BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
 10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Bengkel
Menurut Kamus Bahasa Indonesia Online, bengkel memiliki arti tempat
memperbaiki mobil, sepeda, dsb. Pabrik kecil dan tempat melakukan suatu kegiatan
dengan arah dan tujuan yang pasti. Bengkel otomotif adalah tempat dimana
kendaraan diperbaiki oleh teknisi atau tenaga mekanik. Bengkel
dapat dibagi
menjadi bengkel repair shop dan body shop. Bengkel repair shop melakukan
pekerjaan seperti perbaikan mesin kendaraan, rem, knalpot, transmisi, ban, kaca
mobil dan penggantian oli. Bengkel body shop melakukan pekerjaan seperti
perbaikan cat terhadap goresan, lecet dan penyok terhadap kerusakan kendaraan serta
kerusakan yang disebabkan oleh tabrakan dan kecelakaan besar. Dalam rangka untuk
memastikan kualitas tinggi, perbaikan permanen membutuhkan kendaraan untuk
ditinggal selama beberapa hari karena seluruh panel akan dicat ulang.
Sebuah
bengkel
pelanggannya antara lain:
menawarkan
beberapa
kategori
jasa
utama
kepada
11
a.
Mekanik
b.
Ketok dan cat (denting dan painting)
c.
Wheel Alignment & Balancing
d.
High Pressure Cleaning
Tabel dibawah menunjukkan gambaran besar dari jasa utama yang ditawarkan
oleh bengkel pada kategori mekanik, ketok dan cat (SMEDA Pre-Feasibillity Study,
2004:6-7).
Tabel 2.1Jasa Utama Bengkel
SMEDA Pre-Feasibility Study (2004:6-7)
MEKANIK
KETOK DAN CAT
- Perawatan
- Perbaikkan kosmetik
- Perbaikkan besar
- Perbaikkan kecelakaan
- Restorasi badan mobil
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan bisnis bengkel
antara lain (SMEDA Pre-Feasibility Study, 2004:4-5):
a. Hands on experience
Memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik dan cermat yang tentunya
berhubungan dengan rincian teknis dalam bisnis bengkel. Memiliki pengalaman
merupakan kunci utama yang mempengaruhi kesuksesan manajemen.
b. Marketing Skill
Perusahaan harus memiliki public relation dan kemampuan pemasaran yang
baik. Dengan kemampuan pemasaran yang cermat dapat mengembangkan
12
kegiatan bisnis untuk mencapai pelanggan yang tepat dan menjaga data
pelanggan yang sudah ada.
c. Technical Skill
Kemampuan teknis terutama dalam melakukan perbaikkan mesin dan roda
kendaraan yang menggunakan teknologi komputer. Para pegawai sebaiknya
mendapatkan pelatihan secara rutin dalam menggunakan peralatan terutama
peralatan yang menggunakan teknologi komputer.
2.2 Competitive Forces
Dalam merumuskan strategi bersaing, suatu perusahaan harus memperhatikan
lingkungan sekitarnya. Meskipun lingkungan perusahaan itu luas akan tetapi kunci
dari lingkungan perusahaan itu adalah industri dimana perusahaan itu bergerak.
Struktur industri memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan aturan bersaing
serta strategi bersaing perusahaan. Kekuatan diluar perusahaan memiliki pengaruh
terhadap semua perusahaan dalam suatu industri. Oleh karena itu, kuncinya adalah
menemukan kemampuan internal perusahaan dalam menghadapi kekuatan tersebut.
Situasi kompetisi dalam suatu industri tergantung dari lima kekuatan kompetitif
dimana keuntungan dilihat dalam jangka panjang. Lima kekuatan yang mendorong
kompetisi dalam suatu industri adalah sebagai berikut (Porter, 2004:3):
13
Gambar 2.1 Porter’s Five Forces (2004:4)
a. Persaingan kompetitif
Langkah pertama yang dapat dilakukan mengetahui situasi kompetisi dalam
industri. Ketika suatu industri mudah untuk dimasuki maka persaingan yang
terjadi tinggi. Ketika pelanggan mudah berpindah dari satu produk ke produk
lainnya maka persaingan yang terjadi juga tinggi. Secara garis besar, persaingan
akan tinggi ketika sedikitnya diferensiasi produk. Para pesaing memiliki
kekuatan dan kemampuan yang sama. Para pemain dalam industri melakukan
strategi bersaing yang sama.
14
b. Kekuatan pemasok.
Pemasok merupakan esensi dari kesuksesan suatu perusahaan. Material dasar
dibutuhkan untuk menyelesaikan produk yang diproduksi oleh perusahaan.
Kekuatan pemasok dapat dilihat ketika pemasok yang menyediakan material
dasar hanya satu atau beberapa. Ketika biaya yang dibutuhkan untuk berpindah
dari pemasok satu ke yang lainnya mahal.
c. Kekuatan pembeli.
Pembeli atau pelanggan dapat memiliki pengaruh dan kontrol terhadap suatu
industri pada kondisi tertentu. Kekuatan pembeli dapat dilihat ketika
perpindahan ke produk lain tidak mahal. Selain itu dapat dilihat dari apakah
pelanggan sensitif terhadap perubahan harga, sedikitnya diferensiasi produk,
dan mudah ditemukan produk penggantinya.
d. Produk substitusi.
Ada atau tidak adanya alternatif produk yang dapat dibeli oleh pelanggan
dengan kelebihan yang sama. Ancaman produk substitusi akan tinggi ketika
harga produk substitusi lebih murah, pelanggan dapat beralih dan mudah bagi
pelanggan untuk berpindah dari satu produk ke produk lainnya.
e. Masuknya pemain baru.
