SELAMAT DATANG PESERTA LOKAKARYA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPBA BAGI GURU FISIKA SMA DI PLANETARIUM & OBSERVATORIUM JAKARTA DINAS DIKMENTI PROP. DKI JAKARTA Jakarta, 16 November 2006 TEORI OBSERVASI BENDA LANGIT Oleh: Cecep Nurwendaya Penceramah Planetarium & Obs. Jakarta Mengapa mengamati benda langit perlu teleskop atau (teropong bintang)? • Diameter sudut benda langit sangat kecil, terbesar saja matahari dan bulan sekitar ½ derajat. • Intensitas cahaya yang sampai ke pengamat sangat lemah, kecuali Bulan dan Matahari. Diameter sudut adalah besar bentangan sudut yang tampak dari pengamat. ≈ ½o OBJEK (Maksium busur) Matahari Bulan Merkurius Venus Mars Jupiter DIAMETER SUDUT 31’ 31’ 12,9” 64,0” 25,1” 49,8” OBJEK Saturnus: Bola Cincin Uranus Neptunus Pluto DIAMETER SUDUT (Maksimum busur) 20,5” 49,2” 4,2” 2,4” 0,28” Teleskop adalah alat untuk mengamati benda langit. Fungsinya: 1. Membesarkan bayangan atau diameter sudut benda langit. M (Perbesaran) = Fokus objektif / Fokus okuler 2. Menguatkan intensitas cahaya benda langit. Diameter lensa/cermin objektif teleskop lebih besar diameter lensa mata Aperture mata manusia sekitar 9 sd. 12 mm. Diameter lensa Diameter lensa / Mata = r cermin teleskop = R Perbandingan (rasio) intensitas (kuat cahaya) yang masuk ke teleskop terhadap mata = R2 / r2 DIAMETER SUDUT DAN MAGNITUDO SEMU BENDA LANGIT OBJEK Matahari Bulan Merkurius Venus Mars Jupiter Saturnus: Bola Cincin Uranus Neptunus Pluto DIAMETER SUDUT MAKSIMUM( BUSUR ) MAGNITUDO KEKUATAN TELESKOP YANG COCOK 31’ 31’ 12,9” 64,0” 25,1” 49,8” - 27 - 12 - 1,9 - 4,4 - 2,8 - 2,5 Setiap Setiap 40 – 120 x 20 – 120 x 100 – 300 x 20 – 300 x 20,5” 49,2” 4,2” 2,4” 0,28” - 0,4 40 – 300 x + 5,7 + 7,6 + 14 Setiap Setiap Minimum diameter 25 cm TELESKOP / TEROPONG 1.Kegunaan: a. Teropong bumi : tidak membalik bayangan objek: Monokuler (teropong medan / Yojana), Binokuler. b. Teropong bintang (teleskop), bayangan objek terbalik. 2. Jenis Optis: a. Refraktor (teropong pembias) atau teropong lensa. b. Reflektor (teropong pemantul) atau teropong cermin. 3. Jenis Fokus: a. Fokus Utama : Galillean (Eye piece lensa negatif), dan Keplerian( Eyepiece lensa positif). b. Fokus Newtonian, cermin sekundernya datar. c. Fokus Gregorian, cermin sekundernya cekung. d. Fokus Cassegrain , cermin sekundernya cembung e. Fokus Coude, cermin sekundernya datar mengarah ke garis sejajar sumbu rotasi bumi. f. Fokus Schmidt - Cassegrain, cermin sekundernya cembung, dilengkapi lensa koreksi di bagian tutup (atas) teropong. 4. Jenis Gerak: a. Altazimuth ( Azimuthal ), memakai gerak azimuth (datar) dan tinggi objek (Koordinat horison). b. Ekuatorial, memakai gerak sudut jam dan deklinasi. (Koordinat ekuator): sudut jam dan deklinasi. dapat digunakan motor gerak. JENIS-JENIS TELESKOP (TEROPONG BINTANG) TEROPONG REFRAKTOR (PEMBIAS) GALILEAN 1608 (TELESKOP GALILEO) Penemu teleskop : Jan Lippershey - Holland OBYEKTIF LENSA POSITIF BAYANGAN TEGAK OKULER LENSA NEGATIF DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) TEROPONG REFRAKTOR 1611 - Johann Kepler - Jerman OBYEKTIF LENSA POSITIF BAYANGAN TERBALIK OKULER LENSA POSITIF DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) TEROPONG REFLEKTOR GREGORIAN 1663 – James Gregory - Scotlandia CERMIN KEDUA CEKUNG BAYANGAN PERTAMA CERMIN OBYEKTIF OKULER LENSA POSITIF BAYANGAN KEDUA TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) TEROPONG REFLEKTOR (PEMANTUL) NEWTONIAN 1672 – Isaac Newton - Inggris CERMIN OBYEKTIF CERMIN DATAR LENSA OKULER BAYANGAN TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) TEROPONG REFLEKTOR CASSEGRAINIAN 1672 – Guillaume Cassegrain - Perancis CERMIN UTAMA (cekung) okuler CERMIN KEDUA (cembung) Bayangan terbalik DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) Perbesaran Teleskop (Magnifying Power) M = f objektif / f okuler Focal Ratio : f teleskop = f objektif / diameter ( aperture ) Limiting magnitudo teleskop m lim = 6 + 5 log (D (mm)/10) D 150 mm; m lim = 11,9 Daya Pisah ( Resolving Power ) a = 2,1 x 105 l detik busur d Jika l diambil tengah spektrum visible (tampak) = 5,5 x 10-5 cm (5500 Ǻ) a = 11,6 / d disebut Kriteria Dawes. a = daya pisah d = diameter objektif (cm ) l = panjang gelombang radiasi ( cm ) BINTANG GANDA TERSELEKSI Nama Bintang γ(Gamma Aries) Σ 401-Taurus Ө2(Theta-satu) Orion Trapezium Separasi A-B A-C A-D ά1 ,ά2 - Capricornus γ(Gamma) Delphinus 61- Cygnus μ(Mu) Cygnus ξ(Zeta) Aquarius ά Centauri (Rigil Kentaurus) ξ(Zeta) Ursa Mayoris (Mizar) ε1,2 (Epsilon) Lyrae, Doble-double υ(Nu) Draco 8,4 “ 11” 8,7” 13” 21,6” 6’ 16” 10” 27,4” 1,5” 2,0” 13” 14” 3,5’ (2,2”; 3”) 62” R.A. h m 1 51 3 28 5 33 Dec ‘ +19 03 +27 24 -5 25 20 20 21 21 22 14 13 18 15 44 05 42 26 40 23 45 -12 40 +15 57 +38 28 +28 31 -0 17 -60 51 +55 06 +39 37 17 32 +55 10 0 mag. m 4,2 - 4,4 6,5 – 6,8 6,8; 8; 5,4; 6,8 3,8 – 4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,3 4,7 – 6,0 4,4 – 4,6 -0,04 2,4 – 4 5,1 – 5,4 5,1 – 6 5-5 SISTEM KOORDINAT HORISON Lingkaran dasar Koordinat Azimuth Rentang A Tinggi Rentang h : Lingkaran Horison. : Azimuth (A) dan Tinggi (h) : Panjang busur yang dihitung dari titik acuan Utara ke arah Timur (searah jarum jam), sepanjang lingkaran horison sampai ke titik kaki (K). : 0 0 s/d 360 0 : Panjang busur yang dihitung dari titik kaki (K) di horison sepanjang busur ketinggian, ke arah Zenith jika h positip, dan ke arah Nadir jika berharga negatif. : 0 0 s/d 900 atau 00 s/d –900. Kelemahan Sistem Horison: 1. Tergantung tempat di muka bumi. Tempat berbeda, horisonnyapun berbeda. 