Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun Ben Ben Irwandi, Parluhutan Siagian Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik, Medan Abstrak Resistensi terhadap obat tuberkulosis (TB) merupakan hambatan dalam penanganan TB yang efektif dan pencegahan global. Penanganan multi drug resistant (MDR) TB yang diperberat multiple giant bullae dan empyema necessitans akan menambah rumit penanganan yang mempengaruhi kegagalan dan putus berobat yang tinggi serta kualitas hidup rendah. Wanita 38 tahun mengeluhkan sesak napas ± 6 bulan lalu, status gizi buruk (IMT: 15,96), riwayat merokok (IB: 384, sedang), riwayat pengobatan antituberkulosis kategori I, tetapi kambuh kembali dan diagnosis TB MDR dengan Gene-Xpert MTB Positif Rifampicine Resistant. Pemeriksaan fisik ditemukan empyema necessitans dada kiri. Rongent dada tampak hiperlusen avaskular (giant bullae) dilobus atas kedua paru dan air fluid level dilobus atas paru kiri. CTscan thoraks dan mediastinum dengan injeksi kontras tampak proses spesifik lama aktif, pneumotoraks lokal, bronkiektasis, dan pleuritis bilateral. Pasien mendapatkan regimen TB MDR, tetapi sikloserin digantikan PAS. Penanganan TB MDR dalam ISTC edisi ketiga dan PMDT dengan evaluasi dan kegagalan pengobatan perlu perubahan dalam strategi penatalaksanaan. Pasien mendapatkan regimen TB MDR secara adekuat dan evaluasi ketat terhadap efek samping. Respon pengobatan terhadap klinis dan pemeriksaan penunjang dengan perbaikkan yang signifikan dan kualitas hidup lebih baik. Diharapkan setelah konversi sputum, pasien direncanakan konsul ke departemen bedah toraks dan kardiovaskular. (J Respir Indo. 2017; 37: 69-74) Kata kunci: Multiple giant bullae, empyema necessitans, PMDT, ISTC edisi ketiga. The Challenge Of Multi Drug Resistant Tuberculosis Treatment With Complications Of Multiple Giant Bullae and Empyema Necessitans On 38 Years Old Female Abstract Resistance to tuberculosis (TB) drugs is a formidable obstacle to effective TB care and prevention globally. Multi-drug resistant tuberculosis treatment which is exacerbated by multiple giant bullae dan empyema necessitans would add to the complexity of handling and affect the likelihood of failure or dropping out of high treatment and a lower quality of life. A 38 years old female with chief complain of shortness of breath since ± 6 months ago, history of smoking was found (IB:384, moderate), poor nutrition status (BMI: 15,96), history of antituberculosis treatment (ATT) was found categoric I in last year and others wise recovered, but she recurred and TB MDR diagnosed with Gene Xpert finding MTB Positive Rifampicine Resistant. Physical examination was found empyema necessitans in hemithorax sinistra. Chest x-ray showed hyperlucency avascular (giant bullae) in the uppers lobe of both lungs and air fluid level in the upper lobe of the left lung. Thoracic CT scan and mediastinal CT scan with contast injection showed specific processes long been active with localized pneumothorax, bronchiectasis, and bilateral pleuritis. She has received TB MDR treatment regimen, but cycloserine is replaced by PAS. Treatment of TB MDR in the third edition of the ISTC and PMDT with evaluation and treatment failure need a change in treatment strategy. The patients get adequately regimen TB MDR and rigorous evaluation of the side effects. The clinical response to the treatment and