Titrasi Oksidasi-Reduksi (Titrasi Redoks) Definisi : Reaksi oksidasi adalah reaksi dimana terjadi : Pelepasan elektron (e-) Petambahan muatan Kenaikan bilangan oksidasi (biloks) Reaksi reduksi adalah reaksi dimana terjadi : Pengikatan elektron (e-) Penurunan muatan Penurunan bilangan oksidasi (biloks) Contoh sistem redoks : Fe2+ e- + Ce4+ Fe2+ + Ce4+ Zat pereduksi (reduktor) Fe3+ + e- (oksidasi) Ce3+ (reduksi) Fe3+ + Ce3+ Zat pengoksidasi (oksidator) Dalam reaksi redoks : Reduktor mengalami oksidasi Oksidator mengalami reduksi Contoh : Zat oksidator (digunakan sebagai larutan standar) : Kalium permanganat (KmnO4) Kalium dikromat (K2Cr2O7) Ceriumsulfat (Ce(SO4)2) Iod, I2 (dilarutkan dalam larutan KI) Zat reduktor : Garam Mohr : FeSO4(NH4)2SO4∙6H2O Natrium tiosulfat Na2S2O3 Natrium arsenit NaAsO2 (Na3AsO3) Asam Oksalat H2C2O4 dan Na2C2O4 Kalium iodida (KI) Reaksi redoks : Reaksi antara oksidator dan reduktor dimana terjadi perpindahan elektron dari satu pereaksi ke yang lainnya (pertukaran elektron antara 2 sistem redoks) Berat Ekivalen Pereaksi Redoks 1 ekivalen pereaksi redoks sama dengan jumlah gram pereaksi tersebut yang melepaskan atau menangkap 1 mol elektron Untuk reaksi redoks : Oksi + n e1 ekivalen Oksi = BE oksi = 1 ekivalen Red = BE red = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙 Ox 𝑛 Red gram 𝐵𝑀 𝑛 𝐵𝑀 𝑟𝑒𝑑 𝑛 gram 𝐵𝑀 𝑛 n = jumlah mol elektron yang dilepaskan atau diikat oleh 1 mol zat dalam reaksi redoks yang bersangkutan. Untuk zat tertentu, n tergantung dari persamaan reaksinya : KMnO4 + 8H+ + 5e- Mn2+ + K+ + 4H2O BE KMnO4 = 𝐵𝑀 5 = 158 5 KMnO4 + 4H+ + 3eBE KMnO4 = 𝐵𝑀 3 = 31,6 K+ + MnO2 + 2H2O = 158 3 = 52,67 Kekuatan Oksidato dan Reduktor Berdasarkan : afinitas elektron Afinitas dari berbagai sistem redoks tidak sama. Dua sistem redoks akan bereaksi satu sama lain dengan sempurna apabila selisih afinitas elektron antara keduanya besar. Contoh : Fe2+ e- + Ce4+ Fe2+ + Ce4+ Red1 + Oks2 Fe3+ + e- (oksidasi) Ce3+ (reduksi) Fe3+ + Ce3+ Oks1 + Red2 Sistem Ce4+ ↔ Ce3+ mempunyai afinitas elektron > afinitas elekton sistem Fe2+↔ Fe3+, sehingga : Ce4+ merupakan oksidator yang lebih kuat dai Fe3+ Fe2+ merupakan reduktor yang lebih kuat dai Ce3+ Secara kuantitatif : Selisih afinitas elektron dari 2 sistem redoks diukur secara eksperimen atas dasar nilai “potensial”. Contoh : selisih potensial 2 sistem redoks : 2H+ + 2e- H2 E1o = 0,00 V Zn2+ + 2e- Zn E2o = -0,76 V Selisih potensial : E = E1o - E2o = 0,00 – (-0,76) V = +0,76 V Potensial sistem Zn2+ + 2e- Zn mempunyai tanda (-) berarti afinitas elektron sistem Zn2+ + 2e- Zn < afinitas elektron sistem 2H+ + 2e- H2 Sistem redoks yang mempunyai Eo positif, mempunyai afinitas elektron > dari afinitas elekton H+/H. Daftar Potensial Redoks Standar Eo Sistem redoks : Eo (V) Setengah reaksi redoks Agen pengoksidasi yang lebih lemah Agen pereduksi yang lebih lemah Agen pengoksidasi yang lebih kuat Agen pereduksi yang lebih kuat Daftar EO disusun menurut konvensi IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) : Oks + n eMaka : Red 1. Semakin positif nilai Eo suatu sistem redoks, semakin kuat bentuk Oks sistem tersebut sebagai oksidator, dan semakin lemah bentuk Red sebagai reduktor 2. Kekuatan oksidator dari bentuk Oks semakin berkurang dai atas ke bawah, demikian pula sebaliknya untuk bentuk Red, semakin bertambah dari atas ke bawah. Oksidator paling kuat : F2 Reduktor paling kuat : Li Reduktor paling lemah : FOksidator paling lemah : Li+ 3. Oksidator (oks) dari sistem redoks yang letaknya dalam daftar “lebih tinggi” akan mengoksidasi reduktor (red) dari sistem redoks yang letakya lebih rendah. 