AKIBAT HUKUM PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA WEWENANG DEWAN PENGAWAS SYARIAH DIHUBUNGKAN DENGAN AKAD MURABAHAH PADA BNI SYARIAH CABANG CIREBON MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG PERBANKAN SYARIAH Maulana Kamal, S.H., M.H. ) ABSTRAK Sistem perbankan syariah di Indonesia dibentuk dalam rangka memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga. Selain itu tujuan lain dibentuknya bank syariah yaitu adanya peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan, serta kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki keunggulan yang komparatif dibandingkan dengan bank konvensional. Unsur yang membedakan Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Dewan Pengawas Syariah mempunyai tugas menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank. Kedudukan Dewan Pengawas Syariah dalam perbankan syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi dan mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah,. Dalam hal fungsi Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah pada BNI Syariah Cabang Cirebon dalam akad murabahah masih kurang optimal. Dalam upaya untuk mengoptimalkan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) diharapkan Bank Indonesia membuat peraturan baru dengan menambah jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) di masing-masing lembaga syariah agar fungsi pengawasan di masing-masing cabang lembaga syariah lebih optimal, serta dalam perekrutan calon anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) dapat dibuat terbuka dengan melibatkan profesional hukum seperti notaris, advokat, serta profesional perbankan yang mengetahui secara langsung dalam teknik pelaksanaaan, serta ekonomi islam. Kata Kunci : Dewan Pengawas Syariah, Perbankan Syariah 1 ABSTRACT The islamic banking system in Indonesia was established in order to meet the needs of banking services to people who can not accept the concept of interest. In addition another purpose, namely the establishment of Islamic banks financing opportunities for business development based on the principles of partnership, as well as the need for banking products and services that have a comparative advantage compared to conventional banks. The element that distinguishes Islamic Bank is the existence of a Conventional Bank Sharia Supervisory Board (DPS). Pursuant to Law No. 21 of 2008 concerning Islamic Banking, the Sharia Supervisory Board has the task of assessing and ensuring compliance with Sharia principles on operational guidelines and products issued by the Bank. Position Sharia Supervisory Board in Islamic banking is to provide counsel and advice to the Board of Directors and supervise the activities of banks in order to conform with Islamic principles ,. In terms of oversight functions performed by the Sharia Supervisory Board on BNI Syariah Branch Cirebon in murabahah still less than optimal. In an effort to optimize the role of Sharia Supervisory Board (DPS) expected Bank Indonesia set up new procedures to increase the number of Sharia Supervisory Board (DPS) members in each institute sharia that oversight functions in the respective branches of sharia is more optimal, as well as in the recruitment of candidates for Sharia Supervisory Board (DPS) can be made open by engaging legal professionals such as notaries, lawyers, as well as banking professionals who know directly in the execution of techniques, as well as Islamic economics. Keywords : Sharia Supervisory Board, Islamic Banking LATAR BELAKANG MASALAH Sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menjalankan usahanya dari dana tersebut dengan menyalurkan kembali dana yang dihimpun kepada masyarakat, bank mempunyai peran penting dalam upaya membangun perekonomian negara.1 Bank memainkan suatu peranan yang sangat menentukan dalam pengalokasian sumber-sumber keuangan yang tersedia di dalam masyarakat. Namun dengan melihat kenyataan yang ada, dalam percaturan perekonomian global saat ini rasanya kita tidak bisa lepas dari adanya dual system 1 Syamsu