Masuknya pemain baru dalam suatu industri membawa kapasitas baru dan
keinginan untuk memperoleh pangsa pasar. Masuknya pemain baru tergantung
dari besarnya halangan untuk masuk. Ketika halangan tinggi maka ancaman
15
masuknya pemain baru kecil. Sedangkan, ancaman masuknya pemain akan
tinggi ketika suatu perusahaan mudah untuk masuk kedalam industri tersebut.
2.3 Jasa
Dengan semakin berkembangnya ekonomi, baik perusahaan produk maupun
jasa mulai mengembangkan faktor jasa dalam kegiatan bisnis mereka. Perusahaan
manufaktur, distribusi, dan retailer mulai menyediakan value-added service ataupun
customer service untuk membedakan diri mereka. Definisi jasa pada mulanya
berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan seorang pelayan untuk majikannya.
Lambat laun, pengertian yang lebih luas mulai berkembang menjadi suatu tindakan
melayani, membantu, atau menguntungkan yang dilakukan untuk kesejahteraan atau
keuntungan pihak lain.
Menurut Kotler dan Keller (2009), jasa adalah segala tindakan atau performa
yang ditawarkan satu pihak untuk kepentingan pihak lain yang memiliki sifat tidak
berwujud dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan. Menurut Vargo dan
Lusch (2004), jasa berarti menerapkan kompetensi khusus baik itu keterampilan
maupun pengetahuan melalui tindakan, perbuatan, proses dan performa yang
ditujukan untuk keuntungan orang lain (Vargo and Lusch, 2004:334).
Lovelock (2007) menjelaskan jasa sebagai kegiatan ekonomi yang ditawarkan
oleh satu pihak ke pihak lainnya, pada umumnya merupakan suatu performa pada
waktu tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan oleh penerimanya atau
16
pemilik yang bertanggung jawab atas objek atau aset tertentu. Dengan mengorbankan
uang, waktu, dan usaha, pengguna jasa mengharapkan untuk menerima nilai dari
barang, tenaga kerja, tenaga ahli, fasilitas, jaringan, dan sistem. Akan tetapi,
pengguna jasa biasanya tidak memiliki kepemilikan atas semua elemen yang terlibat.
Marketing of services (pemasaran jasa) dan marketing through service
(pemasaran melalui jasa) memiliki pengertian yang berbeda. Kedua aktivitas
pemasaran ini mengandung jasa dalam lingkup yang berbeda. Perlu dipahami bahwa
penawaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan dibagi atas elemen core product
(produk utama) dan elemen supplementary service (jasa tambahan). Oleh karena itu,
jasa dalam marketing through service merupakan salah satu unsur pendukung yang
digunakan untuk membantu penjualan produk sedangkan jasa merupakan core
product dalam marketing of services. Solomon (2007) menyatakan bahwa pemasaran
jasa mengacu pada pemasaran kegiatan dan proses bukan objek atau benda.
Jasa dalam marketing through service merupakan salah satu strategi pemasaran
perusahaan dalam usaha meningkatkan penjualan produk mereka. Core Product
perusahaan tetaplah produk secara fisik dimana terjadi perpindahan kepemilikkan dari
penjual ke pembeli. Servis menjadi nilai tambah yang diberikan oleh perusahaan
kepada pelanggan seperti jasa instalasi, pengiriman, perawatan dan konsultasi. Semua
aktivitas ini merupakan tambahan yang dapat diperoleh oleh pelanggan secara gratis
(Lovelock and Wirts, 2007:14-21).
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa pengertian jasa mengarah pada
kegiatan atau proses yang dilakukan oleh suatu perusahaan dan ditujukan untuk
17
memenuhi kebutuhan serta keinginan pengguna jasa. Dalam proses penyampaiannya,
perusahaan berperan sebagai wadah untuk melayani pelanggan, sistem serta
karyawan perusahaan memfasilitasi proses pelayanan. Dan segala elemen yang
terlibat dalam proses pelayanan tidak terjadi perpindahan kepemilikkan. Theodire
Levitt dalam buku Management Marketing (2009) mengatakan bahwa tidak ada
industri jasa dalam dunia ini melainkan seberapa besar komponen jasa suatu
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Terdapat lima kategori yang
dapat membedakan (Kotler dan Keller, 2006:387-388):
1.
Pure tangible good atau Murni Produk
Produk merupakan penawaran utama yang dilakukan oleh perusahaan. Tidak
ada jasa yang melengkapi produk seperti ban mobil, oli kendaraan, dan accu
mobil.
2.
Tangible good with accompanying services atau produk yang dilengkapi jasa
Penawaran produk yang dilakukan oleh perusahaan disertai oleh satu atau dua
jasa. Semakin tinggi teknologi yang digunakan, semakin besar kebutuhan akan
pendukung jasa seperti agen tunggal pemegang merek mobil.
3.
Hybrid
Penawaran produk dan jasa memiliki nilai yang sama. Contohnya, orang yang
datang berkunjung ke bengkel selain melakukan perbaikkan mobil, proses
penerimaan dan karyawan bengkel memegang peranan penting.
18
4.
Major service with accompanying minor goods and services
Perusahaan memberikan penawaran mayoritas jasa dengan produk sebagai
pendukung seperti jasa asuransi mobil kendaraan.
5.
Pure Service
Perusahaan hanya bergerak dalam jasa.
2.3.1 Karakteristik Jasa
Jasa memiliki perbedaan karakteristik yang mempengaruhi perancangan
program pemasaran antara lain intangibility, inseparability, variability dan
perishability (Kotler and Keller, 2009:389-392).
a. Intangibility
Berbeda dengan produk, jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, disentuh,
didengar atau dicium sebelum dibeli. Pemasar dari penawaran yang
tidak berwujud harus mengembangkan bukti nyata (Vargo dan Lusch,
2004:328). Untuk mengurangi ketidakpastian, penyedia jasa harus
mampu mewujudkan sesuatu yang tidak berwujud. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan bukti kualitas jasa melalui tempat, orang,
peralatan, materi komunikasi, simbol dan harga.
