Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak peradaban manusia mulai berevolusi dan era globalisasi mulai memasuki dan mengubah sistem dan aspek-aspek kehidupan masyarakat, segalanya berubah, termasuk gaya hidup, pola pikir, pola bekerja, dan cara berkomunikasi. Semuanya tidak lagi terpecah dalam unit-unit yang saling terfragmentasi, kendati kesemuanya kini saling berkorelasi dan berelevansi. Di dalam unit yang saling mengikat itu terdapat pula unsur komunikasi. Dahulu komunikasi dianggap sebagai hal yang tidak terlalu penting dan tidak terlalu banyak memberikan perubahan. Namun, dewasa ini komunikasi sama sekali tidak dapat dikatakan sebagai hal yang sepele dan sederhana. Pentingnya dan rumitnya komunikasi menyadarkan masyarakat akan keharusan untuk memahami arti komunikasi dan menggunakannya dengan tepat. Pentingnya komunikasi menjadi basis dari berhubungan dengan orang lain. Menurut Laswell, komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa mengatakan apa dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa (Suprapto 2009: 5). Teori Laswell ini merupakan cikal bakal dari komunikasi satu arah atau yang disebut sebagai komunikasi satu arah. Pada perkembangannya, teori komunikasi satu arah diadaptasi menjadi teori retorika (seni berpidato) dan dalam kaitannya dengan media massa, teori ini menjadi awal mula dari teori jarum hipodermik. William Albig juga mendefinisikan, “Komunikasi adalah proses sosial, dalam arti pelemparan pesan/lambang yang mana mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh pada semua proses dan berakibat pada bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan.” Proses sosial ini mengindikasikan adanya interaksi antar dua atau lebih individu yang saling memberi pengaruh. Interaksi ini dapat berlangsung baik secara verbal maupun nonverbal. Pengaruh yang ditimbulkan juga dapat berbeda, tergantung dari penyampaian dan bagaimana interaksi tersebut dilakukan. Seiring dengan bertambahnya interaksi yang dilakukan seorang individu, pengaruh yang diterima akan memahat kepribadian dan perilakunya. Secara sederhana, Edwin Neumann mendefinisikan komunikasi sebagai untuk mengubah kelompok manusia menjadi berfungsi (Rakhmat 1997: 88). Untuk mengerti bagaimana proses ini bekerja, ada elemen-elemen penting yang harus dipahami, yaitu siapa (who), pesan (what), konteks (where), channels (how), gangguan (noise), dan timbal balik (feedback). Komunikasi menjadi pelatuk yang tepat untuk membuat sebuah sistem berfungsi, yang dilakoni oleh manusia itu sendiri. Agar sebuah pesan dapat dimengerti secara sepaham oleh kedua belah pihak, ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas sebuah komunikasi, yaitu yang pertama adalah semakin besar pengaruh sumber komunikasi terhadap penerima, semakin besar kemungkinan penerima terpengaruh. Besarnya pengaruh juga memengaruhi besarnya dampak. Dampak komunikasi akan sangat besar jika pesan sesuai dengan opini, kepercayaan dan watak penerima. Bila dampak tersebut besar, tentunya komunikasi dapat menghasilkan perubahan yang sangat efektif pada hal yang tidak biasa, dianggap remeh, kurang penting pada inti sistem nilai penerima. Selain itu, komunikasi cenderung lebih efektif jika sumber dipercaya memiliki keahlian khusus, memiliki status, objektif, atau mampu untuk menyenangkan, terutama jika sumber tersebut memiliki kemampuan tersebut dan kemampuan itu dapat diketahui. Bila ditilik dari faktor eksternalnya, konteks sosial, grup, atau grup petunjuk akan menengahi komunikasi dan mempengaruhi apakah komunikasi diterima atau tidak (Kotler 2004: 309). Hal serupa juga berlaku di dalam organisasi, yang kerap disebut sebagai komunikasi organisasi. Dalam