10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bengkel Menurut Kamus Bahasa Indonesia Online, bengkel memiliki arti tempat memperbaiki mobil, sepeda, dsb. Pabrik kecil dan tempat melakukan suatu kegiatan dengan arah dan tujuan yang pasti. Bengkel otomotif adalah tempat dimana kendaraan diperbaiki oleh teknisi atau tenaga mekanik. Bengkel dapat dibagi menjadi bengkel repair shop dan body shop. Bengkel repair shop melakukan pekerjaan seperti perbaikan mesin kendaraan, rem, knalpot, transmisi, ban, kaca mobil dan penggantian oli. Bengkel body shop melakukan pekerjaan seperti perbaikan cat terhadap goresan, lecet dan penyok terhadap kerusakan kendaraan serta kerusakan yang disebabkan oleh tabrakan dan kecelakaan besar. Dalam rangka untuk memastikan kualitas tinggi, perbaikan permanen membutuhkan kendaraan untuk ditinggal selama beberapa hari karena seluruh panel akan dicat ulang. Sebuah bengkel pelanggannya antara lain: menawarkan beberapa kategori jasa utama kepada 11 a. Mekanik b. Ketok dan cat (denting dan painting) c. Wheel Alignment & Balancing d. High Pressure Cleaning Tabel dibawah menunjukkan gambaran besar dari jasa utama yang ditawarkan oleh bengkel pada kategori mekanik, ketok dan cat (SMEDA Pre-Feasibillity Study, 2004:6-7). Tabel 2.1Jasa Utama Bengkel SMEDA Pre-Feasibility Study (2004:6-7) MEKANIK KETOK DAN CAT - Perawatan - Perbaikkan kosmetik - Perbaikkan besar - Perbaikkan kecelakaan - Restorasi badan mobil Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan bisnis bengkel antara lain (SMEDA Pre-Feasibility Study, 2004:4-5): a. Hands on experience Memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik dan cermat yang tentunya berhubungan dengan rincian teknis dalam bisnis bengkel. Memiliki pengalaman merupakan kunci utama yang mempengaruhi kesuksesan manajemen. b. Marketing Skill Perusahaan harus memiliki public relation dan kemampuan pemasaran yang baik. Dengan kemampuan pemasaran yang cermat dapat mengembangkan 12 kegiatan bisnis untuk mencapai pelanggan yang tepat dan menjaga data pelanggan yang sudah ada. c. Technical Skill Kemampuan teknis terutama dalam melakukan perbaikkan mesin dan roda kendaraan yang menggunakan teknologi komputer. Para pegawai sebaiknya mendapatkan pelatihan secara rutin dalam menggunakan peralatan terutama peralatan yang menggunakan teknologi komputer. 2.2 Competitive Forces Dalam merumuskan strategi bersaing, suatu perusahaan harus memperhatikan lingkungan sekitarnya. Meskipun lingkungan perusahaan itu luas akan tetapi kunci dari lingkungan perusahaan itu adalah industri dimana perusahaan itu bergerak. Struktur industri memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan aturan bersaing serta strategi bersaing perusahaan. Kekuatan diluar perusahaan memiliki pengaruh terhadap semua perusahaan dalam suatu industri. Oleh karena itu, kuncinya adalah menemukan kemampuan internal perusahaan dalam menghadapi kekuatan tersebut. Situasi kompetisi dalam suatu industri tergantung dari lima kekuatan kompetitif dimana keuntungan dilihat dalam jangka panjang. Lima kekuatan yang mendorong kompetisi dalam suatu industri adalah sebagai berikut (Porter, 2004:3): 13 Gambar 2.1 Porter’s Five Forces (2004:4) a. Persaingan kompetitif Langkah pertama yang dapat dilakukan mengetahui situasi kompetisi dalam industri. Ketika suatu industri mudah untuk dimasuki maka persaingan yang terjadi tinggi. Ketika pelanggan mudah berpindah dari satu produk ke produk lainnya maka persaingan yang terjadi juga tinggi. Secara garis besar, persaingan akan tinggi ketika sedikitnya diferensiasi produk. Para pesaing memiliki kekuatan dan kemampuan yang sama. Para pemain dalam industri melakukan strategi bersaing yang sama. 14 b. Kekuatan pemasok. Pemasok merupakan esensi dari kesuksesan suatu perusahaan. Material dasar dibutuhkan untuk menyelesaikan produk yang diproduksi oleh perusahaan. Kekuatan pemasok dapat dilihat ketika pemasok yang menyediakan material dasar hanya satu atau beberapa. Ketika biaya yang dibutuhkan untuk berpindah dari pemasok satu ke yang lainnya mahal. c. Kekuatan pembeli. Pembeli atau pelanggan dapat memiliki pengaruh dan kontrol terhadap suatu industri pada kondisi tertentu. Kekuatan pembeli dapat dilihat ketika perpindahan ke produk lain tidak mahal. Selain itu dapat dilihat dari apakah pelanggan sensitif terhadap perubahan harga, sedikitnya diferensiasi produk, dan mudah ditemukan produk penggantinya. d. Produk substitusi. Ada atau tidak adanya alternatif produk yang dapat dibeli oleh pelanggan dengan kelebihan yang sama. Ancaman produk substitusi akan tinggi ketika harga produk substitusi lebih murah, pelanggan dapat beralih dan mudah bagi pelanggan untuk berpindah dari satu produk ke produk lainnya. e. Masuknya pemain baru. Masuknya pemain baru dalam suatu industri membawa kapasitas baru dan keinginan untuk memperoleh pangsa pasar. Masuknya pemain baru tergantung dari besarnya halangan untuk masuk. Ketika halangan tinggi maka ancaman 15 masuknya pemain baru kecil. Sedangkan, ancaman masuknya pemain akan tinggi ketika suatu perusahaan mudah untuk masuk kedalam industri tersebut. 