Iskandar, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, PT SAB, Jakarta, h. 5 2 dalam perekonomian, yaitu ekonomi syariah dan ekonomi konvensional yang sudah sejak lama kita kenal. Demikian pula dalam penerapan sistem ekonomi pada lembaga-lembaga keuangan seperti perbankan maupun lembaga keuangan lainnya, sehingga lahir istilah perbankan syariah dan perbankan konvensional. Perbedaan keduanya terletak pada philosophy of economics, bukan pada science of economics, philosophy of economics memberikan ruh pemikiran dengan nilai-nilai Islam dan batasan-batasan syariah, sedangkan science of economics berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan.2 Menurut Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.3 Bank syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. Selain itu, bank syariah biasa disebut Islamic banking atau interest fee banking, yaitu suatu system perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidak pastian atau ketidak jelasan (gharar).4 Di Indonesia, dengan disahkannya Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah terdapat legitimasi yuridis secara tegas bukan saja kemungkinan untuk tumbuh dan berkembangnya perbankan syariah, 2 Adiwarman A. Karim, 2010, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Rajawali Pers, edisi keempat, Jakarta, h. 60 3 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah 4 Zainuddin Ali, 2010, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, h. 1 3 melainkan juga perlu mengembangkan lembaga syariah non bank. Apabila semula menurut Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bank konvensional tidak boleh memiliki Islamic window dalam melakukan kegiatan usahanya, maka dengan dirubahnya undang-undang tersebut menjadi Undangundang nomor 10 tahun 1998 dan diperkuat lagi dengan disahkannya undangundang nomor 21 tahun 2008 serta Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, maka bank konvensional di Indonesia dibenarkan untuk membuka Islamic window, di samping kegiatannya yang sudah lazim dilakukan dalam memberikan jasa-jasa perbankan dengan sistem konvensional, juga bisa menawarkan perbankan syariah.5 Dan untuk memastikan bahwa operasional bank syariah telah memenuhi prinsip-prinsip syariah, maka bank syariah harus memiliki institusi internal independen yang khusus dalam pengawasan kepatuhan syariah yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS).6 Karakteristik khusus perbankan syariah memerlukan penanganan tersendiri dalam pengaturan dan pengawasan, dengan diperkenalkannya Dewan Pengawas Syariah.7 Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dinyatakan bahwa dalam suatu perbankan Islam harus dibentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS).8 Begitu juga dalam Undang-undang tentang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa Dewan 5 Ibid Zubairi Hasan, 2009, Undang-Undang Perbankan Syariah Hukum Islam dan Hukum Nasional, PT Raja Grafindo persada, Jakarta. 7 Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Gema Insani, Jakarta, h. 32 8 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Penjelasan Pasal 6 huruf m. 6 4 Pengawas Syariah (DPS) wajib dibentuk di Bank Syariah dan bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah.9 Dalam PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah juga disebutkan pengertian Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang bertugas memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. 10 Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan suatu badan yang diberi wewenang untuk melakukan supervisi/pengawasan dan melihat secara dekat aktivitas lembaga keuangan syariah agar lembaga tersebut senantiasa mengikuti aturan dan prinsip-prinsip syariah.11 Dalam kegiatan bisnis atau seperti bank syariah, salah satu pelaksanaan kegiatan pembiayaannya menggunakan akad murabahah. Secara bahasa murabahah berasal dari kata Ar-Ribhu yang berarti ُُ( النَّ َماءan-namaa’) yang berarti tumbuh dan berkembang, atau murabahah juga berarti Al-Irbaah, karena salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya.12 