8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi 2.1.1. Pengertian Organisasi Organisasi merupakan suatu kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan yang ada (Cahayani, 2003). Organisasi dicirikan oleh sekelompok orang dimana orang-orang tersebut memiliki visi yang sama dalam menjalankan organisasi. Kegiatan yang dilakukan sekelompok orang tersebut dibatasi oleh peraturan yang ada dalam organisasi tersebut. Pada hakikatnya, organisasi dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, organisasi sebagai wadah yaitu tempat dimana kegiatan administrasi dan manajemen dijalankan. Kedua, organisasi sebagai proses yang sifatnya lebih dinamis dimana proses yang dijalankan merupakan interaksi antara orang-orang di dalam organisasi itu (Siagian, 1979). Organisasi adalah struktur koordinasi terencana yang formal, melibatkan dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan bersama. Organisasi dicirikan dengan adanya hubungan kewenangan dan tingkatan pembagian kerja (Robbins, 2002). Menurut Louis A.Allen dalam Sutarto (1984), organisasi formal adalah suatu sistem dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan baik, masingmasing pekerjaan itu mengandung sejumlah wewenang, tugas dan tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar untuk memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka. Semua organisasi memiliki tujuan. Menurut Cahayani (2003), terdapat dua macam tujuan organisasi. Pertama, tujuan organisasi tunggal yaitu tujuan untuk mendapatkan profit sebanyak mungkin. Kedua, tujuan organisasi ganda terdiri dari tujuan ke dalam organisasi dan tujuan ke luar organisasi. Tujuan ke dalam organisasi 9 dirumuskan secara umum dengan meningkatkan kesejahteraan serta kepuasan karyawan dan meningkatkan produktivitas organisasi. Tujuan ke luar organisasi adalah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan organisasi di atas memiliki fungsi sebagai pedoman dalam menentukan arah serta sebagai sumber keabsahan tindakan manajemen. Untuk mencapai tujuan organisasi ada banyak kegiatan yang harus dilakukan dan masing-masing kegiatan tersebut memiliki sasaran tertentu. Jadi tujuan organisasi dapat tercapai jika sasaran dari kegiatan-kegiatan khusus tersebut dapat dicapai. 2.1.2. Perubahan Organisasi Tidak ada organisasi yang tidak mengadakan perubahan, perbaikan, atau pembaharuan organisasi. Perubahan organisasi bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan organisasi, meningkatkan kepuasan kerja, dan penyesuaian dengan lingkungan kerja. Intinya perubahan organisasi membuat kinerja organisasi menjadi lebih baik. Perubahan ini dapat dilakukan di berbagai sektor. Menurut Cahayani (2003), ada tiga bidang utama dalam organisasi yang dapat mengalami perubahan, yaitu : a. Perubahan teknologi Perubahan ini umumnya adalah perubahan terhadap penggunaan teknologi. Awalnya teknologi yang digunakan bersifat sederhana dan pekerjaan dilakukan secara manual. Pada akhirnya terjadi perubahan dimana teknologi yang digunakan sudah canggih dan pekerjaan dilakukan secara otomatis. Misalnya mesin ATM. b. Perubahan struktural Perubahan struktur organisasi mencakup adanya kebijakan baru dan proses baru. c. Perubahan manusia Perubahan manusia dapat terjadi di dalam organisasi, bukan sebatas adanya wajah-wajah baru tetapi juga kualitas baru karyawan yang ada. Pembaharuan kualitas manusia dapat 10 dilakukan melalui perubahan dalam melakukan rekrutmen dan pelatihan. Menurut Robbins (1996), terdapat 4 pilihan mengenai perubahan yaitu : 1. Perubahan struktur Perubahan struktur mencakup pembuatan perubahan dalam wewenang, mekanisme koordinasi, rancang-ulang pekerjaan, atau variabel struktural yang serupa. 2. Perubahan teknologi Perubahan teknologi meliputi modifikasi dalam cara kerja yang diproses dan dalam metode serta peralatan yang digunakan. 