2.3 Jasa Dengan semakin berkembangnya ekonomi, baik perusahaan produk maupun jasa mulai mengembangkan faktor jasa dalam kegiatan bisnis mereka. Perusahaan manufaktur, distribusi, dan retailer mulai menyediakan value-added service ataupun customer service untuk membedakan diri mereka. Definisi jasa pada mulanya berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan seorang pelayan untuk majikannya. Lambat laun, pengertian yang lebih luas mulai berkembang menjadi suatu tindakan melayani, membantu, atau menguntungkan yang dilakukan untuk kesejahteraan atau keuntungan pihak lain. Menurut Kotler dan Keller (2009), jasa adalah segala tindakan atau performa yang ditawarkan satu pihak untuk kepentingan pihak lain yang memiliki sifat tidak berwujud dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan. Menurut Vargo dan Lusch (2004), jasa berarti menerapkan kompetensi khusus baik itu keterampilan maupun pengetahuan melalui tindakan, perbuatan, proses dan performa yang ditujukan untuk keuntungan orang lain (Vargo and Lusch, 2004:334). Lovelock (2007) menjelaskan jasa sebagai kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lainnya, pada umumnya merupakan suatu performa pada waktu tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan oleh penerimanya atau 16 pemilik yang bertanggung jawab atas objek atau aset tertentu. Dengan mengorbankan uang, waktu, dan usaha, pengguna jasa mengharapkan untuk menerima nilai dari barang, tenaga kerja, tenaga ahli, fasilitas, jaringan, dan sistem. Akan tetapi, pengguna jasa biasanya tidak memiliki kepemilikan atas semua elemen yang terlibat. Marketing of services (pemasaran jasa) dan marketing through service (pemasaran melalui jasa) memiliki pengertian yang berbeda. Kedua aktivitas pemasaran ini mengandung jasa dalam lingkup yang berbeda. Perlu dipahami bahwa penawaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan dibagi atas elemen core product (produk utama) dan elemen supplementary service (jasa tambahan). Oleh karena itu, jasa dalam marketing through service merupakan salah satu unsur pendukung yang digunakan untuk membantu penjualan produk sedangkan jasa merupakan core product dalam marketing of services. Solomon (2007) menyatakan bahwa pemasaran jasa mengacu pada pemasaran kegiatan dan proses bukan objek atau benda. Jasa dalam marketing through service merupakan salah satu strategi pemasaran perusahaan dalam usaha meningkatkan penjualan produk mereka. Core Product perusahaan tetaplah produk secara fisik dimana terjadi perpindahan kepemilikkan dari penjual ke pembeli. Servis menjadi nilai tambah yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan seperti jasa instalasi, pengiriman, perawatan dan konsultasi. Semua aktivitas ini merupakan tambahan yang dapat diperoleh oleh pelanggan secara gratis (Lovelock and Wirts, 2007:14-21). Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa pengertian jasa mengarah pada kegiatan atau proses yang dilakukan oleh suatu perusahaan dan ditujukan untuk 17 memenuhi kebutuhan serta keinginan pengguna jasa. Dalam proses penyampaiannya, perusahaan berperan sebagai wadah untuk melayani pelanggan, sistem serta karyawan perusahaan memfasilitasi proses pelayanan. Dan segala elemen yang terlibat dalam proses pelayanan tidak terjadi perpindahan kepemilikkan. Theodire Levitt dalam buku Management Marketing (2009) mengatakan bahwa tidak ada industri jasa dalam dunia ini melainkan seberapa besar komponen jasa suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Terdapat lima kategori yang dapat membedakan (Kotler dan Keller, 2006:387-388): 1. Pure tangible good atau Murni Produk Produk merupakan penawaran utama yang dilakukan oleh perusahaan. Tidak ada jasa yang melengkapi produk seperti ban mobil, oli kendaraan, dan accu mobil. 2. Tangible good with accompanying services atau produk yang dilengkapi jasa Penawaran produk yang dilakukan oleh perusahaan disertai oleh satu atau dua jasa. Semakin tinggi teknologi yang digunakan, semakin besar kebutuhan akan pendukung jasa seperti agen tunggal pemegang merek mobil. 3. Hybrid Penawaran produk dan jasa memiliki nilai yang sama. Contohnya, orang yang datang berkunjung ke bengkel selain melakukan perbaikkan mobil, proses penerimaan dan karyawan bengkel memegang peranan penting. 18 4. Major service with accompanying minor goods and services Perusahaan memberikan penawaran mayoritas jasa dengan produk sebagai pendukung seperti jasa asuransi mobil kendaraan. 5. Pure Service Perusahaan hanya bergerak dalam jasa. 2.3.1 Karakteristik Jasa Jasa memiliki perbedaan karakteristik yang mempengaruhi perancangan program pemasaran antara lain intangibility, inseparability, variability dan perishability (Kotler and Keller, 2009:389-392). a. Intangibility Berbeda dengan produk, jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, disentuh, didengar atau dicium sebelum dibeli. Pemasar dari penawaran yang tidak berwujud harus mengembangkan bukti nyata (Vargo dan Lusch, 2004:328). Untuk mengurangi ketidakpastian, penyedia jasa harus mampu mewujudkan sesuatu yang tidak berwujud. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan bukti kualitas jasa melalui tempat, orang, peralatan, materi komunikasi, simbol dan harga. 19 b. Inseparability Inseparability mewakili kriteria yaitu manusia merupakan bagian dari produk dan keterlibatan dari pelanggan (Vargo and Lusch, 2004:329). Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasa atau service provider. Jasa diproduksi pada waktu pembelian (point of purchase) antara pelanggan dan karyawan dalam suatu perusahaan jasa. Ketika pelanggan berkunjung ke bengkel, waktu menunggu, proses perbaikkan, serta teknisi yang memperbaiki merupakan bagian dari proses produksi jasa dan tidak dapat dipisahkan. c. Variability Fokus dari variabilitas adalah standarisasi. Manusia terlibat dalam penyediaan jasa. Dengan adanya standar, perusahaan dapat menjaga kualitas. Kualitas jasa dipengaruhi oleh siapa yang memberikan jasa, kapan dan dimana, kepada siapa, oleh karena itu variasi jasa tinggi. Konsistensi dari pegawai sulit untuk dipastikan. Apa yang disampaikan ke pelanggan bisa berbeda dengan apa yang diterima oleh pelanggan. Pembeli jasa juga sadar akan variasi ini dan sering membicarakan dengan orang lain jasa mana yang akan mereka gunakan. d. Perishability Jasa tidak dapat disimpan, sehingga sifat jasa yang mudah lenyap dapat menjadi masalah ketika permintaan akan jasa tersebut meningkat. Suatu perusahaan membutuhkan strategi untuk mengatur kesesuaian antara 20 permintaan dan penawaran jasa untuk memudahkan perusahaan dalam mengatur kapasitasnya. Jasa harus tersedia untuk pelanggan pada waktu dan tempat yang tepat dan harga yang sesuai untuk meningkatkan keuntungan. 2.4 Kepuasan Pelanggan Keberadaan pelanggan bagi suatu perusahaan telah menjadi hal yang penting bagi kelangsungan dan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang. Zairi (2000) mengatakan pelanggan merupakan tujuan dari apa yang kita lakukan dan bukan pelanggan yang bergantung pada kita melainkan kita yang bergantung pada pelanggan. Perusahaan haruslah melihat kebutuhan dan keinginan dari pelanggan mereka untuk menjadi sukses. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan dipandang sebagai kunci utama kesuksesan dan daya saing jangka panjang. Secara konsep, kepuasan pelanggan merupakan hasil dari pembelian dan penggunaan yang merupakan perbandingan pelanggan akan imbalan dan biaya atas pembelian. Secara operasional, kepuasan berarti tanggapan terhadap keseluruhan kepuasan atas segala atribut dalam produk atau jasa (Churchill, 1982:493). Menurut Hansemark dan Albinsson (2004), kepuasan adalah keseluruhan sikap pelanggan terhadap penyedia jasa atau sebuah reaksi emosional atas perbedaan antara antisipasi pelanggan dan apa yang diterima oleh pelanggan. Semakin tinggi tingkat kepuasan 21 pelanggan diyakini sebagai indikator dari keuntungan perusahaan di masa depan (Kotler, 1991:19). Hoyer dan MacInnis (2001) mengatakan kepuasan berhubungan dengan perasaan diterima, kesenangan, kelegaan, dan kegembiraan. Kotler (2000) berpendapat bahwa kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang karena hasil perbandingan performa suatu produk yang diterima (hasil) dengan harapannya. Ketika performa jasa jauh dibawah harapan, pelanggan akan merasa tidak puas. Ketika performa jasa sesuai dengan harapan, pelanggan akan merasa puas. Ketika performa jasa melebihi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas dan senang. Dari keselurahan pengertian di atas, kepuasan berhubungan dengan sikap atau perasaan seseorang ketika mereka membeli dan menggunakan produk atau jasa suatu perusahaan. Sikap pelanggan terhadap produk atau jasa tersebut merupakan hasil dari apa yang mereka harapkan dan rasakan. Meskipun perusahaan ingin meningkatkan kepuasan pelanggan akan tetapi bukan hal itu yang merupakan tujuan utama. Jika perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menurunkan harga maka akan menurunkan keuntungan. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungan dengan cara lain seperti memperbaiki kinerja tenaga mekanik dengan memberikan pelatihan kerja (Kotler and Keller, 2009:164-165). 22 Sebuah analisa tentang kepuasan pelanggan terhadap 20.000 pelanggan di 40 negara yang dilakukan Growth Strategies International menyimpulkan tiga poin utama yaitu (Coldwell, 2001:193-199) a. Pelanggan yang sangat puas memberikan kontribusi pendapatan sebesar 2,6 kali lebih besar daripada pelanggan yang agak puas. b. Pelanggan yang sangat puas memberikan kontribusi pendapatan sebesar 17 kali lebih besar daripada pelanggan yang agak tidak puas. c. Pelanggan yang sangat tidak puas membawa penurunan sebesar 1,8 kali. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan. Menurut Hokanson (1995), faktor-faktor tersebut meliputi keramahan karyawan, kesopanan karyawan, karyawan yang siap membantu, keakuratan tagihan, ketepatan waktu penagihan, harga yang kompetitif, kualitas jasa, nilai lebih, kejelasan tagihan, dan pelayanan yang segera. J.D. Power merupakan sebuah perusahaan layanan informasi pemasaran global yang bergerak di sektor bisnis seperti penelitian pasar, peramalan, peningkatan kinerja, pelatihan dan kepuasan pelanggan. Kualitas perusahaan dan pengukuran kepuasan dilakukan berdasarkan tanggapan dari jutaan konsumen setiap tahunnya. Salah satu Customer Satisfaction Index yang dilakukan oleh J.D. Power tiap tahunnya adalah mengukur kepuasan pelanggan pemilik kendaraan yang mengunjungi bengkel dealer untuk melakukan perawatan serta perbaikan selama 12 hingga 24 bulan kepemilikkan. Pada tahun 2006 hingga 2008, kontribusi dari kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan (23%), pengalaman diagnosa masalah (22%), user-friendly 23 service (14%), service advisor (13%), service initiation (11%), penyampaian jasa (9%), dan in-service experience (8%). Sedangkan pada tahun 2009 hingga 2010, terdapat perubahan faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan yaitu kualitas pelayanan (39%), menjemput kendaraan (17%), service initiation (16%), fasilitas jasa (15%), dan service advisor (12%). Perusahaan dapat memperhatikan faktor-faktor tersebut jika ingin meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap penawaran jasa yang diberikan perusahaan. Kepuasan Pelanggan pada akhirnya memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas atau keuntungan perusahaan. Hoyer dan MacInnis (2001) mengatakan bahwa pelanggan yang puas merupakan fondasi dari suksesnya suatu bisnis dimana kepuasan pelanggan akan menyebabkan terjadi pembelian berulang, loyalitas merek, dan word of mouth yang positif. Pelanggan yang puas akan membagi pengalaman mereka dengan lima sampai enam orang. Begitu pula dengan pelanggan yang tidak puas akan lebih membagi pengalaman mereka kepada sepuluh orang lebih banyak. Perusahaan yang berpikir dalam mengatasi kepuasan serta keluhan pelanggan membutuhkan biaya besar harus menyadari bahwa membutuhkan biaya sebesar 25 persen lebih besar lagi untuk mencari pelanggan baru (Singh, 2006:2). 2.4.1 Hubungan Kepuasan Dan Loyalitas Pelanggan Kepuasan pelanggan dan kualitas pelayanan merupakan prasyarat dari loyalitas atau kesetiaan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah fondasi dari 24 loyalitas pelanggan dengan kualitas jasa sebagai kunci didalamnya. Bowen dan Chen (2001) mengatakan pelanggan yang puas tidaklah cukup, harus terdapat pelanggan yang sangat puas. Hal ini dikarenakan kepuasan pelanggan dapat mengarah kepada kesetiaan pelanggan. Pelanggan yang sangat puas maupun merasa senang akan lebih mungkin setia kepada satu perusahaan, melakukan pembelian kepada satu perusahaan, dan menyebarkan berita dari mulut ke mulut. Ketidakpuasan pelanggan akan mendorong pelanggan pergi dan berpindah ke perusahaan lain. Hubungan antara kepuasan dengan kesetiaan pelanggan dapat dibagi menjadi tiga zona atau daerah. Pertama adalah zone of defection yang terjadi ketika kepuasan pelanggan itu rendah. Pelanggan akan berpindah kecuali biaya perpindahan itu tinggi atau tidak adanya alternatif lainnya. Pelanggan yang sangat tidak puas dapat menjadi teroris bagi perusahaan dalam menyebarkan berita negatif dari mulut ke mulut. Zona kedua adalah zone of difference dimana tingkat kepuasan menengah atau intermediate. Pada tingkat ini, pelanggan dapat mungkin berpindah jika mereka menemukan alternatif lain yang lebih baik. Dan yang terakhir adalah zone of affection dimana tingkat kepuasan pelanggan sangat tinggi. Pelanggan dapat memiliki tingkat kesetian yang tinggi dan tidak mencari alternatif lainnya (Lovelock and Wirts, 2007:371-373). 25 2.5 Kualitas Pelayanan Terdapat ikatan atau hubungan yang kuat antara kualitas produk dan jasa, kepuasan pelanggan serta keuntungan perusahaan. Kualitas yang tinggi akan menaikkan tingkat kepuasan pelanggan. Kualitas merupakan totalitas dari fitur dan karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang bertumpu pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan. Menurut filosofi Jepang, kualitas adalah zero defect atau tidak ada cacat atau celah. Melakukan dengan benar pertama kali. Crosby (1979) menyatakan kualitas sebagai kesesuaian dengan kebutuhan. Lewis dan Booms (1983) menyatakan bahwa kualitas jasa adalah ukuran seberapa baik jasa yang disampaikan sesuai dengan harapan pelanggan. Menyampaikan kualitas jasa berarti menyampaikan jasa sesuai dengan harapan pelanggan secara konsisten. Seorang penjual dapat dikatakan memberikan kualitas ketika produk atau jasa mereka telah mampu memenuhi ataupun melebihi harapan dari pelanggan. Sebuah perusahaan yang memuaskan kebutuhan pelanggannya dapat dikatakan sebagai perusahaan berkualitas. Menurut mantan pimpinan dari