analisis model data anomali magnetik untuk

advertisement
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
ANALISIS MODEL DATA ANOMALI MAGNETIK UNTUK
MENGIDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI DASAR LAUT
PERAIRAN FLORES
Triantara Nugraha.1; Catur Purwanto2*; Mimin Iryanti3*
1,Departemen
Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI), Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154, Indonesia
2Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Djunjunan No.236, Pasteur, Bandung,
Indonesia
[email protected] [email protected]
ABSTRAK
Salah satu metode geofisika adalah metode geomagnet. Telah dilakukan pengukuran
dengan menggunakan metode geomagnet berupa data medan magnet di daerah Perairan
Flores, dimana penelitian ini mencakup daerah utara-selatan dan barat-timur Perairan
Flores, tepatnya dari Flores Nusa Tenggara Timur sampai Sulawesi Selatan sebagai batas
arah selatan-utara Perairan Flores dan Laut Jawa sampai Laut Banda sebagai batas arah
timur-barat Perairan Flores. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan geologi
Perairan Flores. Akusisi data menggunakan seperangkat alat Proton Procession
Magnetometer dan kapal Geomarin III dengan mengambil 20 lintasan. Hasil pengukuran
dari lapangan berupa nilai medan magnet total yang kemudian dikoreksi terhadap IGRF
untuk mendapatkan target dalam penelitian ini, yaitu nilai anomali medan magnet total.
Selanjutnya data anomali medan magnet total tersebut dibuat peta konturnya untuk
kemudian dibuat penampang A-A’, Penampang B-B’ dan Penampang C-C’ yang
memotong tegak lurus terhadap kedua penampang. Tahap terakhir dalam pengolahan ini
yaitu membuat pemodelan 2 dimensi dengan menggunakan bantuan perangkat lunak
MAG2DC Free For Windows. Interpretasi kuantitatif terhadap model menunjukan terdapat
sesar pada penampang A-A’ arah barat daya-utara dan sesar pada penampang C-C’ arah
tenggara-barat laut. Terdapat juga beberapa batuan intrusi berupa batuan beku dengan nilai
suseptibilitas 0,019 dalam SI yang merupakan batuan dolorit, nilai suseptibilitas 0,0260
yang merupakan batuan beku ultrabasa olivine-diabas dan nilai suseptibilitas 0,0318
merupakan batuan plutonik augite-syenite. Terdapat juga batuan-batuan akibat proses
demagnetisasi, dengan nilai suseptibilitas -0,020 dalam SI dan -0,003 yang merupakan
mineral kalsit dan gypsum.
Kata Kunci: Anomali Magnetik, Dasar Laut Perairan Flores, Struktur Geologi,
Suseptibilitas, Metode Geomagnet, Proton Procession Magnetometer
Triantara Nugraha, dkk, Analisis Model Data Anomali Magnetik
Untuk Mengidentifikasi Struktur Geologi Dasar Laut Perairan
Flores
MODEL ANALYSIS OF ANOMALY MAGNETIC DATA TO IDENTIFY GEOLOGY
STRUCTURE OF AQUATIC FLORES SEABED
ABSTRACT
Geomagnetic method is one of geophysical method. A measurement has been carried out
using a geomagnetic method, that is, geomagnetic field measurement in the area of Aquatic
Flores, in particular, the research covers the area of north-south and west-east Aquatic
Flores, rather then in East Nusa Tenggara Flores to South Sulawesi as the boundary of
south-north Flores and Java Sea until Banda Sea as the east-west boundary of Aquatic
Flores.This study aims to determine the geological conditions of Aquatic Flores. A set of
tools Procession Proton Magnetometer and ship Geomarin III, taking 20 tracks, used as a
data acquisition. Results of the magnetic field measurement are then corrected by IGRF to
get the research target in this study, that is the total value of magnetic field anomalies.
Furthermore, a counter map of the data was created to make a cross section A-A’, a crosssection B-B' and cross-section C-C 'were cut perpendicular to the second cross-section.
