BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian
anak usia di bawah 5 tahun di negara berkembang pada tahun 2011 (Izadnegahdar
dkk, 2013). Pneumonia progress report (2011) melaporkan total dari 15 negara
berkembang yang menjadi penyumbang 75% kematian anak akibat pneumonia di
tingkat global, Indonesia menempati urutan ke 8 setelah India, Nigeria, Kongo,
Pakistan, Afganistan, China, dan Ethiopia. Kondisi hipoksia dan malnutrisi
menjadi salah satu penyebab keparahan pneumonia serta meningkatnya kematian
terbanyak pneumonia berat pada anak di negara berkembang (Izadnegahdar dkk,
2013).
WHO (2012) mendefinisikan pneumonia berat sebagai infeksi pernapasan
berupa peradangan dari parenkim paru yang ditandai dengan lebih dari satu gejala
klinik yaitu demam, tidak dapat menyusui atau makan/minum, sianosis, distress
pernapasan berat seperti : takipnea, batuk, retraksi, ronki, suara nafas melemah,
serta gambaran radiologis yang menunjukkan gambaran pneumonia seperti:
infiltrate luas dan konsolidasi. Bakteri penyebab pneumonia berat didominasi oleh
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan
bakteri gram negatif (Bansal dkk., 2006; Nantanda dkk, 2008).
Salah satu pertimbangan dalam pemilihan terapi antibiotik pneumonia
pada anak selain bakteri penyababnya yaitu tingkat keparahan penyakit (Lee dkk.,
2007). Penggunaan antibiotik gentamisin intravena kombinasi betalaktam seperti
1
ampisilin menjadi pilihan terapi rasional yang direkomendasikan WHO untuk
pneumonia berat pada anak (Bansal dkk., 2006). Dibandingkan golongan
aminoglikosida lainnya seperti kanamisin, amikasin, maupun netilmisin, antibiotik
gentamisin lebih mudah diperoleh serta harganya lebih terjangkau (Soegijanto,
2010).
Gentamisin
merupakan
antibiotik
golongan
aminoglikosida
yang
digunakan pada infeksi berat yang disebabkan oleh kuman gram negatif aerob
terutama aktivitas bakterisidal terhadap Pseudomonas aeroginosa dan spesies
Enterobacter. Gentamisin memiliki kisaran terapi sempit dengan rentang
konsentrasi puncak 8-10 mg/L dan konsentrasi lembah 0,5-2 mg/L dimana
perubahan sejumlah kecil dosis obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan atau bahkan menimbulkan efek toksik. Sehingga penggunaan
gentamisin memerlukan pengawasan level obat dalam plasma dan penyesuaian
dosis untuk mencegah timbulnya efek toksik (Kang dan Lee, 2009). Insiden
kejadian toksisitas penggunaan gentamisin pada anak yaitu 0-2% berupa ototoksik
dan 2% berupa nefrotoksik (Soegijanto, 2010).
Pemakaian obat dengan kisaran terapi sempit seperti gentamisin
seharusnya diikuti dengan pemantauan terapetik obat atau therapeutic drug
monitoring (TDM). TDM dilakukan dengan cara mengukur kadar obat di dalam
darah untuk memonitor kadar efektif obat maupun kadar toksik dari obat tersebut
sehingga dapat diketahui kadar obat dalam tubuh pasien agar tidak menimbulkan
toksisitas atau efek obat yang terlalu kecil. Dosis gentamisin yang kurang rasional
dapat memberikan risiko toksisitas. Sehingga penggunaan dosis gentamisin untuk
2
pneumonia berat pada anak perlu dilakukan evaluasi mengingat efek samping dan
toksisitas yang dapat terjadi disamping masalah variasi farmakokinetik individu
anak berbeda dengan orang dewasa.
B. Perumusan Masalah
Penelitian ini mengevaluasi dosis gentamisin dengan kisaran terapi sempit
yang digunakan pasien pneumonia berat pada anak di bangsal rawat inap anak
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dengan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana estimasi variasi kadar gentamisin dalam darah setelah
pendosisan pada terapi pneumonia berat pada anak?
2. Bagaimana clinical outcome pasien pneumonia berat pada anak di bangsal
rawat inap anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dilihat dari parameter
perbaikan respon klinik pasien berupa penurunan demam, penurunan RR
yang cepat, tidak adanya retraksi dada, dan perbaikan angka leukosit?
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Informasi pada klinisi dokter mengenai estimasi kadar gentamisin dalam
darah setelah pemberian dosis terapi dan penyesuain dosis, serta hasil terapi
pada pasien pneumonia anak jika dilihat dari perbaikan respon klinis pasien.
2. Menjadi salah satu acuan untuk melanjutkan penelitian farmasi klinik di
bidang pneumonia berat pada anak.
3
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :
1. Melihat estimasi kadar gentamisin dalam darah setelah pendosisan pasien
pneumonia berat pada anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Mengetahui clinical outcome pasien pneumonia berat pada anak di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta dilihat dari parameter perbaikan respon klinis
pasien berupa penurunan demam, penurunan RR yang cepat, tidak adanya
retraksi dada, dan perbaikan angka leukosit.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang gentamisin yang pernah dilakukan yaitu :
1. Penelitian Best dkk. (2011) berjudul “Once Daily Gentamicin in Infants and
Children : an evaluation of safety and the role of therapeutic drug
monitoring in minimizing toxicity” menyimpulkan bahwa dari 79 pasien
anak yang memperoleh terapi gentamisin ODD 7 mg/kg/hari dan memenuhi
kriteria inklusi mengalami nefrotoksisitas sebesar 0.94%.
2. Clinical Review oleh McGlone dan Cranswick (2008) berjudul “Evidence
Behind the WHO Guidelines: Hospital Care for Children: What is the
Evidence of Safety of Gentamicin use in Children?” melaporkan kejadian
ototoksisitas sebesar 2.3% serta kejadian nefrotoksisitas pada dua kasus
RCT sebesar 1.2% dan 15%.
3. Penelitian Khan dkk. (2003) berjudul “ Pharmacokinetic Profile of Oncedaily Dosing of Gentamicin in Malnourished Children with Diarrhoea and
4
Pneumonia” mengevaluasi dan membandingkan profil farmakokinetika
penggunaan gentamisin secara IM pada anak antara single-dose gentamicin
dengan
conventional
daily
triple-dose
regimen.
Hasil
penelitian
menyimpulkan bahwa once-daily dosing gentamisin memiliki efikasi
antibakteri lebih baik dan toksisitasnya lebih sedikit dibandingkan
conventional daily triple-dose regimen.
4. Penelitian
Duke
dkk
(2002)
berjudul
“Chloramphenicol
versus
benzylpenicillin and gentamicin for the treatment of severe pneumonia in
children in Papua New Guinea : a randomized trial” menyimpulkan
pemberian kloramfenikol atau kombinasi ampisilin-gentamisin sama
efektifnya dalam terapi pneumonia berat pada anak.
5. Penelitian Asghar dkk (2008) berjudul “Chloramphenicol versus ampicillin
plus gentamicin for community acquired very severe pneumonia among
children aged 2-59 months in low resource settings: multicenter randomized
controlled trial (spear study)” menyimpulkan pemberian kombinasi IV
ampicillin-gentamicin lebih diutamakan daripada pemberian kloramfenikol
kombinasi IV-PO sebagai terapi pneumonia berat pada anak usia 2-59 bulan
karena risiko toksisitas kloramfenikol lebih besar.
5
Download