meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan

advertisement
Jurnal Pena Edukasi, Vol. 4 No. 1, Januari 2017
ISSN 2407-0769
MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM
MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN
MELALUI SUPERVISI KLINIS
Siti Ogun Siregar
SD Negeri 050746 Babalan, kab. Langkat
e-mail: [email protected]
Abstract: The purpose of this research is to improve student learning in STAD learning
model in SD Negeri 050746 Babalan Kab.Langkat through clinical supervision. Subjects
in school action research are teachers who teach Indonesian peneltiaian many as three
teachers. The study was conducted school action role in three cycles. The study states that
through clinical supervision can improve the ability of teachers in applying the model of
STAD cooperative learning mode. It can be seen with increasing activism-cavity and
learning outcomes of students whose learning is monitored with clinical supervision.
Keyword: clinical supervision, STAD, Indonesian
Abstrak: Tujuan peneliti ini adalah meningkatkan cara belajar siswa dalam model
pembelajaran STAD di SD Negeri 050746 Babalan Kab.Langkat melalui supervisi klinis.
Subjek dalam penelitian tindakan sekolah ini adalah guru yang mengajar peneltiaian
bahasa Indonesia sebanyak 3 orang guru. Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan
dalan tiga siklus. Hasil penelitian menyatakan bahwa melalui supervisi klinis dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam menerapakan mode pembelajaran kooperatif
model STAD. Hal ini dapat diketahui dengan meningkatnya akti-vitas dan hasil belajar
siswa yang pembelajarannya dipantau dengan supervisi klinis.
Kata kunci: supervisi klinis, STAD, bahasa Indonesia
Strategi dan metode pembelajaran yang baik dan tepat sangat
diperlukan untuk terciptanya kegiatan
belajar-mengajar bahasa Indonesia
yang aktif pada akhirnya diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti pada pembalajaran bahasa
Indonesia menunjukan tingkat keaktifan siswa dalam kegiatan belajarmengajar masih rendah, yang ditandai
dengan sedikitmya siswa yang
mengajukan pertanyaan, mengemukan
pendapat atau gagasan maupun
memberikan
tanggapan
terhadap
materi yang dibahas yakni hanya
beberapa siswa saja yang mempunyai
tingkat kepandaian yang tinggi.
Pembelajaran bahasa Indonesia masih
banyak dilakukan dengan metode
ceramah walaupun sudah diselingi
dengan metode tanya jawab dan
76
Jurnal Pena Edukasi, Vol. 4 No. 1, Januari 2017
pemberian tugas, tapi hasilnya masih
kurang efektif dan adanya pertimbangan waktu, karena pembelajaran
dalam kelas lebih dominan dilakukan
oleh setiap siswa bukan kerja
kelompok.
Sehubungan dengan hal ini,
peneliti memberikan arahan kepada
guru untuk menggunakan metode
kooperatif, sehingga semua siswa
dapat berkerja sama dan pembelajaran
menjadi efektif. Pada umumnya guru
sudah menerapkan
pembelajarab
sebagaimana
mestinya,
sehingga
pembelajaran berlangsung seperti
biasa, dimana guru yang aktif dalam
proses pembelajaran.
Melihat hal demikian, peneliti
mencoba memberikan bimbingan dan
arahan kepada guru tentang penerapan
metode koorperatif yang efektif, baik
dari perencenaan, pelaksanan maupun
evaluasi. Arahan peneliti kepada
metode Student Teams Achievement
Division (STAD), setiap anggota
kelompok siswa diusahakan saling
berkerja sama, bahu-membahu, bantumembantu untuk memahami suatu
bahan pembelajaran. Model STAD ini
juga merupakan bentuk pembelajaran
koorperatif yang paling sederhana
yang dapat diterapkan pada siswa
dimana rata-rata tingkat kemampuannya rendah. Penerapan modal
STAD dalam pembelajaran bahasa
Indonesia memberikan lebih banyak
kesempatan kepada siswa untuk saling
mengumakakan pendapat/tanggapan,
pertanyaan, ataupun jawaban terhadap
suatu pertanyaaan mengenai materi
yang sedang dibahas dalam diskuso
kelompok maupun diskusi kelas,
sehingga seluruh siswa dapat terlibat
aktif dalam peroses belajar mengajar.