GE, kualitas adalah jaminan terbaik kita dalam membangun loyalitas pelanggan, pertahanan yang kuat terhadap kompetisi dan satu-satunya jalan menjaga pertumbuhan dan penghasilan secara terusmenerus dalam jangka panjang (Kotler and Keller, 2009:169-171). Pengetahuan akan kualitas produk atau goods tidak cukup dalam memahami kualitas jasa. Sifat jasa yang tidak berwujud, heterogen, dan tidak dapat dipisahkan harus disadari dalam memahami keseluruhan dari kualitas jasa. Menurut Zeithaml 26 (1981), sifat jasa yang tidak berwujud menyebabkan perusahaan sulit untuk mengerti apa yang dirasakan pelanggan dan bagaimana pelanggan mengevaluasi kualitas dari jasa perusahaan. Booms and Bitner (1981) menyatakan konsistensi dari perilaku karyawan sulit untuk dipastikan karena apa yang dimaksudkan oleh perusahaan bisa berbeda dengan apa yang pelanggan rasakan atau terima. Produksi dan konsumsi jasa tidak dapat dipisahkan. Keterlibatan pelanggan dapat mempengaruhi proses penyampaian jasa. Sebagai contoh, ketika seorang pelanggan datang ke bengkel, penjelasan masalah kendaraannya dan bagaimana tanggapan service advisor maupun teknisi dapat menjadi faktor penting dalam kualitas performa jasa. (Parasuraman, Valerie, and Leonard, 1985b:42) Dari pengertian diatas dapat dimengerti bahwa pelanggan sulit dalam mengevaluasi kualitas jasa daripada kualitas produk. Persepsi kualitas jasa merupakan hasil dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan performa jasa yang sebenarnya. Harapan pelanggan akan apa yang dapat dan harus diterima serta keinginan pelanggan akan jasa perusahaan. Persepsi pelanggan akan performa jasa yang disampaikan oleh perusahaan. Evaluasi dari kualitas tidak hanya dilihat dari hasil akhir jasa tetapi juga proses dari penyampaian jasa itu sendiri. Pelanggan tidak mudah untuk menilai kualitas jasa meskipun mereka telah menerimanya. Pelanggan menilai kualitas dari produk atau jasa dari variasi informasi yang mereka dapatkan berkaitan dengan produk ataupun jasa yang mereka gunakan (Schiffman and Kanuk, 2000:145). Kerangka yang dapat digunakan untuk menilai 27 kualitas produk dan jasa adalah klasifikasi produk oleh Nelson (1974) dan Darby dan Karni (1973). Nelson membagi produk menjadi dua kategori yaitu search properties yaitu atribut yang dapat menentukan konsumen sebelum membeli produk dan experience properties yaitu atribut yang hanya dapat dilihat setelah pembelian atau selama konsumsi. Atribut dalam search properties antara lain warna, gaya, harga, dan yang lainnya sedangkan atribut dalam experience properties adalah rasa, daya tahan pakai, dan kehandalan. Darby dan Karni menambahkan klasifikasi Nelson yaitu credence properties yaitu karateristik yang sulit dinilai konsumen meskipun setelah membeli dan konsumsi contohnya bengkel mobil. Dalam menjelaskan serta menilai kualitas pelayanan, pelanggan akan melihat search properties, experience properties dan credence properties. Aspek dalam kualitas pelayanan dapat dikategorikan menjadi sepuluh dimensi yang telah diurutkan sesuai dengan tingkat kesulitan dari yang mudah hingga sulit antara lain akses, komunikasi, kompetensi, kesopanan, kredibilitas, kehandalan, responsif, keamanan, hal yang berwujud, dan mengerti keinginan pelanggan (Parasuraman, Valerie, and Leonard, 1985b:48). 2.5.1 Gap Model Kualitas jasa berhubungan dengan memenuhi ataupun melebihi harapan pelanggan secara konsisten. Oleh karena itu, menjadi tugas 28 perusahaan untuk menyeimbangkan antara harapan dan persepsi pelanggan serta menutup gap atau kesenjangan antara keduanya. Parasuraman, Valerie, and Leonard (1985b) mengidentifikasi 4 gap dalam jasa yang dapat mengakibatkan gap kelima dan yang paling penting yaitu perbedaan antara apa yang diharapkan pelanggan dan apa yang mereka pikir disampaikan, sebagai berikut: • Gap 1: Kesenjangan pengetahuan yaitu perbedaan antara keyakinan perusahaan akan kebutuhan dan apa yang diharapkan pelanggan dengan harapan pelanggan yang sebenarnya • Gap 2 : Kesenjangan standar atau desain yaitu perbedaan antara persepsi perusahaan akan apa yang diharapkan pelanggaan dengan standar spesifikasi kualitas jasa. • Gap 3 : Kesenjangan performa jasa yaitu perbedaan antara standar spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa yang dilakukan oleh perusahaan • Gap 4 : Kesenjangan komunikasi yaitu kesenjangan antara penyampaian atau performa jasa yang sebenarnya dengan komunikasi eksternal yang dilakukan oleh perusahaan akan jasa • Gap 5 : Merupakan keseluruhan akumulasi dari gap satu hingga gap empat dan mewakili kesenjangan jasa yaitu perbedaan antara harapan dan persepsi pelanggan tentang jasa dengan apa yang mereka dapatkan. 