The last stage in this processing is to make two-dimensional modelling with the help of
software MAG2DC Free For Windows. Quantitative interpretation of the models show that
there is fault on the southwest-north cross-section A-A ' and faults in the southeastnorthwest cross-section C-C'. There are also some forms of igneous intrusive rocks with a
value of 0.019 susceptibility in SI that is a rock called dolorit, with susceptibility value
0.0260 named the ultramafic igneous rocks olivine-diabase and with susceptibility value
0.0318 labeled as plutonic rocks augite-syenite. There are also rocks due to
demagnetization, with susceptibility values in SI -0.020 and -0.003 named as the mineral
calcite and gypsum.
Keywords: Magnetic Anomaly, Seabed Aquatic Flores, Geology Structure, Susceptibility,
geomagnetic methods, Proton Magnetometer Procession
PENDAHULUAN
Indonesia Merupakan negara yang
terletak di pertemuan tiga lempeng dunia
(Ring Of Fire) yaitu lempeng Eurasia,
lempeng Indo-Australia dan lempeng
Pasifik yang saling menumbuk satu sama
lain sehingga terbentuklah daerah
penujam seperti, lipatan, patahan serta
sebaran gunung api dari Sumatra, Jawa
hingga Bali. Selain itu, Indonesia
merupakan negara kepulauan yang ¾ atau
25% dari wilayah Indonesia adalah
perairan (Tim PPPGL, 2012). Dengan
luas lautnya yang memakan luas daerah
Indonesia, maka kekayaan akan sumber
daya alam sangat melimpah di Perairan
Indonesia. Negara Indonesia merupakan
negara yang kaya akan sumber daya alam
seperti, minyak bumi, timah, gas alam,
nikel, tembaga, bauksit, batu bara, emas
dan perak (Index Mundi, 2011). Selain
itu, Indonesia juga merupakan negara
yang rentan terhadap bencana alam yang
terjadi seperti, gunung meletus, longsor,
banjir, gempa bumi, tsunami dan angin
puting beliung. Oleh karena itu, untuk
mengetahui dengan jelas letak sumber
daya alam yang berada di Perairan
Indonesia dan mengetahui potensi
bencana alam yang terjadi di Indonesia,
maka seharusnya Indonesia memetakan
seluruh wilayah perairanya, karena selain
untuk
mengetahui
batas
wilayah
Indonesia dengan negara lain, dapat juga
untuk mengetahui bermacam sumber daya
alam yang terkandung di Perairan
Indonesia. Untuk mengetahui keberadaan
sumber daya alam dan potensi bencana
alam yang mungkin akan terjadi, maka
diperlukan penelitian tentang struktur
geologi bawah permukaan laut agar
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
dengan mudah mengetahui sumber daya
alam yang terkandung dalam batuan atau
lapisan di bawah permukaan laut dan
dapat sebagai sarana untuk perencanaan
mitigasi bencana alam. Salah satunya
penelitian kali ini yang telah dilaksanakan
di Laut Flores Nusa Tenggara Timur.
Laut Flores terletak di posisi
koordinat 6°00’00’’–8°00’00” Lintang
Selatan dan 121°30’00”–123°00’00”
Bujur Timur (Tim PPPGL,
2012).
Ditinjau dari Geografisnya, letak Laut
Flores berbatasan langsung, sebelah barat
dibatasi Laut Bali, sebelah barat laut
dibatasi oleh Laut Jawa, sebelah timur
dan timur laut langsung dibatasi oleh Laut
Banda
dan sebelah selatan dibatasi
Samudra Hindia. Jika dilihat dari lembar
peta, untuk letak geografis Laut Flores
dibagian utara dibatasi oleh Lembar Peta
2210, bagian timur oleh Lembar Peta
2308 dan 2309, bagian selatan oleh
Lembar Peta 2207, dan bagian barat oleh
Lembar Peta 2108 dan 2109 (Tim
PPPGL, 2012) seperti pada gambar 1.1
peta daerah penelitian.
Gambar 1.1 Lembar Peta Daerah
Penelitian (Tim PPPGL, 2012)
Penelitian pada Laut Flores ini bertujuan
untuk mengetahui struktur geologi dasar
lautnya.
