BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Industri Badan Pusat Statistik memberikan batasan mengenai apa yang dimaksud dengan industri yang biasa didahului dengan kata perusahaan atau usaha. Perusahaan atau usaha industri adalah salah satu unit (kesatuan) produksi yang terletak di suatu tempat tertentu yang melakukan kegiatan untuk mengubah suatu barang secara mekanis maupun kimia, untuk mengubah barang yang nilainya rendah menjadi barang/benda/produk baru yang sifatnya dekat dengan pemakai akhir. Termasuk kedalam sektor ini adalah perusahaan atau usaha yang melakukan kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling) dari suatu bagian industri (BPS Bali, 2000:4). Industri menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian didefinisikan sebagai berikut :“Industri adalah kegiatan ekonomi yang merubah barang baku, barang setengah jadi dengan atau barang jadi menjadi barang yang mempunyai nilai lebih tinggi dalam kegunaannya termasuk rekayasa dan rancang bangun industri”. Dilihat dari ukurannya, BPS Bali (2000:20) membedakan industri menjadi empat bagian, yaitu : 1) Perusahaan/industri besar adalah merupakan industri yang menggunakan mesin, tenaga kerja dengan 50 orang keatas atau perusahaan yang tidak menggunakan mesin tetapi mempunyai tenaga kerja 100 orang keatas. 14 2) Perusahaan/industri sedang adalah perusahaan industri yang menggunakan mesin, dengan tenaga kerja 5 sampai 40 orang atau perusahaan industri yang tidak menggunakan mesin yang mempunyai tenaga kerja sampai dengan 99 orang. 3) Perusahaan/industri kecil adalah perusahaan yang menggunakan mesin, dengan tenaga kerja 1 sampai 4 orang atau perusahaan industri yang tidak menggunakan mesin yang mempunyai tenaga kerja sampai 20 orang. 4) Kerajinan rumah tangga adalah suatu usaha pembentukan suatu barang lain menjadi lebih tinggi nilainya yang tidak memiliki tenaga kerja. 2.1.2 Industri Kecil Industri kecil menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah meliputi industri pangan (makanan, minuman, dan tembakau), industri sandang dan kulit (textil, pakaian jadi, serta barang dari kulit), industri kimia dan bahan bangunan (industri kertas, percetakan, penerbitan, barang-barang karet, plastik, dan lain-lain), industri galian bukan logam dan industri logam (mesin-mesin listrik, alat-alat ilmu pengetahuan, barang dari logam), dan industri kerajinan. Industri kecil adalah bagian dari UKM (Usaha Kecil Menengah) sehingga pengklasifikasiannya pun sesuai dengan pengklasifikasian UKM. Klasifikasi industri kecil berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing instansi/lembaga yang terkait dengan industri kecil. Asian Development Bank, dalam hasil penelitian di beberapa negara menyebutkan sebagai berikut : Kebanyakan negara mengklasifikasikan populasi dunia usahanya sebagai bagian dari proses mempersiapkan statistik ekonomi, administrasi sistem perpajakan, dan 15 sebagai dasar untuk memberikan dukungan dan promosi khusus (biasanya bagi usaha kecil). Hingga saat ini, walaupun telah diupayakan selama puluhan tahun, tidak ada rumusan definisi global yang baku untuk usaha mikro, kecil atau menengah. Kebanyakan negara menerapkan definisi mereka masing-masing, dengan berbagai variasi penting antara satu dan lain negara maupun di dalam negara itu sendiri. Definisi yang digunakan bervariasi menurut konteks dan tujuan penggunaanya, tetapi biasanya didasarkan pada ukuran jumlah tenaga kerja, omzet penjualan, dan nilai aset atau struktur kepemilikan. Penting disadari bahwa definisi UKM pada dasarnya merupakan suatu instrumen administrasi atau birokrasi dan tidak harus mereflesikan realitas pasar, perilaku, organisasi atau pandangan perusahaan tentang dirinya. Dalam konteks promosi yang dibiayai pemerintah untuk usaha kecil, perlunya definisi UKM terutama untuk penetapan alokasi. Tindakan misalnya seperti kredit bersubsidi istimewa, perpajakan kepada UKM memang haruslah dibatasi dengan cara tertentu, agar jangan sampai pemerintah akhir “mendukung” semua populasi dunia usaha. Definisi UKM memang harus ada sebagai bagian dari sistem informasi dan manajemen milik pemerintah. Definisi tersebut harusnya tidak digunakan secara kaku atau sewenang-wenang, mungkin