Persepsi Karyawan tentang Hubungan

advertisement
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Organisasi
2.1.1. Pengertian Organisasi
Organisasi merupakan suatu kerja sama sekelompok orang
untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat
dengan peraturan yang ada (Cahayani, 2003). Organisasi dicirikan
oleh sekelompok orang dimana orang-orang tersebut memiliki visi
yang sama dalam menjalankan organisasi. Kegiatan yang dilakukan
sekelompok orang tersebut dibatasi oleh peraturan yang ada dalam
organisasi tersebut. Pada hakikatnya, organisasi dapat dilihat dari
dua sudut pandang. Pertama, organisasi sebagai wadah yaitu tempat
dimana kegiatan administrasi dan manajemen dijalankan. Kedua,
organisasi sebagai proses yang sifatnya lebih dinamis dimana proses
yang dijalankan merupakan interaksi antara orang-orang di dalam
organisasi itu (Siagian, 1979).
Organisasi adalah struktur koordinasi terencana yang formal,
melibatkan dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Organisasi dicirikan dengan adanya hubungan kewenangan
dan tingkatan pembagian kerja (Robbins, 2002). Menurut Louis
A.Allen dalam Sutarto (1984), organisasi formal adalah suatu sistem
dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan baik, masingmasing pekerjaan itu mengandung sejumlah wewenang, tugas dan
tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar untuk
memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja sama
secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka.
Semua organisasi memiliki tujuan. Menurut Cahayani (2003),
terdapat dua macam tujuan organisasi. Pertama, tujuan organisasi
tunggal yaitu tujuan untuk mendapatkan profit sebanyak mungkin.
Kedua, tujuan organisasi ganda terdiri dari tujuan ke dalam
organisasi dan tujuan ke luar organisasi. Tujuan ke dalam organisasi
9
dirumuskan secara umum dengan meningkatkan kesejahteraan serta
kepuasan karyawan dan meningkatkan produktivitas organisasi.
Tujuan ke luar organisasi adalah untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat. Tujuan organisasi di atas memiliki fungsi
sebagai pedoman dalam menentukan arah serta sebagai sumber
keabsahan tindakan manajemen. Untuk mencapai tujuan organisasi
ada banyak kegiatan yang harus dilakukan dan masing-masing
kegiatan tersebut memiliki sasaran tertentu. Jadi tujuan organisasi
dapat tercapai jika sasaran dari kegiatan-kegiatan khusus tersebut
dapat dicapai.
2.1.2. Perubahan Organisasi
Tidak ada organisasi yang tidak mengadakan perubahan,
perbaikan, atau pembaharuan organisasi. Perubahan organisasi
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan organisasi,
meningkatkan kepuasan kerja, dan penyesuaian dengan lingkungan
kerja. Intinya perubahan organisasi membuat kinerja organisasi
menjadi lebih baik. Perubahan ini dapat dilakukan di berbagai sektor.
Menurut Cahayani (2003), ada tiga bidang utama dalam organisasi
yang dapat mengalami perubahan, yaitu :
a. Perubahan teknologi
Perubahan ini umumnya adalah perubahan terhadap penggunaan
teknologi. Awalnya teknologi yang digunakan bersifat sederhana
dan pekerjaan dilakukan secara manual. Pada akhirnya terjadi
perubahan dimana teknologi yang digunakan sudah canggih dan
pekerjaan dilakukan secara otomatis. Misalnya mesin ATM.
b. Perubahan struktural
Perubahan struktur organisasi mencakup adanya kebijakan baru
dan proses baru.
c. Perubahan manusia
Perubahan manusia dapat terjadi di dalam organisasi, bukan
sebatas adanya wajah-wajah baru tetapi juga kualitas baru
karyawan yang ada. Pembaharuan kualitas manusia dapat
10
dilakukan melalui perubahan dalam melakukan rekrutmen dan
pelatihan.
Menurut Robbins (1996), terdapat 4 pilihan mengenai
perubahan yaitu :
1. Perubahan struktur
Perubahan struktur mencakup pembuatan perubahan dalam
wewenang, mekanisme koordinasi, rancang-ulang pekerjaan,
atau variabel struktural yang serupa.
2. Perubahan teknologi
Perubahan teknologi meliputi modifikasi dalam cara kerja yang
diproses dan dalam metode serta peralatan yang digunakan.
3. Perubahan setting fisik
Perubahan setting fisik meliputi pengubahan ruang dan
pengubahan tata letak dalam tempat kerja.
4. Perubahan orang
Perubahan orang mengacu pada perubahan dalam sikap,
keterampilan, pengharapan, persepsi, dan perilaku karyawan.
Perubahan organisasi disebabkan karena adanya tuntutan
yang berasal dari internal maupun eksternal. Menurut Cahayani
(2003), beberapa hal yang dapat mendorong terjadinya perubahan,
yaitu :
1. Lingkungan
Suatu organisasi dikatakan berhasil bila organisasi tersebut dapat
memusatkan
anggotanya
dan
dapat
beradaptasi
dengan
lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor yang sangat
penting bagi organisasi karena lingkungan menyediakan input
yang diperlukan oleh organisasi dan juga merupakan tempat
menampung output dari organisasi
tersebut. Selain itu,
lingkungan juga merupakan salah satu penyebab perubahan di
dalam organisasi. Jika organisasi tersebut tidak mengadakan
perubahan maka organisasi tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan yang selalu berubah.
