BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Definisi Proyek
Umumnya suatu pekerjaan dapat menjadi sebuah proyek ketika terjadi
perkembangan tugas dengan kompleks dan pada akhirnya tidak dapat
ditangani secara individual ketika menemukan batas waktu, budget, dan
perusahaan yang terkait.
Di dalam bukunya Gray dan Larson (2006, p4) sebuah proyek dapat
diartikan sebagai kegiatan yang kompleks, bersifat nonrutin, dan hanya
terjadi satu kali yang ruang lingkupnya diabatasi oleh waktu, anggaran,
sumber daya, dan spesifikasi desain penampilan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
Menurut Schwalbe (2006,p4) proyek merupakan suatu usaha yang
bersifat sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang
unik.
Menurut Heizer & Render (2014,p.60) mendefinisikan proyek
sebagai sederetan tugas yang diarahkan kepada suatu hasil utama.
Herjanto (2007,p351) menyatakan proyek meliputi tugas-tugas
tertentu yang dirancang secara khusus dengan hasil dan waktu yang telah
ditentukan.
Setelah melihat pandangan para ahli maka dapat diartikan proyek
merupakan suatu rangkaian kegiatan dan kejadian yang saling berkaitan
untuk mencapai tujuan tertentu dan membuahkan hasil dalam suatu jangka
waktu tertentu dan sumber daya tertentu. Kumpulan dari beberapa proyek
dapat juga disebut sebagai program. Program memiliki lingkup atau batasan
yang lebih luas, sebagai contoh, pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia
memiliki program pemerataan pendidikan. Dengan beberapa proyek
didalamanya yaitu pembangunan sekolah di daerah, pengadaan buku dan alat
peraga, pengadaan sarana sekolah seperti laboratorium, dan lain-lain.
9
10
2.1.2 Struktur Pecahan Kerja
Proyek yang dikerjakan dipecah menjadi bagian-bagian untuk
kemudahan pengelolaan yang baik .menurut Heizer & Render (2014,p.61)
Struktur pecahan kerja menjeleaskan proyek dengan membaginya menjadi
subkomponen (atau tugas) utama, yang kemudian dibagi ke dalam komponen
yang lebih detail , dan akhirnya menjadi seperangkat kegiatan dan biaya yang
terkait.
Struktur pecahan kerja umumnya menurun dalam ukuran dari atas ke
bawah dan dimaksudkan seperti ini
1. Tingkat Proyek
2. Tugas-tugas utama pada proyek
3. Subtugas-subtugas pada tugas utama
4. Kegiatan (atau “paketkerja”) yang harus diselesaikan
Santosa (2008,p49) juga memaparkan bahwa pemecahan ini
memudahkan pembuatan penjadwalan proyek dan estimasi ongkos serta
menentukan siapa yang harus bertanggung jawab. Sampai sejauh mana
pedoman harus dipecah tidak ada pedoman yang baku. Sejauh pekerjaan itu
sudah cukup mudah dilaksanakan, dapat ditentukan waktu penyelesaiannya,
sumber daya apa yang diperlukan dan biaya yang diperlukan dapat dihitung, itu
berarti sudah cukup memadai.
Maka dapat diketahui pada struktur pecahan kerja ini merupakan
tahap perencanaan dan penyusunan kegiatan ke dalam hal yang lebih detail
untuk kemudahaan pengelolaan proyek dan merupakan penentu jadwal
keberhasilan.
2.1.3 Batasan Proyek
Menurut Schwalbe (2006, p7) setiap proyek memiliki batasan yang
berbeda terhadap ruang lingkup, waktu, dan biaya yang biasanya disebut
sebagai triple constraint (3 kendala). Setiap manajer proyek harus
memperhatikan hal – hal penting dalam manajemen proyek :
11
1.
Ruang lingkup (scope) : apa yang ingin dicapai dalam proyek
produk atau layanan apa yang pelanggan harapkan dari proyek
tersebut ?
2.
Waktu (time) : berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proyek? bagaimana jadwal kegiatan proyek
akan dilaksanakan ?
3.
Biaya (cost) : berapa biaya yang dibutuhkan untuk dapat
menyelesaikan proyek ?
