BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Earning Per Share (EPS)
1. Pengertian laba
Committee on Terminology mendefinisikan laba sebagai “jumlah
yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain, dan
kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi” (Sofyan, 2008:241).
Menurut
Accounting
Principles
Board
(APB)
Statement
mengartikan laba (rugi) sebagai “kelebihan (defisit) penghasilan di atas
biaya selama satu periode akuntansi” (Sofyan, 2008:241).
Laba (rugi) merupakan “selisih antara total pendapatan dan total
beban untuk satu periode tertentu”, yang akan menaikkan (menurunkan)
jumlah ekuitas pemilik melalui laba ditahan (Aril dan Wibowo, 2007).
2. Pengertian Earning Per Share (EPS)
Laba per saham (Earning Per Share – EPS) merupakan “rasio
yang menunjukkan bagian laba untuk setiap saham” (Tjiptono dan Hendy,
2008:195). Menurut Gitman (2006) bahwa laba per saham dapat dihitung
dengan cara “pendapatan untuk pemegang saham biasa dibagi dengan
jumlah saham biasa yang beredar”.
Rasio ini menunjukkan “berapa besar kemampuan per lembar
saham menghasilkan laba” (Sofyan, 2007:306).
7
2
Rasio laba per lembar saham biasa atau disebut juga rasio nilai
buku merupakan “rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam
mencapai keuntungan bagi pemegang saham” (Kasmir, 2009:207).
Keuntungan bagi pemegang saham adalah jumlah keuntungan setelah
dipotong pajak. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa
adalah jumlah keuntungan dikurangi pajak, dividen dan hak-hak lain untuk
pemegang saham preferen.
Rasio ini untuk mengukur “laba bersih per lembar saham yang
menunjukkan potensi maksimum yang mungkin diperoleh pemegang
saham dalam pembagian laba” (Toto, 2007:125). Dikatakan maksimum
karena yang dibagi biasanya kurang dari EPS. Rasio ini hanya berlaku
untuk saham biasa. Apabila ada saham preferen yang beredar maka jumlah
laba bersih perlu disisihkan terlebih dahulu untuk dividen saham preferen.
EPS menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar
pada setiap lembar saham. semakin tinggi nilai EPS maka semakin besar
laba dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima
pemegang saham. Laba per saham dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Laba per lembar saham =
Laba bersih
Saham biasa yang beredar
Sebagai catatan, jika pada perusahaan tersebut terdapat saham
preferen yang beredar maka rumusnya akan berbeda sebagai berikut:
Laba per lembar saham =
Laba bersih – Dividen saham preferen
Saham biasa yang beredar
3
Selanjutnya menurut Brigham dkk (2006) menyatakan bahwa
apabila terdapat waran dan obligasi konversi yang beredar, maka
perusahaan tersebut secara teoritis dapat melaporkan EPS dalam salah satu
bentuk sebagai berikut:
a. Simple EPS
Simple EPS secara langsung melaporkan pembagian antara
laba yang tersedia untuk pemegang saham biasa dan jumlah ratarata saham yang beredar selama periode tertentu.
b. Primary EPS
Primary EPS melaporkan bahwa laba dibagi dengan jumlah
rata-rata saham yang seharusnya beredar jika waran dan obligasi
konversi yang akan dikonversi di masa depan telah
dikonversikan.
c. Fully diluted EPS
Fully diluted EPS hampir sama dengan primary EPS namun
semua waran dan obligasi konversi diasumsikan telah
dikonversikan tanpa mempertimbangkan kapan kejadian terhadap
salah satu sekuritas tersebut terjadi.
B. Rasio-Rasio Utang atau Solvabilitas (Leverage)
Rasio ini berfungsi untuk mengukur seberapa jauh perusahaan
menggunakan hutang-hutangnya dan menganalisis pembelanjaan yang
dilakukan berupa komposisi hutang dan modal serta kemampuan perusahaan
untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya. Solvabilitas yang artinya
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya.
Dalam manajemen keuangan, leverage adalah penggunaan aset dan sumber
dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap dengan maksud agar
keuntungan finansial para pemegang saham dapat ditingkatkan.
Utang pada prinsipnya akan menguntungkan perusahaan apabila
perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang
4
melebihi tingkat bunga yang harus dibayarkan. Namun, perlu diperhatikan
bahwa tingkat tingkat pengembalian investasi yang akan diperoleh perusahaan
sangat bergantung pada kondisi ekonomi yang akan terjadi pada tahun-tahun
mendatang. Apabila kondisi ekonomi mendatang baik, maka tingkat
pengembalian investasi juga cenderung meningkat sehingga perusahaan yang
berhutang akan mampu membayar bunga dan pokok pinjamannya dan
sebaliknya.
Adapun beberapa rasio utang atau solvabilitas (leverage) yang
menunjukkan proporsi utang menurut Handono (2009:58-61) sebagai berikut:
1. Rasio utang (Debt Ratio/Debt to Total Asset – DR/DAR)
Rasio utang ini dihitung berdasarkan atas total hutang
dibagi dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Rumusnya
dinyatakan sebagai berikut:
Total utang
Debt ratio =
Total aktiva
2. Rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio – DER)
Rasio ini menunjukkan perbandingan antara hutang dengan
modal sendiri. Rumusnya dinyatakan sebagai berikut:
Total utang
Debt to equity ratio =
Total ekuitas
Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio – DER)
merupakan “rasio yang mengukur sejauh mana besarnya utang
dapat ditutupi oleh modal sendiri” (Tjiptono dan Hendy,
2008:200).
Rasio ini menggambarkan perbandingan hutang dengan
ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan
kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi
seluruh kewajibannya.
Debt to equity ratio merupakan “rasio yang digunakan
untuk menilai utang dengan ekuitas” (Kasmir, 2008:157). Rasio ini
dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang dengan
seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana
yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan
5
atau untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
untuk jaminan utang.
Rasio financial leverage juga dikenal dengan sebutan debt
to equity ratio (DER). Rasio ini menunjukkan “perbandingan
hutang dari modal serta merupakan rasio yang penting karena
berkaitan dengan masalah trading on equity, yang dapat
memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap rentabilitas
modal sendiri dari perusahaan tersebut” (Arief dan Edy, 2008:64).
Jika perusahaan memiliki leverage 2,24 kali, artinya para
kreditur menempatkan dana sebesar Rp 2,24 setiap Rp 1 modal
sendiri.
Salah satu aspek yang dinilai dalam mengukur kinerja
perusahaan adalah aspek leverage atau utang perusahaan. Utang
merupakan komponen penting perusahaan, khususnya sebagai
sebagai salah satu sarana pendanaan. Penurunan kinerja sering
terjadi karena perusahaan memiliki utang yang cukup besar dan
kesulitan dalam memenuhi kewajibannya tersebut.
3. Rasio pengganda utang keuangan (Financial Leverage Multiplier –
FLM)
Sepintas rasio ini tampak tidak berhubungan dengan utang
karena baik pembilang maupun penyebutnya tidak mengandung
utang.
Harus
diingat
kembali,
persamaan
akuntansi
mengungkapkan bahwa aktiva sama dengan utang ditambah
ekuitas. Ini berarti bahwa jika kita menghitung aktiva dan ekuitas,
pada hakikatnya kita sedang menghitung utang.