Untuk
mengetahui
informasi
struktur bawah permukaan atau struktur
geologi suatu daerah tersebut, maka dapat
digunakan suatu metoda eksplorasi yaitu
metode geofisika. Metode geofisika
merupakan metode yang mempelajari
ilmu tentang bumi beserta isinya, dengan
cara
melakukan
pengukuran
di
permukaan bumi atau di bawah
permukaan bumi yang dipadukan dengan
konsep-konsep fisika sebagai ilmu untuk
melakukan analisis fisisnya. Selain itu,
metode geofisika juga dapat digunakan
untuk memetakan atau menggambarkan
struktur bawah permukaan yang sering
dijadikan
acuan
untuk
eksplorasi
berikutnya. Dalam metode geofisika, ada
beberapa metode yang digunakan dalam
kegiatan eksplorasi untuk mendeteksi atau
memetakan struktur bawah permukaan
bumi, salah satunya adalah metode
geomagnet. Metode geomagnet adalah
metode
yang
digunakan
untuk
mengetahui kondisi bawah permukaan
bumi dengan cara melihat sifat
kemagnetan batuan yang teridentifikasi
oleh kerentanan magnet batuan. Dasar
dari metode geomagnet ini yaitu
mengukur variasi intensitas magnetik di
permukaan bumi akibat dari adanya
anomali mineral/batuan termagnetisasi
atau akibat dari adanya perbedaan kontras
suseptibilitas dan permeabilitas magnetik
tubuh cebakan dari sekelilingnya, yang
terdapat di bawah permukaan bumi
(Broto Sudaryo, dkk. 2011). Variasi
medan magnet yang timbul ini,
disebabkan oleh adanya perubahan
struktur geologi, perubahan sifat batuan,
adanya batuan intrusi dan patahan di
bawah permukaan bumi.
Eksplorasi Metode Geomagnet
dikategorikan ke dalam eksplorasi yang
bersifat pasif, dikarenakan melakukan
pengukuran dengan cara memanfaatkan
medan alami yang dipancarkan oleh
bumi. Dalam metode geomagnet ini, bumi
dianggap sebagai batang magnet yang
besar yang dapat menghasilkan medan
magnet utama bumi, sedangkan kerak
bumi menghasilkan medan magnet yang
sangat kecil dibandingkan medan magnet
utama yang dihasilkan bumi secara
keseluruhan. Medan magnet bumi pada
bagian tertentu yang telah teramati,
biasanya disebut sebagai anomali
magnetik
yang
dipengaruhi
oleh
suseptibilitas batuan dan remanen
magnetiknya. Dengan mengacu pada
anomali magnetik batuan dan lapisan
tersebut, maka pendugaan sebaran batuan
bawah permukaan dapat dipetakan secara
lateral maupun vertikal. Dalam eksplorasi
metode geomagnet, biasanya terdapat tiga
tahapan yang dilakukan yaitu, akusisi data
di Lapangan, processing dan interprestasi.
Selain itu, penelitian tentang
struktur geologi daerah Laut Flores
tersebut, cakupannya masih kecil dan
kurang akan informasi struktur geologi
daerah Laut Flores yang diperkirakan
terdapat gunung bawah lautnya. Oleh
karena itu, metode geomagnet dapat
digunakan untuk memberikan informasi
dengan rinci mengenai struktur geologi di
Dasar Laut. Ilmu geologi yang dipadukan
dengan geofisika dalam penelitian ini,
maka dapat dengan mudah untuk
mengestimasi dengan baik struktur
geologi dasar laut tersebut, yaitu dengan
mengacu pada studi literature ilmu
geologinya lebih dalam, menjelaskan
gejala
fisisnya
serta
pembuatan
pemodelan 2D untuk meyakinkan dugaan
sebaran struktur geologinya, maka
interpretasi akhir akan struktur geologi
daerah
tersebut dapat diduga dan
dipetakan dengan sebaik-baiknya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitik yang berfungsi untuk
memberikan gambaran tentang data yang
telah diperoleh dari Tim PPPGL.