.
Ketiga batasan tersebut bersifat tarik menarik. Artinya, jika ingin
menigkatkan kinerja produk atau tujuan dalam proyek yang telah disepakati dalam
kontrak, maka umumnya harus diikuti dengan meningkatkan waktu. Hal ini
selanjutnya berakibat pada naiknya biaya, sehingga melebihi anggaran. Sebaliknya,
bila ingin menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan tujuan proyek
atau waktu.
2.1.4 Macam Proyek
Proyek terbagi bermacam-macam. Menurut Santosa (2008,p.5)
macam-macam proyek sebagai berikut :
1. Proyek Kapital
Proyek ini biasanya berupa pengeluaran biaya untuk
pembangunan infrastruktur, pembebasan tanah, pembelian
peralatan atau jasa pengadaan, pemasangan fasilitas, dan
konstruksi gedung
2. Proyek Penelitian dan Pengembangan
Proyek ini bisa berupa penemuan produk baru, temuan alat
baru, atau penelitian mengenai ditemukannya bibit unggul
untuk suatu tanaman. Proyek ini bisa muncul di lembaga
komersial maupun pemerintah. Setelah suatu produk baru
ditemukan atau dibuat biasanya akan disusul pembuatan secara
massal untuk dikomersialisasikan.
3. Proyek yang berhubungan dengan manajemen servis
Proyek ini sering muncul dalam perusahaan maupun instansi
pemerintah. Proyek ini bisa berupa :
12
a) Perancangan struktur organisasi
b) Pembuatan sistem informasi manajemen
c) Peningkatan produktivitas perusahaan
d) Pemberian training mengenai suatu metode tertentu
2.1.5 Sejarah Manajemen Proyek
Pada 1950-an, diperkenalkan dua strategi baru perencanaan proyek.
Keduanya dimaksudkan untuk meminimalkan risiko pada jadwal proyek.
Yang pertama disebut
Program Evaluation and Review Technique atau
PERT. PERT menggunakan teknik pembuatan diagram jaringan kerja yang
disebut aktivitas pada anak panah dan teknik estimasi yang dinamakan ratarata tertimbang. Yang kedua disebut Critical Path Method atau CPM juga
merupakan
diagram
jaringan
dan
teknik
penjadwalan.
Teknik
ini
menggunakan metode penyusunan diagram yang disebut aktivitas pada titik
dan menciptakan jadwal proyek berdasarkan jalan terpanjang melalui
jaringan.
Meski sudah ada banyak manajer proyek selama berabad-abad,
pengakuan atas manajemen proyek sebagai suatu profesi baru muncul
belakangan. Pada 1970- an, individu dan organisasi mulai mengakui bahwa
manajer proyek memerlukan keahlian yang berbeda dengan manajer
fungsional. Menjelang akhir 1990-an, manajemen proyek secara umum diakui
sebagai profesi. Pengakuan manajemen proyek sebagai profesi sebagian besar
dapat dirunut kembali ke Project Management Institute (PMI), sebuah
organisasi perdagangan internasional untuk manajer proyek. PMI juga tidak
hanya memperbesar cakupannya, tetapi juga menetapkan standar praktik
untuk manajer proyek (Mingus, 2006 p6).
2.1.6 Pentingnya Manajemen Proyek
Dapat dilihat pada masa sekarang bahwa proyek semakin rumit dan
siklus hidup produk/jasa yang semakin pendek. Perubahan ini berasal dari
kesadaran akan nilai strategis dari persaingan berbasis waktu dan sebuah
mandat kualitas untuk peningkatan berkelanjutan, manajemen proyek menjadi
sebuah tantangan yang sulit bagi manajer proyek, maka dari itu manajemen
13
sebuah proyek harus dilakukan untuk mendapat hasil terbaik, manajemen
proyek itu melibatkan tiga fase : (Heizer & Render,2014 p59)
1. Perencanaan:
fase
ini
meliputi
penyiapan
tujuan,
penggambaran proyek, dan pengorganisasian tim.
2. Penetuan jadwal: fase ini berkaitan dengan orang, uang, dan
pasokan untuk aktivitas-aktivitas tertentu dan mengaitkan
aktivitas-aktivitas satu sama lain
3. Pengendalian: di sini perusahaan mengawasi sumber daya,
biaya, kualitas, dan anggaran.