Sedangkan secara istilah, Bai'ul murabahah (murabahah) adalah:13 ْح َمعلُ ْو ٍم َّ َب ْي ٌع ِب ِمث ِل الث َم ِن ٍ األو ِل َم َع ِز َيادَةِ ِرب 9 Pasal 32 angka 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, tentang Undang-Undang Perbankan Syariah 10 Pasal 1 angka 11, PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah. 11 The shari’a supervisory board is entrusted with duty of directing, reviewing and supervising the activities of the Islamic financial institution in order to ensure that they are in compliance with Islamic shari’a Rules and principles. Lih. AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution, 1998, hal. 32, dikutip dari Heri Sunandar, “Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Dalam Perbankan Syariah di Indonesia”, <http:www.uinsuska.info/syariah/…/140Heri%20sunandar%20ok.1pdf>, diakses tanggal 13 November 2015 12 Ibn Mandzur, 1999, Lisan al-Arab, Daar Ehia al-Tourath, Beirut, h. 443 13 Az-Zuhaili, Wahbah, 1997, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Dar al Fikr. Damaskus, h.3765 5 Yaitu jual beli dengan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan. Definisi ini adalah definisi yang disepakati oleh para ahli fiqh, walaupun ungkapan yang digunakan berbeda-beda. Bank syariah akan memiliki kinerja keuangan secara baik jika bank syariah mampu melakukan kontrak murabahah secara baik. Kontrak murabahah akan baik jika kedua belah pihak memahami dan mematuhi kesepakatan yang telah dibuat. Pada akad murabahah, asas keadilan benar-benar akan dapat diwujudkan dalam dunia nyata, yang demikian itu dikarenakan kedua belah pihak yang terkait, samasama merasakan keuntungan yang diperoleh. Pembiayaan murabahah yang dijalankan oleh bank syariah merupakan suatu kontrak peluang investasi yang mengandung resiko yang tinggi. Sebab model kontrak peluang investasi yang mengandung resiko yang asymmetric information. Asimatrik informasi adalah kondisi yang menunjukkan sebagian investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak dimiliki. Munculnya asymmetric information ini dapat mempengaruhi besar kecilnya pendapatan informasi yang dijalankan. 14 Sehingga sebelum pembiayaan disalurkan, maka perlu adanya perencanaan dimana dalam pembiayaan dibutuhkan analisis untuk mengetahui kelayakan pembiayaan dan supaya tidak terjadi kemacetan saat mengangsur pembiayaan yang telah diberikan oleh pihak bank, karena jika pembiayaan itu mengalami masalah maka kerugian bagi pihak bank. Oleh karena itu, harus ada penanganan pembiayaan yang dilakukan yang dilaksanakan untuk menghindari pembiayaan bermasalah dan cara menanganinya. Pembiayaan bermasalah adalah 14 Muhammad, 2005, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah, BPFE,Cet.ke-1, Yogyakarta, h. 107 6 pembiayaan yang terjadi tunggakan saat mengangsur, sehingga dalam penyaluran pembiayaan harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan dengan sistem pengendalian yang baik.15 Sehubungan dengan latar belakang di atas maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Akibat Hukum Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Serta Wewenang Dewan Pengawas Syariah Dihubungkan Dengan Akad Murabahah Pada BNI Syariah Cabang Cirebon Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Undang-Undang Perbankan Syariah”. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan pokok yang hendak dibahas dalam proposal ini adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi serta wewenang Dewan Pengawas Syariah dalam pengembangan ekonomi syariah dihubungkan dengan akad murabahah menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang UndangUndang Perbankan Syariah ? 2. Bagaimana kendala dan solusi dalam pelaksanaan Tugas dan Fungsi serta wewenang Dewan Pengawas Syariah dihubungkan dengan akad murabahah dalam fungsi pengawasannya ? 3. Bagaimana akibat hukum dalam pelaksanaan Tugas dan Fungsi serta wewenang Dewan Pengawas Syariah dihubungkan dengan akad murabahah ? PEMBAHASAN 15 Malayu SP Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, PT Bumi Aksara, Jakarta, h. 104-105 7 A. Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Serta Wewenang Dewan Pengawas Syariah Dalam Pengembangan Ekonomi Syariah Dihubungkan Dengan Akad Murabahah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Perbankan Syariah Pada BNI Syariah Cabang Cirebon. Dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah yang khususnya Bank BNI Syariah agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah, maka diperlukan suatu badan independen yang berdiri dari para pakar syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang perbankan. Karakteristik khusus perbankan syariah memerlukan penanganan tersendiri dalam pengaturan dan pengawasan, dengan diperkenalkannya Dewan Pengawas Syariah.16 Menurut Pasal 32 ayat 3 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Perbankan Syariah, Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. Untuk melakukan fungsi pengawasan tersebut, anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqih muamalat dan ilmu ekonomi keuangan islam modern, bukan karena kharisma dan kepopulerannya ditengah masyarakat. Perwataatmadja dan S. Antonio mengemukakan bahwa anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) seharusnya terdiri atas ahli syariah, yang sedikit banyak menguasai hukum dagang positif dan terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis.17 16 17 Ibid, h. 32 Warkum Sumitro, Op. cit., h. 52 8 Salah satu tahap yang menentukan dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah yaitu tahap perancangan draft kontrak. Perancangan draft ini memerlukan ketelitian dan kejelian dari para pihak yang akan bertransaksi. Karena apabila terjadi kekeliruan dalam pembuatan draft kontrak, akan timbul persoalan dalam pelaksanaannya.18 Sebelum bank mengeluarkan produk pembiayaan, yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah draft kontrak apakah telah sesuai dengan syariah dan hukum positif ataukah belum. Ketetuan umum yang harus diperhatikan dalam kontrak antara lain: a. Bahasa b. Saksi-saksi c. Pembebanan Bea Materai d. Perpajakan e. Peraturan terkait Sedangkan draft kontrak dari sisi hukum syariat yang ada di bank Syariah yaitu harus sesuai dengan: a. Fatwa-fatwa DSN b. Peraturan Bank Indonesia Terkait dengan pembuatan draft kontrak yang ada di Bank BNI Syariah yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai dewan pengawas adalah: 18 Ahdiana Yuni Lestari dan Endang Heriyani, 2009, Dasar-Dasar Pembuatan Kontrak dan Akad, PT. Mocomedia, Jakarta, h. 112 9 a. Membakukan secara internal standarisasi akad. Penetapan tersebut berdasarkan atas pedoman akad dalam suatu peraturan BI berkaitan dengan BNI Syariah dan juga dengan fatwa-fatwa DSN yang berkaitan dengan akad-akad yang ada di Bank, misalnya pembiayaan. Proses itu kemudian diinternalisasikan, dalam artian berlaku di kalangan internal BNI dan cabang-cabangnya. Pembakuan standarisasi akad tersebut selain dilakukan oleh pihak Dewan Pengawas Syariah (DPS), juga melibatkan pihak legal yang ada di bank. b. Mengesahkan standar akad yang akan berlaku secara nasional di suatu Bank Syariah dan pada saat membuat draft kontrak itu Dewan Pengawas Syariah (DPS) juga berfungsi memberikan acuan-acuan yang mendasar, yang bersifat nasional dan itu sudah disahkan dari awal. c. Mensosialisasikan standar akad setelah standarisasi akad yang baku tersebut disahkan dan diputuskan, kemudian disosialisasikan oleh pihak legal ke cabang-cabang dan ke account-account officer di daerahdaerah. Dalam pembuatan draft kontrak, Dewan Pengawas Syariah (DPS) memainkan peranan yang sangat penting, sekalipun nantinya Dewan Pengawas Syariah (DPS) tidak melakukannya sendiri, melainkan bekerja sama dengan pihak legal. Dua pihak ini berdiskusi dan saling memberi masukan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan antisipasi-antisipasi, supaya kontrak di BNI Syariah dan di cabang-cabang dimana pun itu memenuhi ketentuan hukum positif dan ketentuan 10 syariah. Peran pihak legal pusat nanti lebih pada mengkomunikasikan secara detail kepada cabang-cabang atau account officer yang akan