melakukan komunikasi organisasi, Stewart L.Tubbs dan Sylvia Moss (1994) dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi. Yang pertama adalah model komunikasi linier, di mana dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasi yang terjalin bersifat monolog. Yang kedua adalah model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan. Model yang terakhir adalah model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini 3 menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satu pun yang tidak dapat dikomunikasikan (Parwiyanto, 2012: 2). Mengenai organisasi, salah satu definisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa suatu organisasi mensyaratkan adanya suatu jenjang jabatan atau pun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staf pimpinan, dan karyawan, serta adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka terdapatlah batasan tentang komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antar manusia yang terjadi dalam konteks organisasi, atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber (1979), komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (Pace & Faules, 2005: 201). Dalam dunia Public Relations terutama konteks komunikasi organisasi, komunikasi menjadi faktor yang sangat penting, yang walaupun terdengar sederhana tetapi efeknya besar. Banyak studi dan riset mulai membuktikan bahwa efek komunikasi menimbulkan dampak-dampak yang sangat besar. Dampakdampak tersebut sangatlah beragam, tergantung dari efek apa yang ditimbulkan. Di dalam komunikasi organisasi, banyak faktor dan pihak yang diperhatikan, 4 atasan dan bawahan, teman kerja, dan sebagainya. Komunikasi yang diterapkan tentu berbeda. Oleh sebab itu, timbullah komunikasi vertikal dan vertikal. Penelitian ini akan berfokus pada komunikasi vertikal yaitu komunikasi yang berlangsung dari atasan ke bawahan. Komunikasi yang terjadi di antaranya akan menciptakan dorongan dan menmbentuk persepsi dan keadaan psikologis karyawan, yang kemudian akan berpengaruh pada motivasi kerja mereka. Berbicara mengenai motivasi, motivasi menjadi salah satu faktor yang telah memberikan pengaruh yang besar dalam proses komunikasi antar dua atau lebih individu. Aset terbesar yang dimiliki oleh perusahaan adalah sumber daya manusia. Tanpa sumber daya manusia yang berkualitas, perusahaan tidak akan mencapai tujuannya. Menciptakan sumber daya manusia harus menilik kepada diri mereka, apakah yang memotivasi mereka untuk bekerja di perusahaan? Perilaku manusia hanyalah cerminan dari motivasi dasar mereka, seperti yang tergambar di teori Maslow. Motivasi yang dimiliki karyawan juga dapat tercipta melalui bentuk dan iklim komunikasi vertikal yang terjadi di perusahaan. Stephen P. Robbins (2008: 125) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Sedangkan menurut Hasibuan (2002: 4), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. 5 Maka, motivasi kemudian memersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahannya agar mau bekerja sama secara produktif guna mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Motivasi karyawan akan terkait dengan kinerja serta hasil penjualannya; dalam wujud yang signifikan. Beberapa masalah yang sering terjadi adalah komunikasi atasan pada bawahan tidak berjalan efektif dan karyawan tidak memahami apa yang diinginkan dan dikomunikasikan oleh atasannya. Penurunan semangat dapat terjadi akibat kurangnya merasa dihargai, keinginan yang tidak tercapai, beban kerja yang terlalu berat dan tidak seimbang serta komunikasi yang tidak lancar. Faktor-faktor ini terkadang tidak terasa dan tidak disadari oleh atasan karena sering dianggap faktor ketiga. Misalnya, pesan yang tidak sampai atau