2. Tergantung waktu, terpengaruh oleh gerak harian. Keuntungannya: Praktis, sederhana, langsung mudah dibayangkan letak bendanya pada bola langit. Catatan : Letak titik Kardinal (UTSB) pada bola langit bebas, asal arah SBUT atau UTSB searah jarum jam. SISTEM KOORDINAT HORISON KOORDINAT ( A , h ) Z MERIDIAN LANGIT (MERIDIAN PENGAMAT) Bintang * T h U K S HORISON B A LINGKARAN VERTIKAL UTAMA N TELESKOP ALTAZIMUTH MEMAKAI SISTEM KOORDINAT HORISON Sumbu: Garis tegak Zenith – Nadir , Koordinat: Azimuth (A) dan Tinggi (h) PENENTUAN ARAH UTARA – SELATAN DENGAN BAYANGAN TONGKAT True North (Utara benar) o o t1 t2 1OB 0O 1OT 2OT 3OT 4OT 5OT Contoh Penggunaan: Jika suatu tempat memiliki variasi magnetik 10T (timur), maka arah utara sejati berada pada jarak 1o ke arah barat dari titik Utara kompas. Jika variasi magnetik 1o B (Barat), maka arah utara sejati berada pada jarak 1o ke arah timur dari titik Utara Kompas. Pada tempat lainnya menggunakan interpolasi di antara dua garis terdekat. SISTEM KOORDINAT EKUATOR Lingkaran Dasar : Lingkaran Ekuator Langit Koordinat : Asensio rekta (a) dan Deklinasi (d). Asensio rekta : Adalah panjang busur, dihitung dari titik Aries ( titik g, Titik Musim Semi, (titik Hamal) pada lingkaran ekuator langit sampai ke titik kaki (K) dengan arah penelusuran ke arah timur. Rentang AR : 0 s/d 24 jam atau 0 o s/d 360o Deklinasi : Adalah panjang busur dari titik kaki (K) pada lingkaran ekuator langit ke arah kutub langit, sampai ke letak benda pada bola langit. Deklinasi berharga positif ke arah KLU, dan negatif ke arah KLS. Rentang d : 0 o s/d 90 o atau 0 o s/d –90o Catatan : Sudut Jam Bintang Lokal adalah panjang busur dalam jam ( 1 jam = 15 0 busur), dihitung dari Titik Kulminasi Atasnya pada meridian langit ke arah barat. Jam bintang adalah sudut jam bintang lokal titik Aries. Sudut jam bintang lokal = Jam bintang – Askensio Rekta. Koordinat ekuator bersifat universal, sangat standar dipakai dalam astronomi karena tidak terpengaruh oleh letak dan waktu pengamat di permukaan bumi. Sistem koordinat Ekuator versi II dipakai dalam aplikasi observasi. 1. LHA bintang atau sudut jam bintang atau t 2. Deklinasi atau d Kelemahannya hanya tergantung pada waktu pengamatan. SISTEM KOORDINAT EKUATOR LETAK BINTANG DI BELAHAN LANGIT SELATAN DARI PENGAMAT DI BELAHAN BUMI SELATAN Z S KLS * Bintang d Sudut jam Bintang T K SLINGKARAN HORISON a U B g KLU N TELESKOP EKUATORIAL MEMAKAI SISTEM KOORDINAT EKUATOR Sumbu: Sejajar sumbu bumi (KLU – KLS), Koordinat: Sudut jam (t) dan Deklinasi (d) Apakah kita bisa melihat Matahari secara langsung? Bagaimana bentuk Matahari yang sebenarnya? Adakah alat khusus untuk melihat matahari? Bagaimana mengamati matahari lewat teleskop yang aman? Wajib memakai filter matahari: alat yang digunakan untuk melakukan pengamatan matahari (mata, teleskop, binokular mau pun kamera). Hanya pada saat gerhana matahari total saja filter matahari tidak dipergunakan. FILTER ND5 Io Sinar matahari I1= 10-5 Io FILTER ND5, Filter Netral Densitas 5 artinya hanya melalukan 10-5 kali intensitas datang. Jenis Filter menurut bahan Filter yang terbuat dari kaca cara membuat lebih sulit lebih mahal biasanya diproduksi oleh pabrik Jenis filter menurut bahan Filter yang terbuat dari bahan yang sederhana Dua lapis film hitam pekat Bekas cd Bagian dalam disket Pembungkus makanan yang terbuat dari poliester berlapiskan alumunium Tips Pengamatan Matahari (dengan teleskop) Jangan melakukan pengamatan tanpa filter Pasang filter di depan lensa objektif (bukan di eyepiece/okuler) Periksa filter sebelum digunakan Ketika akan melepas filter, arahkan teleskop ke arah lain, jangan ke arah matahari Bersihkan filter secara teratur. Untuk filter dari bahan kaca, bersihkan hanya dengan alkohol isopropil dan tisu bersih. Hati-hati jika melakukan pengamatan dengan anakanak, jauhkan teleskop dari jangkauan anak-anak Beberapa filter dengan bahan seperti yang disarankan di atas memang dapat mengurangi intensitas sinar matahari, namun bukan tidak mungkin filter tersebut melewatkan radiasi tak terlihat yang membahayakan SUNSPOT FILTER MATAHARI Ha PROMINENSA PENAMPAKAN GERHANA MATAHARI TOTAL LEWAT TELESKOP TANPA FILTER MATAHARI GERHANA BULAN TOTAL FASE GERHANA BULAN GERHANA BULAN TOTAL, AHAD 4 MARET 2007 Lama total = 1 jam 14,2 menit U P1 U1 U2 U3 U4 T P4 + + + Di Jakarta: Mthr. terbit pukul 05:58:15 WIB + + + KONTAK : P1 = 23.42 WIB UMBRA BUMI PENUMBRA BUMI B Bulan terbenam pukul 06:02:07 WIB P1 = 03:16,3 WIB Awal parsial,U1 = 04:29,9 WIB Awal total, U2 = 05:43,9 WIB MID = 06.20,8 WIB Akhir total, U3 = 06:58,1 WIB Akhir parsial, U4 = 08:11,8 WIB S P4 = 09:25,4 WIB GERHANA BULAN TOTAL, SELASA 28 AGUSTUS 2007 Lama gerhana total = 1 jam 30,9 menit U P1 = 14:52,0 WIB PENUMBRA BUMI Awal Parsial,U1 = 15:50,8 WIB Awal total, U2 = 16:51,9 WIB UMBRA BUMI T KONTAK : P1 = 23.42 WIB MID = 17:37,2 WIB B Akhir total, U3 = 18:22,8 WIB Akhir parsial, U4 = 19:23,9 WIB P4 = 20:22,5 WIB S Di Jakarta: Mthr. terbenam pukul 17:55:05 WIB Bulan terbit pukul 17:51:06 WIB LINTASAN GERHANA MATAHARI PARSIAL (SEBAGIAN), SENIN 19 MARET 2007 GREATEST = 87 % P1 = 0:38:17.4 UT GREATEST = 2:31:48.6 UT P4 = 4:24:53.4 UT LINTASAN GERHANA MATAHARI PARSIAL, SELASA 11 SEPTEMBER 2007 GREATEST = 75 % P1 = 10:25:38.8 UT GREATEST = 12:31:13.0 UT P4 = 14:36:23.8 UT Komet Schwassman-Wachmann (73P), 27 April 2006, NASA HST Tiga fragmen komet Schwassman-Wachmann B (73P), 4 Mei 2006, NASA HST PENENTUAN LEBAR BAYANGAN PADA BIDANG FILM + Tinggi a1 h a 2 1/f = 1/So + 1/Si f Matahari, Bulan dan benda langit lainnya, So @ tak Berhingga Sehingga f = Si a1 = a 2 Untuk sudut kecil : tg a2 = h / f h = f tg a2 a2 = arc. tg h /f DASAR-DASAR KONFIGURASI OPTIS DALAM ASTROFOTOGRAFI Terdapat lima sistem konfigurasi: 1. Fokus Utama (Prime Fokus) Objektif Bidang Film f = F1/ D f = Panjang fokus efektif F1= Jarak lensa objektif ke bidang film kamera D = Diameter lensa objektif D F1 2. Proyeksi Eyepiece (Lensa Positif) Bidang Film D M = L /A F1 f = Panjang fokus efektif L = Jarak eyepiece dari film A = Jarak eyepiece dari fokus normal= fokus eye piece (Fe) F1 = Fokus teleskop Fe=A L f = F1 x L/ DA 3. Afokal ( Lensa – Lensa Kamera – Eyepiece ) Objektif Eyepiece Kamera Bidang Film F = F1xFc / Fe D F1 Fe Fc M = F1 /Fe f = F/D = M x Fe / D 4. Proyeksi Lensa Negatif ( Barlow ) Objektif C D Bidang Film B F1 M=C/B f = F/D = (F1 x M)/ D 5. Kompresi ( Compression ) F2 (Fokus Lensa Kompresor) Objektif S S2 D M = (S2 –F2)/F2 Bidang Film F F1 f = F/D = (F1 x M)/ D PEMGAMATAN MATAHARI Ukuran bayangan matahari pada film dapat dianggap sama dengan ukuran bayangan bulan. Berbeda den benda-benda langit lainnya, pemotretan matahari(terlebih lagi memakai teropong) harus menggunakan filter k sus untuk matahari. Filter matahari berguna untuk menyaring sejumlah besar intensitas cahaya matahari yang membakar film Pada umumnya filter matahari memiliki densitas logaritmis sekitar 5,0 yang berarti hanya dapat meloloskan se Seratus ribu kali (1/105) kekuatan intensitas sumber. Beberapa filter matahari yang aman dan tidak aman dipakai dalam pemotretan matahari. Aman: - Filter-filter film metalik yang didesain khusus untuk melihat matahari dan dapat dipergunakan sec langsung. Jenis ini merupakan filter matahari terbaik. - Dua atau tiga lapis film hitam putih yang telah disinari dan telah dikembangkan sempurna (over-e posed). - Kaca Welder No. 14. Tidak Aman: - Filter-filter fotografi netral dengan berbagai densitas. - Seluruh kombinasi filter-filter fotografi, termasuk filter polarisasi silang. - Filter-filter yang terbuat dari film berwarna. - Filter-filter yang terbuat dari film hitam putihChromogenik’tanpa lapisan perak’, sepe Liford XP-1 atau Agfapan Vario-XL. - Kaca yang dilapisi jelaga. - Setiap filter yang dapat meneruskan cahaya benda-benda selain matahari dan lampu li yang sangat terang. - Setiap filter yang ditempatkan dekat eyepiece teleskop, jika tidak menggunakan cermi lapis perak atau Baji Herchel. - Setiap filter yang tidak diketahui pasti aman. Lama waktu pemotretan matahari termasuk pada saat gerhana dapat dilihat di tabel eksposure time. Fokus 50 mm Edward Panjaitan, Observatorium Bosscha GMT Palembang, 18 Maret 1988 Fokus 50 mm Tridjoko R.,Planetarium & Obs.Jakarta GMT Tahuna, 24 Oktober 1995 Fokus 50 mm Cecep N., Planetarium & Obs.Jakarta GMC Jakarta, 22 Agustus 1998 Komet Schwassman-Wachmann (73P), 27 April 2006, NASA HST Komet Schwassman-Wachmann C (73P). Tiga fragmen komet Schwassman-Wachmann B (73P), 4 Mei 2006, NASA HST MEMORI “ KOMET HALLEY 1986 ” Cibubur, 12 April 1986 Jam 02.00 WIB. Bu Tien, Pak Harto, Cecep, Rofiq, Pak Beni Murdani (di belakang) MARS 1. SABTU, 27 AGUSTUS 2005. Terbit = 26/7/2005 Jam 22:29:58 WIB. Transit = 27/8/2005 Jam 04:25:41 WIB. Terbenam = 27/8/2005 Jam 10:21:26 WIB. Jarak ke Pengamat = 0,6892 Satuan Astronomi. Magnitudo = - 0,9 Diameter sudut = 13,6” = 0,425 kali Jupiter = 1/140 kali Bulan 2. TERDEKAT KE BUMI (MINGGU, 30 OKTOBER 2005). Diameter sudut = 20“ = 2/3 kali Jupiter = 1/95 kali Bulan Terbit Jam 18:24:24 WIB. Transit Jam 00:18:14 WIB. Terbenam Jam 06:12:03 WIB. Magnitudo = -2,3 Jarak = 0,4641 Satuan Astronomi. JUPITER 3. MARS PURNAMA/OPOSISI, SENIN 7 NOVEMBER 2005. Diameter sudut = 19,8” =2/3 kali Jupiter = 1/96 kali Bulan. Terbit = 17:41:04 WIB. Transit = 23:35:02 WIB. Terbenam = 05:29:01 WIB. Jarak = 0,4703 Satuan Astronomi Magnitudo = -2,3 BULAN Dipersiapkan oleh : Cecep Nurwendaya Planetarium & Observatorium Jakarta Perbesaran Teleskop (Magnifying Power) M = f objektif / f okuler Focal Ratio : f teleskop = f objektif / diameter ( aperture ) Limiting magnitudo teleskop m lim = 6 + 5 log (D (mm)/10) D 150 mm; m lim = 11,9 Daya Pisah ( Resolving Power ) a = 2,1 x 105 l detik busur d Jika l diambil tengah spektrum visible (tampak) = 5,5 x 10-5 cm (5500 Ǻ) a = 11,6 / d disebut Kriteria Dawes. a = daya pisah d = diameter objektif (cm ) l = panjang gelombang radiasi ( cm ) BINTANG GANDA TERSELEKSI Nama Bintang γ(Gamma Aries) Σ 401-Taurus Ө2(Theta-satu) Orion Trapezium Separasi A-B A-C A-D ά1 ,ά2 - Capricornus γ(Gamma) Delphinus 61- Cygnus μ(Mu) Cygnus ξ(Zeta) Aquarius ά Centauri (Rigil