investigation with a significant improvement and a better quality of life. Expected after sputum conversion, planned patient consul to the Department of thoracic and Cardiovascular Surgery. (J Respir Indo. 2017; 37: 69-74) Keywords: Multiple giant bullae, empyema necessitans, PMDT, ISTC third edition. Korespondensi: Ben Ben Irwandi Email: [email protected]; Hp: 085214177946 J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017 69 Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun PENDAHULUAN Pada programmatic management drug-resistant tuberculosis (PMDT) penanganan TB resisten obat antituberkulosis lebih rumit dan memerlukan perhatian lebih daripada penanganan TB yang tidak resisten. Penanganan kasus TB MDR dengan regimen standar TB MDR yang diperberat dengan komplikasi multiple giant bullae (MGB) dan empyema necessitans (EN) akan menambah rumitnya penanganan yang merupakan tantangan yang sulit dan evaluasi yang ketat dari kasus TB MDR tanpa komplikasi yang akan mempengaruhi kemungkinan kegagalan atau putus berobat tinggi serta memberikan kualitas hidup yang rendah.1 World Health Organizations (WHO) pada tahun 2011 menggunakan angka 2% untuk kasus baru dan 12% untuk kasus pengobatan ulang yang memperkirakan jumlah kasus TB MDR di Indonesia. TB MDR itu sendiri merupakan resistan terhadap isoniazid dan rifampisin dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.2 Komplikasi utama MGB adalah akumulasi cairan didalam bulla (infeksi), pneumotoraks spontan, kanker bronkogenik, nyeri dada, dan hemoptisis. Multiple giant bulla dapat berkembang menjadi pneumotoraks spontan dan infeksi bulla yang dapat diidentifikasi adanya air fluid level.3 Empyema necessitans (EN) merupakan kompli­­­ kasi yang jarang dari infeksi rongga pleura dan ter­jadi ketika cairan yang terinfeksi masuk secara spontan ke dalam dinding dada dari rongga pleura. Proses ini mungkin akibat dari peroses perpanjangan bronkopleural dari infeksi paru-paru di perifer. Mycobacterium tuberculosis dianggap penyebab paling umum dan mungkin terjadi 70% dari kasus. Penanga­nan EN yaitu drainase tertutup atau terbuka pada ruang pleura untuk mencegah fibrosis dan untuk memfasilitasi perluasan paru-paru. Terapi anti­ biotik yang tepat juga menjadi andalan pengobatan EN.4 LAPORAN KASUS Seorang wanita berusia 38 tahun datang ke instalasi gawat darurat dengan keluhan utama sesak napas sejak ± 6 bulan yang lalu dan memberat dalam dirasakan dalam 3 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 bulan ini dengan ditemukan dahak dan riwayat batuk darah. Nyeri dada dirasakan pada dada kiri dan kanan seperti tertekan. Riwayat obat antituberkulosis kategori I berdasarkan klinis, radiologis dan BTA dahak 2 tahun lalu dan dinyatakan sembuh, tetapi kambuh kembali pada tahun yang sama dan diberikan obat antituberkulosis kategori I kembali. Riwayat merokok (IB; 384, sedang). Riwayat dirawat oleh karena sesak napas dan didiagnosis dengan TB MDR sejak 1 tahun yang lalu dari dahak dengan hasil pemeriksaan BTA 3+ dan pemeriksaan Gene Xpert MTB Positive Rifampisin Resistant dan menunggu hasil drug suspectibility test (DST). Pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 104 kali/ menit, respirasi 30 kali/menit, temperatur 38oC dan saturasi oksigen 98% dengan status gizi buruk (BMI: 15,96). Pada pemeriksaan dada secara inspeksi didapatkan empyema necessitans pada dada