BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari ekonomi berbasis industri adalah semakin meningkatnya pemanfaatan teknologi yang menggantikan tenaga manusia. Penggantian ini mengakibatkan perubahan pada gaya hidup masyarakat. Perubahan gaya hidup yang terlihat nyata di masyarakat akibat hal tersebut yaitu berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya konsumsi makanan cepat saji. Gaya hidup tersebut menjadi salah satu penyebab bergesernya penyakit dari penyakit infeksi dan rawan gizi ke penyakit degeneratif, seperti obesitas hingga penyakit penyertanya seperti penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) dengan angka mortalitas yang tinggi (Supriyono, 2008). Obesitas, terutama obesitas sentral, muncul pada masyarakat dengan aktivitas fisik kurang dan tingginya konsumsi makanan cepat saji. Obesitas jenis ini mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kesehatan dibandingkan obesitas umum. Obesitas sentral merupakan faktor penting terjadinya sindrom metabolik, yaitu gangguan metabolik yang meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler dan diabetes (Eckel, 2010). Seseorang dikatakan menderita sindrom metabolik apabila terdapat obesitas sentral (lingkar perut >90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut >80 cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 kriteria berikut : (1) Trigliserida >150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia; (2) HDL–C: <40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan <50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk 1 2 peningkatan kadar HDL–C; (3) Tekanan darah: sistolik >130 mmHg atau diastolik >85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula darah puasa (GDP) >100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau pernah terdiagnosis diabetes mellitus tipe 2 (IDF, 2005). Glukosa darah puasa (GDP) merupakan salah satu pemeriksaan kenormalan kadar glukosa dalam darah selain glukosa darah sewaktu (GDS) dan glukosa darah 2 jam setelah makan/post prandial. Peningkatan kadar glukosa darah puasa melebihi nilai normal, yang ditandai dengan glukosa darah puasa terganggu, disebut kondisi hiperglikemi. Hiperglikemi terjadi karena kelainan sekresi hormon insulin yang mengakibatkan jumlah insulin yang dikeluarkan tidak adekuat, dan atau kelainan pada reseptor insulin yang dikenal dengan resistensi insulin (ADA, 2005). Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya hiperglikemi antara lain pola makan yang tidak teratur karena pergeseran gaya hidup masyarakat seperti meningkatnya konsumsi makanan tinggi karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi, kandungan lemak yang tinggi, dan makanan/minuman yang mengandung pemanis buatan seperti HFCS (High Fructose Corn Syrup) berlebih. Kondisi hiperglikemi kronis menyebabkan diabetes mellitus (DM) tipe 2. Diagnosis DM pada seseorang ditegakkan dengan indikasi kadar GDS sebesar > 200 mg/dl, kadar GDP > 126 mg/dl, dan glukosa darah 2 jam setelah makan (post prandial) > 200 mg/dl. Apabila Diabetes Mellitus tidak dikendalikan dengan baik, dapat menimbulkan komplikasi seperti retinopati (komplikasi pada mata), nefropati (komplikasi pada ginjal), neuropati (komplikasi pada saraf), serta terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan penyakit jantung koroner dan 3 stroke sehingga meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas (PERKENI, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, proporsi GDP terganggu pada penduduk Indonesia yang berumur > 15 tahun sebesar 36,6%, penduduk dengan toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 29,9%, sedangkan penduduk yang sudah terdiagnosis DM sebesar 6,9%. Menurut data WHO, pada tahun 2014 terdapat 9% dari penduduk dunia berusia lebih dari 18 tahun menderita DM. Pada tahun 2012, penyakit DM menjadi penyebab utama dari 1,5 juta kasus kematian di dunia (WHO, 2015). Oleh sebab itu, DM perlu dikelola dengan baik agar komplikasi yang ditimbulkan dapat diminimalkan. Salah satu prinsip pengelolaan glukosa pada DM berdasarkan PERKENI (2008) yaitu penataan diet dengan prinsip 3J (Jenis, Jadwal dan Jumlah). Jenis makanan dengan kandungan serat yang tinggi dan indeks glikemik yang rendah mampu membantu memperlambat kenaikan glukosa darah. Kacang merah adalah bahan pangan dari golongan kacang-kacangan yang memiliki kadar serat tinggi dan indeks glikemik yang rendah serta telah banyak diteliti efek hipoglikemiknya. Dalam 100 gram kacang merah kering, terdapat 6,9 mg serat (Atchibri, 2010). Serat dapat membentuk gel dengan viskositas yang tinggi yang dapat memperlambat penyerapan glukosa. Selain serat yang tinggi, kacang merah memiliki indeks glikemik 26 yang tergolong rendah dan mampu menurunkan glukosa darah (Marsono, 2002). Pada penelitian Marsono (2003), pakan mengandung kacang merah memiliki viskositas yang lebih besar daripada kacang kedelai namun absorpsi glukosa 4 yang lebih rendah. Hal inilah yang menyebabkan kacang merah mampu menurunkan glukosa darah lebih besar daripada kacang kedelai. Kandungan kacang merah yang berperan sebagai anti hiperglikemik selain serat adalah pati resisten yang akan terfermentasi oleh bakteri usus menghasilkan asam lemak rantai pendek. Kemudian terdapat senyawa isoflavon (fenolik) berupa polifenol, tannin, dan flavonoid (Atchibri, 2010). Senyawa ini merupakan senyawa antioksidan. Antioksidan diperlukan oleh penderita DM karena hiperglikemi juga menyebabkan peningkatan radikal bebas (Setiawan, 2005). Antioksidan dapat