Apabila jumlah aktiva relatif tetap, sementara utang
bertambah, ekuitas akan cenderung mengecil. Hal itu akan
berakibat pada meningkatnya rasio FLM. Rumusnya dinyatakan
sebagai berikut:
Total aktiva
Financial leverage multiplier =
Total ekuitas
C. Kebijakan Pembagian Dividen
1. Pengertian dividen
Menurut Rusdin (2006:73) dividen adalah “bagian keuntungan
perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham”.
Lukman (2006:30) menyatakan bahwa dividen merupakan
“distribusi dari income yang diperoleh perusahaan kepada pemegang
6
saham”. Pembayaran dividen itu sendiri bukanlah merupakan biaya yang
dapat digunakan untuk mengurangi pajak dan dananya diambil dari laba
bersih sesudah pajak (earning after tax).
Menurut Robert Ang (2006:69) dividen adalah “nilai pendapatan
bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan sebagai
cadangan bagi perusahaan”.
Dividen merupakan “pembagian sisa laba bersih perusahaan yang
didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan RUPS”
(Tjiptono dan Hendy, 2006:178-179).
2. Pengertian Dividend Payout Ratio (DPR)
Rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio − DPR)
merupakan “rasio untuk melihat bagian earning (pendapatan) yang
dibayarkan sebagai dividen kepada investor” (Mamduh, 2007:86). Bagian
lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan.
Menurut Farah (2007:58) DPR merupakan “rasio antara dividen
yang dibayarkan dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham”
(Farah, 2007:58).
Selanjutnya Hendy menyatakan DPR adalah “rasio antara dividen
yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah keuntungan bersih yang
diperoleh perusahaan” (Hendy, 2008:54). DPR dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
7
Rasio pembayaran dividen =
Dividen per lembar saham
Laba per lembar saham
3. Jenis-jenis dividen
Dilihat dari bentuk dividen yang dapat didistribusikan kepada
pemegang saham, menurut Tjiptono dan Hendy (2008:179) dividen dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:
a. Dividen tunai (cash dividend) adalah dividen yang dibagikan
kepada pemegang saham dalam bentuk kas (tunai).
b. Dividen saham (stock dividend) adalah dividen yang dibagikan
bukan dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk saham
perusahaan.
c. Dividen properti (property dividend) adalah dividen yang
dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas atau saham, misalnya
aktiva tetap dan surat-surat berharga.
d. Dividen likuidasi (liquidating dividend) adalah dividen yang
diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat dilikuidasinya
perusahaan. Dividen yang dibagikan adalah selisih nilai realisasi
aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya.
4. Kebijakan dividen
Kebijakan dividen adalah suatu keputusan untuk menentukan
beberapa besar dari pendapatan perusahaan yang akan diinvestasikan
kembali (reinvestment) atau ditahan (retained) di dalam perusahaan
sebagai laba ditahan. Kebijakan dividen penting karena dua alasan yaitu
pertama, pembayaran dividen akan memengaruhi harga saham, dengan
demikian akan berpengaruh pula dengan perdagangan saham. Kedua,
pendapatan yang ditahan (retained earning) biasanya merupakan sumber
tambahan modal sendiri (equity capital) yang terbesar dan terpenting
untuk pertumbuhan perusahaan.
8
Kebijakan perusahaan membagikan dividen kepada para investor
adalah kebijakan yang sangat penting. Kebijakan pembagian dividen tidak
saja membagikan keuntungan yang diperoleh perusahaan kepada investor,
tetapi harus selalu diikuti dengan pertimbangan adanya kesempatan
investasi kembali (reinvestment). Apabila dividen dibayarkan secara tunai
makin meningkat, maka semakin sedikit dana yang tersedia untuk
reinvestasi. Hal ini menyebabkan tingkat pertumbuhan di masa depan
menjadi rendah, sehingga akan menekan harga saham.
Ada dua asumsi yang mendasari kebijakan dividen (Bodie, et.al,
2008) antara lain:
1. Kebijakan dividen pada perusahaan yang tidak sedang tumbuh
(a low investment rate plan). Pada perusahaan-perusahaan yang
termasuk kategori ini mampu membayarkan dividen lebih
tinggi pada awal periode, tetapi pertumbuhan dividen pada
tahun-tahun berikutnya lebih rendah.
2. Kebijakan dividen pada perusahaan yang sedang tumbuh (a
high reinvestmentrate plan). Perusahaan-perusahaan yang
sedang tumbuh akan memberikan dividen relatif rendah pada
awalnya. Hal ini dikarenakan adanya rencana reinvestasi dari
sebagian laba yang diperoleh untuk membiayai aktivitas
ekspansi (reinvestment). Tetapi perusahaan-perusahaan yang
termasuk kelompok perusahaan yang sedang tumbuh akan
mampu menghasilkan tingkat pertumbuhan dividen yang lebih
tinggi pada tahun-tahun berikutnya. Walaupun sebagian besar
perusahaan kelompok ini mempertahankan rasio pembayaran
dividen (dividend payout) yang tetap. Namun pertumbuhan
laba yang lebih besar akhirnya memberikan dividen lebih besar.
5. Faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dividen
Beberapa faktor yang memengaruhi penetapan kebijan dividen
pada perusahaan menurut Weston dan Brigham (2006) antara lain:
9
a. Peraturan hukum
Terdapat tiga hal yang ditekankan berkaitan dengan
pembayaran dividen sebagai berikut:
1) Peraturan mengenai laba bersih yaitu menentukan bahwa
dividen dapat dibayar dari laba dahulu dan laba sekarang.
2) Peraturan mengenai tindakan yang merugikan pemodal.
Peraturan tersebut akan melindungi para kreditor, caranya
dengan melarang pembayaran dividen dari dana modal
yang berarti membagikan investasinya bukan membagikan
keuntungan.
3) Peraturan mengenai hak mampu bayar (insolvency) yaitu
menentukan bahwa perusahaan tidak membayar dividen
jika tidak mampu (perusahaan bangkrut).
b. Posisi likuiditas yaitu apabila laba yang ditahan telah
diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap, seperti mesin,
peralatan, bahan, persediaan dan barang-barang lainnya yang
bukan disimpan dalm bentuk uang tunai, maka hal tersebut
dapat menunjukkan posisi likuiditas perusahaan yang rendah
dan terdapat kemungkinan perusahaan tidak mampu lagi
membayar dividen.
c. Perlunya membayar kembali pinjaman
Di sini perusahaan perlu menyisihkan laba sebelum
jatuh tempo hutang, agar keuntungan perusahaan pada saat
jatuh temponya hutang dibebani dengan pembayaran seluruh
hutang.
d. Keterbatasan karena kontrak hutang
Dalam perjanjian hutang terdapat larangan-larangan
bagi debitur sehubungan dengan pembayaran dividen. Hal ini
dilakukan untuk melindungi pihak kreditur sehubungan dengan
dana yang dipinjamkan. Pembatasan tersebut dilakukan dengan
cara dividen yang akan datang hanya boleh dibayar dari
keuntungan diperoleh sesudah ditandatanganinya. Kontrak
hutang atau dividen tidak dibayar jika modal kerja bersih
jumlahnya lebih kecil dari suatu jumlah tertentu.
e. Tingkat perluasan perusahaan
Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan
semakin besar kebutuhannya untuk membiayai pengembangan
harta perusahaan tersebut dan semakin besar dana yang
dibutuhkan di kemudian hari, semakin banyak pula keuntungan
yang harus ditahan dan bukan untuk dibayarkan kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen (dividen relatif kecil).
f. Tingkat keuntungan (tingkat hasil pengembalian atas aktiva
yang diharapkan)
Hal ini menentukan perusahaan untuk membayar
dividen atau menggunakannya di dalam perusahaan.