Penelitian ini akan menghasilkan
gambaran umum tentang struktur geologi
Dasar Laut Flores berdasarkan data
suseptibilitas batuan hasil pemodelan 2D
dengan mengunakan bantuan Software
Mag2dc Free For Windows. Data yang
diolah pada penelitian ini adalah data
sekunder berupa data medan magnet.
Data sekunder yang didapat tersebut
berupa file Ms.Excel yang didalamnya
terdapat parameter seperti koordinat
lokasi penelitian dalam UTM, medan
magnet yang terukur, tanggal penelitian
dan UTM Zone dengan pengambilan data
per detik per datum point. Data sukender
tersebut merupakan data mentah dari
lapangan yang belum terkoreksi dan pada
penelitian ini data tersebut dikonversi
menjadi 5 menit per datum point.
Pada penelitian ini, koreksi yang
digunakan hanyalah koreksi IGRF,
dikarenakan Tim PPPGL tidak memasang
Ground Magnetometer pada saat akusisi
data di Lapangan, sehingga pada
penelitian ini koreksi harian tidak
dimasukan dalam pengkoreksian data
medan magnet yang terukur. Selain itu,
secara teknis menjelaskan bahwa
pemasangan Ground Magnetometer di
Pantai tidak boleh terlalu jauh jaraknya
dengan Proton Procession Magnetometer
yang ditarik di belakang Kapal Geomarin
III. Jarak antara Ground Magnetometer
dengan Proton Procession Magnetometer
maksimal ± 50 Mil atau sekitar 92 Km,
sedangkan jarak penelitian di Perairan
Flores ini sejauh ± 320 Km yang
memanjang dari Pulau Nusa Tenggara
Timur ke Sulawesi Selatan. Lintasan yang
digunakan pada penelitian ini adalah
FLRS 1 – FLRS 20. Berikut gambar 1.2
Lintasan yang diambil
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
dan analisis terhadap model adalah tabel
literature suseptibilitas batuan dan
mineral serta geologi regional daerah
penelitian sebagai acuan. Berikut gambar
1.3 dan 1.4 tabel suseptibilitas batuan dan
mineral.
Tabel 1 Suseptibilitas Batuan (Telford, 1990)
Batuan
Tipe
Sedimen
Dolomite
Batuan
gamping
Batu pasir
Serpih
Amphibiolite
Sekis
Filit
Gneiss
Kuarsit
Serpentin
Sabak
Granit
Riolit
Dolorit
AugiteSyenite
Olivinediabas
Porphyry
Gabbro
Basalt
Diorite
Piroksenit
Peridotit
Andesit
Metamorf
Tabel 1.2 Lintasan Penelitian (Tim,
PPPGL, 2012)
Nilai IGRF yang akan digunakan
didapatkan
pada
situs
National
Geophysical Data Center dengan
memasukan
parameter
inklinasi,
deklinasi, waktu penelitian dan model
IGRF yang akan dipilih. Jika penelitian
ini dilakukan pada tahun 2010-215, maka
IGRF yang digunakan adalah IGRF 12.
Pada penelitian ini, nilai IGRF yang
digunakan adalah nilai IGRF 12 dengan
memasukan parameter inklinasi, deklinasi
dan waktu penelitian tersebut per Datum
Point pada setiap lintasanya, agar
didapatkan
anomali
magnet
total
observasi.