mencegah, menunda atau memperlambat terjadinya kerusakan akibat radikal bebas yang menyebabkan penurunan sensitivitas pankreas dalam memproduksi hormone insulin (Gordon, 2001). Selain itu, terdapat senyawa saponin yang juga terbukti bermanfaat sebagai antidiabetes (Elekofehinti et al., 2015). Kacang merah juga mengandung zat anti gizi seperti kacang-kacangan lain. Zat anti gizi tersebut antara lain oligosakarida termasuk stakiosa dan rafinosa, asam fitat, hemaglutinin, tripsin inhibitor, dan goitrogen (Astawan, 2009). Zat-zat tersebut dapat mempengaruhi rasa dari kacang merah. Pengolahan dilakukan untuk meningkatkan daya terima kacang merah. Salah satu pengolahan yang dapat dilakukan adalah dengan fermentasi, yaitu pembuatan tempe dari kacang merah. Tempe merupakan sumber protein nabati yang dibuat secara tradisional dari fermentasi kacang-kacangan dengan bantuan jamur Rhizopus. Kapang yang tumbuh pada kacang-kacangan dapat menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh (Dwinaningsih, 2010). 5 Penelitian tentang manfaat kacang merah dalam menurunkan kadar glukosa darah sudah banyak dilakukan, namun belum ada penelitian mengenai pengaruh hipoglikemik dari olahan tempe kacang merah. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik mengetahui efek hipoglikemik dari olahan kacang merah dan kacang merah kukus. Dengan mengetahui efek hipoglikemik dari tempe kacang merah, diharapkan memberi alternatif makanan fungsional sumber protein nabati bagi masyarakat dan dapat dimanfaatkan secara optimal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh pemberian tempe kacang merah dan kacang merah kukus terhadap kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tempe kacang merah dan kacang merah kukus terhadap kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengaruh pemberian tempe kacang merah terhadap kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa. 6 b. Mengetahui pengaruh pemberian kacang merah kukus terhadap kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa. c. Menganalisis perbandingan efektivitas pemberian tempe kacang merah dan kacang merah kukus terhadap kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat Bahan masukan kepada masyarakat tentang pemanfaatan bahan pangan lokal bernilai gizi tinggi sebagai alternatif membantu mengendalikan kadar glukosa darah sehingga menurunkan risiko menderita diabetes mellitus. 2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan a. Menambah pengetahuan tentang manfaat tempe kacang merah dan kacang merah kukus dalam membantu mengendalikan kadar glukosa darah. b. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian E. Keaslian Penelitian Berdasarkan referensi, penelitian tentang pemberian tempe kacang merah dan kacang merah kukus terhadap kadar glukosa darah tikus yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian 7 yang pernah dilakukan sebelumnya yang berhubungan dengan kacang merah dan glukosa darah antara lain: 1. Marsono et al. (2003) berjudul “Pengaruh Diet Kacang Merah Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Diabetik Induksi Alloxan” dengan desain kuasi eksperimental rancangan the pre and post test control group design dengan tujuan penelitian mengevaluasi pengaruh pemberian diet kacang merah dibandingkan dengan diet kacang kedelai terhadap kadar glukosa darah pada tikus diabetik yang diinjeksi alloksan. hasilnya adalah dalam 28 hari intervensi, diet kacang merah mampu menurunkan kadar glukosa serum sebesar 69% sementara untuk diet kacang kedelai mampu menurunkan kadar glukosa serum sebesar 65%. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian dan sampel yang digunakan. Sedangkan perbedaan terdapat pada bentuk kacang merah yang diteliti dan perlakuan terhadap tikus sebelum dan selama intervensi. 2. Fajni et al. (2011) dengan judul “Pengaruh Pemberian Susu Kacang Merah terhadap Kadar Glukosa Darah pada Tikus Sprague Dawley Diabetes-Hiperkolesterol” dan jenis penelitian kuasi eksperimental dan rancangan pre and post control group design. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian susu kacang merah terhadap glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diinduksi diabetes dan diberi diet hiperkolesterol. Hasilnya adalah penurunan kadar glukosa darah tidak berbeda nyata di semua kelompok. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu jenis penelitian dan sampel penelitian. Sedangkan perbedaan terdapat pada bentuk kacang merah yang diteliti dan perlakuan terhadap tikus sebelum dan selama intervensi. 8 3. Rahmawati et al. (2014), berjudul “Pengaruh Diet Kacang Merah terhadap Kadar Gula dan Profil Lipid Darah serta Sifat Digesta Tikus Diabetik”. Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan rancangan acak lengkap menggunakan subjek 30 tikus Sprague Dawley jantan diabetes yang diinduksi alloxan. Hasil yang didapatkan adalah diet kacang merah mampu menurunkan glukosa serum sebanyak 73,5% sementara untuk diet kacang kedelai mampu menurunkan 64,9% dan diet standar 55,13%. Selain itu, diet kacang merah mampu menurunkan kolesterol total serum dan trigliserida lebih tinggi yaitu sebanyak 35% dan 12,36% jika dibandingkan dengan diet kacang kedelai yaitu 27,15% dan 4,85%. Proporsi asam lemak rantai pendek (SCFA) sekum tikus yaitu 58,70 : 29,41 : 11,87 untuk asetat : propionat : butirat. Persamaan dengan penelitian ini adalah subjek yang digunakan, desain dan rancangan penelitian dan variabel terikat berupa kadar gula. Perbedaan dengan produk kacang merah yang diteliti.