Manajemen proyek merupakan suatu pemikiran tentang manajemen
yang ditujukan untuk mengelola kegiatan yang berbentuk proyek. Manajemen
proyek memiliki arti berbeda karena menggambarkan suatu komitmen
sumber daya dan manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang penting
dalam jangka waktu relatif, dimana setelah selesai manajemen akan
dibubarkan. Maka dapat kita ketahui dalam manajemen proyek terdiri dari
tiga fase, yaitu: perencanaan, penjadwalan dan pengendalian. (Heizer &
Render,2014 p59)
2.1.7 Pengendalian Proyek Konstruksi
Pengendalian adalah proses membandingkan kinerja aktual dengan
kinerja
yang
direncanakan
untuk
mengidentifikasi
penyimpangan,
mengevaluasi tindakan alternatif yang mungkin, dan mengambil tindakan
korektif yang sesuai (Gray dan Larson,2006 p36). Ervianto (2007)
memaparkan dalam bukunya teori aplikasi manajemen konstruksi bahwa
Proyek konstruksi memiliki karakteristik unik yang tidak berulang. Hal ini
disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu proyek konstruksi
berbeda satu sama lain. Pengendalian diperlukan untuk menjaga kesesuaian
antara perencanaan dan pelaksanaan. Tiap pekerjaan yang dilaksanakaan
harus benar-benar diinspeksi dan dicek. Dengan perencanaan
dan
pengendalian yang baik terhadap kegiatan-kegiatan yang ada, maka
terjadinya keterlambatan jadwal yang mengakibatkan pembengkakan biaya
proyek dapat dihindari. Untuk mengantisipasi perubahan kondisi lapangan
yang tidak pasti, maka diperlukan suatu pengendalian.
Pengendalian terhadap mutu fisik konstruksi dilakukan secara
14
tersendiri oleh pengawas teknik melalui gambar-gambar rencana dan
spesifikasi teknis. Pengendalian jadwal dan biaya dimasukkan dalam
manajemen
proyek
yang mencakup pemantauan kemajuan pekerjaan
(progress), reduksi biaya, optimasi, model, dan analisis (Ervianto,2007).
Maka dapat kita ketahui tahap perencaan proyek hanya dilakukan
sebelum proyek dilaksanakan dan sebagian besar dalam manajemen proyek
adalah tahap pengendalian yang merupakan bagian terpenting dalam
manjemen proyek untuk mendapat hasil yang terbaik untuk proyek tersebut.
2.1.8 Proses Pengendalian Proyek
Langkah-langkah pengendalian proyek (Gray dan Larson,2006 p48):
1. Menetapkan rencana Baseline
Baseline diperoleh dari informasi biaya dan durasi yang ada pada
database WBS dan data sekuensi waktu dari jaringan dan
keputusan penjadwalan proyek. WBS menentukan pekerjaan pada
paket-paket kerja yang terpisah yang berkaitan dengan deliverable
dan unit organisasi. Dari WBS, jadwal jaringan proyek digunakan
untuk time-phase semua pekerjaan, sumber daya, dan anggaran ke
dalan satu rencana baseline.
2. Mengukur kemajuan dan kinerja
Waktu merupakan ukuran kuantitatif kinerja yang cocok dengan
sistem informasi terintegrasi. Pengukuran kinerja waktu relatif
mudah dan jelas, yakni apakah jalur kritis selesai lebih cepat,
sesuai jadwal, atau terlambat, apakah slack pada jalur kritis
menyebabkan aktivitas kritis yang baru.
3. Menbandingkan rencana versus kondisi actual
Karena rencana jarang terjadi seperti yang diharapkan, maka
sangatlah penting untuk mengukur penyimpangan dari rencana
untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan. Monitoring
dan pengukuran yang dilakukan secara berkala terhadap suatu
proyek dapat mendukung dilakukannya perbandingan antara
kondisi aktual versus rencana yang diharapkan.