29 Word of Mouth Communications CONSUMER Past Experience Personal Needs Expected Service GAP 5 Perceived Service MARKETER Service Delivery (including pre- and postcontacts) GAP 1 GAP 4 GAP 3 Translation of Perception into Service Quality Specs. GAP 2 Management perceptions of Consumer Expectations Gambar 2.2 Service Quality Model Parasuraman, Valerie, and Leonard (1985b:44) External Communication to Consumers 30 2.5.2 Perceived Service Quality Apapun jenis jasanya, konsumen menggunakan kriteria yang sama dalam memberi penilaian akan kualitas jasa. Terdapat sepuluh kriteria atau dimensi yang digunakan yaitu reliability, responsiveness, competence, access, courtesy, communication, credibility, security, understanding, dan, tangible. Kesepuluh dimensi ini kemudian diperhalus menjadi lima dimensi yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy (Parasuraman et al., 1985b:47). Tabel 2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Model Lama Model Baru Deskripsi Tangible Tangible Dimensi yang mewakili unsur fisik seperti fasilitas, peralatan, karyawan dan materi komunikasi. Reliability Reliability Kemampuan untuk memberikan pelayanan secara akurat, konsisten, dan dapat diandalkan. Responsiveness Responsiveness Kemauan untuk membantu pelanggan dan menyediakan jasa secara cepat dengan tetap menjaga fleksibilitas penyediaan jasa untuk memenuhi kebutuhan pelanggan Competence Assurance Kemampuan, pengetahuan, kesopanan Courtesy karyawan dalam membangun kepercayaan Credibility pelanggan. Security kenyamanan dalam proses pelayanan. Termasuk keamanan dan 31 Access Empathy Memberikan perhatian kepada pelanggan Communication secara individual. Memberikan kemudahan Understanding bagi pelanggan, penyampaian atau komunikasi yang mudah dimengerti dan mengerti kebutuhan pelanggan. Perceived Service Quality adalah hasil dari perbandingan pelayanan yang diharapkan (expected service) dengan pelayanan yang dirasakan (perceived service). Dalam mengevaluasi apa yang diharapakan dan dirasakan oleh pelanggan dalam jasa berbeda dengan mengevaluasi produk. Yang membedakan adalah sifat dari karakteristik yang dievaluasi. Determinants of W.O.M Personal Needs Past Experience Service Quality 1. Tangible 2. Reliability Expected Service Perceived Service Quality 3. Responsiveness 4. Assurance 5. Emphaty Perceived Service Gambar 2.3 Perceived Service Quality Parasuraman, Valerie, and Leonard (1985b:48) Pada bab kualitas pelayanan, telah dijelaskan tiga atribut yang digunakan pelanggan dalam mengevaluasi kualitas produk dan jasa yaitu search properties, experience properties, dan credence properties. Ketiga 32 atribut ini dapat dilihat pada tabel 2.2. Aspek tangible menjadi atribut yang dapat diketahui terlebih dahulu oleh pelanggan sebelum proses pembeliansearch properties. Aspek reliability, responsiveness, dan empathy merupakan atribut yang hanya dapat diketahui oleh pelanggan ketika membeli dan menggunakan jasa tersebut-experience properties. Aspek assurance termasuk pada kategori credence properties dimana pelanggan sulit atau tidak yakin dalam memberikan penilaian meskipun mereka telah menggunakannya. Perceived service quality berada pada suatu rangkaian tingkat dari kualitas yang ideal hingga yang sangat tidak dapat diterima dimana diantara tingkatan tersebut terdapat juga kualitas yang dapat diterima atau memuaskan. Persepsi pelanggan akan kualitas jasa tergantung dari perbedaan sifat antara pelayanan yang diharapakan (expected service/ES) dengan pelayanan yang dirasakan (perceived service/PS), sebagai berikut (Parasuraman et al., 1985b:48): a. Ketika ES lebih besar dari PS, kualitas yang dirasakan kurang memuaskan dan mengarah pada kualitas yang sangat tidak dapat diterima dengan perbedaan yang meningkat antara ES dan PS. b. Ketika ES sama dengan PS, kualitas yang dirasakan memuaskan. c. Ketika ES lebih kecil dari PS, kualitas yang dirasakan sangat memuaskan dan mengarah pada kualitas yang ideal dengan perbedaan yang meningkat antara ES dan PS. 33 2.6 Bauran Pemasaran Pelayanan Strategi yang dipakai dalam industri manufaktur memiliki empat dasar elemen yaitu product, price, place dan promotion. Dikarenakan sifat atau dimensi dari jasa yang berbeda dengan produk, dilakukan penambahan empat elemen lainnya yang berkaitan dengan proses penyampaian jasa. Kedelapan elemen ini dapat dijadikan strategi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Lovelock and Wirts, 2007: 22-25) a. Product Produk jasa merupakan produk inti yang memenuhi kebutuhan utama pelanggan dan berbagai elemen layanan tambahan yang membantu pelanggan untuk menggunakan produk inti secara efektif serta memberi nilai lebih. b. Place and time Dalam penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan melibatkan dimana dan kapan produk atau jasa itu diberikan kepada pelanggan. Perusahaan menetapkan metode serta jalur distribusi. Kecepatan dan kenyamanan tempat dan waktu menjadi fakor penting dalam menjaga efisiensi. c. Price Bagi perusahaan, harga adalah penghasilan yang diterima dalam menyediakan produk atau jasa. Bagi pelanggan, harga adalah beban yang harus dikeluarkan untuk memperoleh keuntungan dari produk atau jasa. Perusahaan tidak hanya menetapkan harga dimana pelanggan bersedia dan mampu untuk