10
g. Stabilitas perusahaan
Perusahaan yang keuntungannya relatif stabil dapat
memperkirakan bagaimana keuntungan di masa depan,
sehingga kemungkinan besar perusahaan akan membagikan
keuntungannya dalam persentase yang lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan yang keuntungannya
berfluktuasi.
h. Kemampuan memasuki pasar modal
Perusahaan besar yang sudah memiliki profitabilitas
yang tinggi dan keuntungan yang stabil akan lebih mudah
memasuki pasar modal atau menerima dana dari luar
pembiayaannya. Karena perusahaan yang sudah mantap akan
memiliki tingkat dividen yang lebih tinggi dibanding dengan
perusahaan kecil atau masih baru.
i. Kontrol
Kekhawatiran berkurangnya kekuasaan kelompok
dominan dalam mengendalikan perusahaan cenderung
mendorong perusahaan untuk memperbesar laba ditahan demi
keperluan ekspansinya yang berarti akan memperkecil
pembayaran dividennya.
j. Kedudukan pajak para pemegang saham
Pada umumnya para pemilik perusahaan yang
memegang sebagian besar sahamnya tergolong kelompok
berpendapatan tinggi dan merupakan pembayar pajak yang
tinggi sehingga menyebabkan perusahaan akan membayar
dividen yang rendah.
k. Pajak atas penghasilan yang diperoleh dengan tidak wajar
Seringkali perusahaan menahan keuntungan hanya
untuk menghindari tarif pajak perusahaan yang tinggi, maka
dikeluarkan peraturan yang membebani pajak tambahan
terhadap keuntungan atas penghasilan yang diperoleh dengan
tidak wajar.
l. Tingkat inflasi
Kecenderungan kenaikan harga termasuk harga aktiva
tetap menyebabkan akumulasi penyusutan tidak lagi
mencukupi untuk mengganti aktiva tetap. Oleh karena itu,
perusahaan memperbesar porsi laba ditahan sehingga porsi
untuk dividen menjadi berkurang.
Sementara itu Ahmad dan Herni (2010;126-128) memberikan tiga
pandangan dasar mengenai dividen yaitu :
a. Kebijakan dividen tidak relevan
Dividen itu tidak mengandung pengaruh yang berarti
terhadap harga saham (saham biasa). Pendapat ini bertolak pada
dua pemikiran yaitu: pertama, adanya asumsi bahwa keputusan-
11
keputusan investasi dan penggunaan surat hutang sudah dibuat dan
tidak memengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan.
Kedua, adanya pasar modal yang “sempurna”. Hal ini berarti (1)
para investor dapat menjual dan membeli saham tanpa kehilangan
biaya transaksi, misalnya komisi pialang, karena dalam pasar
modal sempurna informasi tersebar luas sehingga para investor
bisa melakukan segala sesuatunya sendiri, (2) setiap perusahaan
bisa menerbitkan saham umum tanpa adanya macam-macam biaya,
(3) tidak ada pajak pendapatan perorangan maupun perusahaan, (4)
informasi lengkap mengenai setiap perusahaan selalu tersedia,
sehingga para investor tidak perlu melihat pengumuman khusus
mengenai pembayaran dividen sebagai indikator penting kondisi
perusahaan.
b. Dividen yang besar dapat meningkatkan harga saham
Keyakinan bahwa kebijakan suatu perusahaan itu penting
secara implisit, mengasumsikan bahwa seorang investor harus atau
pasti menggunakan required rate of return yang sama, baik
pendapatan itu berupa dividen maupun keuntungan modal. Namun
pendapatan dividen memiliki sifat yang lebih pasti (predictable)
daripada keuntungan modal. Pihak manajemen bisa mengontrol
dividen, tetapi ia tidak dapat mendikte harga sahamnya di bursa.
Ini berarti kadar risiko keuntungan modal lebih besar.
Kenaikan dividen tidak mengurangi risiko mendasar yang
terkandung dalam saham, melainkan jika suatu pembayaran
dividen mendorong manajeman menerbitkan saham baru, hanya
mengalihkan risiko dan kepemilikan baru. Kita harus mengetahui
bahwa investor sekarang yang menerima dividen tengah
memperdagangkan atau menukarkan keuntungan modal yang tidak
pasti itu dengan aset yang lebih terjamin (berupa dividen tunai).
c. Dividen rendah meningkatkan harga saham
Pandangan ketiga yang menyoroti soal pengaruh dividen
terhadap harga saham, menyatakan bahwa dividen itu sebenarnya
merugikan investor. Argumen ini terutama didasarkan pada
perbedaan perlakuan pajak terhadap pendapatan dividen dan
keuntungan modal. Bagi investor, tujuan yang harus dicapai adalah
maksimalisasi tingkat hasil investasi setelah dipotong pajak, tanpa
harus menanggung risiko yang terlalu besar. Tujuan ini direalisir
melalui upaya meminimalkan tingkat pajak efektif (yang benarbenar harus dibayarkan) atas pendapatan mereka dan sedapat
mungkin menunda pembayaran pajak tersebut.
Dengan adanya pajak, maka investor mengutamakan
maksimalisasi pendapatan setelah pajak, bukan pendapatan
sebelum pajak. Meskipun keuntungan pajak dari keuntungan modal
tidak ada lagi, ia masih memiliki keuntungan lain, yakni
penundaan pembayaran pajak. Saham yang memungkinkan
penundaan pembayaran pajak (artinya saham tersebut harganya
12
naik terus sehingga memberikan keuntungan modal, tetapi tidak
banyak memberikan dividen) akan dijual dengan premi (harganya
lebih mahal) daripada saham yang membuahkan banyak dividen,
tetapi keuntungan modalnya sedikit.
Dari ketiga pandangan di atas, argumen bahwa dividen itu
tidak relevan sulit dibantah, karena ia menerapkan asumsi-asumsi
pasar yang sempurna. Namun pendapat ini memang tidak begitu
sesuai dengan kenyataan sehari-hari mengingat asumsi-asumsinya
yang sangat jarang ditemui dalam dunia nyata. Pandangan ketiga
yang memperhitungkan aspek perpajakan memberikan harapan
apalagi pada saat keuntungan modal masih menerima
keistimewaan perlakuan pajak.
Ada beberapa teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam
menentukan kebijakan dividen yang paling tepat untuk perusahaan. Kolb
(2010) menyebutkan tiga teori sebagai berikut :
a. Residual theory
Penekanan teori ini adalah pada investasi modal dengan
anggapan bahwa dividen merupakan residu (akhir) dari proses
investasi modal (capital investment process). Bertolak dari
anggapan tersebut, maka teori ini menganjurkan agar dividen
dibayarkan dari sisa dana yang digunakan untuk investasi
modal.
b. Indifference theory
Teori ini dilandasi anggapan bahwa dividen bukan
faktor yang relevan terhadap nilai saham. Teori ini dipelopori
oleh Miller dan Modigliani (1961) yang berpendapat bahwa
“hanya pendapatan yang relevan bagi pemegang saham”.
Oleh karena itu, dividen dibayar atau tidak dibayar tidak ada
pengaruhnya bagi kemakmuran bagi pemegang saham. Teori
ini menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:
1) Tidak ada pajak atas dividen dan keuntungan modal.
2) Tidak ada biaya penerbitan (floating cost) jika
mengeluarkan tambahan saham.