19
b. Inseparability
Inseparability mewakili kriteria yaitu manusia merupakan bagian dari
produk dan keterlibatan dari pelanggan (Vargo and Lusch, 2004:329).
Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasa atau service provider.
Jasa diproduksi pada waktu pembelian (point of purchase) antara
pelanggan dan karyawan dalam suatu perusahaan jasa. Ketika pelanggan
berkunjung ke bengkel, waktu menunggu, proses perbaikkan, serta
teknisi yang memperbaiki merupakan bagian dari proses produksi jasa
dan tidak dapat dipisahkan.
c. Variability
Fokus dari variabilitas adalah standarisasi. Manusia terlibat dalam
penyediaan jasa. Dengan adanya standar, perusahaan dapat menjaga
kualitas. Kualitas jasa dipengaruhi oleh siapa yang memberikan jasa,
kapan dan dimana, kepada siapa, oleh karena itu variasi jasa tinggi.
Konsistensi dari pegawai sulit untuk dipastikan. Apa yang disampaikan
ke pelanggan bisa berbeda dengan apa yang diterima oleh pelanggan.
Pembeli jasa juga sadar akan variasi ini dan sering membicarakan
dengan orang lain jasa mana yang akan mereka gunakan.
d. Perishability
Jasa tidak dapat disimpan, sehingga sifat jasa yang mudah lenyap dapat
menjadi masalah ketika permintaan akan jasa tersebut meningkat. Suatu
perusahaan membutuhkan strategi untuk mengatur kesesuaian antara
20
permintaan dan penawaran jasa untuk memudahkan perusahaan dalam
mengatur kapasitasnya. Jasa harus tersedia untuk pelanggan pada waktu
dan tempat yang tepat dan harga yang sesuai untuk meningkatkan
keuntungan.
2.4 Kepuasan Pelanggan
Keberadaan pelanggan bagi suatu perusahaan telah menjadi hal yang penting
bagi kelangsungan dan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang. Zairi (2000)
mengatakan pelanggan merupakan tujuan dari apa yang kita lakukan dan bukan
pelanggan yang bergantung pada kita melainkan kita yang bergantung pada
pelanggan. Perusahaan haruslah melihat kebutuhan dan keinginan dari pelanggan
mereka untuk menjadi sukses. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan terhadap produk
atau jasa perusahaan dipandang sebagai kunci utama kesuksesan dan daya saing
jangka panjang.
Secara konsep, kepuasan pelanggan merupakan hasil dari pembelian dan
penggunaan yang merupakan perbandingan pelanggan akan imbalan dan biaya atas
pembelian. Secara operasional, kepuasan berarti tanggapan terhadap keseluruhan
kepuasan atas segala atribut dalam produk atau jasa (Churchill, 1982:493). Menurut
Hansemark dan Albinsson (2004), kepuasan adalah keseluruhan sikap pelanggan
terhadap penyedia jasa atau sebuah reaksi emosional atas perbedaan antara antisipasi
pelanggan dan apa yang diterima oleh pelanggan. Semakin tinggi tingkat kepuasan
21
pelanggan diyakini sebagai indikator dari keuntungan perusahaan di masa depan
(Kotler, 1991:19).
Hoyer dan MacInnis (2001) mengatakan kepuasan berhubungan dengan
perasaan diterima, kesenangan, kelegaan, dan kegembiraan. Kotler (2000)
berpendapat bahwa kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang
karena hasil perbandingan performa suatu produk yang diterima (hasil) dengan
harapannya. Ketika performa jasa jauh dibawah harapan, pelanggan akan merasa
tidak puas. Ketika performa jasa sesuai dengan harapan, pelanggan akan merasa puas.
Ketika performa jasa melebihi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas dan
senang.
Dari keselurahan pengertian di atas, kepuasan berhubungan dengan sikap atau
perasaan seseorang ketika mereka membeli dan menggunakan produk atau jasa suatu
perusahaan. Sikap pelanggan terhadap produk atau jasa tersebut merupakan hasil dari
apa yang mereka harapkan dan rasakan.
Meskipun perusahaan ingin meningkatkan kepuasan pelanggan akan tetapi
bukan hal itu yang merupakan tujuan utama. Jika perusahaan meningkatkan kepuasan
pelanggan dengan menurunkan harga maka akan menurunkan keuntungan.
Perusahaan dapat meningkatkan keuntungan dengan cara lain seperti memperbaiki
kinerja tenaga mekanik dengan memberikan pelatihan kerja (Kotler and Keller,
2009:164-165).
22
Sebuah analisa tentang kepuasan pelanggan terhadap 20.000 pelanggan di 40
negara yang dilakukan Growth Strategies International menyimpulkan tiga poin
utama yaitu (Coldwell, 2001:193-199)
a. Pelanggan yang sangat puas memberikan kontribusi pendapatan sebesar 2,6 kali
lebih besar daripada pelanggan yang agak puas.
b. Pelanggan yang sangat puas memberikan kontribusi pendapatan sebesar 17 kali
lebih besar daripada pelanggan yang agak tidak puas.
c. Pelanggan yang sangat tidak puas membawa penurunan sebesar 1,8 kali.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Menurut Hokanson (1995), faktor-faktor tersebut meliputi keramahan karyawan,
kesopanan karyawan, karyawan yang siap membantu, keakuratan tagihan, ketepatan
waktu penagihan, harga yang kompetitif, kualitas jasa, nilai lebih, kejelasan tagihan,
dan pelayanan yang segera.