Kentaurus) ξ(Zeta) Ursa Mayoris (Mizar) ε1,2 (Epsilon) Lyrae, Doble-double υ(Nu) Draco 8,4 “ 11” 8,7” 13” 21,6” 6’ 16” 10” 27,4” 1,5” 2,0” 13” 14” 3,5’ (2,2”; 3”) 62” R.A. h m 1 51 3 28 5 33 Dec ‘ +19 03 +27 24 -5 25 20 20 21 21 22 14 13 18 15 44 05 42 26 40 23 45 -12 40 +15 57 +38 28 +28 31 -0 17 -60 51 +55 06 +39 37 17 32 +55 10 0 mag. m 4,2 - 4,4 6,5 – 6,8 6,8; 8; 5,4; 6,8 3,8 – 4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,3 4,7 – 6,0 4,4 – 4,6 -0,04 2,4 – 4 5,1 – 5,4 5,1 – 6 5-5 Mengapa mengamati benda langit perlu teleskop atau (teropong bintang)? Diameter sudut benda langit sangat kecil, terbesar saja matahari dan bulan sekitar ½ derajat. Intensitas cahaya yang sampai ke pengamat sangat lemah, kecuali Bulan dan Matahari. Diameter sudut adalah besar bentangan sudut yang tampak dari pengamat. ≈ ½o OBJEK (Maksium busur) Matahari Bulan Merkurius Venus Mars Jupiter DIAMETER SUDUT 31’ 31’ 12,9” 64,0” 25,1” 49,8” OBJEK Saturnus: Bola Cincin Uranus Neptunus Pluto DIAMETER SUDUT (Maksimum busur) 20,5” 49,2” 4,2” 2,4” 0,28” Teleskop adalah alat untuk mengamati benda langit. Fungsinya: 1. Membesarkan bayangan atau diameter sudut benda langit. M (Perbesaran) = Fokus objektif / Fokus okuler 2. Menguatkan intensitas cahaya benda langit. Diameter lensa/cermin objektif teleskop lebih besar diameter lensa mata Aperture mata manusia sekitar 9 sd. 12 mm. Diameter lensa Diameter lensa / Mata = r cermin teleskop = R Perbandingan (rasio) intensitas (kuat cahaya) yang masuk ke teleskop terhadap mata = R2 / r2 DIAMETER SUDUT DAN MAGNITUDO SEMU BENDA LANGIT OBJEK Matahari Bulan Merkurius Venus Mars Jupiter Saturnus: Bola Cincin Uranus Neptunus Pluto DIAMETER SUDUT MAKSIMUM( BUSUR ) MAGNITUDO KEKUATAN TELESKOP YANG COCOK 31’ 31’ 12,9” 64,0” 25,1” 49,8” - 27 - 12 - 1,9 - 4,4 - 2,8 - 2,5 Setiap Setiap 40 – 120 x 20 – 120 x 100 – 300 x 20 – 300 x 20,5” 49,2” 4,2” 2,4” 0,28” - 0,4 40 – 300 x + 5,7 + 7,6 + 14 Setiap Setiap Minimum diameter 25 cm TELESKOP / TEROPONG 1.Kegunaan: a. Teropong bumi : tidak membalik bayangan objek: Monokuler (teropong medan / Yojana), Binokuler. b. Teropong bintang (teleskop), bayangan objek terbalik. 2. Jenis Optis: a. Refraktor (teropong pembias) atau teropong lensa. b. Reflektor (teropong pemantul) atau teropong cermin. 3. Jenis Fokus: a. Fokus Utama : Galillean (Eye piece lensa negatif), dan Keplerian( Eyepiece lensa positif). b. Fokus Newtonian, cermin sekundernya datar. c. Fokus Gregorian, cermin sekundernya cekung. d. Fokus Cassegrain , cermin sekundernya cembung e. Fokus Coude, cermin sekundernya datar mengarah ke garis sejajar sumbu rotasi bumi. f. Fokus Schmidt - Cassegrain, cermin sekundernya cembung, dilengkapi lensa koreksi di bagian tutup (atas) teropong. 4. Jenis Gerak: a. Altazimuth ( Azimuthal ), memakai gerak azimuth (datar) dan tinggi objek (Koordinat horison). b. Ekuatorial, memakai gerak sudut jam dan deklinasi. (Koordinat ekuator): sudut jam dan deklinasi. dapat digunakan motor gerak. JENIS-JENIS TELESKOP (TEROPONG BINTANG) TEROPONG REFRAKTOR (PEMBIAS) GALILEAN 1608 (TELESKOP GALILEO) Penemu teleskop : Jan Lippershey - Holland OBYEKTIF LENSA POSITIF BAYANGAN TEGAK OKULER LENSA NEGATIF DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) TEROPONG REFRAKTOR 1611 - Johann Kepler - Jerman OBYEKTIF LENSA POSITIF BAYANGAN TERBALIK OKULER LENSA POSITIF DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) TEROPONG REFLEKTOR GREGORIAN 1663 – James Gregory - Scotlandia CERMIN KEDUA CEKUNG BAYANGAN PERTAMA CERMIN OBYEKTIF OKULER LENSA POSITIF BAYANGAN KEDUA TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) TEROPONG REFLEKTOR (PEMANTUL) NEWTONIAN 1672 – Isaac Newton - Inggris CERMIN OBYEKTIF CERMIN DATAR LENSA OKULER BAYANGAN TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) TEROPONG REFLEKTOR CASSEGRAINIAN 1672 – Guillaume Cassegrain - Perancis CERMIN UTAMA (cekung) okuler CERMIN KEDUA (cembung) Bayangan terbalik DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000) SISTEM KOORDINAT HORISON KOORDINAT ( A , h ) Z MERIDIAN LANGIT (MERIDIAN PENGAMAT) Bintang * T h U K S HORISON B A LINGKARAN VERTIKAL UTAMA N TELESKOP ALTAZIMUTH MEMAKAI SISTEM KOORDINAT HORISON Sumbu: Garis tegak Zenith – Nadir , Koordinat: Azimuth (A) dan Tinggi (h) PENENTUAN ARAH UTARA – SELATAN DENGAN BAYANGAN TONGKAT Mthr1 Mthr2 True North (Utara benar) o o t1 t2 1OB 0O 1OT 2OT 3OT 4OT 5OT Contoh Penggunaan: Jika suatu tempat memiliki variasi magnetik 10T (timur), maka arah utara sejati berada pada jarak 1o ke arah barat dari titik Utara kompas. Jika variasi magnetik 1o B (Barat), maka arah utara sejati berada pada jarak 1o ke arah timur dari titik Utara Kompas. Pada tempat lainnya menggunakan interpolasi di antara dua garis terdekat. SISTEM KOORDINAT EKUATOR LETAK BINTANG DI BELAHAN LANGIT SELATAN DARI PENGAMAT DI BELAHAN BUMI SELATAN Z S KLS * Bintang d Sudut jam Bintang T K SLINGKARAN HORISON a U B g KLU N TELESKOP EKUATORIAL MEMAKAI SISTEM KOORDINAT EKUATOR Sumbu: Sejajar sumbu bumi (KLU – KLS), Koordinat: Sudut jam (t) dan Deklinasi (d) Bagaimana mengamati matahari lewat teleskop yang aman? Wajib memakai filter matahari: alat yang digunakan untuk melakukan pengamatan matahari (mata, teleskop, binokular mau pun