PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM (Studi pada Sektor Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum) Oleh: Rizky Putri Utami NIM: 104082002739 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Rizky Putri Utami NIM :104082002739 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Dr. Wiwik Utami, SE., Ak., M.Si. Pembimbing II Amilin, SE., Ak., M.Si. JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M i Hari ini Jumat Tanggal 28 Bulan Nopember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Rizky Putri Utami NIM: 104082002739 dengan judul Skripsi “PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum).” Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 28 Nopember 2008 Tim Penguji Ujian Komprehensif Afif Sulfa, SE., Ak., MSi. Ketua Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM Sekretaris Abbas Ghozali, Ph. D. Penguji Ahli ii Hari ini Selasa Tanggal Tiga Puluh Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Rizky Putri Utami NIM: 104082002739 dengan judul Skripsi “PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM”. (Studi Pada Sektor Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 30 Desember 2008 Tim Penguji Ujian Skripsi Pembimbing I Pembimbing II Dr., Wiwik Utami, SE., Ak., MSi. Amilin, SE., Ak., M.Si. Penguji Ahli Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si. iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Diri Pribadi Nama Lengkap Jenis Kelamin Tempat Tanggal Lahir Kewarganegaraan Agama Alamat Telepon/Handphone Email : : : : : : Rizky Putri Utami Wanita Jakarta, 11 Januari 1987 Indonesia Islam Jl. Manyar Dalam Blok RS V Bintaro, Tangerang 15412 : (021) 737 – 2090 / 0856 – 9197 – 37881 : [email protected] Pendidikan Formal • • • • MI Darunnajah, Ulujami SLTPN 161, Tanah Kusir SMAN 29, Jakarta UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta [1992-1998] [1998-2001] [2001-2004] [2004-2008] Latar Belakang Keluarga Ayah Tempat & Tgl. Lahir : Abdul Azis : Jakarta 25 April 1961 Ibu Tempat & Tgl. Lahir : Wuning Astuti : Jakarta, 28 Nopember 1966 Anak Ke dari : 1 dari 3 bersaudara iv PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum) By: Rizky Putri Utami Abstract The primary objective of this research is to understand and to analyzing the effect of the environmental disclosure with financial performance and stock performance. The sample of this research is utilize at Wood industry and Mining Company in the context of Indonesia Stock Exchange. Based on the theoretical model that is proposed in this research, the statistical techniques used in this study is simple linier regression analysis. These statistical techniques is used test the hypothesis. The sample of this research consist of 9 companies – 5 wood companies and 4 mining companies the context of Indonesia Stock Exchange is selected purposively. The analysis used software Statistical Package for The Social Science (SPSS) versi 12.0. The test conducted on hypothesis had shown that significant of environmental disclosure with financial performance and also stock performance. Keywords: environmental disclosure, financial performance, return on asset, and return of stock investment. v PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum) Oleh: Rizky Putri Utami Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan dan kinerja saham. Sampel perusahaan pada penelitian ini adalah perusahaan pengusahaan hutan dan pertambangan umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan model teoritis yang diajukan dalam penelitian ini teknik statistik yang digunakan adalah dengan regresi linear sederhana untuk menguji hipotesis. Sampel diambil secara purposive sebanyak 9 sampel perusahaan – 5 perusahaan pengusahaan hutan dan 4 perusahaan pertambangan umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Analisis menggunakan Statistical Package for The Social Science (SPSS) versi 12.0. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan dan juga kinerja saham. Kata kunci: pengungkapan lingkungan, kinerja keuangan, return on asset, dan return saham. vi KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puja, puji serta syukur penulis panjatkan atas segala kehadirat Illahi Robbi Allah SWT yang telah mencurahkan segala nikmat yang tiada hentinya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Salawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita ke zaman peradaban. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pengungkapan Lingkungan Terhadap Kinerja Keuangan dan Kinerja Saham”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama penyusunan skripsi ini, telah banyak sekali pihak yang telah membantu baik moril maupun materil sehingga penyusunan skripsi ini akhirnya bisa selesai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta atas segala doa, nasihat, motivasi, dan bantuan baik moril maupun materiil serta kepada kedua saudaraku untuk dukungan dan motivasinya. 2. Bapak Drs. Muhammad Faisal Badroen, MBA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Pudek Bidang Akademik. 4. Ibu Dr. Wiwik Utami, SE., Ak., M.Si selaku pembimbing I, terima kasih atas ilmu nasihat, dan bimbingannya selama ini. 5. Bapak Amilin, SE., Ak., M.Si. selaku pembimbing II dan Sekretaris Jurusan Akuntansi, terima kasih atas ilmu, nasihat, dan bimbingannya selama ini. 6. Ibu Dr. Zurinal Z. selaku Pudek Bidang Administrasi Umum. 7. Bapak Drs. Suhenda Wiranata, ME. selaku Pudek Bidang Kemahasiswaan. 8. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi. 9. Segenap jajaran akademik FEIS dan staf pengajar. vii 10. Teman-teman angkatan 2004, serta semua sahabat-sahabatku yang telah memberikan bantuan dan semangat. Untuk semua orang yang telah membantuku, tapi tidak tersebut namanya, terima kasih. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Hormat saya, Penulis viii DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan Skripsi............................................................................ i Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ...................................................... ii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi.................................................................. iii Daftar Riwayat Hidup ..................................................................................... iv Abstract ............................................................................................................. v Abstrak............................................................................................................. vi Kata Pengantar ................................................................................................ vii Daftar Isi .......................................................................................................... ix Daftar Tabel ..................................................................................................... xii Daftar Gambar ................................................................................................xiii Daftar Lampiran..............................................................................................xiv BAB. I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Penelitian ........................................................ 1 B. Perumusan Masalah.................................................................. 14 C. Tujuan Penelitian...................................................................... 14 D. Manfaat Penelitian ................................................................... 14 BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................16 A. Kerangka Teoritis .....................................................................16 1. Hubungan Perusahaan dengan Lingkungan ............................16 2. Konsep Akuntansi Lingkungan ..............................................20 ix 3. Pengungkapan Lingkungan ....................................................24 4. Kinerja Keuangan ..................................................................33 5. Kinerja Saham .......................................................................36 6. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Keuangan..............................................................................38 7. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Saham ...................................................................................39 B. Kerangka Penelitian.................................................................. 40 C. Hipotesis .................................................................................... 40 BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 42 A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 42 B. Metode Penentuan Sampel........................................................ 42 C. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 43 D. Metode Analisis Data ................................................................ 43 1. Uji Asumsi Klasik .................................................................. 44 a. Uji Multikolinearitas .......................................................... 44 b. Uji Heterokedastisitas ........................................................ 45 c. Uji Autokorelasi................................................................. 45 d. Uji Normalitas ................................................................... 45 2. Uji Hipotesis........................................................................... 46 a. Uji Koefisien Determinasi ................................................. 46 b. Regresi Linear Sederhana..................................................47 c. Uji Statistik t ..................................................................... 48 x E. Operasional Variabel Penelitian...............................................48 1. Kinerja Keuangan...................................................................49 2. Kinerja Saham........................................................................50 3. Pengungkapan Lingkungan.....................................................51 BAB. IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ..............................................52 A. Gambaran Umum Objek Penelitian.........................................52 B. Hasil Uji Asumsi Klasik ............................................................65 1. Uji multikolinearitas ...............................................................59 2. Uji heteroskedastisitas ............................................................60 3. Uji autokorelasi ......................................................................61 4. Uji normalitas .........................................................................63 C. Hasil Uji Hipotesis.....................................................................64 1. Uji Koefisien Determinasi ......................................................64 2. Uji Statistik t ..........................................................................67 BAB. V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ................................................. 73 A. Kesimpulan................................................................................ 73 B. Implikasi .................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 75 LAMPIRAN .....................................................................................................79 xi DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Halaman 1.1. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Sebelumnya ............... 13 4.1. Daftar Perusahaan Sampel...................................................................... 54 4.2. Proporsi Pengungkapan Lingkungan Pengusahaan Hutan ....................... 55 4.3. Proporsi Pengungkapan Lingkungan Pertambangan Umum .................... 55 4.4. ROA Perusahaan Pengusahaan Hutan..................................................... 56 4.5. ROA Perusahaan Pertambangan Umum.................................................. 57 4.6. Return Saham Perusahaan Pengusahaan Hutan ....................................... 58 4.7. Return Saham Perusahaan Pertambangan Umum.................................... 58 4.8. Uji Multikolinearitas Hipotesis Pertama ................................................. 59 4.9. Uji Multikolinearitas Hipotesis Kedua .................................................... 59 4.10. Uji Autokorelasi Hipotesis Pertama ....................................................... 62 4.11. Uji Autokorelasi Hipotesis Kedua .......................................................... 62 4.12. Uji Koefisien Determinasi Hipotesis Pertama ......................................... 65 4.13. Uji Koefisien Determinasi Hipotesis Kedua............................................ 66 4.14. Uji t Hipotesis Pertama........................................................................... 67 4.15. Uji t Hipotesis Kedua ............................................................................. 69 xii DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 2.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 40 4.1. Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Pertama .............................................. 60 4.2. Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Kedua................................................. 61 4.3. Uji Normalitas Hipotesis Pertama........................................................... 63 4.4. Uji Normalitas Hipotesis Kedua ............................................................. 64 xiii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Halaman 1. Rekapitulasi Data ...................................................................................a 2. Daftar Perusahaan Sampel......................................................................d 3. Hasil Uji Asumsi Klasik Hipotesis Pertama............................................e 4. Hasil Uji Asumsi Klasik Hipotesis Kedua ..............................................n 5. Hasil Uji Hipotesis Pertama....................................................................w 6. Hasil Uji Hipotesis Kedua ......................................................................x xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pada prinsipnya dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu dampak bio-fisika-kimia dan dampak sosial. Contoh dari dampak bio-fisika-kimia misalnya pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan keanekaragaman hayati, atau pengurangan cadangan air tanah (Anonim, 2008). Semua jenis dampak yang ditimbulkan perusahaan akan memberikan risiko yang mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh aktivitas perusahaan. Misalnya pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan akan memberikan risiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan perdata. Perusahaan dalam menetapkan dan menjalankan strategi bisnisnya harus memperhatikan dampaknya terhadap kondisi sosial dan lingkungan serta berupaya agar dampak yang ditimbulkannya adalah positif. Tujuan kegiatan bisnis secara umum yaitu keuntungan, keberlangsungan, pertumbuhan, dan tanggung jawab sosial perusahaan. Tiga dari tujuan diperjuangkan perusahaan agar tercapai karena perusahaan harus mempertanggungjawabkan aktivitas operasinya secara “konvensional” kepada pemegang saham. Tanggung jawab sosial dituntut karena akibat yang 1 ditimbulkan operasi perusahaan bukan hanya ditanggung pemegang saham namun juga stakeholders, seperti pemerintah masyarakat, pelanggan dan lingkungan (Harsono, 2000:1). Perusahaan didirikan dengan tujuan menghasilkan laba maksimal bagi para pemilik perusahaan. Cost-benefit suatu aktivitas operasi perusahaan menjadi pertimbangan utama dalam usahan memaksimalkan laba. Atas dasar alasan ini pula kemudian terjadi pengabaian prinsip-prinsip dari maksimalisasi laba itu sendiri, diantaranya pengabaian aspek-aspek hubungan kemanusiaan dengan tenaga kerja, lingkungan alam, dan masyarakat sekitar, sedangkan aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi going cocern perusahaan secara langsung atau tidak langsung. Dengan kata lain jika terjadi hal-hal yang mengancam kontinuitas perusahaan, maka jalan keluarnya mengandung cost yang relatif lebih tinggi (Ja’far dan Amalia, 2006:2). Implikasi dari pelanggaran prinsip-prinsip maksimalisasi laba diantaranya adalah terbengkalainya pengelolaan (manajemen) lingkungan serta rendahnya minat perusahaan terhadap konservasi lingkungan, seperti masalah pencemaran lingkungan yang terjadi di Indonesia dan negara-negara lain. Masalah ini tidak akan terjadi jika manajer perusahaan memegang komitmen pada pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap kebersihan lingkungan (Ja’far dan Amalia, 2006:3). Permasalahan lingkungan di Indonesia merupakan faktor penting yang harus segera dipikirkan mengingat akibat dampak buruk pengelolaan lingkungan dan rendahnya perhatian terhadap lingkungan dari aktivitas 2 industri yang terjadi dewasa ini. Gejala ini dapat dilihat dari berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir banding di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tanah longsor di Desa Sijeruk dan daerah lain di Jawa dan Sumatera, serta kebakaran hutan di beberapa hutan lindung Kalimantan. Bahkan munculnya banjir Lumpur bercampur gas sulfur di daerah Sidoarjo Jawa Timur. Kasus yang terakhir berkembang adalah banjir lumpur Lapindo. Setidaknya terdapat tiga aspek yang menyebabkan terjadinya semburan limpur panas tersebut (Wibisono, 2008). Pertama, adalah aspek teknis. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur adalah gempa Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen. Selain itu ada pendapat lain yang menyatakan semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. Jika hal tersebut benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional standar. Kedua, aspek ekonomis. Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional dengan tidak memasang selubung bor. Penggunaan selubung bor ini sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan selubung bor berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo. Ketiga, aspek politis. Sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC) dari pemerintah sebagai otoritas 3 penguasa kedaulatan atas sumber daya alam. Poin inilah yang paling penting dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi nonliberal dalam berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh potensi tambang migas dan SDA “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi profit yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem. Hutomo (1996) dalam Harsono (2000:6) mencatat tiga permasalahan lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas bisnis. Pertama, permasalahan lingkungan hidup, terutama di kota-kota besar, telah dianggap berada pada tingkat yang membahayakan. Masyarakat sudah kesulitan memperoleh air bersih dan menghirup udara segar. Penurunan kualitas atau kerusakan alam ini lebih banyak disebabkan oleh dampak negatif aktivitas industri. Kedua, dalam perdagangan bebas, produk disyaratkan harus bersahabat dengan lingkungan, memaksa perusahaan harus meyusun strategi bisnis yang menyeluruh. Aspek lingkungan tidak boleh dipandang sebagai “program sambilan” bila perusahaan ingin mempertahankan hidupnya. Ketiga, lemahnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Di samping itu, tekanan politis terhadap perusahaan makin kuat akibat pemerintah mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. 4 Harahap (1993) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2) mengemukakan besarnya dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan terhadap lingkungannya membuat masyarakat menginginkan agar dampak negatif tersebut dikontrol sehingga social cost yang ditimbulkannya tidak semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansu yang selama ini dikenal hanya memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan dengan pihak ketiga, dengan adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi juga dengan lingkungannya. Harahap (1993) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2) menjelaskan bahwa hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat non-reciprocal, artinya transaksi itu tidak menimbulkan prestasi timbal balik dari pihak yang berhubungan. Ilmu akuntansi yang mencatat, mengukur, melaporkan dampak luar tersebut disebut Socio Economic Accounting (SEA), Environmental Accounting, atau Social Responsibility Accounting. Djogo (2006) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2) menyatakan konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Konsep ini muncul akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja. Mulyono (2002:1) mengungkapkan ketika masalah lingkungan menjadi fokus utama dalam agenda politik dalam tahun 1980-an, keprihatinan 5 berkembang dari skala nasional menjadi skala internasional. Sebagai contoh isu-isu yang menyeruak antara lain hujan asam, menipisnya lapisan ozon, serta meningkatnya suhu bumi yang sekarang ini biasa disebut dengan global warming. Sejak pertengahan 1970-an, banyak perusahaan industri dan jasa besar dunia yang mulai berjuang dengan konsep pelaporan keuangan berkaitan dengan lingkungan. Perusahaan tersebut mulai menerapkan akuntansi lingkungan. Beberapa perusahaan berusaha untuk peduli terhadap laporan keuangan berkaitan dengan biaya lingkungan yang bertujuan meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental cost) dan manfaat atau efek (economic benefit). Sementara itu, beberapa lainnya bersikap pasif bahkan cenderung untuk menghindari biaya lingkungan tersebut. Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan manfaat atau efek perlindungan lingkungan (environmental protection) (Gunawan, 2004:41). Kita telah memasuki dekade abad 20 dengan kesadaran yang mendalam bahwa nasib negara semakin ditentukan oleh kekuatan persaingan global. Keputusa-keputusan operasi, investasi, dan pendanaan pembiayaan diwarnai oleh implikasi internasional. Sejalan dengan ini, laporan keuangan menjadi hal penting untuk memberikan gambaran mengenai keadaan suatu perusahaan berupa aktiva, hutang, dan modal, serta laporan laba rugi selama suatu periode tertentu. Agar hal tersebut dapat dicapai diperlukan suatu 6 pengungkapan (disclosure) yang jelas mengenai data akuntansi dan informasi lain yang relevan (Ikhsan, 2008:131). Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama informasi mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, akibatnya yang terjadi dalam praktik perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan informasi sosial. Bila manfaat yang diperoleh dengan pengungkapan informasi tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya, maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan informasi tersebut (Anggraini, 2006:3). Pengungkapan akuntansi lingkungan (Environmental Accounting Disclosure) di negara-negara berkembang termasuk Indonesia memang masih sangat kurang. Banyak penelitian di area Social Accounting Disclosure umumnya dan Environmental Accounting Disclosure pada khususnya memperlihatkan bahwa pihak perusahaan melaporkan kinerja lingkungan yang masih sangat terbatas. Kondisi ini disebabkan antara lain karena lemahnya sanksi hukum yang berlaku (Lindrianasari, 2007:159). Mobus (2005) dalam Lindrianasari (2007:159) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara sanksi hukum pengungkapan lingkungan yang wajib dengan penyimpangan aturan yang dilakukan oleh perusahaan. Artinya semakin keras sanksi hukum akan semakin mengurangi penyimpangan aturan yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pihak regulator 7 memiliki kekuatan untuk menekan pihak perusahaan dalam meminimalisasikan dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha mereka. Beberapa jenis perusahaan pada saat ini sudah mulai menyadari akan pentingnya masalah lingkungan. Mereka berusaha untuk mencapai dan menunjukkan kinerja lingkungan yang baik dengan mengendalikan dampak dari kegiatan produk atau jasanya pada lingkungan yaitu dengan memperhitungkan kebijakan dan tujuan lingkungannya. Organisasi tersebut melakukan hal ini karena semakin tingginya perhatian masyrakat pada hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan termasuk pembangunan berkelanjutan (Aris, 2002:2). Gray (1993) dalam Lindrianasari (2007:160) mengemukakan sebagian besar pengungkapan informasi sosial di laporan keuangan tehunan memuat informasi mengenai tenaga kerja, lingkungan, dan masyarakat. Pengungkapan lingkungan merupakan bagian dari pengungkapan laporan keuangan. Lebih lanjut diutarakan bahwa informasi lingkungan merupakan salah satu bagian penting dari suatu laporan keuangan perusahaan. Dunlap dan Scare (1991) dalam Lindrianasari (2007:160) menyatakan bahwa dari hasil polling, publik memandang kegiatan bisnis dan perusahaan sebagai kontibutor terbesar terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini. Selanjutnya, publik juga ingin tahu sebesar apa kegiatan perusahaan yang berdampak terhadap lingkungan. Untuk itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi mengenai kinerja kepada publik. Beberapa bentuk 8 media dapat digunakan oleh perusahaan untuk menyampaikan laporan lingkungan, seperti laporan tahunan, laporan lingkungan tersendiri (stand alone environmental reports), dan website. Laporan keuangan adalah suatu sumber potensial yang lazim digunakan oleh para investor sebagai dasar pengambilan keputusan penanaman modal. Adanya informasi yang dipublikasikan akan merubah keyakinan para investor. Laporan keuangan dikatakan mempunyai kandungan informasi apabila dengan dipublikasikannya laporan keuangan akan menyebabkan para investor bereaksi untuk melakukan penjualan atau pembelian saham. Selanjutnya reaksi tersebut akan tercermin dalam perubahan return saham disekitar tanggal publikasi laporan keuangan. Salah satu fungsi pasar modal adalah sebagai sarana untuk memobilisasi dana yang bersumber dari masyarakat ke berbagai sektor yang melaksanakan investasi. Syarat utama yang diinginkan oleh para investor untuk bersedia menyalurkan dananya melalui pasar modal adalah perasaan aman akan investasi dan tingkat return yang akan diperoleh dari investasi tersebut. Perasaan aman ini diperoleh karena para investor memperoleh informasi yang jelas, wajar, dan tepat waktu sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasinya (Daniati dan Suhairi, 2006:1). Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntanbilitas, responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor dan stakeholders lainnya. Pelaporan tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan 9 komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan stakeholders lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan corporate social responsibility (CSR) –lingkungan dan sosial- dalam setiap aspek kegiatan operasinya (Darwin, 2008). Pfleiger, et. al. (2005) dalam Ja’far dan Amalia (2006:3) mengemukakan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholders terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab di masyarakat. Hasil lain mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Lebih lanjut Ferreira (2004) dalam Ja’far dan Amalia (2006:3) menyatakan bahwa perusahaan sebagai bagian dari tatanan sosial maka seharusnya perusahaan melaporkan pengelolaan lingkungannya dalam annual report. Hal ini terkait dengan tiga aspek persoalan kepentingan: keberlajutan aspek ekonomi, lingkungan, dan kinerja sosial. Di Indonesia sendiri, kewajiban pelaporan dampak lingkungan yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup RI hanyalah merupakan pengungkapan yang bersifat nonpublik (khusus terhadap institusi pemerintah terkait). Usaha dari pihak regulasi untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang telah dilakukan dengan menetapkan UU RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang 10 pengelolaan lingkungan hidup. Aturan pelaksanaan lebih lanjut telah dinyatakan dengan diterbitkannya PP Nomor 18 Tahun1999 (Suratno, Darsono, dan Mutmainah, 2006:2). Selain itu dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas juga mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang terkait dengan sumber daya alam untuk melaksanakan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Teoh dan Thong (1984) dalam meutya (2008) mengungkapkan bahwa perusahaan yang terdaftar di pasar saham akan mengungkapkan lebih banyak pengungkapan sosial dan lingkungan daripada yang tidak terdaftar. Ini merupakan indicator bahwa perusahaan-perusahaan sadar bahwa apa yang dilakukannya terkait dengan pengungkapan sosiallingkungan akan membawa pengaruh yang signifikan atas keberlangsungan hidup perusahaan tersebut. Clarkson dan Richardson (2004) dalam Utami (2007) meneliti tentang penilaian pasar atas environmental capital expenditure pada perusahaan kertas. Hasil dari penelitian tersebut adalah environmental capital expenditure berdampak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki tingkat polusi rendah tetapi tidak pada perusahaan dengan tingkat polusi kategori tinggi. Penelitian sebelumnya Suratno, Darsono, dan Mutmainah (2006) meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan lingkungan menggunakan dan kinerja skoring ekonomi. hasil Pengukuran PROPER. kinerja lingkungan Pengungkapan lingkungan 11 menggunakan skoring pengungkapan (jika melakukan pengungkapan lingkungan diberi skor satu, tidak mengungkapkan skor nol). Kinerja ekonomi menggunakan return tahunan industri bersangkutan. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi. Almilia dan Wijayanto (2007) meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan terhadap kinerja ekonomi. Kinerja lingkungan diproksi berdasarkan PROPER, sedangkan pengungkapan lingkungan dihitung menggunakan proporsi pengungkapan lingkungan yang diwajibkan dengan yang dilaporkan. Kinerja ekonomi diukur dengan return tahunan industri perusahaan sampel penelitian. Hasil dari penelitian tersebut adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja ekonomi. Sedangkan, pengungkapan lingkungan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja ekonomi. Pada penelitian Sarumpaet (2005) meneliti tentang hubungan kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan. Kinerja lingkungan diukur berdasarkan keikutsertaan perusahaan sampel dsalam PROPER dan ISO 14001 dan kinerja keuangan diukur dengan menggunakan return on asset. Hasil dari penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan. 12 Adapun perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya dapat ditunjukkan dalam tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian Penelitian Penelitian Keterangan Penelitian Sarumpaet Suratno, Almilia dan Sekarang Darsono, dan Wijayanto Mutmainah Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan yang manufaktur pemegang pengusahaan mengikuti yang mengikuti HPH/HPHTI hutan dan Subjek PROPER. dan pertambangan Penelitian PROPER dan terdaftar pertambangan umum. ISO 14001. Variabel Variabel Variabel Variabel independen: independen: independen: independen: kinerja pengungkapan kinerja kinerja lingkungan, lingkungan. lingkungan. lingkungan, pengungkapan Variabel Variabel pengungkapan Variabel lingkungan. dependen: lingkungan. Penelitian dependen: Variabel kinerja kinerja Variabel dependen: keuangan, keuangan. dependen: kinerja saham kinerja ekonomi kinerja ekonomi Waktu 2005 2006 2007 2008 Penelitian Kinerja Kinerja Kinerja Pengungkapan lingkungan: lingkungan: lingkungan: lingkungan: PROPER PROPER PROPER proporsi pengungkapan Kinerja Pengungkapan Pengungkapan yang dilakukan keuangan: lingkungan: lingkungan: dengan yang ROA skoring proporsi diwajibkan pengungkapan PSAK Instrumen Kinerja yang Penelitian ekonomi: dilakukan Kinerja (P1-P0)+div – Me dengan yang keuangan: ROA P0 diwajibkan Kinerja saham: Kinerja return saham ekonomi: (P1-P0)+div–Me P0 Sumber: Data Diolah 13 B. Perumusan Masalah Masalah yang diteliti dalam penelitian kali ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan? 2. Apakah pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperoleh bukti empiris tentang: 1. Pengaruh pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. 2. Pengaruh pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak, diantaranya: 1. Perusahaan Memberikan kontribusi mengenai pentingnya masalah lingkungan agar terciptanya kinerja lingkungan yang baik serta secara sadar untuk mengungkapkan masalah lingkungan di laporan tahunannya. 14 2. Investor Memberikan kontribusi mengenai pentingnya masalah lingkungan sebagai salah satu pertimbangan dalam menginvestasikan modal dalam sebuah perusahaan. 3. Penelitian Selanjutnya Memberikan kontribusi pada pengembangan teori terutama yang berkaitan dengan akuntansi lingkungan. 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Hubungan Perusahaan dengan Lingkungan Stoner et. al. (1995) dalam Harsono (2000:8) menunjukkan paling tidak ada dua model kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Pertama, adalah model biaya dan manfaat (cost and benefit model), yaitu pendekatan tradisional pada pemikiran mengenai penyelesaian lingkungan yang mengatakan bahwa peraturan lingkungan yang diusulkan harus diimplementasikan bila manfaat potensial lebih besar dari biaya potensial. Stoner mengkritisi bahwa kelemahan model ini adalah tidak semua manfaat dan biaya dapat diperhitungkan dengan mudah. Kedua, disebabkan adanya kelemahan model biaya dan manfaat serta memperhitungkan fakta bahwa banyak biaya lingkungan dan manfaatnya dirasakan dalam jangka panjang, kemudian berkembang model pendekatan baru yang disebut pengembangan berkelanjutan (sustainable development). Pendekatan ini menyatakan bahwa organisasi harus terlibat dalam aktivitas yang dapat berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang atau secara otomatis dapat memperbarui diri sendiri. Konsep ini telah lama menjadi sumber pemikiran dalam mendorong pengembangan ekonomi dalam melestarikan lingkungan. 16 Schmidheny (1994) dalam Harsono (2000:9) menyatakan bahwa sustainable development tidak hanya pendekatan ekonomi dengan lingkungan, namun juga sifat pengembangan ekonomi itu sendiri. Perubahan tersebut antara lain: a. Perubahan dari pertumbuhan menuju pengembangan b. Perubahan menuju lebih efisiensi dalam penggunaan SDA c. Perubahan menuju kesempatan ekonomi d. Perubahan menuju ekonomi konservasi dengan memasukkan faktor lingkungan ke dalam praktik bisnis e. Perubahan menuju perekonomian yang mempromosikan investasi jangka panjang daripada maksimalisasi keuntungan jangka pendek f. Perubahan menuju suatu budaya saving daripada mengembangkan budaya konsumsi dengan segera. Pengembangan berkelanjutan adalah bahwa pembangunan perlu memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa harus mengurangi kemungkinan generasi masa akan datang dalam memenuhi kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan perlu diterapkan karena kegiatan ekonomi saat ini kemungkinan besar mengurangi pemenuhan kebutuhan di masa datang dengan merusak ekosistem global. Harahap (2005) dalam Khoirunnisa (2006) mengemukakan ada paradigma yang mengubah kecenderungan aktivitas perusahaan menuju pencarian laba berwawasan lingkungan. Paradigma tersebut antara lain kecenderungan terhadap kesejahteraan sosial, kecenderungan terhadap 17 kesadaran lingkungan, perspektif ekosistem, dan ekonomisasi versus sosialisasi. Salah satu paradigma tersebut adalah kecenderungan terhadap kesadaran lingkungan. Dalam literatur paradigma ini dikenal dengan the human exceptionalism paradigm menuju the new environmental paradigm. Paradigma yang pertama menganggap bahwa manusia adalah makhluk unik yang memiliki kebudayaan sendiri yang tidak dapat dibatasi oleh kepentingan makhluk lain. Sebaliknya, paradigma yang kedua menganggap bahwa manusia adalah makhluk di antara bermacam-macam makhluk yang mendiami bumi yang saling mempunyai keterkaitan dan sebab akibat, serta dibatasi oleh sifat keterbatasan dunia itu sendiri, baik sosial, ekonomi, atau politik. Sehingga perhatian terhadap lingkungan akan semakin besar. Paradigma yang lain adalah perspektif ekosistem. Orientasi yang terlalu diarahkan kepada pembangunan ekonomi, efisiensi, profit maximization menimbulkan krisis ekosistem. Gejala ini menaruh perhatian para ahli sehingga mencul kelompok-kelompok yang menamakan diinya penyelamat lingkungan. Salah satu kelompok tingkat dunia yang menaruh perhatian kepada ekosistem ini adalah Club or Rome yang terkenal dengan pendapatnya limit to growth. Beberapa sarannya yang paling penting adalah stabilitas antara kelahiran dan kematian, stabilitas investasi dengan penyusutan barang modal, pengurangan konsumsi sumber-sumber alam, pengutamaan pendidikan, dan penurunan polusi industri. Tanpa 18 pembatasan terhadap tingkah laku manusia, tampaknya yang timbul hanya kehancuran dan kekacauan. Harsono (2000:12) mengemukakan bahwa peran pemerintah dalam membuat peraturan mengenai pengelolaan lingkungan sangat dibutuhkan. Tujuan dari adanya peraturan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut: a. Peraturan memberi sinyal kepada perusahaan tentang kemungkinan inefisiensi sumber daya dan potensi peningkatan teknologi b. Peraturan mengurangi ketidakpastian investasi pada pengelolaan lingkungan c. Peraturan dipusatkan pada pencarian informasi mengenai pencapaian manfaat utama dengan peningkatan kesadaran perusahaan d. Peraturan menciptakan tekanan yang memotivasi, inovasi, dan dinamika e. Peraturan menjadi pedoman agar selama masa transisi menuju solusi berdasarkan inovasi f. Tidak ada perusahaan yang menarik keuntungan dengan menolak investasi terhadap lingkungan. Di Indonesia, telah ada suatu kerangka kerja untuk konservasi lingkungan. Peraturan tentang Manajemen Lingkungan tahun 1982, yang kemudian direvisi tahun 1997, telah menyediakan suatu legalitas untuk mengawasi dan memaksa dipatuhinya regulasi yang dikeluarkan pemerintah tersebut. Sejak tahun 1986 pihak pemerintah melalui 19 BAPEDAL telah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Nota kesepahaman antara Kementrian Lingkungan Hidup dengan BI telah ditandatangani tahun 2005 tentang penetapan peringkat kualitas aktiva bagi bank umum. Aspek lingkungan menjadi salah satu variabel penentu dalam pemberian kredit dan kinerja lingkungan yang dikeluarkan oleh KLH melalui PROPER adalah tolak ukur mereka. PROPER menggunakan standar pengukur kualitas limbah perusahaan. Selanjutnya setiap perusahaan yang ingin mendapatkan kredit perbankan, harus memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan. Nota kesepahaman ini adalah harapan baru bagi pencerahan kondisi lingkungan hidup di Indonesia (Lindrianasari, 2007:161). 2. Konsep Akuntansi Lingkungan Akuntansi lingkungan adalah suatu istilah yang berupaya untuk menspesifikasikan pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah dalam melakukan konservasi lingkungan ke dalam pos “lingkungan” di dalam praktik bisnis perusahaan dan pemerintah. Dari kegiatan konservasi lingkungan ini pada akhirnya akan muncul biaya lingkungan (environmental cost) yang harus ditanggung perusahaan. Akuntansi lingkungan juga dapat dianalogikan sebagai suatu kerangka kerja pengukuran kuantitatif terhadap kegiatan konservasi lingkungan yang dilakukan perusahaan (Lindrianasari, 2007:162). 