J.D. Power merupakan sebuah perusahaan layanan informasi pemasaran global
yang bergerak di sektor bisnis seperti penelitian pasar, peramalan, peningkatan
kinerja, pelatihan dan kepuasan pelanggan. Kualitas perusahaan dan pengukuran
kepuasan dilakukan berdasarkan tanggapan dari jutaan konsumen setiap tahunnya.
Salah satu Customer Satisfaction Index yang dilakukan oleh J.D. Power tiap tahunnya
adalah mengukur kepuasan pelanggan pemilik kendaraan yang mengunjungi bengkel
dealer untuk melakukan perawatan serta perbaikan selama 12 hingga 24 bulan
kepemilikkan. Pada tahun 2006 hingga 2008, kontribusi dari kepuasan pelanggan
adalah kualitas pelayanan (23%), pengalaman diagnosa masalah (22%), user-friendly
23
service (14%), service advisor (13%), service initiation (11%), penyampaian jasa
(9%), dan in-service experience (8%). Sedangkan pada tahun 2009 hingga 2010,
terdapat perubahan faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan yaitu kualitas
pelayanan (39%), menjemput kendaraan (17%), service initiation (16%), fasilitas jasa
(15%), dan service advisor (12%). Perusahaan dapat memperhatikan faktor-faktor
tersebut jika ingin meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap penawaran jasa yang
diberikan perusahaan.
Kepuasan Pelanggan pada akhirnya memiliki pengaruh positif terhadap
profitabilitas atau keuntungan perusahaan. Hoyer dan MacInnis (2001) mengatakan
bahwa pelanggan yang puas merupakan fondasi dari suksesnya suatu bisnis dimana
kepuasan pelanggan akan menyebabkan terjadi pembelian berulang, loyalitas merek,
dan word of mouth yang positif. Pelanggan yang puas akan membagi pengalaman
mereka dengan lima sampai enam orang. Begitu pula dengan pelanggan yang tidak
puas akan lebih membagi pengalaman mereka kepada sepuluh orang lebih banyak.
Perusahaan yang berpikir dalam mengatasi kepuasan serta keluhan pelanggan
membutuhkan biaya besar harus menyadari bahwa membutuhkan biaya sebesar 25
persen lebih besar lagi untuk mencari pelanggan baru (Singh, 2006:2).
2.4.1 Hubungan Kepuasan Dan Loyalitas Pelanggan
Kepuasan pelanggan dan kualitas pelayanan merupakan prasyarat dari
loyalitas atau kesetiaan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah fondasi dari
24
loyalitas pelanggan dengan kualitas jasa sebagai kunci didalamnya. Bowen dan
Chen (2001) mengatakan pelanggan yang puas tidaklah cukup, harus terdapat
pelanggan yang sangat puas. Hal ini dikarenakan kepuasan pelanggan dapat
mengarah kepada kesetiaan pelanggan. Pelanggan yang sangat puas maupun
merasa senang akan lebih mungkin setia kepada satu perusahaan, melakukan
pembelian kepada satu perusahaan, dan menyebarkan berita dari mulut ke
mulut. Ketidakpuasan pelanggan akan mendorong pelanggan pergi dan
berpindah ke perusahaan lain.
Hubungan antara kepuasan dengan kesetiaan pelanggan dapat dibagi
menjadi tiga zona atau daerah. Pertama adalah zone of defection yang terjadi
ketika kepuasan pelanggan itu rendah. Pelanggan akan berpindah kecuali biaya
perpindahan itu tinggi atau tidak adanya alternatif lainnya. Pelanggan yang
sangat tidak puas dapat menjadi teroris bagi perusahaan dalam menyebarkan
berita negatif dari mulut ke mulut.
Zona kedua adalah zone of difference dimana tingkat kepuasan
menengah atau intermediate. Pada tingkat ini, pelanggan dapat mungkin
berpindah jika mereka menemukan alternatif lain yang lebih baik. Dan yang
terakhir adalah zone of affection dimana tingkat kepuasan pelanggan sangat
tinggi. Pelanggan dapat memiliki tingkat kesetian yang tinggi dan tidak mencari
alternatif lainnya (Lovelock and Wirts, 2007:371-373).
25
2.5 Kualitas Pelayanan
Terdapat ikatan atau hubungan yang kuat antara kualitas produk dan jasa,
kepuasan pelanggan serta keuntungan perusahaan. Kualitas yang tinggi akan
menaikkan tingkat kepuasan pelanggan. Kualitas merupakan totalitas dari fitur dan
karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang bertumpu pada kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan. Menurut filosofi Jepang, kualitas adalah zero defect atau tidak
ada cacat atau celah. Melakukan dengan benar pertama kali. Crosby (1979)
menyatakan kualitas sebagai kesesuaian dengan kebutuhan. Lewis dan Booms (1983)
menyatakan bahwa kualitas jasa adalah ukuran seberapa baik jasa yang disampaikan
sesuai dengan harapan pelanggan. Menyampaikan kualitas jasa berarti menyampaikan
jasa sesuai dengan harapan pelanggan secara konsisten.
Seorang penjual dapat dikatakan memberikan kualitas ketika produk atau jasa
mereka telah mampu memenuhi ataupun melebihi harapan dari pelanggan. Sebuah
perusahaan yang memuaskan kebutuhan pelanggannya dapat dikatakan sebagai
perusahaan berkualitas. Menurut mantan pimpinan dari GE, kualitas adalah jaminan
terbaik kita dalam membangun loyalitas pelanggan, pertahanan yang kuat terhadap
kompetisi dan satu-satunya jalan menjaga pertumbuhan dan penghasilan secara terusmenerus dalam jangka panjang (Kotler and Keller, 2009:169-171).
