TINJAUAN PUSTAKA Biologi Udang Galah Sebagian besar udang air tawar termasuk dalam famili Palaemonidae dan genus Macrobrachium yang merupakan genus paling banyak jenisnya. Udang galah merupakan salah satu jenis dari genus Macrobrachium yang paling banyak dikenal karena ukurannya yang besar. Udang ini juga mempunyai beberapa nama lokal, misalnya giant freshwater shrimp dan giant freshwater prawn di Amerika, golda chingri dan mocha chingri di India dan Bangladesh, bharo chingri atau bara chingri, chooan chingri, mota chingri, shala chingri di Bangladesh, udang satang dan udang duri di pulau Jawa, udang falah di Malaya dan pulau Kalimantan, serta koong yai di Thailand. Seperti udang lain pada umumnya, badan udang galah terdiri dari ruas-ruas yang ditutup dengan kulit keras. Bagian kulit tersebut cukup keras, tidak elastis dan terdiri dari zat chitin yang tidak dapat mengikuti pertumbuhan dagingnya. Badan udang galah terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu membentuk satuan kepala-dada (cephalothorax), bagian badan (abdomen) dan bagian ekor (uropoda). Morfologi udang galah ditampilkan pada Gambar 1. Gambar 1 Morfologi udang galah (New 2002) Daur hidup udang galah menempati daerah perairan payau dan perairan tawar. Udang betina yang siap memijah bermigrasi ke payau untuk melakukan pemijahan, daerah ini juga digunakan untuk perkembangan larva. Pasca larva hingga dewasa udang akan bermigrasi kembali ke perairan tawar (Ismael & New 2000). Pada perairan payau larva udang galah bersifat planktonis yaitu hidup melayang-layang di dalam air. Dalam kehidupannya sebagai larva yang rata-rata membutuhkan waktu 45 hari udang mengalami 11 kali metamorfose. Setelah melewati stadia 11 kemudian udang berubah bentuk menjadi juvenil (post larvae). Pada saat itu bentuknya sudah menyerupai udang dewasa tetapi ukurannya lebih kecil. Peranan Salinitas Salinitas adalah salah satu faktor abiotik penting dalam akuakultur. Beberapa jenis krustase memiliki sifat euryhaline dimana salinitas optimum dapat membantu proses pertumbuhan, kelangsungan hidup dan efisiensi produksi (Roscue et al. 2004). Salinitas berhubungan dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik sebagai media internal maupun eksternal. Tekanan osmotik media selain menentukan pengaturan tekanan osmose cairan tubuh juga mempunyai pengaruh terhadap metabolisme, tingkah laku, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kemampuan reproduksi. Pengaruh salinitas pada metabolisme Panaeus monodon biasanya untuk penyesuaian konsumsi energi yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotik lingkungan dan cairan tubuh udang (Ye et al. 2009). Pada umumnya organisme akuatik di laut mempunyai osmolaritas darah (tekanan osmotik cairan internal) berkisar antara 380 – 450 mOsm, sedangkan tekanan osmotik di luar media berkisar antara 800 – 1200 mOsm sehingga air dalam tubuh akan berdifusi keluar (Wilder et al. 2009). Laju pertumbuhan udang secara internal bergantung pada kelancaran proses ganti kulit dan tingkat kerja osmotik. Pertumbuhan larva dan pasca larva udang merupakan perpaduan antara proses perubahan struktur melalui metamorfosis dan ganti kulit, serta peningkatan biomas sebagai proses transformasi materi dan energi pakan menjadi masa tubuh udang. Pertumbuhan udang bersifat diskontinu karena setiap ganti kulit sebagian masa hilang sebagai eksuvia (Allen et al. 1984). Juvenil udang galah dapat tumbuh dengan baik pada salinitas optimum 4 ppt (perlakuan 0, 2, 4, 6 dan 8 ppt). Pada kisaran salinitas 4 ppt, tekanan osmotik media mendekati isoosmotik sehingga pemanfaatan energi untuk osmoregulasi sedikit dan porsi energi untuk pertumbuhan udang lebih banyak (Hamzah 2002). Penentuan konsentrasi kalsium berdasarkan Zaidy (2007) bahwa kisaran konsentrasi kalsium 15-60 ppt dapat meningkatkan laju konsumsi pakan harian dan pertumbuhan udang galah. Mineral Kalsium Mineral merupakan komponen dari eksoskeleton dan kofaktor beberapa jenis enzim, serta berperan dalam osmoregulasi dan aktivitas saraf. Kalsium mempunyai peranan penting dalam pembentukan jaringan tubuh terutama tulang atau eksoskeleton. Hal ini disebabkan 99 % kalsium dalam tubuh terdapat dalam jaringan eksoskeleton atau tulang. Sumber kalsium bagi udang dapat berasal dari pakan dan media hidupnya. Penyerapan kalsium dalam rongga usus memerlukan energi yang bergantung pada enzim ATP-ase. Kalsium tidak terdapat dalam bentuk