20 Ikhsan (2008:14) mendefinisikan akuntansi lingkungan sebagai pencegahan, pengurangan, dan atau penghindaran dampak terhadap lingkungan. Badan Perlindungan Lingkungan AS dalam Ikhsan (2008:15) mendefinisikan akuntansi lingkungan adalah: “Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk menggambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para stakeholders perusahaan yang mampu mendorong dalam pengindentifikasian cara-cara mengurangi atau mennghindari biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan”. Menurut Lindrianasari (2007:162) aktivitas yang dapat dilakukan sehubungan dengan konservasi lingkungan adalah sebagai berikut: - Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh terhadap kesehatan makhluk hidup dan lingkungan hidup yang berasal dari polusi udara, polusi air, pencemaran tanah, kebisingan, getaran, bau busuk, dan lain sebagainya. - Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh secara menyeluruh seperti pemanasan global, penipisan lapisan ozon, serta pencemaran air laut. - Konservasi terhadap sumber daya. Konservasi ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan, mengendalikan sampah dari kegiatan produksi perusahaan, penggunaan material dari hasil daur ulang, dan lain sebagainya. Konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Hal ini disebabkan tekanan lembaga21 lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya luas kegiatan industri demi bisnis saja (Djogo, 2006 dalam Almilia dan Wijayanto, 2007). Menurut Cahyono (2002) dalam Fadilah (2003), istilah akuntansi lingkungan sebenarnya sama artinya dengan akuntansi sosial ekonomi (socio economic accounting) atau akuntansi pertanggungjawaban sosial. Fenomena ini mengukur seberapa jauh perusahaan memberikan dampak yang merugikan dan menguntungkan masyarakat. Tren ini menunjukkan bahwa konsep kapitalis dalam memahami fungsi bisnis harus diubah. Perusahaan tidak bisa lagi seenaknya untuk mengolah sumber daya tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat. Dengan kata lain perusahaan tidak hanya mengambil keuntungan dari alam tanpa peduli dampak yang ditimbulkan dari kerusakan alam tersebut. Lebih lanjut disebutkan bahwa akuntansi lingkungan memiliki tujuan untuk mengukur biaya (cost) dan manfaat (benefit) sosial sebagai akibat dari kegiatan perusahaan. Biaya dan manfaat tersebut tidak selalu dapat diukur nilainya dan dinyatakan dalam struktur keuangan (nominal) sehingga berpengaruh terhadap bentuk dan cara pelaporan akuntansi. Fadilah (2003:56) mengemukakan akuntansi lingkungan sangat dipengaruhi oleh aspek lingkungan meliputi bidang sosial, politik, budaya, perdagangan dan ekonomi, serta hukum dan hubungan internasional. Isuisu lingkungan juga mempengaruhi posisi dan keadaan keuangan jangka 22 panjang perusahaan. Isu lingkungan mempengaruhi semua bidang akuntansi yaitu akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, pemeriksaan akuntansi, sistem informasi akuntansi, akuntansi perpajakan, dan bidang akuntansi lainnya. Fadilah (2003:57) mengemukakan pada pertengahan tahun 1990-an ketika istilah environmental accounting belum banyak dikenal hanya beberapa perusahaan saja yang menerapkannya mula-mula dengan mengungkapkan masalah lingkungan. Hal ini berkaitan dengan keterbukaan perusahaan untuk mengungkapkan informasi lingkungan sebagai dampak dari aktivitas industri atau bisnis mereka. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan perusahaan atas pentingnya pelaksanaan tanggung jawab sosial, maka kebutuhan akan standar pelaporan yang digunakan sebagai acuan dalam membuat laporan juga meningkat. Selama dasawarsa terakhir telah bermunculan sejumlah standar pelaporan dan pengungkapan sosial. Namun hingga kina belum ada kesepakatan standar mana yang dapat diberlakukan secara global. Beberapa standar yang telah dikembangkan tersebut antara lain The United Nations Global Compact, Social Accountability 8000, dan The Global Reporting Initiative (GRI) (Utama, 2008:18). Scott (2003) dalam Utami (2007) menjelaskan teori akuntansi dengan pendekatan konsep decision usefulness dan economic consequences. Konsep decision usefulness, penanganan aspek lingkungan 23 dan tanggung jawab perusahaan dalam konteks akuntansi lingkungan terkait dengan kepentingan pengambilan keputusan yang rasional dari investor dan kreditur. Kepentingan para investor yang harus diusahakan oleh manajemen adalah kepentingan maksimalisasi kemakmuran yang tercermin dalam nilai perusahaan atau harga saham. Oleh karena itu memasukkan informasi hasil audit lingkungan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan dinilai penting bagi investor dan kreditur. 3. Pengungkapan Lingkungan Pengungkapan oleh perusahaan publik, pada dasarnya terdiri dari pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela. Pengungkapan wajib adalah pengungkapan informasi yang diatur oleh badan pembuat standar dan regulator lainnya, aturan ini berupa persyaratan minimal pengungkapan yang harus dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan publik. Sedangkan pengungkapan sukarela adalah pengungkapan diluar yang diwajibkan, merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan publik untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh para pemakai. Tujuan dari pengungkapan akuntansi lingkungan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun organisasi lainnya yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan perusahaan-perusahaan publik yang bersifat lokal. Pengungkapan ini 24 penting terutama bagi para stakeholders untuk dipahami, dievaluasi, dan dianalisis sehingga dapat memberi dukungan bagi usaha mereka (Ikhsan, 2008:6). Menurut Gray et. al. (1995) dalam Meutya (2008) pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan bertujuan memperlihatkan kepada masyarakat aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan berserta pengaruh yang ditimbulkan kepada masyarakat. Pengaruh di sini antara lain adalah seberapa jauh lingkungan, pegawai konsumen, masyarakat lokal, dan yang lainnya dipengaruhi oleh kegiatan dan operasi bisnis perusahaan. Choi (1999) dalam Meutya (2008) mengatakan bahwa tidak ada suatu teori yang spesifik yang dapat digunakan untuk menjelasan praktik tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Teori legitimasi, teori stakeholders, teori akutansi ekonomi politik, dan teori agensi telah digunakan dalam banyak studi tersebut. Setiap teori bersandar pada argumen teori yang berbeda yang akan mengimplikasikan beragam motivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan informasi. Salah satu motivasi manajer untuk melakukan pengungkapan sosial-lingkungan adalah untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat khususnya atas kelangsungan organisasi. Pandangan ini dicakup dalam teori legitimasi. Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan 25 sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat di mana mereka berada. Pengungkapan sosial-lingkungan perusahaan adalah implementasi dari strategi legitimasi yang harus melibatkan komunikasi dari organisasi. Oleh karena itu, pengungkapan informasi perusahaan dapat dipandang sebagai suatu strategi yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan legitimasinya (Meutya, 2008). Menurut Friedman (1962) dalam Meutya (2008) satu-satunya alasan atas keberadaan perusahaan adalah untuk memberikan keuntungan bagi para pemilik. Dengan melakukan pengungkapan sosial-lingkungan, perusahaan berusaha memenuhi harapan para stakeholders sebagai upaya untuk mendapatkan legitimasi. Standar pengungkapan lingkungan yang diakui dan diterapkan secara luas akan memampukan perusahaan untuk mendefinisikan tanggung jawab mereka sekaligus memampukan mereka untuk menyampaikan laporan yang bermanfaat yang dibutuhkan, di lain pihak juga membantu manajemen perusahaan mempertimbangkan masalah lingkungan dalam operasi mereka. Beberapa kriteria berdasarkan laporan juga memampukan manajemen perusahaan untuk membandingkan usahausaha mereka dalam menghadapi masalah lingkungan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh pesaing mereka (Gunawan, 2003:45). Perusahaan berkewajiban menyampaikan informasi pengelolaan lingkungan yang dilakukannya, sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dalam pasal 6 ayat 2: “Setiap orang 26 yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup”. Sejalan dengan perkembangan dampak yang ditimbulkan perusahaan terhadap lingkungan baik itu dampak positif maupun negatif, telah dikeluarkan undang-undang No. 40 tahun 2007 sebagai pengganti UU No. 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. UU tersebut dalam pasal 74 ayat 1 mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. UU tersebut juga mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut di laporan tahunan. Dari sisi manajemen, luasnya disclosure kewajiban lingkungan berhubungan dengan empat faktor, yaitu (1) peraturan, termasuk tindakan pelaksanaan, (2) peradilan dan negoisasi, (3) implikasi pasar modal, dan (4) pengaruh peraturan yang lain. Seiring dengan semakin banyaknya peraturan-peraturan dan pemaksaan hukum, jumlah disclosure isu lingkungan semakin meningkat, tetapi karena pedomannya belum jelas dan kepada siapa disclosure tersebut ditujukan, maka disclosure isu lingkungan masih sangat variatif. Untuk itu perlu pedoman yang jelas siapa pengguna isu lingkungan yang sebenarnya (Subroto, 2008). 27 Saat ini, sebagian perusahaan di Indonesia telah melaporkan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungannya di laporan tahunan. Namun, apa yang dilaporkan dan diungkapkan sangat beragam sehingga menyulitkan pembaca laporan tahunan untuk melakukan evaluasi. Selain itu informasi yang diungkapkan biasanya hanya merupakan informasi positif bagi perusahaan sehingga meninggalkan kesan bahwa laporan tersebut hanyalah sebagai alat komunikasi (public relation) bukan sebagai bentuk akuntabilitas perusahaan kepada publik. Berdasarkan isu yang berkembang berkaitan dengan lingkungan, banyak pihak menyarankan agar perlunya suatu standar yang mengatur masalah pengungkapan lingkungan. Dengan demikian diharapkan perusahaan harus menyampaikan informasi yang lebih akurat mengenai kinerja lingkungan mereka. Di Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menyusun suatu standar pengungkapan akuntansi lingkungan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 dan 33. kedua PSAK ini mengatur tentang kewajiban perusahaan dari sektor pertambangan umum dan pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk melaporkan item-item lingkungan dalam laporan keuangan (Lindrianasari,2007:161). Menurut Meutya (2008) ada beberapa teori yang dapat menjadi dasar dalam hal pengungkapan aspek sosial perusahaan untuk menjelaskan mengapa perusahaan memilih untuk menyediakan informasi mengenai strategi perusahaan mereka dan kegiatan sosial serta lingkungan, yaitu: 28 a. Stakeholder Theory Teori stakeholder menjelaskan pengungkapan sosial perusahaan sebagai cara untuk berkomunikasi dengan stakeholder. Teori ini mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholder. Individu, organisasi, dan lingkungan merupakan satu sistem yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan. Masing-masing merupakan bagian dari yang lain dan terganggunya keberadaan satu bagian maka akan mempengaruhi keberadaan yang lain. Salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan adalah dalam bentuk pengungkapan aspek sosial perusahaan dengan memberikan laporan yang relevan dan reliable. b. Legitimacy Theory Salah satu motivasi manajer untuk melakukan pengungkapan sosiallingkungan adalah untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat khususnya atas kelangsungan perusahaan. Suatu entitas dipengaruhi dan sebaliknya mempengaruhi komunitas di mana entitas tersebut melakukan kegiatannya. Perusahaan beroperasi dalam sebuah lingkungan sosial melalui kontrak sosial di mana terdapat kesepakatan untuk memberikan berbagai tindakan sosial yang sesuai agar dapat melakukan tujuan0tujuannya. Setiap aktivitas yang dilakukan dan diungkapkan perusahaan akan mempengaruhi kepercayaan terhadap perusahaan tersebut. 29 Teori legitimasi mengatakan bahwa perusahaan secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma di mana mereka berada. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma. c. Political Economy Theory Teori ini lebih menekankan bahwa pengungkapan sosial-lingkungan akan dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk reaksi terhadap munculnya berbagai tekanan dari pihak eksternal agar eksistensi dan aktivitasnya diakui oleh masyarakat. d. Contingency Theory Pengungkapan aspek sosial-lingkungan perusahaan dapat berbedabeda karena elemen dan variabel yang mempengaruhinya. Efektivitas perusahaan sebagai sebuah sistem dalam memenuhi permintaan dari lingkungannya amat tergantung pada elemen-elemen berbagai macam subsistem membagi elemen yang dapat mempengaruhi perusahaan tersebut ke dalam empat macam variabel, yaitu sosial, lingkungan, karakteristik perusahaan, dan karakteristik pengguna informasi perusahaan. e. Accountability Model Perusahaan tersebut memiliki banyak tanggung jawab yang setiap tanggung jawab tersebut berasal dari pemegang saham termasuk hak 30 untuk mendapatkan informasi dari perusahaan mengenai akuntabilitas sesuai harapan pemegang saham. Menurut Gunawan (2003:46) ada beberapa faktor yang menekankan perusahaan untuk membuat laporan berkaitan dengan lingkungan, faktor-faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: a. Faktor Sosial Perusahaan ada karena diakui keberadaannya oleh masyarakat. Pengakuan itu bisa berupa kepercayaan masyarakat untuk membeli produk perusahaan atau untuk menanamkan modal dalam operasi perusahaan. Kesemuanya itu tidak dapat diperoleh secara gratis dari masyarakat. Sebagai imbalannya, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk melaporkan apa saja yang telah diperbuatnya atas kepercayaan tersebut. Masyarakat mengharapkan sesuatu yang lebih dari perusahaan. Memang tidak ada kesepakatan mengenai apa yang dituntut masyarakat secara tepat, namun tuntutan tersebut makin hari makin meningkat. Walaupun perusahaan bukan satu-satunya penyebab utama pencemaran lingkungan tersebut. Ada harga yang harus dibayar oleh perusahaan berkaitan dengan lingkungan. b. Peraturan Pemerintah Kontrak perusahaan dengan negara. Peraturan pemerintah, entah proses legalisasinya melalui parlemen atau dalam bentuk peraturan yang ditetapkan pemerintah, merupakan satu hal yang sifatnya memaksa. Oleh karena itu, perusahaan mau tidak mau harus 31 mengikutinya. Salah satu kemungkinan yang dilakukan oleh pemerintah jika perusahaan tidak melaporkan tanggung jawab lingkungannya adalah meningkatkan pembatasan-pembatasan melalui hukum yang ditetapkan oleh pemerintah. c. Tekanan dari Interest Group Ada banyak organisasi yang dipakai untuk menekan perusahaan membuat laporan lingkungan. Sebagian besar tekanan dari interest group dilakukan melalui badan yang mengelola pasar modal. Di pasar modal-lah, perusahaan-perusahaan melakukan go public, sehingga pembuatan dan verifikasi disclosure dirasakan sangat penting. Perusahaan dapat meningkatkan performance melalui disclosure yang telah diverifikasi oleh pihak ketiga. Badan yang mengelola pasar modal di Indonesia adalah Bapepam. Bapepam membuat tekanan kepada perusahaan untuk membuat laporan lingkungan. d. Faktor yang Terkait dengan Hirarki Kebutuhan Maslow Faktor yang terkait dengan hirarki kebutuhan Maslow, bahwa kebutuhan merupakan fungsi dari pencapaian tingkat ekonomi. Hal ini disebabkan organisasi menyerupai individu dalam hal perkembangan dan pertumbuhan. Ketika kebutuhan mendasar telah terpenuhi, individu atau organisasi akan mencoba memenuhi kebutuhan sosial dan pengakuan diri yang lebih tinggi. 32 e. Kesadaran Perusahaan Para manajer merasa bahwa tanggung jawab terhadap lingkungan akan meringankan kepentingan mereka sendiri. Mereka beranggapan bahwa memperhatikan lingkungan berarti memperhatikan kepentingan masyarakat. Hal ini akan memberikan iklim usaha yang lebih kuat dan lebih menghasilkan laba. Berdasarkan perspektif ekonomi-politik perusahaan akan bersikap proaktif untuk merumuskan pandangannya mengenai konstituen sosial dan politiknya. Dengan demikian perusahaan mengharapkan akan memperoleh image positif dari masyarakat. Gunawan (2003:41) berpendapat bahwa dengan melakukan pengungkapan lingkungan, perusahaan akan memperoleh banyak keuntungan. Perusahaan memenuhi kebutuhan sosial dan pengakuan diri yang lebih tinggi, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sekaligus meningkatkan image perusahaan di mata masyarakat yang akan membeli produk perusahaan atau menanamkan modal dalam operasi perusahaan. Perusahaan juga dapat menghindari pinalti atau hukuman dari pemerintah dengan membuat laporan lingkungan tersebut. 4. Kinerja Keuangan Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Sucipto (2008:1) adalah merupakan kata benda yang artinya: sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja. Sedangkan penilaian kinerja menurut Mulyadi dalam Sucipto (2008:2) adalah 33 penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia sehingga penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi. Pengertian kinerja keuangan menurut Sucipto (2008:2) adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Pengukuran kinerja keuangan perlu dikaitkan antara pertanggungjawaban. Dalam organisasi melihat perusahaan organisasi dengan pusat perusahaan dapat diketahui besarnya tanggung jawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja keuangan. Namun demikian mengatur besarnya tanggung jawab sekaligus mengukur prestasi keuangan tidaklah mudah sebab ada yang dapat diukur dengan mudah dan ada pula yang sukar untuk diukur. Kinerja keuangan perusahaan adalah sesuatu yang sulit diukur secara eksak dan lebih menyerupai suatu seni karena di dalamnya terkandung aspek subjektif dan objektif dari si penilai. Terlepas dari hal tersebut, terdapat beberapa cara yang harus ditempuh agar analisis kinerja keuangan yang dilakukan dapat menjadi suatu tolak ukur yang dapat diandalkan dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan strategik (Amir, 2002:12). 34 Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut juga operating ratio (Harahap, 2007:304). Menurut Amir (2002:31) rasio profitabilitas adalah ukuran untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaan. Menurut Astuti (2002:19) profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba. Satu-satunya ukuran profitabilitas yang paling penting adalah laba bersih. Para investor dan kreditor sangat berkepentingan dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan menghasilkan laba saat ini maupun mendatang. Para peneliti sepakat bahwa pengukuran kinerja perusahaan tidak cukup hanya menggunakan satu ukuran tunggal karena tidak dapat menggambarkan tingkat pencapaian prestasi perusahaan yang sesungguhnya. Dari banyak penelitian tentang kinerja organisasional biasanya diukur dengan penilaian responden dan pangsa pasar, self assessment relative terhadap pesaing, return on assets (ROA) (Astuti, 2002:20). Menurut Astuti (2002:21) kinerja keuangan menggunakan ukuran perseptual, biasanya dilakukan dengan cara CEO diminta menilai perusahaannya sendiri dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis 35 dalam industri. Variabel yang biasa digunakan antara lain: market share, sales growth, net profit margin, dan return on asset. Return on asset (ROA) menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba (Harahap, 2007:305). Menurut Astuti (2002:22) ROA adalah hasil pengembalian total aktiva atau total investasi. ROA menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang sebanding dengan dana yang digunakan. 5. Kinerja Saham Menurut Buku Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia (2003), saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak atas klaim atas penghasilan dan aktivitas perusahaan. Harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. Harga sebuah saham akan cenderung naik bila suatu saham mengalami kelebihan permintaan dan cenderung turun jika terjadi kelebihan penawaran. Pasar modal dikatakan efisien bila perubahan harga saham tidak dapat diprediksi atau random. Dengan kata lain, harga saham mengikuti model random walk. Harga saham yang bergerak secara random tersebut merupakan konsekuensi dari reaksi para investor yang rasional yang saling 36 berkompetensi untuk mendapatkan informasi yang baru sebelum investor lain menemukan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan membeli atau menjual saham di pasar modal. Jika harga saham ditentukan secara rasional maka hnaya informasi yang baru saja yang menyebabkan harga saham berubah. Informasi lama telah terefleksikan pada harga saham sehingga dengan mengasumsikan constant equilibrium expected return sepanjang waktu, bila harga saham di masa datang dapat diprediksi dengan informasi terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa pasar modal tersebut tidak efisien (Lestari, 2005:1). Perusahaan go public dengan kinerja yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Harapan investor selain memperoleh dividen adalah kenaikkan harga saham. Kenaikkan harga saham akan mendatangkan keuntungan bagi investor dari capital gain. Kinerja saham yang baik adalah jika kenaikkan harga sahamnya di atas atau paling tidak sama dengan tingkat kenaikkan indeks pasarnya. Dalam jangka panjang emiten yang dapat menunjukkan kinerja yang lebih efisien akan mendapatkan tanggapan positif dari investor (Suharli, 2005:3). Menurut Jogiyanto (2003) dalam Suharli (2005:101) return adalah tingkat pengembalian hasil yang diperoleh investor dari sejumlah dana yang diinvestasikan pada suatu periode tertentu dinyatakan dalam persentase. Return tersebut dapat berupa capital gain ataupun dividen untuk investasi pada saham. Return saham dibedakan menjadi dua, yaitu: 37 return realisasi dan return ekspektasi. Return suatu saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen. Besarnya return suatu saham akan positif bila harga jual dari saham yang dimiliki lebih dari harga belinya. Return saham memungkinkan investor untuk membandingkan keuntungan actual ataupun keuntungan yang diharapkan yang disediakan oleh berbagai investasi pada tingkat pengembalian yang diinginkan. Di sisi lain return saham juga memiliki peran yang amat signifikan dalam menentukan nilai dari suatu investasi (Daniati dan Husairi, 2006:2). 6. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Keuangan Adam dan Zutshi (2004) dalam Utama (2008) berpendapat manfaat bagi perusahaan untuk melaksanakan dan melaporkan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan antara lain rekrutmen dan retensi karyawan yang lebih baik, pengambilan keputusan internal yang lebih baik dan penghematan biaya, reputasi dan hubungan dengan stakeholders yang lebih baik, dan imbal hasil keuangan yang lebih tinggi. Friedman dan Jaggi (1982) dalam Lindrianasari (2007) menguji hubungan antara pengungkapan lingkungan dengan enam rasio akuntansi untuk mengukur kinerja ekonomi. Hasilnya tidak ada hubungan yang signifikan antara pengungkapan lingkungan dengan kinerja ekonomi. Richardason et. al. (2001) dalam Lindrianasari (2007) melakukan observasi terhadap pengungkapan sosial perusahaan dengan fokus 38 pengungkapan lingkungan. Richardason melaporkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan dengan cost of capital. Lebih lanjut diutarakan bahwa perusahaan akan melakukan pengungkapan lingkungan yang lebih baik pada saat profitabilitas perusahaan semakin baik. 7. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Saham Clarkson dan Richardason (2004) dalam Utami (2007) meneliti tentang penilaian pasar atas environmental capital expenditure pada perusahaan kertas. Hasil dari penelitian tersebut adalah environmental capital expenditure berdampak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan dengan tingkat polusi kategori tinggi. Dijelaskan bahwa investor menggunakan informasi lingkungan untuk mengestimasi kemungkinan adanya tuntutan kewajiban di masa yang akan datang sebagai akibat polusi. Pada perusahaan dengan tingkat polusi yang tinggi ditaksir besarnya hutang atas dampak lingkungan (kontijensi) mencapai rata-rata 16,6% dari kapitalisasi pasar. Suratno, Darsono, dan Mutmainah (2006) meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi. Hasil dari penelitian tersebut adalah kinerja lingkungan berpengaruh secara positif signifikan terhadap pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi. Kinerja ekonomi ditandai dengan return tahunan industri yang bersangkutan. 39 B. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang berisikan rangkuman atas dasar-dasar teori yang dijadikan landasan dalam penelitian kali ini. Kerangka pemikiran ini dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut: Gambar 2.1 Model Hubungan Pengungkapan Lingkungan terhadap Kinerja Keuangan dan Kinerja Saham Variabel Independen Variabel Dependen Pengungkapan Lingkungan Kinerja Keuangan Pengungkapan Lingkungan Kinerja Saham C. Hipotesis Berdasarkan kerangka teori dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis di bawah ini pada dasarnya merupakan jawaban sementara terhadap suatu masalah yang harus dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah: 40 Ha1 : Pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Ha2 : Pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja saham perusahaan. 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan uraian masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif, yaitu penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih (Indriantoro dan Supomo, 2002:27). Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal, Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) menara 2, lantai 1, Jalan Jenderal Sudirman kav. 52-53, Jakarta, 12190 . Penelitian ini bertujuan menganalisa pengaruh antara pengungkapan lingkungan dengan kinerja keuangan dan pengungkapan lingkungan dengan kinerja saham. B. Metode Penentuan Sampel Penelitian mengambil sampel perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif (purposive sampling) yaitu dalam perolehan informasi menggunakan pertimbangan tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2002:131). Sampel penelitian adalah perusahaan pertambangan umum dan perusahaan pengusahaan hutan yang dinilai sebagai perusahaan berisiko lingkungan yang tinggi karena proses produksinya yang memanfaatkan secara langsung sumber daya alam. 42 Karakteristik yang disyaratkan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan sampel adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan umum go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan menerbitkan laporan keuangan (annual report) pada tahun 2004-2007. 