Melalui diskusi dengan teman
sekelompoknya,
saling
bertukar
ISSN 2407-0769
pikiran diharapkan siswa dapat
mengarti dan memahami materi.
Siswa yang suka memberi komentarkomentar di luar materi saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung diarahkan untuk dapat aktif memberikan
tanggapan, pertanyaan, atau jawaban.
Sedangkan
siswa
yang
pasif
diharapkan dapat terpancing untuk
ikut berperan aktif dalam kegiatan
belajar mengajar. Dengan aktifnya
siswa dalam proses belajar mengajar,
maka diharapkan hasil balajar siswa
baik pada aspek kognitif, afektif,
maupun psikomotorik yang harus
dimiliki siswa dapat meningkat.
Sehubungan dengan penerapan
pembelajaran kooperatif model STAD,
peneliti ingin melihat langsung proses
pembelajaran yang dilakukan guru,
dengan begitu peneliti bisa mengetahui apa yang menjadi kendala guru
dalam menerapkan pembelajaran
kooperatif model STAD. Pembinaan
yang dilakukan secara berkelanjutan
yang biasa disebut supervisi klinis.
METODE
Waktu penelitian dilaksanakan
dari bulan Januari 2015 sampai bulan
Maret 2015. Penelitian tindakan
sekolah ini dilaksanakan di SD Negeri
050746 Babalan.
Subjek
dalam
penelitian
tindakan sekolah ini adalah guru yang
mengajar peneltiaian bahasa Indonesia
sebanyak 3 orang guru. Dalam
penelitian ini, peneliti bertindak
sebagai pengamat dan Pembina yang
mencatat setiap kegiatan yang terjadi
pada setiap siklus.
Sumber data pada penelitian
ini adalah: (1) Dokumen, meliputi
catatan lapangan selama proses
77
Jurnal Pena Edukasi, Vol. 4 No. 1, Januari 2017
pembelajaran dan hasil belajar siswa
berupa tulisan dan poto; (2) Lembar
observasi, digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan guru pada
tiap-tiap siklus; (3) Catatan Mengenai
berbagai kejadian saat pembelajaran
berlangsung.
Prosedur penelitian tindakan
sekolah
dalam
penelitian
ini
dilaksanakan dalam 3 siklus. Tiap
siklus terdiri dari empat tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
ISSN 2407-0769
kepandiaanya. Dalam membimbing
siswa, guru hanya membimbing
kelompok yang aktif, sehingga
kelompok lain hanya bermain-main
dan berbicara. Dalam mengambil
kesimpulan guru masih mendominasi,
bahkan ada beberapa kesimpulan yang
diambil oleh guru sendiri.
Jika dilihat dari observasi
siklus I, maka bimbingan yang
dilakukan berupa perubahan pembentukan kelompok secara hetergoen,
dan juga dalam membimbing siswa
semua kelompok harus merata
bimbingan, sehingga semua kelompok
akan aktif. Dalam mengambil kesimpulan, seharusnya terbelih dahulu
dikemukkan oleh siswa, tugas guru
adalah mengklarifikasi semua kesimpulan siswa dan menyimpulkan secara
bersama-sama.
Berdasarkan lembaran observasi dan catatan dilapangan, berikut
beberapa refleksi pada siklus II.
Arahan yang diberikan dan diskusi
bahwa pembelajaran kooperatif model
STAD pada siklus II sudah mulai
menampakkan
keaktifan
siswa.
Namun hanya beberapa aspek saja
yang perlu dirubah, yaitu tentang
pembinaan terhadap siswa secara
merata dan cara mengarahkan siswa
dalam berdiskusi dan prentasi hasil
kerja.