11
2. Sasaran dan nilai
Organisasi dapat mengubah bentuk badan usahanya. Hal ini
dikarenakan adanya perubahan sasaran dan nilai yang organisasi
anut. Jika sebelumnya organisasi tersebut hanyalah perusahaan
pemerintah yang tidak selalu mengejar keuntungan tetapi dengan
jasa pelayanan seadanya, maka sekarang organisasi tersebut
berubah menjadi seperti perusahaan swasta yang notaben
mencari untung (karena semakin sedikit mendapat subsidi dari
pemerintah), tetapi dengan mengedepankan service yang baik
untuk pelanggannya.
3. Teknologi
Dengan
semakin
berkembangnya
zaman
maka
semakin
berkembang pula bidang teknologi. Untuk menyikapi hal
tersebut, organisasi harus beradaptasi dengan keadaan tersebut.
Teknologi sangat berkaitan pada cara beroperasi organisasi.
Apabila perkembangan teknologi semakin pesat, maka organisasi
harus mengubah penggunaan teknologi yang awalnya sederhana
menjadi menggunakan teknologi tinggi.
4. Struktur
Penambahan dan pengurangan struktur dapat membuat organisasi
tersebut berubah. Apabila organisasi melakukan penambahan
struktur, yaitu menambah satu divisi di organisasinya, maka
organisasi tersebut membutuhkan penambahan tenaga kerja.
Apabila organisasi melakukan pengurangan struktur, yaitu
mengurangi cabang organisasi, maka organisasi tersebut akan
mengurangi
jumlah
tenaga
kerjanya.
Pengurangan
atau
penambahan tenaga kerja akan mengubah mengenai tugas yang
dikerjakan karyawan.
5. Faktor perilaku seseorang
Faktor perilaku seseorang dapat menjadi faktor penyebab
organisasi berubah. Misalnya dengan berganti pimpinan akan
12
berganti pula peraturan serta kebijaksanaan yang dapat
menyebabkan timbulnya perubahan di dalam organisasi.
6. Konsultan
Sebagian besar organisasi pada masa sekarang menggunakan jasa
konsultan untuk memberikan masukan dalam rangka perbaikan
dan
perkembangan
organisasi.
Para
konsultan
tersebut
menyarankan perubahan-perubahan yang harus dilakukan oleh
organisasi sehingga organisasi tersebut dapat tetap survive dan
memenangkan persaingan.
2.1.3. Faktor-Faktor Struktural yang Memengaruhi Perilaku dalam
Organisasi
Menurut Melcher (1994), faktor-faktor struktural yang
memengaruhi perilaku dalam organisasi, antara lain :
1. Ukuran
Ukuran suatu kelompok atau organisasi itu memengaruhi
pola perilaku organisasi. Menurut Caplow dalam Melcher
(1994), dalam kelompok-kelompok primer kecil, yang besarnya
berkisar antara dua sampai 20 orang, masing-masing anggota
berinteraksi dengan setiap anggota yang lain. Dalam kelompok
menengah atau medium yang jumlah anggotanya berkisar antara
50 sampai 1000 orang, seorang atau lebih anggota dapat
mengadakan hubungan-hubungan berpasangan dengan anggota
yang lain. Dalam kelompok besar yang jumlah anggotanya
berkisar antara 1000 sampai 10.000 orang, satu atau lebih
anggota mungkin dikenali dan berinteraksi dengan semua
anggota yang lain, tetapi hanya pengenalan satu-arah.
Dengan meningkatnya ukuran suatu organisasi maka akan
mengakibatkan pola perilaku anggotanya. Semakin besar jumlah
individu maka semakin kompleks hubungan-hubungan dan
peranan-peranan yang harus dikoordinir sehingga terjadi
hambatan dalam berkomunikasi. Dengan berkembangnya suatu
kelompok, perasaan depersonalisasi berkembang pesat sementara
13
perasaan penting dan diperhatikan dari seseorang menjadi
berkurang sehingga tingkat partisipasi kebanyakan anggota
menjadi menurun. Tugas yang dikerjakan oleh anggota menjadi
semakin terspesialisasi. Hal ini akan memengaruhi pola perilaku
anggota seperti berkurangnya motivasi dan komitmen serta
timbulnya ketidakpuasan dalam bekerja.
2. Arus kerja
Arus pekerjaan berkaitan dengan tingkat spesialisasi.
Semakin besar organisasi maka semakin terspesialisasinya tugas
sehingga
kompleksitas
pun
semakin meningkat. Tingkat
spesialisasi berkorelasi langsung dengan ruang lingkup pekerjaan
dan saling tergantung dari individu-individu. Spesialisasi yang
tinggi menimbulkan pengulangan tugas. Dalam jangka pendek,
hal ini berguna untuk meminimumkan periode belajar bagi
pegawai baru, meminimumkan pemborosan gerak, dan pekerjaan
dapat dipelajari dengan biaya minimal. Peningkatan mutu,
efisiensi, dan penghasilan pun akan tercapai. Namun, dalam
jangka panjang, konsekuensinya berbeda. Lingkup pekerjaan
yang sempit dan pengulangan yang tinggi meningkatkan
kebosanan sehingga muncul ketidakpuasan dalam bekerja. Hal
ini seharusnya menimbulkan mutu dan efisiensi yang relatif
rendah.