membuat kontrak. Salah satu Tugas serta fungsi dan wewenang Dewan Pengawas Syariah lainnya pada Bank BNI Syariah adalah menerapkan manajemen resiko. Dengan semakin meningkatnya risiko yang dihadapi oleh BNI syariah, maka BNI Syariah perlu mengendalikan risiko dalam melaksanakan kegiatan usahanya, sehingga kualitas penerapan manajemen risiko di Unit Usaha Syariah tersebut menjadi semakin meningkat. Upaya peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko tidak hanya ditujukan bagi kepentingan bank dalam hal ini Unit Usaha Syariah, tetapi juga bagi kepentingan nasabah. Salah satu aspek penting dalam melindungi kepentingan nasabah dan dalam rangka pengendalian risiko adalah transparansi informasi terkait produk atau aktivitas Unit Usaha Syariah. B. Kendala Dan Solusi Dalam Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Serta Wewenang Dewan Pengawas Syariah Dihubungkan Dengan Akad Murabahah Dalam Fungsi Pengawasannya Pengawasan atau monitoring di suatu lembaga perbankan syariah merupakan upaya peringatan dini guna mengantisipasi tanda-tanda penyimpangan dalam pelaksanaan pembiayaan syariah. Bank syariah merupakan bank yang beropersi berdasarkan prinsip syariah maka jika tidak beroperasi sesuai syariah maka bank tersebut telah menyimpang dari prinsip syariah. Pengawasan terhadap kegiatan bank ini dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Pengaruh Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap perbankan syariah sangatlah besar, keabsahan dan kehalalalan suatu produk dalam perbankan syariah 11 sangat ditentukan oleh kredibilitas Dewan Pengawas Syariahnya. Akan baik adanya terhadap kinerja perbankan syariah jika Dewan Pengawas Syariahnya juga mampu untuk menjalankan tugasnya. Begitu pula sebaliknya, Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang tidak mampu menjalankan tugasnya maka citra perbankan syariah yang dinaunginya akan ikut runtuh. Hal pokok yang harus diperhatikan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah dengan melihat pelaksanaan kontrak dari segi pemenuhan rukun dan syarat akad-akad. Terbatasnya jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) sangat mempengaruhi kurang optimalnya pengawasan pelaksanaan kontrak di Bank Syariah yang mereka awasi. Dalam Pasal 36 PBI Nomor 11/3/PBI/2009 mengatur tentang jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) sedikitnya 2 (dua) orang atau paling banyak 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota direksi. 19 Berkenaan dengan hal tersebut, jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) seharusnya agar dapat lebih dioptimalkan mengingat Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai wadah di masing-masing bank dan satu-satunya pihak yang berhak mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) serta mengawasi penerapannya mempunyai otoritas yang berwenang untuk menyatakan telah terjadi pelanggaran atas prinsip syariah yang seharusnya memeriksa secara reguler terhadap kejadian tersebut agar aspek hukum positif dan hukum syariah dapat terpenuhi. Selain itu terbatasnya ketrampilan sumberdaya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam masalah audit, akuntansi, ekonomi, dan hukum bisnis saat ini, 19 Ibid 12 diharapkan dalam pengajuan calon anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS), perbankan syariah melibatkan profesional hukum seperti notaris, advokat, profesional perbankan yang mengetahui secara langsung dalam teknik pelaksanaaan, serta ekonomi islam sebagai calon anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS). jadi tidak hanya dari usulan MUI tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam perbankan syariah. Selain itu terbatasnya ketrampilan sumberdaya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam masalah audit, akuntansi, ekonomi, dan hukum bisnis saat ini, diharapkan dalam pengajuan calon anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS), perbankan syariah melibatkan profesional hukum seperti notaris, advokat, profesional perbankan yang mengetahui secara langsung dalam teknik