bab ii landasan teori

advertisement
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Knowledge
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil
pengguaan panca indranya dan berbeda dengan kepercayaan (beliefes), takhayul
(superstition),
dan
penerangan-penerangan
yang
keliru
(misinformation)
(Soekanto, 2003, hlm. 8).
Pengetahuan (Knowledge) juga diartikan sebagai hasil penginderaan
manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya
(mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan
sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo. 2007.hlm. 140).
Menurut Mubarak (2007, hlm. 30) ada tujuh faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain
terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka
menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya
rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap
penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.
8
2. Pekerjaan
Lingkungan
pekerjaan
dapat
menjadikan
seseorang
memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek
psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada
empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,
hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir
seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan
pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.
5. Pengalaman
Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik
seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman
terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan
timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap
positif.
6. Kebudayaan
9
Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai
budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin
masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan.
7. Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Manajemen Pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan, pengakuisisian
pengetahuan, pentransferan, penyimpanan dan penggunaan kembali pengetahuan
merupakan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan
yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka
mendukung kompetensi dan strategi bisnis ( Horwitch dan Armacost 2002, dalam
Sangkala 2007)
2.1.1
Model Konversi Knowledge
Pemahaman antara tacit knowledge dengan explicit knowledge
merupakan kunci untuk memahami perbedaan antara pendekatan knowledge di
negara-negara Barat dengan pendekatan knowledge di Jepang. Di negara-negara
Barat, lebih menekankan pada explicit knowledge, sedangkan di Jepang lebih
menekankan pada tacit knowledge (implisit knowledge) ke arah pada knowledge
creation (penciptaan knowledge). Nonaka dan Takeuchi mengemukakan bahwa
alasan fundamental mengapa perusahaan lebih sukses, karena ketrampilan dan
pengalaman mereka terdapat pada penciptaan knowledge organisasi. Penciptaan
knowledge dicapai melalui pengenalan hubungan sinergik antara tacit
10
knowledge dan explicit knowledge.
Tacit Knowledge Ke Explicit Knowledge
Tacit Knowledge
Dari
Explicit Knowledge
Socialization
Internalization
Externalization
Combination
Gambar 2.1 Model Konversi Knowledge
(Sumber: Nonaka dan Takeuchi, 1995)
Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi pada tahun 1995 membagi model
konversi knowledge menjadi empat postulat model konversi knowledge:
1. Konversi
Tacit
knowledge
ke
Tacit
knowledge;
disebut
proses
Socialization.
2. Konversi Tacit knowledge ke Explicit knowledge; disebut proses
Externalization.
3. Konversi Explicit knowledge ke Explicit knowledge; disebut proses
Combination.
4. Konversi Explicit knowledge ke Tacit knowledge; disebut proses
Internalization.
Bila
masing-masing
keempat
model
konversi
knowledge
dapat
menciptakan knowledge baru secara independen, tema sentral model penciptaan
knowledge (knowledge creation) dalam organisasi sangat tergantung pada
dinamika interaksi dl antara keempat model konversi knowledge tersebut.
11
2.1.2. Penciptaan Knowledge dalam Organisasi
Pada tingkatan yang paling dasar, knowledge sebenarnya diciptakan oleh
individu yang ada di dalam organisasi. Organisasi pada dasarnya tidak dapat
menciptakan knowledge tanpa individu-individu yang ada di dalam organisasi.
Fungsi organisasi adalah memberi dukungan kepada kreativitas individu yang ada
di dalam organisasi atau menyediakan suatu konteks bagi individu untuk
menciptakan knowledge. Penciptaan knowledge dalam organisasi harus dipahami
dalam terminologi suatu proses yang secara organisasional memperbesar
kemungkinan penciptaan knowledge individu dan mengkristalisasikan knowledge
tersebut sebagal bagian dari jaringan knowledge organisasi.
Berbagai pendekatan yang memungkinkan knowledge individual dapat
diperbesar atau diperluas, dan dinilai di dalam organisasi dapat dilakukan dalam
beberapa langkah proses (Nonaka, 2GGG):
1. Memperluas dan mengembangkan knowledge pribadi
Penggerak utama proses penclptaan knowledge di dalam organisasi adalah
individu yang berada di dalam organisasi. Individu-individu tersebut
mengakumulasi tacit knowledge melalui pengalaman yang mereka miliki.
Kualltas tacit knowledge dipengaruhi oleh dua hal pentlng, yaitu: faktor
keragaman pengalaman individu dan faktor kualltas knowledge terhadap
pengalaman yang merupakan penjelmaan knowledge ke dalam komltmen
pribadi yang telah lama melekat di dalam pengalaman itu sendiri. Dengan
demikian konsep high-quality experience dan knowledge of experience
dapat digunakan untuk meningkatkan kualltas tacit knowledge. Selain itu
untuk meningkatkan kualltas knowledge individu, dapat dilakukan dengan
12
cara tacit knowledge yang dimiliki individu yang diarahkan kepada upaya
untuk saling memengaruhi dengan aspek yang relevan dengan explicit
knowledge. Schon (1993) menganjurkan pentlngnya refleksi di dalam
tindakan. Knowledge individu dilekatkan melalui interaksi antara
pengalaman dengan rasionalitas yang unlk dari individu. Perspektif akan
menjadi sumber interpretasl yang beragam dalam berbagi pengalaman
dengan individu lain dalam meyusun konsep-konsep baru.