3) Tidak ada biaya transaksi.
c. Bird in the hand
Teori ini mengatakan bahwa pemegang saham tidak
peduli (not indifferent) terhadap dividen dan perubahan
pendapatan perusahaan. Bagi pemegang saham, kebijakan
dividen adalah relevan terhadap nilai saham. Teori didukung
oleh Lintner dan Gordon yang mengatakan bahwa pemegang
saham menilai $1 dividen yang diterima lebih tinggi daripada
$1 pendapatan yang ditahan.
13
Setiap perusahaan dalam satu pihak selalu
menginginkan adanya pertumbuhan dalam perusahaan dan
pihak lain yang juga dapat membayar dividen kepada para
pemegang saham, akan tetapi kedua tujuan ini selalu
bertentangan. Semakin tinggi dividen yang dibayarkan berarti
semakin sedikit laba ditahan, sehingga dapat menghambat
pertumbuhan pendapatan dan harga saham perusahaan tersebut.
Jika perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatan
yang diraih perusahaan, berarti pembayaran dividen kepada
para pemegang saham akan semakin kecil.
Keputusan mengenai kebijakan dividen adalah keputusan yang
menyangkut bagaimana cara dan dalam bentuk apa dividen dibayarkan
kepada para pemegang saham. Ada beberapa pola pembayaran dividen
yang dapat dapat dipilih sebagai kebijakan dividen perusahaan. Kolb
(2010) menyebutkan lima pola pembayaran dividen sebagai berikut :
a. Stable and occasionally increasing dividend per share
Kebijakan ini menetapkan dividen saham yang tetap
(stabil) selama tidak ada peningkatan yang permanen dalam
earning power kemampuan membayar dividen. Manajemen
menaikkan dividen hanya jika ia yakin bahwa tingkat yang
lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan secara definitif.
Landasan berpikirnya adalah psikologis pemegang saham, di
mana pemegang saham akan merasa senang bila dividen naik
dan hal ini akan menaikkan perdagangan saham. Sebaliknya,
bila dividen turun pemegang saham akan merasa kecewa dan
hal ini akan menyebabkan perdagangan saham akan menurun.
b. Stable dividend per share
Landasan pemikirannya adalah pasar mungkin akan
menilai suatu saham lebih tinggi bila dividen yang diharapkan
tetap stabil daripada kalau dividen berfluktuasi. Cara ini paling
superior untuk menjaga payout ratio yang stabil. Perusahaan
yang menilai cara ini akan membayar dividen dalam jumlah
yang tetap dari tahun ke tahun, karenanya cara ini disebut pula
stable dollar amount per share. Pola ini paling banyak
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat.
c. Stable payout ratio
Dalam pola ini, jumlah dividen yang dihitung
berdasarkan suatu persentase tetap (constant) dari laba
(earnings). Bila laba berfluktuasi, maka jumlah dividen yang
dibayarkan ikut berfluktuasi.
14
d. Regular dividend plus extra
Dengan cara ini dividen reguler ditetapkan dalam
jumlah yang manajemen yakin mampu dipertahankan tanpa
menghiraukan fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal.
Bila tambahan kas tersedia, perusahaan memberikan dividen
ekstra (bonus) kepada pemegang saham. Cara ini memberikan
fleksibilitas
bagi
perusahaan,
tetapi
menimbulkan
ketidakpastian bagi pemegang saham. Meskipun demikian, cara
ini kemungkinan merupakan pilihan terbaik bagi perusahaan
menurut kondisi yang ada. Cara ini mengakui kandungan
informasi dividen sehingga diharapkan dengan pemberian
bonus (ekstra) dapat menarik minat pembeli yang akhirnya
meningkatkan perdagangan saham.
e. Fluktuating dividend and payout ratio
Dalam metode ini, dividen dan payout ratio berfluktuasi
sesuai dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal
perusahaan setiap periode. Metode ini tampaknya kurang
populer bagi perusahaan go public, namun mungkin cocok bagi
perusahaan kecil atau perseroan tertutup.
6. Prosedur pembayaran dividen
Prosedur dalam pembayaran dividen menurut Ahmad dan Herni
(2010:131-132) sebagai berikut:
a. Tanggal pengumuman (date of declaration)
Tanggal pengumuman adalah tanggal di mana direksi
secara formal mengumumkan kepada para pemegang saham
bahwa dividen akan dibagikan, suatu hutang dividen harus diakui
dan laba yang ditahan berkurang. Dengan demikian kewajiban
membayar dividen timbul pada saat direksi mengumumkan
pembagian dividen.
b. Cum-dividend date
Tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih
melekat hak untuk mendapatkan dividen.
c. Tanggal pemisahan dividen (ex-dividend date)
Tanggal pemisahan dividen adalah batas waktu untuk
menentukan siapa yang berhak menerima dividen. Hanya
investor yang membeli saham sebelum tanggal pemisahan
dividen yang berhak menerima pembagian dividen tunai. Mereka
yang yang melakukan transaksi pada tanggal pemisahan dividen
tidak termasuk dalam kategori penerima dividen. Sebelum
15
tanggal pencatatan, perusahaan sudah harus diberitahukan
apabila terjadi transaksi jual beli atas saham tersebut. Oleh
karena itu, pada bursa internasional disepakati adanya tanggal
pemisahan dividen yaitu tiga hari sebelum tanggal pencatatan.
Setelah tanggal pencatatan, saham tersebut tidak lagi memiliki
hak atas dividen pada tanggal pembayaran.
d. Tanggal pencatatan pemegang saham (date of record)
Tanggal pencatatan adalah tanggal di mana pemilikan
saham ditentukan, sehingga dapat diketahui kepada siapa dividen
dibagikan. Pemegang saham yang mencatatkan dirinya pada
tanggal ini adalah pemegang saham yang menerima dividen pada
tanggal pembayaran. Tidak ada entry yang diperlukan pada
tanggal pencatatan. Tanggal ini hanya digunakan sebagai titik
batas, kepada dividen dibagikan. Penentuan titik batas tidak perlu
dilakukan karena saham perusahaan diperdagangkan di bursa,
sehingga pemiliknya dapat setiap saat berubah. Tentang jumlah
saham yang beredar perusahaan sudah mengetahuinya sejak
dividen diumumkan. Pada saat dividen dibayarkan, hutang dan
kas akan berkurang sehingga perusahaan akan mencatatnya
sebagai pengurangan kedua perkiraan tersebut.
e. Tanggal pembayaran (date of payment)
Pada tanggal ini dividen dibayarkan kepada para pemegang
saham. Setelah memegang dividen, kas didebit dan piutang
dieliminasi. Pembayaran dividen akan dikenakan pemotongan
pajak penghasilan.
Contoh prosedur pembayaran dividen kas
25 Okt
1 Nov
2 Nov
6 Nov
7 Des
Declaration
date
Cum dividend
date
Ex dividend
date
Record
date
Payment
date
Sumber : Ahmad dan Herni (2010:131-132)
A. Harga Saham
1. Pengertian saham
Menurut Rusdin (2006:68) saham adalah “sertifikat yang
menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan dan pemegang saham
memiliki klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan”.
16
Selanjutnya Martono dan Agus (2007:230) berpendapat bahwa
saham adalah “tanda bukti kepemilikan atau penyertaan pemegangnya
atas perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut (emiten)”.
Selain itu saham didefinisikan sebagai “tanda penyertaan atau
pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan
terbatas” (Tjiptono dan Hendy, 2008:6).
Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa
pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga
tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan
yang ditanamkan di perusahaan tersebut.