3. Perubahan setting fisik Perubahan setting fisik meliputi pengubahan ruang dan pengubahan tata letak dalam tempat kerja. 4. Perubahan orang Perubahan orang mengacu pada perubahan dalam sikap, keterampilan, pengharapan, persepsi, dan perilaku karyawan. Perubahan organisasi disebabkan karena adanya tuntutan yang berasal dari internal maupun eksternal. Menurut Cahayani (2003), beberapa hal yang dapat mendorong terjadinya perubahan, yaitu : 1. Lingkungan Suatu organisasi dikatakan berhasil bila organisasi tersebut dapat memusatkan anggotanya dan dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting bagi organisasi karena lingkungan menyediakan input yang diperlukan oleh organisasi dan juga merupakan tempat menampung output dari organisasi tersebut. Selain itu, lingkungan juga merupakan salah satu penyebab perubahan di dalam organisasi. Jika organisasi tersebut tidak mengadakan perubahan maka organisasi tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah. 11 2. Sasaran dan nilai Organisasi dapat mengubah bentuk badan usahanya. Hal ini dikarenakan adanya perubahan sasaran dan nilai yang organisasi anut. Jika sebelumnya organisasi tersebut hanyalah perusahaan pemerintah yang tidak selalu mengejar keuntungan tetapi dengan jasa pelayanan seadanya, maka sekarang organisasi tersebut berubah menjadi seperti perusahaan swasta yang notaben mencari untung (karena semakin sedikit mendapat subsidi dari pemerintah), tetapi dengan mengedepankan service yang baik untuk pelanggannya. 3. Teknologi Dengan semakin berkembangnya zaman maka semakin berkembang pula bidang teknologi. Untuk menyikapi hal tersebut, organisasi harus beradaptasi dengan keadaan tersebut. Teknologi sangat berkaitan pada cara beroperasi organisasi. Apabila perkembangan teknologi semakin pesat, maka organisasi harus mengubah penggunaan teknologi yang awalnya sederhana menjadi menggunakan teknologi tinggi. 4. Struktur Penambahan dan pengurangan struktur dapat membuat organisasi tersebut berubah. Apabila organisasi melakukan penambahan struktur, yaitu menambah satu divisi di organisasinya, maka organisasi tersebut membutuhkan penambahan tenaga kerja. Apabila organisasi melakukan pengurangan struktur, yaitu mengurangi cabang organisasi, maka organisasi tersebut akan mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Pengurangan atau penambahan tenaga kerja akan mengubah mengenai tugas yang dikerjakan karyawan. 5. Faktor perilaku seseorang Faktor perilaku seseorang dapat menjadi faktor penyebab organisasi berubah. Misalnya dengan berganti pimpinan akan 12 berganti pula peraturan serta kebijaksanaan yang dapat menyebabkan timbulnya perubahan di dalam organisasi. 6. Konsultan Sebagian besar organisasi pada masa sekarang menggunakan jasa konsultan untuk memberikan masukan dalam rangka perbaikan dan perkembangan organisasi. Para konsultan tersebut menyarankan perubahan-perubahan yang harus dilakukan oleh organisasi sehingga organisasi tersebut dapat tetap survive dan memenangkan persaingan. 2.1.3. Faktor-Faktor Struktural yang Memengaruhi Perilaku dalam Organisasi Menurut Melcher (1994), faktor-faktor struktural yang memengaruhi perilaku dalam organisasi, antara lain : 1. Ukuran Ukuran suatu kelompok atau organisasi itu memengaruhi pola perilaku organisasi. Menurut Caplow dalam Melcher (1994), dalam kelompok-kelompok primer kecil, yang besarnya berkisar antara dua sampai 20 orang, masing-masing anggota berinteraksi dengan setiap anggota yang lain. Dalam kelompok menengah atau medium yang jumlah anggotanya berkisar antara 50 sampai 1000 orang, seorang atau lebih anggota dapat mengadakan hubungan-hubungan berpasangan dengan anggota yang lain. Dalam kelompok besar yang jumlah anggotanya berkisar antara 1000 sampai 10.000 orang, satu atau lebih anggota mungkin dikenali dan berinteraksi dengan semua anggota yang lain, tetapi hanya pengenalan satu-arah. Dengan