3. Kompleksitas tugas
Sebuah aspek penting dari konteks dimana seseorang
bekerja adalah kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi.
Tugas terdiri dari 2 jenis yaitu tugas yang tak diprogram dan
tugas yang diprogram. Organisasi kecil memiliki tugas yang
tidak
diprogram.
Masalah-masalah
mungkin
tak
dapat
diselesaikan karena kurangnya pengetahuan mengenai cara
memperoleh penyelesaiannya. Tugas yang tak diprogram dapat
menimbulkan stres yang tinggi serta ketakutan dan kecemasan.
14
Dalam jangka pendek, reaksi-reaksi akan berubah bergantung
dari hubungan-hubungan kelompok yang ada.
Pada organisasi besar, tugas yang dilakukan merupakan
tugas yang diprogram. Masalahnya bersifat sedemikian rupa,
sehingga penyelesaiannya atau prosedur untuk mencapai
penyelesaian itu sudah diketahui benar dan mudah untuk
menerapkan skill ini. Dengan tugas–tugas yang diprogram,
tingkat stres adalah rendah. Perilaku individu dan kelompok
adalah stabil dengan efisiensi dan efektivitas yang tinggi.
4. Rintangan-rintangan ruang fisik
Rintangan-rintangan fisik mempunyai dua aspek. Pada
satu pihak, rintangan-rintangan ruang fisik antar individu dan
antar kelompok itu memengaruhi interaksi. Semakin banyak
rintangan fisik yang dihadapi anggota semakin menurunnya
interaksi antar individu atau antar kelompok. Pada pihak lain,
hubungan-hubungan yang ada memengaruhi cara orang-orang
yang saling berhubungan secara fisik dan ruang.
5. Hubungan wewenang formal
Pelimpahan wewenang terdiri dari dua aspek yaitu
sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi memiliki pengertian
bahwa wewenang tidak diberikan pada manajer level rendah atau
personalia operasi. Dalam hal ini karyawan pada level rendah
tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Mereka hanya
melaksanakan tindakan-tindakan yang diperintahkan oleh atasan.
Pada organisasi desentralisasi, keputusan-keputusan diserahkan
pada level-level lebih rendah. Organisasi sentralisasi berarti
berlakunya perspektif kantor pusat yang berfokus pada
pengembangan
strategi
umum.
Jika
organisasi
adalah
desentralisasi, maka perhatian ditujukan pada taktik untuk
mengatasi keadaan setempat.
Tingkat pelimpahan yang cocok itu bergantung pada
kondisi yang terdapat dalam organisasi itu. Dengan semakin
15
kompleksnya organisasi karena meningkatnya ukuran, saling
ketergantungan arus kerja, kompleksnya tugas-tugas, dan
rintangan-rintangan fisik antar kelompok, maka sebuah syarat
fungsional untuk efisiensi adalah memindahkan keputusankeputusan level operasi dan mengkoordinirnya. Pemindahan
keputusan level operasi mendorong inisiatif dan motivasi dari
manajemen level rendah karena mereka dilibatkan dalam
pengambilan keputusan.
6. Sistem kontrol formal
Kontrol sosial merupakan cara suatu kelompok atau
masyarakat membuat para anggotanya berperilaku sesuai dengan
apa yang diharapkan. Kontrol sosial dibedakan dalam kontrol
sosial yang berbentuk formal dan informal. Pada organisasi
besar, kontrol yang biasa digunakan adalah kontrol formal maka
kontrol sosial yang efektif selain kontrol sosial yang diterapkan
dengan cara tekanan sosial juga dengan diberlakukannya aturan
dan hukum formal serta bentuk-bentuk sanksi yang resmi, dan
juga kontrol sosial melalui kekuatan. Kontrol yang efektif dapat
menciptakan perilaku karyawan yang positif. Sistem kontrol
berkaitan dengan standar yang diterapkan oleh organisasi.
Semakin besar organisasi maka semakin tinggi standar yang
ditetapkan organisasi.
7. Sistem informasi formal
Sistem informasi formal dapat dilihat dari dua aspek
yaitu jaringan kerja dan kepadatan saluran. Ukuran organisasi
akan memengaruhi sistem informasi informal. Semakin besar
ukuran organisasi maka akan semakin rasional sistem informasi
yang digunakan.
2.2. Penolakan terhadap Perubahan
Semua organisasi dan individu tidak dapat menghindar dari
perubahan. Namun, perubahan yang terjadi dapat menimbulkan resistensi
dan keresahan pada karyawan. Hal ini dikarenakan individu takut
16
mengalami kerugian secara ekonomis, ketidakpastian, ketidaknyamanan,
dan rusaknya pola sosial yang normal. Hampir semua perubahan struktur,
teknologi, orang, atau strategi memiliki potensi untuk merusak
kenyamanan pola hubungan. Penolakan terhadap perubahan dapat dilihat
sebagai ancaman tunggal terbesar bagi keberhasilan implementasi strategi
(David, 2006). Keengganan atau penolakan terhadap perubahan dapat
terjadi secara terang-terangan dan tersirat.