bebas, namun berupa kation yang bermuatan positif (Piliang 2005). Wicknis dan Lee (2002) mengatakan bahwa adanya kandungan kapur yang tinggi di perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Pengapuran pada kolam budidaya bertujuan untuk menetralkan ion Al, Fe, H, dan Mn serta menambah unsur Ca dan Mg ke dalam perairan. Pada perairan laut dan tawar yang banyak mengandung kalsium dan magnesium potensial berpengaruh pada pH perairan. Mineral karbonat dalam perairan ini dapat berfungsi sebagai cadangan bikarbonat yang sangat potensial untuk mengionisasi dan menetralisir peningkatan ion hidrogen dalam air. Kelarutan mineral karbonat sangat dipengaruhi oleh ketersediaan karbon organik atau desolve organic carbon (DOC). Magnesium dan DOC bersifat menghambat pengendapan mineral karbonat dalam air. Mineralisasi kalsium pada eksoskeleton udang selama siklus molting merupakan fenomena umum pada kepiting biru (C.sapidus) (Perry et al. 2001), lobster air tawar (P. zealandicus) (Hammond et al. 2006) dan udang air tawar (M. nipponense) (Wang et al. 2003) Penambahan mineral Ca(OH)2 mampu meningkatkan kadar kalsium media dan kulit udang. Kisaran kadar kalsium optimum 0 – 30 mg/L dapat mempercepat lama waktu postmolt udang galah yaitu dari 17 hari menjadi 12 hari. Hal ini disebabkan pertukaran antara kalsium media dan kalsium kulit berlangsung terus-menerus (Zaidy 2007). Dalam osmoregulasi, keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dan air media sangat penting bagi kehidupan organisme air. Laju pertumbuhan udang secara internal tergantung pada kelancaran proses ganti kulit dan tingkat kerja osmotik (Hartnoll 1982). Fungsi biokimia mineral seperti ion Ca, Na dan Cl pada organisme air sama dengan organisme teresterial. Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan energi untuk pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang mendekati isoomotik, dengan demikian energi yang disimpan cukup substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al. 2003). Penambahan kalsium 20 mg/L dapat menurunkan tingkat konsumsi oksigen benih ikan balashrak (Balanthiocheilus melanopterus) sehingga jumlah energi yang digunakan untuk metabolisme lebih sedikit dan energi untuk pertumbuhan makin besar (Kadarini 2009). Pengambilan Kalsium dari Air ke dalam Tubuh Udang Pengambilan kalsium dari media di pengaruhi oleh pH air. Pengambilan kalsium oleh udang penaid mulai terhambat pada pH di bawah 5,75. Transfer kalsium dari media dipengaruhi oleh kandungan karbonat di media eksternalnya. Meskipun pH air menurun, penyerapan kalsium dalam proses kalsifikasi masih dapat berlangsung jika kandungan karbonat di air tidak terlalu tinggi (Wickins 1984). Hasil percobaan Cameron (1985b) menunjukkan bahwa laju masuk kalsium dan laju keluar H+ pada kepiting sangat terhambat oleh penurunan kadar Ca2+ lingkungan, HCO3- atau pH. Proses transfer kalsium media ke dalam tubuh/hemolim melalui insang dengan mekanisme transport pasif, sedangkan dari hemolim ke kulit dengan cara transport aktif yang memerlukan energi. Peningkatan kadar kalsium di jaringan sebesar 3% dapat meningkatkan biomas crayfish sebesar 20%. Kadar kalsium yang disimpan di jaringan crayfish dewasa lebih tinggi dibandingkan crayfish muda. Pengaruh proses molting pada kadar kalsium dalam hemolim meningkat sejalan dengan pertambahan umur crayfish. Hubungan tingkat ganti kulit dengan umur dan kadar kalsium dalam hemolim adalah sebesar 0,653 (Adegboye 1983). Lama periode perkembangan postlarva udang ditentukan oleh waktu antara ganti kulit yang disebut juga intermoult (Sastry 1983). Transfer kalsium ke tubuh udang berpengaruh terhadap konsumsi pakan yang akibatnya pertumbuhan udang meningkat. Laju pertumbuhan individu yang tinggi dapat mempercepat periode siklus molting. Laju pertumbuhan udang yang tinggi merupakan konsekuensi dari ratarata tingkat konsumsi pakan yang tinggi. Selain berpengaruh terhadap laju pertumbuhan juvenil udang galah, penambahan kalsium 30 mg/L juga menunjang peningkatan biomas (Zaidy 2007). Pertumbuhan udang bersifat diskontinyu yang terjadi hanya setelah ganti kulit yaitu saat kulit luarnya belum mengeras sempurna. Pada saat ganti kulit terjadi kalsifikasi yaitu proses penyerapan kalsium secara osmotik dari lingkungan. Selanjutnya kalsium yang terserap dari media dan kulit lama akan terakumulasi di organ hepatopankreas dan gastrolith. Ganti kulit pada udang secara sederhana