meningkatnya ukuran suatu organisasi maka akan mengakibatkan pola perilaku anggotanya. Semakin besar jumlah individu maka semakin kompleks hubungan-hubungan dan peranan-peranan yang harus dikoordinir sehingga terjadi hambatan dalam berkomunikasi. Dengan berkembangnya suatu kelompok, perasaan depersonalisasi berkembang pesat sementara 13 perasaan penting dan diperhatikan dari seseorang menjadi berkurang sehingga tingkat partisipasi kebanyakan anggota menjadi menurun. Tugas yang dikerjakan oleh anggota menjadi semakin terspesialisasi. Hal ini akan memengaruhi pola perilaku anggota seperti berkurangnya motivasi dan komitmen serta timbulnya ketidakpuasan dalam bekerja. 2. Arus kerja Arus pekerjaan berkaitan dengan tingkat spesialisasi. Semakin besar organisasi maka semakin terspesialisasinya tugas sehingga kompleksitas pun semakin meningkat. Tingkat spesialisasi berkorelasi langsung dengan ruang lingkup pekerjaan dan saling tergantung dari individu-individu. Spesialisasi yang tinggi menimbulkan pengulangan tugas. Dalam jangka pendek, hal ini berguna untuk meminimumkan periode belajar bagi pegawai baru, meminimumkan pemborosan gerak, dan pekerjaan dapat dipelajari dengan biaya minimal. Peningkatan mutu, efisiensi, dan penghasilan pun akan tercapai. Namun, dalam jangka panjang, konsekuensinya berbeda. Lingkup pekerjaan yang sempit dan pengulangan yang tinggi meningkatkan kebosanan sehingga muncul ketidakpuasan dalam bekerja. Hal ini seharusnya menimbulkan mutu dan efisiensi yang relatif rendah. 3. Kompleksitas tugas Sebuah aspek penting dari konteks dimana seseorang bekerja adalah kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi. Tugas terdiri dari 2 jenis yaitu tugas yang tak diprogram dan tugas yang diprogram. Organisasi kecil memiliki tugas yang tidak diprogram. Masalah-masalah mungkin tak dapat diselesaikan karena kurangnya pengetahuan mengenai cara memperoleh penyelesaiannya. Tugas yang tak diprogram dapat menimbulkan stres yang tinggi serta ketakutan dan kecemasan. 14 Dalam jangka pendek, reaksi-reaksi akan berubah bergantung dari hubungan-hubungan kelompok yang ada. Pada organisasi besar, tugas yang dilakukan merupakan tugas yang diprogram. Masalahnya bersifat sedemikian rupa, sehingga penyelesaiannya atau prosedur untuk mencapai penyelesaian itu sudah diketahui benar dan mudah untuk menerapkan skill ini. Dengan tugas–tugas yang diprogram, tingkat stres adalah rendah. Perilaku individu dan kelompok adalah stabil dengan efisiensi dan efektivitas yang tinggi. 4. Rintangan-rintangan ruang fisik Rintangan-rintangan fisik mempunyai dua aspek. Pada satu pihak, rintangan-rintangan ruang fisik antar individu dan antar kelompok itu memengaruhi interaksi. Semakin banyak rintangan fisik yang dihadapi anggota semakin menurunnya interaksi antar individu atau antar kelompok. Pada pihak lain, hubungan-hubungan yang ada memengaruhi cara orang-orang yang saling berhubungan secara fisik dan ruang. 5. Hubungan wewenang formal Pelimpahan wewenang terdiri dari dua aspek yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi memiliki pengertian bahwa wewenang tidak diberikan pada manajer level rendah atau personalia operasi. Dalam hal ini karyawan pada level rendah tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Mereka hanya melaksanakan tindakan-tindakan yang diperintahkan oleh atasan. Pada organisasi desentralisasi, keputusan-keputusan diserahkan pada level-level lebih rendah. Organisasi sentralisasi berarti berlakunya perspektif kantor pusat yang berfokus pada pengembangan strategi umum. Jika organisasi adalah desentralisasi, maka perhatian ditujukan pada taktik untuk mengatasi keadaan setempat. Tingkat pelimpahan yang cocok itu bergantung pada kondisi yang terdapat dalam organisasi itu. Dengan semakin 15 kompleksnya organisasi karena meningkatnya ukuran, saling ketergantungan arus