kiri, pergerakan simetris dada kiri sama dengan dada kanan. Palpasi dada terdapat penurunan fremitus taktil pada lobus atas paru kanan dan kiri. Perkusi dada didapatkan hipersonor di lobus atas paru kiri dan kanan. Auskultasi dada pada suara pernapasan bronkial di lobus bawah paru kanan dan kiri dengan suara tambahan ronkhi kasar dan low pitch pada inspirasi lambat di kedua paru. Pemeriksaan laboratorium: Hb 12,30 g/ dL, leukosit 16,34x103 /mm3, eritrosit 4,79x106 / mm3, hematokrit 40,00%, trombosit 408.000 /mm3. Elektrolit didapatkan : natrium 136 mEq/L, kalium 4,10 mEq/L, dan klorida 105 mEq/L. Analisis gas darah didapatkan : pH 7,410, PCO2 35,0 mmHg, PO2 194,0 mmHg, HCO3 22,2 mmol/L, total CO2 23,3 mmol/L, BE -2,0 mmol/L, SaO2 100,0%. Glukosa darah 83 mg/dL. Faal ginjal didapatkan BUN 21 mg/ dl, ureum 45 mg/dl dan kreatinin 0,52 mg/dl. Faal hati didapatkan total bilirubin 0,10 mg/dl, bilirubin direct 0,10 mg/dl, 57 U/L, alkali fosfatase 57 U/L, SGOT 14 U/L, dan SGPT 11 U/L. Prokalsitonin didapatkan 0,05 ng/ml dan anti HIV non reaktif. 2 bulan ini bila batuk kuat dan beraktivitas. Batuk 70 J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017 2 C 2 35,0 mm CO mHg, PO2 1994,0 mmHg,, HCO3 22,22 mmol/L, tootal CO2 23,3 3 mmol/L, BE B m 455 mg/dl dan n kreatinin 0,52 0 mg/dl. Faal hati didapatkan d tootal bilirubinn 0,10 mg/ddl, o ol/L, SaO2 100,0%. Gluk kosa darah 883 mg/dL. Faal F ginjal diidapatkan BU UN 21 mg/ddl, G Gambar. 3. Fotoo rongent thoraaks PA. Ben Ben Tantangan Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple dan Empyema ubin direct mIrwandi: mg/dl, U//L,Penanganan alkali fosMulti sfatase 57 U/ /L, SGOT 14 U/L, dan S i Giant 11Bullae U/L L. Pada 27 febru ari 2016 akmg/d hiperlusensi avaskular (gia ant bullae) padda lobus ata 5 mg/dl dan n0,10 kreatinin 0 57mg/dl. 0,52 Faal hati d tannggal didapatkan to otal bilirubin n4tampa 0,10 dl,SGPT Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun fibroinffiltrat di lobus tengah kedua paru. p Trakea seedikit tertarik ke k hemithorakss kanan. D kalsito tkan 0,05 ngg/ml dan anti HIV non reeaktif. directonin 0,10didapat m mg/dl, 57 U//L, alkali fossfatase 57i U/ /L, SGOT 144 U/L, dan SGPT S 11 U/L L. tertarrik ke atas. o onin didapattkan 0,05 ngg/ml dan antii HIV non reeaktif. Gambar. 1. Empyema necessitan. Gambar. 1. Em mpyema necesssitan. Gambar. 1. Em mpyema necesssitan. Pada tangggal 27 Gambar. 3. Foto rongent thoraks lateral. Gaambar. 4. Foto r rongent thorakks lateral. Pada tanggal 27 februari 2016 tampak fibroinfiltrat di lobus februarritengah 2016 sampai tampak kbawah fibroinfiltrat ddi Terdapat lobus tengah h retrosternal sampai bawahh kedua paru. ruang dan retrokardial. retrosternal l dan retrokardiial. kedua pa G Gambar. 2. Fotoo rongent thoraaks PA. G Gambar. 2. Foto o rongent thora aks PA. atas keedua paru dan aanggal 20 januaari 2016 tampaak hiperlusensi avaskular (gia ant bullae) pada a lobus ada ta anggal 20 janua ari 2016 tampa ak hiperlusensi avaskular (gia ant bullae) pada lobus edua paru dan r di lobus tenngah kedua Gambar. rat parru. Trakea sedik kit tertarik h kaanan. Gambara ana air fluidatas leveelke 2. Foto rongent thorakske PA.hemithoraks oinfiltrrat di lobus ngahatakedua ru.Dia Trakea sedik kitantertarik ke at htas. hemithoraks kaanan. Gambaraan air fluid leveel diten lobus as januari paru par kiri. afraghma kana tertarik Pada tanggal 20 2016 tampak