Pengetahuan akan kualitas produk atau goods tidak cukup dalam memahami
kualitas jasa. Sifat jasa yang tidak berwujud, heterogen, dan tidak dapat dipisahkan
harus disadari dalam memahami keseluruhan dari kualitas jasa. Menurut Zeithaml
26
(1981), sifat jasa yang tidak berwujud menyebabkan perusahaan sulit untuk mengerti
apa yang dirasakan pelanggan dan bagaimana pelanggan mengevaluasi kualitas dari
jasa perusahaan. Booms and Bitner (1981) menyatakan konsistensi dari perilaku
karyawan sulit untuk dipastikan karena apa yang dimaksudkan oleh perusahaan bisa
berbeda dengan apa yang pelanggan rasakan atau terima. Produksi dan konsumsi jasa
tidak dapat dipisahkan. Keterlibatan pelanggan dapat mempengaruhi proses
penyampaian jasa. Sebagai contoh, ketika seorang pelanggan datang ke bengkel,
penjelasan masalah kendaraannya dan bagaimana tanggapan service advisor maupun
teknisi dapat menjadi faktor penting dalam kualitas performa jasa. (Parasuraman,
Valerie, and Leonard, 1985b:42)
Dari pengertian diatas dapat dimengerti bahwa pelanggan sulit dalam
mengevaluasi kualitas jasa daripada kualitas produk. Persepsi kualitas jasa
merupakan hasil dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan performa jasa
yang sebenarnya. Harapan pelanggan akan apa yang dapat dan harus diterima serta
keinginan pelanggan akan jasa perusahaan. Persepsi pelanggan akan performa jasa
yang disampaikan oleh perusahaan. Evaluasi dari kualitas tidak hanya dilihat dari
hasil akhir jasa tetapi juga proses dari penyampaian jasa itu sendiri.
Pelanggan tidak mudah untuk menilai kualitas jasa meskipun mereka telah
menerimanya. Pelanggan menilai kualitas dari produk atau jasa dari variasi informasi
yang mereka dapatkan berkaitan dengan produk ataupun jasa yang mereka gunakan
(Schiffman and Kanuk, 2000:145). Kerangka yang dapat digunakan untuk menilai
27
kualitas produk dan jasa adalah klasifikasi produk oleh Nelson (1974) dan Darby dan
Karni (1973).
Nelson membagi produk menjadi dua kategori yaitu search properties yaitu
atribut yang dapat menentukan konsumen sebelum membeli produk dan experience
properties yaitu atribut yang hanya dapat dilihat setelah pembelian atau selama
konsumsi. Atribut dalam search properties antara lain warna, gaya, harga, dan yang
lainnya sedangkan atribut dalam experience properties adalah rasa, daya tahan pakai,
dan kehandalan. Darby dan Karni menambahkan klasifikasi Nelson yaitu credence
properties yaitu karateristik yang sulit dinilai konsumen meskipun setelah membeli
dan konsumsi contohnya bengkel mobil. Dalam menjelaskan serta menilai kualitas
pelayanan, pelanggan akan melihat search properties, experience properties dan
credence properties.
Aspek dalam kualitas pelayanan dapat dikategorikan menjadi sepuluh dimensi
yang telah diurutkan sesuai dengan tingkat kesulitan dari yang mudah hingga sulit
antara lain akses, komunikasi, kompetensi, kesopanan, kredibilitas, kehandalan,
responsif, keamanan, hal yang berwujud, dan mengerti keinginan pelanggan
(Parasuraman, Valerie, and Leonard, 1985b:48).
2.5.1 Gap Model
Kualitas jasa berhubungan dengan memenuhi ataupun melebihi
harapan pelanggan secara konsisten. Oleh karena itu, menjadi tugas
28
perusahaan untuk menyeimbangkan antara harapan dan persepsi pelanggan
serta menutup gap atau kesenjangan antara keduanya.
Parasuraman, Valerie, and Leonard (1985b) mengidentifikasi 4 gap
dalam jasa yang dapat mengakibatkan gap kelima dan yang paling penting
yaitu perbedaan antara apa yang diharapkan pelanggan dan apa yang mereka
pikir disampaikan, sebagai berikut:
•
Gap 1: Kesenjangan pengetahuan yaitu perbedaan antara keyakinan
perusahaan akan kebutuhan dan apa yang diharapkan pelanggan
dengan harapan pelanggan yang sebenarnya
•
Gap 2 : Kesenjangan standar atau desain yaitu perbedaan antara
persepsi perusahaan akan apa yang diharapkan pelanggaan dengan
standar spesifikasi kualitas jasa.
•
Gap 3 : Kesenjangan performa jasa yaitu perbedaan antara standar
spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa yang dilakukan oleh
perusahaan
•
Gap 4 : Kesenjangan komunikasi yaitu kesenjangan antara
penyampaian atau performa jasa yang sebenarnya dengan komunikasi
eksternal yang dilakukan oleh perusahaan akan jasa
•
Gap 5 : Merupakan keseluruhan akumulasi dari gap satu hingga gap
empat dan mewakili kesenjangan jasa yaitu perbedaan antara harapan
dan persepsi pelanggan tentang jasa dengan apa yang mereka
dapatkan.
29
Word of Mouth
Communications
CONSUMER
Past Experience
Personal Needs
Expected Service
GAP 5
Perceived Service
MARKETER
Service Delivery
(including pre- and postcontacts)
GAP 1
GAP 4
GAP 3
Translation of Perception
into Service Quality Specs.
