantopikal, antara lain lotion, cream, gel dan emulgel. Kelebihan gel yaitu dapat memberikan rasa dingin di kulit dengan adanya kandungan air yang cukup tinggi sehingga nyaman digunakan. Adanya sistem emulsi dalam bentuk sediaan emulgel, maka akan memberikan penetrasi tinggi di kulit. Atas dasar kelebihan dari emulsi dan gel tersebut maka dibuat sediaan emulgel. Identifikasi masalah dari penelitian ini adalah apakah ekstrak rimpang temulawak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri propionibacterium acnes?, Formulasi emulgel antijerawat manakah yang baik dan stabil?, Apakah sediaan emulgel dari ekstrak temulawak memiliki aktivitas antijerawat?. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan emulgel antijerawat dari ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)yang stabil secara fisik, serta mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Propioibacterium acnes. Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang formulasi dan uji aktivitas emulgel antijerawat dari ekstrak rimpang temulawak, sehingga peneliti dan pembaca dapat mengoptimalkan manfaat dari suatu kekayaan alam khususnya dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). 2. Metode Penelitian Sebagai tahap awal dilakukan pengumpulan tanaman rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang kemudian dideterminasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Kemudian dilakukan pengolahan bahan, pemeriksaan karakteristik simplisia, penapisan fitokimia dan pembuatan ekstrak.Ekstrasi rimpang temulawak dengan menggunakan 3 pelarut yaitu etanol, etil asetat dan n-heksan kemudian hasil ekstrasi tersebut di evaporasi sehingga diperoleh ekstrak kental rimpang temulawak. Tahap selanjutnya yaitu berbagai ekstrak rimpang temulawak diuji aktivitas antibakterinyaterhadap bakteri propionibacterium acnesdan menentukan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Berikutnya penentuan basis emulgel dengan berbagai konsentrasi HPMC yaitu 2%, 4%, 6% dan 8% kemudian dilakukan evaluasi terhadap basis emulgel untuk memperoleh basis yang stabil dan dapat digunakan untuk formulasi emulgel yang mengandung ekstrak rimpang temulawak . Sediaan emulgel yang mengandung ekstrak rimpang temulawak dievaluasi meliputi uji organoleptik, pengukuran pH, pengukuran viskositas dan uji stabilitas dengan metode freezethaw. Setelah itu dilakukan uji aktivitas emulgel antijerawat terhadap bakteri Propionibacterium acnes dengan menggunakan metodesumuran. 3. Hasil Penelitian Penyiapan Bahan Pengumpulan Bahan dan Determinasi Tanaman Rimpang temulawak diperoleh dari perkebunan di daerah Tarogong Garut. sedangkan determinasi dilakukan di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Pengolahan Bahandan Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pengolahan bahan Rimpang temulawak yang telah diperoleh dipisahkan dari pengotornya.Kemudian, dicuci dengan air bersih yang mengalir untuk menghilangkan debu dan pengotor lainnya.Rimpang temulawak yang telah dicuci bersih kemudian dipotong-potong menjadi bahan yang lebih kecil untuk mempermudah pengeringan dan penyimpanan lebih lanjut. Rimpang temulawak dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari langsung.Setelah pengeringan, rimpang temulawak dibersihkan dari material yang masih menempel pada simplisia kering dari serangga dan lain-lain.Simplisia kering dan bersih kemudian dikurangi ukurannya dengan cara dibuat serbuk. Serbuk simplisia kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar. Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak Ekstrasi rimpang temulawak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%, etil asetat dan n-heksan. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan hingga menjadi ekstrak kental dengan evaporator. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, Tabel 3.3, Tabel 3.4., tabel 3.5 dan Tabel 3.6. Tabel 3.1 Rendemen simplisia rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) Rendemen (%) 10000 850 8,5 Tabel 3.2 Rendemen ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berat Simplisia (gram) Berat Ekstrak Etanol Kental (gram) Rendemen (%) 100 22,92 22,92 Tabel 3.3 Rendemen ekstrak etil asetat rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berat simplisia (gram) Berat ekstrak etil asetat kental (gram) Rendemen (%) 100 25,14 25,14 Tabel 3.4 Rendemen ekstrak n-heksan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berat Simplisia (gram) Berat ekstrak nheksan kental (gram) Rendemen (%) 100 8,64 8,64 Tabel 3.5 Rendemen ekstrak etanol 2 rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berat Simplisia (gram) Berat ekstrak etanol 2 kental (gram) Rendemen (%) 100 12,45 12,45 Tabel 3.6 Rendemen ekstrak etil asetat 2 rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berat Simplisia (gram) Berat ekstrak etil asetat 2 kental (gram) Rendemen (%) 100 13,21 13,21 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari larut etanol, dan penetapan susut pengeringan. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhizaRoxb.) Karakterisasi Hasil (%) FHI (%) Kadar abu total 7,5 ≤ 7,8 Kadar abu tidak larut asam 0,6 ≤ 0,7 Kadar sari larut air 14,9 ≥ 9,1 Kadar sari larut etanol 13,0 ≥ 3,6 Kadar air 8,0 ≤ 10 Susut pengeringan 12,9 ≤ 13 Keterangan: FHI : Farmakope Herbal Indonesia Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, steroid/triterpenoid. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.8 Tabel 4.8 Hasil Penapisan Fitokimia Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Penapisan Fitokimia Hasil Alkaloid + Flavonoid + Kuinon + Saponin + Tannin + Steroid/triterpenoid + Keterangan : + : Terdeteksi Persiapan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Temulawak Sterilisasi Alat Semua alat yang akan digunakan terlebih dahulu disterilkan melalui proses sterilisasi yang terdiri dari sterilisasi kering dengan api langsung dan oven pemanas dan sterilisasi basah dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Pembuatan Media Untuk Bakteri Uji Sebanyak 40 gram Tryptic Soy Agar (TSA) dilarutkan ke dalam 1000 mL akuadest steril, kemudian dipanaskan dan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Peremajaan Bakteri Uji Peremajaan dilakukan dengan memindahkan satu sampai empat ose mikroba dari masing-masing stok murni ke dalam medium TSA baru di dalam tabung reaksi dalam bentuk miring. Kemudian digoreskan dan diinkubasi pada suhu 3537°C selama 24 jam. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji Stok kultur bakteri Propionibacterium acnes diambil dengan menggunakan jarum ose steril dan disuspensikan dalam tabung yang berisi 10 mL larutan NaCl 0,9% sampai diperoleh kekeruhan yang sama dengan larutan standar Mc Farlanddimana konsentrasi bakteri 108 CFU/mL. Suspensi bakteri yang dibuat dipipet 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml kemudian ditambahkan NaCl 0,9% sampai tanda batas, dimana konsentrasi bakteri menjadi 106 CFU/mL(26). Penentuan Aktivitas Antibakteri Berbagai Ekstrak Rimpang Temulawakdengan MetodeSumuran Cawan petri steril disiapkan dan diberi tanda untuk masing-masing ekstrak.Sebanyak 20 µl suspensi bakteri uji dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian dituangkan dengan 20 mL media TSA lalu dihomogenkan.Setelah media padat, dibuat lubang atau sumur. Kemudian lubang diisi dengan 50 μl berbagai ekstrak rimpang temulawak yaitu ekstrak etanol, ekstrak etil asetat, ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat 2, dan ekstrak etanol 2 masing-masing ekstrak dilarutkan dalam pelarut DMSO dan dibuat pengenceran pada konsentrasi 10.000 ppm. cawan yang sudah diisi media agar dan ekstrak kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam dan diukur diameter hambat pertumbuhan bakteri uji yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat yaitu daerah jernih disekitar lubang atau sumuran. Pengukuran dilakukan dari dasar cawan petri dengan jangka sorong.Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.9. Tabel 3.9 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Berbagai Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Ekstrak rimpang temulawak dengan berbagai pelarut Ekstrak etanol Ekstrak etil asetat Ekstrak n-heksan Ekstak etanol 2 Diameter zona hambat (mm) Cawan 1 11.15 10.25 10.85 Cawan 2 10.85 9.85 10.65 Cawan 3 11.45 10.15 11.05 Rata-rata diameter (mm) 11.15±0.30 10.08±0.20 10.85±0.20 Ekstrak etil asetat 2 10.95 10.75 10.45 10.72±0.25 Penentuan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Temulawakdengan Metode Sumuran Cawan petri steril disiapkan dan diberi tanda untuk masing-masing konsentrasi.Sebanyak 20 µl suspensi bakteri uji dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian dituangkan dengan 20 mL media TSA lalu dihomogenkan.Setelah media padat, dibuat lubang atau cawan. Kemudian lubang diisi dengan 50 μl ekstrak etanol rimpang temulawak yang telah dilarutkan dalam DMSO dan dibuat pengenceran dengan berbagai konsentrasi yaitu 10.000 ppm, 20.000 ppm, 30.000 ppm, 40.000 ppm dan 50.000 ppm. Cawan diiinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam dan diukur diameter hambat pertumbuhan bakteri uji yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat yaitu daerah jernih disekitar lubang atau sumuran. Pengukuran dilakukan dari dasar cawan petri dengan jangka sorong.Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.10. Tabel 3.10 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Konsentasi (ppm) 10000 20000 30000 40000 50000 Diameter zona hambat (mm) Cawan 1 Cawan 2 Cawan 3 11,30 11,55 12,15 12,95 13,35 11,15 10,55 12,45 12,65 13,15 10,85 1125 12,55 12,45 13,25 Rata-rata diameter (mm) 11,10±0,22 11,12±0,51 12,50±0,20 12,68±0,25 13,25±0,10 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak Penentuan KHM dilakukan dengan metode pengenceran agar. Sebanyak 1 mL ekstrak etanol rimpang temulawak yang telah dilarutkan dalam pelarut DMSO dengan berbagai konsentrasi yaitu 10.000 ppm, 9.750 ppm, 9.500 ppm, 9.250 ppm dan 9.000 ppm ditambahkan ke dalam 19 mL media agar yang telah dicairkan dalam cawan petri steril. Campuran dihomogenkan dan didinginkan sampai menjadi padat. Suspensi bakteri diambil 1 ose dan digoreskan di atas permukaan agar padat kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam .Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.11. Tabel 4.11 Hasil Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Konsentrasi (ppm) Pertumbuhan Bakteri 10.000 9750 9500 9250 9000 + + + + Keterangan : - : Tidak ada pertumbuhan bakteri + : Ada pertumbuhan bakteri Pembuatan Sediaan Emulgel Penentuan Basis Emulgel dengan Menggunakan Berbagai Konsentrasi HPMC Basis emulgel dibuat dengan berbagai konsentrasi HPMC yaitu 2%, 4%, 6% dan 8%. Untuk pembuatan basis emulgel terlebih dahulu HPMC dikembangkan dalam air panas. Fase minyak (paraffin cair, span 80, propil paraben dan setil alkohol) dan fase air (propilenglikol, tween 80 dan metil paraben) disiapkan secara terpisah dan mencampurkan masing-masing komponennya pada suhu 60°C. Fase minyak ditambahkan pada fase air kemudian dicampur dengan menggunakan ultra turax selama 15 menit. Emulsi yang terbentuk kemudian dicampur dengan HPMC yang telah mengembang menggunakan ultra turax selama 20 menit sehingga terbentuk menjadi emulgel. Stabilitas fisik diamati selama 28 hari penyimpanan dan diperoleh basis emulgel yang stabil pada konsentrasi tertentu. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.12, Tabel 3.13, Tabel 3.14, Tabel 3.15 Tabel 3.12 Formula Basis Emulgel Dengan Bebagai Konsentrasi HPMC Formula (%) Bahan FI F2 F3 F4 Paraffin cair 10 10 10 10 Tween 80 15 15 15 15 Span 80 15 15 15 15 HPMC 2 4 6 8 Propilenglkol 10 10 10 10 Setil alkohol 6 6 6 6 Metil paraben 0,10 0,10 0,10 0,10 Propil paraben 0,05 0,05 0,05 0,05 Aquadest Add 100 Add 100 Add 100 Add 100 Keterangan : F1 : emulgel yang mengandung HPMC 2 % F2 : emulgel yang mengandung HPMC 4 % F3 : emulgel yang mengandung HPMC 6 % F4 : emulgel yangmengandung HPMC 8 % Tabel 3.13 Hasil Pengamatan Organoleptik Basis Emulgel Formula F1 F2 F3 Karakteristik yang diamati Perubahan yang diamati pada hari ke1 7 14 21 28 Tekstur L L L L L Warna P P P P P Bau Tb Tb Tb Tb Tb Tekstur L L L L L Warna P P P P P Bau Tb Tb Tb Tb Tb Tekstur L L L L L F4 Warna P P P P P Bau Tb Tb Tb Tb Tb Tekstur L L L L L Warna P P P P P Bau Tb Tb Tb Tb Tb Keterangan : F1 : emulgel yang mengandung HPMC 2 % F2 : emulgel yang mengandung HPMC 4 % F3 : emulgel yang mengandung HPMC 6 % F4 : emulgel yangmengandung HPMC 8 % L : lembut P : putih Tb : tidak berbau Tabel 3.14 Hasil Pengukuran pH Basis Emulgel Pengukuran pH basis emulgel pada hari keFormula 1 7 14 21 28 FI 7,00 6,95 7,12 6,80 6,73 F2 7,07 7,24 6,85 6,68 6,59 F3 7,19 7,09 6,70 6,87 7,12 F4 7,22 7,15 6,95 7,00 7,02 pH 8 7 6 5 4 3 2 1 0 F1 F2 F3 F4 1 7 14 21 Waktu hari ke- 28 Gambar 3.1 Grafik Hubungan Waktu Penyimpanan Terhadap pH Basis Emulgel keterangan : F1 : emulgel yang mengandung HPMC 2 % F2 : emulgel yang mengandung HPMC 4 % F3 : emulgel yang mengandung HPMC 6 % F4 : emulgel yangmengandung HPMC 8 % Tabel 3.15 Hasil PengamatanHomogenitas Basis Emulgel formula Pengamatan homogenitas basis emulgel pada hari ke1 7 14 21 28 F1 H H Th Th Th F2 H H H Th Th F3 H H H Th Th F4 H H H H H Keterangan : H : homogen Th : tidak homogen F1 : emulgel yang mengandung HPMC 2 % F2 : emulgel yang mengandung HPMC 4 % F3 : emulgel yang mengandung HPMC 6 % F4 : emulgel yangmengandung HPMC 8 % Pembuatan Emulgel dari Ekstrak Rimpang Temulawak dengan Berbagai Konsentrasi Setelah dilakukan pemilihan basis emulgel dengan berbagai konsentrasi HPMC, maka konsentrasi HPMC yang dipilih adalah konsentrasi 8%. Sediaan emulgel dibuat 4 formula yaitu F0, F1, F2 dan F3 yang ditambahkan zat aktif yaitu ekstrak etanol rimpang temulawak 0%,1%, 1,5% dan 2%. Untuk pembuatan sediaan emulgel terlebih dahulu HPMC dikembangkan dalam air panas. Fase minyak (paraffin cair, span 80, propil paraben dan setil alkohol) dan fase air (ekstrak etanol rimpang temulawak, propilenglikol, tween 80 dan metil paraben) disiapkan secara terpisah dengan mencampurkan masing-masing komponennya pada suhu 60°C. Fase minyak ditambahkan pada fase air kemudian dicampur dengan menggunakan ultra turax selama 15 menit. Emulsi yang terbentuk kemudian dicampur dengan HPMC yang telah mengembang menggunakan ultra turax selama 20 menit sehingga terbentuk menjadi emulgel. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.16 Tabel 3.16 Sediaan Emulgel yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Formula (%) Bahan F0 F1 F2 F3 Ekstrakrimpangtemulawak 0 1 1,5 2 Paraffin cair 10 10 10 10 Tween 80 15 15 15 15 Span 80 15 15 15 15 HPMC 8 8 8 8 Propilenglikol 10 10 10 10 Setilalkohol 6 6 6 6 Metil paraben 0,10 0,10 0,10 0,10 Propil paraben 0,05 0,05 0,05 0,05 Aquadest Add 100 Add 100 Add 100 Add 100 Keterangan : F0 : emulgel tanpa ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) F1 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1% F2 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1,5% F3 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 2% Evaluasi Sediaan Emulgel Pengamatan Organoleptik Pengamatan organoleptik meliputi perubahan bentuk, bau dan warna terhadap sediaan dan dilakukan setiap satu minggu sekali selama waktu penyimpanan 28 hari.Hasil dapat dilihat pada tabel 3.17. Tabel 3.17 Hasil Uji Organoleptik Sediaan Emulgel yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Formula F0 Karakteristik yang diamati Tekstur Perubahan yang Diamati pada hari ke1 7 14 21 28 L L L L L F1 F2 F3 Warna P P P P P Bau Tb Tb Tb Tb Tb Tekstur L L L L L Warna Km Km Km Km Km Bau Kht Kht Kht Kht Kht Tekstur L L L L L Warna K K K K K Bau Kht Kht Kht Kht Kht Tekstur L L L L L Warna Kt Kt Kt Kt Kt Bau Kht Kht Kht Kht Kht Keterangan : F0 : emulgel tanpa ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) F1 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1% F2 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1,5% F3 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 2% L : lembut P : Putih Tb : Tidak berbau Km : Kuning muda K : Kuning Kt : Kuning tua Kht: Khas temulawak Pengukuran pH Semua sediaan diukur pH nya dengan menggunakan pH meter Beckman sampai diperoleh pH yang sesuai. Pengukuran pH dilakukan pada setiap sediaan yang disimpan selama 28 hari. Hasil dapat dilihat pada 3.18 Tabel 3.18 Hasil Pengukuran pH Sediaan Emulgel yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Formula F0 F1 F2 F3 Pengukuran pH emulgel ekstrak rmpang temulawak pada hari ke1 7 14 21 28 6,59 6,67 6,71 6,83 6,92 6,30 6,32 6,08 5,76 5,80 6,06 5,60 6,08 5,63 5,58 5,81 5,49 5,39 5,26 5,14 6 F0 p H 8 F1 4 F2 2 F3 0 1 7 14 21 Waktu hari ke- 28 Gambar 3.2 Grafik Hubungan Waktu Penyimpanan Terhadap pH Sediaan Keterangan : F0 : emulgel tanpa ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) F1 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1% F2 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1,5% F3 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 2% Penentuan Viskositas Sediaan emulgel berbagai konsentrasi dari ekstrak rimpang temulawak yang dibuat ditentukan viskositasnya dengan menggunakan Viscometer Brookfield. Nilai viskositas diketahui dengan cara membaca skala kemudian dikalikan dengan faktor koreksi. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali selama 28 hari. Pengamatan Homogenitas Beberapa tetes sediaan emulgel disimpan di atas kaca objek dan diratakan, dilihat homogenitasnya. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali selama 28 hari. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.19. Tabel 3.19 Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan Emulgel yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Formula Pengamatan homogenitas basis emulgel pada hari ke1 7 14 21 28 F0 H H H H H F1 H H H H H F2 H H H H H F3 H H H H H Keterangan : H : homogen F0 : emulgel tanpa ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) F1 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1% F2 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1,5% F3 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 2% Pengujian freeze-thaw Setiap sediaan diamati kestabilannya. Pengujian stabilitas emulgel dilakukan dengan menggunakan metode freeze-thaw.Pengujian satu siklus dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu beku (sekitar 10°C) selama 24 jam, kemudian memungkinkan untuk mencair pada suhu kamar selama 24 jam.Sediaan tersebut kemudiaan ditempatkan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 45°C) selama 24 jam, kemudian ditempatkan pada suhu kamar selama 24 jam lagi.Percobaan diulang sebanyak 3 siklus. Hasil dapat dilihat pada lampiran 1 Uji Aktivitas Antibakteri Emulgel Ekstrak Rimpang Temulawak Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Cawan petri steril disiapkan dan diberi tanda untuk masing masing formula. Sebanyak 20 µl suspensi bakteri uji dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian dituangkan dengan 20 mL media TSA lalu dihomogenkan. Setelah media padat, dibuat lubang atau cawan. Kemudian lubang diisi dengan 50 μl larutan uji dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kemudian diukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri uji yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat yaitu daerah jernih disekitar lubang atau sumuran. Pengukuran dilakukan dari dasar cawan petri dengan jangka sorong. Pengujian dilakukan 3 kali untuk setiap formula kemudian dihitung nilai rata-rata efek antibakteri pada masing-masing formula. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 8 Tabel 4.23. Tabel 3.20 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Emulgel Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)Terhadap BakteriPropionibacterium acnes Formula F0 F1 F2 F3 P Diameter Hambat (mm) Cawan 1 Cawan 2 Cawan 3 10,15 10,55 10,85 20,45 10,45 10,15 11,15 20,55 10,25 10,25 11,25 20,20 Rata-rata Diameter (mm) 10,28±0,15 10,32±0,20 11,08±0,20 20,42±0,18 Keterangan : F0 : emulgel tanpa ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) F1 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1% F2 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1,5% F3 : emulgel dengan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 2% P : pembanding gel klindamisin 4. Pembahasan Pada penelitian ini, bahan yang digunakan adalah ekstrak rimpang temulawak yang akan dibuat menjadi sediaan emulgel dan akan diuji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri penyebab jerawat propionibacterium acnes. Rimpang temulawak diperoleh dari perkebunan di daerah Tarogong Garut dan dideterminasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Tekhnologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Hasil pemeriksaan karakteristik menunjukan bahwa simplisia kering rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mengandung kadar air 8,0%; kadar abu total 7,5%; kadar abu tidak larut asam 0,6%; kadar sari larut air 14,9%; kadar sari larut etanol 13%; dan susut pengeringan 12,9%. Hasil karakterisasi simplisia kering rimpang temulawak ini telah memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Herbal Indonesia. Hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mengandung alkaloid, steroid/triterpenoid, tanin, saponin dan flavonoid. Ekstrak rimpang temulawak diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol, etil asetat dan n-heksan masing-masing dilakukan selama 2x24 jam. Hasil maserasi disaring kemudian dipekatkan dengan evaporator hingga menjadi ekstrak kental dengan masing-masing rendemen sebanyak 22,92%; 25,14% dan 8,64%. Untuk residu dari pelarut n-heksan dimaserasi lagi dengan menggunakan pelarut etil asetat selama 2x24 jam, kemudian disaring lalu dipekatkan dan diperoleh ekstrak etil asetat 2 dengan rendemen 12,45% .Setelah dimaserasi dengan etil asetat, residunya kemudian dimaserasi lagi dengan etanol 96% kemudian disaring lalu dipekatkan lagi dengan evaporator lalu diperoleh ekstrak etanol 2 dengan rendemen 13,21%. Setelah mendapatkan 5 ekstrak rimpang temulawak, Kemudian5 ekstrak tersebut dilakukan uji aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dengan konsentrasi masing-masing 10.000 ppm menggunakan metode sumuran. Berdasarkan hasil yang diperoleh yaitu untuk ekstrak etanol menghasilkan rata-rata zona hambat 11,15 mm, ekstrak etil asetat 10,08 mm, ekstrak n-heksan tidak ada aktivitas, ekstrak etil asetat 2 10,85 mm dan ekstrak etanol 2 rimpang temulawak 10,72 mm. Ternyata ekstrak etanol yang pertama mempunyai aktivitas yang lebih besar ditunjukkan dengan zona hambat yang lebih besar dibanding ekstrak yang lain dengan rata-rata diamaeter hambat 11,15 mm. Jadi ekstrak etanol yang pertama inilah yang ditambahakan dalam pembuatan sediaan emulgel. Setelah terpilih ekstrak etanol yang pertama yang paling bagus, ekstrak ini kemudian dilakukan uji aktivitas antibakteri lagi dengan beberapa konsentrasi yaitu 10.000 ppm, 20.000 ppm, 30.000 ppm, 40.000 ppm dan 50.000 ppm. Setelah itu diukur zona hambatnya dan diperoleh rata-rata diameter zona hambat yan dihasilkan dari masing-masing konsentrasi yaitu 11,10 mm; 11,12 mm; 12,50 mm; 12,68 mm; dan 13,25 mm. Kemudian dilakukan pengujian KHM (Konsentrasi hambat minimum) dengan berbagai konsentrasi yaitu 10000 ppm, 9750 ppm, 9500 ppm, 9250 ppm dan 9000 ppm. Dari pengujian tersebut didapat KHM untuk ekstrak etanol rimpang temulawak yaitu pada konsenrasi 10.000 ppm. Pembuatan sediaan emulgel yaitu pemilihan basis emulgel dengan berbagai konsentrasi HPMC (2%, 4%, 6% dan 8%). Untuk memilih basis emulgel yang stabil dilakukan pengujian untuk setiap formula dengan melakukan uji organoleptik, pH, homogenitas dan viskositas yang diamati selama 28 hari dan juga freeze thaw yang diamati selama 3 siklus. Berdasarkan hasil semua uji tersebut diperoleh hasil basis emulgel yang paling stabil adalah formula yang ke 4 yang mengandung HPMC sebesar 8%, sehingga dijadikan basis untuk pembuatan sediaan emulgel yang mengandung ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Tahap selanjutnya dibuat 4 formula sediaan emulgel yang mengandung ekstrak etanol rimpang temulawak dengan berbagai kosentrasi (1%, 1,5% dan 2%) dan satu formula tanpa ekstrak etanol rimpang temulawak. Dilihat dari hasil pengamatan organoleptik yaitu tekstur semua formula lembut, sedangkan untuk warna sediaan tanpa ekstrak etanol rimpang temulawak warnanya putih, pada sediaan dengan ekstrak rimpang temulawak 1 % warnanya kuning muda, pada sediaan dengan ekstrak rimpang temulawak 1,5% warnanya kuning dan pada sediaan dengan ekstrak rimpang temulawak 2% warnanya kuning tua. Perubahan warna yang terjadi disebabkan oleh perbedaan konsentrasi ekstrak rimpang temulawak yang ditambahkan ke dalam sediaan emulgel, semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka warnanya semakin pekat.Untuk baunya semua sediaan emulgel tidak berubah tetap berbau khas temulawak. Pada pengujian pH dapat diketahui bahwa sediaan emulgel yang dibuat dengan berbagai konsentrasi ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) selama 28 hari penyimpanan mempunyai pH yang stabil dan memenuhi persyaratan pH sediaan yang digunakan untuk kulit yaitu berkisar 4,5-6,5(28). Pada pengujian viskositas dengan menggunakan alat Viscometer Brookfield Helipath Stand, dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil pada grafik selama 28 hari penyimpanan semua sediaan relatif stabil. Pada pengamatan homogenitas, semua sediaan emulgel tetap homogen dan stabil, tidak mengalami perubahan selama penyimpanan 28 hari. Pada pengujian Freeze –thaw sediaan dengan menggunakan metode freezethaw, semua formula setelah dilakukan pengamatan selama penyimpanan 3 siklus semuanya tetap stabil. Pada uji aktivitas sediaan emulgel yang mengandung berbagai konsentrasi ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1%; 1,5%; dan 2% dengan metode sumuran dan menggunakan pembanding gel klindamisin dapat diperoleh hasil diameter zona hambat masing-masing sebesar 10,28mm; 10,3mm; dan 11,08 mm. Sedangkan untuk pembanding menghasilkan diameter zona hambat yang sangat besar yaitu 20,42 mm. Hal ini disebabkan karena pembanding merupakan gel yang mengandung senyawa murni klindamisin yang efektif sebagai antibakteri sedangkan sediaan emulgel ini mengandung ekstrak etanol rimpang temulawak yang belum diisolasi zat aktifnya. 5. Kesimpulan Ekstrak etanol rimpang temulawak mempunyai aktivitas antibakteri yang baik terhadap Propionibacterium acnes dengan menghasilkan diameter zona hambat sebesar 11,15 mm dan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) terdapat pada konsentrasi 10000 ppm. Hasil evaluasi sediaan emulgel ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)yang meliputi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, pH, viskositas dan freeze-thaw relatif stabil. Sediaan emulgel yang mengandung berbagai konsentrasi ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)1%; 1,5%; dan 2% mempunyai aktivitas antibakteri terhadap propionibacterium acnes dengan menghasilkan zona hambat sebesar 10,28±0,15 mm; 10,32±0,20 mm; dan 11,08±0,20mm. 6. Daftar Pustaka Agbor, V.O., Ma’Ori, L., dan Opajobi, S.O., 2011, Bacterial Resistance to Cephalosporins in Clinical Isolates in Jos University Theacing Hospital (JUTH), NYSJ, 4(9), 46-55 Aulton, M.E., Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, New York: Churchill Livingstone, 1996, Hal 282-299 Brook, G.F., Butel, J.S, dan Morse, S.