BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu (Tamher & Noorkasiani, 2009). Individu pasti akan mengalami proses penuaan (ageing process) yaitu proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alami yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup terutama pada lansia (Bandiyah, 2009). Sejak tahun 2000, Indonesia telah memasuki era berstruktur tua (aging structured population), karena 7,18 % dari penduduk Indonesia berusia 60 tahun ke atas (Indrawati & Saputri, 2011). Berdasarkan data dari Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2010) selain memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia juga merupakan negara keempat dengan jumlah lansia terbanyak setelah China, Amerika dan India. Pada tahun 2010 jumlah lanjut usia di Indonesia sebesar 23,9 juta (9,77 %) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun, sedangkan pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34 %) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Pada tahun 2012 jumlah penduduk lansia tertinggi berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (13,04%), Jawa Timur (10,40%) dan Jawa Tengah (10,34%). Data tersebut menyatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang paling tinggi jumlah lansianya. Pada buku Kabupaten Sleman, Yogyakarta dalam angka 2006, jumlah penduduk lansia yang berusia 60 tahun ke atas di Kabupaten Sleman mencapai 107.729 jiwa (10,68% penduduk) sedangkan penduduk lansia awal (usia 55-59 tahun) ada sebanyak 37.241 jiwa (3,69% penduduk). Usia harapan hidup lansia di Sleman mencapai lebih dari 72 tahun. Usia harapan hidup yang meningkat tidak selalu disertai dengan kesehatan yang baik. Pada lansia akan mengalami berbagai masalah fisik, psikologis, dan sosial akibat proses penuaan (Dewi, 2007). Selain masalah meningkatnya usia harapan hidup, Indonesia juga mempunyai masalah yang besar yaitu rawan terhadap bencana alam. Menurut Maplecroft (2010) Indonesia merupakan negara berkembang yang rentan terhadap bencana alam. Bencana alam yang sering tejadi di Indonesia antara lain gunung meletus, tanah longsor, banjir dan gempa bumi (Firdaus, 2011). Salah satu bencana alam besar yang terjadi di Indonesia adalah meletusnya Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta pada tahun 2010. Meletusnya Gunung Merapi mengakibatkan kerusakan beberapa dusun di Kabupaten Sleman, banyaknya korban jiwa yang meninggal dan terganggunya aktivitas serta layanan umum di daerah sekitar Gunung Merapi (Bappenas, 2011). Meletusnya Gunung Merapi berdampak juga pada penduduk yang selamat atau masih hidup terutama pada lansia. Lansia merupakan salah satu populasi yang sangat rentan terhadap dampak langsung dari bencana alam. Kelompok lansia yang selamat dari bencana lebih mungkin berkembang mengalami Post Traumatic Stress Disorder (Jia et al, 2010). Hal ini didukung penelitian Nurhasanah et al, (2008) bahwa bencana merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan kejiwaan dan perilaku. PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) pada lansia bisa mengganggu Activity Daily Living karena adanya kecemasan dan depresi akibat dari bencana alam. Menurut penelitian Zhang et al, (2011) sebanyak 284 lansia yang selamat dari gempa Wenchuan didapatkan hasil bahwa 26,3% lansia mengalami PTSD, 42,9% mengalami kecemasan, dan 35,2% mengalami depresi. Berdasarkan penelitian Bozo et al, (2009) lansia yang mengalami depresi akan mengalami penurunan aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Menurut Kingston et al, (2012) aktivitas hidup sehari-hari atau Activity Daily Living merupakan kegiatan yang diperlukan untuk berfungsi secara mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Menurut penelitian Romadlani (2013) di Kelurahan Bambankerep, Ngaliyan, Semarang yang meneliti 57 lansia, pada tingkat yang termasuk ketergantungan sedang terdapat 24 lansia (42,1%) dan yang termasuk mandiri sebanyak 33 lansia (57,9%). Selain itu ada penelitian Fadlulloh et al, (2014) yang meneliti tingkat kemandirian lansia di Poliklinik Syaraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto, hasilnya dalam pemenuhan Activity Daily Living pada lansia kebanyakan mengalami ketergantungan ringan yaitu 32,3% dari keseluruhan responden, sisanya