kerja, kompleksnya tugas-tugas, dan rintangan-rintangan fisik antar kelompok, maka sebuah syarat fungsional untuk efisiensi adalah memindahkan keputusankeputusan level operasi dan mengkoordinirnya. Pemindahan keputusan level operasi mendorong inisiatif dan motivasi dari manajemen level rendah karena mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan. 6. Sistem kontrol formal Kontrol sosial merupakan cara suatu kelompok atau masyarakat membuat para anggotanya berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan. Kontrol sosial dibedakan dalam kontrol sosial yang berbentuk formal dan informal. Pada organisasi besar, kontrol yang biasa digunakan adalah kontrol formal maka kontrol sosial yang efektif selain kontrol sosial yang diterapkan dengan cara tekanan sosial juga dengan diberlakukannya aturan dan hukum formal serta bentuk-bentuk sanksi yang resmi, dan juga kontrol sosial melalui kekuatan. Kontrol yang efektif dapat menciptakan perilaku karyawan yang positif. Sistem kontrol berkaitan dengan standar yang diterapkan oleh organisasi. Semakin besar organisasi maka semakin tinggi standar yang ditetapkan organisasi. 7. Sistem informasi formal Sistem informasi formal dapat dilihat dari dua aspek yaitu jaringan kerja dan kepadatan saluran. Ukuran organisasi akan memengaruhi sistem informasi informal. Semakin besar ukuran organisasi maka akan semakin rasional sistem informasi yang digunakan. 2.2. Penolakan terhadap Perubahan Semua organisasi dan individu tidak dapat menghindar dari perubahan. Namun, perubahan yang terjadi dapat menimbulkan resistensi dan keresahan pada karyawan. Hal ini dikarenakan individu takut 16 mengalami kerugian secara ekonomis, ketidakpastian, ketidaknyamanan, dan rusaknya pola sosial yang normal. Hampir semua perubahan struktur, teknologi, orang, atau strategi memiliki potensi untuk merusak kenyamanan pola hubungan. Penolakan terhadap perubahan dapat dilihat sebagai ancaman tunggal terbesar bagi keberhasilan implementasi strategi (David, 2006). Keengganan atau penolakan terhadap perubahan dapat terjadi secara terang-terangan dan tersirat. Menurut David (2006) terdapat tiga strategi yang dapat dipakai oleh manajemen tingkat atas untuk mengelola penolakan yaitu strategi memaksakan perubahan, strategi mengajarkan perubahan, strategi menimbulkan ketertarikan atau merasionalkan perubahan. Strategi memaksakan perubahan adalah memberikan perintah dan mendorong perintah tersebut agar dilaksanakan. Strategi ini memiliki kelebihan berupa kecepatan, namun menimbulkan rendahnya komitmen dan penolakan yang kuat. Sedangkan strategi mengajarkan perubahan memberikan informasi untuk meyakinkan orang tentang pentingnya perubahan. Kekurangan dari strategi ini adalah implementasinya yang lambat dan sulit. Namun, strategi ini bisa mendorong komitmen yang lebih tinggi dan penolakan yang lebih lemah dari strategi pemaksaan. Terakhir, strategi menimbulkan ketertarikan dan merasionalkan perubahan adalah strategi untuk meyakinkan individu bahwa perubahan memberikan keuntungan personal bagi mereka. Ketika rangsangan tersebut berhasil, implementasi strategi dapat dilakukan relatif mudah. Menurut Robbins (1996), terdapat enam taktik yang digunakan oleh pihak manajemen dalam menangani keengganan dan penolakan terhadap perubahan, antara lain : 1. Pendidikan dan komunikasi Keengganan dapat dikurangi lewat komunikasi. Pada dasarnya taktik ini mengandaikan bahwa sumber keengganan terletak dalam salah informasi atau komunikasi yang buruk. Penerapan diskusi seorang demi seorang, presentasi yang disajikan kepada kelompok-kelompok, memo-memo, laporan-laporan, demonstrasi-demonstasi untuk 17 mendidik orang-orang sehubungan dengan adanya perubahan yang akan dilaksanakan dapat membantu karyawan untuk melihat dan memahami logika suatu perubahan yang diusulkan. 