2. Berbagi tacit knowledge
Proses penclptaan knowledge organisasi berawal dari perluasan knowledge
individu, dimana interaksl antara knowledge experience dengan knowledge
rasionalitas memungkinkan individu membangun perspektifnya. Namun
demikian, perspektif ini tetap bersifat personal kecuali diartikulasikan dan
diperluas melalui interaksl soslal. Salah satunya adalah dengan
menclptakan
self-organizing
team,
di
mana
anggota
organisasi
berkolaborasi untuk menclptakan konsep baru. Self-organizing team dapat
memicu penclptaan knowledge organisasi melalui dua proses, yaitu:
a. Pertama, organisasi memfasilitasi tumbuhnya saling percaya di antara
anggota organisasi dan mempercepat terciptanya perspektif yang
secara eksplisit berasal dari anggota organisasi itu sendiri yang dikenal
sebagai tacit knowledge.
b. Kedua, berbagi perspektif implicit yang di konseptualisasikan melalui
dialog yang kontinu di antara anggota organisasi. Dialog kreatif ini
akan terealisasi hanya ketika tersedia informasi yang berlebihan di
dalam tim.
13
Kedua proses ini harus terjadi secara simultan dalam proses yang lebih
actual di dalam sebuah tim. Berbagi pengalaman juga mampu
memfasilitasi penciptaan perspektif umum yang dapat dibagi oleh anggota
tim sebagai bagian dari tacit knowledge masing-masing. Model yang
dominan dalam pengubahan knowledge adalah sosialisasi. Berbagai
bentuk tacit knowledge yang dibawa ke dalam arena anggota organisasi
diubah melalui coexperience di antara anggota untuk membentuk dasar
pemahaman bersama.
3. Pengkonseptualisasian
Setelah tercipta saling percaya di antara anggota organisasi dan telah
terbentuk secara implisit perspektif yang sama melalui berbagai
pengalaman, tim selanjutnya memerlukan pengartikulasian perspektif
melalui dialog yang kontinu. Mode yang dominan dalam pengubahan
knowledge dalam tahap ini adalah eksternalisasi. Teori organizational
learning telah banyak memberikan perhatian terhadap proses ini.
Perspektif tacit diubah ke dalam bentuk konsep eksplisit yang dapat dibagi
kepada tim. Dialog secara langsung memfasilitasi proses ini dengan
menggiatkan eksternalisasi pada level individual. Dialog dalam bentuk
tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep karena hal ini
memberikan peluang bagi seseorang untuk menguji asumsi maupun
hipotesisnya. Interaksi sosial ini merupakan wahana yang sangat kuat di
dalam memperbaiki ide-ide seseorang. Untuk itu, dialektika merupakan
sarana kontradiksi-kontradiksi dan paradoks-paradoks, dialektika dapat
mendorong berpikir kreatif di dalam organisasi. Agar dialog tersebut
14
produktif, dialog harus:
a. Dilakukan oleh berbagai macam orang dan bersifat temporer sehingga
ada ruang perbaikan dan negosiasi
b. Para peserta di dalam dialog harus dapat mengekspresikan ide-idenya
secara bebas dan jujur
Upaya konseptualisasi tidak hanya diciptakan melalui metode deduktif dan
induktif, tetapi juga abduktif. Abduktif memiliki peranan penting di dalam
proses konseptualisasi. Deduksi dan induksi secara vertical berorientasi
kepada proses memberi alasan, sementara abduksi merupakan perluasan
secara lateral dari alasan di mana berpusat kepada penggunaan metaforametafora. Biasanya proses induktif dan deduktif digunakan jika sebuah
pemikiran direvisi atau untuk memberi makna terhadap sebuah konsep
baru.
4. Pengkristalisasian
Kristalisasi dapat dipandang sebagai proses di mana berbagai macam
bagian atau departemen di dalam organisasi menguji realitas dan
penerapan konsep yang diciptakan oleh tim. Proses ini difasilitasi blasanya
oleh apa yang disebut dengan kegiatan percobaan. Kegiatan ini merupakan
proses sosial di mana terjadi pada level kolektif yang blasanya disebut
dengan dinamika hubungan kerja sama (Haken, 1978) atau sinergis antara
berbagai fungsi dan department dalam organisasi. Hubungan ini
cenderung dapat dilakukan dengan efektif apabila tersedia informasi yang
cukup. Jika tidak ada informasi yang cukup tersedia, biasanya inisiatif
dilakukan oleh para ahli yang dianggap memiliki informasi dan
15
pengetahuan yang lebih.
Penciptaan knowledge berlangsung dalam interaksi para anggota tim
untuk selanjutnya dikristalisasi ke dalam bentuk yang lebih konkrit
misalnya berupa produk, konsep atau sistem. Kristalisasi ini merupakan
bentuk pengubahan pengetahuan yang kegiatannya diistilahkan oleh
Nonaka dan Takeuchl (1995) sebagal model konversi internalisasi. Proses
kristalisasi merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkatan kolektif
yang terealisasi melalui apa yang di sebut Haken (1978) sebagai “dynamic
cooperative relation or synergetic” di antara berbagai fungsi dan
departemen dalam organisasi. Dinamika hubungan dan proses sinergi
seperti yang disinggung oleh Haken di atas biasanya akan mudah
berlangsung ketika informasi yang relevan dalam proses pengubahan
knowledge telah tersedia.