Menurut David (2006) terdapat tiga strategi yang dapat dipakai
oleh manajemen tingkat atas untuk mengelola penolakan yaitu strategi
memaksakan perubahan, strategi mengajarkan perubahan, strategi
menimbulkan ketertarikan atau merasionalkan perubahan. Strategi
memaksakan perubahan adalah memberikan perintah dan mendorong
perintah tersebut agar dilaksanakan. Strategi ini memiliki kelebihan
berupa kecepatan, namun menimbulkan rendahnya komitmen dan
penolakan yang kuat. Sedangkan strategi mengajarkan perubahan
memberikan informasi untuk meyakinkan orang tentang pentingnya
perubahan. Kekurangan dari strategi ini adalah implementasinya yang
lambat dan sulit. Namun, strategi ini bisa mendorong komitmen yang
lebih tinggi dan penolakan yang lebih lemah dari strategi pemaksaan.
Terakhir,
strategi
menimbulkan
ketertarikan
dan
merasionalkan
perubahan adalah strategi untuk meyakinkan individu bahwa perubahan
memberikan keuntungan personal bagi mereka. Ketika rangsangan
tersebut berhasil, implementasi strategi dapat dilakukan relatif mudah.
Menurut Robbins (1996), terdapat enam taktik yang digunakan
oleh pihak manajemen dalam menangani keengganan dan penolakan
terhadap perubahan, antara lain :
1. Pendidikan dan komunikasi
Keengganan dapat dikurangi lewat komunikasi. Pada dasarnya taktik
ini mengandaikan bahwa sumber keengganan terletak dalam salah
informasi atau komunikasi yang buruk. Penerapan diskusi seorang
demi seorang, presentasi yang disajikan kepada kelompok-kelompok,
memo-memo,
laporan-laporan,
demonstrasi-demonstasi
untuk
17
mendidik orang-orang sehubungan dengan adanya perubahan yang
akan dilaksanakan dapat membantu karyawan untuk melihat dan
memahami logika suatu perubahan yang diusulkan.
2. Partisipasi
Sebelum melakukan perubahan, mereka yang menentang perubahan
dapat diajak untuk berpartisipasi dalam proses keputusan. Individu
yang dilibatkan dapat memberikan sumbangan ide dan saran yang
berarti. Keterlibatan individu tersebut dapat mengurangi penolakan,
memperoleh komitmen, dan meningkatkan kualitas keputusan
perubahan itu. Tetapi kelemahannya adalah potensial untuk pemecahan
yang buruk dan menghabiskan banyak waktu.
3. Fasilitas dan dukungan
Agen perubahan dapat menawarkan suatu deretan upaya pendukung
untuk mengurangi keengganan. Bila rasa takut dan kecemasan
karyawan tinggi, penyuluhan dan terapi karyawan, pelatihan
keterampilan baru, atau cuti pendek yang dibayar dapat memudahkan
penyesuaian. Namun, taktik ini dapat memakan waktu, mahal, dan
pelaksanaannya tidak menjamin kesuksesan.
4. Perundingan
Suatu cara lain menangani keengganan potensial terhadap perubahan
adalah mempertukarkan sesuatu yang berharga untuk mengurangi
keengganan itu. Kelemahan dari taktik ini adalah, tingginya biaya yang
dikeluarkan dan timbulnya pemerasan.
5. Manipulasi dan kooptasi
Manipulasi mengacu pada upaya pengaruh yang tersembunyi.
Memuntir dan memutarbalik fakta untuk membuat fakta itu tampak
lebih menarik, menahan informasi yang tidak diinginkan, dan
menciptakan desas-desus palsu agar para karyawan menerima dengan
baik suatu perubahan. Sedangkan kooptasi berupaya menyuap
pemimpin kelompok penolak dengan memberi mereka peran utama
dalam keputusan perubahan. Hal ini bertujuan bukan untuk mencari
keputusan yang lebih baik tetapi untuk memperoleh dukungan mereka.
18
Baik manipulasi dan kooptasi relatif tidak mahal dan merupakan cara
yang mudah untuk memperoleh dukungan dari lawan. Namun, taktik
ini dapat menjadi bumerang jika sasaran itu menyadari bahwa diri
mereka diperangkap atau dimanfaatkan. Sekali terungkap, kredibilitas
agen perubahan dapat merosot.
6. Pemaksaan
Pemaksaan yaitu penggunaan kekuatan dan mengancam pihak yang
menentang dengan aneka macam dampak yang tidak disukai andaikan
para karyawan tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang menyertai
perubahan tersebut.
2.3. Kebijakan
Kebijakan perusahaan dapat didefinisikan sebagai pernyataan
keinginan dan kehendak manajemen untuk mengatur kegiatan guna
mencapai tujuan perusahaan (Steiner dan Miner, 1997). Kebijakan
menjelaskan bagaimana cara pencapaian tujuan dengan menentukan
petunjuk yang harus diikuti. Kebijakan ini dirancang untuk menjamin
konsistensi tujuan dan untuk menghindari keputusan yang berwawasan
sempit yang dapat mengurangi konsentrasi terhadap tujuan yang akan
dicapai.
Kebijakan merupakan pedoman perusahaan untuk berpikir tentang
bagaimana cara menjalankan perusahaan. Dengan adanya kebijakan,
perusahaan dapat menentukan arah yang harus ditempuh guna mencapai
suatu sasaran. Di dalam kebijakan juga menetapkan batas-batas yang
harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Kebijakan dapat berlangsung
sebentar atau lama tergantung dari pencapaian tujuan perusahaannya.