2. Partisipasi Sebelum melakukan perubahan, mereka yang menentang perubahan dapat diajak untuk berpartisipasi dalam proses keputusan. Individu yang dilibatkan dapat memberikan sumbangan ide dan saran yang berarti. Keterlibatan individu tersebut dapat mengurangi penolakan, memperoleh komitmen, dan meningkatkan kualitas keputusan perubahan itu. Tetapi kelemahannya adalah potensial untuk pemecahan yang buruk dan menghabiskan banyak waktu. 3. Fasilitas dan dukungan Agen perubahan dapat menawarkan suatu deretan upaya pendukung untuk mengurangi keengganan. Bila rasa takut dan kecemasan karyawan tinggi, penyuluhan dan terapi karyawan, pelatihan keterampilan baru, atau cuti pendek yang dibayar dapat memudahkan penyesuaian. Namun, taktik ini dapat memakan waktu, mahal, dan pelaksanaannya tidak menjamin kesuksesan. 4. Perundingan Suatu cara lain menangani keengganan potensial terhadap perubahan adalah mempertukarkan sesuatu yang berharga untuk mengurangi keengganan itu. Kelemahan dari taktik ini adalah, tingginya biaya yang dikeluarkan dan timbulnya pemerasan. 5. Manipulasi dan kooptasi Manipulasi mengacu pada upaya pengaruh yang tersembunyi. Memuntir dan memutarbalik fakta untuk membuat fakta itu tampak lebih menarik, menahan informasi yang tidak diinginkan, dan menciptakan desas-desus palsu agar para karyawan menerima dengan baik suatu perubahan. Sedangkan kooptasi berupaya menyuap pemimpin kelompok penolak dengan memberi mereka peran utama dalam keputusan perubahan. Hal ini bertujuan bukan untuk mencari keputusan yang lebih baik tetapi untuk memperoleh dukungan mereka. 18 Baik manipulasi dan kooptasi relatif tidak mahal dan merupakan cara yang mudah untuk memperoleh dukungan dari lawan. Namun, taktik ini dapat menjadi bumerang jika sasaran itu menyadari bahwa diri mereka diperangkap atau dimanfaatkan. Sekali terungkap, kredibilitas agen perubahan dapat merosot. 6. Pemaksaan Pemaksaan yaitu penggunaan kekuatan dan mengancam pihak yang menentang dengan aneka macam dampak yang tidak disukai andaikan para karyawan tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang menyertai perubahan tersebut. 2.3. Kebijakan Kebijakan perusahaan dapat didefinisikan sebagai pernyataan keinginan dan kehendak manajemen untuk mengatur kegiatan guna mencapai tujuan perusahaan (Steiner dan Miner, 1997). Kebijakan menjelaskan bagaimana cara pencapaian tujuan dengan menentukan petunjuk yang harus diikuti. Kebijakan ini dirancang untuk menjamin konsistensi tujuan dan untuk menghindari keputusan yang berwawasan sempit yang dapat mengurangi konsentrasi terhadap tujuan yang akan dicapai. Kebijakan merupakan pedoman perusahaan untuk berpikir tentang bagaimana cara menjalankan perusahaan. Dengan adanya kebijakan, perusahaan dapat menentukan arah yang harus ditempuh guna mencapai suatu sasaran. Di dalam kebijakan juga menetapkan batas-batas yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Kebijakan dapat berlangsung sebentar atau lama tergantung dari pencapaian tujuan perusahaannya. Menurut Chandler dalam Steiner dan Miner (1997), sebuah perusahaan yang kurang efisien dalam menggunakan sumber dayanya dapat berhasil jika kebijakan pokoknya tepat. Di pihak lain, suatu perusahaan mungkin sangat efisien dalam mengorganisasi produksinya, tetapi akan gagal jika kebijakan utamanya tidak memadai. Kesuksesan serta keefektifan kebijakan yang dijalankan dapat dilihat dari tujuan yang dicapai. Apabila tujuan tercapai, maka kebijakan yang dijalannya sangat 19 tepat. Apabila tujuan tidak tercapai maka kebijakan yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi perusahaan. Kebijakan memiliki peran penting untuk memaksimalkan potensi perusahaan. Perusahaan menetapkan kebijakan organisasinya dengan melihat unsur-unsur kebijakan. Menurut Steiner dan Miner (1997), unsurunsur utama kebijakan antara lain : a. Tujuan Tujuan utama perusahaan dapat digambarkan dengan dua