5. Penilaian knowledge
Penilaian merupakan tahap menyatukan dan menyaring apakah knowledge
yang diciptakan di dalam organisasi benar-benar bermanfaat bagi
organisasi dan masyarakat. Artinya, penilaian sangat menentukan kualitas
knowledge yang diciptakan dan mencakup criteria atau standar penilaian.
Persoalan yang terkait dengan standar penilaian ini antara lain terkait
dengan biaya, keuntungan minimalnya, tingkat di mana produk dapat
memberikan kontribusi kepada perkembangan perusahaan, termasuk nilai
yang dijanjikan yang di luar fakta atau pertimbangan-pertimbangan
pragmatis. Hal ini bisa berupa opini yang lebih luas dan lebih dari sekadar
penciptaan knowledge, misalnya visi organisasi dan persepsi yang terkait
16
dengan perjalanan, romantisme, dan estetikanya. Dorongan untuk
memulai menyatukan knowledge bisa bermacam-macam dan sangat
kualitatif daripada hanya sekadar pertimbangan sederhana dan kuantitatif
seperti standar efisiensi, biaya dan Return On Investment (ROI).
Di dalam organisasi biasanya yang paling menentukan adalah standar
penilaian.
Standar
penilaian
harus
dilakukan
dalam
terminologi
konsistensi dengan system nilai yang paling tinggi. Kemampuan pimpinan
memelihara keberlanjutan refleksi diri dalam perspektif yang lebih luas
sangat diperlukan apabila tetap menginginkan kualitas penciptaan
knowledge terjadi.
6. Menjejaringkan knowledge
Selama tahap penciptaan knowledge organisasi, konsep yang telah
diciptakan, dikristalisasikan, selanjutnya dinilai di dalam organisasi dan
diintegrasikan ke dalam basis knowledge organisasi untuk disebarkan ke
seluruh jaringan organisasi. Knowledge organisasi yang telah tercipta
tersebut selanjutnya dikelola kembali melalui proses interaksi antara visi
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan konsep baru yang
telah diciptakan. Untuk menjembatani antara konsep besar dengan konsep
yang baru terclpta diperlukan satu konsep menengah (middle range
concept). Konsep menengah ini menghilangkan ketidakjelasan konsep
besar ke tingkat konsep baru maupun sebaliknya. Upaya memperjelas
tersebut dilakukan melalui penciptaan atau penyusunan kembali konsep
besar yang diberikan oleh pimpinan puncak serta konsep menengah yang
diciptakan oleh pimpinan menengah. Interaksi ini dimediasi secara nyata
17
dalam bentuk penyatuan informasi, yang merupakan dinamika lain
aktivitas self organizing team untuk menjejarlngkan knowledge yang
terus-menerus menclptakan informasi dan makna baru.
Proses penciptaan knowledge tidak pernah berakhir, dan merupakan
proses yang berputar, baik yang terjadi di dalam organisasi maupun dengan
lingkungannya karena lingkungan merupakan sumber pemicu penciptaan
knowledge dalam organisasi.
2.2. Pengertian Knowledge Management
Knowledge management menjadi guidance tentang pengelolaan intangible
assets yang
menjadi pilar perusahaan dalam menciptakan nilai (dari
produk/jasa/solusi) yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggannya.
Knowledge dalam hal ini tidak diterjemahkan, karena pengertian
knowledge itu sendiri masih diperdebatkan. Knowledge bukan hanya pengetahuan,
menurut Thomas Davenport dan Laurence knowledge didefinisikan sebagai
berikut:
"Knowledge merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi
kontektual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu
lingkungan
dan
kerangka
untuk
mengevaluasi
dan
menyatukan
pengalaman baru dengan informasi. Di perusahaan knowledge sering
terkait tidak saja pada dokumen atau tempat penyimpanan barang
berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktek dan norma
perusahaan." (Dave, 1998).
18
Manusia
(People)
Proses
(Process)
Teknologi
(Technolog
y)
Manajemen Pengetahuan
Oleh karena itu, pemahaman mengenai nilai buku perusahaan harus
disertai dengan pemahaman nilai intangible assets perusahaan. Jenis penerapan
knowledge management ada dua, yaitu:
1. Tacit Knowledge
Pada dasarnya tacit knowledge bersifat personal, dikembangkan melalui
pengalaman yang sulit untuk diformulasikan dan dikomunikasikan
(Carrillo et al., 2004). Berdasarkan pengertiannya, maka tacit knowledge
dikategorikan sebagai personal knowledge atau dengan kata lain
pengetahuan yang diperoleh dari individu (perorangan).
Pengalaman yang diperoleh tiap karyawan tentunya berbeda-beda
berdasarkan situasi dan kondisi yang tidak dapat diprediksi. Definisi
experience yang diambil dari kamus bahasa Inggris adalah the process of
gaining knowledge or skill over a period of time through seeing and doing
things rather than through studying. Yang artinya proses memperoleh
pengetahuan atau kemampuan selama periode tertentu dengan melihat dan
melakukan hal-hal daripada dengan belajar.
19
2. Explicit knowledge
Explicit knowledge bersifat formal dan sistematis yang mudah untuk
dikomunikasikan dan dibagi (Carrillo et al., 2004). Penerapan explicit
knowledge ini lebih mudah karena pengetahuan yang diperoleh dalam
bentuk tulisan atau pernyataan yang didokumentasikan, sehingga setiap
karyawan dapat mempelajarinya secara independent. Explicit knowledge
dalam penelitian ini adalah job procedure dan technology. Job procedure
adalah tanggung jawab atau tugas yang bersifat formal atau perintah resmi
atau cara melakukan hal-hal. Salah satu bentuk konkret dari explicit
knowledge adalah Standard Operation Procedure. Standard Operation
Procedure atau prosedur pelaksanaan dasar dibuat untuk mempertahankan
kualitas dan hasil kerja, dimana tugas-tugas akan semakin mudah
dikerjakan dan tamu akan terbiasa dengan sistem pelayanan yang ada.