2. Pengertian harga saham
Harga saham merupakan harga atau nilai uang yang tersedia
dikeluarkan untuk memperoleh kepemilikan atas suatu saham. Menurut
ringkasan data perusahaan pada Badan Pelaksana Pasar Modal, harga
saham merupakan “nilai yang terjadi di bursa setiap saat, selama satu
tahun yang menunjukkan harga tertinggi dan terendah” (Muawiyah 2005:
28).
Menurut Rusdin (2006:109-114) harga saham ada dua yaitu “ketika
pertama kali dijual yaitu pada saat perusahaan melakukan Initial Public
Offering (IPO) dan yang kedua yaitu pada saat dijual di pasar sekunder
(lantai bursa)”.
17
Harga saham adalah “harga suatu saham pada pasar yang sedang
berlangsung, jika bursa sudah tutup maka harga pasar tersebut adalah
harga penutupannya” (Rusdin, 2006).
3. Jenis-jenis saham
Klasifikasi saham dapat dibedakan atas beberapa hal menurut
Tjiptono dan Hendy (2008:8) antara lain:
a. Ditinjau dari cara peralihannya saham dapat dibedakan atas:
1) Saham atas unjuk (bearer stock), artinya pada saham
tersebut tidak tertulis nama pemiliknya agar mudah
dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya.
Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut maka
dialah diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut
hadir dalam RUPS.
2) Saham atas nama (registered stock), merupakan saham
yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, di mana
cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.
b. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak klaim, maka saham
terbagi atas :
1) Saham biasa (common stock), merupakan saham yang
menempatkan pemiliknya paling yunior terhadap
pembagian dividen dan hak atas kekayaan perusahaan
apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa adalah
saham yang tidak mencantumkan nama pemilik dan
kepemilikannya melekat pada pemegang sertifikat tersebut.
Saham biasa tidak menerima hak istimewa. Saham biasa
menanggung risiko terbesar karena pemegang saham biasa
menerima deviden setelah pemegang saham preferen
dibayar dan menerima dividen sepanjang perseroan
memperoleh keuntungan, hak suara pada RUPS sesuai
dengan jumlah saham yang dimiliki (one share one vote),
dan jika perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh
sebagian dari kekayaan perusahaan setelah semua
kewajiban dilunasi, baik untuk para kreditor maupun para
pemegang saham preferen.
2) Saham preferen (preferred stock), merupakan saham yang
memberikan hak untuk mendapatkan dividen lebih dahulu
dari saham biasa dan besarnya deviden tetap. Apabila
perusahaan dilikuidasi, maka pembayaran maksimum
18
sebesar nilai nominal saham setelah para kreditur dan
kemungkinan menerima penghasilan tambahan dalam
pembagian laba perusahaan. Saham preferen memiliki
karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa,
karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga
obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti
yang dikehendaki investor. Saham preferen serupa dengan
saham biasa karena dua hal, yaitu: mewakili kepemilikan
ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang
tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar
dividen. Sedangkan persamaan antara saham preferen
dengan obligasi terletak pada tiga hal, yaitu: ada klaim atas
laba dan aktiva sebelumnya, dividennya tetap selama masa
berlaku dari saham dan memiliki hak tebus dan dapat
dipertukarkan dengan saham biasa. Oleh karena saham
preferen diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan
kepada investor, maka secara praktis saham preferen
dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap
dan karena itu akan bersaing dengan obligasi di pasar.
Walaupun demikian, obligasi perusahaan menduduki
tempat yang lebih senior dibanding dengan saham preferen.
Di samping penghasilan tetap yang dijamin
kotinuitas dan besarnya, dividen tidak dipengaruhi oleh
laba perusahaan. Saham preferen terdiri dari beberapa jenis,
yaitu:
a. Saham preferen kumulatif (cumulative preferred stock)
adalah saham preferen yang memberikan hak kepada
pemiliknya atas pembagian dividen yang sifatnya kumulatif
dalam suatu persentase atau jumlah tertentu, artinya kalau
pada tahun tertentu yang dibayarkan tidak mencukupi atau
tidak dibayar dividen sama sekali, maka akan
diperhitungkan pada tahun-tahun berikutnya, sampai saat
dapat dibagikan dividen. Kumulatif ini tidak berlaku pada
saat perusahaan dilikuidasi.
b. Saham preferen non kumulatif ( non cumulative preferred
stock). Pemegang saham ini mendapatkan prioritas dalam
pembagian dividen hingga suatu persentase atau jumlah
tertentu, tetapi tidak bersifat kumulatif, yaitu dividen tahuntahun sebelumnya yang belum dibayar tidak perlu dilunasi
pada tahun berikutnya. Jadi, jika akan membagi dividen
untuk pemegang saham biasa, kewajiban yang ada hanyalah
membayar dividen saham preferen untuk tahun tersebut.
c. Saham preferen partisipasi ( participating preferred stock).
Pemegang saham ini di samping memeroleh dividen tetap
yang telah ditentukan, juga diberi hak untuk memeroleh
bagian dividen tambahan setelah saham biasa memeroleh
19
jumlah dividen yang sama dengan jumlah yang tetap yang
diperoleh saham preferen. Pemegang saham preferen
partisipasi membagi rata dengan pemegang saham biasa
setiap pembagian laba di luar tingkat yang ditentukan. Jadi,
saham preferen 5%, jika berpartisipasi penuh, akan
menerima tidak hanya pengembalian 5%, tetapi juga
dividen pada tingkat yang sama seperti yang dibayarkan
kepada pemegang saham biasa jika jumlah yang melebihi
5% dari nilai pari atau nilai ditetapkan dibayarkan kepada
pemegang saham biasa.
d. Saham preferen non partisipasi (non participating preferred
stock). Pemegang saham ini setiap tahunnya menerima
dividen terbatas sebesar tarif dividennya.
e. Saham preferen konvertibel (convertible preferred stock).
Saham ini memiliki preferensi untuk ditukar dengan surat
berharga lain. Hak konversi umumnya meliputi pertukaran
saham preferen dengan saham biasa. Dalam hal-hal tertentu,
saham preferen mungkin dapat dikonversi dengan obligasi,
sehingga para investor memiliki kelebihan untuk mengubah
posisis mereka dari pemegang saham menjadi kreditur.
c. Dilihat dari kinerja perdagangan saham biasa maka saham dapat
dikategorikan atas:
1) Saham unggulan (blue-chip stock), yaitu saham biasa dari
suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai
pemimpin di industri sejenis, memiliki pendapatan yang
stabil dan konsisten dalam membayar dividen.
2) Saham pendapatan (income stock), yaitu saham dari suatu
emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih
tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun
sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu
menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara
teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka
menekan laba dan tidak mementingkan potensi
pertumbuhan harga saham (P/E ratio).
3) Saham pertumbuhan (growth stock (well-known)), yaitu
saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan
yang tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis yang
mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth
stock (lesser-known) yaitu saham dari emiten yang tidak
sebagai pemimpin dalam industri namun memiliki ciri
umumnya saham ini berasal dari daerah dan kurang populer
di kalangan emiten.
4) Saham spekulatif (speculative stock), yaitu saham suatu
perusahaan yang tidak bisa secara konsisten menerima
penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai
20
kemampuan penghasilan yang tinggi di masa mendatang,
meskipun belum pasti.
5) Saham siklikal (cyclical stock), yaitu saham yang tidak
terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi
bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi harga saham
ini cukup tinggi, di mana emitennya mampu memberikan
dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten
dalam menerima penghasilan yang tinggi pada masa resesi.
Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang
sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat misalnya rokok,
barang konsumsi dan lain-lain.
4. Faktor-faktor yang memengaruhi harga saham
Ada beberapa faktor-faktor yang harus disadari oleh setiap
investor. Faktor-faktor tersebutlah yang menjadi salah satu daya yang
memicu berfluktuasinya harga saham. Ada faktor yang bersifat mikro, ada
juga yang bersifat makro. Yang dimaksud dengan faktor mikro adalah
faktor-faktor yang dampaknya hanya terhadap beberapa jenis saham saja.
Sedangkan faktor makro adalah faktor penyebab yang berdampak pada
semua saham (keseluruhan bursa) termasuk juga perekonomian secara
menyeluruh. Faktor-faktor penggerak harga saham itu menurut Ali
(2007:116-125) antara lain:
a. Kondisi fundamental emiten
Faktor fundamental adalah faktor yang berkaitan
langsung dengan kinerja saham itu sendiri. Informasi penting
yang dapat digunakan investor untuk menilai kinerja
perusahaan adalah laba. Semakin baik kinerja emiten maka
semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham,
begitu juga sebaliknya. Selain itu keadaan emiten akan menjadi
tolak ukur seberapa besar risiko yang akan ditanggung oleh
investor. Saham-saham yang bagus, alias saham blue chip,
tentu memiliki risiko yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan jenis saham lainnya. Ini karena faktor fundamental
perusahaan penerbitnya sangatlah bagus. Baik itu kondisi
keuangannya, strategi bisnisnya, produknya, manajemennya
21
b.
c.
d.
e.
hingga keunggulan lainnya yang bersifat comparative
advantage.
Hukum permintaan dan penawaran
Begitu investor tahu kondisi fundamental perusahaan
tentunya mereka akan melakukan transaksi jual maupun beli.
Transaksi-transaksi inilah yang akan memengaruhi fluktuasi
harga saham perlu diwaspadai juga bahwa kenaikan harga
karena permintaan yang banyak atau penawaran yang sedikit
akan berlangsung terus sebab pada suatu titik harga saham akan
menjadi terlalu mahal.
Tingkat suku bunga
Faktor suku bunga ini penting untuk diperhatikan
karena rata-rata semua orang, termasuk investor saham, selalu
mengharapkan hasil investasi yang lebih besar. Dengan adanya
perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai
sarana investasi akan mengalami perubahan. Ada yang
cenderung naik, ada juga yang cenderung turun. Yang
mengalami kecenderungan naik, misalnya investasi di pasar
uang seperti tabungan, deposito, valuta asing dan sebagainya.
Yang di maksud suku bunga disini adalah suku bunga
yang diberlakukan Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral
dengan mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Pemerintah melalui BI akan menaikkan tingkat suku bunga
guna mengontrol peredaran uang di masyarakat atau dalam arti
luas mengontrol perekonomian nasional. Ini sering disebut
dengan kebijakan moneter. Selain kebjakan moneter,
pemerintah juga bisa mengeluarkan kebijakan fiskal seperti
pajak dan sebagainya.
Valuta asing
Dalam kehidupan perekonomian global dewasa ini
hampir tak ada satupun negara di dunia yang bisa menghindari
perekonomianya dari pengaruh pergerakan valuta asing,
khususnya terhadap pengaruh US dollar. Karena dollar
Amerika telah menjadi semacam mata uang internasional maka
mau tidak mau setiap negara harus mengendalikan mata uang
ini. Contoh sederhana semua negara pasti mencadangkan
devisanya dalam bentuk dollar Amerika. Selain itu, kegiatan
ekspor maupun impor selalu berpatokan pada mata uang ini.
Ketika suku bunga dollar Amerika naik, maka para investor,
terutama investor asing, mereka mengharapkan keuntungan.
Mereka akan berbondong-bondong menjual sahamnya untuk
ditempatkan di bank dalam bentuk dollar Amerika. Otomatis
harga saham menjadi turun.
Dana asing di bursa
Jika suatu bursa dikuasai oleh investor asing maka ada
kecenderungan transaksi saham sedikit banyak tergantung pada
22
investor asing tersebut. Investor lokal pun akan banyak menjadi
pengikut investor asing. Jika ada aksi, baik jual maupun beli,
yang dilakukan investor asing maka merka akan melakukan hal
yang sama. Dengan semakin besarnya dana yang ditanamkan
investor asing, hal itu menandakan bahwa kondisi investasi di
Indonesia telah kondusif, yang berarti pertumbuhan ekonomi
tidak lagi negatif yang tentu saja akan merangsang kemampuan
emiten untuk mencetak laba. Sebaliknya, jika investasi asing
berkurang, ada perkiraan bahwa mereka sedang ragu atas
negeri ini, baik atas keadaan sosial, politik maupun
keamanannya. Jadi, besar kecilnya investasi dana asing di bursa
akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham.
f. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Sebenarnya IHSG telah mencerminkan kondisi
keseluruhan transaksi bursa saham yang terjadi jika
dibandingkan menjadi ukuran kenaikan maupun penurunan
harga saham. Karena bursa saham merupakan salah satu
indikator perekonomian sebuah negera maka diperlukanlah
sebuah standar perhitungan tentang transaksi yang terjadi
dalam bursa sepanjang periode tertentu. Perhitungan ini yang
akan dipergunakan sebagai tolak ukur kondisi perekonomian
dan investasi suatu negara.
g. News dan rumors
Yang dimaksud news dan romors disini adalah semua
berita yang beredar di tengah masyarakat yang menyangkut
berbagai hal baik itu masalah ekonomi, sosial, poitik,
keamanan, hingga berita seputar rencana reshuffle kabinet.
Dengan adanya berita tersebut para investor bisa memrediksi
seberapa kondusif keadaan negeri ini sehingga kegiatan
investasi bisa dilaksanakan. Ini akan berdampak pada
pergerakan harga saham di bursa.
Sedangkan rumors adalah berita-berita yang belum
tentu benar yang terkadang juga terselip di antara news
berbagai media massa. Misalnya isu-isu seputar penurunan
presiden di tengah jalan, isu bom dan sebagainya. Pernyataanpernyataan politik yang seadanya yang keluar dari mulut
politikus juga bisa dikelompokkan pada rumors. Tak berarti
banyak pengamat ekonomi yang menyayangkan pernyataan
dari para elit politik yang justru merugikan pasar.
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi harga saham seperti yang
dikemukakan oleh Weston dan Brigham (2006:26) yang berpendapat
bahwa saham perusahaan tergantung pada faktor-faktor berikut:
23
1. Proyeksi laba per saham.
2. Saat diperolehnya laba.
3. Tingkat risiko dari proyeksi laba.
4. Proporsi utang perusahaan.
5. Kebijakan pembagian dividen.
Menurut Brigham dkk (2006) ada beberapa faktor yang
memengaruhi harga saham sebagai berikut:
1. Laba per saham
Semakin tinggi laba per saham yang diberikan perusahaan
maka para investor akan semakin percaya bahwa perusahaan
akan memberikan pengembalian yang cukup baik. Akibatnya
akan terjadi investasi yang lebih besar yang dapat
meningkatkan harga saham perusahaan.