4. Mengambil tindakan
Jika penyimpangan dari rencana cukup signifikan, maka diperlukan
15
tindakan korektif untuk membawa proyek kembali sejalan dengan
rencana asli atau rencana yang telah direvisi
2.1.9 Jaringan Kerja (Network)
Gray dan Larson dalam bukunya manajemen proyek menyebutkan
network adalah alat yang digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan
mengendalikan kemajuan proyek. Diagram jaringan ini merupakan metode
yang dianggap mampu menyuguhkan teknik dasar dalam menentukan urutan
dan kurun waktu kegiatan, yang pada giliran selanjutnya dapat dipakai untuk
memperkirakan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan (2006 p161).
Berikut ini beberapa istilah yang digunakan untuk membangun jaringan
proyek (Gray dan Larson, 2006 p161):
1. Aktivitas (activity)
Merupakan sebuah elemen proyek yang memerlukan waktu.
2. Aktivitas Gabungan
Merupakan sebuah
aktivitas
yang
memiliki
lebih dari satu
aktivitas yang mendahuluinya (lebih dari satu anak panah
ketergantungan).
3. Aktivitas paralel
Merupakan aktivitas yang terjadi pada saat yang sama
atau
aktivitas yang dapat terjadi selagi aktivitas ini terjadi.
4. Jalur
Sebuah urutan dari berbagai aktivitas yang berhubungan dan
tergantung
5. Predecessor
Aktivitas pendahulu
6. Successor
Aktivitas pengganti atau aktivitas yang
mengikuti aktivitas ini.
7. Jalur kritis
Jalur terpanjang pada jaringan. Jika
sebuah aktivitas pada
jalur ditunda, proyek juga tertunda untuk waktu yang bersamaan
8. Aktivitas menggelembung
Aktivitas ini mempunyai lebih dari satu aktiivitas yang mengikuti
(lebih dari satu anak panah ketergantungan yang
mengalir
16
dari
aktivitas tersebut).
9. Event
Istilah ini digunakan untuk menunjukkan satu titik waktu di mana
sebuah aktivitas dimulai atau diselesaikan.
2.1.10 Pendekatan AON dan AOA
Dua pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan jaringan
proyek adalah activity-on-node (AON) dan activity-on-arrow (AOA). Kedua
metode tersebut mengunakan dua blok pembangunan, yaitu anak panah dan
node (Gray dan Larson, 2006 p163). Agar terdapat persamaan persepsi
dalam membaca diagram jaringan, berikut ini penjelasan anak panah dan
node menurut Herjanto (2007) :
1. Activity / anak panah
Anak panah menggambarkan arah kegiatan, sehingga
dapat diketahui kegiatan terdahulu (predecessor) dan
kegiatan yang megikuti (sucessor). Setiap anak panah
biasanya disertai dengan notasi yang memberikan
identitas nama/jenis kegiatan dan estimasi waktu
penyelesaian untuk jaringan AOA. Bentuk anak panah
dapat disesuaikan dengan keadaan jaringan kerja, jadi
tidak selalu garis lurus.
2. Event / node
Node menggambarkan peristiwa. Setiap kegiatan
biasanya selalu dimulai dengan peristiwa mulainya
kegiatan dan diakhiri dengan peristiwa selesainya
kegiatan itu.
17
Pada
AON
sebuah
aktivitas
diwakili
oleh
sebuah
node
ketergantungan antar aktivitas dilukiskan degan anak panah diantara node
pada jaringan AON. Sedangkan AOA, anak panah menunjukkan aktivitas
proyek individual yang memerlukan waktu dan node menunjukkan sebuah
peristiwa (event) (Gray dan Larson, 2006 p163).
Gray and Larson berpendapat terdapat 8 aturan yang berlaku secara umum
ketika mengembangkan sebuah jaringan proyek (2006 p162):
1.
Jaringan umumnya mengalir dari kiri ke kanan.
2.
Sebuah
aktivitas
dapat
dimulai
sampai
semua
aktivitas
yang
mendahuluinya telah dikerjakan.
3.
Panah pada jaringan menandakan adanya aktivitas yang mendahului
jalur. Panah dapat bersilang satu sama lain.
4.
Masing-masing aktivitas harus memiliki nomor identitas (ID) unik.
5.