2. Perusahaan sampel adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengusahaan hutan go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan menerbitkan laporan keuangan (annual report) pada tahun 2004-2007. C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dipakai adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan berbagai literatur seperti laporan keuangan, buku, artikel, jurnal, skripsi, data dari internet, dan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan masalah penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan ini dinamakan data sekunder (secondary data), yaitu data perusahaan pertambangan umum dan pengusahaan hutan go public pada tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007. Data tersebut diperoleh dari Jakarta Stock Exchange (JSX). D. Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 12.0 untuk mendapatkan hasil akurat sedangkan teknik 43 analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear sederhana. Model analisis ini dipilih karena penelitian dirancang untuk meneliti pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Bentuk pengujian yang dipakai adalah sebagai berikut: 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2001:91). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebasnya. Model regresi bebas dari problem multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 (Nugroho, 2006:58). Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance > 0,10 atau sama dengan tingkat nilai VIF >10. 44 b. Uji Heterokedastisitas Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksaman varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika varians berbeda disebut heterokedastisitas, di mana model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Pedoman suatu model regresi bebas dari heteroskedastisitas adalah tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y (Santoso, 2004:208). c. Uji Autokorelasi Pengujian ini bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi terdapat korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi autokorelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari masalah autokorelasi. Bila hasil uji DW di bawah -2 berarti terjadi autokorelasi positif, hasil DW yang menunjukkan nilai berkisar -2 sampai 2 maka tidak terjadi autokorelasi dan jika hasil DW bernilai di atas +2 maka terjadi autokorelasi negatif (Santoso, 2004:219). d. Uji Normalitas Uji normalitas ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen 45 mempunyai distribusi data normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal (Santoso, 2004:212). Menurut Ghozali (2001) ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistic. Dalam penelitian ini menggunakan analisis grafik, yaitu salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. 2. Uji Hipotesis a. Uji Koefisien Determinasi Uji koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R² yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hamper semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksikan variabel dependen (Ghazali, 2001:83). Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen (ED) mempengaruhi variabel dependen (FP dan RS) atau 46 seberapa besar kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen. b. Regresi Linear Sederhana Analisis regresi linear sederhana untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Analisis regresi linear untuk hipotesis pertama disimpulkan dengan persamaan matematik sebagai berikut: Y1 = α + βX1 + e Di mana: Y1 = Kinerja Keuangan (variabel terikat) α = Konstatnta atau nilai variabel terikat (Y) jika besar perubahan nilai variabel (X) sama dengan 0 β = Koefisien regresi atau nilai sensitivitas variabel terikat (Y1) terhadap besar perubahan variabel bebas (X1) di mana jika nilai β positif maka akan terjadi kenaikan, sedangkan jika nilai β negatif maka terjadi penurunan X1 = Pengungkapan Lingkungan (variabel bebas) e = error Analisis regresi linear untuk hipotesis kedua disimpulkan dengan persamaan matematik sebagai berikut: Y2 = a + bX1 + e 47 Di mana: Y2 = Kinerja Saham (variabel terikat) a = Konstatnta atau nilai variabel terikat (Y) jika besar perubahan nilai variabel (X) sama dengan 0 b = Koefisien regresi atau nilai sensitivitas variabel terikat (Y1) terhadap besar perubahan variabel bebas (X1) di mana jika nilai β positif maka akan terjadi kenaikan, sedangkan jika nilai β negatif maka terjadi penurunan X1 = Pengungkapan Lingkungan (variabel bebas) e = error c. Uji t Test Uji t atau test of significance digunakan untuk mengetahui apakah pengaruh variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependen bersifat menentukan (significant) atau tidak. Kriteria signifikan berdasarkan nilai signifikansi < 0,05 maka variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai signifikansinya > 0,05 maka variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Santoso, 2000:168). E. Operasional Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan mengenai definisi dari masing-masing variabel yang digunakan berikut operasional dan cara pengukurannya. 48 Penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Kinerja Keuangan Variabel dependen atau disebut juga variabel yang diduga sebagai akibat (presumed effect variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro dan Supomo, 2002:63). Variabel dependen pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan. Pengertian kinerja keuangan menurut Sucipto (2008: 2) adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan ROA (return on asset). ROA (return on asset) adalah hasil pengembalian total aktiva atau total investasi. ROA menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba (Astuti, 2002:22). Dalam penelitian ini kinerja keuangan diberi simbol FP. Perhitungan kinerja keuangan menggunakan rumus ROA yaitu: Rumus : Laba Bersih FP = Total Aktiva 49 2. Kinerja Saham Variabel dependen yang kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja saham. Kinerja saham yang baik adalah jika kenaikkan harga sahamnya di atas atau paling tidak sama dengan tingkat kenaikkan indeks pasarnya. Dalam jangka panjang emiten yang dapat menunjukkan kinerja yang lebih efidien akan mendapatkan tanggapan positif dari investor (Suharli, 2005:3). Kinerja saham diproksi menggunakan return saham. Menurut Jogiyanto (2003) dalam Suharli (2005:101) return adalah tingkat pengembalian hasil yang diperoleh investor dari sejumlah dana yang diinvestasikan pada suatu periode tertentu dinyatakan dalam persentase. Return tersebut dapat berupa capital gain ataupun dividen untuk investasi pada saham. Return saham dibedakan menjadi dua, yaitu: return realisasi dan return ekspektasi. Return suatu saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen, maka dapat ditulis ke dalam rumus, yaitu: Rumus: Pit - Pi(t-1) Rit = Pi(t-1) Dimana: Rit = Return saham i waktu ke- t Pit = Harga saham i waktu ke- t Pi(t-1) = Harga saham i waktu ke- (t-1) 50 3. Pengungkapan Lingkungan Variabel independen atau variabel yang diduga sebagai sebab (presumed caused variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain (Indriantoro dan Supomo, 2002:63). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengungkapan lingkungan. Pengungkapan lingkungan adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan (Suratno, Darsono, dan Mutmainah, 2006). Terdapat sepuluh item pengungkapan lingkungan yang wajib diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan perusahaan pengusahaan hutan serta sembilan item untuk perusahaan industri pertambangan umum. Terdapat ketidaksamaan jumlah item yang wajib diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan antara pertambangan perusahaan umum, sehingga pengusahaan pengungkapan hutan dan industri lingkungan diukur berdasarkan proporsi pengungkapan yang dilakukan dengan yang diwajibkan PSAK (Spica dan Wijayanto, 2007:11). Jumlah yang dilaporkan pada tahun ke-n Rumus: x 100% Jumlah yang wajib dilaporkan 51 BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian Perusahaan pengusahaan hutan dibedakan atas pemegang HPH (hak pengusahaan hutan) dan pemegang HPHTI (hak pengusahaan hutan tanaman industri). Ruang lingkup kegiatan perusahaan pengusahaan hutan adalah dalam bidang industri pengolahan kayu, pengambangan atau eksploiyasi hutan dan tanaman industri, usaha penebangan dan pengangkutan kayu, serta perdagangan impor atau ekspor. Perusahaan pengusahaan hutan memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan pengusahaan seperti penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan, dan pemasaran. Cirri khusus dari usaha di bidang pengusahaan hutan antara lain berupa siklus produksi yang panjang serta keragaman sisitem simikultur yang digunakan. Proses produksi hasil hutan untuk mendapatkan kayu bulat memerlukan waktu yang panjang. Dimulai dari penanaman, pemeliharaan, dan pemungutan bergantung dari riap (growth) tegakan hutan yang akan ditentukan oleh rotasi atau daur tanaman. Untuk hutan alam dengan simikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) diperlukan rotasi tebang 35 tahun. Sedangkan untuk hutan tanaman, daur ditetapkan sesuai dengan kelas perusahaan atau jenis tanaman yang diusahakan untuk fast growing species, daur ekonomis paling cepat delapan tahun. 52 Keberhasilan pembangunan kehutanan diharapkan tidak hanya diukur dari aspek ekonomi semata, namun juga dari aspek-aspek sosial dan\ ekologi. Dari segi ekonomi memberikan sumbangan bagi pertumbuhan perekonomian dan pengembangan wilayah. Dari segi sosial harus mampu menciptakan lapangan pekerjaan, pemerataan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Sedangkan dari segi ekologi dituntut untuk mampu menciptakan lingkungan yang mendukung kehidupan dan menjamin kelestarian hutan. Industri pertambangan umum terdapat empat kegiatan usaha pokok, meliputi: eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi, dan pengolahan. Karakteristik industri pertambangan umum berbeda dengan industri lainnya. Perbedaan tersebut antara lain: eksplorasi bahan galian tambang umum merupakan kegiatan yang mempunyai ketidakpastian yang tinggi, bahan galian bersifat deplesi dan tidak dapat diperbaharui serta diperlukan biaya investasi yang relatif sangat besar, kegiatan operasinya di daerah terpencil dan menimbulkan kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup. Sebagai akibat dari sifat dan karakteristik industri pertambangan umum, maka terdapat beberapa perlauan akuntansi khusus untuk industri tersebut terutama perlakuan akuntansi biaya eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi, dan pengelolaan lingkungan hidup. Berikut adalah daftar nama perusahaan pengusahaan hutan dan pertambangan umum yang dijadikan sampel pada penelitian ini: 53 Tabel 4.1 Daftar Nama Perusahaan Sampel Kelompok Perusahaan Pengusahaan Hutan (Wood Industries) Pertambangan Umum (Mining) Nama Perusahaan Kode PT. Barito Pacific Timber, Tbk BRPT PT. Daya Sakti Unggul DSUC Corporation, Tbk PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk SULI PT. Surya Dumai Industri, Tbk SUDI PT. Tirta Mahakan Plywood, Tbk TIRT PT. Aneka Tambang, Tbk ANTM PT. International Nickel, Tbk INCO PT. Tambang Batu Bara Bukit PTBA Asam (Persero), Tbk PT. Timah Total Perusahaan yang Dijadikan Sampel TINS 9 Perusahaan Sumber: Data diolah Pengungkapan lingkungan untuk perusahaan pengusahaan hutan diatur dalam PSAK No. 32 tentang Akuntansi Kehutanan. Sedangkan untuk perusahaan pertambangan umum diatur dalam PSAK No. 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum. Instrumen penilaian diukur melalui proporsi antara jumlah yang diungkapkan dengan jumlah yang diwajibkan. Untuk perusahaan pengusahaan hutan PSAK mewajibkan 10 item tentang pengungkapan lingkungan. Sedangkan perusahaan pertambangan umum diwajibkan 9 item untuk mengungkapkan aktivitas operasinya dalam pengelolaan lingkungan hidup. Berikut adalah proporsi pengungkapan lingkungan perusahaan pengusahaan hutan dan pertambangan umum: 54 Tabel 4.2 Proporsi Pengungkapan Lingkungan Perusahaan Pengusahaan Hutan Jumlah Jumlah Dilaporkan Proporsi Pengungkapan Kode Diwajib Perusahaan 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 2007 kan BRPT 10 8 8 9 10 80% 80% 90% 100% DSUC 10 9 6 7 5 90% 60% 70% 50% SULI 10 10 9 9 9 100% 90% 90% 90% SUDI 10 7 4 3 3 70% 40% 30% 30% TIRT 10 1 1 1 1 10% 10% 10% 10% Sumber: Data Diolah Dari tabel 4.2 di atas menjelaskan bahwa dalam industri pengusahaan hutan masih ada perusahaan yang belum mematuhi aturan dalam PSAK tentang pengungkapan lingkungan. PT Tirta Mahakam Plywood, Tbk hanya mengungkapkan satu item dari sepuluh item yang diwajibkan PSAK. Itupun hanya kegiatan pengusahaan hutan yang dilakukan. Selain itu, dalam PSAK No. 32 yang akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan belum terperinci secara detail apa saja yang harus diungkapkan berhubungan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan. Tabel 4.3 Proporsi Pengungkapan Lingkungan Perusahaan Pertambangan Umum Jumlah Dilaporkan Proporsi Pengungkapan Kode Jumlah Perusa Diwajib haan kan 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 2007 ANTM 9 8 6 5 6 88,89% 66,67% 55,56% 66,67% INCO 9 5 8 9 9 55,56% 88,89% 100% 100% PTBA 9 5 7 6 7 55,56% 77,78% 66,67% 77,78% TINS 9 7 7 7 7 77,78% 77,78% 77,78% 77,78% Sumber: Data Diolah 55 Dari tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa pengungkapan lingkungan dari perusahaan pertambangan umum sangat baik. Hal ini disebabkan dalam PSAK No. 33 telah dicantumkan secara khusus mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan apa saja yang harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Hal ini merupakan slah satu kegiatan yang termasuk dalam operasi perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan ROA (Return on Asset). ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah aktiva yang tersedia dalam perusahaan. ROA dihitung dengan cara membagi laba (rugi) bersih perusahaan dengan total aktiva perusahaan. Berikut adalah ROA dari perusahaan sampel penelitian: Kode Tabel 4.4 ROA Perusahaan Pengusahaan Hutan ROA Perusahaan 2004 2005 2006 2007 BRPT (4,62%) 30% 0,04% 0,03% DSUC (1,43%) (1,28%) (7,47%) (22,86%) SULI 14,04% 0,57% (3,49%) 1,46% SUDI 20,94% (8,3%) (20,36%) (10,4%) TIRT 1,24% 1,12% 0,02% 0,001% Sumber: Data Diolah Dari tabel 4.4 di atas menunjukkan kinerka keuangan perusahaan pengusahaan hutan. Ada beberapa perusahaan mengalami ROA yang negatif. Hal ini disebabkan perusahaan mengalami kerugian dari pos luar biasa karena terjadinya kebakaran hutan. 56 Kode Tabel 4.5 ROA Perusahaan Pengusahaan Hutan ROA Perusahaan 2004 2005 2006 2007 ANTM 13,36% 13,15% 21,30% 42,63% INCO 3,45% 16,37% 24,18% 62,16% PTBA 17,6% 16,45% 15,63% 19,35% TINS 7,36% 3,91% 6,01% 35,46% Sumber: Data Diolah Tabel 4.5 merupakan ROA perusahaan pertambangan umum. Tabel 4.5 di atas memperlihatkan ROA yang diperoleh PT Timah, Tbk meningkat jauh untuk tahun 2006-2007. hal ini disebabkan kenaikan laba bersih yang diterima perusahaan. Penjualan PT Timah meningkat kurang lebih 100%. Penjualan kepada pelanggan secara individu pun nilainya melebihi 10% dari penjualan konsolidasian. Kinerja saham perusahaan diukur dengan menggunakan Return Saham. Retrun Saham adalah tingkat pengembalian hasil yang diperoleh investor dari sejumlah dana yang diinvestasikan pada suatu periode tertentu. Return saham dihitung dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dibagi dengan harga saham periode sebelumnya. Harga saham yang digunakan adalah harga saham setelah penutupan. Berikut adalah return saham dari perusahaan sampel penelitian: 57 Tabel 4.6 Return Saham Perusahaan Pengusahaan Hutan Kode ROA Perusahaan 2004 2005 2006 2007 BRPT 2,7037 0,2727 0,3898 2,5483 DSUC 7,5714 (0,4848) 0,1764 (0,0313) SULI 4,1818 0,8795 2 0,0360 SUDI (0,0649) (0,04) 0 0 TIRT 0,1 (0,4594) (0,28) (0,06) Sumber: Data Diolah Dari tabel 4.6 di atas dapat dilihat return saham dari PT. Surya Dumai Industri Tbk negatif pada tahun 2004 dan 2005, serta pada dua tahun berikutnya tidak ada tingkat pengembalian. Hal ini dapat disebabkan salah satunya adalah sepinya penawaran dan permintaan terhadap saham SUDI itu sendiri. Tabel 4.7 Return Saham Perusahaan Pengusahaan Hutan ROA Kode 2005 2006 Perusahaan 2004 2007 ANTM 0,1538 1,5144 2,2916 (0,5586) INCO (0,6608) 0,4721 3,1807 (0,7538) PTBA 0,6 0,3487 0,9061 2,1888 TINS (0,2735) (0,0241) 5,3032 4,12 Sumber: Data Diolah Dari data di atas Return Saham perusahaan pertambangan umum mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan investasi dalam bidang pertambangan mempunyai risiko yang cukup tinggi. 58 B. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan mendeteksi ada tidaknya hubungan antara beberapa variabel independen atau semua variabel independen dalam model regresi. Tabel 4.8 berikut ini merupakan hasil uji multikolinearitas hipotesis pertama, pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan: Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas Pengungkapan Lingkungan Variabel Tolerance VIF Pengungkapan Lingkungan 1.000 1,000 Sumber: Data diolah, SPSS Tabel 4.9 di bawah ini merupakan hasil uji multikolinearitas hipotesis kedua. Pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja saham perusahaan: Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinearitas Pengungkapan Lingkungan Variabel Tolerance VIF Pengungkapan Lingkungan 1.000 1,000 Sumber: Data diolah, SPSS Berdasarkan tabel 4.8 dan 4.9 di atas, hasil uji dapat dilihat melalui nilai tolerance kurang dari 10% atau > 0,1 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen. Hasil perhitungan Variance Inflation Factor (VIF), variabel independen memiliki VIF tidak lebih dari 10. Dapat 59 disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas variabel independent dalam model regresi. 2. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas untuk menguji apakah ada kesamaan atau ketidaksamaan varians dari model regresi dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Suatu model regresi bebas dari heteroskedastisitas adalah tidak ada pola yang jelas serta titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar 4.1 merupakan hasil uji heteroskedastisitas anatara variabel pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dengan melihat tampilan grafik scatterplots terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk pola dan tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot Dependent Variable: FP Regression Studentized Residual 3 2 1 0 -1 -2 -2 -1 0 1 Regression Standardized Predicted Value 60 Gambar 4.2 berikuta merupakan hasil uji heteroskedastisitas antara variabel pengungkapan lingkungan terhadap kinerja saham perusahaan. Dengan melihat tampilan grafik scatterplots terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk pola dan tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot Dependent Variable: RS Regression Studentized Residual 4 3 2 1 0 -1 -2 -2 -1 0 1 Regression Standardized Predicted Value Sumber: Data diolah, SPSS 3. Uji Autokorelasi Pengujian ini bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi autokorelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah bebas dari masalah autokorelasi. 61 Pengujian autokorelasi hipotesis pertama ditunjukkan pada tabel 4.10 di bawah ini: Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi Pengungkapan Lingkungan terhadap Kinerja Keuangan Model Summaryb Model 1 R .356a Adjusted R Square .101 R Square .127 Std. Error of the Estimate .2149485 DurbinWatson .971 a. Predictors: (Constant), ED b. Dependent Variable: FP Sumber: Data diolah, SPSS Hasil uji autokorelasi hipotesis kedua dapat dilihat dalam tabel 4.11 di bawah ini: Tabel 4.11 Hasil Uji Autokorelasi Pengungkapan Lingkungan terhadap Kinerja Saham Model Summaryb Model 1 R .416a R Square .173 Adjusted R Square .149 Std. Error of the Estimate 1.7367000 DurbinWatson 1.927 a. Predictors: (Constant), ED b. Dependent Variable: RS Sumber: Data diolah, SPSS Berdasarkan hasil output SPSS, diketahui bahwa nilai DurbinWatson (Dw) untuk pengujian model hipotesis pertama sebesar 0,971 dan pengujian model hipotesis kedua sebesar 1,962. Nilai Dw ini berada di antara -2 dan 2 (-2 < Dw < 2). Hal ini menandakan bahwa dalam model ini tidak terjadi autokorelasi. 62 4. Uji Normalitas Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan normal probability plot. Pedoman suatu model dikatakan terdistribusi normal jika nilai-nilai sebaran terletak disekitar garis lurus diagonal. Gambar 4.3 akan menunjukkan hasil uji normalitas pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan, sedangkan pada Gambar 4.4 akan menunjukkan hasil uji pengungkapan lingkungan terhadap kinerja saham pada gambar 4.3 dan 4.4 berikut ini dapat dikatakan sebaran data terdistribusi normal karena berada sepanjang garis diagonal yang merupakan syarat normalitas. Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: FP 1.0 Expected Cum Prob 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob Sumber: Data diolah, SPSS Dari gambar 4.3 di atas terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Grafik ini 63 menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. Gambar 4.4 menunjukkan hasil uji normalitas untuk hipotesis kedua. Dari gambar tersebut terlihat juga titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Grafik ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: RS 1.0 Expected Cum Prob 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob Sumber: Data diolah, SPSS C. Uji Hipotesis 1. Uji Koefisien Determinasi (R²) Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel independen dapat menjelaskan variabel 64 dependen. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Hasil uji koefisien determinasi untuk pengujian pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini: Tabel 4.12 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R²) Hipotesis Pertama Model Summary Model 1 R .356a R Square .127 b Adjusted R Square .101 Std. Error of the Estimate .2149485 a. Predictors: (Constant), ED b. Dependent Variable: FP Sumber: Data diolah, SPSS Tabel 4.12 menunjukkan bahwa nilai R square yang dihasilkan oleh variabel independen hanya sebesar 0,127 yang artinya 12,7% variabel dependen kinerja keuangan dapat dijelaskan oleh variabel independen pengungkapan lingkungan. Sisanya sebesar 87,3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam analisis regresi ini seperti peran sumber daya manusia, good corporate governance (transparansi laporan keuangan), dan lain sebagainya. Menurut Akmal (2006:18) peran sumber daya manusia adalah bagaimana lebih memahami nilai tambah organisasi dan menolong manajer lini mencapai harapan yang jelas. Sumber daya manusia merupakan suatu keunggulan strategik untuk mengelola sebuah organisasi modern. Jika peran sumber daya manusia tersebut terangkai dan 65 terkoordinasi sebagai satu kesatuan maka perusahaan akan memiliki tingkat produktivitas dan profitabilitas, serta pertumbuhan yang tinggi. Konsep good corporate governance menyatakan bahwa untuk dapat menghasilkan kinerja perusahaan yang baik dalam pengelolaan perusahaan harus menerapkan pilar-pilar good corporate governance yang salah satu pilarnya adalah transaparansi. Transparansi dalam konteks ini adalah pengungkapan laporan pengungkapan laporan keuangan keuangan. Dengan melakukan perusahaan menginginkan pasar memiliki penilaian positif terhadap kondisi perusahaan, baik dari aspek keuangan, manajemen, maupun hukum (Ujiyhanto dan Pramuka, 2007:5). Pada tabel 4.13 berikut dapat dilihat hasil uji koefisien determinasi variabel penngungkapan lingkungan terhadap kinerja saham. Untuk pengujian seberapa jauh pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja saham dapat dilihat pada tabel 4.13. Tabel 4.13 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R²) Hipotesis Kedua Model Summary Model 1 R .416a R Square .173 b Adjusted R Square .149 Std. Error of the Estimate 1.7367000 a. Predictors: (Constant), ED b. Dependent Variable: RS Sumber: Data diolah, SPSS Tabel 4.13 di atas menjelaskan bahwa pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja saham sebesar 0,713 atau 17,3%. Hal ini menjelaskan bahwa 17,3% variabel dependen kinerja saham dapat 66 dijelaskan oleh variabel independen pengungkapan lingkungan, sedangkan sisanya sebesar 82,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam analisis regresi ini seperti rasio hutang dan tingkat risiko. Risiko merupakan ketidaktentuan atas investasi yang akan diperoleh terhadap imbal hasil yang diharapkan. Semakin tinggi risiko suatu aset maka semakin tinggi pula return dari aset tersebut, demikian pula sebaliknya (Suharli, 2005:101). 2. Uji t Test Uji t atau test of significant digunakan untuk mengetahui apakah pengaruh variabel independen berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen bersifat menentukan (significant) atau tidak. Kriteria sigifikan berdasarkan nilai signifikansi < 0,05 maka variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen dan sebaliknya, jika nilai signifikansi > 0,05, maka variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Santoso, 2000:168). Hasil uji statistik t hipotesis pertama dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut ini: Tabel 4.14 Hasil Uji Statistik t Hipotesis Pertama Coefficientsa Model 1 (Constant) ED Unstandardized Coefficients B Std. Error -.064 .096 .295 .133 Standardized Coefficients Beta .356 t -.666 2.225 Sig. .510 .033 a. Dependent Variable: FP Sumber: Data diolah, SPSS 67 Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pengungkapan lingkungan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,033. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 (0,033 < 0,05), sehingga hal ini menjelaskan bahwa pengungkapan lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan. Dengan demikian hipotesis alternatif pengungkapan lingkungan berpengaruh terhadap kinerja keuangan diterima. Hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Richardson et. al (2001) dalam Lindrianasari (2007). Richardson et. al. (2001) menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan dengan kinerja keuangan. Tabel 4.14 di atas dapat disimpulkan dalam persamaan regresi dari penelitian ini, yaitu: FP = -0,64 + 0,295 ED + e Dari persamaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konstatnta dari persamaan regresi tersebut adalah -0,64. Hal ini menjelaskan jika perusahaan tidak melakukan pengungkapan lingkungan, maka kinerja keuangan perusahaan tersebut adalah -0,64. Koefisien regresi sebesar 0,295 menjelaskan bahwa setiap ada tambahan pengungkapan lingkungan sebesar 1% maka akan meningkatkan kinerja keuangan sebesar 0,295%, dan sebaliknya. Nilai koefisien regresi yang positif menunjukkan arah hubungan yang searah. Jika variabel independen mengalami kenaikan maka variabel dependen akan mengalami kenaikan pula. 68 Hasil penelitian ini mendukung teori yang menjelaskan bahwa dengan melakukan pengungkapan lingkungan perusahaan akan memperoleh banyak keuntungan. Perusahaan memenuhi kebutuhan sosial dan pengakuan diri yang lebih tinggi, dapat menghindari pinalti atau hukuman dari pemerintah, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, sekaligus meningkatkan image perusahaan di mata masyarakat dan konsumen yang akan membeli produk perusahaan atau menanamkan modal dalam operasi perusahaan yang nantinya akan meningkatkan profitabilitas yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung teori legitimasi. Menurut teori legitimasi, tujuan perusahaan mengungkapkan informasi lingkungan adalah mendapatkan legitimasi dari masyarakat yang nantinya akan mengamankan perusahaan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini akan menaikkan reputasi perusahaan yang nantinya akan berpengaruh pada nilai perusahaan. Selain itu, perusahaan besar akan mengungkapkan lebih banyak informasi sosial-lingkungan karena mereka sadar bahwa tindakan mereka dimonitor oleh pihak ketiga dan karenanya perusahaan perlu legitimasi atas perilakunya. Uji t untuk hipotesis kedua digunakan untuk mengetahui apakah pengaruh variabel pengungkapan lingkungan berpengaruh secara parsial terhadap variabel kinerja saham bersifat menentukan (significant) atau tidak. Hasil uji statistik t hipotesis kedua dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut ini: 69 Tabel 4.15 Hasil Uji Statistik t Hipotesis Kedua Coefficientsa Model 1 (Constant) ED Unstandardized Coefficients B Std. Error -.854 .775 2.864 1.073 Standardized Coefficients Beta .416 t -1.102 2.669 Sig. .278 .012 bahwa variabel a. Dependent Variable: RS Sumber: Data diolah, SPSS Berdasarkan hasil uji t menunjukkan pengungkapan lingkungan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,012. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 (0,012 < 0,05). Hal ini menjelaskan bahwa pengungkapan lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja saham. Dengan demikian hipotesis alternatif kedua pengungkapan lingkungan berpengaruh terhadap kinerja keuangan diterima. Hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Clarkson dan Richardson (2004) dalam Utami (2007) yang meneliti tentang penilaian pasar atas environmental capital expenditure pada perusahaan kertas. Hasil penelitian tersebut adalah environmental capital expenditure berdampak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki tingkat polusi rendah tetapi tidak pada perusahaan dengan tingkat polusi kategori tinggi. Dijelaskan bahwa investor menggunakan informasi lingkungan untuk mengestimasi kemungkinan adanya tuntutan kewajiban di masa yang akan datang sebagai akibat polusi. Pada perusahaan dengan tingkat 70 polusi yang tinggi ditaksir besarnya hutang atas dampak lingkungan (kontijensi) mencapai rata-rata 16,6% dari kapitalisasi pasar. Tabel 4.15 di atas dapat disimpulkan menjadi persamaan regresi dari penelitian ini, yaitu: RS = -0,855 + 2,864 ED + e Persamaan regresi di atas dapat menjelaskan bahwa konstanta dari penelitian hipotesis kedua adalah sebesar -0,855. Angka ini menjelaskan bahwa jika perusahaan tidak melakukan pengungkapan lingkungan maka kinerja saham perusahaan tersebut yang diproksi dengan return saham sebesar -0,855. Koefisien regresi sebesar 2,864 menjelaskan bahwa jika perusahaan melakukan tambahan pengungkapan lingkungan sebesar 1% maka akan meningkatkan kinerja saham sebesar 2,864% dan sebaliknya. Koefisien regresi bernilai positif mengindikasikan bahwa arah hubungan searah antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika varibael independen mengalami kenaikan maka variabel dependennya akan mengalami kenaikan juga. Hasil penelitian mengungkapkan ini kegiatan mendukung yang teori berhubungan alasan perusahaan dengan lingkungan, diantaranya yaitu teori legitimasi dan teori stakeholders. Tujuan dari pengungkapan lingkungan adalah memperlihatkan kepada para stakeholders aktivitas yang berhubungan dengan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap lingkungan dan masyarakat. Tidak bisa diungkiri bahwa tujuan akhir dari pengungkapan 71 lingkungan ini adalah maksimalisasi keuntungan yang nantinya berdampak pada kesejahteraan pemilik. Dengan melakukan pengungkapan lingkungan investor dapat mengetahui informasi-informasi mengenai dampak dan kewajiban lingkungan perusahaan yang nantinya berdampak pada pengambilan keputusan untuk menginvestasikan modalnya di perusahaan tersebut atau tidak. Jika semakin banyak perusahaan mengungkapkan informasi lingkungan maka semakin banyak pula informasi yang diserap investor untuk mengkalkulasi risiko permintaan terhadap saham dalam menanamkan suatu perusahaan modalnya. naik maka Jika akan meningkatkan pula harga saham perusahaan tersebut yang nantinya akan meningkatkan return saham perusahaan tersebut. 72 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh variael independen yakni pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan perusahaan dan kinerja saham perusahaan. Sampel penelitian ini adalah perusahaan pengusahaan hutan dan pertambangan umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta mengeluarkan laporan keuangan tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007. Perusahaan sampel terdiri dari lima perusahaan pengusahaan hutan dan empat perusahaan pertambangan umum. Pengujian ini menggunakan analisis regresi linear sederhana (simple linier regression). Dari hasil pengujian dan analisis terhadap data, diperoleh hasil, yaitu: 1. Hipotesis pertama menguji pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dari hasil uji t diketahui bahwa variabel pengungkapan lingkungan berpengaruh terhadap kinerja keuangan. 2. Hipotesis kedua menguji pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja saham perusahaan. Dari hasil uji t diketahui bahwa variabel pengungkapan lingkungan berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan. 73 B. Implikasi Hasil dari penelitian ini, kinerja keuangan 12,7% mampu dijelaskan oleh pengungkapan lingkungan. Hal ini berarti bahwa dengan melakukan pengungkapan lingkungan perusahaan melakukan prinsip transparansi yang dapat meningkatkan reputasi dan nilai perusahaan yang berdampak pada kepercayaan dari konsumen dan masyarakat untuk menggunakan produk perusahaan tersebut yang nantinya akan meningkatkan penjualan perusahaan dan berimbas pada laba yang diperoleh perusahaan. Dari laba perusahaan inilah mencerminkan kinerja keuangan suatu perusahaan. Selain itu dengan melakukan pengungkapan lingkungan berarti perusahaan mempertahankan legitimasinya dalam masyarakat. Legitimasi yang dipertahankan dalam masyarakat tersebut akan menaikkan reputasi perusahaan itu sendiri. Kinerja saham dalam penelitian ini 17,3% mampu dijelaskan oleh pengungkapan lingkungan. Hal ini berarti dengan mengungkapkan informasi lingkungan perusahaan dapat menarik investor. Hal ini disebabkan alasan untuk berinvestasi adalah terdapatnya risiko. Dengan perusahaan mengungkapkan informasi lingkungan, investor akan mengetahui kewajiban perusahaan tersebut terhadap pengelolaan lingkungannya serta untuk menghindari klaim di masa akan datang yang berhubungan dengan pencemaran lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi dividen. Selain itu, hasil penelitian ini sesuai dengan teori stakeholders. 74 DAFTAR PUSTAKA Akmal. “Pengaruh Peran Manajemen Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja Perusahaan: Persepsikan Manajer Menengah BUMN”, Usahawan No. 07, Juli 2006. Almilia, Luciana S dan Wijianto, Dwi. “Pengaruh Environmental Performance dan Environmental Disclosure terhadap Economic Performance”, Paper Accounting Conference Universitas Indonesia tanggal 7-9 Nopember 2007. Amir. “Analisis Kinerja Keuangan pada Perusahaan Penerbit Pers”, Tesis Universitas Negeri Makasar, Makasar, 2002. Anggraini, Retno. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya dalam Laporan Tahunan”, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, Tanggal 23-26 Agustus 2006. Anonim. “Mengenal ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan”, artikel diakses pada bulan Agustus 2008, dari http://www.benefita.com/view.php?item=1 artikel&id=4 Aris, Rustiawan. “Evaluasi Perkembangan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 studi pada Tiga Industri”, Tesis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002. Astute, Sih Darmi. “Pengujian Empiris atas Hubungan Lingkungan Strategi Kompetitif, Strategi Manufaktur, dan Kinerja Bisnis”, Tesis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002. Daniati, Ninna dan Suhairi, “Pengaruh Kandungan Informasi Komponen Laporan Arus Kas, Laba Kotor, dan Size Perusahaan terhadap Expected Return Saham”, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, Tanggal 23-26 Agustus 2006. 75 Darwin, Ali. “Pengantar Ketua IAI Kompartemen Akuntan Manajemen: Mengenal ISRA”, artikel diakses pada bulan Agustus 2008 dari http://www.sepconference.com/isra_remark.html. Fadilah, Sri. “Keterkaitan Akuntansi dengan Sistem Manajemen Lingkungan”, Jurnal Kajian Akuntansi Vol 1 No. 1, Maret 2003. Ghazali, Imam.” Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Edisi tiga, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2001. Gunawan, Inge. “Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan akan Standar Laporan Keuangan dan Jasa Jaminan Lingkungan”, Jurnal STIE YKPN, Yogyakarta, 2004. Harahap, Sofyan S. “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi kedua, Grafindo, Jakarta, 2007. Harsono, Mugi. “Pengaruh Pendekatan Manajemen Lingkungan Natural terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur”, Tesis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2000. IAI. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan”, Salemba Empat, Jkarta, 2007. Ikhsan, Arfan. “Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya”, Edisi pertama, Graha Ilmu, Jakarta, 2008. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. “Metodologi Penelitian Bisnis”, Edisi pertama, BPFE, Yogyakarta, 2002. Ja’far, Muhammad dan Amalia, Dista. “Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja lingkungan terhadap Public Environmental Reporting”, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, Tanggal 23-26 Agustus 2006. Khoirunnisa. “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Tingkat Pengungkapan Sosial”, Skripsi Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2006. 76 Lestari, Murti. “Pengaruh Variabel Makro terhadap return Saham di Bursa Efek Jakarta: Pendekatan Beberapa Model”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, Tanggal 15-16 September 2005. Lindrianasari. “Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kualitas Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja EkonomiPerusahaan di Indonesia”, Jurnal JAAI Vol 11 No. 2, Desember 2007. Meutya. “Menyibak Kepentingan Dibalik Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial”, Artikel diakses pada 18 Nopember 2008, dari http://mymeutya.blogspot.com/2008/03/html Mulyono, Agus. “Kajian Manajemen Lingkungan pada Perusahaan Pertambangan dalam Upaya Mempertahankan Daya Dukung Lingkungan”, Tesis Universitas Indonesia, Depok, 2002. Santoso, Singgih. “Latihan SPSS: Statistik Parametrik”, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000. Suratno. I.B, Darsono,Mutmainah S. “Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance”, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang. Tanggal 23-26 Agustus 2006. Sarumpaet, Susi. “The Relationship between Environmental Performance of Indonesian Companies”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol 7 No. 2, Universitas Kristen Petra, Nopember 2005. Subroto, Bambang. “Pengungkapan Pelaporan Keuangan: Sarana Menuju Keterbukaan Perusahaan Publik”, Pidato pengukuhan di Fakultas Ekonomi Brawijaya, diakses pada 18 Nopember 2008, dari http://www.brawijaya.ac.id/id/8_directory/staf.php?detail=130686132 Sucipto. “Penilaian Kinerja Keuangan”, Jurnal Universitas Sumatera Utara, diakses pada 18 Nopember 2008, dari http://digilib.usu.ac.id/download/fe/ akuntansi-sucipto.pdf 77 Sugiarto, Yudi. “Model Peringkat Kinerja Rumah Sakit dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan”, Tesis Universitas Indonesia, Depok, 2000. Suharli, Michell. “Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Mempengaruhi Return Saham pada Industri Food & Beverages di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7 No. 2 Univ. Kristen Petra, Jakarta, Nopember 2005. Utama, Sidharta. “Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia”, Pidato di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, diakses pada 18 Nopember 2008, dari http://www.csrindonesia.com/dataarticlesother/20071121152745-a.pdf Utami, Wiwik. “Kajian Empiris Hubungan Kinerja Lingkungan, Kinerja Keuangan, dan Kinerja Pasar: Model Persamaan Simultan”, Paper Accounting Conference Universitas Indonesia tanggal 7-9 Nopember 2007. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Wibisono, Yusuf. “Tragedi Lumpur Lapindo (Akar Masalah dan Solusinya)”, artikel diakses pada 6 Desember 2008, dari http://agorsiloku.wordpress. com/2006/10/11/tragedi-lumpur-lapindo/ 78