Pengertian knowledge masih diperdebatkan, tidak ada definisi tunggal
tentang arti knowledge. Definisi knowledge dapat dipandang dari segi praktek
hingga konseptual serta dari ruang lingkup yang semplt hingga ruang lingkup
yang luas. Sebagal bahan acuan, berikut ini adalah beberapa definisi tentang
knowledge:
1. Frappaolo dan Wayne (1997)
Knowledge merupakan suatu informasi yang terletak dalam pikiran
manusia dimana bermanfaat untuk pengambilan keputusan dalam
kondlsl yang berbeda sekalipun.
2. Thomas Davenport dan Laurence (1998)
Knowledge bukan hanya pengetahuan tetapi knowledge merupakan
20
campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontektual, pandangan
pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan
kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru
dengan informasi.
3. Liebowitz (1999)
Knowledge adalah informasi yang telah disusun dan dianalisa agar
mudah dimengerti dan berguna untuk pemecah masalah dan dapat
digunakan untuk bahan pengambil keputusan. Knowledge juga dapat
diartikan sebagal seluruh bagian penglihatan, pengalaman, dan
prosedur yang dipertimbangkan keabsahan dan kebenarannya yang
dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku, yang dapat meningkatkan
kemampuan dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta
pembelajaran dan pengajaran.
4. Probst (2000)
Knowledge didefinisikan sebagai keseluruhan keahlian dan konsep
yang digunakan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Knowledge berlandaskan dari data dan informasi, tetapi tidak seperti
data dan informasi. Knowledge selalu dibatasi pada setiap individu dan
knowledge menggambarkan suatu hubungan sebab akibat.
5. Kluge (2001)
Knowledge adalah pengertian akan hubungan sebab akibat, dan juga
merupakan dasar dalam membuat kegiatan yang lebih efektif,
membangun proses bisnis atau memperkirakan output dari model.
21
6. Mayor Czi Budiman S. Pratomo
Knowledge adalah sebagai modal yang mempunyai pengaruh sangat
besar dalam menetukan kemajuan suatu organisasi. Dalam lingkungan
yang sangat cepat berubah, knowledge akan mengalami keusangan,
oleh sebab itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses belajar.
2.2.1. Penerapan Knowledge Management dalam Organisasi
Organisasi pada dasarnya terdiri dari orang-orang yang memiliki latar
belakang sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik yang berbeda. Ketika
sebuah organisasi ingin menerapkan knowledge management, ada beberapa aspek
yang harus diperhatikan agar penerapan yang dilakukan berlangsung dengan
sukses:
1. Aspek konseptual
Maksudnya adalah agar organisasi mampu mengembangkan suatu
konstruksi
yang
terintegrasi,
yang
dapat
digunakan
untuk
mendiskusikan knowledge di dalam organisasi.
2. Aspek perubahan
Aspek ini penting mendapatkan perhatian karena perubahan terkait
erat dengan stabilitas karena kerangka kerjanya terkait dengan institusi
dan perkembangannya. Sebelum knowledge baru mengubah struktur
knowledge dan sistem aktivitas di dalam organisasi, knowledge
terlebih dahulu harus dapat diakses, dipahami, dan dapat diterima.
Harus disadari bahwa perubahan sering kali menciptakan perlawanan.
Di dalam berbagai kasus perubahan, perlawanan memang selalu ada,
22
apakah berasal dari dalam knowledge management itu sendiri, apakah
berasal
dari
persoalan
kemampuan
mengakses,
penerimaan,
pemahaman, atau berasal dari masalah manajemen.
3. Aspek pengukuran
Pengukuran
menjadi
aspek
yang
penting
karena
merupakan
mekanisme pengintegrasi di dalam organisasi. Masing-masing sistem
pengukuran secara implisit menentukan sudut pandang. Pengukuran
juga
memungkinkan
melihat
apakah
penerapan
knowledge
management telah bergerak ke arah sasaran organisasi yang ingin
dituju atau tidak.
4. Aspek struktur organisasi
Struktur organisasi menjadi hal yang penting diperhatikan di mana
didalamnya terdapat pembagian peran dan tanggung jawab yang
diperlukan agar efektivitas knowledge management dapat terlaksana.
Peran-peran tersebut di antaranya pemilik knowledge, penyebar
knowledge, pencari knowledge, dan koordinator komunitas
5. Aspek isi knowledge
Jika knowledge dipandang sebagai produk, knowledge dapat
diklasifikasikan dan dikategorisasi dalam berbagai cara. Untuk
mengelola produk dari proses knowledge, diperlukan knowledge yang
cocok dan saling mendukung. Isi knowledge juga terkait dengan
ketrampilan karyawan. Untuk mengelola isi knowledge dapat
dikembangkan dlrektorl keahlian, sistem pengelolaan keterampilan,
peta knowledge, atau model-model knowledge. Oleh karena itu, isu-isu
23
seperti versi pengawasan dan ketersedlan dokumen, kualltas dan slklus
hldup dokumen memerlukan kesadaran yang diwujudkan dalam
berbagal bentuk usaha.