Nomor identifikasi sebuah aktivitas (ID) harus lebih besar dari semua
aktivitas yang mendahuluinya.
6.
Pengulangan tidak diperbolehkan.
7.
Pernyataan
bersyarat tidak
diperbolehkan
(jenis
pernyataan
ini
seharusnya tidak ada).
8.
Ketika ada banyak start, dapat digunakan sebuah node start yang umunya
untuk mengindikasikan permulaan proyek pada jaringan. Dengan cara
yang sama, node akhir proyek tuggal dapat digunakan untuk
mengindikasikan akhir proyek.
18
Sumber : Heizer & Render, 2006
Gambar 2.2 Perbandingan antara konvensi AON dan AOA
Selain gambar aktivitas dan kegiatan di atas, maka terdapat pula aktivitas
semu (dummy) untuk memperjelas hubungan. Kegiatan semu berfungsi sebagai
penghubung yang tidak membutuhkan sumber daya maupun waktu penyelesaian
(Santosa, 2008). Dummy diperlukan bila sebuah jaringan mempunyai dua kegiatan
dengan kejadian mulai dan akhir yang sama.Aktivitas semu (dummy) juga
digambarkan sebagai anak panah putus-putus dan mempunyai waktu penyelesaian
nol
19
Sumber : (Heizer & Render,2006 p82)
Gambar 2.3 Hubungan ketergantungan dengan memakai dummy
2.1.11 Sejarah analisa Network.
Teknik evaluasi dan ulasan program (dikenal cukup luas - sebagai
program evaluation and review technique-PERT) dan metode jalur kritis
(critical path method-CPM) dikembangkan pada tahun 1950-an untuk
membantu manajer menentukan jadwal, mengawasi dan mengendalikan
proyek yang besar dan rumit. CPM dikenal pertama kali, sebagai sebuah alat
yang dikembangkan untuk membantu dalam pembangunan dan pemeliharaan
pabrik kimia di DuPont.
Namun dalam sejarah perkembangannya, saat ini banyak lembaga –
lembaga lain yang kemudian juga dapat menerapkan atau menyusun konsep
analisa network ini. Akibatnya nama untuk menyebut analisa network ini
banyak sekali, meskipun konsepnya hampir sama. Nama yang paling umum
dipakai adalah PERT (Program Evaluation and Review Technique) dan CPM
(Critical Path Method).
2.1.12 PERT (Project Evaluation and Review Technique)
Pengertian PERT menurut Heizer & Render (2014, p.80) adalah
“Untuk membagi keseluruhan proyek ke dalam kejadian dan aktivitas. Suatu
kejadian menandai mulainya atau selesainya tugas atau aktivitas tertentu.
Suatu aktivitas di sisi lain adalah suatu tugas atau subproyek yang terjadi
antara dua kejadian.”
20
Dalam visualisasi penyajiannya, PERT sama halnya denga CPM,
yaitu menggunakan diagram anak panah untuk menggambarkan kegiatan
proyek. Demikian pula pengertian dan perhitungan mengenai kegiatan kritis,
jalur kritis dan float yang dalam PERT disebut slack. Salah satu perbedaan
yang substansial adalah dalam estimasi kurun waktu kegiatan, dimana PERT
menggunakan tiga angka estimasi, yaitu:
a = kurun waktu optimistik (Optimistic duration time)
Waktu tersingkat untuk menyelesaikan kegiatan bila segala sesuatu berjalan
mulus. Waktu demikian diungguli hanya sekali dalam seratus kali bila
kegiatan tersebut dilakukan berulang – ulang dengan kondisi yang hampir
sama.
m = Kurun waktu paling mungkin (most likely time)
Kurun waktu yang paling sering terjadi disbanding dengan yang lain bila
kegiatan dilakukan berulang ulang dengan kondisi yang hampir sama.
b = kurun waktu pesimistik (pessimistic duration time)
Waktu yang paling lama untuk menyelesaikan kegiatan, yaitu bila segala
sesuatunya serba tidak baik. Waktu demikian dilampaui hanya sekali dalam
seratus kali, bila kegiatan tersebut dilakukan berulang – ulang dengan kondisi
yang hampir sama.