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Selemba Medika:Jakarta Colome, J., Cano, RJJ., Kabinski, A.M. and Grady, D.V. 1986. Laboratory Exercise in Microbiology, New York: West PublishingCompany. Dalimartha, S, 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2, Trubus Agriwidyo, Jakarta, hal 182-188 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal 153-154 Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 72 Djuanda, A., 1987, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia, Jakarta, Hal. 3-4, 6-8 Dwidjoseputro. 1987. Dasar-dasar Mikrobiologi. Surabaya : Penerbit Djambatan Humida, 2009, Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Emulgel Yang Mengandung Beta-Karoten Dari Ekstrak Buah Labu Parang (Cucurbita moschata [Duch.] Poir), Jurusan Farmasi, MIPA, Universitas Garut Irianto K. 2007. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: CV yrama Widya Krisna.M, Tendi & Pratiwi.P, Astri, 2010, 101 Ramuan Tradisional Untuk Mengatasi Berbagai Penyakit, Penerbit INSANIA, Jakarta, Hal 69 Kumesan, Y. A N, 2013, Formulasi Dan Uji Aktifitas Antijerawat Ekstrak Umbi Bakung (Crinum asiaticum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Secara Invitro, Jurnal Ilmiah Farmasi, Volume 2 No.02, Hal 19 Lestari, Y., 2011, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dari Lima Tanaman Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Dengan Metode Mikrodilusi M7A6CLSI,Tugas Akhir Sarjana Farmasi, Jurusan Farmasi, FMIPA, UNIGA. Garut. Lieberman, Reiger, M.M., Barker, Pharmaceutical Dosage, Form: System Volume 2, New York: Marcel Dekker Inc, 1989, Hal. 495-508 Disperce Meilisa, 2009, Uji Aktivitas Antibakteri Dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul Dari Ekstrak Etanol Rimpang Tumbuhan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)Terhadap Beberapa Bakteri, Tugas Akhir Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Mitsui, T., 1997, New Cosmetic science, Elsevier: Amsterdam. Mohamed, M.I., Optimization of Chlorphenesin Emulgel Foemulation, The AAPS Journal 6:3, 2004. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat, Edisi V. terjemahan Widianto, M.B. & Ranti, A.S., Edisi Kelima, Penerbit Insitut Tekhnologi Bandung, Bandung, Hal.634-657. Oprica, C. 2004. Antibiotic Resistant propionibacteriumacnes on theskin of patient with moderate to severe acne, Journal ofPharmacology 10(3): 155-164. Pratiwi, S.T., 2008. Mikrobiologi Farmasi,Jakarta : Erlangga. Hal 188-191 Price, S.A, dan Wilson, L.M,.1991, “Patofisiologi” Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, edisi 2, EGC, Jakarta hal 456 Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Quinn M., E. (2009), Handbook of Pharmaceutical Excipients, Lexi Comp: American Pharmaceutical Association, Inc. Page 111-115, 301-303, 466-471, 629-632 Rukmana, R, 1995, Temulawak Tanaman Rempah Dan Obat, Kansius. Yogyakarta, Hal 14-17 Sukandar, E.Y, 2011, ISO Farmakoterapi 2, Penerbit: Ikatan Apoteker Indonesia, Jakarta hal 1-8 Tranggono., 1988. Patofisiologi Melanin. Makalah Disajikan Dalam Symposium Kelainan Pigmentasi Kulit Dan Penanggulangan. PADVI Jaya, Jakarta Voight, R., Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Penerjemah: Soendani N.S., Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, Hal. 442-443 Wade, A., and Paul J.W., 1994, Handbook of Pharmaceutical Recipients, second edition, American Pharmaceutical Association: Washington. Waluyo, L., 2007, Mikrobiologi Umum, UMM: Malang Wasitaatmaja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik. Jakarta: UI Press. Wattimena, J. R., N. C., Sugiarso., M.B Widianto., E. Y. Sukandar., Andreanus A. Soemarji dan A. R. Setiadi., “ Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik”. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Insitut Teknologi Bandung, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 1991. FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI CAIR DARI EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN Retty Handayani Abstrak Telah dilakukan penelitian mengenai formulasi sediaan sabun mandi cair dari ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai anti oksidan. Sediaan sabun mandi cair dievaluasi berdasarkan Standar Nasional Indonesia. Berdasarkan pengujian stabilitas sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya yang meliputi uji organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, bobot jenis, dan tegangan permukaan menghasilkan sediaan sabun mandi cair yang stabil selama 28 hari penyimpanan. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan spektofotometri UV-Vis pada λ= 516 nm menunjukkan bahwa sabun mandi cair pada konsentrasi 0,5 % memberikan aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai IC50 sebesar 6,235 ppm. Akan tetapi aktivitas antioksidan sabun mandi cair ekstrak etanol daun papaya lebih kecil dari sediaan sabun mandi cair yang mengandung vitamin C. Berdasarkan uji keamanan menunjukkan bahwa formula sabun mandi cair ekstrak etanol daun papaya dengan berbagai konsentrasi aman digunakan dan tidak mengiritasi kulit. Kata kunci : formulasi, ujistabilitas, sabunmandicair, ekstrak etanol daun pepaya, aktivitas antioksidan 7. Pendahuluan Perkembangan gaya hidup yang akhir-akhir ini mengarah lagi ke alam (back to nature) membuktikan bahwa hal-hal yang alami bukan hal yang ketinggalan jaman.Penggunaan tumbuhan sebagai obat telah lama dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia yang disebut sebagai obat tradisional. Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan adalah daun pepaya (Carica papaya L.). Daun pepaya mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavanoid, terpenoid, saponin dan enzim papain. Senyawa alkaloid atau saponin ini yang dominan menyumbang rasa pahit pada daunpepaya. Fungsi senyawasenyawa inilah yang berperan penting membantu daya tahan kulit terhadap kondisi lingkungan. Penggunaan bahan alam selain untuk pengobatan tradisional juga banyak digunakan untuk kosmetik salah satunya sediaan sabun mandi. Sabun merupakan sediaan kosmetik yang banyak digunakan orang sebagai pembersih tubuh saat mandi. Sediaan sabun juga berkembang, tidak hanya sediaan padat atau cair akan tetapi terjadi modifikasi dalam sediaan tersebut. Salahsatu sediaan sabun mandi yang disenangi konsumen adalah sediaan sabun mandi cair. Sabun mandi cair memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan sabun batang karena sabun batang mudah jatuh atau terendam karena licin ketika digunakan atau ditempatkan sehingga menyebabkan sabun menjadi kotor dan rusak. Sediaan sabun mandi cair dipilih karena alasan sanitasi, praktis, higienis, tidak mudah jatuh dan kotor serta mudah dibawa kemana-mana. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dibuat formulasi sediaan sabun mandi cair dari ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai antioksidan yang stabil dan aman digunakan. 8. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Universitas Garut. Tahap awal penelitian yaitu dilakukan pengumpulan daun pepaya (Carica papaya L.) yang diperoleh dari Daerah Cikajang, Kabupaten Garut, kemudian dilakukan determinasi tumbuhan di Institut Teknologi Bandung Sekolah Ilmu Teknologi Hayati.Kemudian dilakukan karakteristik dan penapisan fitokimia daun pepaya, dan pembuatan ekstrak daun pepaya dengan menggunakan pelarut etanol 96% selama 3 x 24 jam kemudian ekstrak cair etanol yang didapat diepavorasi untuk mendapatkan ekstrak kental daun pepaya, kemudian ekstrak kental daun pepaya dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Tahap selanjutnya dilakukan penentuan basis sabun mandi cair dengan berbagai konsentrasi Na lauril sulfat dan dilakukan pengujian terhadap basis sabun mandi cair untuk memperoleh basis yang stabil dan dapat digunakan untuk formulasi sabun mandi cair yang mengandung ekstrak etanol daun pepaya. Sediaan sabun mandi cair dievaluasi yang meliputi uji organoleptik, bobot jenis, homogenitas, tegangan permukaan, pengukuran pH, pengukuran viskositas. Dan dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH terhadap sediaan sabun mandi cair yang mengandung ekstrak etanol daun pepaya, dan menggunakan sabun mandi cair vitamin C sebagai pembanding. 