terdapat justifikasi tertentu untuk definisi yang berbeda untuk maksud yang berbeda, hampir dipastikan perlu memonitor secara terus menerus relafansi definisi itu sesuai dengan perubahan pasar. Di Indonesia Menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, didefinisikan sebagai berikut : “Industri kecil adalah kegiatan ekonomi yang 16 dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersil yang mempunyai kekayaan bersih sebesar Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) dengan mempunyai nilai penjualan pertahun sebesar Rp. 1.000.000.000,(Satu Milyar Rupiah) atau kurang”. Dalam rangka pembinaan kegiatan usaha industri tersebut sesuai Perda Kota Denpasar No. 12 Tahun 2002 dan SK. Memperindag Nomor 590/MPP/Kep/IX/1999 menyebutkan : jenis usaha industri dengan nilai investasi seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh Ijin Usaha Industri Kecil. Sudah tentu perbedaan dan batas-batas tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan kebutuhan dalam rangka penetapan suatu putusan kebijakan-kebijakan, seperti halnya berdasarkan investasi di luar tanah dan bangunan yang ditempati tersebut, dimaksudkan untuk memberi suatu keadilan terhadap perlakuan industri kecil yang berada di kota maupun di desa karena tanah di kota tentu harganya berbeda dengan tanah yang ada di pedesaan. 2.1.3 Produksi dan Fungsi Produksi Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Input dapat terdiri dari barang atau jasa yang digunakan dalam proses produksi, dan output adalah barang atau jasa yang dihasilkan dari suatu produksi (Sri Adiningsih, 1999:3). Produksi adalah sebagai proses kegiatan yang menimbulkan tambahan manfaat atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah 17 bentuk, faedah waktu, faedah tempat serta kombinasi dari faedah-faedah tersebut (Agus Ahyari, 1999:6). Produksi dalam arti luas adalah kegiatan atau proses mentranformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output), tercakup semua aktivitas atau kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa, serta kegiatan kegiatan lain yang mendukung atau menunjang usaha untuk mengasilkan produk tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, kegiatan produksi terdapat pada pabrik pengolahan atau manufaktur, pertambangan, perhotelan, rumah sakit, pelayanan dan sebagainya. Dari pengertian yang luas inilah sekarang berkembang istilah yang sering digunakan, yaitu industri, seperti halnya dengan istilah industri manufaktur, industri pariwisata, industri jasa keuangan, industri jasa perdagangan dan industri pengangkutan (Sofyan Assauri, 1999;11). Fungsi produksi menurut Arsyad (1999:205) adalah hubungan antara input dan output. Fungsi produksi menentukan tingkat output maksimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu, atau sebaliknya, jumlah input minimum yang diperlukan untuk memproduksi suatu tingkat output tertentu. Fungsi produksi ini ditentukan oleh teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Oleh karena itu, hubungan input atau output untuk setiap sistem produksi merupakan suatu fungsi dari tingkat teknologi pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan baku dan lain-lain yang digunakan dalam suatu perusahaan. Jumlah produksi menurut Sadono Sukirno (2001:194) dipengaruhi oleh besarnya modal atau investasi (K), jumlah tenaga kerja (L), kekayaan alam, dan tingkat teknologi yaitu digunakan (T), sehingga fungsi produksi total adalah sebagai berikut: Q = f (K,L,R,T). 18 2.1.4 Pengertian Investasi Investasi adalah sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barangbarang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sadono Sukirno, 2006:121). Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Menurut Sadono Sukirno (2006:121), yang digolongkan sebagai investasi (atau pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran berikut : 1) Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan. 2) Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya. 3) Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional. Secara umum investasi menurut Sadono Sukirno (1997:17) dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu : 1) Induced Investement adalah investasi yang ditimbulkan oleh sebab bertambahnya permintaan yang sumbernya terletak pada pertambahan pendapatan. Investasi bersifat dorongan dan tidak langsung. Investasi ini dapat dilakukan oleh swasta maupun pemerintah. 