Setelah menentukan estimasi angka – angka a, m, dan b, maka tindak
selanjutnya adalah merumuskan hubungan ketiga angka tersebut menjadi satu
angka, yang disebut t atau kurun waktu yang diharapkan (expected duration
time). Angka t adalah angka rata – rata kalau kegiatan tersebut dikerjakan
berulang – ulang dalam jumlah yang besar. Sehingga apabila ditulis dengan
rumus adalah sebagai berikut:
t = (a + 4m + b)/6
Sedangkan untuk menghitung dispersi (dispersion) atau varians waktu
penyelesaian kegiatan (varians of activity completion time), maka rumus yang
dipakai adalah:
Varians = [(b-a)/6]²
Maka dapat diketahui bahwa teknik evaluasi dan ulasan program
(program evaluation and review technique-PERT) merupakan sebuah teknik
21
manajemen proyek yang menggunakan tiga waktu estimasi untuk masingmasing aktivitas.
2.1.13 Metode Jalur Kritis (CPM)
CPM dikembangkan pada tahun 1950-an yang kira-kira sama
dengan pengembangan PERT (Management science). CPM muncul terlebih
dahulu di tahun 1957, sebagai alat yang dikembangkan oleh J.E. Kelly dan
M.R.Walker, sedangkan PERT baru dikembangkan tahun 1958 oleh Booz,
Allen, dan Hamilton (Heizer & Render,2006). CPM mengasumsikan bahwa
waktu kegiatan diketahui pasti sehingga hanya memerlukan satu perkiraan
waktu untuk tiap kegiatan inilah perbedaan utamanya dengan metode PERT
(Heizer & Render,2006). Sama
halnya
dengan
PERT,
CPM
juga
menggunakan jaringan kerja untuk menggambarkan kegiatan proyek. Maka
dalam metode CPM menunjukan adanya jalur kritis, yaitu jalur yang
memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah
waktu terlama dan menunjukan kurun waktu penyelesaian proyek yang
tercepat. Jadi jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari
kegiatan pertama sampai kegiatan terakhir proyek. Jalur kritis penting dalam
pelaksanaan proyek, karena pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila
pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan proyek secara
keseluruhan. Terkadang dalam jaringan kerja terdapat lebih dari satu jalur
kritis.
Peran jalur kritis juga sangat penting dalam sebuah proyek karena
kegiatan yang terletak di jalur kritis dapat menyebabkan keterlambatan
sebuah proyek apabila tidak dijalankan dengan efektif (Render, Stair, Hanna,
2009). Untuk menemukan jalur kritis dahulu diperlukan identifikasi terhadap
setiap kegiatan dalam jaringan kerja (Render, Stair, Hanna, 2009) yaitu:
1. Earliest start time (ES) : Yaitu waktu tercepat untuk memulai
suatu kegiatan.
2. Earliest finish time (EF): Yaitu waktu tecepat untuk menyelesaikan
kegiatan.
3. Latest start time (LS) : Yaitu waktu terlama untuk dapat memulai
suatu kegiatan
22
4. Latest finish time (LF) : Yaitu waktu terlama untuk dapat
menyelesaikan suatu kegiatan
Maka dapat kita ketahui bahwa metode jalur kritis (critical path
method-CPM) merupakan sebuah teknik menajemen proyek yang hanya
menggunakan satu faktor waktu pada aktivitas, yang dimana jalur ini terdiri
dari aktivitas penting pada sebuah proyek yang bisa menyebabkan
keterlambatan pada keseluruhan proyek.
2.1.14 Menghitung waktu Slack / Float dan Mengidentifikasi Jalur
Kritis
Pengidentifikasian jalur kritis dilakukan sesudah mengetahui ES , EF,
LF, LS dan juga float. Waktu slack atau waktu bebas ialah waktu yang
dimiliki oleh setiap kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan
keterlambatan
proyek
keseluruhan.
Secara
matematis
(Heizer
&
Render,2014) :
slack = LS – ES atau slack = LF – EF
Ada dua tipe float (Heizer & Render,2014):
a. Free float adalah lamanya suatu tugas dapat mundur tanpa menunda
tugas berikutnya.
b. Total float adalah lamanya suatu tugas dapat mundur tanpa menunda
seluruh proyek.