Berdasarkan lembaran observasi dan catatan di lapangan, arahan
yang diberikan dan diskusi bahwa
pembelajaran kooperatif model STAD
pada siklus III sudah efektif, dengan
demikian PTS ini hanya dilakukan
sampai siklus III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perencanaan pada tiap siklus
secara umum meliputi: (a) Menganalisi akar masalah (rendah-nya
aktivitas dan hasil belajar siswa), (b)
Menggunakan pembelajaran model
STAD sebagai solusi pemecahan, (c)
Menyiapkan lembar observasi untuk
siswa dan guru, (d) Menyiapkan
catatan.
Langkah-langkah pelaksanaan,
penelitian sesuaikan dengan perencanaan. Secara garis besar pelaksanaan siklus I adalah guru
memotivasi siswa dengan meminta
siswa membaca materi, siswa bekerja
sama
dalam
kelompok
untuk
mengerjakan LKS, siswa diminta
mempresentasikan hasil kerja kelompok dalam diskusi kelas, siswa
bersama guru menyimpulkan hasil
diskusi kelas dan pemberian tes siklus
I.
Berdasarkan lembaran observasi dan catatan dilapangan, berikut
beberapa refleksi pada siklus I. Dalam
membagi siswa secara kelompok, guru
masig menggunakan pembagaian
kelompok menurit absen, sehingga ada
kelompok
yang
tidak
merata
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian,
siklus I dan siklus II kurang optimal.
Penerapan model pembelajaran STAD
78
Jurnal Pena Edukasi, Vol. 4 No. 1, Januari 2017
ini bagi siswa masih merupakan hal
baru. Walaupun mereka sudah pernah
melakukan pembelajaran kelompok,
tetapi model STAD yang masih
merupakan hal baru bagi siswa ini
menyebabkan sebagian besar siswa
masih merasa canggung dan belum
terbiasa. Pada saat diskusi masih
banyak siswa yang tidak serius atau
malah memanfaatkan kegiatan diskusi
dan praktikum untuk mengobrol,
bermain,
bersenda
gurau
dan
mengganngu teman lainya.
Masih banyaknya siswa yang
tidak
serius
dalam
kegiatan
pengamatan dan diskusi, bahkan
melakukan kegaitan lain yang tidak
ada kaitannya dengan kegiatan
pembelajaran, dapat terjadi karena
siswa merasa dengan kegiatan tersebut
peluang siswa untuk diperhatikan atau
dipantau oleh guru menjadi kecil.
mereka merasa guru hanya akan
mengira bahwa mereka sedang
melaksanakan kegiatan dan bukannya
melakukan kegiatan lain.
Siswa
yang
memiliki
kemampuan akademik lebih tinggi
pada siklus I dan siklus II masih
mendominasi kegitan siswa dalam
kelompok dan kelas, dan cenderung
menjadi pemimpin terhadap siswa
yang lain. Sedangkan siswa yang
memiliki kemampuan akademik lebih
rendah masih merasa kurang percaya
diri, tidak bersemangat, takut dan
malu untuk mengemukan pendapat,
pertanyaan atau jawaban.