salah sampai dianggap kesalahan teknologi, salah interpretasi dan perbedaan pemaknaan terhadap keinginan atau pesan dianggap kesalahan yang dapat dimaklumi. Padahal, karyawan ingin dihargai dan diakui kinerjanya oleh atasan sehingga ia dapat terus menjaga motivasinya. Hal dan kesalahan yang dianggap sepele lambat laun memuncak dan akhirnya memberikan dampak negatif bagi atasan maupun bawahan. Bawahan tidak lagi bekerja dengan efektif, atasan tidak lagi mendapatkan hasil yang optimal. Dalam hal ini, tidak ada pihak yang dapat dituding untuk disalahkan. Dari contoh kasus ini, dapat disadari bahwa peran motivasi karyawan sangat tergantung pada komunikasi vertikal, karena bawahan menerima pesan dan perintah dari atasan. Pentingnya motivasi dan hubungan komunikasi atasan pada bawahan inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian. Penelitian 6 mengenai pengaruh komunikasi atasan kepada bawahan akan dilakukan di PT 3M Indonesia, Jakarta. PT 3M Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di banyak bidang, di antaranya adalah kesehatan, industri, piranti telekomunikasi, minyak dan gas, properti keselamatan kerja, alat tulis, perabot rumah tangga, dan sebagainya. Berpusat di Amerika Serikat dengan nama 3M Corp. yang didirikan pada 1902 di “The Lake Superior Town of Two Harbors”, Minnesota, 3M mengembangkan teknologi adhesive atau lem yang hingga kini diaplikasikan dalam semua teknologi inovasinya. Kini, 3M beroperasi di hampir 70 negara dengan jumlah karyawan 87.677 orang pada akhir 2012. Puluhan ribu jenis produk dikembangkan dari 46 platform teknologi oleh 8.200 orang ilmuwan. Inovasi yang terus berkembang dan meningkat, membuat 3M berhasil memeroleh hak paten atas penemuanpenemuannya sebanyak 3.102 paten. Berdasarkan peringkat-peringkat yang disurvei oleh beberapa majalah, 3M menempati salah satu posisi dalam 50 besar untuk daftar “The World‟s Most Attractive Employers” dalam sebuah survei yang diadakan oleh perusahaan riset Universum, di mana lebih dari 160.000 orang sarjana di bidang bisnis dan engineering di seluruh dunia berpartisipasi dalam survei ini. Pada 2012, 3M menempati posisi ke-7 dalam kategori "Brand Asia 2013" menurut survei yang diadakan oleh perusahaan Nikkei BP dari Jepang dan posisi nomor 34 dalam urutan “America's 100 Best Corporate Citizens,” yang diadakan oleh Majalah CR. Dalam kaitannya mengenai karyawan, tercatat pada seluruh 7 karyawan 3M di dunia, bahwa terdapat angka persentase yang tinggi dalam kategori kenyamanan (44%), fleksibilitas (79%), kepuasan (77%), dan keberartian (59%). Dalam masa perkembangannya, 3M telah melembagakan budaya perusahaan yang mengembangkan kewirausahaan dengan menerapkan struktur organisasi vertikal, yaitu bisnis yang dibentuk berdasarkan teknologi dan pasar. Pada 2009, 3M juga menduduki peringkat keempat dalam survei berjudul “The Most Admired US Companies” oleh Harris Interactive Reputation Quotient Study. Dalam survei tahunan serupa oleh majalah Fortune terhadap ”America‟s Most Admired Corporation”, 3M masuk dalam peringkat 10 besar selama 10 tahun dalam kurun waktu 15 tahun terakhir; dengan hanya tiga perusahaan lain yang dapat menandingi 3M. Selain itu 3M juga masuk dalam peringkat tiga besar versi majalah Fortune untuk inovasi produk yang lebih sering dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain kecuali Rubbermaid. Pada 1995, 3M memperoleh penghargaan National Medal of Technology®, penghargaan tertinggi dari pemerintah Amerika Serikat untuk inovasi. Pada awal sejarahnya, pendiri dan CEO William L. McKnight, yang dikenal sebagai ”pendiri spiritual” perusahaan, memperkenalkan kebijakan dan filosofi yang dianggap bertanggung jawab atas kemampuan 