GAP 2
Management perceptions
of Consumer Expectations
Gambar 2.2 Service Quality Model
Parasuraman, Valerie, and Leonard (1985b:44)
External Communication
to Consumers
30
2.5.2 Perceived Service Quality
Apapun jenis jasanya, konsumen menggunakan kriteria yang sama
dalam memberi penilaian akan kualitas jasa. Terdapat sepuluh kriteria atau
dimensi yang digunakan yaitu reliability, responsiveness, competence, access,
courtesy, communication, credibility, security, understanding, dan, tangible.
Kesepuluh dimensi ini kemudian diperhalus menjadi lima dimensi yaitu
tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy (Parasuraman et
al., 1985b:47).
Tabel 2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan
Model Lama
Model Baru
Deskripsi
Tangible
Tangible
Dimensi yang mewakili unsur fisik seperti
fasilitas, peralatan, karyawan dan materi
komunikasi.
Reliability
Reliability
Kemampuan untuk memberikan pelayanan
secara
akurat,
konsisten,
dan
dapat
diandalkan.
Responsiveness
Responsiveness
Kemauan untuk membantu pelanggan dan
menyediakan jasa secara cepat dengan tetap
menjaga fleksibilitas penyediaan jasa untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan
Competence
Assurance
Kemampuan,
pengetahuan,
kesopanan
Courtesy
karyawan dalam membangun kepercayaan
Credibility
pelanggan.
Security
kenyamanan dalam proses pelayanan.
Termasuk
keamanan
dan
31
Access
Empathy
Memberikan perhatian kepada pelanggan
Communication
secara individual. Memberikan kemudahan
Understanding
bagi
pelanggan,
penyampaian
atau
komunikasi yang mudah dimengerti dan
mengerti kebutuhan pelanggan.
Perceived Service Quality adalah hasil dari perbandingan pelayanan
yang diharapkan (expected service) dengan pelayanan yang dirasakan
(perceived service). Dalam mengevaluasi apa yang diharapakan dan dirasakan
oleh pelanggan dalam jasa berbeda dengan mengevaluasi produk. Yang
membedakan adalah sifat dari karakteristik yang dievaluasi.
Determinants of
W.O.M
Personal
Needs
Past
Experience
Service Quality
1. Tangible
2. Reliability
Expected
Service
Perceived
Service
Quality
3. Responsiveness
4. Assurance
5. Emphaty
Perceived
Service
Gambar 2.3 Perceived Service Quality
Parasuraman, Valerie, and Leonard (1985b:48)
Pada bab kualitas pelayanan, telah dijelaskan tiga atribut yang
digunakan pelanggan dalam mengevaluasi kualitas produk dan jasa yaitu
search properties, experience properties, dan credence properties. Ketiga
32
atribut ini dapat dilihat pada tabel 2.2. Aspek tangible menjadi atribut yang
dapat diketahui terlebih dahulu oleh pelanggan sebelum proses pembeliansearch properties. Aspek reliability, responsiveness, dan empathy merupakan
atribut yang hanya dapat diketahui oleh pelanggan ketika membeli dan
menggunakan jasa tersebut-experience properties. Aspek assurance termasuk
pada kategori credence properties dimana pelanggan sulit atau tidak yakin
dalam memberikan penilaian meskipun mereka telah menggunakannya.
Perceived service quality berada pada suatu rangkaian tingkat dari
kualitas yang ideal hingga yang sangat tidak dapat diterima dimana diantara
tingkatan tersebut terdapat juga kualitas yang dapat diterima atau memuaskan.
Persepsi pelanggan akan kualitas jasa tergantung dari perbedaan sifat antara
pelayanan yang diharapakan (expected service/ES) dengan pelayanan yang
dirasakan (perceived service/PS), sebagai berikut (Parasuraman et al.,
1985b:48):
a. Ketika ES lebih besar dari PS, kualitas yang dirasakan kurang
memuaskan dan mengarah pada kualitas yang sangat tidak dapat
diterima dengan perbedaan yang meningkat antara ES dan PS.
b. Ketika ES sama dengan PS, kualitas yang dirasakan memuaskan.
c. Ketika ES lebih kecil dari PS, kualitas yang dirasakan sangat
memuaskan dan mengarah pada kualitas yang ideal dengan perbedaan
yang meningkat antara ES dan PS.
33
2.6 Bauran Pemasaran Pelayanan
Strategi yang dipakai dalam industri manufaktur memiliki empat dasar elemen
yaitu product, price, place dan promotion. Dikarenakan sifat atau dimensi dari jasa
yang berbeda dengan produk, dilakukan penambahan empat elemen lainnya yang
berkaitan dengan proses penyampaian jasa. Kedelapan elemen ini dapat dijadikan
strategi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Lovelock and Wirts, 2007: 22-25)
a. Product
Produk jasa merupakan produk inti yang memenuhi kebutuhan utama
pelanggan dan berbagai elemen layanan tambahan yang membantu pelanggan
untuk menggunakan produk inti secara efektif serta memberi nilai lebih.
b. Place and time
Dalam penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan melibatkan dimana dan
kapan produk atau jasa itu diberikan kepada pelanggan. Perusahaan menetapkan
metode serta jalur distribusi. Kecepatan dan kenyamanan tempat dan waktu
menjadi fakor penting dalam menjaga efisiensi.
c. Price
Bagi perusahaan, harga adalah penghasilan yang diterima dalam menyediakan
produk atau jasa. Bagi pelanggan, harga adalah beban yang harus dikeluarkan
untuk memperoleh keuntungan dari produk atau jasa. Perusahaan tidak hanya
menetapkan harga dimana pelanggan bersedia dan mampu untuk mengeluarkan
sejumlah uang tetapi juga memperhitungkan faktor lain seperti waktu, usaha
34
secara emosional dan fisik yang diperlukan dalam mendapatkan produk dan
jasa.