6. Aspek alat
Aspek ini terkait erat dengan ketersediaan sarana untuk memperoleh
knowledge. Oleh karena itu, bagaimana metodologi mengelola
knowledge, representasi knowledge yang akan dlkelolah serta
infrastruktur
yang
dibutuhkan
untuk
menunjang
pengelolaan
knowledge secara efektlf menjadi sesuatu yang turut menentukan
strategi knowledge management. Berbagal macam infrastruktur yang
sering kali dipergunakan dalam mendukung proses knowledge
organisasi serta knowledge management antara lain teknologl
informasi dan komunikasi. Teknologl informasi yang dapat diadopsi
merupakan bentuk kolaborasl berbagal alat antara lain, sistem
pengelolaan knowledge, sistem pendukung memori organisasi, sistem
pendukung inovasi, alat untuk menemukan informasi, dan alat untuk
menemukan data.
Selain aspek-aspek diatas, diperlukan juga langkah-langkah perubahan
sistematis berupa formulasi strategi (strategic formulation), agar perubahan yang
dilakukan berlangsung dengan sukses. Fungsi formulasi strategi dalam konteks ini
lebih menitikberatkan pada upaya memberikan bahasa dan pemahaman serta
sudut pandang yang sama. Dengan bahasa, pemahaman dan sudut pandang yang
sama memungkinkan pelaku-pelaku perubahan dalam organisasi melihat aktivitas
penerapan knowledge management sebagai satu kesatuan yang bersifat
24
menyeluruh.
Dari pemaparan mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam strategi
penerapan knowledge management di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kesuksesan strategi penerapan knowledge management sangat tergantung kepada
beberapa aspek, yaitu infrastruktur teknologl, struktur sistem penghargaan, dan
kultur.
2.2.2. Sistem Pengukuran Knowledge Management
Terdapat
empat
indikator
sukses
dalam
penerapan
Knowledge
Management menurut Murray E. Jennex (2007), antara lain:
1. Pertumbuhan dalam volume knowledge yang tersedia sejak inisiasi
Knowledge Management diluncurkan (misal: jumlah dokumen yang
tersedia)
2. Pertumbuhan dalam penggunaan knowledge yang tersedia sejak
inisiasi knowledge diluncurkan (akses ke repositori atau jumlah
partisipan untuk diskusi)
3. Kemungkinan bertahannya proyek tanpa dukungan dari individu
tertentu. Hal ini karena proyek adalah inisiasi organisasi dan bukan
proyek individu
4. Pertumbuhan dalam sumber daya yang melekat pada inisiasi
Knowledge Management
25
2.3. Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak
dapat dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan
maupun lembaga swasta. Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual
Performance yang merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai seseorang.
Kinerja merupakan hasil kerja atau karya yang dihasilkan oleh masingmasing karyawan untuk membantu badan usaha dalam mencapai dan mewujudkan
tujuan badan usaha. Pada dasarnya kinerja dari seseorang merupakan hal yang
bersifat individu karena masing-masing dari karyawan memiliki tingkat
kemampuan yang berbeda.
Hasibuan, (2007) menyatakan kinerja merupakan perwujudan kerja yang
dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap
karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk
tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha untuk
meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. As’ad, (2000) menyatakan
kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk
pekerjaan yang bersangkutan. Dharma, (2001) menyatakan sesuatu yang
dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan seseorang atau
sekelompok orang.
Bernardin dan Russel, (2000) menyatakan kinerja adalah catatan perolehan
yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu
periode pekerjaan tertentu. Simamora, (2004) menyatakan kinerja mengacu
26
kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan
karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan
sebuah pekerjaan. Rivai, (2008) menyatakan kinerja merupakan perilaku nyata
yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk
mencapai tujuannya.
Dari beberapa uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kinerja adalah
hasil kerja nyata yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh
organisasi.
Kinerja seseorang tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha,
dan kesempatan yang diperoleh (Dale, 1992, p. 3). Menurut Bernardin dan Russel
(1993, p. 382) terdapat 6 kriteria untuk menilai kinerja karyawan,
yaitu:
1. Quality
Tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal di
dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai
harapan.
2. Quantity
Jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang, jumlah
unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah diselesaikan.
3. Timeliness
Tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu yang lebih
27
cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada untuk
aktifitas lain.
4. Cost effectiveness
Tingkatan dimana penggunaan sumber daya perusahaan berupa
manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk mendapatkan
hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.
5. Need for supervision
Tingkatan dimana seorang karyawan dapat melakukan pekerjaannya
tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari atasannya.
6. Interpersonal impact
Tingkatan di mana seorang karyawan merasa percaya diri, punya
keinginan yang baik, dan bekerja sama di antara rekan kerja.
Namun dari ke-6 kriteria tersebut, terdapat kriteria yang penulis anggap
tidak relevan untuk penelitian ini, yaitu cost effectiveness dikarenakan yang dapat
mengetahui dan melakukan pengukuran keefektifan biaya adalah karyawan pada
level managemen bukan karyawan operasional, dimana dalam penelitian ini yang
dipilih sebagai anggota sampel adalah karyawan operasional.
Senada
dengan
pendapat
tersebut,
Fustino
Cardosa
Gomes
mengungkapkan bahwa kinerja karyawan sebagai “Ungkapan seperti output,
efisien serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktifitas” (Fustino
Cardosa Gomes dalam Mangkunegara, 2009:9). Pendapat tersebut menyatakan
bahwa kinerja suatu pegawai tidak lepas dari hasil yang dicapai, serta efektif
dalam meningkatkan produktivitas.