hiperlusensi avaskular dipada lobus ataas paru kiri. afraghma ke 4.attas. (giant bullae) lobus atas kedua paruDia dan fibroinfiltratkana di an tertarik Gambar CT scan mediastinum injeksi kontras. G thoraks danFoto Gambar.5. rongentdengan thoraaks PA. mbar.7. CT sca an thoraks dann omediastinum dengan injeksii kontras. lobus tengah kedua paru. Trakea sedikit tertarik ke hemithoraks Gam Pada tanggal 04kmaret 2016 tampak aktif, Pada taanggal 24 mareet 2016 tampak hiperlusensi a proses spesifik avaskular (gian nt lama bullae) padaa lobus atas kanan. Gambaran air fluid level di lobus atastang paru kiri. 04 maret 2016 tampak proses lama aktif, pn Pada ggal p spesifik eumothoraks teerlokalisir pneumothoraks terlokalisir, bronkiektasis,dan pleuritis bilateral. fibroinf filtrat di lobus tengah kedua p paru. Trakea se edikit tertarik k ke hemithoraks s kanan. D Diafraghma kanan tertarik ke atas. pleurittis bilateral. tertarrik ke atas. Terapi yang diberikan oksigen 2-4 L/menit Oleh sebab itu, salah satu regimen TB MDR yaitu nasal kanul, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, injeksi cycloserine digantikan dengan para-aminosalicylic ranitidin 50 mg/12jam iv, injeksi kanamycin 750 mg/ acid (PAS) 4 gram 1x2 sac po setiap hari. Pasien hari im 5 hari perminggu, pyrazinamide 500 mg 1x3 diharapkan setelah konversi sputum direncanakan tablet po setiap hari, levofloxacin 250 mg 1x3 tablet akan dikonsulkan ke Departemen Bedah Toraks dan po setiap hari, cycloserine 250 mg 1x2 tablet po setiap Kardiovaskuler untuk penanganan dan progresivitas hari, ethionamide 250 mg 1x2 tablet po setiap hari, dan dari penyakit MGB. vitamin B6 50 mg 1x2 tablet po setiap hari. Selama PEMBAHASAN Gambar.8.. Ekokardiograafi Tanggal l 24 maret 201 6 dengan hasil l sinus takikard di, QRS 107 kaali/menit, norm moaxis RAD perawatan dan mencuci secara steril pada luka PadaGa standard dalam dards ambar. 6.12Foto r International rongent thorakks Stan­ lateral. interv val 0,12”, duraasi QRS 0,04”, perubahan ST T-T (-). LVH (-), VES (-) sampai bawahh kedua par Pada tannggal t 2016 tampak fibroinfiltrat dedisi lobus tengah empyema necessitans dengan menggunakan larutan24 maretfor Tuberculosis Care (ISTC)di ketiga pasien dengan retrosternal l dan retrokardi ial. NaCl 0,9% dan larutan betadin 2 kali sehari, serta pemberian regimen TB MDR, pasien dilakukan atau sangat mungkin untuk memiliki tuberkulosis yang erapi yang diberikan oksigen 4 L/menit nasal n / XDR) kanull, IVFD menutup luka yang kuat dengan kain kasaTsteril. disebabkan oleh resistan2-4 obat (terutama MDR Selama perawatan, observasi, dan , evaluasi gtt/menit injeksi diruangan rawat inap pasien diberikan obat regimen seharusnya dengan iv, paduan obat khusus yang 750 mg 50 diobati mg/12jam injeksi kanamycin raanitidin mengandung lini kedua obat antituberkulosis dengan permingggu , pyrazinaamide 500 mg m 1x3 tableet po setiap hari, levoflooxacin 2 TB MDR standar yang memberikan perbaikan yang kualitas terjamin. Dosis obat antituberkulosis harus signifikan terhadap kenaikkan po berat badan, klinis sesuai250 dengan Regimen yang dipilih mide setiap hari, cyclosserine m rekomendasi mg 1x2 tablettWHO. po setiap haari, ethionam dengan keluhan respirasi seperti sesak napas dapat dibakukan atau berdasarkan pola kerentanan yang berkurang, dan perbaikkan luka EN. Tetapi obat yang diduga atau yang telah terkonfirmasi. 