d. Promotion and education
Dalam pemasaran jasa, tujuan komunikasi yang dilakukan perusahaan adalah
memberikan edukasi kepada pelanggan khususnya pelanggan baru. Perusahaan
menjelaskan kepada pelanggan keuntungan, dimana dan kapan untuk
memperoleh, dan bagaimana proses jasa berlangsung. Promosi penjualan juga
dapat dilakukan perusahaan guna menstimulasi pembelian pertama dan
meningkatkan penggunaan ketika permintaan sedang rendah
e. Process
Sistem yang
digunakan
oleh
perusahaan
yang
berhubungan
dengan
penyampaian jasa. Perusahaan haruslah menyusun dan menerapkan proses yang
efektif dan memudahkan pelanggan karena seringkali pelanggan terlibat dalam
proses tersebut.
f. Physical environment
Segala bentuk fisik yang menunjukkan bukti dari kualitas jasa suatu perusahaan
seperti gedung, peralatan, kendaraan, desain ruangan, seragam karyawan.
g. People
Dalam jasa dibutuhkan interaksi antara pelanggan dan karyawan. Interaksi ini
akan mempengaruhi bagaimana pelanggan mengartikan atau merasakan
kualitas jasa suatu perusahaan. Perusahaan melakukan usaha yang terbaik
35
dalam menyeleksi, melatih, dan memotivasi karyawan karena merekalah yang
akan melayani dan berinteraksi langsung dengan pelanggan.
h. Productivity and quality
Meningkatkan produtivitas berarti melakukan pengontrolan biaya dengan tetap
berhati-hati dalam melakukan pemotongan biaya. Meningkatkan kualitas berarti
melihat dari sudut pandang pelanggan dengan melakukan diferensiasi dan
membangun kepuasan serta kesetiaan pelanggan.
2.7 Relationship Marketing
Kuatnya persaingan dalam lingkungan industri meningkatkan pentingnya
membangun hubungan antara perusahaan dengan pelanggan. Ndubisi (2004)
mengatakan perusahaan mulai memfokuskan diri dalam membangun hubungan yang
kuat dengan pelanggan untuk mendapatkan informasi bagaimana melayani pelanggan
dan menjaga mereka untuk berpindah ke merek lain.
Berry dan Parasuraman (1991) mengatakan bahwa relationship marketing
berkaitan dengan menarik, mengembangkan, dan mempertahankan hubungan dengan
pelanggan. Jackson (1985) mengartikan relationship marketing sebagai pemasaran
yang berorientasi kepada hubungan yang kuat dan bertahan lama dengan seorang
individu. Relationship Marketing mengarah kepada segala aktifitas pemasaran yang
ditujukan untuk menciptakan, mengembangkan, dan membina hubungan yang sukses
36
Relationship marketing merupakan strategi perusahaan dalam membangun serta
menjaga hubungan yang dalam dengan orang dan organisasi yang dapat memberikan
pengaruh kepada perusahaan. Tujuan dari pemasaran ini adalah untuk menjaga
hubungan yang saling memuaskan dalam jangka panjang. Rasa puas diharapkan dapat
membentuk dan menjaga kelangsungan bisnis yang dijalankan. Menurut Gronroos
(1994), tujuan dari relationship marketing adalah mewujudkan, memelihara, dan
meningkatkan hubungan yang saling menguntungkan dengan pelanggan dan partner
kerja sehingga tujuan dari pihak yang terlibat terpenuhi.
Konsumen memiliki keinginan untuk mengurangi pilihan ketika terlibat dalam
suatu hubungan yang berkelanjutan dengan pemasar. Hal ini akan terlihat dengan
menjadi pelanggan tetap serta menjaga hubungan secara terus menerus dengan
pemasar. Konsumen memiliki komitmen untuk berlangganan suatu produk atau jasa
tertentu. Ketika konsumen memiliki komitmen dan kepercayaan, mereka akan
melakukan pengulangan transaksi produk atau jasa perusahaan yang sama (Sheth and
Parvatiyar, 1995:256).
Berdasarkan jurnal “Relationship Marketing and Customer Loyalty” yang
ditulis oleh Ndubisi dan Chan (2005), kunci sukses yang mendukung terciptanya
relationship marketing adalah kepercayaan, komitmen, penanganan masalah,
komunikasi. Keempat faktor ini akan memiliki pengaruh akan loyalitas pelanggan.
Komitmen dan kepercayaan merupakan kunci dari suksesnya relationship
marketing karena memotivasi pemasar dalam mempertahankan hubungan dan
menolak alternatif jangka pendek guna keuntungan jangka panjang dengan tetap
37
bertahan pada partner yang sudah ada. Oleh karena itu, dengan adanya komitmen dan
kepercayaan akan menghasilkan efisiensi, produtivitas, dan efektivitas. Secara
singkat, di dalam relationship marketing, komitmen dan kepercayaan mengarah
kepada perilaku kooperatif dan kondusif. (Morgan and Hunt, 94:22)
Hubungan dibangun atas dasar komitmen bersama. Komitmen merupakan
kekuatan dari relationship marketing dan merupakan ukuran untuk melihat loyalitas
pelanggan dan memperkirakan frekuensi pembelian di masa depan. Relationship
commitment merupakan mitra yang saling bertukaran percaya bahwa hubungan yang
terjalin satu dengan yang lainnya sangat penting untuk memberikan usaha secara
maksimal dalam menjaga hubungan tersebut. Pihak yang terlibat meyakini hubungan
yang terjalin berharga untuk dipertahankan tanpa batas. Menurut Moorman, Zaltman,
dan Deshpande (1992), komitmen kepada suatu hubungan merupakan keingingan
untuk menjaga hubungan yang berharga.