ada yang mengalami ketergantungan berat dan ada yang mandiri. Aktivitas keseharian lansia harus diperhatikan karena selain adanya dampak bencana yang membuat lansia mengalami ketergantungan, kondisi fisik seseorang yang telah memasuki lanjut usia juga mengalami banyak penurunan dan perubahan (Potter & Perry, 2005). Perubahan lansia dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari antara lain perubahan fisik, sosial, dan psikologis. Berbagai perubahan tersebut sering membuat lansia mengalami masalah dalam menghadapi kehidupan sehingga dukungan keluarga sangat dibutuhkan (Maryam, 2008). Menurut penelitian Ristianti (2008) keluarga merupakan salah satu sumber dukungan sosial terhadap lansia. Memasuki periode lansia, dukungan sosial dari lingkungan sekitar menjadi sangat berharga dan akan menambah ketenteraman dalam hidup (Koentjoro, 2002). Dukungan sosial merupakan konsep yang secara umum dimengerti sebagai perasaan intuitif, sebagai bantuan dari orang lain pada situasi yang sulit (Dalgard, 2009a cit. Fadillah 2012). Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 27 April 2014 didapatkan data bahwa Huntap Kuwang berjarak 17 kilometer dari puncak Merapi. Huntap Kuwang terdiri dari beberapa padukuhan diantaranya padukuhan Gadingan, Karanglo, Jetis, Bronggang Suruh, Jaranan, Randusari dan Bakalan. Menurut Kepala Dukuh Huntap Kuwang, beberapa padukuhan tersebut banyak korban jiwa yang meninggal, banyak yang kehilangan seluruh harta benda, rumah, lahan dan tempat keseharian dalam bekerja. Huntap Kuwang merupakan huntap dengan korban erupsi Merapi tahun 2010 yang paling banyak diantara huntap lain. Huntap Kuwang dihuni oleh beberapa kelompok usia, salah satunya adalah kelompok usia lanjut atau lansia. Berdasarkan studi pendahuluan jumlah lansia yang berusia 60 tahun di Huntap Kuwang, Cangkringan, Sleman sebanyak 52 lansia. Peneliti melakukan wawancara kepada salah satu kader posyandu lansia, didapatkan hasil bahwa kebanyakan lansia yang tinggal di Huntap Kuwang mengalami hipertensi. Menurut keterangan kader posyandu lansia ada beberapa lansia yang mengalami ketergantungan, karena lansia mengalami keterbatasan fisik dan adanya perubahan perilaku dari sebelum terjadinya bencana. Peneliti juga melakukan wawancara kepada beberapa lansia yang menempati Huntap Kuwang. Beberapa lansia menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan setiap hari hanya duduk-duduk, menyapu lantai dan momong cucu. Saat diwawancarai, lansia tersebut mengatakan bahwa sebelum terjadi erupsi Merapi kebanyakan lansia bekerja atau berjualan beras, sayur, makanan tradisional yang digendong dan dijual ke pasar. Setelah adanya erupsi Merapi lansia tidak bisa berjualan lagi karena keberadaan lokasi pasar yang sangat jauh dengan Huntap Kuwang dan tidak ada yang mengantarkan lansia ke pasar. Kondisi ini mengakibatkan penghasilan lansia berkurang serta hanya tergantung pada anakanaknya. Hal ini juga menunjukkan bahwa dukungan instrumental lansia di Huntap Kuwang rendah. Beberapa lansia menceritakan bahwa dahulu mereka merasa bahagia karena masih bisa ke pasar bertemu dengan teman-temannya untuk saling bercerita dan saling memuji, tetapi sekarang mereka hanya tinggal di rumah. Keadaan tersebut mengakibatkan menurunnya dukungan sosial emosional dan penghargaan pada lansia. Para lansia mengungkapkan bahwa kondisi fisiknya sudah tidak sekuat dulu lagi. Mereka mengeluhkan mudah lelah ketika harus berjalan jauh dan naik turun tangga. Hal tersebut diperparah lagi dengan kondisi rumah di Huntap Kuwang yang tidak layak untuk kehidupan sehari-hari bagi lansia. Rumah-rumah di Huntap Kuwang terasnya dibuat terlalu tinggi dari jalan, sehingga lansia harus bersusah payah naik turun teras tersebut. Hal ini juga sangat berbahaya karena lansia mempunyai risiko jatuh yang tinggi dengan kondisi rumah yang dibuat seperti itu. Kondisi seperti ini bisa mempengaruhi Activity Daily Living pada lansia yang ada di Huntap Kuwang. Salah satu lansia menceritakan kesedihannya bahwa sebelum rumah yang di Huntap jadi, lansia tersebut harus tinggal di Hunian Sementara Kuwang. Di hunian sementara tersebut kekerabatannya erat sekali, tetapi setelah menempati di Huntap menjadi renggang. Beberapa lansia mengatakan bahwa saat ini di Huntap Kuwang tidak ada kegiatan untuk lansia kecuali posyandu yang diadakan satu bulan sekali. Para lansia merasa bahwa hanya warga yang berusia muda saja yang mempunyai kegiatan, sehingga mereka merasa iri dengan keadaan tersebut. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial dengan Activity Daily Living pada Lansia Pasca Erupsi Merapi yang Tinggal di Hunian Tetap Kuwang, Cangkringan, Sleman”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti dapat merumuskan masalah yaitu “ Adakah hubungan antara dukungan sosial ditinjau dari jumlah pemberi dukungan dan kepuasan dukungan dengan Activity Daily Living pada lanjut usia pasca erupsi Merapi di Hunian Tetap Kuwang, Cangkringan, Sleman? ” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menganalisis hubungan antara jumlah pemberi dukungan dan kepuasan dukungan dengan Activity Daily Living pada lansia pasca erupsi Merapi di Hunian Tetap Kuwang, Cangkringan, Sleman. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mendeskripsikan dukungan sosial yang ditinjau dari jumlah pemberi dukungan dan kepuasan dukungan yang diterima oleh lansia pasca erupsi Merapi di Hunian Tetap Kuwang, Cangkringan, Sleman. b. Untuk mendeskripsikan persentase lansia di Hunian Tetap Kuwang Cangkringan Sleman yang mengalami ketergantungan Activity Daily Living. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas ilmu pengetahuan tentang dukungan sosial pada lansia dengan Activity Daily Living. 2. Manfaat praktis a. Bagi Keluarga dan Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan tentang pentingnya dukungan sosial untuk peningkatan Activity Daily Living pada lansia yang tinggal di Hunian Tetap Kuwang, Cangkringan, Sleman. b. Perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dalam hal dukungan yang diberikan oleh keluarga dan masyarakat terhadap lansia yang mengalami penurunan atau ketergantungan dalam Activity Daily Living. Pengetahuan tersebut dapat dijadikan dasar bagi perawat gerontik untuk memberikan asuhan keperawatan kepada lansia yang mengalami ketergantungan dalam melakukan Activity Daily Living sehingga dapat mencegah terjadinya dampak yang buruk pada lansia. c. Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan meningkatkan wawasan serta kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian oleh Fadillah et al, (2012) yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Perilaku Makan Penderita Hipertensi Lanjut Usia di Suryodiningratan Mantrijeron Yogyakarta”. Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan cross-sectional dan bersifat analitik korelatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian Fadillah adalah Social Support Questionnaire (SSQ) dan Eating Behavior Patterns Questionnaire (EBPQ). Hasil penelitian Fadillah menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan perilaku makan penderita hipertensi pada lanjut usia. Persamaan penelitian Fadillah dengan penelitian peneliti terletak pada variabel bebas yaitu dukungan sosial. Metode yang digunakan sama-sama metode kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Instrumen yang digunakan pada variabel bebas sama yaitu Social Support Questionnaire (SSQ). Perbedaannya terletak pada variabel terikat yaitu penelitian yang dilakukan Fadillah adalah perilaku makan penderita hipertensi pada lansia sedangkan penelitian peneliti variabel terikatnya adalah Activity Daily Living pada lansia dengan instrumen Barthel Index. Pada penelitian Fadillah subjek penelitiannya adalah lansia yang mengalami hipertensi di Suryodiningratan Mantrijeron Yogyakarta sedangkan penelitian peneliti subjeknya adalah lansia pasca erupsi Merapi yang tinggal di Hunian Tetap Kuwang, Cangkringan, Sleman. 