250 min B6 50 mg m 1x2 tablett po setiap hari. Selama pemberi setiap harri, dan vitam 5 pasien mengeluhkan efek TB, pasie dilakukann perawatan n dan mencuuciterjadi secara stteril pada luuka empy samping obatendengan Empyema necessitans karena komplikasi keluhan nyeri kepala berat, nyeridengan badan dan sangat jarang terjadidan dari infeksi rongga pleura m depresi. menggunakan n yang larutan NaaCl 0,9% n larutan bettadin 2 dan kali yang kuaat dengan kaiin kasa sterill. J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017 71 s sehari, se Seelama peraw watan, observ vasi, dan evaaluasi diruan ngan rawat inap pasi Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun terjadi ketika cairan yang terinfeksi membedah secara dilakukan oleh WHO Guidelines for the programmatic spontan ke dalam dinding dada dari rongga pleura. management of drug-resistant tuberculosis menunjukkan Proses tersebut mungkin diakibatkan dari bronkopleura angka keberhasilan total durasi pengobatan regimen TB fistel dari infeksi paru perifer. Organisme penyebab MDR lebih dari 24 bulan walaupun jumlah yang diamati terbanyak sekitar 70% EN adalah Mycobacterium relatif kecil. Oleh karena itu, pasien yang sebelumnya tuberculosis, Actinomyces spp yang dianggap penye­ dirawat karena TB MDR (dan sering dengan pasien XDR bab terbanyak kedua (infeksi actinomycosis dada), TB) umumnya menerima pengobatan setidaknya 24 Blastomycosis spp, Aspergillus spp, Mycomycosis bulan dari sebagian besar program.1 4 spp, dan Fusobacterium spp. Gambaran radiologis Efek samping mayor terhadap pengobatan Empyema necessitans adanya gambaran radiologis TB MDR mudah untuk dikenali dan pasien pada dada yang tidak spesifik dan kadang-kadang bahkan umumnya mengemukakan keluhan efek samping bisa normal atau menunjukkan kepadatan jaringan yang dialaminya. Oleh karena itu, anamnesis yang lunak pada dinding dada. Gambaran CT-scan berguna sistematis terhadap efek samping pengobatan dalam menilai sejauh mana infeksi rongga dada dengan TB MDR merupakan metode yang penting bagi menunjukkan empyema (penggumpalan rela­tif) dengan pasien yang diam tentang pelaporan efek samping perluasan melalui dinding dada ke dalam kompartemen bahkan efek samping yang parah atau mungkin ekstratoraks dan kerusakan tulang iga. pasien tertentu terganggu oleh suatu efek samping 6, 7, 8 Bullae adalah suatu ruang udara dalam parenkim dan lupa untuk memberitahukan efek samping paru yang timbul dari suatu proses destruksi, dilatasi, yang dialaminya kepada tenaga ahli kesehatan dan pertemuan rongga udara di distal bronkiolus (TAK). Semua penyedia DOTS termasuk rumah terminalis dengan diameter lebih besar dari 1 cm dan sakit, klinik, atau pekerja kesehatan masyarakat lapisan dinding bullae dibentuk oleh parenkim yang tipis harus dilatih untuk mengenali efek samping yang dan terkompresi. Superinfeksi yang disertai dengan terjadi, sehingga penyedia DOTS tersebut dapat bullae memiliki manifestasi klinis seperti demam, batuk, melakukan manajemen penanganan efek samping produksi sputum yang purulen, sesak napas, dan nyeri dan atau merujuk kepada tenaga ahli kesehatan. pleuritik pada dada. Pada pemeriksaan laboratorium dapat Pemeriksaan skrining laboratorium sangat berguna ditemukan leukositosis dan kultur sputum yang positif. Jenis untuk mendeteksi efek samping yang terjadi bakteri yang telah teridentifikasi dari bullae yang terinfeksi