Contents Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2017 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps dari 4,75% menjadi 4,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun 25 bps menjadi 3,75% dan Lending Facility turun 25 bps menjadi 5,25%, berlaku efektif sejak 23 Agustus 2017. Penurunan suku bunga acuan ini akan diikuti dengan penurunan suku bunga instrumen moneter lainnya. Kebijakan penurunan suku bunga tersebut konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi tahun 2017 dan 2018 di dalam kisaran sasaran yang ditetapkan, serta terkendalinya defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman. Risiko eksternal terkait dengan rencana kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral AS mereda sehingga perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri Indonesia tetap menarik. Penurunan suku bunga kebijakan diharapkan dapat memperkuat intermediasi perbankan sehingga memperkokoh stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas lainnya untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural berjalan dengan baik sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ekspansi perekonomian dunia terus berlanjut disertai dengan terjadinya pergeseran sumber-sumber pertumbuhan. Di satu sisi, perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh lebih baik ditopang oleh konsumsi yang solid dan ekspor yang meningkat. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan lebih baik seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan kinerja ekspor yang meningkat. Di sisi lain, perekonomian AS diperkirakan tumbuh lebih rendah sejalan dengan konsumsi yang melemah dan investasi yang tertahan oleh prospek penurunan harga minyak. Perkembangan ekonomi global tersebut berpotensi mendorong peningkatan volume perdagangan dunia dan masih tetap tingginya harga komoditas global. Sementara itu, kenaikan FFR diperkirakan akan terjadi satu kali pada akhir tahun 2017 dan normalisasi neraca bank sentral AS diperkirakan akan diumumkan pada September 2017. Perekonomian Indonesia pada triwulan II 2017 tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 tercatat 5,01% (yoy), lebih rendah dari periode yang sama pada 2016 sebesar 5,18% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh meningkatnya kinerja investasi, khususnya investasi bangunan sejalan dengan akselerasi belanja infrastruktur pemerintah dan meningkatnya proyek investasi swasta. Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 melemah sementara konsumsi Pemerintah mengalami kontraksi seiring dengan adanya pergeseran pengeluaran. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor melambat terutama dipengaruhi penurunan pertumbuhan volume ekspor produk manufaktur sejalan dengan belum kuatnya pemulihan ekonomi dunia. Secara spasial, rendahnya pertumbuhan ekspor terutama terjadi di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang melambat di daerah tersebut. Ke depan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan membaik ditopang oleh peningkatan investasi dan konsumsi seiring dengan berlanjutnya dampak belanja Pemerintah yang lebih ekspansif serta pemanfaatan ruang pelonggaran kebijakan moneter. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan 2017 tetap dalam kisaran 5,0-5,4% dan akan meningkat menjadi 5,1-5,5% pada tahun 2018. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) menunjukkan surplus dengan defisit transaksi berjalan yang terjaga dan dapat dibiayai oleh surplus neraca modal dan keuangan yang besar. Pada triwulan II 2017, NPI mencatat surplus 0,7 miliar dolar AS ditopang oleh surplus transaksi modal dan keuangan sebesar 5,9 miliar dolar AS melebihi defisit neraca transaksi berjalan sebesar 5,0 miliar dolar AS (1,96% PDB). Posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2017 sebesar 127,8 miliar dolar AS atau cukup untuk membiayai 9,0 bulan impor atau 8,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, kinerja NPI diperkirakan akan tetap mencatat surplus untuk keseluruhan tahun 2017 dan tahun 2018. Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan tetap terjaga dalam batas aman di bawah 3% PDB, yaitu di kisaran 1,5-2,0% PDB pada tahun 2017 dan di kisaran 2,0-2,5% PDB pada tahun 2018. Rupiah bergerak cukup stabil ditopang oleh tetap tingginya kepercayaan terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia. Secara rata-rata, rupiah menguat sebesar 0,30% menjadi Rp13.309 per dolar AS pada triwulan II 2017. Stabilnya nilai tukar rupiah ditopang oleh aliran dana masuk yang tetap kuat seiring dengan prospek imbal hasil yang positif dan diikuti oleh tetap tingginya pasokan valas korporasi di pasar valas domestik. Nilai tukar rupiah ke depan diperkirakan tetap stabil didukung oleh keseimbangan neraca pembayaran yang terjaga dan pasar valas domestik yang semakin dalam. Bank Indonesia akan terus melanjutkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar. Inflasi terkendali pada level yang lebih rendah dari perkiraan semula, sehingga mendukung pencapaian sasaran inflasi sebesar 4,0±1% tahun 2017 dan 3,5±1% tahun 2018. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juli 2017 tercatat 2,60% (ytd) atau secara tahunan mencapai 3,88% (yoy). Di samping terkendalinya inflasi administered prices, inflasi volatile food dan inflasi inti tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi pada periode pascalebaran tiga tahun terakhir. Secara tahunan, inflasi inti tercatat cukup rendah, yaitu 3,05% (yoy) sejalan dengan permintaan domestik yang terbatas, ekspektasi inflasi yang terjaga, dan stabilitas nilai tukar. Ke depan, inflasi diperkirakan akan tetap rendah di dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan, didukung oleh masih cukupnya sisi penawaran dibandingkan permintaan (kesenjangan output), stabilnya nilai tukar rupiah, tren menurunnya inflasi global, dan rendahnya risiko kenaikan administered prices. Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah Pusat dan Daerah agar inflasi tetap terkendali dan rendah. Sistem keuangan tetap stabil didukung oleh ketahanan industri perbankan dan pasar keuangan yang terjaga. Pada Juni 2017, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tercatat 22,5%, dan rasio likuiditas (AL/DPK) berada pada level 21,2%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tercatat 3,0% (gross) atau 1,4% (net). Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juni 2017 tercatat 10,3% (yoy), menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya 11,2% (yoy). Pertumbuhan kredit Juni 2017 tercatat 7,8% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya 8,7% (yoy). Ke depan, pertumbuhan DPK pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh dalam kisaran 9-11%, sementara kredit di tahun yang sama tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula yaitu menjadi dalam kisaran 8-10%. Intermediasi perbankan diperkirakan akan lebih tinggi pada tahun 2018 dengan perkiraan pertumbuhan kredit sebesar 10-12% dan pertumbuhan DPK sebesar 9-11%. Guna mendukung pembiayaan perekonomian sekaligus memperdalam pasar keuangan, Bank Indonesia bersama otoritas terkait akan mempercepat proses konsolidasi perbankan serta mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan korporasi melalui pasar keuangan. Kebijakan ini bersama dengan penurunan suku bunga ditujukan untuk mendorong intermediasi perbankan yang lebih optimal guna mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional.