ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN PREEKLAMSIA BERAT (PEB) DI RUANG VK RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan Oleh : YULIA BANJARINA NIM. 13DB277046 \ PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN PREEKLAMSIA BERAT DI RSUD dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA1 Yulia Banjarina2Tantri Desiyanti3Yunia Rahmawati4 INTISARI Preeklamsia Berat merupakan Preeklamsia Berat dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, proteinuria 5 gr atau lebih 24 jam. Masalah potensial yang dapat terjadi pada preeklamsia berat (PEB) resiko terjadinya eklamsia pada bayi resiko terjadinya hipoksia intrauterine studi pendahuluan yang dilakukan penulis di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya tahun 2016 dari ibu bersalin yang mengalami Preeklamsia Berat sebanyak 1365 kasus ibu bersalin yang mengalami Preeklamsia Berat sebanyak 259 kasus. Peran bidan dalam hubungannya dengan gangguan hipertensi pada kehamilan terletak pada ketelitian nya melakukan pemeriksaan, mengidentifikasi dini dan melakukan konsultasi/kolaborasi dengan dokter. Tujuan Penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Preeklamsia Berat (PEB) menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Preeklamsia Berat (PEB) dilakukan selama 2 jam di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan PEB. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan mulai dari pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, pada ibu bersalin dengan preeklamsia berat (PEB) di Ruang VK RSUD dr. soekardjo Tasikmalaya telah dilaksanakan dan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan. kata kunci : Persalinan, Preeklamsia Berat Kepustakaan : 18 buku, 1 jurnal, 2 sumber internet (2007-2014) Halaman : i-xii, 38 halaman, 12 lampiran Judul Penulisan Ilmiah1Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 2Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis 4 vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, menjelaskan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi di bandingkan di negara ASEAN dan hasil penelitian WHO, AKI di seluruh dunia tercatat sebesar 500.000 jiwa pertahun (Ayunda, 2012). Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain, Indonesia menduduki nomor 3 tertinggi di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara (Rachmaningtyas Ayu, 2012). AKI di Jawa Barat tahun 2012 jumlah AKI 837 kasus, presentasi 0,15%. Tahun 2013 jumlah AKI 781 kasus, presentasi 0,12%. Tahun 2014 jumlah AKI 747 kasus, presentasi 0,17%. Dari jumlah keseluruhan ibu bersalin 1.044.334 jiwa. Angka kematian ibu di Jawa Barat ini disebabkan oleh pendarahan 248 (31,7%), preeklamsi (29,3%), infeksi (5,6%), partus lama (0,64%), abortus (0,12%), lain-lain (32,5%) (Dinkes, 2014). AKI di kota Tasikmalaya, jumlah rata-rata ibu bersalin yaitu 15.480 jiwa. Peningkatan Angka Kematian Ibu pada Tahun 2012 sebanyak 16 orang (0,12%), tahun 2013 jumlah AKI sebanyak 20 orang (0,16%) dan pada tahun 2014 sebanyak 29 orang (0,21%) (Dinkes Tasikmalaya, 2015) Salah satu penyumbang AKI terbesar di Jawa Barat diantaranya adalah Preeklamsia dengan angka 29,3% posisi kedua penyebab AKI setelah pendarahan (Dinkes, 2014). Preeklamsia Berat (PEB) merupakan komplikasi berat dan kondisi yang mendahuluinya juga dikenal sebagai texomia kehamilan ditandai dengan hipertensi (tekanan darah tinggi) proteinuria (protein dalam urin), edema (pembengkakan) dan kenaikan badan secara tiba-tiba. Preeklamsia Berat dapat di identifikasikan pada masa kehamilan dengan memantau tekanan darah, tes protein urin, dan pemeriksaan fisik, deteksi dini, pengelolaan Preeklamsia Berat dapat mencegah perkembangannnya menjadi eklamsia (Julianti, 2014). 1 2 Dari data yang didapat di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya dengan preeklamsia berat (PEB) pada bulan januari 2016 sebanyak 46 kasus, letak sungsang 26 kasus, serotinus 59, Intra Uterin Hypnotis 25 kasus, IUFD 20 kasus, preeklamsia ringan 23 kasus. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa ibu yang mengalami partus spontan dengan preeklamsia berat pada Tahun 2015 dari 1365 kasus ibu bersalin yang mengalami Preeklamsia Berat sebnayak 259 kasus, kebanyakan persalinan di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya merupakan rujukan dari bidan, puskesmas dan lain-lain (Ruang Vk RSUD dr. soekardjo Tasikmalaya, 2016) Komplikasi yang terjadi pada kasus preeklamsia berat (PEB) yang terjadi pada ibu yaitu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated, Liver, Enzim, Low, Platetet), edema paru, gangguan ginjal pendarahan, solusio plasenta, bahkan kematian ibu. Komplikasi pada janin dapat berupa kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah, atau intra uterine fetal death (IUFD) (Pudiastuti, 2012) Tanda dan gejala pada preeklamsia berat itu, kenaikan berat badan yang sangat signifikan karena meningkatnya cairan dalam tubuh, sakit pada ulu hati, sakit kepala yang hebat, perubahan gerak reflex, urine berkurang atau sulit berkemih, pusing, mual muntah yang berelebihan, komplikasi yaitu bisa IUFD pendarahan eklamsi atau kejang, syok dan mengarah kematian ibu dan janin (Pudiastuti, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Novida (2012) menyebutkan bahwa sebagian besar responden berumur antara 20-35 tahun sebanyak 58 (84%) responden. Sebagian besar responden dengan paritas multipara sebanyak 46 (66,7%) responden. Berdasarkan hasil jumlah ibu hamil yang mengalami kejadian preeklamsia yaitu sebanyak 129 orang (11,6%). Peran bidan dalam hubungannya dengan gangguan hipertensi pada kehamilan terletak pada ketelitian nya melakukan pemeriksaan, mengidentifikasi dini dan melakukan konsultasi/kolaborasi dengan dokter. Oleh karena preeklamsi dapat berdampak serius pada ibu dan janin, maka mempertahankan tingkat kecurigaan yang tinggi dan menghindari asumsi berlebihan bahwa temuan yang diperoleh menunjukan kondisi yang normal, akan membantu menegakkan diagnosis yang tepat. 3 Pada umumnya timbulnya preeklamsia dapat dicegah dengan usahausaha nya yaitu, meningkatkan jumlah balai pemeriksaan ibu hamil dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda, mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklamsia dan mengobatinya segera ditemukan tanda-tanda preeklamsia dan eklamsia dan mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda-tanda preeklamsia tidak juga dapat hilang (Rukiyah, 2010). Persalinan Menurut Al-Quran dalam surat Al-Luqman ayat 14 : Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu dan bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu (Qur’an Surah Luqman ayat 14). Dari surat tersebut, menjelaskan bahwa ibu adalah wanita yang mengandung, melahirkan, serta melalui proses melahirkan hingga menyusui sampai usia dua tahun yang sangat melelahkan. Maka dianjurkan pada setiap anak agar dapat menghormati dan berbuat baik pada ibu dan bapaknya. Oleh karena itu bidan di tuntut untuk memiliki kompetensi dalam memberikan asuhan yang terbaik dan berkualitas, terutama pada kasus kegawatdaruratan yang terjadi agar tidak menimbulkan komplikasi, khususnya pada ibu bersalin dengan preeklamsia berat. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik melakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Preeklamsia Berat di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. 4 B. Rumusan Masalah Latar belakang di atas, memberikan landasan bagi penulis untuk membuat rumusan masalah, “Bagaimana Penerapan Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin dengan Preeklamsi Berat di Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016”. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu melakukan palaksanaan asuhan pada ibu bersalin dengan Preeklamsia Berat sesuai dengan manajemen kebidanan 7 langkah Varney. 2. Tujuan Khusus a. Setelah melakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Preeklamsia Berat (PEB) penulis : 1) Mampu melaksanakan pengkajian pada ibu bersalin dengan pengkajian pada ibu bersalin Ny. N dengan Preeklamsia Berat (PEB) 2) Mampu merumuskan interpretasi data pada ibu bersalin Ny. N dengan Preeklamsia Berat (PEB) 3) Mampu merumusakan diagnosa potensial dan antisipasi penanganan pada ibu bersalin Ny. N dengan Preeklamsia Berat (PEB) 4) Mampu menetapkan kebutuhan segera pada ibu bersalin Ny. N dengan Preeklamsia Berat (PEB) 5) Mampu merencanakan asuhan secara menyeluruh pada ibu bersalin Ny. N dengan Preeklamsia Berat (PEB) 6) Mampu mengimplementasikan rencana pada ibu bersalin Ny. N dengan Preeklamsia Berat (PEB) 7) Mampu mengevaluasi asuhan yang telah di berikan pada ibu bersalin Ny. N dengan Preeklamsia Berat (PEB). 5 D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Pengkajian ini dilakukan untuk menambah informasi bagi ilmu kebidanan khusus nya asuhan kebidanan patologis. 2. Manfaat Praktis a. Bagi STIKes Muhammadiyah Ciamis Penelitian ini dapat berguna bagi mahasiswi kebidanan sebagai bahan masukan dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut dan menjadi bahan bacaan bagi dosen dan mahasiswa terutama tentang kesehatan ibu dan anak. b. Bagi Lahan Praktek Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan evaluasi bagi lahan praktek sehingga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Preeklamsia Berat (PEB). c. Bagi Ibu bersalin Penelitian ini berguna sebagai bahan keilmuan menambah wawasan serta diharapkan meningkatkan pengetahuan tentang Preeklamsia Berat (PEB). d. Bagi Penulis Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman dan gambaran nyata dalam memberikan asuhan sehingga dapat mengenali tanda bahaya atau faktor resiko pada ibu bersalin. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Persalinan 1. Persalinan a. Pengertian 1) Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uteri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lahir yang lain, dengan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010) 2) Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit. Pengkajian permulaan persalinan yaitu salah satu aspek yang paling penting pada penatalaksanaan dalam persalinan (Manuaba, 2010) b. Tanda-tanda Persalinan 1) Kekuatan HIS makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek. 2) Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran lendir, lendir bercampur darah). 3) Dapat terjadi ketuban pecah. 4) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks, terjadi pembukaan serviks (Manuaba, 2010). b. Faktor yang berperan dalam persalinan 1) Passage : (jalan lahir) terdiri dari : jalan lahir, panggul, dan otot-otot dasar panggul 2) Power : terdiri dari his dan tenaga mengedan. 3) Passanger : terdiri dari janin, air ketuban dan plasenta. 4) Respon psikologis 5) Penolong (Manuaba, 2010). 6 7 c. Tahap Persalinan 1) Kala I (Kala Pembukaan) Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran, ketika serviks membuka. Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase yaitu fase laten dan fase aktif. a) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak penipisan dan awalnya kontraksi pembukaan yang secara menyebabkan bertahap sampai pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam. b) Fase aktif (Pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dibagi dalam 3 subfase. (1) Periode akselerasi : Berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm. (2) Periode dilatasi maksimal : Berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat 9 cm. (3) Periode Deselerasi : Berlangsung lama, dalam 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap. Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi uterus di anggap adekuat jika tiga kali atau lebih dalam 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah diperhitungkan janin. Berdasarkan pembukaan primigravida pembukaan multigravida 2 jam/jam. kurve 1 friedman, cm/jam dan 8 d. Kala II (Kala Pengeluran janin) Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam Tanda dan gejala kala II a) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit. b) Ibu merasa ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi. c) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan vagina. d) Perineum terlihat menonjol. e) Vulva-vagina dan sfinger ani terlihat melihat. f) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah. Diagnosa kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang menunjukan : a) Pembukaan serviks telah lengkap. b) Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina. e. Kala III (kala pengeluaran plasenta) a) Menurut Rukiyah (2010) batasan kala III, masa setelah lahirnya bayi dan berlangsungnya proses pengeluaran plasenta, tanda-tanda pengeluaran plasenta: terjadi perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri, tali pusat memanjang atau terjulur keluar melalui vagina/vulva, adanya semburan darah secara tiba-tiba kala III, berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit–15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah. 9 b) Tujuan Manajemen Aktif Kala III Tujuan manajemen kala III (tiga) adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah pendarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Penatalaksanaan manajemen aktif kala III dapat mencegah terjadinya kasus pendarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia uteri dan retensio plasenta. Langkah utama manajemen kala III Langkah utama manajemen kala III ada tiga langkah yaitu: 1) Pemberian suntikan oksitosin (a) Pemberian suntikan oksitosin dilakukan dalam 1 menit pertama setelah lahir. Namun perlu diperhatikan dalam pemberian oksitosin adalah memastikan tidak ada bayi lagi di dalam uterus. Mengapa demikian? Oksitosin dapat menurunkan pasokan oksigen terhadap bayi. (b) Suntikan oksitosin dengan dosis 10 unit diberikan secara intra muskuler (IM) pada sepertiga batas atas paha bagian luar (aspektuslateralis). Tujuan pemebrian oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. 2) Penegangan Tali Pusat Terkendali Klem pada tali pusat diletakkan sekitar 5-10cm dari vulva dikarenakan dengan memgang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah evaluasi tali pusat. Meletakkan satu tangan di atas simpisis pubis dan tangan yang satu memegang klem di dekat vulva. Tujuannya agar bisa merasakan uterus berkontraksi saat plasenta lepas. Segera setelah tanda tanda pelepasan plasenta terlihat dan uterus mulai berkontraksi tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada 10 dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbai dan kepala ibu (dorso cranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri. Lahirnya plasenta dengan peregangan yang lembut mengikuti kurva alamiah panggul (posterior kemudian anterior). Ketika plasenta tampak di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya. Putar plasenta dengan lembut sehingga selpaut ketuban terpilin menjadi satu. 3) Massase Fundus Uteri Segera setelah plasenta lahir, lakukan massase fundus uteri dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan memastikan bahwa kotiledon dan selaput ketuban daklam keadaan lengkap. Periksa sisi maternal dan fetal. Periksa sisi maternal fetal. Periksa kembali uteru setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Evaluasi kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit pada jam kedua pasca persalinan. f. Kala IV (Kala Pengawasan) Menurut Rukiyah (2010) kala IV dimulainya dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Observasi yang dilakukan pada kala IV adalah : tingkat kesadaran, pemeriksaan tanda-tanda vital ibu, kontraksi uterus dan pendarahan dikatakan normal jika tidak melebihi 500 cc. Asuhan dan pemantauan pada kala IV (a) Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk merangsang uterus berkontraksi. (b) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat dan fundus uteri. (c) Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan. (d) Periksa perineum dari pendarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau episiotomi). 11 (e) Evaluasi kondisi ibu secara umum Dokumentasikan selama asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan (Manuaba, 2010). B. Konsep Dasar Preeklamsia Berat (PEB) 1. Definisi Preeklamsia Berat (PEB) ialah Preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah distolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5gr/24 jam (Prawirohardjo Sarwono, 2010). Preekalamsia Berat (PEB) adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Nugroho, 2012). 2. Etiologi Faktor Predisposisi Preeklamsia Berat (PEB) a. Penyebab Preekalmsia Berat (PEB) sampai sekarang belum diketahui. Namun ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab prreeklamsia berat yaitu bertambanya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa, bertambahnya frekuensi yang makin tua nya kehamilan. Dapat terjadi perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus. Timbunya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma (Sukarni & Sudiarti 2014). Masalah yang dapat teratasi dengan baik tetapi tidak menutup kemungkinan masalah itu akan muncul kembali sehingga memerlukan perawatan dan (Prawirohardjo Sarwono, 2011). b. Faktor Predisposisi a) Molahidatidosa b) Diabetus Melitus c) Kehamilan Ganda d) Hidropsfetalis e) Obesitas pengawasan lebih lanjut 12 f) Umur yang lebih dari 35 tahun (Sukarni & Sudarti, 2014). c. Patofisiologi Pada Preeklamsia Berat (PEB) dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebakan vasospasme dan agrerasi platetet. Penumpukan thrombus dan pendarahan yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan deficit saraf lokal kejang (Sukarni & Sudarti 2014). d. Tanda Gejala a) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring. b) Proteinuria 5gr atau lebih 24 jam atau kualitatif positif 2 atau 4 c) Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500cc/24jam d) Kenaikan kadar keratin plasma e) Gangguan virus dan serebrai: penurunan kesadaran, nyeri kepala dan pandangan kabur. f) Nyeri epigastrum atau nyeri pada kuadran kanan g) Oedema paru dan sianosis h) Hemolisi mikroangiopatik i) Trombositopenia berat: <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat. j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepato seluler): peningkatan kadar alanin dan asparatate amino transferase k) Pertumbuhan janin intra uterine terhambat (Nugroho, 2012) e. Diagnosa Masalah Potensial Pada preeklamsia berat (PEB) akan terjadinya preeklamsia yaitu keadaan umum penderita di perbaiki maka direncanakan untuk mengakhiri kahamilan (Rukiyah dan Lia, 2010). atau mempercepat persalinan 13 Preekalamsia Berat (PEB) adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Nugroho, 2012). f. Penatalaksanaan menurut Prawirohardjo (2010) yaitu: a) Pengobatan Medikamentosa (1) Penderita Preekalmsia Berat (PEB) harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring kiri. Perawatan penting pada preekalmsia Berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan unkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure. (2) 5% Ringer-Dekstrose atau cairan garam faal tetesan: <125cc/jam (3) Infuse dekstrose 5% yang tiap liternya diselingi dengan infus Ringel Laktat (60-125 cc/jam) 500 cc. (4) Dipasang foley catether untuk mengukur pengeluaran urine. Oliguria terjadi bila di produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau, 500 cc/24jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga lambung bila mendadak kejang bisa menghindari nrisiko aspirasinasam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein. Rendah karbohidrat, lemak, dan garam. Pemberian dosis anti kejang a) Obat anti kejang adalah: MgSO4 b) Cara pemberian MgSO4 (Rukiyah, 2010) Magnesium sulfat 40% 14 (1) Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 intravena (IV) (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (3-5 menit) diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gr di bokong kanan (40% dalam 10 cc). (2) Dosis ulang diberikan 4gr intra muscular (IM) 40% setelah dosis awal lalu dosis ulang diberikan 4 gr intra muscular setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari. (3) Syarat-syarat pemberian MgSO4 Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium glukonas 10% 1 gram (10% dalam cc) diberikan intravena dalam 3 menit, reflex patella positif kuat, frekuensi pernafasan lebih 16 kali permenit, produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelum (0,5 cc/kg/BB/jam). (4) Magnesium Sulfat dihentikan bila : ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, reflex fisiologi menurun, fungsi hati terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kumpulan otot-otot pernafasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Reflek fisiologi menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter terjadi kematian jantung (Rukiyah dan Lia, 2010) c) Penanganan pasien dengan Preeklamsia Berat (PEB) di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya (a) Dosis awal memberikan MgSO4, 4 gram intra vena (IV) (40% dalam 10cc) selama 10 menit, dalam cairan infus Ringer Laktat dengan tetesan 25 tetes/menit. (b) Dosis ulang memberikan 15 cc MgSO4 dalam cairan Glukosa dengan tetesan 25 tetes/menit. (c) Memasang kateter. (d) Memberikan therapy oral dopamet 3x500 mg (e) Memberikan therapy oral amlodipin 1x10mg. (Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya) 15 C. Teori Manajamen Kebidanan a. Pengertian a. Teori Manajemen Kebidanan Menurut Varney manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah. Penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian tahpan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari dan kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang di selenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien. Standar 7 langkah Varney, yaitu: 1) Langkah I: Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar) Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara : (a) Anamnesia: anamnesis dilakukan mendapatkan biodata, riwayat, menstruasi, riwayat kesehatan riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas serta pengetahuan klien. 