28
Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya yang berjudul
Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia definisi kinerja karyawan adalah : “hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”. (Mangkunegara, 2009:9).
Pengertian tersebutdapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia
adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang
dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil atau
tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di
dalam melaksanakan tugas. Di bawah ini akan disebutkan pengertian kinerja dari
beberapa pendapat para ahli yaitu:
1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada
tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta
(Stolovitch and Keeps: 1992).
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada
diri pekerja. (Griffin: 1987).
3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy and Premeaux: 1993).
4. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan
tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat
tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich: 1994).
Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai
dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Dapat
29
disimpulkan bahwa pengertian kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan
organisasi, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika.
Kinerja merupakan suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi, visi serta organisasi. Pada dasarnya pengertian kinerja berkaitan
dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam menjalankan apa yang
menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.3.1. Pengukuran Kinerja
Menurut Mangkunegara (2000) unsur-unsur yang dinilai dari kinerja
adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri
dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari
output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti
instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap
terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerjasama. Sedangkan
Mathis dan Jackson (2002) berpendapat bahwa “Kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang
mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi
yang antara lain termasuk: (1) kuantitas output, (2) kualitas output, (3) jangka
waktu output, (4) kehadiran di tempat kerja, dan (5) sikap kooperatif.
Bernardin dan Russel (1993) menyebutkan adanya enam kriteria untuk mengukur
kinerja seorang karyawan, yaitu :
30
1. Quality, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan
kualitas standar yang ditetapkan perusahaan.
2. Quantity, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan
jumlah standar yang ditetapkan perusahaan.
3. Timeleness, tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koodinasi out put lain
serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.
4. Cost of effectiveness, sejauh mana tingkat penerapan sumberdaya
manusia,
keuangan,
teknologi,
dan
material
yang
mampu
dioptimalkan.
5. Need of supervision, sejauh mana tingkatan seorang karyawan untuk
bekerja dengan teliti tanpa adanya pengawasan yang ketat dari
supervisor.
6. Interpersonal input, sejauh mana tingkatan seorang karyawan dalam
pemeliharaan harga diri, nama baik dan kerjasama, diantara rekan kerja
dan bawahan.
Keseluruhan unsur/komponen penilaian kinerja di atas harus ada dalam
pelaksanaan penilaian agar hasil penilaian dapat mencerminkan kinerja dari para
karyawan.
Kinerja merupakan hasil kerja atau karya yang dihasilkan oleh masingmasing karyawan untuk membantu badan usaha dalam mencapai dan
mewujudkan tujuan badan usaha. Pada dasarnya kinerja dari seseorang
merupakan hal yang bersifat individu karena masing-masing dari karyawan
memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Kinerja seseorang tergantung pada
31
kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh (Dale, 2002,
p. 3).
Sementara itu, kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang
secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target
atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukannya terlebih dahulu dan telah
disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan
dari kata performance, yang menurut The Scribner- Bantam English Dictionary,
terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata "to perform ”
dengan beberapa ”entries” yaitu:
1. Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute).
2. Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat (to discharge of
fulfill; as vow).
3. Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or
complete an undertaking).
4. Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do
what is expected of a person machine).
Beberapa pengertian berikut ini akan memperkaya wawasan tentang kinerja:
1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada
tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta
(Stolovitch dan Keeps, 1992).
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada
pada diri pekeraja (Griffin, 1997).
3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Monday dan Premaux, 1993).
32
4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat
kesediaan
dan
tingkat
kemampuan
tertentu.
Kesediaan
dan
keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan
sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana mengerjakannya (Hersey dan Blanchard, 1993).
5. Kinerja merujuk pada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang
diberikan (Casio, 1992).
6. Kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas
serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat
tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson, Ivancevich, 1994).
7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak
ukur kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian,
yakni: a) Tugas individu; b) Perilaku individu; c) Ciri individu
(Robbin, 1996).
8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas,
baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan
(Schermerhorn, Hunt dan Osborn, 1991).
9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A),
motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O),
yaitu kinerja = / (A x M x O). Artinya : kinerja merupakan fungsi dari
kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins, 2002).
Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok
33
orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan
tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan
performance sebagai kata benda (noun) dimana salah satu entry-nya adalah hasil
dari suatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam satu
perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan
tidak bertentangan dengan moral atau etika (Rivai dan Basri, 2005, pp. 14 - 17).
2.3.2. Kriteria Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Bernardin dan Russel (1993, p. 382) terdapat 6 kriteria untuk
menilai kinerja karyawan, yaitu:
1. Quality
Tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal di
dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai
harapan. Menurut Bradley dan Huyton (1996) fungsi utama dari
departemen adalah mendukung dan memfasilitasi transaksi serta
pelayanan kepada tamu, untuk itu departemen harus memiliki staff
yang memiliki kualitas kinerja tinggi serta wawasan yang luas dan
didukung dengan sikap yang menunjukkan moto dari PT. Kliring
Penjaminan Efek Indonesia itu sendiri. Penilaian kinerja karyawan
dalam hal kualitas perlu dilakukan karena kualitas kinerja karyawan
merupakan salah satu bentuk nyata yang diharapkan dari penerapan
34
knowledge management.
2. Quantity
Jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang,
jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah diselesaikan.