terutama pada pasien dengan resiko yang tinggi.1 merupakan bakteri methicillin-resistant staphylococcus aureus (MRSA), Bacteriodes, Pseudomonas aeruginosa, dan Mycobaterium. Pengobatan biasanya membutuhkan waktu yang lama dan diberikan secara parenteral atau intrabula, karena proses drainage dari bullae yang buruk akan memperlambat proses resolusi dari penyakit.3 Metode utama untuk mengevaluasi respon peng­ obatan TB MDR adalah melalui konversi dari apusan pada pemeriksaan BTA dan kultur dahak. Gejala klinis dan pemeriksaan radiologis dapat juga menjadi pertimbangan ketika ingin menentukkan pengobatan lebih dari 20 bulan. Beberapa klinisi dan pemegang program dapat memberikan pengobatan TB MDR setidaknya 12 bulan terjadi konversi sputum (tetapi tidak lebih dari 20 bulan). Penelitian secara meta analisis yang 72 Tabel 1. Pemeriksaan fungsi paru.3 Pemeriksaan Penyakit bullae TLC, L RV, L FRC, L FRC,a L RV/TLC % FEV1, L FVC, L FEV1/FVC % MVV, L/min DLCO/VA, (mL/min/mmHg)/L Raw, cm H2O/L/s Cst, exp, L/cm H2O Pst, TLC, cm H2O Notes: N = Normal, ↑ = meningkat, ↓ = menurun. FRC diukur dengan plethismografi . N N N ↑ N N↓ N↓ N N N N↑ N↑ N↓ Penyakit obstruksi saluran napas dan bullae N↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↑ ↑ ↓ J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017 Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun Tabel. 2. Indikasi dan kontraindikasi pada bulektomi.3 Indikasi Kontraindikasi Klinis Parameter Usia muda (< 50 tahun). Sesak napas yang progresif meskipun dengan pengobatan maksimum. Bekas perokok. Usia tua (> 50 tahun). Komorbid. Penyakit jantung. Hipertensi pulmonaris. Penurunan berat badan > 10%. Infeksi bronkhitis kronis berulang. Perokok aktif. Pemeriksaan fungsi paru FVC normal atau rendah. FEV1 > 40% dari prediksi. Bronkhorevesibility sedikit berubah. Volume paru yang terperangkap tinggi. DLCO normal atau mendekati normal. PaO2 dan PaCO2 normal. FEV1 < 35% dari prediksi. Volume paru yang terperangkap rendah. DLCO menurun. Pemeriksaan radiologis Rongent dada bullae > 1/3 hemithoraks. CT scan ukuran besar dan terlokalisir dengan banyak pembuluh darah dan normal, parenkim paru terkompresi mengelilingi bullae. Pemeriksaan angiografi dengan pembuluh darah yang mengumpul dengan cabang distal yang menetap. Scan isotop menunjukkan defek lokal dengan pengambilan dan pengeluaran dari paru. Rongent dada “Vanishing lung syndrome”. Bullae yang tidak dapat didefinisikan. CT-scan bullae yang multiple. Angiografi bullae menunjukkan pembuluhan yang rusak dimana-mana. Scan isotop menunjukkan zona target yang menghilang, pengeluaran paru rusak. Pengobatan dan prognosis EN yang dipilih adalah drainase tertutup atau terbuka dari rongga pleura untuk mencegah fibrosis pada paru. Antibiotik yang tepat dan sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti pengobatan TB MDR merupakan suatu tanda yang menunjukkan angka keberhasilan dalam pengobatan EN meskipun sebagian besar pasien TB kronis akan tetap rentan terhadap pengobatan standar atau mungkin pengobatan TB MDR yang harus dievaluasi. Jika pengobatan medis tidak berhasil, pem­ bedahan merupakan dianggap sebagai proses pengambilan jaringan nekrotik paru, empyema, dan pengelolaan bronkhopleural fistel. Empyema yang terjadi dapat didefiniskan pada gambaran radiologis oleh karena obstruksi bronkus dengan adanya abses yang lebih besar disertai jaringan