mengeluarkan sejumlah uang tetapi juga memperhitungkan faktor lain seperti waktu, usaha 34 secara emosional dan fisik yang diperlukan dalam mendapatkan produk dan jasa. d. Promotion and education Dalam pemasaran jasa, tujuan komunikasi yang dilakukan perusahaan adalah memberikan edukasi kepada pelanggan khususnya pelanggan baru. Perusahaan menjelaskan kepada pelanggan keuntungan, dimana dan kapan untuk memperoleh, dan bagaimana proses jasa berlangsung. Promosi penjualan juga dapat dilakukan perusahaan guna menstimulasi pembelian pertama dan meningkatkan penggunaan ketika permintaan sedang rendah e. Process Sistem yang digunakan oleh perusahaan yang berhubungan dengan penyampaian jasa. Perusahaan haruslah menyusun dan menerapkan proses yang efektif dan memudahkan pelanggan karena seringkali pelanggan terlibat dalam proses tersebut. f. Physical environment Segala bentuk fisik yang menunjukkan bukti dari kualitas jasa suatu perusahaan seperti gedung, peralatan, kendaraan, desain ruangan, seragam karyawan. g. People Dalam jasa dibutuhkan interaksi antara pelanggan dan karyawan. Interaksi ini akan mempengaruhi bagaimana pelanggan mengartikan atau merasakan kualitas jasa suatu perusahaan. Perusahaan melakukan usaha yang terbaik 35 dalam menyeleksi, melatih, dan memotivasi karyawan karena merekalah yang akan melayani dan berinteraksi langsung dengan pelanggan. h. Productivity and quality Meningkatkan produtivitas berarti melakukan pengontrolan biaya dengan tetap berhati-hati dalam melakukan pemotongan biaya. Meningkatkan kualitas berarti melihat dari sudut pandang pelanggan dengan melakukan diferensiasi dan membangun kepuasan serta kesetiaan pelanggan. 2.7 Relationship Marketing Kuatnya persaingan dalam lingkungan industri meningkatkan pentingnya membangun hubungan antara perusahaan dengan pelanggan. Ndubisi (2004) mengatakan perusahaan mulai memfokuskan diri dalam membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan untuk mendapatkan informasi bagaimana melayani pelanggan dan menjaga mereka untuk berpindah ke merek lain. Berry dan Parasuraman (1991) mengatakan bahwa relationship marketing berkaitan dengan menarik, mengembangkan, dan mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Jackson (1985) mengartikan relationship marketing sebagai pemasaran yang berorientasi kepada hubungan yang kuat dan bertahan lama dengan seorang individu. Relationship Marketing mengarah kepada segala aktifitas pemasaran yang ditujukan untuk menciptakan, mengembangkan, dan membina hubungan yang sukses 36 Relationship marketing merupakan strategi perusahaan dalam membangun serta menjaga hubungan yang dalam dengan orang dan organisasi yang dapat memberikan pengaruh kepada perusahaan. Tujuan dari pemasaran ini adalah untuk menjaga hubungan yang saling memuaskan dalam jangka panjang. Rasa puas diharapkan dapat membentuk dan menjaga kelangsungan bisnis yang dijalankan. Menurut Gronroos (1994), tujuan dari relationship marketing adalah mewujudkan, memelihara, dan meningkatkan hubungan yang saling menguntungkan dengan pelanggan dan partner kerja sehingga tujuan dari pihak yang terlibat terpenuhi. Konsumen memiliki keinginan untuk mengurangi pilihan ketika terlibat dalam suatu hubungan yang berkelanjutan dengan pemasar. Hal ini akan terlihat dengan menjadi pelanggan tetap serta menjaga hubungan secara terus menerus dengan pemasar. Konsumen memiliki komitmen untuk berlangganan suatu produk atau jasa tertentu. Ketika konsumen memiliki komitmen dan kepercayaan, mereka akan melakukan pengulangan transaksi produk atau jasa perusahaan yang sama (Sheth and Parvatiyar, 1995:256). Berdasarkan jurnal “Relationship Marketing and Customer Loyalty” yang ditulis oleh Ndubisi dan Chan (2005), kunci sukses yang mendukung terciptanya relationship marketing adalah kepercayaan, komitmen, penanganan masalah, komunikasi. Keempat faktor ini akan memiliki pengaruh akan loyalitas pelanggan. Komitmen dan kepercayaan merupakan kunci dari suksesnya relationship marketing karena memotivasi pemasar dalam mempertahankan hubungan dan menolak alternatif jangka pendek guna keuntungan jangka panjang dengan tetap 37 bertahan pada partner yang sudah ada. Oleh karena itu, dengan adanya komitmen dan kepercayaan akan menghasilkan efisiensi, produtivitas, dan efektivitas. Secara singkat, di dalam relationship marketing, komitmen dan kepercayaan mengarah kepada perilaku kooperatif dan kondusif. (Morgan and Hunt, 94:22) Hubungan dibangun atas dasar komitmen bersama. Komitmen merupakan kekuatan dari relationship marketing dan merupakan ukuran untuk melihat loyalitas pelanggan dan memperkirakan frekuensi pembelian di masa depan. Relationship commitment merupakan mitra yang saling bertukaran percaya bahwa hubungan yang terjalin satu dengan yang lainnya sangat penting untuk memberikan usaha secara maksimal dalam menjaga hubungan tersebut. Pihak yang terlibat meyakini hubungan yang terjalin berharga untuk dipertahankan tanpa batas. Menurut