mengikuti alur proses sebagai berikut (Merick 1993): a. Intermoult akhir: terjadinya mobilisasi dan akumulasi cadangan metabolik seperti Ca, P dan bahan organik lainnya ke dalam hepatopankreas. b. Premoult: kalsium (Ca) dari kulit lama diserap kembali dan disimpan dalam gastrolith. Lalu diikuti pembentukan kulit baru. c. Moult : mulai terjadi pelepasan kulit lama diikuti dengan absorbsi air dari media eksternal dalam jumlah besar. d. Postmoult : terjadi pengapuran dan pengerasan kulit baru dengan kalsium yang berasal dari cadangan material organik dan anorganik dari hemolim dan hepatopankreas serta sebagian dari media eksternalnya yang terjadi saat periode sesudah ganti kulit. e. Intermoult : merupakan periode sesudah ganti dan awal antar ganti kulit dengan terjadinya pertumbuhan jaringan somatik pada tubuh udang. Fisik Kimia Air Faktor fisik kimia air sangat berperan dalam kelangsungan hidup udang. Udang sering mengalami gangguan karena faktor lingkungan yang kurang baik seperti kekurangan oksigen, suhu yang terlalu tinggi dan adanya penimbunan gas H2S, NH3 yang menyebabkan pertumbuhan terhambat meskipun makanan cukup. Suhu berpengaruh terhadap proses fisik, kimia, biologi badan air dan juga kehidupan biota yang ada didalamnya. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan reaksi kimia, viskositas dan evaporasi. Selain itu, peningkatan suhu juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air. Dekomposisi bahan organik dalam perairan oleh mikroba juga menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya suhu. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik ± 2-3 kali lipat (Boyd 1982). Larva udang dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu optimum 24 - 31 oC. Pada suhu di bawah 24 – 26oC larva udang tidak dapat tumbuh dengan baik dan waktu metamorfosis lebih panjang. Perubahan suhu secara drastis akan menyebabkan kematian pada larva udang, akan tetapi perubahan secara bertahap tidak banyak berpengaruh terhadap kehidupan larva udang. Suhu tinggi cenderung menyebabkan kadar oksigen terlarut menurun. Suhu dan kalsium merupakan variabel untuk mengontrol pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang (Holdich 2002). Nilai pH mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran aktifitas ion hidrogen dalam larutan. Derajat keasaman merupakan salah satu sifat kimia yang secara langsung berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Kisaran pH optimal 7 - 8 berperan dalam aktifitas enzim ATP-ase pada juvenil Litopenaeus vannamei (Pan et al. 2007). Kandungan oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh ikan. Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi dan tekanan atmosfer (Boyd 1982). Rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan organisme akuatik menjadi stres. Organisme akuatik menggunakan energinya untuk bertahan pada kondisi stres sehingga energi untuk pertumbuhan berkurang. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan organisme terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan sejalan dengan kematian (Zonneveld et al.1991). Kandungan oksigen terlarut dengan kisaran 5,93 – 6,34 mg/L masih dalam rentang yang layak untuk mendukung kehidupan dan mampu menjaga suasana oksidatif pada habitat udang (Zaidy 2007). Kesadahan adalah konsentrasi ion logam bervalensi dua dalam air yang dinyatakan dalam miligram per liter ekivalen kalsium karbonat. Kesadahan kalsium dengan konsentrasi di atas 50 mg/L baik untuk budidaya udang air tawar (Boyd 1990). Alkalinitas merupakan kemampuan untuk menyangga asam atau kapasitas perairan untuk menerima proton pada perairan alami, berhubungan dengan konsentrasi karbonat(CO32-), bikarbonat(HCO3-) dan hidroksida (OH-) (Wheaton 1977 diacu dalam Budiardi 1998). Faktor lain yang menghambat pertumbuhan udang adalah amoniak (NH3) NH3 merupakan senyawa nitrogen yang pada kondisi tertentu bersifat toksik terhadap organisme perairan. NH3 yang terdapat dalam air merupakan hasil penguraian bahan organik yang berasal dari hasil metabolisme udang ataupun dari sisa pakannya. Kadar NH3 merupakan racun bagi organisme perairan karena dapat merusak jaringan insang sehingga fungsinya sebagai alat pernafasan akan terganggu dan menyebabkan kematian bagi ikan (Cholik et al. 1986). Konsentrasi amoniak sebesar 0,09 mg/L dapat menurunkan pertumbuhan udang galah dan 0,45 mg/L menyebabkan penurunan pertumbuhan udang penaeid (Boyd 1990).