Menurut Chandler dalam Steiner dan Miner (1997), sebuah
perusahaan yang kurang efisien dalam menggunakan sumber dayanya
dapat berhasil jika kebijakan pokoknya tepat. Di pihak lain, suatu
perusahaan mungkin sangat efisien dalam mengorganisasi produksinya,
tetapi akan gagal jika kebijakan utamanya tidak memadai. Kesuksesan
serta keefektifan kebijakan yang dijalankan dapat dilihat dari tujuan yang
dicapai. Apabila tujuan tercapai, maka kebijakan yang dijalannya sangat
19
tepat. Apabila tujuan tidak tercapai maka kebijakan yang diterapkan tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan.
Kebijakan memiliki peran penting untuk memaksimalkan potensi
perusahaan. Perusahaan menetapkan kebijakan organisasinya dengan
melihat unsur-unsur kebijakan. Menurut Steiner dan Miner (1997), unsurunsur utama kebijakan antara lain :
a. Tujuan
Tujuan utama perusahaan dapat digambarkan dengan dua cara.
Pertama, tujuan pokok yang ditetapkan masyarakat untuk perusahaan.
Lembaga bisnis diciptakan dan ditunjang oleh masyarakat untuk
mencapai sasaran. Apabila para manajer, khususnya perusahaan
besar, mengabaikan tujuan kemasyarakatan ini, maka akibatnya
mungkin adalah bahwa pemerintah akan lebih banyak campur tangan.
Kedua, tujuan pokok ditentukan oleh para manajer sebuah organisasi
secara eksplisit dan implisit. Tujuan ini meliputi serentetan subjek
mulai dari ekonomis sampai yang etis. Tujuan ini dinyatakan dalam
rumusan dan pengertian yang luas dan cenderung berumur panjang
yang biasa disebut visi perusahaan.
b. Misi
Pernyataan misi pada hakikatnya mengidentifikasikan desain, tujuan,
dan arah perusahaan. Misi mengarah pada cara-cara yang ditempuh
guna mencapai tujuan perusahaan. Misi menentukan bagaimana
sumber daya perusahaan dialokasikan.
c. Sasaran
Sasaran merupakan suatu kerangka acuan yang penting untuk
perencanaan dalam mengembangkan kegiatan tertentu guna menjamin
pencapaiannya. Sasaran dapat dilihat dari jangka waktunya yaitu
jangka pendek dan jangka panjang. Sasaran jangka pendek adalah
sasaran yang harus dicapai dalam kurun waktu setahun. Sedangkan
sasaran jangka panjang adalah sasaran yang dapat dicapai lebih dari
setahun.
20
2.4.Restrukturisasi Organisasi
Rasionalisasi merupakan salah satu bentuk usaha untuk mengelola
prinsip-prinsip manajemen dalam rangka meningkatkan efisiensi.
Rasionalisasi terdiri dari perubahan-perubahan fisik seperti perubahan
karyawan, perubahan teknologi, dan perubahan struktur. Restrukturisasi
diartikan sebagai bentuk dan tingkat kompetensi yang dapat dicapai oleh
organisasi. Sebagai upaya meningkatkan efisiensi, seringkali perusahaan
melakukan
restrukturisasi
penggabungan
usaha,
usaha
peleburan
dengan
beberapa
cara
usaha,
pemekaran
seperti
usaha
atau
pengambilalihan usaha. Restrukturisasi merupakan kegiatan untuk
mengubah
struktur
perusahaan.
Restrukturisasi
dapat
berarti
memperbesar atau memperkecil struktur perusahaan. Dalam pengertian
perbesaran termasuk akusisi dan merger (penggabungan). Sebaliknya
dalam perampingan (down sizing) termasuk penjualan unit (sell off),
pemisahan unit (spin off), dan pemecahan usaha (split off) (Husnan,
1998).
Menurut David (2006), Restrukturisasi atau disebut juga
pengurangan
(downsizing),
rightsizing,
atau
penghilang
lapisan
(delayering) adalah mengurangi ukuran perusahaan, jumlah divisi, unit
atau tingkat hirarki dalam struktur organisasi.
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
efisiensi
Pengukuran ini
dan
efektivitas.
Restrukturisasi lebih berpihak pada kepentingan pemegang saham
daripada kepentingan karyawan. Perusahaan melakukan restrukturisasi
ketika beberapa rasio tidak sesuai harapan dibandingkan dengan yang
dimiliki pesaing. Manfaat utama dari restrukturisasi adalah pengurangan
biaya dan bisa menyelamatkan perusahaan dari persaingan global serta
keruntuhan. Namun di sisi lain, kelemahan restrukturisasi adalah dapat
mengurangi komitmen karyawan, kreativitas, dan inovasi serta adanya
ketidakpastian dan trauma yang berhubungan dengan penundaan atau
pemecatan karyawan yang sesungguhnya. Selain itu, dengan adanya
restrukturisasi bisa berdampak pada semangat kerja karyawannya.
21
Menurut Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN,
restrukturisasi sebagai upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan
BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional
yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi
internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai
perusahaan. Restrukturisasi bertujuan untuk :
a. Meningkatkan kinerja nilai perusahaan.
b. Memberikan manfaat berupa deviden dan pajak kepada negara.
c. Menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif
kepada konsumen.
d. Memudahkan pelaksanaan privatisasi. Pelaksanaan restrukturisasi
harus memperhatikan asas biaya dan manfaat yang diperoleh.