4. Oksidator dari sistem redoks yang nilai Eonya lebih positif akan mengoksidasi reduktor dari sistem redoks yang Eonya kurang positif (atau lebih negatif). Pelaksanaan Reaksi Redoks Reaksi redoks dapat dilaksanakan dengan 2 cara : 1. Dengan pertolongan sel elektrokimia (sel volta) : Terjadi pertukaran elektron antara 2 sistem redoks melalui platina (Pt) dan kawat penghantar. Misal : 2. Reaksi langsung antara oksidator dari sistem redoks 1 dengan reduktor dari sistem redoks 2, yang kedua-duanya ada dalam satu larutan yang sama. Pertukaran elektron antara kedua sistem redoks terjadi secara langsung dalam larutan (tanpa Pt dan kawat penghantar). Cara langsung ini terjadi pada titrasi redoks. Titrasi Redoks Cara Langsung Dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu titrasi larutan reduktor (sistem redoks 1) dengan larutan baku oksidator (sistem redoks 2) atau titrasi larutan oksidator (sistem redoks 1) dengan larutan baku reduktor (sistem redoks 2). Oks (1) + e- Red (1) Larutan Red (2) dititrasi dengan larutan baku Oks (1) Oks (2) + e- Red (2) Terjadi pertukaran elektron secara langsung Reaksi : Oks (1) + e- Red (1) Oks (2) + e- Red (2) (-) Oks (1) + Red (2) Red (1) + Oks (2) Penentuan Titik Akhir Titrasi Redoks Titik akhir titrasi redoks ditentukan dengan : 1. Indikator redoks, yaitu zat warna yang dapat berubah warnanya bila direduksi atau dioksidasi. Indikator ini berubah warna pada trayek potensial tertentu. Harus dipilih yang mempunyai perubahan potensial paling dekat atau berimpit dengan potensial titik ekivalen titrasi. Misal : Indikator ferroin berubah warna dari biru (hampir tidak berwarna) menjadi merah 2. Mengikuti titrasi secara potensiometri : Terjadi perubahan potensial selama titrasi dan perubahan potensial terjadi pada titik ekivalensi 3. Zat penitrasi sebagai Auto Indikator : Zat penitrasi yang berwarna, setelah titik ekivalen dicapai dengan kelebihan satu tetes zat penitrasi menimbulkan warna pada larutan. Contoh : KMnO4 warna ungu (merah ungu) + 2+ Pada titrasi : MnO− + H2O 4 + 8H +5e → Mn (tak berwarna) 4. Penggunaan indikator internal yang bukan indikator redoks. Kanji sebagai indikator pada titrasi dengan iodium (I3− ), pada titrasi iodimetri titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya warna biru iod-amilum. Amilum + I3− Ion-amilum (kompleks) (biru tua) Larutan kanji dibuat sesaat sebelum dipakai, tidak boleh disimpan, dalam beberapa hari, kanji akan terurai oleh bakteri. Dalam titrasi iodometri, indikator kanji ditambahkan menjelang titik akhir titrasi. Kurva Titrasi Kurva hubungan antara potensial sistem terhadap volume titran (zat penitrasi) yang digunakan untuk monitoring potensial elektrokimia Aox + Tred Tred + Box A red adalah zat yang akan dianalisa Tox adalah titran keadaan oksidasi Potensial elektrokimia untuk reaksi adalah perbedaan antara potensial reduksi dan oksidasi : Erx = ET𝑜𝑥 ⁄T𝑅𝑒𝑑 - EA𝑜𝑥 ⁄A𝑅𝑒𝑑 Setelah penambahan titran, reaksi antara analit dan titran