Dalam proyek sederhana, free float dan total float biasanya sama,
tetapi dalam proyek dengan beberapa jalur paralel, keduanya dapat berbeda
secara signifikan. Jalur kritis merupakan suatu hal yang selalu menjadi
perhatian dalam penjadwalan proyek disamping umur proyek, karena
terlambat atau tidaknya proyek tergantung dari terlambat atau tidaknya
kegiatan yang berada pada lintasan kritis itu (Herjanto,2007). Kegiatan pada
slack = 0 disebut sebagai kegiatan kritis dan berada pada jalur kritis. Jalur
23
kritis adalah jalur tidak terputus melalui jaringan proyek yaitu (Heizer &
Render,2006):
a.
Mulai pada kegiatan pertama proyek
b.
Berhenti pada kegiatan terakhir proyek
c.
Terdiri dari hanya kegiatan kritis (yaitu kegiatan yang tidak memiliki
waktu slack)
2.1.15 Langkah – Langkah Metode PERT dan CPM
Menurut Heizer & Render (2014, p.64), PERT dan CPM keduanya
memiliki enam langkah dasar sebagai berikut
a.
Mendefinisikan proyek dan menyiapkan struktur pecahan kerja.
b.
Membangun hubungan antara kegiatan. Memutuskan kegiatan
mana yang harus lebih dahulu dikerjakan dan mana yang harus
mengikuti yang lain.
c.
Menggambarkan jaringan yang menghubungkan keseluruhan
kegiatan.
d.
Menetapkan perkiraan waktu dan/atau biaya untuk tiap kegiatan.
e.
Menghitung jalur waktu terpanjang melalui jaringan. Ini yang
disebut jalur kritis.
f.
Menggunakan
jaringan
untuk
membantu
perencanaan,
penjadwalan, dan pengendalian proyek.
Meskipun PERT dan CPM berbeda pada beberapa hal dalam
terminologi dan pada konstruksi jaringan, tujuan mereka sama, analisis yang
digunakan sangat mirip. Perbedaan utamanya adalah bahwa PERT
menggunakan tiga perkiraan waktu untuk tiap kegiatan. Perkiraan waktu ini
digunakan untuk mneghitung nilai yang diharapkan dan varians untuk
kegiatan tersebut. Sedangkan CPM membuat asumsi bahwa waktu kegiatan
diketahui pasti, hingga hanyadiperlukan satu faktor waktu untuk tiap
kegiatan.
24
2.1.16 Perbedaan metode PERT dan CPM
Penjelasan-penjelasan mengenai metode PERT dan CPM telah kita
uraikan dan kita coba pahami, dimana dua metode tersebut memiliki
perbedaan yang akan digambarkan melalui table berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan CPM dan PERT
Perbedaan
PERT
CPM
Estimasi waktu
Membutuhkan tiga
estimasi waktu
Mambutuhkan satu
estimasi waktu
Probabilitas
Melakukan hitungan
analisis probabilitas
Tidak melakukan
hitugan analisis
probabilitas
Kurun waktu
Kurun waktu
penyelesaian ditandai
suatu angka ditambah
dengan varians
Kurun waktu
penyelesaian hanya
ditandai dengan suatu
angka tertentu
Hubungan antar kegiatan Hubungan antar kegiatan Hubungan antar kegiatan
harus diketahui secara
harus diketahui secara
spesifik
spesifik
Diagram Jaringan Kerja
Menggunakan diagram
jaringan kerja untuk
memberikan gambaran
pengerjaan proyek
Kegiatan kritis
Slack atau tenggat waktu Slack atau tenggat waktu
pengerjaan proyek
pengerjaan proyek
menunjukan angka ‘0’
menunjukan angka ‘0’
Diolah 2015
Sumber penulis
Menggunakan diagram
jaringan kerja untuk
memberikan gambaran
pengerjaan proyek
25
2.2
Kerangka Pemikiran
PT HCMM
Analisis Jaringan Kerja
Analisis PERT dan CPM
Analisis Biaya Proyek
Optimasi Biaya
Optimasi Kerja
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Download