2.5.Kinerja
Kinerja adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara
terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi yang
bersangkutan (Mangkuprawira dan Vitayala, 2007). Tidak hanya dilihat
dari hasil, kinerja juga dapat dilihat dari proses dan pendapatan
perusahaan. Ukuran kinerja tersebut hendaknya disesuaikan dengan
standar kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja juga harus
mengacu pada visi, misi, serta sasaran perusahaan.
Menurut Mangkunegara (2004), kinerja merupakan hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Bentuk kinerja dapat berwujud (kualitas) dan tidak berwujud
(kuantitas), yang semuanya mengacu pada mutu sumber daya manusia
dalam melakukan pekerjaannya. Kinerja sangatlah penting bagi
perusahaan, sehingga harus dikelola dengan baik.
Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap
pekerjaannya, membantu mendefinisikan harapan kinerja, mengusahakan
kerangka kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Tujuan
kinerja adalah menyesuaikan harapan individual
dengan tujuan
22
organisasi. Kesesuaian tujuan karyawan dan tujuan organisasi akan
menciptakan kinerja yang lebih baik (Wibowo, 2007).
Kinerja sebagai hasil kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor yang memengaruhi kinerja tersebut hendaknya dapat
dikelola dengan baik sehingga dihasilkan kinerja yang baik bagi
perusahaan. Faktor tersebut dapat berupa ekstrinsik yang bersumber dari
luar dan intrinsik yang bersumber dari dalam karyawan. Menurut
Mangkuprawira dan Vitayala (2007), faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja antara lain :
a. Faktor personal/individual
Faktor personal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri para
karyawan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, motivasi,
kepercayaan diri dan komitmen terhadap perusahaan. Faktor ini
tumbuh dari diri masing-masing karyawan. Faktor ini dapat
dirangsang oleh fasilitas tangible atau intangible yang diberikan oleh
perusahaan.
b. Faktor kepemimpinan
Para manajer puncak memiliki peran penting dalam kesuksesan
perusahaan yang dapat dilihat dari kinerja yang baik dari para
karyawannya. Faktor kepemimpinan ini meliputi aspek kualitas dari
manajer dan team leader yang memberikan arahan, semangat,
dukungan, serta dorongan untuk bekerja kepada para karyawan.
c. Faktor tim
Dalam mengerjakan tugas yang diberikan perusahaan, ada yang
dikerjakan individu dan ada yang dikerjakan secara berkelompok.
Oleh karena itu lingkungan kerja seperti rekan kerja dalam tim dapat
memengaruhi kinerja individu. Faktor tim ini dapat meliputi dorongan
dan semangat yang diberikan rekan kerja dalam tim, kepercayaan
terhadap sesama anggota tim, kekompakan, dan keeratan anggota tim.
d. Faktor sistem
Perusahaan selalu merancang sistem organisasinya dengan baik agar
perusahaan dapat berjalan dengan produktif. Sistem yang dirancang
23
ini diharapkan dapat memberikan output berupa kinerja yang positif
bagi karyawannya. Sistem ini dapat berupa sistem kerja, fasilitas
kerja, atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi,
dan kultur kinerja organisasi.
e. Faktor kontekstual (situasional)
Dalam pengoperasiannya, perusahaan dipengaruhi oleh faktor
situasional. Faktor ini dapat menjadi hambatan atau keuntungan bagi
perusahaan. Namun yang jelas, adanya faktor ini dapat memberikan
tekanan serta perubahan internal dan eksternal perusahaan yang dapat
berpengaruh terhadap kinerja.
Arep dan Tanjung (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor
manajerial dan sikap yang diukur dalam menilai prestasi kerja karyawan,
yaitu kemampuan merencanakan, kemampuan berorganisasi, koordinasi,
penyeliaan, kepemimpinan dan dinamika, inisiatif, kepandaian mencari
akal, kreativitas dan imajinasi, pengembangan para bawahan, sumbangan
kepada semangat
kelompok, kemampuan analisis, pendelegasian,
hubungan masyarakat, sosiabilitas, kepercayaan pada diri sendiri,
pengambilan keputusan, kerjasama, fleksibilitas, penyelesaian masalah,
pengambilan resiko, kemampuan motivasi bawahan, mengelola konflik,
keterampilan komunikasi (lisan dan tulisan), keuletan, kerja keras,
integritas, niat, empati, keahlian, pengaturan data, dan perhatian terhadap
orang lain.
2.6.Hubungan Restrukturisasi Organisasi dengan Kinerja Karyawan
Dalam menghadapi kondisi persaingan bisnis yang semakin ketat,
perusahaan diharapkan mempunyai strategi atau kebijakan tertentu untuk
menyikapi kondisi tersebut. Pembenahan serta perbaikan organisasi
menjadi salah satu strategi atau kebijakan yang harus diterapkan
perusahaan agar dapat bertahan dan bahkan bisa mengungguli perusahaan
lain. Pembenahan dan perbaikan tidak selalu dilakukan pada saat kondisi
perusahaan menurun, tetapi dapat dilakukan setiap kali sesuai dengan
kebutuhannya. Perusahaan yang tidak melakukan pembenahan dan
penyesuaian akan tertinggal dengan para pesaing lainnya.
24
Salah satu pembenahan serta perbaikan yang dapat dilakukan oleh
perusahaan adalah mengenai struktur perusahaannya. Dengan adanya
perbaikan struktur perusahaan, maka terjadilah perubahan organisasi yang
dikarenakan adanya perubahan struktur atau lebih dikenal dengan istilah
restrukturisasi. Perubahan organisasi dengan adanya perubahan struktur
ini bertujuan untuk membuat kinerja organisasi menjadi lebih baik
(Cahayani, 2003). Kinerja organisasi merupakan kinerja dari para
karyawannya.