2. Tingkat bunga
Tingkat bunga memengaruhi harga saham dengan cara
sebagai berikut:
a. Tingkat bunga memberikan pengaruh terhadap
persaingan antara saham dan obligasi di pasar modal, di
mana bila tingkat suku bunga naik para investor akan
menerima hasil yang lebih besar dari obligasi sehingga
mereka lebih tertarik untuk membeli obligasi daripada
saham, yang akan menyebabkan harga saham turun dan
sebaliknya.
b. Tingkat bunga memengaruhi laba perusahaan, hal
tersebut karena:
1) Bunga adalah biaya, semakin tinggi tingkat suku
bunga semakin rendah laba perusahaan.
2) Suku bunga memengaruhi kegiatan ekonomi maka
akan memengaruhi laba perusahaan.
3. Dividen tunai yang dibagikan
Sebagai salah satu faktor yang memengaruhi harga saham,
maka pembagian dividen yang meningkat dan besar merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan dari
pemegang saham karena jumlah dividen tunai yang semakin
besar dapat menarik investor sehingga harga saham meningkat.
4. Jumlah laba yang diperoleh perusahaan
Investor dalam melakukan investasi terhadap suatu
perusahaan, hal utama yang menjadi bahan pertimbangan
adalah profit yang dihasilkannya maka hal ini memengaruhi
harga saham.
5. Risiko dan pengembalian
Tingginya perencanaan terhadap laba akan menyebabkan
tingginya risiko yang akan dihadapi (high risk high return).
Semakin tinggi risiko guna mencapai laba yang tinggi maka
24
akan semakin tinggi tingkat pengembalian saham yang diterima
maka hal ini akan berpengaruh terhadap harga saham.
5. Metode-Metode Analisis Investasi
Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis atau
memrediksi pergerakan terhadap suatu harga saham jumlahnya sangat
banyak bahkan mungkin ribuan. Di antaranya merupakan analisis yang
rumit yang tidak mudah dipahami oleh investor individu yang kebanyakan
bukan kaum profesional di bidang ini. Beberapa metode analisis yang
mudah dipahami dan cukup efektif untuk diaplikasikan menurut Tryfino
(2009:8-9) antara lain:
a. Analisis fundamental
Analisis fundamental adalah metode analisis
berdasarkan kinerja keuangan suatu perusahaan. Analisis ini
bertujuan untuk memastikan bahwa saham yang dibeli
merupakan saham perusahaan yang berkinerja baik. Analisis
fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian
saham dengan mengamati berbagai indikator terkait kondisi
makro ekonomi dan kondisi suatu perusahaan, termasuk
berbagai indikator keuangan dan manajemen perusahaan.
Dengan demikian, analisis fundamental merupakan analisis
yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau
memroyeksikan nilai suatu saham. Beberapa data atau indikator
yang umum digunakan adalah pendapatan, laba, pertumbuhan
penjualan, imbal hasil atau pengembalian atas ekuitas (return
on equity), margin laba (profit margin) dan data-data keuangan
lainnya sebagai sarana untuk menilai kinerja perusahaan dan
potensi pertumbuhan perusahaan di masa mendatang.
Beberapa analisis fundamental yang cukup efektif
dipahami dan digunakan menurut Tryfino (2009:9) antara lain:
1) Book Value (BV)
Book value adalah nilai atau harga buku per lembar dari
suatu saham yang diterbitkan. Book value per lembar saham
yang diterbitkan pada dasarnya mewakili jumlah aset atau
ekuitas yang dimiliki perusahaan tersebut. Cara menghitung
book value adalah total ekuitas suatu perusahaan dibagi
dengan jumlah saham yang beredar. Metode analisis ini
25
digunakan untuk mengetahui kapasitas dari harga per
lembar suatu saham dan sebagai tolak ukur dalam
menentukan wajar atau tidaknya harga saham di pasar
(maket value).
2) Price to Book Value (PBV)
Price to Book Value (PBV) adalah rasio atau perbandingan
antara market value (harga atau nilai pasar) dibagi dengan
book value (harga atau nilai buku). Metode analisis ini
digunakan untuk melengkapi analisis book value dan dapat
membandingkan langsung book value dari suatu saham
dengan market value-nya maka investor dapat mengetahui
langsung sudah berapa kali market value suatu saham
dihargai dari book value-nya.
3) Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) adalah rasio antara laba bersih
suatu perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang
beredar. Rasio ini dapat digunakan untuk menghitung laba
atau keuntungan bersih yang diperoleh dari selembar saham
dan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam
menghasilkan laba.
4) Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) adalah rasio antara market value
(harga atau nilai pasar) dibagi dengan EPS. Rasio ini dapat
digunakan untuk menghitung tingkat pengembalian modal
yang diinvestasikan pada suatu saham atau menghitung
kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba.
Metode analisis ini bertujuan untuk memrediksi kapan atau
berapa kali laba yang dihasilkan perusahaan dibandingkan
dengan harga sahamnya pada periode tertentu.
b. Analisis teknikal
Analisis teknikal adalah metode analisis berdasarkan
pergerakan harga saham sesuai dengan kemungkinan teknis
dari historikal data statistik pergerakannya pada jangka waktu
tertentu. Analisis ini sebagai pelengkap dari analisis
fundamental. Analisis teknikal merupakan salah satu metode
yang digunakan untuk menilai saham, di mana dengan metode
ini para analis melakukan evaluasi saham berbasis pada datadata statistik yang dihasilkan dari aktivitas perdagangan saham,
seperti harga saham dan volume transaksi. Dengan berbagai
grafik yang ada serta pola-pola grafik yang terbentuk, analisis
teknikal mencoba memrediksi arah pergerakan saham ke
depan.
Analisis teknikal atau sering disebut chartist percaya
bahwa perkembangan atau kinerja saham dan pasar di masa
lalu merupakan cermin kinerja ke depan. Dengan kata lain,
mereka percaya sejarah akan terulang kembali.
26
Beberapa teori metode analisis yang cukup sederhana
dan efektif digunakan untuk menganalisis pergerakan suatu
saham adalah Moving Average Convergence Divergence
(MACD), Stochastic Oscillator dan Trendlines.
Moving Average Convergence Divergence (MACD)
adalah metode analisis yang ditemukan oleh Gerald Appel
untuk menganalisis sinyal perubahan kecenderungan dan
memberi indikasi arah kecenderungannya. Stochastic
Oscillator adalah metode analisis yang menggunakan teknik
analisis kecepatan harga. Trendlines adalah metode analisis
dengan menarik garis lurus dalam periode waktu tertentu baik
pada harga di puncak maupun di dasar.
B. Hubungan Earning Per Share (EPS) Terhadap Harga Saham
Rasio EPS memberikan gambaran mengenai kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan bersih dalam setiap lembar saham selama
suatu periode tertentu. Kenaikan atau penurunan EPS dari tahun ke tahun
adalah ukuran penting untuk mengetahui baik tidaknya pekerjaan yang
dilakukan perusahaan. EPS yang tinggi akan diminati oleh investor sehingga
harga saham juga akan meningkat. EPS yang tinggi menandakan bahwa
perusahaan dapat memberikan tingkat kemakmuran kepada para pemegang
saham, sebaliknya EPS yang rendah menandakan bahwa perusahaan gagal
dalam memberikan tingkat kemakmuran kepada pemegang saham.
Secara teori semakin tinggi EPS maka harga saham cenderung naik.
EPS
yang
tinggi
menandakan
bahwa
perusahaan
tersebut
berhasil
meningkatkan taraf kemakmuran investor dan dalam hal ini akan mendorong
investor untuk menambah modal yang ditanamkan pada perusahaan tersebut.
Pada akhirnya peningkatan jumlah permintaan terhadap saham akan naik dan
mendorong harga saham juga akan naik
27
Rasio ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap harga saham, ketika
EPS meningkat maka harga saham juga akan meningkat demikian pula
sebaliknya.