9. Hasil Penelitian Pengumpulan Bahan dan Determinasi Tanaman yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah daun pepaya (Carica papaya L.) yang diperoleh di daerah Cikajang Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tanaman pepaya dideterminasi di Institut Teknologi Bandung Sekolah Ilmu Teknologi Hayati. Pengolahan Simplisia Daun Pepaya (Carica papaya L.) Daun pepaya (Carica papaya L.) yang telah dikumpulkan, dipisahkan dari pengotornya kemudian ditimbang setelah itu dicuci dengan air mengalirkan dan dikeringkan, kemudian dirajang menjadi bagian yang lebih kecil untuk memudahkan dan menyempurnakan pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan penjemuran tanpapemanasan sinar matahari langsung. Daun pepaya yang sudah dikeringkan kemudian digiling menjadi serbuk. Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Daun Pepaya (Carica papaya L.) Penetapan Kadar Air Simplisia dimasukkan ke dalam labu kering yang diperkirakan mengandung 2 mL sampai 4 mL air. Masukkan lebih kurang 200 mL toluen ke dalam labu, panaskan labu dengan hati-hati selama 15 menit. Hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga tetes 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam pendingin dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga dan sesudah dibasahi toluen. Lanjutkan pengeringan 5 menit. Biarkan tabung menerima pendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada dinding tabung penerima, gosok dengan karet yang dikaitkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluen hingga tetesan air turun sampai air dan toluen memisah sempurna. Volume air dibaca dan dihitung terhadap serbuk kering. Penetapan Kadar Abu Total Kurang lebih dua sampai tiga gram zat yang telah dihaluskan dan ditimbang dengan teliti, kemudian dimasukkan kedalam krus yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian zat tersebut diratakan. Lalu dipijarkan secara perlahan-lahan hingga arang habis, setelah itu didinginkan, dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Kertas saring dipijarkan dalam krus yang sama.Filtrat dimasukkan kedalam krus, diuapkan, dan dipijarkan hingga bobot tetap, kemudian ditimbang. Kadar abu total dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Penetapan Kadar Sari Larut Air Sejumlah 5 gram serbuk dimaserasi selama 24 jam dengan air 100 ml air kloroform, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam setelah 4 jam kemudian disaring, diuapkan selama 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan dasar rata yang telah disaring, diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan dasar rata yang telah ditara, sisa dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. kadar dihitung terhadap simplisia yang telah dikeringkan diudara. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol Serbuk simplisia dikeringkan terlebih dahulu di udara. Sejumlah 5 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan etanol 96% selama 24 jam dengan menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dibiarkan selama 18 jam. Setelah 4 jam kemudian disaring dengan menghindarkan penguapan etanol (96%), 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal dasar rata yang sudah ditara, kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105o C hingga bobot tetap. Kemudian dihitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (96%), kadarnya dihitung terhadap bobot yang sudah dikeringkan. Penetapan Susut Pengeringan Dua gram serbuk simplisia ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus porselen bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. simplisia diratakan dalam krus porselen dengan menggoyangkan krus hingga merata. masukkan ke dalam oven, buka tutup krus, panaskan pada temperatur 100oC sampai dengan 105oC, timbang dan ulangi pemanasan sampai didapat berat yang konstan. Tabel 3.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Karakterisasi Hasil (%) MMI (%) Kadar abu total 11,0 ≥12 Kadar abu tidak larut asam 0,06 ≥1 Kadar sari larut air 6,4 ≤30 Kadar sari larut etanol 9,32 ≤15 Kadar air 5,5 ≤10 Susut pengeringan 7,25 ≤10 Keterangan : MMI : Materia Medika Indonesia Penapisan Fitokimia Alkaloid Sebanyak 2 gram serbuk simplisia ditambahkan dengan 5 ml ammonia 25% dan digerus dalam mortir, kemudian sditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kuat kemudian disaring, filtrat diteteskan pada kertas saring ditambah pereaksi Dragendoeff. Reaksi positif jika terbentuk warna merah. Filtrat lainnya (lapisan organik) di ekstrak dengan HCl 10% sebanyak 2 kali kedalam 5 ml ekstrak ekstrak HCl ditambahkan pereaksi Dragendroff dan reaksi dinyatakan positif jika terbentuk endapan merah bata dan 5 ml ekstrak HCl dalam tabung reaksi yang lain ditambah dengan pereaksi Mayer terbentuk endapan putih, maka positif alkaloid. Steroid atau Triterpenoid Sebanyak 1 gram simplisia dimaserasi dengan 25 ml eter selama 2 jam, kemudian disaring, filtrat diambil sebanyak5 ml dan diuapkan dalam cawan penguap, kemudian ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan ditambahkan 1 tetes asam sulfat pekat ditambahkan dalam residu. Bila terbentuk warna ungu-biru/hijau kemungkinan terdapat steroid atau triterpenoid. Flavonoid Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan 100 mL air panas, didihkan selama 15 menit kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 mL ditambahkan serbuk Mg dan ditambahkan 2 mL larutan alkohol/HCl (1:1), dikocok kuat-kuat kemudian dibiarkan memisah. Jika di dalam fase amil alkohol berwarna kuning atau jingga maka terdapat flavonoid dalam simplisia. Saponin Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan 100 mL air panas, didihkan selama 15 menit kemudian disaring. Sebanyak 100 mL filtrat dalam tabung reaksi dikocok vertikal selama 10 detik, dan didiamkan selama 10 menit, maka pengujian dilanjutkan dengan penambahan 2 tetes HCl 2N jika busa tersebut tetap maka di dalam simplisia terkandung saponin. Tanin Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan air panas 100 mL air, didihkan selama 15 menit kemudian disaring. Siapkan 3 tabung reaksi masing-masing berisi 5 mL larutan filtrat. Tabung 1 direaksikan dengan larutan besi (III) klorida 1 % (positif senyawa fenol bila terbentuk warna biru tinta atau hitam), tabung kedua ditambahkan gelatin (positif tanin bila terbentuk endapan putih), pada tabung ketiga ditambahkan pereaksi steasmy(formaldehid 30% : HCl 2:1) kemudian dipanaskan dalam penangas air 90oC (terbentuk endapan muda menunjukkan simplisia positif mengandung tanin katekat) selanjutnya endapan pada tabung ketiga disaring dan filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat lalu ditambah dengan larutan besi (III) klorida 1% (terbentuknya warba biru tinta atau hitam menunjukkan simplisia positif menunjukkan adanya tanin galat). Kuinon Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air, kemudian disaring. Filtrat ditetesi larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan adanya senyawa kelompok kuinon. Tabel 3.2 Hasil Penapisan Fitokimia Daun Pepaya (Carica papaya L.) Penapisan Fitokimia Hasil Alkaloid + Flavonoid + Kuinon - Saponin + Tanin + Steroid/triterpenoiid + Keterangan : + : Terdeteksi - : Tidak terdeteksi Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Serbuk simplisia dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96% selama 3 x 24 jam. Hasil maserasi disaring lalu dievaporasi hingga diperoleh ekstrak kental. Tabel 3.3 Rendemen Simplisia Daun Pepaya (Carica papaya L.) Berat Basah (gram) Berat Simplisia(gram) Rendemen (%) 3500 550 15,71 Tabel 3.4 Rendemen Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Berat Simplisia(gram) Berat Ekstrak (gram) Rendemen (%) 550 50,88 9,25 Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.)denganMetode DPPH Penyiapan Sampel Ekstrak etanol daun pepaya 1% dibuat larutan stok dengan konsentrasi 10000 ppm. Dari konsentrasi tersebut diencerkan menjadi 1000 ppm untuk memperoleh ekstrak etanol daun pepaya 0,1%. Kemudian ekstrak etanol daun pepaya 0,1% dibuat larutan standar 100, 200, 300, 400, 500, 600 ppm. Penyiapan Larutan Pembanding Vitamin C 1% dibuat larutan stok dengan konsentrasi 10000 ppm. Dari konsentrasi tersebut diencerkan menjadi 1000 ppm untuk memperoleh vitamin C 0,1%. Kemudian dari vitamin C 0,1% dibuat larutan standar 100, 200, 300, 400, 500, 600 ppm. Pembuatan Larutan DPPH Larutan DPPH dengan konsentrasi 0,010 % b/v dibuat dengan menimbang kristal DPPH 10 mg dan dilarutkan dalam etanol 100 mL untuk segera digunakan dan dijaga dalam temperatur rendah dan terlindung dari cahaya. Penetapan IC50 dengan Metode DPPH Sebanyak 1 ml larutan ekstrak etanol daun pepaya dan vitamin C dari berbagai konsentrasi masing-masing ditambahkan 1 mL DPPH 0,010%. Campurkan sampel lalu divorteks dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 516 nm. Sebagai blanko dilakukan pengukuran serapan DPPH pada panjang gelombang yang sama. Setelah diperoleh nilai absorban kemudian dihitung % peredaman menggunakan rumus sebagai berikut: % x 100 % = Kemudian ditentukan nilai IC50 yaitu konsentrasi yang mampu meredam 50% radikal bebas. Tabel 3.5 Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) pada Konsentrasi 0,1% Konsentrasi (ppm) Absorban Persen Peredaman (%) 10 0,252 32,800 20 0,246 