Pimpinan
perusahaan
mengeluarkan
kebijakan
untuk
merestrukturisasi perusahaannya dikarenakan perusahaan memerlukan
perubahan atau penyesuaian dengan kondisi persaingan. Apabila
pimpinan perusahaan tetap menerapkan kebijakan lama yang sudah tidak
sesuai dengan kondisi maka akan mempertaruhkan kelangsungan
perusahaannya dan akan tertinggal dengan para pesaing lainnya. Dengan
merestrukturisasi organisasinya, maka diharapkan dapat meningkatkan
kinerja karyawan dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja
organisasi.
Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), salah satu faktor
yang dapat memengaruhi kinerja adalah faktor sistem. Perusahaan selalu
merancang sistem organisasinya dengan baik agar perusahaan dapat
berjalan dengan produktif. Sistem yang dirancang ini diharapkan dapat
memberikan output berupa kinerja yang positif bagi karyawannya. Sistem
ini dapat berupa sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur yang
diberikan organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja organisasi.
Struktur perusahaan menjadi sebuah sistem bagi perusahaan untuk
melakukan kegiatannya.
Apabila
struktur perusahaan mengalami
perubahan maka akan memengaruhi kinerja karyawan.
Perubahan kondisi perusahaan sering menuntut manajemen untuk
mengubah iklim supaya perusahaan semakin inovatif dan menciptakan
produk atau cara kerja yang baru. Iklim ini bisa diciptakan bila
perusahaan memperbaiki manajemen dan aspek-aspek keorganisasian,
misalnya kondisi kerja, sistem insentif, dan manajemen kinerja.
25
Restrukturisasi
merupakan
langkah
yang
dapat
diambil
dalam
meningkatkan efisiensi serta efektifitas organisasi. Namun di sisi lain
terdapat
kelemahan
dalam
restruktursasi.
Restrukturisasi
dapat
mengurangi komitmen karyawan, kreativitas, dan inovasi serta adanya
ketidakpastian dan trauma yang berhubungan dengan penundaan atau
pemecatan karyawan yang sesungguhnya. Selain itu, dengan adanya
restrukturisasi bisa berdampak pada semangat kerja karyawannya dan
akan memengaruhi performance para karyawannya.
Salah satu tujuan restrukturisasi organisasi adalah meningkatkan
kinerja organisasi yang dapat dilihat dari kinerja para karyawan. Maka
dari itu, penelitian ini akan menganalisis sejauh mana persepsi karyawan
mengenai restrukturisasi organisasi dan kinerja karyawan. Kemudian dari
persepsi tersebut akan dilihat hubungan restrukturisasi organisasi dengan
kinerja karyawan. Penelitian ini juga akan membahas mengenai implikasi
manajerial yang dilakukan oleh perusahaan sehubungan dengan adanya
restrukturisasi organisasi.
2.7. Penelitian Terdahulu
Menurut Tobing (2000) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis
Kinerja Pegawai PD Pasar Jaya”, (1) secara umum kinerja pegawai dan
pengembangan SDM yang ditunjukkan kondisi manajemen karir,
pendidikan dan pelatihan, dan sistem kompensasi diterapkan di PD Pasar
Jaya cenderung masih negatif dan perlu dibenahi, (2) terdapat hubungan
korelasi yang sangat nyata antara kinerja pegawai PD Pasar Jaya dengan
kondisi manajemen karir, pendidikan dan pelatihan, dan sistem
kompensasi. Hasil ini menunjukkan bahwa rendahnya kondisi kinerja
pegawai berkorelasi langsung dengan rendahnya kondisi ketiga
pengembangan SDM-nya (manajemen karir, pendidikan dan pelatihan,
dan sistem kompensasi), (3) faktor-faktor yang dominan untuk
diupayakan perbaikannya adalah meliputi seluruh indikan yang dianalisis,
kecuali kecukupan gaji dan kesetaraan gaji dan jabatan yang relatif masih
dapat diterima oleh Pegawai PD Pasar Jaya meskipun tidak sepenuhnya
memuaskan. Dengan demikian atas kondisi-kondisi ini manajemen PD
26
Pasar Jaya harus melakukan upaya pembenahan dan sekaligus upaya
pembaharuan manajemen yang terkait dengan manajemen pegawainya
agar kinerja pegawai PD Pasar Jaya meningkat dan berdaya saing tinggi.
Menurut Rahma (2004) dalam skripsinya
“Pengaruh
Kinerja
Modal
Manusia
terhadap
yang berjudul
Produktivitas
dan
Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus Restrukturisasi Organisasi PT
Sucofindo (persero))”, implementasi restrukturisasi organisasi yang
dilakukan PT Sucofindo dalam program transformasi bisnis tahun 2001
menghasilkan enam aspek perubahan yaitu : (1) pengelompokkan unit
usaha, (2) jumlah tanggung jawab kinerja, (3) Jumlah lapisan struktural,
(4) sistem remunerasi, (5) jumlah unit kerja, dan (6) klasifikasi kantor
layanan cabang. Program ini berjalan dengan cukup baik sehingga kinerja
modal manusia dan kinerja perusahaan setelah transformasi ini mulai
bergerak positif. Pada jangka pendek, transformasi belum dapat dikatakan
berhasil atau tidak karena perusahaan banyak mengeluarkan biaya dan
masih beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang ada.