Instrumen yang digunakan dalam
akusisi data adalah seperangkat alat
Proton Procession Magnetometer, GPS
dan Kapal Geomarin III, instrumen
penelitian yang digunakan dalam
pengolahan data adalah, MS.Excel,
ArcMap, Surfer 12 dan MAG2DC Free
Windows. Sedangkan untuk interpretasi
Beku
Suseptibilitas x 103 (SI)
range
average
0-0,9
0,1
0-3
0,3
0-20
0,01-15
0,3-3
0,4
0,6
0,7
1,4
1,5
0,1-25
4
3-17
0-35
0-50
0,2-35
1-35
30-40
6
2,5
17
25
0,3-200
0,2-175
0,6-120
90-200
60
70
70
85
125
150
160
Gambar 1.3 Nilai Suseptibilitas batuan
Tabel 2 Suseptibilitas Mineral (Telford, 1990)
Tipe Mineral
Grafit
Kuarsa
Suseptibilitas x 103 (SI)
Range
Average
0,1
-0,01
Rock Salt
Gypsum
Kalsit
Batubara
Lempung
Kalkopirit
Spalerit
Kasiterit
Siderite
Pirit
Limonit
Arsenopirit
Hematite
Kromit
Franklinit
Pirotit
Ilmenite
Magnetite
-0,01
-0,01
-0,001-(-0,01)
0,002
0,2
0,4
0,7
0,9
1-4
0,05-5
0,5-35
3-110
300-3500
1200-19200
1,5
2,5
3
6,5
7
430
1500
1800
6000
Gambar 1.4 Nilai Suseptibilitas mineral
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Peta kontur Anomali Magnetik
Pada gambar 1.5 peta kontur
anomali medan magnet total terlihat
bahwa pola anomali yang berada
dilokasi penelitian terbagi menjadi 3
pola yaitu, anomali rendah, anomali
tinggi dan anomali sedang.
nT
Gambar 1.5 Peta kontur Anomali
magnet total
Pada gambar 1.5 terlihat bahwa,
anomali rendah berada pada rentang
kurang dari 0 nT yang tersebar dari
selatan ke utara dan dari barat ke
utara, anomali sedang berada pada
kisaran rentang 0 sampai 100 nT yang
tersebar dari arah tenggara ke utara
dan anomali tinggi berkisar pada
rentang diatas 100 nT yang tersebar
dari selatan ke arah timur dan dari
selatan ke arah utara. Pola anomali
makin rendah menyebar dari garis
pantai ke arah laut. Sedangkan
anomali semakin meningkat menuju
arah selatan ke arah daratan dan barat
menuju pulau-pulau kecil. Pola positif
dan negatif cenderung berorientasi
utara dan selatan. Pola positif-negatif
dan pola kontur agak merapat dapat
diidentifikasi bahwa daerah tersebut
terdapat patahan (sesar) (Idral, A.
2005).
Selain itu, dilihat dari gambar 1.5
terdapat perbedaan warna pada kontur
yang ditunjukan oleh scale pada
kontur. Warna yang semakin panas
menunjukan bahwa anomali pada
daerah tersebut tinggi, dan warna
semakin dingin menunjukan bahwa
anomali semakin rendah. Warna biru
muda sampai biru tua menunjukan
bahwa anomali magnetik semakin
kecil, sedangkan warna kuning
sampai merah menunjukan bahwa
anomali magnetik semakin tinggi.
Pada gambar 1.5 juga dapat dilihat
bahwa terdapat warna biru yang
terpisah jauh dan warna merah yang
tepisah jauh ataupun warna merah
diselangi warna biru, hal itu diduga
karena
adanya
patahan
yang
menyebabkan perubahan sifat fisis
batuan dan terjadi kenaikan lapisan
batuan akibat dari tekanan pada
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
lapisan tersebut, sehingga dapat
merubah nilai anomali magnetik pada
sekitarnya jadi lebih rendah ataupun
lebih tinggi. Selain itu, perubahan
anomali magnetik yang diduga dapat
membuat perubahan warna pada
kontur dapat diakibatkan oleh
hadirnya batuan atau mineral pengisi
rekahan, dan bisa juga terdapat
patahan pada lapisan batuan tersebut
ataupun terdapat intrusi lava. Jika
rekahan atau patahan terisi oleh
batuan
intrusi,
maka
akan
menimbulkan
lonjakan
anomali
magnetik yang secara otomatis akan
terjadi perubahan warna pada kontur.