cara. Pertama, tujuan pokok yang ditetapkan masyarakat untuk perusahaan. Lembaga bisnis diciptakan dan ditunjang oleh masyarakat untuk mencapai sasaran. Apabila para manajer, khususnya perusahaan besar, mengabaikan tujuan kemasyarakatan ini, maka akibatnya mungkin adalah bahwa pemerintah akan lebih banyak campur tangan. Kedua, tujuan pokok ditentukan oleh para manajer sebuah organisasi secara eksplisit dan implisit. Tujuan ini meliputi serentetan subjek mulai dari ekonomis sampai yang etis. Tujuan ini dinyatakan dalam rumusan dan pengertian yang luas dan cenderung berumur panjang yang biasa disebut visi perusahaan. b. Misi Pernyataan misi pada hakikatnya mengidentifikasikan desain, tujuan, dan arah perusahaan. Misi mengarah pada cara-cara yang ditempuh guna mencapai tujuan perusahaan. Misi menentukan bagaimana sumber daya perusahaan dialokasikan. c. Sasaran Sasaran merupakan suatu kerangka acuan yang penting untuk perencanaan dalam mengembangkan kegiatan tertentu guna menjamin pencapaiannya. Sasaran dapat dilihat dari jangka waktunya yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Sasaran jangka pendek adalah sasaran yang harus dicapai dalam kurun waktu setahun. Sedangkan sasaran jangka panjang adalah sasaran yang dapat dicapai lebih dari setahun. 20 2.4.Restrukturisasi Organisasi Rasionalisasi merupakan salah satu bentuk usaha untuk mengelola prinsip-prinsip manajemen dalam rangka meningkatkan efisiensi. Rasionalisasi terdiri dari perubahan-perubahan fisik seperti perubahan karyawan, perubahan teknologi, dan perubahan struktur. Restrukturisasi diartikan sebagai bentuk dan tingkat kompetensi yang dapat dicapai oleh organisasi. Sebagai upaya meningkatkan efisiensi, seringkali perusahaan melakukan restrukturisasi penggabungan usaha, usaha peleburan dengan beberapa cara usaha, pemekaran seperti usaha atau pengambilalihan usaha. Restrukturisasi merupakan kegiatan untuk mengubah struktur perusahaan. Restrukturisasi dapat berarti memperbesar atau memperkecil struktur perusahaan. Dalam pengertian perbesaran termasuk akusisi dan merger (penggabungan). Sebaliknya dalam perampingan (down sizing) termasuk penjualan unit (sell off), pemisahan unit (spin off), dan pemecahan usaha (split off) (Husnan, 1998). Menurut David (2006), Restrukturisasi atau disebut juga pengurangan (downsizing), rightsizing, atau penghilang lapisan (delayering) adalah mengurangi ukuran perusahaan, jumlah divisi, unit atau tingkat hirarki dalam struktur organisasi. dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi Pengukuran ini dan efektivitas. Restrukturisasi lebih berpihak pada kepentingan pemegang saham daripada kepentingan karyawan. Perusahaan melakukan restrukturisasi ketika beberapa rasio tidak sesuai harapan dibandingkan dengan yang dimiliki pesaing. Manfaat utama dari restrukturisasi adalah pengurangan biaya dan bisa menyelamatkan perusahaan dari persaingan global serta keruntuhan. Namun di sisi lain, kelemahan restrukturisasi adalah dapat mengurangi komitmen karyawan, kreativitas, dan inovasi serta adanya ketidakpastian dan trauma yang berhubungan dengan penundaan atau pemecatan karyawan yang sesungguhnya. Selain itu, dengan adanya restrukturisasi bisa berdampak pada semangat kerja karyawannya. 21 Menurut Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN, restrukturisasi sebagai upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi bertujuan untuk : a. Meningkatkan kinerja nilai perusahaan. b. Memberikan manfaat berupa deviden dan pajak kepada negara. c. Menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen. d. Memudahkan pelaksanaan privatisasi. Pelaksanaan restrukturisasi harus memperhatikan asas biaya dan manfaat yang diperoleh. 