2. Penelitian oleh Fadlulloh et al, (2014) yang berjudul “Hubungan Tingkat Ketergantungan dalam Pemenuhan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari dengan Harga Diri Penderita Stroke di Poliklinik Syaraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”. Penelitian Fadlulloh menggunakan metode kuantitatif dengan racangan cross-sectional dan bersifat analitik korelatif. Instrumen yang digunakan adalah modifikasi Barthel Index dan kuesioner harga diri. Hasil penelitian Fadlulloh menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan harga diri penderita stroke di Poliklinik Syaraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Persamaaan penelitian Fadlulloh terletak pada metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan racangan cross-sectional. Ada persamaan variabel yaitu pemenuhan kehidupan sehari-hari. Perbedaan penelitian Fadlulloh dengan penelitian peneliti terletak pada salah satu variabel yaitu harga diri sedangkan pada penelitian peneliti variabel yang digunakan adalah dukungan sosial. Subjek penelitian Fadlulloh adalah pasien hemiparesis berumur 35 sampai 65 tahun yang mengalami proses pemulihan pasca stroke ≤ 1 tahun di Poliklinik Syaraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sedangkan pada penelitian peneliti subjeknya adalah lansia pasca erupsi Merapi yang tinggal di Hunian Tetap Kuwang, Cangkringan, Sleman. 3. Penelitian oleh Suyatmi et al, (2008) yang berjudul “Perbedaan Tingkat Kecemasan dan Activity Daily Living (ADL) Setelah Dilaksanakan Terapi Kognitif Pada Klien Gangguan Jiwa di Ruang P2A Rumah Sakit Grhasia Propinsi DIY”. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan pretest-posttest one group design. Instrumen yang digunakan adalah T-MAS (T-Manifestasi Anxiety Scale) dan Barthel Index. Hasil penelitian Suyatmi menyatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara tingkat kecemasan dan Activity Daily Living (ADL) setelah dilaksanakan terapi kognitif pada klien gangguan jiwa di ruang P2A Rumah Sakit Grhasia Propinsi DIY. Persamaan penelitian Suyatmi adalah sama-sama meneliti variabel tentang Activity Daily Living (ADL) dengan instrumen Barthel Index. Perbedaannya terletak pada jenis penelitian, penelitian Suyatmi merupakan penelitian quasi eksperimen dengan pretest-posttest one group design. sedangkan penelitian peneliti menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan cross-sectional dan bersifat deskriptif analitik. Subjek penelitian ini adalah pasien yang dirawat inap di ruang P2A Rumah Sakit Grhasia Propinsi DIY sedangkan pada penelitian peneliti subjeknya adalah lansia pasca erupsi Merapi yang tinggal di Hunian Tetap Kuwang, Cangkringan, Sleman. 4. Penelitian oleh Bozo et al, (2009) yang berjudul “Activity of Daily Living, Depression, and Social Support Among Elderly Turkish People”. Metode yang digunakan adalah membandingkan peserta diseluruh variabelvariabel yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan dan status kesehatan pada fungsi ADL, dukungan sosial dan depresi. Hasil penelitian Bozo et al, (2009) adalah ada hubungan antara dukungan sosial, ADL dan depresi. Persamaan penelitian Bozo dengan penelitian peneliti terletak pada variabel yang diteliti yaitu sama-sama Activity Daily Living dan dukungan sosial. Perbedaan penelitian Bozo et al, (2009) dengan penelitian peneliti adalah metodenya, pada penelitian Bozo metode yang digunakan adalah komparasi, sedangkan pada penelitian peneliti metodenya adalah korelasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian Bozo et al, (2009) adalah 17Item 5 Point Likert Type Questionnaire that Measured Physical Functioning and ADL untuk mengukur Activity Daily Living, Back Depression Inventory untuk mengukur depresi, Multidimensional Scale of Perceived Social Support untuk mengukur dukungan sosial, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan kuesioner Barthel Index dan Social Support Questionnaire. 5. Penelitian oleh Putri et al, (2011) yang berjudul “Hubungan Kemandirian dan Dukungan Sosial dengan Tingkat Stres Lansia”. Penelitian Putri menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Hasil penelitian Putri menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat kemandirian,dukungan sosial dan tingkat stres. Persamaan penelitian Putri terletak pada metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Pada penelitian ini variabel yang diteliti sama-sama tingkat kemandirian atau Activity Daily Living dan dukungan sosial pada lansia. Perbedaan penelitian Putri dengan penelitian peneliti terletak pada subjek penelitian. Subjek penelitian Putri adalah lansia yang tinggal di Kelurahan Cilendek Barat Kecamatan Bogor Barat sedangkan pada penelitian peneliti subjeknya adalah lansia pasca erupsi Merapi yang tinggal di Hunian Tetap Kuwang, Cangkringan, Sleman.