19 2) Autonomous Investement adalah investasi yang timbul disebabkan adanya tambahan pendapatan masyarakat, tetapi investasi ini biasanya dilakukan pemerintah dan tidak menarik bagi swasta karena memerlukan biaya yang besar dan keuntungan tidak langsung diperoleh. 3) Investasi yang sifatnya dipengaruhi oleh adanya tingkat bunga uang atau modal yang berlaku di masyarakat. Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi menurut Sadono Sukirno (2006:122) adalah : 1) Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh. 2) Tingkat bunga. 3) Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan. 4) Kemajuan teknologi. 5) Tingkat Pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya. 6) Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan. Walaupun faktor-faktor penting yang menentukan jumlah investasi para pengusaha terdiri dari enam faktor di atas, dua diantaranya mempunyai kesanggupan untuk menerangkan mengenai sebab-sebabnya perubahan tingkat investasi yang lebih penting dari faktor-faktor lainnya. Faktor tersebut adalah tingkat keuntungan yang diramalkan dan tingkat bunga. Ramalan mengenai keuntungan masa depan akan memberikan gambaran kepada para pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang kelihatannya mempunyai prospek yang baik dan dapat dilaksanakan, dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk mewujudkan tambahan barang-barang modal yang diperlukan. Sedangkan tingkat 20 bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan pada para pengusaha dan dapat dilaksanakan. Menurut Sadono Sukirno (1997:336), investasi atau pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi, dibedakan kepada 4 komponen yaitu : 1) Investasi perusahaan-perusahaan swasta Investasi perusahaan-perusahaan swasta merupakan komponen yang terbesar dari investasi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu. 2) Pengeluaran untuk mendirikan tempat tinggal Pengeluaran ini diperhatikan oleh ahli ekonomi dalam membuat analisis mengenai investasi. Pengeluaran investasi tersebut terutama meliputi mendirikan bangunan industri, membeli mesin-mesin dan peralatan produksi lain dan pengeluaran untuk penyediaan bahan mentah. Tujuan para pengusaha untuk mewujudkan alat-alat produksi adalah untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan memproduksi yang dilakukannya di masa depan. Ini berarti investasi yang dilakukan di masa kini sangat erat hubungannya dengan prospek memperoleh untung di masa depan. Semakin cerah prospek untuk memperoleh keuntungan yang lumayan di masa depan, semakin tinggi investasi yang akan dilakukan pada masa kini. 3) Perubahan dalam inventaris (inventory) perusahaan Merupakan komponen yang paling kecil diantara investasi. Barang yang digolongkan sebagai inventory meliputi bahan mentah yang belum diproses, bahan setengah jadi yang/sedang diproses dan barang yang sudah 21 dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan itu tetapi masih dalam simpanan dan belum dijual kepasaran. Menyediakan barang itu penting artinya dalam menciptakan efisiensi dan kelancaran kegiatan perusahaan. 4) Investasi yang dilakukan pemerintah Berbeda dengan investasi perusahaan yang mendasarkan investasi untuk tujuan mencari untung, investasi pemerintah didasarkan pada pertimbangan lain, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu investasi pemerintah selalu dinamakan juga sebagai investasi sosial karena kebanyakan dari pembelanjaan investasinya digunakan untuk menciptakan modal tetap sosial. Hubungan investasi dengan produksi, dimana investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sadono Sukirno, 2006:121). Investasi merupakan faktor yang penting bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi. Kelangsungan proses ekonomi dengan peningkatan investasi dalam suatu negara dapat meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Peningkatan permintaan agregat dan pendapatan nasional akan selalu diikuti oleh penanaman modal dan kenaikan produktivitas serta pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi. Dengan meningkatnya investasi, maka akan menambah kemampuan produksi perusahaan, sehingga menyebabkan meningkatnya volume produksi. 