34,400 30 0,242 35,466 40 0,236 37,066 50 0,230 38,666 60 0,222 40,800 % Peredaman 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 y = 0,155x + 31,093 R² = 0,995 0 10 20 30 40 50 60 70 Konsentrasi (ppm) Gambar 3.1 Grafik hubungan persentase peredaman terhadap konsentrasi ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) dengan IC50 = 1,219 ppm Keterangan : Absorban kontrol = 0,375 Tabel 3.6 Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) pada Konsentrasi 1% Konsentrasi (ppm) Absorban Persen Peredaman (%) 100 0,232 38,133 200 0,224 40,266 300 0,220 41,333 400 0,216 42,400 500 0,210 44,000 600 0,202 46,133 % Peredaman 50 40 y = 0,015x + 36,817 R² = 0,992 30 20 10 0 0 200 400 600 800 Konsentrasi (ppm) Gambar 3.2 Grafik hubungan persentase peredaman terhadap konsentrasi ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) dengan IC50 = 8,788 ppm Keterangan : Absorban kontrol = 0,375 Tabel 3.7 Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan dari Vitamin C pada Konsentrasi 0,1% Absorban Persen Peredaman (%) 10 0,206 45,066 20 0,195 48,000 30 0,185 50,666 40 0,176 53,066 50 0,168 55,200 60 0,154 58,933 % Peredaman Konsentrasi (ppm) 70 60 50 40 30 20 10 0 y = 0,266x + 42,488 R² = 0,997 0 20 40 60 80 Konsentrasi (ppm) Gambar 3.3 Grafik hubungan persentase peredaman terhadap konsentrasi vitamin C dengan IC50 = 2,824 ppm Keterangan : Absorban kontrol = 0,375 Tabel 3.8 Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan dari Vitamin C pada Konsentrasi 1% Konsentrasi (ppm) Absorban Persen Peredaman (%) 100 0,183 51,200 200 0,172 54,133 300 0,160 57,333 400 0,154 58,933 500 0,143 61,866 600 0,132 64,800 70 % Peredaman 60 50 y = 0,026x + 48,764 R² = 0,997 40 30 20 10 0 0 200 400 600 800 Konsentrasi (ppm) Gambar 3.4 Grafik hubungan persentase peredaman terhadap konsentrasivitamin C dengan IC50 = 4,753 ppm Keterangan : Absorban kontrol = 0,375 Pemilihan Basis Sabun Mandi Cair dengan Menggunakan Berbagai Konsentrasi Na Lauril Sulfat Dibuat basis sabun mandi cair dengan 3 formula yang berbeda konsentrasi Na lauril sulfat (2%, 4%, 6%). Setelah itu dipilih basis sabun mandi cair berdasarkan hasil evaluasi yang terdiri dari pengamatan organoleptik, pH, homogenitas, bobot jenis dan tegangan permukaan selama 28 hari. Dari hasil evaluasi diperoleh basis sabun mandi cair yang paling baik yaitu pada basis 3 dengan konsentrasi Na lauril sulfat 6%. Tabel 3.9 Formula Basis Sabun Mandi Cair dengan Berbagai Konsentrasi Na Lauril Sulfat Bahan Formula (%) B1 B2 B3 Na lauril sulfat 2 4 6 Minyak zaitun 5 5 5 Asam stearat 2,5 2,5 2,5 Gliserin 1 1 1 HPMC 2 2 2 TEA 0,35 0,35 0,35 Metil paraben 0,18 0,18 0,18 Profil paraben 0,02 0,02 0,02 qs qs qs Add 100 Add 100 Add 100 Parfum Aquadest Keterangan : B1 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 2 % B2 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 4 % B3 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 6 % Pembuatan Sabun Mandi Cair dengan Berbagai Konsentrasi dari Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Setelah dilakukan pemilihan basis sabun mandi cair dengan berbagai konsentrasi Na Lauril Sulfat, maka konsentrasi Na Lauril Sulfat yang dipilih adalah B3 dengan konsentrasi 6%. Sediaan sabun mandi cair dibuat 4 formula yaitu F0, F1, F2 dan F3 yang ditambahkan zat aktif yaitu ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0%, 0,1%, 0,3% dan 0,5%. Untuk pembuatan sediaan sabun mandi cair. Tabel 3.10 Formula Sabun Mandi Cair dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Bahan Formula (%) F0 F1 F2 F3 Ekstrak etanol daun pepaya 0 0,1 0,3 0,5 Na lauril sulfat 6 6 6 6 Minyak zaitun 5 5 5 5 Asam stearat 2,5 2,5 2,5 2,5 Gliserin 1 1 1 1 HPMC 2 2 2 2 TEA 0,35 0,35 0,35 0,35 Metil paraben 0,18 0,18 0,18 0,18 Propil paraben 0,02 0,02 0,02 0,02 qs qs qs qs Add 100 Add 100 Add 100 Add 100 Parfum Aquadest Keterangan : F0 = Sabun mandi cair tanpa ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) F1 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,1% F2 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,3% F3 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,5% EvaluasiSediaan Sabun Mandi Cair Pengamatan Organoleptik Setiap sediaan sabun mandi cair yang dibuat diamati perubahan kejernihan, warna dan bau. Pengamatan organoleptik ini dilakukan selang 7 hari selama 28 hari penyimpanan yaitu pada hari 1, 7, 14, 21, dan 28 hari penyimpanan. Pengukuran pH Sabun mandi cair diukur dengan pH meter, kemudian pH yang terukur dicatat. Pengukuran pH ini dilakukan selang 7 hari selama 8 hari penyimpanan yaitu pada hari ke 1, 7, 14, 21, dan 28 hari penyimpanan. Pengukuran Viskositas Sabun mandi cair yang dibuat diukur dengan menggunakan alat viskometer Brookfield, nilai viskositas dapat diketahui dengan membaca skala pada alat. Pengukuran viskositas dilakukan selang 7 hari selama 28 hari penyimpanan yaitu pada 1, 7, 14, 21, dan 28 hari penyimpanan. Pengamatan Homogenitas Sabun mandi cair dioleskan tipis merata pada kaca bening, kaca tersebut diarahkan pada cahaya dan tidak boleh terlihat adanya padatan. Pemeriksaan homogenitas ini dilakukan selang 7 hari selama 28 hari penyimpanan yaitu hari ke 1, 7, 14, 21, dan 28 hari penyimpanan. Bobot Jenis Setiap sediaan dilakukan penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer. Piknometer yang bersih dan kering ditimbang sebagai piknometer kosong (WO), lalu diisi dengan air suling kemudian ditimbang (W2), kemudian buang air suling tersebut dan keringkan. Kemudian diisi dengan cairan yang akan diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pengukuran air, dan timbang (W3). Hitung bobot jenis cairan menggunakan persamaan : W2 − W0 = W1 − W2 Keterangan : W0 = Berat piknometer kosong W1 = Berat piknometer + air suling W2 = Berat piknometer + sampel Pengukuran Tegangan Permukaan Pengukuran tegangan permukaan menggunakan alat cincin Du Nouy. Tegangan permukaan yang diperoleh kemudian dikalikan dengan faktor koreksi yang dihitung. Hasil kali tersebut adalah harga tegangan permukaan mutlak dalam Mn.m-1. Pengujian Keamanan Pengujian keamanan sediaan dilakukan dengan uji iritasi terhadap 20 orang sukarelawan, yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan sabun mandi cair. Selanjutnya perubahan yang diamati, jika tidak terjadi reaksi (tidak merah atau tidak gatal) diberi tanda (-), jika terjadi reaksi (kulit merah atau gatal) diberi tanda (+). Uji keamanan dilakukan dengan waktu pemberian jam 06.00 dan 17.00 selama 3 hari. Tabel 3.11 Hasil Pengamatan Organoleptik Basis Sabun Mandi Cair dengan Berbagai Konsentrasi Na Lauril Sulfat SelamaWaktu Penyimpanan Formula B1 B2 B3 Karakteristik yang diamati Perubahan yang diamati pada hari ke1 7 14 21 28 Warna P P P P P Bau Tb Tb Tb Tb Tb Konsistensi K K K K K Warna P P P P P Bau Tb Tb Tb Tb Tb Konsistensi K K K K K Warna P P P P p Bau Tb Tb Tb Tb Tb Konsistensi K K K K K Keterangan : B1 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 2 % B2 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 4 % B3 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 6 % P = Putih Tb = Tidak Berbau K = Kental Tabel 3.12 Hasil Pengujian pH Basis Sabun Mandi Cair dengan Berbagai Konsentrasi Na Lauril Sulfat Selama Waktu Penyimpanan Pengukuran pH basis sabun mandi cair pada hari ke- Formula 1 7 14 21 28 B1 4,88 4,70 4,62 4,43 4,29 B2 4,98 4,83 4,70 4,53 4,34 B3 5,32 5,24 5,10 4,94 4,77 6.0 5.0 pH 4.0 3.0 B1 2.0 B2 1.0 B3 0.0 1 7 14 21 28 Waktu (Hari ke-) Gambar 3.5 Hasil pengukuran pH basis sabun mandi cair Keterangan : B1 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 2 % B2 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 4 % B3 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 6 % Tabel 3.13 Hasil Pengujian Homogenitas Basis Sabun Mandi Cair dengan Berbagai Konsentrasi Na Lauril Sulfat SelamaWaktu Penyimpanan Formula Pengamatan homogenitas basis sabun mandi cair pada hari ke1 7 14 21 28 B1 H H H H H B2 H H H H H B3 H H H H H Tabel 3.14 Hasil Pengamatan Bobot Jenis Basis Sabun Mandi Cair Formula Gram/mL B1 1,04 B2 1,05 B3 1,06 Tabel 3.15 Hasil Pegujian Tegangan Permukaan Basis Sabun Mandi Cair Formula Tegangan Permukaan (Dyne/Cm) B1 0,029 B2 0,029 B3 0,031 Keterangan : B1 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 2 % B2 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 4 % B3 = Basis sabun mandi cair mengandung Na lauril sulfat 6 % Tabel 3.16 Hasil Pengamatan Organoleptik Sediaan Sabun Mandi Cair yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Selama Waktu Penyimpanan Formula FO F1 F2 F3 Karakteristik yang diamati Perubahan yang diamati pada hari ke1 7 14 21 28 Warna P P P P P Bau Pa Pa Pa Pa Pa Konsistensi K K K K K Warna Hm Hm Hm Hm Hm Bau Pa Pa Pa Pa Pa Konsistensi K K K K K Warna H H H H H Bau Pa Pa Pa Pa Pa Konsistensi K K K K K Warna Ht Ht Ht Ht Ht Bau Pa Pa Pa Pa Pa Konsistensi K K K K K Keterangan : F0 = Sabun mandi cair tanpa ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) F1 