3M untuk melakukan inovasi secara konsisten. Manajemen saat ini terus menerima dan memperluas kebijakan dan filosofi tersebut, karena percaya bahwa inovasi merupakan tonggak kesuksesan masa depan 3M. 8 Berikut berbagai kebijakan dan filosofi yang dianut oleh 3M: a. Program 15% Karyawan memiliki opsi untuk menggunakan 15% waktu dari jam kerja mereka dalam seminggu, untuk melakukan proyek individual pilihan mereka sendiri dan menindaklanjuti hal-hal yang ingin mereka kembangkan. b. Peraturan 30% 30% dari pendapatan unit bisnis berasal dari berbagai produk yang diperkenalkan dalam jangka waktu empat tahun terakhir. Bonus unit bisnis didasarkan pada seberapa sukses setiap manajer mencapai cita-cita ini. c. Jenjang karir dua tangga Merupakan tangga teknik dan tangga manajemen, di mana keduanya memberikan peluang yang sama, sehingga memungkinkan karyawan untuk tetap fokus pada minat penelitian dan profesional mereka. d. Modal awal Pencipta produk biasanya meminta modal awal dari manajer unit bisnis mereka untuk mengembangkan gagasan produk baru. Jika manajer tersebut menolak untuk mendanai, maka pencipta produk dapat mengajukan gagasan ke unit bisnis lain dalam 3M. e. Toleransi terhadap kegagalan Jika usaha baru tidak berhasil, maka anggota tim dijamin akan memperoleh kembali pekerjaan mereka sebelumnya. 9 f. Penghargaan atas keberhasilan Ketika usaha baru tersebut mencapai target pendapatan tertentu, para anggota tim akan memperoleh kenaikan gaji, promosi dan pengakuan. g. Pengeluaran Litbang 3M menaruh investasi dana sebesar 6-7% dari penjualan untuk penelitian dan pengembangan, dan secara konsisten telah meningkatkan pengeluaran litbang selama dua dekade terakhir. h. Penelitian tiga tingkat Penelitian tiga tingkat mencakup beberapa hal, yaitu laboratorium tingkat bisnis yang berfokus pada pasar tertentu dengan produk jangka pendek, laboratorium sektor yang berfokus pada penerapan dengan horizon waktu 3-10 tahun untuk umur hidup produk, dan laboratorium korporat yang berfokus pada penelitian dasar dengan horizon waktu sampai 20 tahun. i. Forum teknologi 3M mendukung forum formal dan informal untuk membagi pengetahuan. Ilmuwan dari laboratorium yang berbeda merupakan bagian dari Dewan Teknik, yang bertemu secara periodik untuk membahas kemajuan dari proyek teknologi. j. Kontak pelanggan Ilmuwan bertemu secara teratur dengan pelanggan untuk mempelajari bagaimana mereka menggunakan produk 3M. Berdasarkan paparan strategi 3M diatas, secara umum strategi yang diterapkan sudah baik, sesuai dengan budaya yang ada di masyarakat. 3M adalah contoh sebuah perusahaan yang secara sukses menggabungkan dua strategi secara 10 bersamaan yaitu ”membangun” dan ”memanen”. William McKnight berpendapat, jika pegawai tumbuh pengetahuannya, maka perusahaannya juga akan mengalami pertumbuhan. McKnight mendelegasikan tanggung jawab dan memberi keberanian kepada orang-orang agar hal tersebut dapat melatih inisiatif mereka. Prestasi 3M yang luar biasa di bidang inovasi dan juga dalam menyejahterakan karyawannya mengundang ketertarikan penulis dalam meneliti lebih jauh. Menurut Shane (2003) dan Ellitan (2006), ada jalinan benang merah yang terdapat dalam hubungan antara motivasi dan inovasi. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi dalam bekerja, akan melakukan suatu tindakan dalam bekerja, seperti melakukan suatu inovasi. Dengan fakta-fakta mencengangkan mengenai 3M di atas, 3M juga mengalami kendala besar, yaitu dalam hal turn over karyawan. Perputaran dan pergantian karyawan yang besar dan cepat menandakan ada sebuah masalah tersembunyi di balik fenomena yang sudah berlanjut sekian lama ini. Turn over karyawan perusahaan menjadi tinggi dengan adanya jenjang karir dua tangga, adanya kenaikan jabatan dan banyaknya kesempatan yang bisa diraih karyawan. Selain itu, karyawan seperti membuat perusahaan sendiri tetapi karyawan tetap mempunyai penghasilan tetap (fixed income). Menurut Bateman dan Organ (1983), kepuasan kerja memiliki relevansi positif terhadap Organisational Citizenship Behaviour (OCB), dan karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya saat ini akan memiliki keinginan yang sangat kecil untuk berhenti dari pekerjaannya. Berdasarkan riset yang diadakan oleh Balu (1964), teori komunikasi pertukaran sosial memprediksi bahwa individu yang memiliki 11 kepuasan kerja bersikap lebih suportif dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki kepuasan kerja. Lingkungan mentoring yang baik dan kondusif membangun suasana yang konstruktif yang kemudian akan membuat individu memiliki rasa puas, komitmen, dan mereduksi keinginan untuk mengundurkan diri. GAMBAR 1.1 KERANGKA KONSEPTUAL Praktik Human Resources Measurement Budaya Organisasi Kepuasan dan Komitmen Intensi untuk bertahan dalam pekerjaan Perilaku Atasan Sumber: Riset studi oleh Khilji & Wang (2007), Hussein et al., (2012), Jaffari et al., (2011), Khan & Afzal (2011), Khan et al., (2011) Menurut riset yang dilakukan oleh Fleishman dan Harris (1998), bila atasan memiliki gaya kepemimpinan yang tidak baik dan memiliki simpati serta empati yang lemah, maka ketidakpuasan kerja karyawan dan intensi untuk mengundurkan diri akan tinggi. Rigby (2003) dalam risetnya, menyatakan bahwa 3M, yang memiliki jangkauan luas akan kesempatan karirnya, memiliki hambatan dalam memiliki jumlah staf dengan angka yang proporsional. 12 Peneliti menemukan fakta bahwa masalah turnover yang tinggi merupakan salah satu hambatan dalam 3M dalam hal manajerial karyawan, di mana inovasi yang terus berkembang berawal dan berasal dari karyawan itu sendiri. Eratnya hubungan antara inovasi, motivasi dan masalah yang sedang terjadi yaitu turnover yang tinggi turut menarik faktor-faktor komunikasi ke dalam pusaran masalah. Seseorang yang dihargai dan didukung oleh atasan, akan menjadi termotivasi untuk bekerja lebih baik lagi. Seseorang yang termotivasi untuk bekerja lebih baik akan melakukan inovasi dan perkembangan untuk tujuan perusahaannya. Oleh sebab itu, penulis memilih PT 3M Indonesia sebagai kantor pusat representatif 3M di Indonesia sebagai tempat melakukan penelitian. 1.2 Rumusan Masalah Adakah pengaruh mengenai komunikasi atasan-bawahan terhadap motivasi kerja karyawan di PT 3M Indonesia, Jakarta? Seberapa besar pengaruh mengenai komunikasi atasan-bawahan terhadap motivasi kerja karyawan di PT 3M Indonesia, Jakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh komunikasi atasan-bawahan terhadap motivasi kerja karyawan di PT 3M Indonesia, Jakarta dan besar pengaruh mengenai komunikasi atasan-bawahan terhadap motivasi kerja karyawan di PT 3M Indonesia, Jakarta. 13 1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Teoretis Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang siginifikan terhadap para akademisi terkait dengan komunikasi organisasi. 1.4.2 Signifikansi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada PT 3M Indonesia, Jakarta, agar PT 3M Indonesia dapat mengetahui ada dan tidaknya pengaruh komunikasi atasan-bawahan pada motivasi kerja para karyawannya, dan bila pengaruh itu ada, diharapakan PT 3M Indonesia mampu meningkatkan dan mengembangkan pola komunikasi atasanbawahan menjadi lebih baik. Bila pengaruh itu tidak ada, maka PT 3M Indonesia diharapkan mampu menerapkan komunikasi atasan pada bawahan yang efektif guna menciptakan iklim komunikasi positif untuk mendorong motivasi karyawan. 14