kamera). Hanya pada saat gerhana matahari total saja filter matahari tidak dipergunakan. FILTER ND5 Io Sinar matahari I1= 10-5 Io FILTER ND5, Filter Netral Densitas 5 artinya hanya melalukan 10-5 kali intensitas datang. Jenis Filter menurut bahan Filter yang terbuat dari kaca cara membuat lebih sulit lebih mahal biasanya diproduksi oleh pabrik Jenis filter menurut bahan Filter yang terbuat dari bahan yang sederhana Dua lapis film hitam pekat Bekas cd Bagian dalam disket Pembungkus makanan yang terbuat dari poliester berlapiskan alumunium Tips Pengamatan Matahari (dengan teleskop) Jangan melakukan pengamatan tanpa filter Pasang filter di depan lensa objektif (bukan di eyepiece/okuler) Periksa filter sebelum digunakan Ketika akan melepas filter, arahkan teleskop ke arah lain, jangan ke arah matahari Bersihkan filter secara teratur. Untuk filter dari bahan kaca, bersihkan hanya dengan alkohol isopropil dan tisu bersih. Hati-hati jika melakukan pengamatan dengan anak-anak, jauhkan teleskop dari jangkauan anak-anak Beberapa filter dengan bahan seperti yang disarankan di atas memang dapat mengurangi intensitas sinar matahari, namun bukan tidak mungkin filter tersebut melewatkan radiasi tak terlihat yang membahayakan FILTER MATAHARI Ha SUNSPOT PROMINENSA PENAMPAKAN GERHANA MATAHARI TOTAL LEWAT TELESKOP TANPA FILTER MATAHARI GERHANA BULAN TOTAL, AHAD 4 MARET 2007 Lama Gerhana Total = 1 jam 14,2 menit U Di Jakarta: Mthr. terbit pukul 05:58:15 WIB P1 U1 Bulan terbenam pukul 06:02:07 WIB U2 U3 U4 T P4 + + + + + + KONTAK : P1 = 23.42 WIB B UMBRA BUMI PENUMBRA BUMI P1 = 03:16,3 WIB Awal parsial,U1 = 04:29,9 WIB Awal total, U2 = 05:43,9 WIB MID = 06.20,8 WIB S Akhir total, U3 = 06:58,1 WIB Akhir parsial, U4 = 08:11,8 WIB P4 = 09:25,4 WIB GERHANA BULAN TOTAL, SELASA 28 AGUSTUS 2007 Lama Gerhana Total = 1 jam 30,9 menit U PENUMBRA BUMI UMBRA BUMI T KONTAK : P1 = 23.42 WIB B P1 = 14:52,0 WIB Awal Parsial,U1 = 15:50,8 WIB Di Jakarta: Mthr. terbenam pukul 17:55:05 WIB Bulan terbit pukul 17:51:06 WIB S Awal total, U2 = 16:51,9 WIB MID = 17:37,2 WIB Akhir total, U3 = 18:22,8 WIB Akhir parsial, U4 = 19:23,9 WIB P4 = 20:22,5 WIB LINTASAN GERHANA MATAHARI PARSIAL (SEBAGIAN), SENIN 19 MARET 2007 GREATEST = 87 % P1 = 0:38:17.4 UT GREATEST= 2:31:48.6 UT P4 = 4:24:53.4 UT LINTASAN GERHANA MATAHARI PARSIAL, SELASA 11 SEPTEMBER 2007 GREATEST = 75 % P1 = 10:25:38.8 UT GREATEST= 12:31:13.0 UT P4 = 14:36:23.8 UT GERHANA BULAN TOTAL DASAR-DASAR KONFIGURASI OPTIS DALAM ASTROFOTOGRAFI Terdapat lima sistem konfigurasi: 1. Fokus Utama (Prime Fokus) Objektif Bidang Film f = F1/ D f = Panjang fokus efektif F1= Jarak lensa objektif ke bidang film kamera D = Diameter lensa objektif D F1 2. Proyeksi Eyepiece (Lensa Positif) Bidang Film D M = L /A F1 f = Panjang fokus efektif L = Jarak eyepiece dari film A = Jarak eyepiece dari fokus normal= fokus eye piece (Fe) F1 = Fokus teleskop Fe=A L f = F1 x L/ DA 3. Afokal ( Lensa – Lensa Kamera – Eyepiece ) Objektif Eyepiece Kamera Bidang Film F = F1xFc / Fe D F1 Fe Fc M = F1 /Fe f = F/D = M x Fe / D 4. Proyeksi Lensa Negatif ( Barlow ) Objektif C D Bidang Film B F1 M=C/B f = F/D = (F1 x M)/ D 5. Kompresi ( Compression ) F2 (Fokus Lensa Kompresor) Objektif S S2 D M = (S2 –F2)/F2 Bidang Film F F1 f = F/D = (F1 x M)/ D Apa yang harus diperhatikan dalam pemotretan benda langit. 1. Kamera jenis SLR (single lens reflector). 2. Lensa kamera atau teleskop yang dipergunakan. 3. Aperture (angka bukaan rana atau diafragma) pada kamera sa dengan f rasio pada terleskop. 4. Kecepatan penyinaran film (eksposure time), tertera pada bod mera. 5. Kecepatan film dalam ASA atau ISO. 6. Jenis film 35 mm (24 x 35 mm) positif (slide) atau negatif (prin 7. Diameter sudut objek dan ukuran terangnya (magnitudo). 8. Penggunaan tabel eksposure time sebagai panduan pemotret 9. Gerak harian jika tidak memakai motor gerak. 10. Penggunaan filter yang sesuai jika diperlukan. 11. Penggunaan tripod atau kaki teropong. 12.Penggunaan shutter release jika pemotretan lama. Mengapa kita perlu teleskop untuk melihat dan memotret benda langit? Karena diameter sudut benda langit ukurannya kecil. Diameter sudut terbesar adalah bulan dan matahari harganya sekitar ½o. Diameter sudut adalah besar bentangan sudut yang tampak dari pengamat. ≈½0 OBJEK SUDUT DIAMETER SUDUT DIAMETER (Maksimum busur) Saturnus: (Maksium busur) Matahari Bulan Merkurius Venus Mars OBJEK 31’ 31’ 12,9” 64,0” 25,1” Bola Cincin Uranus Neptunus Pluto 20,5” 49,2” 4,2” 2,4” 0,28” Teropong atau teleskop adalah alat untuk mengamati benda langit. Fungsinya: 1. Membesarkan bayangan atau membesarkan diameter sudut benda langit. M (Perbesaran) = F objektif / F okuler 2. Menguatkan cahaya benda langit. Aperture (bukaan) lensa/cermin objektif dibagi aperture mata Dalam pemotretan benda langit, teleskop berfungsi sebagai pengganti lensa tele kamer berfokus panjang. Panjang fokus teleskop menggantikan panjang fokus lensa tele yan dipergunakan. Pemotretan memakai teropong berfokus 2 meter, setara dengan memak lensa tele 2000 mm! Jarak fokus dan aperture teropong tetap, berbeda dengan lensa tel yang bervariasi tergantung kebutuhan pemotret. Aperture mata manusia sekitar 9 sd. 12 mm. Perbandingan (rasio) intensitas (kuat cahaya) yang masuk ke teleskop terhadap mata = R2 / r2 Diameter lensa Mata = r Diameter lensa / cermin teleskop = R TELESKOP / TEROPONG 1.Kegunaan: a. Teropong bumi : tidak membalik bayangan objek: Monokuler (teropong medan / Yojana), Binokuler. b. Teropong bintang (teleskop), bayangan objek terbalik. 