Siswa
yang
memiliki
kemampuan akademik tinggi, pada
pembelajaran sebelum diterapkannya
STAD, sudah terbiasa aktif bertanya,
menjawab
pertanyaan
dan
mengemukan pendapat, walaupun
belum optimal. Dengan diterapkannya
model pembelajaran STAD yang
ISSN 2407-0769
memungkinkan siswa untuk lebih
aktif, maka siswa yang berkemampuan
akademik tinggi lebih leluasa untuk
membagi pengetahuannya kepada
teman-temannya. Lain halnya dengan
siswa yang berkemampuan akademik
rendah. Pada model pembelajaran
yang lama yang lebih berpusat pada
guru, siswa ini cendrung memiliki
kepercayaan diri yang rendah. Mereka
kurang aktif berpendapat, bertanya,
atau menjawab pertanyaan karena
takut salah, sebab dalam lingkungan
belajar
mereka
budaya
untuk
menghargai pendapat orang lain masih
rendah. Jika ada siswa yang salah
dalam
mengemukan
pendapat,
bertanya atau menjawab pertanyaan,
biasanya akan ditertawakan dan di
ejek oleh teman-temannya. Ejekan
tersebut
biasanya
akan
tetap
berkelanjut walaupun kegiatan belajar
mengajar telah selesai. Hal ini tentu
sangat memperngaruhi psikologi siswa
yang berdampak pada menurunya rasa
percaya diri dan menumbuhkan rasa
rendah diri pada siswa. Mereka
menjadi enggan untuk berinteraksi,
saling bertukar pikiran dengan temantemanya, sehingga ketika diajak
belajar
dengan
menggunakan
pembelajaran model STAD mereka
belum siap.
Aktivitas siswa pada siklus III
telah mencapai indicator kinerja yang
ditetapkan. Siswa yang sebelumnya
tidak
mau
aktif
mulai
mau
memberikan kontribusinya untuk
kemajuan
kelompoknya
dan
membangun pengetahuan bersama.
Siswa yang memiliki kemampuan
lebih rendah mulai menunjukan
eksitensina dalam kelompok dan
kelas.
Siswa
mulai
terbiasa
dihadapkan dengan kegiatan diskusi
yang menututnya peran aktif siswa
79
Jurnal Pena Edukasi, Vol. 4 No. 1, Januari 2017
secara langsung.
Ciri-ciri pada pembelajaran
siklus III tersebut sesuai dengan ciriciri
kelompok
pembelajaran
kooperatif,
yaitu
kepemimpinan
adalah kemimpinan bersama, ada
saling
ketergantungan
positif,
keanggotan hetrogen, ada tanggung
jawan terhadap hasil seluruh anggota
kelompok, menekankan pada tugas
dan hubungan kooperatif, dan evaluasi
dilakukan baik secara indivindu baik
secara individual dan kelompok.
Peningkatan aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran tidak
terlepas dari kinerja guru. Pada siklus
I guru telah beruasaha menjadi
fasilitator yang baik. Akan tetapi,
siswa belum berkondisi dengan model
pembelajaran yang relative beau bagi
siswa, sehingga dalam pertemuan
selanjutnya yakni pada siklus II dan
siklus III, guru mengembangkan
keterampilan baru untuk dapat
memotivai dan membimbing siswa
sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Guru menjelaskan pada siswa agar
menghargai pendapat yang buruk dan
jangan merasa takut salah dalam
mengemukan pendapat, karena semua
pendapat itu baik benar ataupun salah
pasti akan mengantarkan kita kepada
tingkat pemahaman yang lebih tinggi.
Sebaliknya dengan munculnya suatu
pendapat yang tidak sesuai dengan
konsep yang benar, maka nantinya
dapat diajak untuk berpikir kritis dan
kreatif, pengelohan kelas semakin
baik, sehingga aktivitas siswa dapat
meningkat.
Peningkatan pada aktivitas
siswa diikuti oleh meningkatnya hasil
belajar siswa. Rerata hasil belajar
siswa
ranah
kognitif
secara
beruntunan mulai dari siklus I sampai
dengan siklus III. Berdasarkan
ISSN 2407-0769
indikator kinerja tersebut dapat
diketahui bahwa hasil belajar siswa
ranah kognitif tercapai pada siklus III.