3. Timeliness
Tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu yang
lebih cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada
untuk aktifitas lain. Penilaian kinerja karyawan melalui timeliness
akan membantu mengetahui efektifitas dari kinerja karyawan dalam
hal kecepatan penyelesaian pekerjaan. Menurut O'Shannessy dan
Minett (2003) dalam segala bidang jasa yang sering digunakan oleh
manusia baik itu perbankan, maupun yang lainnya pasti diharapkan
suatu bentuk pelayanan yang efisien, knowledgeable, skillfull, dan
penuh kesopanan. Harapan ini tidak hanya berasal dari para pengguna
jasa, tapi juga dari teman sekerja, serta perusahaan. Dengan
diterapkannya knowledge management diharapkan karyawan mampu
untuk menggunakan pengalamannya dalam menangani pekerjaan
sehingga tercipta efisiensi. Salah satu bentuk efisiensi yang diharapkan
yaitu kecepatan dalam menangani pekerjaan serta pemanfaatan waktu
yang ada untuk bekerja.
4. Cost effectiveness
Tingkatan dimana penggunaan sumber daya perusahaan berupa
manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk mendapatkan
hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.
35
5. Need for supervision
Tingkatan
dimana
seorang
karyawan
dapat
melakukan
pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari
atasannya. Dalam prosesnya para atasan tidak mungkin melakukan
pemantauan kepada karyawannya secara menyeluruh dan terus
menerus pada tiap bagian. Maka dari itu, diperlukan penilaian kinerja
untuk melihat sejauh mana karyawan dapat bekerja secara independent
tanpa bimbingan dari atasan.
6. Interpersonal impact
Tingkatan di mana seorang karyawan merasa percaya diri, punya
keinginan yang baik, dan bekerja sama di antara rekan kerja. Seperti
yang dikatakan oleh
O'Shannessy
dan Minett (2003):”Good
interpersonal skills are needed and used in every sector of the
hospitality industry”. Hal ini akan membawa dampak bagi tiap
individu yaitu membantu meningkatkan kepercayaan diri dalam
bekerja serta membantu dalam berkomunikasi baik itu dengan teman
sekerja maupun penikmat jasa. Penilaian kinerja karyawan dalam
interpersonal impact untuk mengetahui kemampuan individu untuk
bekerja secara individu maupun ketika bekerjasama dalam tim.
Namun dari ke-6 kriteria tersebut. terdapat kriteria yang penulis anggap
tidak relevan untuk penelitian ini, yaitu cost effectiveness dikarenakan yang dapat
mengetahui dan melakukan pengukuran keefektifan biaya adalah karyawan pada
level managemen bukan karyawan operasional, dimana dalam penelitian ini yang
dipilih sebagai anggota sampel adalah karyawan operasional.
36
2.3.3. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut penuturan Rivai (2005, p. 54), suatu sistem penilaian kinerja
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap bentuk dan sifat hubungan kerja dalam
perusahaan. Dengan kata lain, semangat kerja, sifat kerja sama, kepuasan
psikologis dan efisiensi karyawan dipengaruhi langsung oleh sistem dan metode
penilaian.
Secara umum, penilaian kinerja banyak digunakan untuk:
1. kriteria studi validasi
2. menentukan kebutuhan-kebutuhan pelatihan organisasi
3. menekankan kembali struktur kekuasaan
4. perencanaan sumber daya manusia
2.3.4. Manfaat Penilaian Kinerja
Sistem penilaian kinerja yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan
manfaat bagi ketiga pihak dalam perusahaan antara lain bagi karyawan, penilai,
dan perusahaan itu sendiri. Berikut manfaat penilaian kinerja berdasarkan
penuturan Rivai (2005, pp. 55-60).
1. Manfaat bagi karyawan yang dinilai:
a. Meningkatkan motivasi
b. Meningkatkan kepuasan kerja
c. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan karyawan
d. Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif
e. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar
37
f. Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan
membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal
mungkin
g. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas
h. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi
i. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan
bagaimana mereka dapat mengatasinya
j. Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang
perlu dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut
k. Adanya pandangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan
l. Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun
dorongan atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita
karyawan
m. Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan(p.
55)
2. Manfaat bagi penilai (supervisor/manager):
a. Kesempatan
untuk
mengukur
dan
mengidentifikasikan
kecenderungan kinerja karyawan untuk perbaikan manajemen
selanjutnya
b. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum
tentang pekerjaan individu dan departemen yang lengkap
c. Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan
baik untuk pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari
bawahannya
38
d. Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi
e. Peningkatan kepuasan kerja
f. Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut,
rasa gugup. harapan dan aspirasi karyawan
g. Meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer maupun dari
para karyawan
h. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilaian
dengan memberikan pandangan yang lebih baik terhadap
bagaimana karyawan dapat memberikan kontribusi yang lebih
besar kepada perusahaan
i. Meningkatkan rasa harga diri yang kuat di antara para manajer dan
karyawan karena telah berhasil mendekatkan ide masing-masing
j. Sebagai media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran
individu dengan sasaran perusahaan
k. Kesempatan bagi manajer untuk menjelaskan kepada karyawan
apa yang sebenarnya diinginkan oleh perusahaan, sehingga para
karyawan dapat mengukur dan menempatkan dirinya sesuai
dengan harapan manajer
l. Sebagai media untuk meningkatkan interpersonal relationship atau
hubungan antar pribadi antara karyawan dengan manajer
m. Sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan dengan lebih
memusatkan perhatian kepada karyawan secara pribadi
n. Merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai
kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan
39
merevisi target baru
o. Mengidentifikasi kesempatan untuk rotasi karyawan (p. 56)
3. Manfaat bagi perusahaan:
a. Perbaikan simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan, karena:
1) komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan
dan nilai budaya perusahaan
2) peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas
3) peningkatan
kemampuan
dan
kemauan
manajer
untuk
menggunakan keahian memotivasi karyawan
b. Meningkatkan kualitas komunikasi
c. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan
d. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan
perusahaan
e. Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang
dilakukan oleh karyawan
f. Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan
g. Mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang
dibutuhkan
h. Kemampuan menemukan kembali setiap permasalahan
i. Sebagai sarana penyampaian pesan bahwa karyawan itu dihargai
oleh perusahaan
j. Kejelasan dan ketepatan dari pengetahuan, ketrampilan dan sikap
yang diperlukan oleh karyawan, sehingga perusahaan dapat tampil
prima
40
k. Budaya perusahaan menjadi mapan
l. Karyawan yang berpotensi dapat untuk menjadi pimpinan
perusahaan
m. Penilaian kinerja akan menjadi salah satu sarana paling utama
dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
2.3.5. Kegunaan Hasil Penilaian Kinerja bagi Perusahaan
1. Performance Improvement
Umpan balik atas kinerja sangat bermanfaat bagi karyawan,
manajer, supervisor dan spesialis sumber daya manusia dalam bentuk
kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja di masa yang akan
datang.