pelaksanaaan, serta ekonomi islam sebagai calon anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS). jadi tidak hanya dari usulan MUI tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam perbankan syariah. C. Akibat Hukum Dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Serta Wewenang Dewan Pengawas Syariah Dihubungkan Dengan Akad Murabahah. Dewan Pengawas Syariah selaku pihak yang terkait dalam pembuatan draft kontrak dan membakukan secara internal standarisasi akad pada Bank BNI Syariah dinilai kurang dalam mensosialisasikan standar akad tersebut ke Cabangcabang Bank BNI syariah. Diterbitkannya akad pembiayaan Murabahah Bank BNI Syariah Cabang Cirebon Nomor CRS/2013/00066/K memperlihatkan kurangnya tugas dan 13 tanggungjawab Dewan Pengawas Syariah dalam mensosialisasikan tentang ketentuan isi dari kontrak akad pembiayaan Murabahah. Dimana isi dalam Akad tersebut HN mengikatkan diri dengan Bank BNI Syariah Cabang Cirebon melalui akad Pembiayaan Murabahah guna membeli satu bidang tanah dan satu unit bangunan dengan luas tanah 240 m2 dan luas bangunan 120 m2 berlokasi di daerah Cirebon. HN yang disebutkan dalam akad pembiayaan murabahah bertindak sebagai pihak ke dua dalam perjanjian tersebut. HN yang berstatus menikah dalam akad pembiayaan murabahah tersebut tidak dicantumkan persetujuan dari suami atau nama dari suami HN. Sedangkan dalam islam kedudukan suami dalam rumah tangga adalah kepala rumah tangga. Dalam melakukan sesuatu seorang istri harus mendapatkan persetujuan dari suami seperti yang terkandung dalam surat An-Nisa ayat 34 yang berbunyi: ِِ ِ ِّ ٍ ض ُه ْم َعلَى بَ ْع ض َوِِبَا أَنْ َف ُقوا ِم ْن أ َْم َواِلِِ ْم ُ الر َج َّ َّل َ اَّللُ بَ ْع َ ال قَ َّو ُامو َن َعلَى النّ َساء ِبَا فَض ِ ِ َّ َف ِ ِ ِ ات لِْلغَْي َّ اَّللُ َو وه َّن َّ ب ِِبَا َح ِف َظ ٌ َات َحافظ ٌ َات قَانت َ الَّلِِت ََتَافُو َن نُ ُش ُ َالصاِل ُ ُوزُه َّن فَعظ ِ واهجروه َّن ِِف الْم اَّللَ َكا َن َّ وه َّن فَِإ ْن أَطَ ْعنَ ُك ْم فَ ََّل تَْب غُوا َعلَْي ِه َّن َسبِ ايَّل إِ َّن ْ ضاج ِع َو َ َ ُ ُاض ِرب ُ ُُ ْ َ َعلِيًّا َكبِ اريا Artinya:”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An Nisa: 34) 14 Dalam surat surat An-Nisa ayat 34 di atas menegaskan istri harus taat kepada suami dan dalam melakukan segala sesuatu harus dengan persetujuan suami. Akan tetapi dalam akad pembiayaan Murabahah Bank BNI Syariah Cabang Cirebon Nomor CRS/2013/00066/K isi pembukaan akad dalam menyebutkan pihak ke dua dalam hal ini HN tanpa mencantumkan ijin dari suami HN. Dalam hukum islam akad pembiayaan murabahah yang dilakukan antara HN selaku pihak kedua atau pihak yang mengajukan permohonan pembiayaan dan AM selaku pihak pertama atau pihak bank adalah batil karena tidak sesuai dengan syariah islam. Jika dalam hukum positif mengacu pada S.E.M.A No.3 tahun 1963 dan Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 akad pembiayaan murabahah tersebut bisa dikatakan sah karena kedudukan suami istri dalam rumah tangga adalah seimbang serta suami istri memiliki hak yang sama untuk melakukan perbuatan hukum. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 dalam Pasal 31 ayat 1 yang mengatakan bahwa “hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan di masyarakat” dan dalam ayat 2 dijelaskan bahwa “masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Dalam hal ini Dewan Pengawas syariah dalam menerapkan tugas dan fungsi serta wewenang Dewan Pengawas Syariah dituntut untuk mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Apabila terjadi hal tersebut apakah Dewan Pengawas syariah menggunakan ketentuan dalam islam atau menggunakan ketentuan dalam hukum positif di Indonesia. 15 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan : 1) Pelaksanaan tugas dan fungsi serta wewenang Dewan Pengawas Syariah dalam pengembangan ekonomi syariah dihubungkan dengan akad murabahah sudah sesuai Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Perbankan Syariah, Dewan Pengawas Syariah telah memberikan pengawasan dari pembuatan draft kontrak sampai dengan pelaksanaan kontrak serta evaluasi kontrak pada BNI Syariah Cabang Cirebon, juga membantu pihak legal dalam mensosialisasikan ke cabang-cabang Bank BNI Syariah ke account-account officer di daerah-daerah. 