Menurut Susanto (2006) dalam tesisnya yang berjudul “ Pengaruh
Restrukturisasi terhadap Motivasi Pegawai pada Biro Umum dan
Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Departemen Perdagangan”,
restrukturisasi pada biro umum dan hubungan masyarakat sekretariat
jenderal Departemen Perdagangan sudah dilaksanakan dengan baik.
Tingkat motivasi pegawai pada biro umum dan hubungan masyarakat
sudah termasuk tinggi. Hubungan restrukturisasi dengan motivasi
pegawai pada biro umum dan humas sudah cukup kuat dan signifikan.
Berarti dilaksanakannya restrukturisasi diikuti perubahan motivasi
pegawai. Hal ini terjadi pada semua pegawai yang ada di biro umum dan
humas. Jadi, restrukturisasi berpengaruh positif terhadap motivasi semua
pegawai.
Menurut Hidayat dan Imran (1999) dalam makalahnya yang
berjudul “Dampak Restrukturisasi Organisasi terhadap Kesejahteraan,
Motivasi, dan Kinerja Karyawan Kasus PT Garam (Persero)”, secara
nominal rata-rata pendapatan karyawan setelah adanya restrukturisasi
27
lebih besar dibandingkan sebelum adanya restrukturisasi. Namun
demikian, secara riil pendapatan tersebut sama saja, karena pada saat
yang bersamaan terjadi krisis moneter. Persepsi karyawan terhadap
kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan
kinerja perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan untuk
setiap jenjang jabatan. Sedangkan kebutuhan aktualisasi diri dalam hal ini
persepsi kemungkinan memperoleh promosi ada perbedaan yang
signifikan.
Menurut Afandi (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Peran
Iklim Organisasi dalam Penilaian Perubahan dan Penyesuaian Karyawan
pada Perum Perhutani KPH Bogor” bahwa kondisi iklim organisasi
(partisipasi karyawan, hubungan karyawan, serta dukungan sosial dari
atasan) di KPH Bogor telah berada pada kondisi yang kondusif. Iklim
organisasi berperan tidak signifikan dalam meningkatkan penilaian
perubahan yang positif (stres perubahan yang lebih rendah, self-efficacy,
dan kontrol terhadap perubahan yang lebih tinggi) tetapi berperan
signifikan dalam memudahkan penyesuaian karyawan (kepuasan kerja,
kesehatan psikologis, dan komitmen yang lebih tinggi) terhadap
perubahan organisasi. Semakin kondusif iklim organisasi maka semakin
mudah bagi karyawan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang
dialami.
Menurut Setiawan (2001) dalam tesis berjudul "Pengaruh
Variabel Struktural Organisasi Terhadap Kinerja BUMN Jasa Keuangan
Nonbank: Ukuran Persepsional Eksekutif Lini" bahwa Model OB untuk
penelitian ini sebagian besar mengadopsi variabel yang dikemukakan
Melcher. Hasilnya antara lain, perilaku individu BUMN yang diteliti
menjurus
pada
pola
perilaku
fungsional,
yang
kondusif
guna
meningkatkan kinerja. BUMN yang diteliti tidak lepas dari cirinya yang
kental sebagai organisasi birokratis. Hasil penelitian ini menunjukkan
keadaan seperti
kompleksitas tugas
yang terspesialisasi
dengan
interdependensi moderat (considerable spesialization). Spesialisasi di
BUMN memengaruhi keterlibatan kerja, kepuasan kerja, dan komitmen
28
kerja. Kuncinya terletak pada upaya untuk menjaga aliran kerja tetap
terprogram dan menetapkan sasaran yang dapat diprediksi hasilnya.
Selain itu, hasil yang akan dicapai cukup terprediksi, meski aliran
kerjanya (work flow) kurang terprogram. Delegasi kewenangannya
cenderung sentralistis. Kontrol formal lebih mengandalkan pendekatan
individual ketimbang kelembagaan. Pengarahan masih bersifat direktif
(komando), tetapi cenderung adaptif (demokratis). Hubungan antara
atasan dan bawahan yang harmonis menjadi kunci untuk memperkuat tim
kerja menuju organisasi yang efektif.
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, yang akan membahas mengenai restrukturisasi organisasi
dan
korelasinya
dengan
kinerja
karyawan.
Penelitian-penelitian
sebelumnya membahas restrukturisasi dan korelasinya dengan motivasi
serta kesejahteraan karyawan. Penelitian ini juga merupakan penelitian
lanjutan yang telah dilakukan oleh Tobing (2000) yang menyatakan
bahwa kinerja karyawan PD Pasar Jaya masih rendah. Upaya
pembenahan dan penyempurnaan manajemen perlu dilakukan agar
kinerja karyawan PD Pasar Jaya dapat meningkat. Pada tahun 2003
sampai dengan 2007, PD Pasar Jaya telah mengeluarkan kebijakan untuk
menyempurnakan organisasinya. Salah satu kebijakan yang telah
dikeluarkan PD Pasar Jaya adalah merestrukturisasi organisasinya. Maka
dari itu penelitian ini akan menganalisis perubahan struktur organisasi
yang telah terjadi di PD Pasar Jaya dan akan dikorelasikan dengan kinerja
karyawan.
Download