Pada siklus I, 9 orang sisa belum
tuntas belajar karena konsentraksi
siswa belum sepenuhnya tertuju pada
usaha untuk memahami materi, tetapi
malah kepada model pembelajaran
yang baru diterapkan oleh guru. Pada
awal pengelompokan, siswa merasa
enggan untuk dapat berkerja sama
dengan seluruh anggota kelompoknya,
sebab kelompok hetrogen yang tidak
dipilih berdasarkan kemauan siswa,
tetapi pada kemampuan akademik
dengan memperhatikan jenis kelamin
dan etnis, sehingga dikemungkinkan
dalam satu kelompok ada anggota
yang tidak disukai oleh anggota
lainya. hal ini tentu akan menghambat
kerja kelompok untuk dapat bersamasama saling membantu dalam
memahami materi.
Sebagian besar kelompok
dalam mengerjakan tugas kelompok,
terjadi pembagian tugas yang tidak
merata, sehingga ada anggota yang
memonopoli pekerjaan dan ada
anggota yang hanya menurut saja,
tidak mau berpikir, atau malah rebut
sendiri. Siswa yang cendrung ,menjadi
pemimpin dalam kelompok banyak
yang belum memahami hakikat belajar
dengan berkelompok. Mereka pelit
untuk berbagai dengan rekan kerjanya.
Jika mereka dapat memahami suatu
materi, maka mereka cendrung untuk
menyimpannya sendiri dan tidak mau
berbagi pemahamnya tersebut kepada
seluruh anggota kelompok.
Sebagian besar kelompok
anggotanya bersikap pasif yang hanya
menurut dan menyerahkan segala
keputusan kepada anggotanya yang
cendrung menjadi pemimpin. Mereka
segan untuk memberikan kontri-
80
Jurnal Pena Edukasi, Vol. 4 No. 1, Januari 2017
businya karena merasa tidak mampu
dan tidak menyadari bahwa sikap
tersebur akan berakibat juga pada hasil
belajar mereka secara indivindu.
Kondisi yang tidak seimbang tersebut
menghambat masing-masing individu
untuk dapat mencapai pemahaman
yang
tinggi
terhadap
materi
pembelajaran dan merupakan contoh
ketidak mampuan siswa untuk
berbagi.
Pada siklus II, kerjasama antar
anggota kelompok terlihat lebih baik
jika dibandingkan dengan siklu I.
Tugas kelompok dapat dikerjakan
bersama dengan pembagian yang baik,
sehingga masing-masing anggota
dapat mengerjakan dengan baik pula.
Walaupun demikian, hasil pada siklus
II tersebut belum memenuhi indicator
kinerja
yang telah
ditetapkan,
sehingga guru terus memotivasi siswa
untuk dapat berkerja sama dengan
lebih baik lagi, dengan menyakinkan
siswa bahwa keberhasilan kelompo
ISSN 2407-0769
akan membawa keberhasilan juga bagi
tiap anggota kelompoknya.
Pada
akhir
siklus
III,
kecenderungan anggota kelompok
untuk menjadi anggota pasif ataupun
anggota pembuat keributan tidak
terlihat lagi. Siswa sudah mengerti
manfaat dari belajar dengan model
STAD
dan
tertarik
untuk
mengikutinya. Siswa juga termotivasi
dan menyukai suasana kelas saat
proses pembelajaran berlangsung.
SIMPULAN
Melalui supervisi klinis dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam
menerapakan mode pembelajaran
kooperatif model STAD. Hal ini dapat
diketahui dengan meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa yang
pembelajarannya dipantau dengan
supervisi klinis.
DAFTAR PUSTAKA
Sudjana, N. 2000. Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru.
Purwanto, N. 2000. Administrasi dan
Supervisi
Pendidikan.
Bandung: Rosda Karya.
Nurhadi.2004.
Kurikulum
2004
(Pertanyaan dan Jawaban).
Jakarta:
Gramedia.
Mulyasa, E. 2003. Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung:
Rosda Karya
Hamalik, O. 2001. Psikologi Belajar
dan Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindo.
Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran
Kooperatif.
Surabaya
:
UNESA University
Press.
81
Jurnal Pena Edukasi, Vol. 4 No. 1, Januari 2017
82
ISSN 2407-0769
Download