2) Kendala Dewan Pengawas Syariah dalam pelaksanaan Tugas dan Fungsi serta wewenang adalah Terbatasnya jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) sangat mempengaruhi kurang optimalnya pengawasan pelaksanaan kontrak di Bank Syariah yang mereka awasi, selain itu terbatasnya ketrampilan sumberdaya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam masalah audit, akuntansi, ekonomi, dan hukum bisnis saat ini. Sedangkan mengenai manajemen risiko yang terkait erat dengan peran Dewan Pengawas Syariah adalah risiko reputasi yang selanjutnya berdampak pada displaced commercial risk, seperti risiko likuiditas dan risiko lainnya. Jika peran Dewan Pengawas Syariah tidak optimal dalam melakukan pegawasan syariah terhadap praktik perbankan syariah sehingga berakibat pada pelanggaran syariah compliance. 3) Dalam Akad Pembiayaan Murabahah apabila isi dalam akad tidak sesuai dengan ketentuan syarat dan rukun akad murabahah yang berlaku, maka akad 16 tersebut batil atau tidak sah. Dewan Pengawas syariah dalam menerapkan tugas dan fungsi serta wewenang Dewan Pengawas Syariah dituntut untuk mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah dalam masalah kepatuhan syariah adalah memberikan opini atas kepatuhan syariah dari bank syariah serta memberikan arahan, petunjuk, dan pelatihan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah kepada manajemen bank syariah Saran 1) Diharapkan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengoptimalkan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam bank syariah di Indonesia adalah dengan mengembangkan fungsi pendukung Dewan Pengawas Syariah (DPS) berupa staf yang memadai untuk membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) melakukan tugas pengawasan. 2) Diharapkan Bank Indonesia membuat peraturan baru dengan menambah jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) di masing-masing lembaga syariah agar fungsi pengawasan di masing-masing cabang lembaga syariah lebih optimal, serta dalam perekrutan calon anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) dapat dibuat terbuaka melibatkan profesional hukum seperti notaris, advokat, serta profesional perbankan yang mengetahui secara langsung dalam teknik pelaksanaaan, serta ekonomi islam sebagai calon anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS). sehingga tidak hanya dari usulan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam perbankan syariah. 17 3) Diharapkan Dewan Pengawas Syariah (DPS) lebih intensif dalam mensosialisasikan isi dari draft kontrak yang telah dibakukan ke tiap-tiap cabang lembaga syariah yang menjadi tanggungjawabnya agar dalam pelaksanakan manajemen khususnya dibidang pembiayaan dapat sesuai dengan syariah islam DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang Perbankan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah Adiwarman A. Karim, 2010, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Rajawali Pers, edisi keempat, Jakarta. Ahdiana Yuni Lestari dan Endang Heriyani, 2009, Dasar-Dasar Pembuatan Kontrak dan Akad, PT. Mocomedia, Jakarta. Az-Zuhaili, Wahbah, 1997, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Dar al Fikr. Damaskus. Ibn Mandzur, 1999, Lisan al-Arab, Daar Ehia al-Tourath, Beirut. Malayu SP Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, PT Bumi Aksara, Jakarta. Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, (UPP) AMP YKPN, Yogyakarta. Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Gema Insani, Jakarta. Syamsu Iskandar, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lain. PT SAB, Jakarta. 18 Warkum Sumitro, 1996, Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Yang Terkait, PT.Raja Grafindo, Jakarta Zainuddin Ali, 2010, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta. Zubairi Hasan, 2009, Undang-Undang Perbankan Syariah Hukum Islam dan Hukum Nasional, PT Raja Grafindo persada, Jakarta. 19