2) Langkah II: Interpretasi Data Dasar Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas datadata yang telah dikumpulkan. Langkah awal dari perumusan masalah atau diagnosa kebidanan adalah pengelolaan atau analisa data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta (Sulistyawati, 2011). 16 3) Langkah III: Identifikasi Diagnosa/Masalah potensial antisipasi penanganannya. Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial ini berdasarkan rangkaian masalah yang ada. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan, sambil mengamati pasien. Bidan diharapkan siap bila diagnosa atau masalah potensial benar-benar terjadi. 4) Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera Antisipasi merupakan penerapan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. Tahapan ini dilakukan oleh bidan melakukan identifikasi dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis dan masalah ditegakkan, kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi, kolaborasi, dan melakukan rujukan. 5) Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi terkait juga dalam kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya (Ambarwati dkk, 2009) Pada langkah ini dilakukan perencanaan asuhan yang menyeluruh dan rasional pada masa nifas normal meliputi: Rencana asuhan untuk ibu hamil 6 hari: a. Memastikan tanda-tanda vital ibu baik b. Memastikan ibu makan-makanan yang bergizi dan bervariasi c. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup d. Memberikan konseling pada ibu mengenai pola nutrisi dan personal hygiene ibu 17 6) Langkah VI: Implementasi Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan pada klien dan keluarga. Mengarah atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman (Ambarwati dkk, 2009) 7) Langkah VII: Evaluasi Adalah mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan ulang lagi prosen manajemen dengan benar terhadap semua aspek asuhan yang diberikan namun belum efektif dan merencanakan kembali yang belum terencana (Rukiyah dkk, 2011). b. Pendokumentasian dalam bentuk SOAP Menurut Helen Varney, alur berpikir bidan saat menghadapi klien meliputi tujuh langkah, agar diketahui orang lain apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melaui proses berpikir sistematis, maka dilakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP yaitu : 1) Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnesa sebagai langkah I Varney. Misalnya klien datang dengan keluhan. 2) Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan dignostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah Varney I. 3) Assesment atau analisa data Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dalam suatu identifikasi diagnosa atau masalah, potensial, perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultan atau kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3, 4 Varney. 18 4) Planning atau penatalaksanaan Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan implementasi (I) dan evaluasi (E) berdasarkan assessment sebagai langkah 5, 6, 7 Varney (Salmah, 2010). c. Keterkaikan Antara Manajemen Kebidanan dan Sistem Pendokumentasian SOAP Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan di akhiri dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa di aplikasikan dalam semua situasi Alur pikir Bidan Pencatatan dari asuhan kebidanan Proses Management Kebidanan 1) Pendokumentasian Asuhan Kebidanan 7 Langkah (varney) 5 Langkah (kompetensi bidan) SOAP NOTES Data Data Subjektif& Objektif Masalah/Diagnosa Antisipasi masalahpotensial/diagnos elain Menetapkan kebutuhan segera untuk konsultasi, kolaborasi Assesment/Diagnosa Perencanaan Asuhan Perencanaan Asuhan Implementasi Evaluasi Assesment/Diagnosa Implementasi Evaluasi Plan : a. Konsul b. Tes diagnostik c. Rujukan d. Pendidikan d. Konseling e. Follow up Gambar 2.1 Keterkaitan antara Manajemen Kebidanan dan Sistem Pendokumentasian SOAP (Varney, 2007) 19 D. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan dengan Preeklamsia Berat S : Data subjektif diambil berdasarkan anamnesa, penderita tekanan darah menjadi 160/110 mmHg, protein urine +2 (Nugroho, 2012) O : Data Objektif diambil berdasarkan : a. pemeriksaan tanda-tanda vital biasanya pada ibu bersalin dengan preeklamsia berat keadaan umum nya sedang, tekanan darah sistol >160 dan diastol >110 d. Inspeksi Pengamatan dengan mata akan tampak oedema pada ektremitas e. Palpasi Merupakan teknik pemeriksaan menggunakan indra peraba, karena tangan dan jari-jari merupakan indra yang sensitive, pada kasus preeklamsia berat akan teraba odema pada ektremitas, dan muka. A : Dapat disimpulkan analisa data menjadi Preeklamsia Berat. Kebutuhan segera: mengambil sample darah untuk pemeriksaan laboraturium rutin, mengambil sample urine, memberikan MgSO4 MgSO4 40% 10 cc secara IV pelan + RL guyur + dipasang DC + memasang dosis pemeliharaan labu I P : 1. Memberikan terapi oral amlodipin 1x50mg, Dopamet 3x250mg 2. Menganjurkan ibu untuk miring ke kiri 3. Melanjutkan untuk infus dengan dosis pemeliharaan menggunakan MgSo4 4. Mengobservasi TTV, DJJ, dan kemajuan persalinan. 5. Melakukan Pendokumentasian E. Landasan Kewenangan Bidan Kewenangan bidan dalam menyelenggarakan praktik kebidanan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggara praktik bidan kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: 20 b. Pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi 1) Kewenangan normal: a) Pelayanan Kesehatan Ibu b) Pelayanan Kesehatan Anak c) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana 2) Kewenangan dalam menjalankan program pemerintah a) Kewenangan bidan yang menjalankan praktik didaerah yang tidak memiliki dokter c. Pasal 10 1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan. 2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal c) Pelayanan persalinan normal d) Pelayanan ibu nifas normal e) Pelayanan ibu menyusui, dan f) Pelayanan konseling pada masa dua kehamilan 3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk: a) Episiotomi b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I & II c) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan d) Pemberian tablet fe pada ibu hamil e) Pemberian vitamin A pada masa hamil f) Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif 21 g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan postpartum h) Penyuluhan dan konseling i) Bimbingan kelompok pada ibu hamil j) Pemberian surat keterangan kematian k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin. DAFTAR PUSTAKA Al-Quran Q.S Al-Luqman Ayat 14 Ambarwati dkk, (2009). Konsep Kebidanan Edisi 4. Jakarta: Firamaya Arikunto, S (2010). Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta Ayunda , (2012). Menuju Pelayanan Berkualitas [internet] tersedia dalam http://kesehatan.kompisiana.com/medis/2014/1109 [diakses 27 April 2016] Dinkes Jabar (2014). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Fauziyah, Y. (2012). Obstetri Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika Julianti, (2012). Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC Manuaba, (2010). Penuntun Kuliah Ginekologi. Jakarta: Cv. Trans info Media Notoadmodjo, (2008). Manajemen Pelayann kebidanan. Jakarta : ECG Nugroho, (2012). Obgyn Obstetri dan Gynekologi keperawatan untuk kebidanan. Jakarta : Nuha Medika Norma, Nita, dkk, 2013. Asuhan Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus. Yogyakarta : Nuha Medika Prawirohardjo Sarwono, (2011). Ilmu Kebidanan. Jakarta CV Trans Info Pudiastuti (2012). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Normal & Patologi. Jakarta: Nuha Medika Rachmaningtyas, A (2012). Data SDKI 2012 Angka Kematian Ibu Melonjak, diakses pada tanggal 27 April 2016, http://nasional.sindonews.com/read/2016/09/25/25/787480/data-sdki2012-angka-kematian-ibu-melonjak Ruang VK RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya. Data Preeklamsia dan Penanganan Preeklamsia Berat Rukiyah, (2012). Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Jakarta : Cv Trans Club Rukiyah & Lia, (2010). Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta: TIM Rukiyah & Lia. (2010). Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Jakarta: Salemba Media Salmah (2010). Asuhan Kebidanan Pada Antenatal. Jakarta : EGC Sulistyawati, (2011). Asuhan Kebidanan pada persalinan. Jakarta: Salemba Medika 37 38 Sukarni & Sudiarti, (2014). Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, Neonatus Resiko Tinggi. Yogyakarta : Nuha Media Varney, (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Jakarta : ECG 38