2. Jenis Optis: a. Refraktor (teropong pembias) atau teropong lensa. b. Reflektor (teropong pemantul) atau teropong cermin. 3. Jenis Fokus: a. Fokus Utama : Galillean (eye piece lensa negatif), dan Keplerian( Eyepiece lensa positif). b. Fokus Newtonian, cermin sekundernya datar. c. Fokus Gregorian, cermin sekundernya cekung. d. Fokus Cassegrain , cermin sekundernya cembung e. Fokus Coude, cermin sekundernya datar mengarah ke garis sejajar sumbu rotasi bumi. f. Fokus Schmidt - Cassegrain, cermin sekundernya cembung, dilengkapi lensa koreksi di bagian tutup (atas) teropong. 4. Jenis Gerak: a. Altazimuth ( Azimuthal ), memakai gerak azimuth PENENTUAN LEBAR BAYANGAN PADA BIDANG FILM + Tinggi a1 h a 2 1/f = 1/So + 1/Si f Matahari, Bulan dan benda langit lainnya, So @ Tak berhingga Sehingga f = Si a1 = a2 Untuk sudut kecil : tg a2 = h / f h = f tg a2 a2 = arc. tg h /f DIAMETER SUDUT DAN MAGNITUDO SEMU BENDA LANGIT OBJEK DIAMETER SUDUT MAKSIMUM( BUSUR ) Matahari Bulan Merkurius Venus Mars Jupiter Saturnus: Bola Cincin Uranus Neptunus Pluto 31’ MAGNITUDO - 27 KEKUATAN TELESKOP YANG COCOK Setiap 31’ 12,9” 64,0” 25,1” 49,8” - 12 - 1,9 - 4,4 - 2,8 - 2,5 Setiap 40 – 120 x 20 – 120 x 100 – 300 x 20 – 300 x 20,5” 49,2” 4,2” - 0,4 40 – 300 x + 5,7 Setiap + 14 Setiap Minimum diameter 25 cm 2,4” + 7,6 0,28” UKURAN KECEPATAN FILM Ukuran kecepatan film dalam ASA atau ISO. Penggunaan film cepat atau lambat tergantung pada objek benda langit yang dipotret.Pada umumnya disarankan sebagai berikut: A. Objek Terang: Matahari dan Bulan. Film ASA rendah s/d menengah ASA: 25, 64, 100. B. Objek Menengah Terang: Venus, Jupiter, Mars, Saturnus, Merkurius. Film ASA menengah s/d tinggi ASA: 100, 200, 400. C. Objek Lemah: Bintang, planet-planet di luar Saturnus, komet, meteor, galaksi, nebula, Gerhana Bulan Total. Film ASA tinggi, ASA: 400, 1000, 1600, 3200. FILTER Penggunaan filter dimaksudkan untuk mengurangi intensitas cahaya objek agar bayangan objek dapat terekam ngan baik pada film. Tujuan lain untuk menampilkan ketajaman marking atau bentuk corak permukaan objek pun untuk mendapatkan efek-efek khusus tertentu sesuai seperti yang diinginkan pemotret. Pada filter fotografi, hubungan antara Faktor Filter, Persen Transmisi, dan Densitas logaritmis (D) diberikan s Faktor Filter = 100 / Persen Transmisi Persen Transmisi 50 25 10 1 0,1 0,01 0,001 0,0001 Filter Faktor x 2 x4 x 10 x 100 x 1.000 x 10.000 x 100.000 x 1.000.000 Log D= Log10 Faktor Filter Densitas Logaritmis ( D ) 0,3 6,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6.0 Tabel HUBUNGAN ANTARA FILTER DENSITAS NETRAL, FAKTOR FILTER DAN PENGURANGAN EKSPOSURE TIME. Densitas Netral 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0.6 0,7 0,8 0,9 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 Faktor filter 1¼ 1½ 2 2½ 3 4 5 6 8 10 100 1.000 10.000 100.000 1.000.000 Pengurangan E.T. 1/3 2/3 1 1 1/3 1 2/3 2 2 1/3 2 2/3 3 3 1/3 6 2/3 10 13 1/3 16 2/3 20 PENENTUAN WAKTU PENYINARAN FILM ( EKSPOSURE TIME ) Waktu penyinaran film ( t.e.) ditentukan dari persamaan: DAFTAR KONSTANTA B UNTUK BERBAGAI BENDA LANGIT Objek Konstantan B BULAN t.e (dalam detik) = f2 ( A x B ) Sabit tipis ( Thin Crescent ) 10 Sabit lebar (Wide Crescent ) 20 Separuh bulat ( Quarter ) 40 f = f Rasio atau f-stop sistem = F / D Cembung ( Gibbous ) 80 A = Kecepatan film dalam ASA atau ISO Purnama ( Full ) 200 Gerhana Parsial ( sebagian) 80 B = Konstantan yang ditentukan dari Parsial Umbra + Penumbra 0,25 kecerahan intensitas objek. Total relatif terang 0,05 Total relatif gelap 0,005 Tabel EKSPOSURE TIME TERPANJANG YANG MEMBERIKAN MATAHARI CITRA TAJAM, TANPA MEMAKAI CLOCK DRIVE. DAPAT DI- Penuh atau Parsial ( +ND 5 ) 80 PERGUNAKAN UNTUK SETIAP OBJEK LANGIT. Gerhana Total, Prominensa 50 0 Korona dalam ( medan 3 ) 5 0 Rentang Panjang Eksposure Time kritis Toleransi blur Korona luar ( medan 10 ) 1 Fokus Efektif ( mm ) ( dalam detik ) ( dalam detik ) PLANET 90 – 180 2 8 Venus 400 180 – 350 1 4 Merkurius 60 350 – 700 1/2 2 Mars 60 700 – 1500 1/4 1 Jupiter 30 1500 – 3000 1/8 1/2 Saturnus 10 3000 – 6000 1/15 1/4 6000 – lebih 1/30 1/8 TABEL EKSPOSURE TIME (WAKTU PENCAHAYAAN FILM) Objek Fase BULAN Sabit Tipis Waktu dalam (Thin Crescent) Sabit Lebar ( Wide Crescent ) Separuh Bulat ( Quartir )400 Cembung ( Gibbous ) Purnama ( Full Moon ) Gerhana Parsial ( Sebagian ) Gerhana Total ASA F-Rasio 5,6 11 2 Keterangan 16 100 100 1/250 1/30 1/8 1/4 30 400 1000 100 400 1000 100 << 1000 100 400 1000 100 400 1000 100 400 1000 100 400 1000 1/1000 1/2000 1/500 1/2000 << 1/1000 1/500 << 1/2000 << << << << << 1/1000 << << 20 4 2 1/125 1/250 1/60 1/250 1/500 1/125 1/125 1/1000 1/250 1/1000 1/2000 1/500 1/2000 << 1/125 1/500 1/1000 >> 50 20 1/30 1/60 1/15 1/60 1/125 1/30 1/60 1/250 1/60 1/250 1/500 1/125 1/500 1/1000 1/30 1/125 1/250 >> >> 135 1/15 1/30 1/8 1/30 1/60 1/15 1/2 1/125 1/30 1/125 1/250 1/60 1/250 1/500 1/15 1/60 1/125 >> >> >> 5 2 11 2 1/2 5 1/4 2 