22 Dengan meningkatnya volume produksi maka nilai produksi ikut mengalami peningkatan. Jadi terdapat hubungan yang positif antara investasi dengan nilai produksi. 2.1.5 Pengertian Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu indikator perekonomian yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, indikator tenaga kerja adalah penduduk usia kerja (BPS Bali, 2003:3). Tenaga kerja menurut UU No. 14 Tahun 1969 pasal 1 adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi tenaga kerja yang bekerja di dalam yaitu tenaga kerja yang bekerja di kantor. Sedangkan di luar hubungan kerja yaitu pekerjaan yang dilakukan di luar jam kerja di kantor. Alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran. Badan Pusat Statistik (2003:15), memberi batasan umur bagi penduduk yang bekerja disebut sebagai penduduk usia kerja. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja biasanya penduduk berusia 15 – 64 tahun dan tenaga kerja juga dapat didefinisikan sebagai jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Simanjuntak, 1998:3). Sedangkan penduduk bekerja adalah mereka yang sedang bekerja dan yang sementara tidak bekerja (Penduduk bekerja = sedang bekerja + sementara 23 tidak bekerja). Tenaga kerja merupakan salah satu indikator perekonomian yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, indikator tenaga kerja adalah penduduk usia kerja (BPS Bali, 2003:3). Tenaga kerja tidaklah identik dengan Angkatan Kerja, yang dimaksud dengan tenaga kerja (Man Power) adalah besarnya bagian dari penduduk yang dapat diikut sertakan dalam proses ekonomi. 1) Angkatan Kerja Menurut Biro Pusat Statistik, (2003:5) angkatan kerja adalah penduduk yang berusia 10 tahun ke atas yang mempunyai pekerjaan tertentu dalam kegiatan ekonomi dan mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan. 2) Bukan Angkatan Kerja Kelompok yang bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih sekolah dan tidak bekerja seperti wanita yang mengurus rumah tangga, pensiunan, dan mereka yang berusia lanjut. Menurut Simanjuntak (1998:16) angkatan kerja dibedakan dalam tiga golongan yaitu: 1) Pengangguran (Open Unemployment), yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan. 2) Setengah Pengangguran (Underemployed), yaitu mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja, produktivitas kerja dan pendapatan. Setengah pengangguran dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 24 a. Setengah Pengagguran Kentara (visible underemployed) yakni mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, dan b. Setengah Pengangguran Tidak Kentara (invisible Underemployed) yaitu mereka yang produktivitas kerja dan pendapatannya rendah. 3) Bekerja Penuh, yaitu keadaan di mana permintaan tenaga kerja sama dengan penawaran tenaga kerja. Hubungan antara tenaga kerja dengan produksi, dimana sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dalam dinamika perkembangan ekonomi jangka panjang bersama dengan ilmu pengetahuan, teknologi sumber daya alam dan kapasitas produksi. Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Menurut Jhingan (2000 : 59), pertumbuhan perekonomian modern terlihat dari semakin meningkatnya laju produk per kapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang meningkatkan efisiensi atau produktivitas per unit input. Dalam pengertian ini, input adalah tenaga kerja tersebut. Kualitas tenaga kerja yang tinggi dengan kemampuan untuk berproduksi yang tinggi akan sangat membantu peningkatan kegiatan perekonomian serta produksi, yang akan memberikan dampak secara langsung terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Menurut Mankiw (2000:46), semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi, maka semakin banyak pula output yang diproduksi, begitu pula sebaliknya semakin sedikit tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi, maka semakin sedikit output yang diproduksi atau dihasilkan. 