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,1% F2 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,3% F3 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,5% P = Putih Hm = Hijau Muda H = Hijau Ht = Hijau Tua K =Kental Pa = Parfum Tabel 3.17 Hasil Pengujian pH Sediaan Sabun Mandi Cair yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Selama Waktu Penyimpanan Formula pH pada hari ke7 14 21 28 F0 7,53 7,39 7,29 7,08 7,03 F1 7,44 7,38 7,31 7,28 7,23 F2 7,36 7,30 7,27 7,20 7,16 F3 7,24 7,20 7,16 7,12 7,07 PH 1 7.6 7.5 7.4 7.3 7.2 7.1 7 6.9 6.8 6.7 F0 F1 F2 F3 1 7 14 21 28 Waktu (Hari ke-) Gambar 3.6 Grafik Hubungan Waktu Penyimpanan terhadap pH Sediaan Keterangan : F0 = Sabun mandi cair tanpa ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) F1 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,1% F2 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,3% F3 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,5% Tabel 3.18 Hasil Pengujian Viskositas Sediaan Sabun Mandi Cair yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Selama Waktu Penyimpanan Formula Pengukuran Viskositas (Cps) Sabun Cair Ekstrak Etanol Daun Pepaya pada Hari ke7 14 21 28 F0 22.370 22.500 22.620 22.630 22.650 F1 23.500 23.620 23.750 24.210 24.250 F2 26.500 26.620 27.120 27.370 27.500 F3 33.120 33.250 33.370 33.500 33.620 Viskositas (Cps) 1 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 F0 F1 F2 F3 1 7 14 21 28 Waktu (Hari ke-) Gambar 3.7 Grafik Hubungan Waktu Penyimpanan terhadap Viskositas Sediaan Keterangan : F0 = Sabun mandi cair tanpa ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) F1 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,1% F2 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,3% F3 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,5% Tabel 3.19 Hasil Pengujian Homogenitas Sediaan Sabun Mandi Cair yang Mengandung BerbagaiKonsentrasi Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Selama Waktu Penyimpanan Homogenitas pada hari ke- Formula 1 7 14 21 28 F0 H H H H H F1 H H H H H F2 H H H H H F3 H H H H H Keterangan : F0 = Sabun mandi cair tanpa ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) F1 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,1% F2 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,3% F3 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,5% H = Homogen Tabel 3.20 Hasil Pengujian Bobot Jenis Sediaan Sabun Mandi Cair yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Formula Gram/mL F0 1,06 F1 1,05 F2 1,06 F3 1,06 Keterangan : F0 = Sabun mandi cair tanpa ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) F1 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,1% F2 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,3% F3 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,5% Tabel 3.21 Hasil Pengujian Tegangan Permukaan Sediaan Sabun Mandi Cair yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Selama Waktu Penyimpanan Formula Tegangan Permukaan (Dyne/Cm) F0 0.031 F1 0.026 F2 0.028 F3 0.029 Keterangan : F0 = Sabun mandi cair tanpa ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) F1 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya(Carica papaya L.) 0,1% F2 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.)0,3% F3 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.)0,5% Tabel 3.22 Hasil Pengujian Iritasi (Keamanan) Sediaan Sabun Mandi Cair yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Pengamatan pada hari ke1 sukarelawan F0 F1 2 F2 F3 F0 F1 3 F2 F3 F0 F1 F2 F3 1 - - - - - - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - 3 - - - - - - - - - - - - 4 - - - - - - - - - - - - 5 - - - - - - - - - - - - 6 - - - - - - - - - - - - 7 - - - - - - - - - - - - 8 - - - - - - - - - - - - 9 - - - - - - - - - - - - 10 - - - - - - - - - - - - 11 - - - - - - - - - - - - 12 - - - - - - - - - - - - 13 - - - - - - - - - - - - 14 - - - - - - - - - - - - 15 - - - - - - - - - - - - 16 - - - - - - - - - - - - 17 - - - - - - - - - - - - 18 - - - - - - - - - - - - 19 - - - - - - - - - - - - 20 - - - - - - - - - - - - Keterangan : F0 = Sabun mandi cair tanpa ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) F1 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,1% F2 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.)0,3% F3 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.)0,5% = Tidak terjadi reaksi iritasi + = Tidak terjadi reaksi panas ++ = Terjadi reaksi kemerahan dan iritasi +++ = Terjadi rasa gatal Pengujian Aktivitas Antioksidan Sabun Mandi Cair Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) dengan Metode DPPH Penyiapan sampel Sabun mandi cair dalam berbagai konsentrasiyang telah dibuat dengan penambahan ekstrak daun pepaya (0,1%; 0,3%; 0,5%). Dibuat larutan stok 10000 ppm yaitu sebanyak 1000 mg larutan dalam 100 mL etanol. Kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi 100, 200, 300, 400, 500, 600 ppm. Penyiapan Larutan Pembanding Sabun mandi cair dengan berbagai konsentrasi yang telah dibuat dengan penambahan vitamin C (0,1%, 0,3%, 0,5%) dibuat larutan stok 10000 ppm yaitu sebanyak 1000 mg dilarutkan dalam 100 mL etanol. Kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi 100, 200, 300, 400, 500, 600 ppm. Pembuatan Larutan DPPH Larutan DPPH dengan konsentrasi 0,010 % b/v dibuat dengan menimbang kristal DPPH 10 mg dan dilarutkan dalam etanol 100 mL. Penetapan IC50 dengan Metode DPPH Larutan sampel sabun mandi cair yang mengandung ekstrak daun pepaya (0,1%, 0,3%, 0,5%) dan larutan pembanding vitamin C (0,1%, 0,3%, 0,5%) sebanyak 1 ml, masing-masing ditambahkan 1 ml larutan DPPH. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 516 nm dan sebagai kontrol dilakukan pengukuran absorbansi terhadap larutan DPPH pada panjang gelombang yang sama. Setelah diperoleh nilai absorban kemudian dihitung % peredaman dengan menggunakan rumus sebagai berikut: % = x 100% Kemudian dibuat grafik antara persen aktivitas penangkapan radikal bebas dengan konsentrasi dan ditentukan nilai IC50. Nilai IC50 dapat dihitung dari kurva regresi linier antara persen aktivitas penangkapan radikal bebas dan berbagai konsentrasi. Tabel 3.23 Sediaan Sabun Mandi Cair dari Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) dan Vitamin C Hari ke-1 dan ke-28 No Uji 1 Nilai IC50 (ppm) pada hari ke1 28 F1 6,788 7,349 2 F2 6,496 6,663 3 F3 6,235 6,581 4 F4 5,198 5,432 5 F5 4,950 5,193 6 F6 4,617 4,892 Keterangan : F1 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 0,1% F2 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.)0,3% F3 = Sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.)0,5% F4 = Sabun mandi cair vitamin C 0,1% F5 = Sabun mandi cair vitamin C 0,3% F6 = Sabun mandi cair vitamin C 0,5% 10. Pembahasan Pada penelitian ini, bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) yang akan dibuat menjadi sediaan sabun mandi cair dan akan diuji aktivitas antioksidan sabun mandi cair denganMetode DPPH. Daun pepaya (Carica papaya L.) yang diperoleh di daerah Cikajang Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tanaman daun pepaya (Carica papaya L.) dideterminasi di Institut Teknologi Bandung Sekolah Ilmu Teknologi Hayati. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung alkaloid, steroid/triterpenoid, saponin, flavonoid dan tanin. Hasil pemeriksaan karakteristik menunjukkan bahwa simplisia kering daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung kadar air 5,5%; kadar abu total 11.0%; kadar abu tidak larut asam 0,06%; kadar sari larut air 6,4%; kadar sari larut etanol 9,32%; dan susut pengeringan 7,25%. Hasil karakterisasi simplisia kering daun pepaya (Carica papaya L.) memenuhi syarat kecuali kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam hasilnya dibawah nilai yang dipersyaratkan pada Materia Medika Indonesia. Ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) diperoleh dengan maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dilakukan selama 3 x 24 jam. Hasil maserasi disaring kemudian dipekatkan dengan evaporator hingga menjadi ekstrak kental dengan rendemen sebanyak 16,96%. Hasil pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH bisa menentukan nilai IC50. Nilai IC50 adalah konsentrasi yang menghambat 50% radikal bebas. Semakin kecil nilai IC50 maka akan semakin besar aktivitas antioksidannya. Ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 0,1% menghasilkan nilai IC50 = 1,219 ppm dan ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 1% menghasilkan nilai IC50 = 8,788 ppm. Sedangkan pada vitamin C pada konsentrasi 0,1% menghasilkan nilai IC50= 2,824 ppm dan vitamin C pada konsentrasi 1% menghasilkan nilai IC50 = 4,753 ppm. Pada tahap berikutnya dilakukan percobaan pendahuluan yaitu pembuatan formula basis sabun mandi cair (B1, B2, B3) dengan berbagai konsentrasi Na Lauril Sulfat (2%, 4%, 6%). Na Lauril Sulfat yang berfungsi sebagai surfaktan, trietanolamin sebagai basa, asam stearat sebagai penstabil busa, HPMC sebagai pengental, gliserin sebagai pelembut, metil paraben dan propil paraben sebagai pengawet. Berdasarkan hasil uji pendahuluan tersebut, formula basis B3 ini dipilih karena lebih stabil, memiliki raba kulit dan konsistensi yang baik untuk sediaan sabun mandi cair yang selanjutnya akan diformulasikan dalam bentuk sediaan sabun mandi cair yang mengandung ekstrak etanol daun pepaya. Selanjutnya dibuat tujuh sediaan sabun mandi cair, tiga sediaan mengandung ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 0,1%, 0,3% dan 0,5%, tiga sediaan lagi mengandung vitamin C sebagai pembanding dengan konsentrasi 0,1%, 0,3% dan 0,5% dan satu sediaan tanpa ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai basis sabun mandi cair. Evaluasi sediaan sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) dilakukan dengan cara membandingkan keadaan sabun cair sebelum dan sesudah penyimpanan selama 28 hari. Berdasarkan data pada tabel 4.16 formula F0 memiliki warna putih, sedangkan formula F1, F2 dan F3 warna sabun mandi cair yang dihasilkan berwarna hijau. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun pepaya yang ditambahkan, maka semakin pekat warna dalam sediaan, penambahan parfum pada sediaan sabun mandi cair menyebabkan ke 4 formula F0, F1, F2 dan F3 memiliki bau parfum jasmin. Parfum jasmin ini dipilih karena memiliki bau yang lembut dan cocok untuk sediaan sabun mandi cair. Bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang ditambahkan, maka pH sediaan semakin rendah dan semakin lama disimpan pH sediaan semakin turun. Namun perubahan pH tersebut tidak menunjukkan perubahan yang berarti, ke 3 formula yang mengandung ekstrak memiliki nilai pH yang memenuhi rentang nilai pH untuk kulit. Pengamatan terhadap nilai viskositas pada hari pertama pembuatan menunjukkan bahwa viskositas sediaan semakin tinggi (kental) dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) yang ditambahkan, selain itu sediaan semakin berbusa serta semakin lama disimpan viskositas semakin tinggi (kental). Hal ini disebabkan karena sifat dari HPMC semakin disimpan semakin mengental. Namun perubahan viskositas tersebut tidak menunjukkan perubahan yang berarti, sehingga bisa dikatakan sediaan relatif stabil. Hasil pengamatan terhadap homogenitas sediaan dalam 28 hari tidak ada perubahan yang signifikan baik formula tanpa ekstrak maupun dengan ekstrak menunjukkan homogenitas yang baik. Pada pengamatan bobot jenis sediaan sabun mandi cair F1 1,05 g/mL, F2 1,06 g/mL, dan F3 1,06 g/mL dan memenuhi persyaratan bobot jenis standar SNI berkisar 1,01-1,10. Pada pengamatan tegangan permukaan sabun mandi cair yang mengandung ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) ternyata semakin tinggi konsentrasi estrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) yang ditambahkan maka tegangan permukaan semakin bertambah.Tahap pada pengujian aktivitas antioksidan dari sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) dan sabun mandi mandi cair vitamin C sebagai pembanding. Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas antioksidan pada hari ke 1 dan 28 mengalami penurunan aktivitas antioksidan. Hal ini menunjukkan bahwa waktu penyimpanan dapat mempengaruhi beberapa faktor seperti pengaruh cahaya dan mikroorganisme sehingga dapat mengalami penurunan pada kestabilan aktivitas antioksidan sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.). Pada sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 0,5% memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dengan nilai IC50 pada hari pertama 6,235ppm, dibanding konsentrasi 0,1% dan konsentrasi 0,3%. Semua sediaan sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki aktivitas antioksidan yang aktif. Hal ini menunjukkan bahwa efek antioksidan sediaan sabun mandi cair dari ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) masih memiliki aktivitas antioksidan meskipun dibandingkan sediaan sabun mandi cair dari vitamin C dengan konsentrasi yang sama menghasilkan efek antioksidan yang lebih besar. Karena vitamin C yang digunakan merupakan senyawa murni sedangkan ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) yang digunakan dalam pembuatan sabun mandi cair mengandung dengan senyawasenyawa lainnya. Hasil uji keamanan terhadap sediaan dilakukan pada 20 orang sukarelawan sehat dengan waktu pengamatan 2 x 24 jam setiap hari. Pada pukul 06.00 dan 17.00 hasil menunjukkan bahwa sediaan sabun mandi cair yang diuji tidak menimbulkan iritasi pada kulit. Sukarelawan tidak mengalami reaksi panas, kemerahan dan iritasi ataupun rasa gatal pada kulitnya setelah penggunaan sediaan ini. Hal ini disebabkan karena bahan- bahan yang diguanakan dalam formulasi adalah bahan- bahan sintetis dan alami yang telah terbukti aman, inert, tidak mengiritasi, tidak toksik dan juga memiliki raba kulit yang baik. 11. Kesimpulan Hasil penentuan orientasi aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) nilai IC50 pada konsentrasi 0,1% adalah 1,219 ppm dan nilai IC50 pada konsentrasi 1% adalah 8,788 ppm. Sedangkan aktivitas antioksidan dari vitamin C nilai IC50 pada konsentrasi 0,1% adalah 2,824 ppm dan nilai IC50 pada konsentrasi 1% adalah 4,753 ppm. Hasil evaluasi sediaan sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) yang meliputi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, pH, viskositas, bobot jenis,tegangan permukaan dan uji keamanan dapat dikatakan relatif stabil. Sediaan sabun mandi cair ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi adalah pada konsentrasi 0,5% menghasilkan nilai IC50 sebesar 6,235ppm. Tetapi jika dibandingkan dengan nilai IC50 pada sediaan sabun mandi cair vitamin C jauh lebih besar daripada sediaan ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.). 12. Daftar Pustaka Kartiningsih, Deni Rahmat, 2006, “Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair dari Jus Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill.)”, JIFI, Jakarta,Hlm. 78-80. Sukamto, 2007, “Cara-Cara Pengobatan Ikan dengan Menggunakan Ekstrak Tanaman Herbal”, Vol. 13 No. 3, Warta Puslitbangbun,Jakarta, Hlm. 213. Anggraini, Deni, 2012, “Formulasi Sabun Cair dari Ekstrak Batang Nanas (Ananas comosus. L) untuk Mengatasi Jamur Candida albicans”, Universitas Andalas. Padang. 30-31. Soebagio Boesro, 2007, “Formulasi Sabun Mandi Cair dengan Lendir Daun Lidah Buaya (Aloe vera Linn.)”,FMIPA-Universtas Padjajaran, JatinangorSumedang, Hlm. 40. Hutapea, J.R. Dkk., 2001, “Investaris Tanaman Obat Indonesia”, Jilid 1, Depkes RI, Jakarta, Hlm. 51-52. Warisno, 2003, “Budi daya Pepaya”, Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 10-19. Santoso, Budi Hieronymus, 1998, “Toga 2 Tanaman Obat Keluarga”, Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 70-74. Thomas, 1989, “Tanaman Obat Tradisional”, Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 83-91. Heyne, K, 1987, “Tumbuhan Berguna Indonesia”, Jilid 3, Badan Litbag Kehutanan, Jakarta, Hlm. 1459-1462. Winarsi, Hery., Dr., M. S., 2007, “Antioksidan Alami & Radikal Bebas, Potensi, dan Aplikasinya dalam Kesehatan”, Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 77-79. Wisnu, Cahyadi., 2006, “Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan”, Bumi Aksara, Jakarta, Hlm. 136-140. Harnisch, L., M, Raheja.,Etc, 1999, “Substantiating Antiaging Product Claims in Cosmetics & Toiletries”, Allured Publishing Corporation, NewYork, p. 10. Burgess, C. M., 2004, “Cosmetic Dermatology”, Springe Berlin Heidelberg, New York., p. 1-10, 29-30. Fitspatrick’s TB et al (eds), 2012, “Dermatology in General Medicine”,8th Edition, MC Graw Hill, New York, p. 60-67. Barel, A.O., Paye, M., Etc, 2001, “Handbook of Cosmetic Science and Technology”, Marcel Dekker INC, New York, p. 6-7, 19-22. Wasitaatmadja SM., 1997, “Penuntun Ilmu Kosmetik Medik”, Universitas Indonesia Press, Jakarta,Hlm. 96. Baumann, L., 2002, “Cosmetic Dermatology: Principles and Practise”, Mc Graw, New York, p. 3-12, 173-186. Tranggono, R.I dan Latifah, F., 2007, “Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hlm. 46. Mehta, S.S & Reddy, B.S., 2003, “Cosmetic Dermatitis-Current Perspective International Journal of Dermatology”, Mc Graw, New York, 42,533-42. Kurnia, Farid P.dan Hakim, I., 2009, “Pembuatan Sabun mandi cair dari Minyak Jarak dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q”, Universtas Diponegoro, Semarang, Hlm. 651. Marzoeki, A., 1980, “Teknologi Pembuatan Sabun”, Ujung Pandang, Kanisius,Hlm. 56-64. Soraya, N., 2006, “Cantik dengan VCO”, Agro Mediapustaka, Tangerang, Hlm. 44. Dirjen POM, Depkes RI, 1989, “Materia Medika Indonesia”, Jilid II, Depkes RI, Jakarta, Hlm. 116-118. Ditjen POM, Depkes RI., 1979, “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Ditjen POMDepkes RI, Jakarta, Hlm. 793, 271, 378, 458, 534, 612, 713. Fauziah, M, 2006, “Taman Obat Keluarga (Toga)”, Penebar Swadaya, Jakarta, Hlm. 58-61. Ansel, H. C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”,Edisi IV, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hlm. 519.