yang nekrotik yang terjadi secara kronis dari tuberkulosis yang muncul secara progresif dengan gambaran bronkiektasis dan berbagai tingkat obstruksi vaskular yang berkorelasi dengan resiko kegagalan terapi.6, 7,8 , 9, 10 Secara umum setiap kasus giant bullae peng­ obatannya dengan pembedahan secara bulektomi. Pasien dengan giant bullae dibagi menjadi beberapa grup, yaitu:11 Grup I : Single giant bullae dengan paru-paru yang normal. Grup II : Multiple giant bullae dengan paru-paru yang normal. J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017 Grup III : Multiple bullae dengan empisema yang luas pada paru-paru. Grup IV : Multiple bullae dengan penyakit paru yang mendasari. Pada pasien ini termasuk MGB grup IV dengan penyakit yang mendasari TB MDR yang memiliki angka keberhasilan yang rendah untuk dilakukan bulektomi, tetapi disarankan untuk dilakukan transplantasi paru.11 KESIMPULAN Pada laporan kasus ini pasien telah didiagnosis multi drug resistant tuberculosis dengan komplikasi multiple giant bullae dan empyema necessitans serta telah menerima pengobatan regimen TB MDR dengan adekuat dan evaluasi yang ketat terhadap efek samping. Pemantauan respon pengobatan dila­ kukan terhadap peme­ riksaan klinis dan pemeriksaan penunjang sehingga didapatkan peningkatan per­ baik­ kan yang signifikan serta didapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Diharapkan setelah konversi sputum, pasien direncanakan dikonsulkan ke Departemen Bedah Thoraks dan Kardiovaskular. DAFTRA PUSTAKA 1. World Health Organization. Companion Hand­ book to The WHO Guidlines for The Program­ matic Management of Drug-resistant Tuberculosis. Geneva: WHO Press; 2014.p.1-443. 73 Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesi Direk­­ torat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penye­ [cited 2016 April 01]; available from: radiopaedia. org/articles/empyema-necessitans. hatan Lingkungan. Petunjuk Teknis Manajemen 7. Ahmed SI, Gripaldo RE, Alao OA. Empyema Ter­­padu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat. necessitans in the setting of pneumonia and para­ Jakarta: Kemen­ terian Kesehatan Republik Indo­ pneumonic effusion. Am J Med. 2007;333:106-8. nesia; 2014.p.1-107. 3. Martinez FJ. Bullous Disease of the Lung. In: Grippi, MA. Elias, JA. Fishman, JA. Kotloff, 8. Choi JA, et al. CT Manifestation of Late Sequelae in Patient with Tuberculous Pleuritis. Am Ron J. 2001;176:441-50. RM. Pack, AL. Senior, RM, editors. Fishmna’s 9. Tam JKC and Lim KS. Massive Pulmonary Tuber­ Pulmonay Diseases and Disorders. 5 th edition. culosis Cavity Misdiagnosed as Pneu­ mo­ thoraks. Philadelphia: Mc Graw Hill; 2015.p.787-97. Respirology Case Report. 2013;1:23-5. 4. Gomes MM, et al. Empyema necessitans: very 10.Reimel BA, Krishnadasen B, Cuschieri J, Klein late complication of pulmonary tuberculosis. MB, Gross J, Jones RK. Surgical Management BMJ Case Rep. 2013;10:2013-202072. of Acute Necrotizing Lung 5. TB CARE I. International Standards for Tuber­culosis Infections. Can Respir J. 2006;13:369-73. Care, Edition 3. TB CARE I: The Hugae; 2014.p.1-57. 11.Health Encyclopedia. Giant Bullae. [online]. 6. Tatco, V. Weerakkody, Y, et al. Empyema 2016. [cited 2016 April 01]. Available from: www. necessitans. Radiopaedia [online]. 2016 April 01 74 urmc.rochester.edu. Health Encyclopedia. J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017