Kepercayaan akan timbul ketika salah satu pihak memiliki kepercayaan akan
kehandalan serta integritas pihak lain. Kepercayaan merupakan keinginan untuk
mengandalkan pihak lain yang diyakini. Keyakinan untuk mempercayai itu timbul
karena perusahaan yakin bahwa pihak tersebut dapat diandalkan dan memiliki
integritas tinggi yang berkaitan dengan konsitensi kualitas, kompeten, jujur, adil,
bertanggung jawab, menolong, dan penuh kebaikan. Pengkhianatan akan mengarah
pada kegagalan atau hubungan yang rusak.
Komunikasi mengacu kepada kemampuan untuk memberikan informasi yang
tepat dan terpercaya. Dalam relationship marketing, komunikasi berarti menjaga
38
hubungan dengan pelanggan yang berharga, menyediakan informasi jasa serta
perubahan dengan tepat dan dapat dipercaya, dan menginformasikan kepada
pelanggan jika terdapat masalah dalam penyampaian jasa. Ketika terjadi masalah,
perusahaan memberikan informasi kepada pelanggan sumber dari masalah tersebut.
Ketika terjalin komunikasi yang baik antara perusahaan dengan pelanggannya, akan
tercipta hubungan yang baik dan pelanggan akan lebih setia.
Dwyer and Oh (1987) mendefinisikan penanganan masalah sebagai
kemampuan perusahaan dalam menghindari masalah utama, mengatasi konflik yang
ada sebelum menciptakan masalah, dan mendiskusikan solusi secara terbuka ketika
terjadi masalah. Ndubisi dan Chan (2005) menemukan hubungan yang signifikan
antara penanganan konflik dan loyalitas pelanggan, secara tidak langsung melalui
kepercayaan dan persepsi kualitas hubungan. Kemampuan perusahaan dalam
menangani konflik dengan baik juga akan secara langsung mempengaruhi loyalitas
pelanggan.
Terdapat perbedaan mendasar antara strategi yang ditujukan untuk memicu
terjadinya transaksi dengan strategi untuk menciptakan hubungan jangka panjang
dengan pelanggan. Terdapat empat tipe marketing yaitu transactional marketing dan
tiga kategori lain yang termasuk dalam relation marketing yaitu database marketing,
interaction marketing, dan network marketing.
Transactional Marketing adalah suatu keadaan dimana terjadi pertukaran nilai
antara dua pihak. Satu transaksi atau bahkan beberapa transaksi tidak membentuk
suatu hubungan yang saling membutuhkan dan pengetahuan antara pihak yang
39
terlibat. Ketika transaksi antara pelanggan dan perusahaan terjadi secara terpisah dan
anonim, tanpa riwayat pelanggan dan sejarah pembelian, serta sedikit atau tidak ada
pengakuan timbal balik antara pelanggan dan karyawan, maka tidak ada hubungan
pemasaran yang berarti.
Database Marketing masih berfokus pada transaksi dengan adanya pertukaran
informasi. Pemasar mengandalkan teknologi informasi, biasanya dalam bentuk
database untuk membentuk hubungan dengan target pelanggan dan mempertahankan
keberadaan mereka dari waktu ke waktu. Namun, hubungan yang terjadi tidaklah
dekat karena komunikasi didorong dan dikelola oleh perusahaan. Teknologi
digunakan untuk mengidentifikasi dan membangun database pelanggan yang sudah
ada dan pelanggan potensial, menyampaikan pesan yang berbeda-beda berdasarkan
karakteristik konsumen dan preferensi, dan melacak setiap hubungan untuk
memantau biaya untuk mendapatkan pelanggan dan nilai yang dihasilkan dari
pembelian.
Dalam Interaction marketing, hubungan yang dekat akan terwujud karena
dalam situasi ini terdapat interaksi antara pelanggan dan perwakilan dari perusahaan
misalnya melalui telepon. Meskipun pelayanan itu penting, akan tetapi terdapat nilai
yang ditambahkan melalui orang dan proses sosial. Interaksi terjadi dua arah melalui
negosiasi dan berbagi wawasan. Jenis hubungan ini terjadi ketika pembeli dan penjual
kenal dan saling percaya. Hubungan seperti ini juga sering ditemukan dalam layanan
B2B (Business to Business). Baik perusahaan dan pelanggan bersedia untuk
menginvestasikan sumber daya mereka untuk mengembangkan hubungan yang saling
40
menguntungkan. Investasi ini termasuk waktu yang digunakan untuk berbagi dan
menyimpan informasi.
Seiring dengan bertumbuhnya perusahaan jasa dan meningkatnya penggunaan
teknologi seperti situs web, mempertahankan hubungan yang bermakna dengan
pelanggan menjadi tantangan perusahaan. Perusahaan yang memiliki nasabah atau
pelanggan yang besar semakin sulit untuk membangun dan memelihara hubungan
melalui call center, situs web dan channel lainnya.
Seseorang dapat dikatakan networker yang baik karena ia mampu berhubungan
dengan orang lain yang memiliki kepentingan bersama. Dalam konteks B2B
(Business to Business), pemasar mengembangkan jaringan hubungan dengan
pelanggan, distributor, pemasok, media, konsultan, asosiasi perdagangan, lembaga
pemerintah, pesaing, dan bahkan pelanggan dari pelanggan mereka. Seringkali,
sebuah tim dalam perusahaan pemasok bekerjasama dengan sebuah tim dalam suatu
organisasi untuk memberikan pelayanan yang efektif (Lovelock and Wirts, 2007:363364).
Download