2. Compensation Adjustment
Penilaian kinerja sangat membantu dalam pengambilan keputusan
penentuan
siapa
yang
seharusnya
yang
menerima
kenaikan
pembayaran dalam bentuk upah, bonus, atau bentuk lainnya.
3. Placement Decisions
Promosi, transfer ataupun penurunan jabatan biasanya didasarkan
pada kinerja masa lalu dan bersifat antisipastif, seperti dalam bentuk
penghargaan.
4. Training and Development Needs
Kinerja yang buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk
melakukan pelatihan kembali sehingga setiap karyawan hendaknya
41
selalu memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
5. Career Planning and Development
Umpan balik kinerja sangat membantu dalam proses pengambilan
keputusan utamanya tentang karir spesifik dari karyawan, sebagai
tahapan untuk pengembangan diri karyawan tersebut.
6. Staffing Process Deficiencies
Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan
kelemahan dalam prosedur penempatan karyawan di departemen
sumber daya manusia
7. Informational Inaccuracies
Kinerja yang buruk dapat mengindikasikan adanya kesalahan
dalam informasi analisis pekerjaan. perencanaan sumber daya
manusia, atau hal lain dari sistem sumber daya manusia.
8. Job Design Errors
Kinerja yang buruk mungkin sebagai suatu gejala dari rancangan
pekerjaan yang salah atau kurang tepat. Melalui penilaian kinerja dapat
didiagnosis kesalahan-kesalahan tersebut.
9. Equal Employment Opportunity
Penilaian kinerja yang akurat secara actual menghitung kaitannya
dengan kinerja dapat menjamin bahwa penempatran internal bukanlah
sesuatu yang bersifat diskriminatif.
10. External Challenges
Terkadang kinerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, finansial, kesehatan, atau
42
masalah lainnya. Jika masalah tersebut tidak segera diatasi melalui
penilaian, departemen sumber daya manusia mungkin mampu
menyediakan bantuannya.
11. Feedback to Human Resources
Kinerja
yang
baik
dan
buruk
di
seluruh
perusahaan
mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departemen sumber daya
manusia diterapkan (pp. 58-60).
2.3.6. Jenis-jenis Pengukuran Kinerja
Menurut Bateman dan Snell (2002, p. 326) ada beberapa sumber untuk
memperoleh informasi penilaian kinerja, diantaranya dari:
1. Managers dan supervisors sumber utama dalam memperoleh informasi
penilaian kinerja.
2. Peers dan team members melihat penilaian kinerja dari dimensi yang
berbeda dan seringkali mengidentifikasi potensi kepemimpinan dan
kemampuan perseorangan.
3. Subordinates memberikan timbal balik atau feedback kepada
supervisor.
4. Internal dan external customers semua orang yang berada dalam
organisasi yang bergantung pada hasil kinerja karyawan.
5. Self-appraissals merupakan proses menilai diri sendiri dengan tujuan
untuk membantu karyawan untuk mencapai tujuan di masa yang akan
datang.
43
2.4. Hubungan
Antara
Knowledge
Management
dan
Kinerja Karyawan
Untuk menghasilkan kinerja yang baik, maka perusahaan membutuhkan
sistem yang baik pula. Sistem ini bukan hanya peraturan atau standar yang ada
melainkan juga melibatkan pihak-pihak yang terkait langsung yaitu sumber daya
manusianya. Salah satu sistem manajemen yang menawarkan suatu disiplin yang
memperlakukan intelektual sebagai aset yang dikelola adalah knowledge
management (Honeycutt, 2002), yang diukur dengan 3 variabel yaitu personal
knowledge, job procedure, dan technology. Dalam prakteknya knowledge
management dapat menjadi guidance tentang pengelolaan intangible asset yang
menjadi pilar perusahaan dalam menciptakan nilai. Perusahaan perlu mengetahui
sejauh mana knowledge management berperan di dalam meningkatkan kinerja
karyawan khususnya di indusrti jasa perbankan. Maka dari itu, kinerja karyawan
akan diukur melalui 5 kriteria penilaian karyawan, yaitu: quality, quantity,
timeliness, need for supervision, dan interpersonal impact.
Download