1/4 1/8 1/2 1/8 1/15 4 1/2 1/4 >> >> >> detik. Objek MATAHARI Fase Penuh (Full) ASA F-Rasio 5,6 11 2 Keterangan 16 100 100 1/2000 1/250 1/60 1/30 2 / Parsial 400 << 1/1000 1/250 1/125 1/4 Filter Gerhana Total 1000 100 << 1/1000 1/2000 1/125 1/500 1/30 1/250 1/15 1/8 4 (ND 5) Tanpa 400 1000 100 << << 1/125 1/500 1/1000 1/15 1/125 1/250 1/4 1/60 1/125 1/2 1/2 1/4 70 Tanpa 400 1000 100 1/500 1/1000 1/30 1/60 1/125 1/4 1/15 1/30 2 1/8 1/15 5 11 4 >> Tanpa 400 1000 400 1/125 1/500 1/15 1/4 1/30 1/8 10 s/d 30 menit 1/2 1/4 95 30 Memakai Matahari Filter ( Prominensa ) Gerhana Total Filter ( Medan 30 ) Gerhana Total Filter ( Medan 100 ) METEOR Gerak 1000 Motor (Clock Drive) KOMET & JEJAK BINTANG Gerak 400 s/d 30 menit Motor PLANET Objek MERKURIUS VENUS MARS JUPITER SATURNUS ASA 100 400 100 400 1000 100 400 1000 100 400 1000 100 400 1000 2 1/2000 << 1000 << << << 1/2000 << << 1/1000 << << 1/250 1/1000 1/2000 F-Rasio 5,6 11 16 1/250 1/60 1/1000 1/250 << 1/2000 1/1000 1/250 << 1/1000 << 1/2000 1/250 1/60 1/1000 1/250 1/2000 1/500 1/125 1/30 1/500 1/250 1/1000 1/500 1/30 1/8 1/125 1/30 1/250 1/60 Keterangan 100 1/30 1/125 1/500 1/125 1/500 1/1000 1/30 1/125 1/250 1/15 1/60 1/125 1/4 1/15 1/30 3 1/2 1/250 1/4 1/15 1/30 3 1/2 1/4 7 1 1/4 30 5 2 1/4 PEMOTRETAN BINTANG Lama waktu maksimum pemotretan bintang, komet, nebula, galaksi, tanpa meninggalkan jejak garis pada film akibat gerak harian, ditentukan oleh persamaan: t.e. (dalam detik) = 1000 / F Cos d F = Jarak fokus lensa dalam mm d = Deklinasi bintang Tabel Eksposure time untuk daerah bintang, dalam satuan detik. Panjang Fokus Lensa ( mm ) 18 24 28 35 50 (Normal) 75 100 135 150 200 300 400 00 55 40 35 30 20 13 10 7,5 6,5 5,0 3,3 2,5 Deklinasi Pusat Medan Bintang +/- 300 +/- 450 +/- 600 +/- 750 65 80 110 220 50 60 85 160 40 50 75 140 33 40 60 110 23 28 40 75 15 18 25 50 12 14 20 40 8,5 11 15 30 7,5 9 13 25 5,5 7 10 20 3,8 4,7 6,5 13 3,0 3,5 5,0 10 PEMOTRETAN BULAN Ukuran diameter bayangan bulan atau matahari pada film ditentukan dari persamaan: d = Diameter bayangan bulan d = F / 110 F = Panjang fokus lensa. Pada umumnya d dan F dalam mm. Tabel Ukuran citra bulan dan Jupiter pada film 35 mm untuk berbagai panjang fokus Panjang Fokus ( mm ) 400 500 600 700 800 1000 1250 1500 2000 2500 3000 4000 5000 6000 8000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000 Medan Pandang (Field of view) 3,40 x 5,20 2,70 x 4,10 2,30 x 3,40 2,00 x 2,90 1,70 x 2,60 1,40 x 2,10 1,10 x 1,70 0,90 x 1,40 41’ x 62’ 33’ x 50’ 28’ x 41’ 21’ x 31’ 17’ x 25’ 14’ x 21’ 10’ x 15’ 8,3’ x 12’ 6,9’ x 10’ 5,9’ x 8,8’ 5,2’ x 7,7’ 4,6’ x 6,9’ 4,1’ x 6,2’ Citra bulan ( mm ) 3,6 4,5 5,4 6,4 7,3 9,1 11 14 18 23 27 36 45 55 73 91 109 127 145 164 182 Citra Jupiter ( mm ) 0,2 0,25 0,3 0,4 0,5 0,6 0,8 1,0 1,2 1,6 2,0 2,4 2,8 3,2 3,6 4,0 Citra Jupiter (mm ) pada 15 x perbesara 3,0 3,8 4,5 6,0 7,5 9,0 12 15 18 24 30 36 42 48 54 60 Penggunaan Telefoto dan Telekonverter dapat memperbesar harga F sistem keseluruhan, sehingga mempe Ukuran citra objek pada bidang film. Beberapa hal penting yang diperhatikan dalam pemotretan bulan dengan Telefoto. 1. Selalu menggunakan tripod. 2. Lensa disetel pada f/5,6 atau f/8, khususnya jika menggunakan telekonverter, oleh karena sebagian besar paling tajam pada daerah tersebut. 3. Pastikan fokus yang tepat dengan mengamati penampakkan objek dari jendela pengintip di kamera tamp ling tajam. 4. Harus diingat bahwa penggandaan f-rasio berbanding lurus dengan panjang fokus. Hal ini sangat penting menentukan eksposure time (waktu penyinaran film) dengan tepat. 5. Sangat sulit memotret kawah-kawah bulan pada saat bulan purnama, karena cahaya bulan terlampau tera ngakibatkan kontras kawah-kawah berkurang. Pemotretan tofografi bulan yang baik dilakukan pada tepi kaan bulan antara daerah terang-gelap(daerah terminator), khususnya pada saat fase sabit atau quartir (se 6. Jika lensa yang dipergunakan menghasilkan bayangan bulan pada film berukuran kecil, untuk kepenting tika (keindahan) dapat digabungkan dengan objek-objek lain yang dapat tercakup dalam film. Sebagai co Bulan sabit sesaat setelah matahari tenggelam sekaligus dapat mengabadikan pohon-pohon atau gedungpada latar belakang objek utama. Apabila berdekatan letak bulan dengan Venus atau Jupiter, waktu pemo bulan dapat diperpanjang beberapa stop supaya sekaligus dapat mengabadikan planet-planet tersebut. 7. Penggunaan filter kuning (Kodak No. 8 K2) atau kuning tua N0. 15 (G) dapat mengurangi efek latar bela yang mengijinkan waktu pencahayaan film dapat lebih diperpanjang tanpa ada resiko latar belakang obje film akan terbakar. PEMOTRETAN MATAHARI Ukuran bayangan matahari pada film dapat dianggap sama dengan ukuran bayangan bulan. Berbeda de benda-benda langit lainnya, pemotretan matahari(terlebih lagi memakai teropong) harus menggunakan filter sus untuk matahari. Filter matahari berguna untuk menyaring sejumlah besar intensitas cahaya matahari yang membakar fi Pada umumnya filter matahari memiliki densitas logaritmis sekitar 5,0 yang berarti hanya dapat meloloskan Seratus ribu kali (1/105) kekuatan intensitas sumber. Beberapa filter matahari yang aman dan tidak aman dipakai dalam pemotretan matahari. Aman: - Filter-filter film metalik yang didesain