Tentunya dalam pendugaan
tersebut tidak cukup meyakinkan jika
hanya dilihat dari peta kontur, oleh
karena itu harus dibuat model 2D
untuk meyakinkan dugaan kita, serta
agar terlihat lebih jelas benda
penyebab anomali ataupun adanya
batuan intursi penyebab lonjakan
anomali magnetik. Untuk membuat
model 2D, maka terlebih dahulu peta
kontur tersebut didigitasi. Teknik
pendigitasian ini terbilang bebas,
namun dianjurkan untuk mengambil
teknik dari kontur ke kontur, karena
dengan teknik tersebut dapat lebih
akurat terlihat benda penyebab
anomali pada penampilan grafik
pembuatan model nantinya. Selain itu,
apabila menggunakan teknik dari
kontur ke kontur dapat membuat jarak
anoamli ke anomali saat digitasi tidak
terlalu regang, sehingga tidak ada
bagian yang terlewat pada saat
pembuatan model. Berikut gambar
1.6, gambar 1.7, dan gambar 1.8 yaitu
penampang A-A’, penampang B-B’,
dan penampang C-C’.
A’
nT
A
Gambar 1.6 Penampang A-A’
nT
B’
B
Gambar 1.7 Penampang B-B’
nT
C’
C
Gambar 1.8 Penampang C-C’
2. Pemodelan 2D
a. Penampang A-A’
Berikut hasil pemodelan pada
sayatan A-A’ yang memiliki misfit
17, 36. Pada body 1 dengan nilai
suseptibilitas -0,020 sistem SI
yang diwakili oleh warna biru,
diduga adalah batuan yang
disusupi mineral gypsum yang
telah terendapkan di dasar laut
dengan ketebalan kurang lebih 46
meter dan memanjang sepanjang
80 km dari barat daya kearah
utara. Pada body 2 dengan nilai
suseptibilitas -0,0260, diduga juga
merupakan batuan yang disusupi
oleh mineral gypsum yang telah
terendapkan, berada pada jarak 80
km dari body 1 di sebelah utara
dengan ketebalan kurang lebih 40
meter, yang dimana diperkirakan
dulunya body 1 dan body 2
merupakan satu kesatuan yang
telah terpisahkan karena aktivitas
vulkanik pada daerah tersebut.
Pada body 3 dengan nilai
suseptibilitas 0,0260 yang diwakili
oleh warna orange, diduga
merupakan
batuan
intrusi
ultrabasa yaitu batuan olivinediabas dengan ketebalan 75 meter
dan memanjang sepanjang 40 km
dari arah barat daya ke utara. Body
4 dan body 5 dengan nilai
suseptibilitas -0,003 dalam satuan
SI yang diwakili oleh warna
hitam, diduga merupakan batuan
yang disusupi oleh mineral kalsit
yang terkait dari aktifitas magma
pada daerah tersebut dan sering
disebut sebagai mineral penyusun
batuan gamping. Body 4 dan body
5 diperkirakan mengalami patahan
atau sesar yang diakibatkan dari
batuan intrusi olivine-diabas.
Patahan
tersebut
termasuk
kedalam ciri patahan turun atau
sesar turun. Body 6 dengan nilai
suseptibilitas 0,0069 yang diwakili
oleh warna merah ati, diduga
merupakan batuan metamorf
sabak dengan ketebalan kurang
lebih 50 meter dan memanjang
sepanjang 100 km dari arah barat
daya kearah utara.
Gambar 1.9 Penampang A-A’
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
b. Penampang B-B’
Berikut hasil dari pemodelan
sayatan B-B’ yang memiliki misfit
18.46. Pada body 1 dengan nilai
suseptibilitas 0,0318 dalam satuan
SI yang diwakili oleh warna
orange, diduga merupakan batuan
beku
augite-syenite
(batuan
plutonik) yang merupakan batuan
intrusi dari arah barat daya dengan
ketebalan kurang lebih 70 meter
dan memanjang sepanjang 42 km
dari barat daya kearah timur laut.