mencapai kesetimbangan, reaksi potensial elektrokimia: ET𝑜𝑥 ⁄T𝑅𝑒𝑑 = EA𝑜𝑥 ⁄A𝑅𝑒𝑑 Langkah-langkah pembuatan kurva titrasi 1. Sebelum titik ekivalen hanya sedikit titran yang bereaksi dengan analit, E menggunakan persamaan Nernst untuk analit 2. Pada titik ekivalen mengkombinasikan 2 persamaan Nernst untuk perhitungan potensial analit dan titran 3. Setelah titik ekivalen titran berlebih yang bereaksi dengan analit, E menggunakan persamaan Nernst untuk titran 4. Titik akhir dapat ditentukan dengan mengukur potensial larutan dengan menunjukkan elektroda relatif ke referensi dan plot terhadap volume titran 5. Jika titran berwarna, perubahan warna ini dapat digunakan untuk mendeteksi titik akhir (misal KMnO4 ungu tua, KMnO4 encer merah muda) Dalam titrasi redoks zat atau ion yang terlibat dalam reaksi berubah secara kontinyu, yang akan mempengaruhi perubahan potensial (E) larutan. Dengan mengalurkan potensial (E) terhadap perubahan volume titran yg ditambahkan, maka akan diperoleh kurva titrasi seperti kurva titrasi redoks. Contoh : titrasi besi (II) (0,1M) dengan 0,1 serium (IV) teroksidasi Ce4+ + Fe2+ Ce3+ + Fe3+ tereduksi Reaksi yang terjadi reversibel, yang artinya larutan akan selalu mengandung kedua ion awal dan ion yang terbentuk selama reaksi, dengan kata lain pada tiap tahapan titrasi larutan akan mengandung dua redoks Fe2+/Fe3+ dan Ce4+/Ce3+. Untuk menghitung E, maka dapat digunakan persamaan Nernst sebagai turunan dari Hukum Termodinamika. Ingat persamaan Nernst : Potensial sistem ditentukan oleh : EFe3+⁄Fe2+ atau ECe4+⁄Ce3+ E1 E1 0,0591 Fe3 Fe3 log 0,75 0,0591 log 1 Fe 2 Fe 2 E2 E2 0,0591 Ce4 Ce4 log 1 , 45 0 , 0591 log 1 Ce3 Ce3 Kurva titrasi : Pers (1) Pers (2) 𝑅𝑇 𝑥 2,303 = 0,0591 𝐹 R : konstanta gas (8,313 Joule) T : temperatur absolut F : konstanta Faraday (96500 coulomb) Pers (1) dan (2) dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya. Pers(1) akan lebih mudah untuk menghitung E besi ketika penambahan vol titran mendekati TE. Sedang pers (2) dipakai untuk menghitung E Ce4+ ketika terjadi kelebihan volume titran. (1) Penambahan Ce4+ sebelum titik ekivalen hanya mempengaruhi oksidasi besi (II) karena K besar, sehingga merubah rasio [Fe3+]/[Fe2+] - 10 mL, E1 = 0,75 + 0,0591 log (10/90) = 0,69 volt - 50 mL, E1 = 0,75 + 0,0591 log (50/50) = 0,75 volt - 90 mL, E1 = 0,75 + 0,0591 log (90/10) = 0,81 volt - 99 mL, E1 = 0,75 + 0,0591 log (99/1) = 0,87 volt - 99,9 mL E1 = 0,75 + 0,0591 log (99,1/0,1) = 0,93 volt (2) Pada titik ekivalen 100 mL, [Fe3+] = [Ce3+] dan [Ce4+] = [Fe2+] potensial elektroda nya adalah: E E2 0,75 1,45 E1 1 1,1 volt 2 2 4+ 3+ (3) Setelah titik ekivalen yang meningkat1,27 rasio [Ce ]/[Ce ] log 0,75 0,0591 - 100,1 mL, E2 = 1,45 + 0,0591 log (0,1/100) = 1,27 volt - 101 mL, E2 = 1,45 + 0,0591 log (1/100) - 110 mL, E2 = 1,45 + 0,0591 log (10/100) = 1,39 volt - 190 mL, E2 = 1,45 + 0,0591 log (90/100) = 1,45 volt 5 x102 Fe2 = 1,33 volt Kurva titrasi redoks secara umum sama dengan kurva titrasi netralisasi (asam-basa). E berubah tiba-tiba saat mencapat TE, dan berikutnya kurva tetap mendatar. Hal ini menunjukkan perubahan E sangat lambat selama titrasi. Belokan pd kurva dapat digunakan sebagai penentu TE dengan bantuan indikator. Besarnya perubahan E lautan tergantung pada perbedaan Eo dari kedua sistem redoks.