Mohamad (2005) meneliti pengaruh Earning Per Share (EPS) dan
pertumbuhan penjualan terhadap harga saham. Penelitian ini mengambil
populasi semua perusahaan makanan dan minuman dari tahun 2000-2003.
Penelitian ini mengemukakan bahwa secara parsial EPS berpengaruh secara
signifikan terhadap perubahan harga saham dan pertumbuhan penjualan tidak
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan makanan dan minuman.
Namun secara simultan EPS dan pertumbuhan penjualan berpengaruh
terhadap harga saham.
C. Hubungan Hutang Terhadap Harga Saham
Kebutuhan untuk “menyeimbangkan antara keuntungan dengan biaya
penggunaan utang melahirkan teori static trade off” (Myers, 1984).
Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan namun hanya sampai
titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru akan
menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan
hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya bankruptcy dan agency
problem. Titik balik tersebut disebut struktur modal yang optimal yang
menunjukkan jumlah hutang perusahaan yang optimal.
Penggunaan hutang untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan akan
menghasilkan keuntungan dan dapat berdampak pada kerugian yang tidak lain
28
adalah risiko dari penggunaan hutang. Hutang menyebabkan beban yang
bersifat tetap yaitu beban bunga dan pokok pinjaman. Beban bunga
merupakan elemen yang dapat mengurangi pajak penghasilan. Dengan
demikian akan meningkatkan laba perusahaan. Dengan meningkatnya laba
perusahaan maka investor akan tertarik untuk berinvestasi sehingga harga
saham perusahaan akan meningkat.
Leverage perusahaan sangat bergantung kepada investasi dan struktur
pembiayaan perusahaan. Dengan investasi yang besar menyebabkan biaya
tetap menjadi besar, sehingga akan meningkatkan risiko operasi. Sementara itu
dengan struktur permodalan hutang yang jauh lebih besar dari modal sendiri
atau DER (Debt Equity Ratio) yang tinggi tentu akan meningkatkan risiko
pembiayaan. Risiko pembiayaan yang tinggi tentunya juga akan meningkatkan
cost of equity (bunga pinjaman) tinggi yang nantinya akan meningkatkan cost
of capital perusahaan. DER yang optimal tercermin dari cost of capital yang
rendah dan selanjutnya dengan cost of capital yang rendah akan meningkatkan
value of stock. Dapat disimpulkan adanya hubungan positif antara DER
dengan value of stock.
Penelitian terdahulu seperti Sugeng Sulistiono (1994) dan Sulaiman
(1995) menunjukkan bahwa terjadi suatu reaksi antara harga saham dengan
ukuran sampai sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap (utang dan saham
preferen) yang diukur dengan financial leverage. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa perusahaan yang menggunakan hutang semakin banyak, maka
semakin besar beban tetap yang berupa bunga dan angsuran pokok pinjaman
29
yang harus dibayar. Jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang
lebih rendah dari biaya tetapnya. Akibatnya, dividen yang akan diterima
pemegang saham semakin kecil. Jadi, semakin besar tingkat financial leverage
perusahaan, makin tinggi risiko finansialnya, sehingga tinggi rendahnya
volume perdagangan saham dipengaruhi pula oleh tingkat leverage ratio.
D. Hubungan Kebijakan Pembayaran Dividen Terhadap Harga Saham
Pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukkan prospek
perusahaan yang bagus sehingga investor akan merespon positif dan nilai
(harga saham) perusahaan akan meningkat.
Hubungan positif antara kebijakan pembayaran dividen dan pergerakan
harga saham telah didokumentasikan oleh beberapa peneliti. Studi klasik yang
dilakukan oleh Lintner (1956) mendapatkan hasil sebagai berikut: “1)
perusahaan lebih menekankan pembayaran dividen yang stabil; dan 2)
earning merupakan faktor penentu utama dalam kebijakan dividen”. Aharony
dan Swary (1980) mengemukakan bahwa “pengumuman peningkatan
pembayaran dividen bersamaan dengan pengumuman earning triwulan
memberikan informasi yang berguna sehingga terjadi peningkatan harga
saham”.
Menurut Sharpe dan kawan-kawan (1997), perubahan dividen adalah
“pengumuman kenaikan dividen yang merupakan tanda bahwa manajemen
telah menaikkan pendapatan masa depan perusahaan”. Oleh karena itu,
pengumuman kenaikan dividen merupakan kabar baik dan pada gilirannya
30
akan menaikkan ekspektasi mereka mengenai pendapatan perusahaan. Hal ini
merupakan suatu implikasi bahwa pengumuman kenaikan dividen akan
menyebabkan kenaikan harga saham perusahaan”.
Dari sisi investor, dividen merupakan salah satu penyebab timbulnya
motivasi investor untuk menanamkan dananya di pasar modal. Investor lebih
menyukai dividen daripada capital gain, alasannya adalah dividen merupakan
penerimaan yang lebih pasti disbanding capital gain. Capital gain adalah
jumlah kelebihan harga jual atas harga beli saham. prilaku ini oleh GordonLintner sebagai the bird in the hand theory, yang mengkiaskan bahwa satu
burung di tangan lebih berharga dibanding seribu burung di udara.
Menurut penelitian Sujoko dan Ugy (2007) menyatakan bahwa
pembayaran dividen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
saham (harga saham) perusahaan. Hasil penelitian Sujoko (1999) juga
menyatakan bahwa pembayaran dividen berpengaruh positif terhadap return
(pengembalian) saham.
E. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Mohamad (2005) meneliti pengaruh Earning Per Share (EPS) dan
pertumbuhan penjualan terhadap harga saham. Penelitian ini mengambil
populasi semua perusahaan makanan dan minuman dari tahun 2000-2003.
Penelitian ini mengemukakan bahwa secara parsial EPS berpengaruh secara
signifikan terhadap perubahan harga saham dan pertumbuhan penjualan tidak
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan makanan dan minuman.
31
Namun secara simultan EPS dan pertumbuhan penjualan berpengaruh
terhadap harga saham.
Sarjana (1990) dalam Imron (2002), meneliti pengaruh Earning Per
Share (EPS) dan Dividend per share (DPS) terhadap harga saham biasa
dengan menggunakan data Earning Per Share (EPS) dan Dividend Per Share
(DPS) terhadap harga saham rata-rata dari 20 perusahaan yang go public yang
diamati selama lima tahun (1984-1988) dengan menggunakan uji t dan uji f.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Earning Per Share (EPS) dan
Dividend Per Share (DPS) berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Sujoko dan Ugy (2007) meneliti tentang pengaruh struktur
kepemilikan saham, leverage, faktor intern dan faktor ekstern terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan manufaktur dan non manufaktur di BEJ periode
2000-2004.
Dari
penelitian
tersebut
menyatakan
bahwa
leverage
(perbandingan nilai hutang dengan nilai modal sendiri perusahaan) memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai (harga saham) perusahaan.
Hasil penelitian ini mendukung teori struktur modal model trade off yang
menyatakan bahwa jumlah hutang yang semakin meningkat akan menurunkan
nilai perusahaan.
Menurut penelitian Sujoko dan Ugy (2007) menyatakan bahwa
pembayaran dividen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
saham (harga saham) perusahaan. Hasil penelitian Sujoko (1999) juga
menyatakan bahwa pembayaran dividen berpengaruh positif terhadap return
(pengembalian) saham.
Download