Body 2 dan body 3 dengan nilai
suseptibilitas 0,0073,
diduga
merupakan batuan yang telah
disusupi atau tersusun oleh
mineral kromit yang diperkirakan
berasal dari proses kristalisasi
magma bersifat basa pada daerah
penelitian. Pada model terlihat
bahwa Body 2 dan body 3 terpisah
sangat jauh, dimana body 2 berada
pada jarak 120 km body 3 dengan
ketebalan kira-kira 50 meter,
sedangkan body 3 memiliki
ketebalan 25 meter. Body 2 dan
body 3 terpisah diperkirakan
karena aktivitas vulkanik atau
batuan intrusi pada daerah
tersebut, yang berpengaruh pada
sifat fisis batuan dan struktur
geologi daerah tersebut.
Pada body 4, body 5 dan
body 6 dengan nilai suseptibilitas
0,0035, diduga merupakan batuan
yang disusupi atau tersusun oleh
mineral arsenopirit yang terbentuk
oleh proses hidrotermal dengan
rentang menengah ke tinggi. Pada
model penampang B-B’, batuan
yang tersusun oleh mineral
arsenopirit
mendominasi
dibandingkan lapisan/batuan yang
lainya. Body 4, body 5 dan body 6
terlihat terpisah satu sama lain.
Body 4 memanjang sepanjang 140
km dari arah barat daya ke timur
laut dengan ketebalan 50 meter,
body 5 memanjang sepanjang 30
km dari arah barat daya ke timur
laut dengan ketebalan kurang
lebih 70 meter, dan body 6
memanjang sepanjang 60 km dari
arah barat daya ke timur laut
dengan ketebalan kurang lebih 30
meter. Pada body 7 dan body 8
dengan nilai suseptibilitas 0,0205,
diduga merupakan batuan intrusi
ultrabasa olivine-diabas yang
dimana keduanya menembus
lapisan batuan yang mengandung
arsenopirit. Body 7 dan body 8
memiliki ketebalan yang hampir
sama yaitu kurang lebih 75 meter
dan terpisah dalam jarak 40 km
arah barat daya ke timur laut.
Body 9 merupakan batuan yang
tersusun oleh mineral kalsit yang
terbentuk dari aktifitas magma
pada daerah penelitian. Body 9
memanjang sepanjang 40 km dari
arah barat daya kearah timur laut
dengan ketebalan 30 meter.
Gambar 1.10 Penampang B-B’
c. Penampang C-C’
Berikut hasil pemodelan pada
sayatan C-C’ yang memiliki misfit
14, 29. Pada body 1, body 2, body
3, body 4, dan body 5 dengan nilai
suseptibilitas masing-masing yaitu
-0,009, -0,007, -0,005, -0,002 dan
-0,006 diduga merupakan batuan
yang tersusun atau tersusupi oleh
mineral kalsit yang terbentuk oleh
aktifitas magma pada daerah
penelitian
tersebut
yang
mendominasi pada sayatan C-C’
memanjang sepanjang 250 km
dari arah tenggara menuju arah
barat laut. Perbedaan dari kelima
body tersebut dilihat dari tampilan
warna
dan
angka,
yang
diakibatkan dari intrusi batuan
beku yang mengenai lapisan
tersebut yang dapat merubah sifat
fisis batuan tersebut. Pada body 6
dengan nilai suseptibilitas 0,0249,
diduga merupakan batuan beku
ultrabasa yaitu olivine-diabas
yang merupakan batuan intrusi.
Batuan
tersebut
memanjang
sepanjang 30 km dari arah
tenggara menuju barat laut dengan
ketebalan kurang lebih 54 meter.
Pada body 7 dan body 8 dengan
nilai suseptinilitas 0,0105, diduga
merupakan batuan metamorf
sabak yang terpisah satu sama lain
akibat
dari
batuan
yang
mengalami intrusi. Body 7
memanjang sepanjang 30 km dari
arah tenggara menuju barat laut
dengan ketebalan kurang lebih 70
meter. Body 8 terletak di sebelah
barat laut body 7 dengan jarak
kira-kira 200 km yang dimana
batuan
tersebut
memanjang
sepanjang
20
km
dengan
ketebalan 30 meter.