khusus untuk melihat matahari dan dapat dipergunakan s langsung. Jenis ini merupakan filter matahari terbaik. - Dua atau tiga lapis film hitam putih yang telah disinari dan telah dikembangkan sempurna (over posed). - Kaca Welder No. 14. Tidak Aman: - Filter-filter fotografi netral dengan berbagai densitas. - Seluruh kombinasi filter-filter fotografi, termasuk filter polarisasi silang. - Filter-filter yang terbuat dari film berwarna. - Filter-filter yang terbuat dari film hitam putihChromogenik’tanpa lapisan perak’, sep Liford XP-1 atau Agfapan Vario-XL. - Kaca yang dilapisi jelaga. - Setiap filter yang dapat meneruskan cahaya benda-benda selain matahari dan lampu yang sangat terang. - Setiap filter yang ditempatkan dekat eyepiece teleskop, jika tidak menggunakan cerm lapis perak atau Baji Herchel. - Setiap filter yang tidak diketahui pasti aman. Lama waktu pemotretan matahari termasuk pada saat gerhana dapat dilihat di tabel eksposure time. PEMOTRETAN GANDA ( MULTIPLE SISTEM ) Merekam perubahan letak benda langit akibat gerak harian pada satu film. Umumnya merekam perubahan fase-fase gerhana matahari maupun gerhana bulan. Lensa kamera umumnya dipakai lensa normal 50 cm atau wide angle ( 35 atau 28 mm ), bermedan pandang luas, supaya dapat merekam perubahan letak objek dalam waktu yang cukup lama. Posisi kamera umumnya tegak, supaya memperoleh medan pemotretan luas. Yang harus diperhatikan: - Kondisi langit harus tetap baik, stabil dan tidak berawan selama pemotretan berlangsung. - Kedudukan kamera di tripod harus kokoh, tidak goyang akibat pemotretan dan tidak boleh berpindah tempat. - Pilih ukuran lensa kamera yang sesuai dengan rentang waktu pemotretan. - Selang waktu memotret setiap posisi objek diupayakan supaya citra objek tidak rapat dan tidak terlalurenggang. - Lintasan gerak harian objek harus diperkirakan dengan tepat. - Akumulasi cahaya latar belakang setiap pemotretan harus diperhatikan, supaya latar belakang objek tidak mengaburkan citra objeknya sendiri. - Usahakan momen paling penting misalnya midle gerhana atau total berada di tengah rangkaian potret multiple. - Kalau memungkinkan pilih pemandangan latar depan objek yang khas atau spesifik. Contoh: Lensa normal 50 mm Ukuran Film: 35 x 24 mm Ukuran diameter bulan atau matahari pada film = 50/110 = 0,45 mm. Panjang film dapat memuat 35/0,45 buah = 77 piringan matahari atau bulan berimpit = 38,5 0. 0 Sebagai catatan akhir, pada umumnya ada beberapa hal yang ditulis dalam catatan pemotret benda langit,Yaitu: - Nama objek yang dipotret. - Kondisi udara: cerah, berawan tipis, tebal, stabil atau tidak stabil. - Detail peralatan yang dipergunakan, pencatatan f-stop termasuk filter. - Jenis film, merk, ASA, kode, untuk catatan pemprosesan. - Tanggal, waktu dan tempat pemotretan. - Lama waktu penyinaran film dalam detik. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8. Covington, M., 1985, Astrophptography for the Amateur, Cambridge University Press, C bridge. Moore, P., The Amateur Astronomer’s Glossary, Lutherworth Press, London. -----------------, Astrophotography with your Camera, Kodak Publication No. AC-20, New York. -----------------, Solar–Eclipse Photography for the Amateur, Kodak Publication No.Am-1 New York. Bruning, D., 1994, November’s Colorful Eclipse, Astronomy, April 1994, p. 68. Byrd, D., Shaffer, R., Search for a Young Spring Moon, Astronomy, April 1994, p.52. Talcott, R., 1995, Spy the Young Moon, Astronomy, March 1995, p.68. Byrd, D., 1996, The Moon Flags Tiny Mercury, Astronomy, April 1996, p.56. Penemu : Arnold Schwassmann dan Arno Athur Wachmann tanggal 2 Mei 1930. Nama lain : 1930 Vl, 1979 Vlll. Designasi : 1990 Vlll, 1994 w. Periode orbit : 5,36 tahun Aphelium : 5,187 Satuan Astronomi. Perihelium : 5,187 Satuan Astronomi. Mencapai perihelium terakhir : 27 Januari 2001 Mencapai perihelium yad : 6 Juni 2006 - Pada tahun 1995, komet 73P pecah menjadi: 73P: A, B, C, D & E. - Maret 2006 diketahui ditemukan menjadi 8 fragmen : B, C, G, H, J, L, M & - 18 April 2006 HST mendeteksi ada ribuan fragmen B dan G(seperti komet Biela di abad ke 19) berubah dari 73P menjadi 73 D. - Melewati bumi di akhir April dan awal mei, terdekat ke bumi sekitar tangga mei pada jarak 11,9 juta km (0,08 satuan astronomi). POSISI KOMET SCHWASSMANN-WACHMANN TANGGAL 14 MEI 2006 JAM 01.00 WIB DI JAKARTA Schwassmann-Wachmann R (73P) m = 14,12 Schwassmann-Wachmann G (73P) m = 14,14 Schwassmann-Wachmann B (73P) m = 6,18 Schwassmann-Wachmann C (73P) m = 6,52 Komet Schwassman-Wachmann (73P), 27 April 2006, NASA HST Komet Schwassman-Wachmann C (73P). Tiga fragmen komet Schwassman-Wachmann B (73P), 4 Mei 2006, NASA HST FOKUS 2.250 mm GBT, Jakarta 10 Februari 1990 Cecep N., Planetarium Jakarta POTRET BENDA-BENDA LANGIT FOKUS 1.000 mm GMT Bojonegoro, 11 Juni 1983 Darsa S., Planetarium Jakarta FOKUS 1.000 mm GMT Tahuna, 25 Oktober 1995 Darsa S., Planetarium Jakarta Fokus 50 mm Edward Panjaitan, Observatorium Bosscha GMT Palembang, 18 Maret 1988 Fokus 50 mm Tridjoko R.,Planetarium & Obs.Jakarta GMT Tahuna, 24 Oktober 1995 Fokus 50 mm Cecep N., Planetarium & Obs.Jakarta GMC Jakarta, 22 Agustus 1998 Kirk Wines, David Silvertein, GBT 3 April 1996 David Silvertein, GBT 28/29 November 1993