25 Peningkatan output yang diproduksi atau yang dihasilkan akan berpengaruh pada peningkatan jumlah pendapatan tenaga kerja. Peningkatan output yang diproduksi juga akan dapat meningkatkan nilai produksi. Jadi, dapat dikatakan tenaga kerja mempunyai hubungan yang positif dengan nilai produksi. 2.1.6 Pengertian Inflasi Menurut Boediono(2001:155) inflasi adalah kecenderungan dari harga- harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga-harga barang lain. Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi. 2.1.7 Jenis-jenis Inflasi Jenis-jenis inflasi menurut Boediono (2001:156) dibagi menjadi : 1) Menurut parah tidaknya, inflasi dapat digolongkan menjadi : a. Inflasi ringan (kurang dari 10% pertahun) b. Inflasi sedang (antara 10-30% pertahun) c. Inflasi berat (antara 30-100% pertahun) d. Hyper inflasi (lebih dari 100% pertahun) 26 2) Berdasarkan sebab musababnya, inflasi dapat digolongkan menjadi : a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang semakin kuat. Inflasi semacam ini disebut demand pull inflation. b. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi atau disebut dengan cost push inflation. 3) Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi: a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation). Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul karena adanya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal dan sebagainya. b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation). Merupakan inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau negara-negara yang melakukan perdagangan dengan negara tersebut. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang perkonomiannya terbuka, yaitu negara dengan sektor perdagangan luar negerinya penting. Namun berapa jauh penularan tersebut terjadi juga tergantung kepada kebijaksanaan pemerintah yang diambil. Dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan moneter dan perpajakan tertentu pemerintah bisa menetralisir kecenderungan inflasi yang berasal dari luar negeri tersebut. 27 2.1.8 Dampak Inflasi Menurut Nanga (2005:247), inflasi dapat menimbulkan beberapa dampak diantaranya: 1) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat, yang juga disebut dengan efek redistribusi dari inflasi (redistribution effect of inflation). 2) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi (economic efficiency). Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat mengalihkan sumber daya dari investasi yang produktif (productive investment) ke investasi yang tidak produktif (unproductive investment) sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini yang disebut ”efficiency effect of inflation”. 3) Inflasi juga dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam output dan kesempatan kerja (employment), dengan cara yang lebih langsung yaitu dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan, dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini disebut ”output and employment effect of inflation”. 4) Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable environment) bagi keputusan ekonomi. Hubungan inflasi dengan produksi, dimana inflasi merupakan kecenderungan kenaikan dari harga-harga barang secara umum dan terus menerus Boediono (2001:155). Kenaikan harga-harga ini menimbulkan akibat yang buruk 28 terhadap perdagangan bagi negara yang sedang mengalami inflasi. Kenaikan harga yang ringan (inflasi ringan) akan memberikan rangsangan bagi setiap perusahaan atau industri untuk meningkatkan produksinya, sebaliknya jika terjadi kenaikan harga yang tinggi (hyper inflasi), akan menyebabkan perusahaan mengurangi tingkat produksinya. Jadi dapat dikatakan bahwa inflasi memiliki dua hubungan dengan produksi. Inflasi dapat memiliki hubungan yang positif dengan produksi, jika tingkat inflasi yang terjadi masih ringan, sebaliknya inflasi akan memiliki hubungan yang negatif dengan produksi, jika tingkat inflasi tinggi (hyper inflasi). 2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya 1) Dharendra (2004), yang berjudul “Analisis Economic Of Scale Pengembangan Industri Kecil di Kota Denpasar”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nilai produksi, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, dan nilai bahan baku produksi. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dan koefisien korelasi berganda dan diperoleh persamaan sebagai berikut : Ln Y = Ln 4,043 + 0,040 Ln I + 0,235 Ln TK + 0,621 Ln BB Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel investasi, tenaga kerja, dan bahan baku secara parsial berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi industri kecil di Kota Denpasar tahun 2004. Demikian juga variabel investasi, tenaga kerja, dan bahan baku secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi industri kecil di Kota Denpasar tahun 2004. 29 Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel bebasnya yaitu tingkat inflasi dan variabel terikatnya yaitu nilai produksi serta waktu penelitian yang berbeda. Persamaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel bebas yang digunakan, yaitu sama-sama menggunakan variabel bebas investasi dan tenaga kerja. 2) Laka (2006), berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja, Investasi dan Kurs Dollar Amerika Terhadap Nilai Produksi Industri Kecil Kabupaten Gianyar Tahun 1994-2004”. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda dan diperoleh hasil sebagai berikut : Y = 42.000.000 + 2352X1 + 9,239X2 + 49191,01X3 Disimpulkan bahwa secara serempak (uji F) Jumlah Tenaga Kerja, Investasi dan Kurs Dollar Amerika berpengaruh terhadap Nilai Produksi Industri Kecil Kabupaten Gianyar Tahun 1994-2004 dengan F-hitung (42,114) > F-tabel (4,35). Melalui uji parsial (uji t) Jumlah Tenaga Kerja tidak berpengaruh nyata terhadap Nilai Produksi Industri Kecil Kabupaten Gianyar tahun 1994-2002 dengan t-hitung (0,170) < t-tabel (1,860) sedangkan Investasi dan Kurs Dollar berpengaruh nyata terhadap Nilai Produksi Industri Kecil Kabupaten Gianyar Tahun 1994-2004. Nilai R² adalah 0,94 yang artinya 94 persen Nilai Produksi Industri Kecil Kabupaten Gianyar Tahun 1994-2004 dipengaruhi oleh Jumlah Tenaga Kerja, Invetasi dan Kurs Dollar Amerika. 30 Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada dua variabel bebas yakni investasi dan tenaga kerja dan variabel terikat yang digunakan, namun lokasi penelitian dan kurun waktu yang digunakan berbeda. 3) Jehemat (2008) dengan penelitian berjudul “Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja, Investasi dan Kurs Dollar Amerika Terhadap Volume Produksi Industri Kerajinan Kayu Provinsi Bali Tahun 1996-2006”. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda dan diperoleh hasil sebagai berikut : Y = 8.369.937 – 17.535X1 + 0,0011X2 + 235.156X3 Disimpulkan bahwa secara serempak (uji F) Jumlah Tenaga Kerja, Investasi dan Kurs Dollar Amerika berpengaruh terhadap Volume Produksi Industri Kerajinan Kayu Provinsi Bali Tahun 1996-2006 dengan F-hitung (10,433) > F-tabel (4,35). Melalui uji parsial (uji t) Jumlah Tenaga Kerja tidak berpengaruh nyata terhadap Volume Produksi Industri Kerajinan Kayu Provinsi Bali tahun 1996-2006 dengan t-hitung (- 2,533) < t-tabel (1,934) sedangkan Investasi dan Kurs Dollar berpengaruh nyata terhadap Volume Produksi Industri Kerajinan Kayu Provinsi Bali tahun 1996-2006. Nilai R² adalah 0,817 yang artinya 81,7 persen Volume Produksi Industri Kerajinan Kayu Provinsi Bali tahun 1996-2006 dipengaruhi oleh Jumlah Tenaga Kerja, Invetasi dan Kurs Dollar Amerika. Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel terikat yaitu Volume Produksi Industri Kerajinan 31 Kayu dan waktu serta lokasi penelitian yang berbeda. Persamaannya terletak pada dua variabel bebas yang digunakan yaitu Investasi dan tenaga kerja. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut. 1) Investasi, tenaga kerja, dan tingkat inflasi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap nilai produksi industri kecil Kota Denpasar tahun 1995-2007. 2) Investasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai produksi industri kecil Kota Denpasar tahun 1995-2007. 3) Tenaga kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai produksi industri kecil Kota Denpasar tahun 1995-2007. 4) Tingkat inflasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai produksi industri kecil Kota Denpasar tahun 1995-2007. 5) Variasi perubahan nilai produksi industri kecil Kota Denpasar tahun 19952007 dipengaruhi oleh variasi perubahan jumlah investasi, tenaga kerja, dan tingkat inflasi. 32