Pada body 9 dan body 10
dengan nilai suseptibilitas 0,019,
diduga merupakan batuan beku
dolorit. Pada body 9, diperkirakan
terjadi batuan intrusi yang
menyebabkan munculnya sesar/
patahan pada body 2 dan body 3
yang diduga merupakan sesar
turun pada arah tenggara menuju
barat laut. Body 9 memanjang
sepanjang
15
km
dengan
ketebalan 70 meter dan body 10
memanjang sepanjang 30 km
dengan ketebalan kurang lebih 65
meter. Pada Body 11 dengan nilai
suseptibilitas 0,0289,
diduga
merupakan batuan plutonik yaitu
batuan
augite-syenite
yang
berperan sebagai batuan intrusi.
Batuan
tersebut
memanjang
sepanjang 90 km dengan memiliki
ketebalan kurang lebih70 meter.
Gambar 1.11 Penampang C-C’
KESIMPULAN
Dari hasil analisis pengolahan data
anomali medan magnet total Laut Flores
dan sekitanya, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Sebaran nilai anomali magnet total
dibedakan menjadi 3 yaitu anomali
rendah berada pada rentang kurang
dari 0 nT yang tersebar dari selatan ke
utara dan dari barat ke utara, anomali
sedang berada pada kisaran rentang 0
sampai 100 nT yang tersebar dari arah
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
tenggara ke utara dan anomali tinggi
berkisar pada rentang diatas 100 nT
yang tersebar dari selatan kearah
timur dan dari selatan kearah utara.
Pola anomali makin rendah menyebar
dari garis pantai kearah laut.
Sedangkan
anomali
semakin
meningkat menuju arah selatan kearah
daratan dan barat menuju pulau-pulau
kecil. Selain itu, diduga terdapat
batuan pengontrol/ mendominasi pada
daerah penelitian diperkirakan adalah
bantuan intrusi.
2. Berdasarkan analisis model, struktur
geologi Laut Flores terdapat sesar
naik pada penampang A-A’ arah barat
daya menuju utara dan sesar geser
pada penampang C-C’ arah tenggara
ke barat laut.
3. Jenis batuan yang terdapat di Laut
Flores, merupakan batuan jenis Beku
seperti
dolorite,
olivine-diabas,
augite-syenite, batuan metamorf jenis
sabak dan beberapa batuan yang
tersusun oleh mineral seperti kalsit,
arsenopirit, gypsum dan kromit,
dugaan tersebut sesuai dengaan
geologi regional daerah penelitin
didominasi batuan beku yang terdapat
gunung bawah laut.
DAFTAR PUSTAKA
Broto, Sudaryo. dan Thomas Triadi
Putranto. (2011). Aplikasi Metode
Geomagnet Dalam Eksplorasi Panas
Bumi. Jurnal Teknik- vol. 32 No. 01,
ISSN 0852-1697
Hamilton, W. (1979). Tectonics of The
Indonesian
Region.
USGS
Professional Paper, 1078.
Hunt, C.P., dkk. 1995. Magnetic
Properties of Rock and Minerals. In
T.J Ahrens, ed. Rock Physics and
Phase Relations, A.
Idral, A., (2005). Hasil Penyelidikan
Geomagnet Daerah Panas Bumi
Suwawa Kab.Bone Bolango –
Propinsi Gorontalo. Pemaparan
Hasil Kegiatan Lapangan Subdit
Panas Bumi.
Index Mundi. (2011). Indonesian natural
resources.
[Online].
Tersedia
di: http://www.indexmundi.com/indo
nesia/natural_resources.html
.
Diakses 16 Februari 2015.
National Geophysical Data Center.
(2015). Magnetic Field Estimated
Values.
[online]. Tersedia di
: http://www.ngdc.noaa.gov/geomagweb/#igrfwmm diakses april 2015.
Tim PPPGL. (2012). Pemetaan Geologi
dan Geofisika Bersistem Lembar
Peta 2208 dan 2209, Laut Flores
Dengan
Menggunakan
Kapal
Geomarin 3. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan
No.01.
W.M. Telford, dkk. (1990). Applied
Geophysics Second Edition. New
York. Press Syndicale of the
University of Cambridge
Download