Moorman, Zaltman, dan Deshpande (1992), komitmen kepada suatu hubungan merupakan keingingan untuk menjaga hubungan yang berharga. Kepercayaan akan timbul ketika salah satu pihak memiliki kepercayaan akan kehandalan serta integritas pihak lain. Kepercayaan merupakan keinginan untuk mengandalkan pihak lain yang diyakini. Keyakinan untuk mempercayai itu timbul karena perusahaan yakin bahwa pihak tersebut dapat diandalkan dan memiliki integritas tinggi yang berkaitan dengan konsitensi kualitas, kompeten, jujur, adil, bertanggung jawab, menolong, dan penuh kebaikan. Pengkhianatan akan mengarah pada kegagalan atau hubungan yang rusak. Komunikasi mengacu kepada kemampuan untuk memberikan informasi yang tepat dan terpercaya. Dalam relationship marketing, komunikasi berarti menjaga 38 hubungan dengan pelanggan yang berharga, menyediakan informasi jasa serta perubahan dengan tepat dan dapat dipercaya, dan menginformasikan kepada pelanggan jika terdapat masalah dalam penyampaian jasa. Ketika terjadi masalah, perusahaan memberikan informasi kepada pelanggan sumber dari masalah tersebut. Ketika terjalin komunikasi yang baik antara perusahaan dengan pelanggannya, akan tercipta hubungan yang baik dan pelanggan akan lebih setia. Dwyer and Oh (1987) mendefinisikan penanganan masalah sebagai kemampuan perusahaan dalam menghindari masalah utama, mengatasi konflik yang ada sebelum menciptakan masalah, dan mendiskusikan solusi secara terbuka ketika terjadi masalah. Ndubisi dan Chan (2005) menemukan hubungan yang signifikan antara penanganan konflik dan loyalitas pelanggan, secara tidak langsung melalui kepercayaan dan persepsi kualitas hubungan. Kemampuan perusahaan dalam menangani konflik dengan baik juga akan secara langsung mempengaruhi loyalitas pelanggan. Terdapat perbedaan mendasar antara strategi yang ditujukan untuk memicu terjadinya transaksi dengan strategi untuk menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Terdapat empat tipe marketing yaitu transactional marketing dan tiga kategori lain yang termasuk dalam relation marketing yaitu database marketing, interaction marketing, dan network marketing. Transactional Marketing adalah suatu keadaan dimana terjadi pertukaran nilai antara dua pihak. Satu transaksi atau bahkan beberapa transaksi tidak membentuk suatu hubungan yang saling membutuhkan dan pengetahuan antara pihak yang 39 terlibat. Ketika transaksi antara pelanggan dan perusahaan terjadi secara terpisah dan anonim, tanpa riwayat pelanggan dan sejarah pembelian, serta sedikit atau tidak ada pengakuan timbal balik antara pelanggan dan karyawan, maka tidak ada hubungan pemasaran yang berarti. Database Marketing masih berfokus pada transaksi dengan adanya pertukaran informasi. Pemasar mengandalkan teknologi informasi, biasanya dalam bentuk database untuk membentuk hubungan dengan target pelanggan dan mempertahankan keberadaan mereka dari waktu ke waktu. Namun, hubungan yang terjadi tidaklah dekat karena komunikasi didorong dan dikelola oleh perusahaan. Teknologi digunakan untuk mengidentifikasi dan membangun database pelanggan yang sudah ada dan pelanggan potensial, menyampaikan pesan yang berbeda-beda berdasarkan karakteristik konsumen dan preferensi, dan melacak setiap hubungan untuk memantau biaya untuk mendapatkan pelanggan dan nilai yang dihasilkan dari pembelian. Dalam Interaction marketing, hubungan yang dekat akan terwujud karena dalam situasi ini terdapat interaksi antara pelanggan dan perwakilan dari perusahaan misalnya melalui telepon. Meskipun pelayanan itu penting, akan tetapi terdapat nilai yang ditambahkan melalui orang dan proses sosial. Interaksi terjadi dua arah melalui negosiasi dan berbagi wawasan. Jenis hubungan ini terjadi ketika pembeli dan penjual kenal dan saling percaya. Hubungan seperti ini juga sering ditemukan dalam layanan B2B (Business to Business). Baik perusahaan dan pelanggan bersedia untuk menginvestasikan sumber daya mereka untuk mengembangkan hubungan yang saling 40 menguntungkan. Investasi ini termasuk waktu yang digunakan untuk berbagi dan menyimpan informasi. Seiring dengan bertumbuhnya perusahaan jasa dan meningkatnya penggunaan teknologi seperti situs web, mempertahankan hubungan yang bermakna dengan pelanggan menjadi tantangan perusahaan. Perusahaan yang memiliki nasabah atau pelanggan yang besar semakin sulit untuk membangun dan memelihara hubungan melalui call center, situs web dan channel lainnya. Seseorang dapat dikatakan networker yang baik karena ia mampu berhubungan dengan orang lain yang memiliki kepentingan bersama. Dalam konteks B2B (Business to Business), pemasar mengembangkan jaringan hubungan dengan pelanggan, distributor, pemasok, media, konsultan, asosiasi perdagangan, lembaga pemerintah, pesaing, dan bahkan pelanggan dari pelanggan mereka. Seringkali, sebuah tim dalam perusahaan pemasok bekerjasama dengan sebuah tim dalam suatu organisasi untuk memberikan pelayanan yang efektif (Lovelock and Wirts, 2007:363364).