2.5.Kinerja Kinerja adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi yang bersangkutan (Mangkuprawira dan Vitayala, 2007). Tidak hanya dilihat dari hasil, kinerja juga dapat dilihat dari proses dan pendapatan perusahaan. Ukuran kinerja tersebut hendaknya disesuaikan dengan standar kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja juga harus mengacu pada visi, misi, serta sasaran perusahaan. Menurut Mangkunegara (2004), kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Bentuk kinerja dapat berwujud (kualitas) dan tidak berwujud (kuantitas), yang semuanya mengacu pada mutu sumber daya manusia dalam melakukan pekerjaannya. Kinerja sangatlah penting bagi perusahaan, sehingga harus dikelola dengan baik. Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaannya, membantu mendefinisikan harapan kinerja, mengusahakan kerangka kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Tujuan kinerja adalah menyesuaikan harapan individual dengan tujuan 22 organisasi. Kesesuaian tujuan karyawan dan tujuan organisasi akan menciptakan kinerja yang lebih baik (Wibowo, 2007). Kinerja sebagai hasil kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang memengaruhi kinerja tersebut hendaknya dapat dikelola dengan baik sehingga dihasilkan kinerja yang baik bagi perusahaan. Faktor tersebut dapat berupa ekstrinsik yang bersumber dari luar dan intrinsik yang bersumber dari dalam karyawan. Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor personal/individual Faktor personal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri para karyawan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, motivasi, kepercayaan diri dan komitmen terhadap perusahaan. Faktor ini tumbuh dari diri masing-masing karyawan. Faktor ini dapat dirangsang oleh fasilitas tangible atau intangible yang diberikan oleh perusahaan. b. Faktor kepemimpinan Para manajer puncak memiliki peran penting dalam kesuksesan perusahaan yang dapat dilihat dari kinerja yang baik dari para karyawannya. Faktor kepemimpinan ini meliputi aspek kualitas dari manajer dan team leader yang memberikan arahan, semangat, dukungan, serta dorongan untuk bekerja kepada para karyawan. c. Faktor tim Dalam mengerjakan tugas yang diberikan perusahaan, ada yang dikerjakan individu dan ada yang dikerjakan secara berkelompok. Oleh karena itu lingkungan kerja seperti rekan kerja dalam tim dapat memengaruhi kinerja individu. Faktor tim ini dapat meliputi dorongan dan semangat yang diberikan rekan kerja dalam tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan, dan keeratan anggota tim. d. Faktor sistem Perusahaan selalu merancang sistem organisasinya dengan baik agar perusahaan dapat berjalan dengan produktif. Sistem yang dirancang 23 ini diharapkan dapat memberikan output berupa kinerja yang positif bagi karyawannya. Sistem ini dapat berupa sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja organisasi. e. Faktor kontekstual (situasional) Dalam pengoperasiannya, perusahaan dipengaruhi oleh faktor situasional. Faktor ini dapat menjadi hambatan atau keuntungan bagi perusahaan. Namun yang jelas, adanya faktor ini dapat memberikan tekanan serta perubahan internal dan eksternal perusahaan yang dapat berpengaruh terhadap kinerja. Arep dan Tanjung (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor manajerial dan sikap yang diukur dalam menilai prestasi kerja karyawan, yaitu kemampuan merencanakan, kemampuan berorganisasi, koordinasi, penyeliaan, kepemimpinan dan dinamika, inisiatif, kepandaian mencari akal, kreativitas dan imajinasi, pengembangan para bawahan, sumbangan kepada semangat kelompok, kemampuan analisis, pendelegasian, hubungan masyarakat, sosiabilitas, kepercayaan pada diri sendiri, pengambilan keputusan, kerjasama, fleksibilitas, penyelesaian masalah, pengambilan resiko, kemampuan motivasi bawahan, mengelola konflik, keterampilan komunikasi (lisan dan tulisan), keuletan, kerja keras, integritas, niat, empati, keahlian, pengaturan data, dan perhatian terhadap orang lain. 2.6.Hubungan Restrukturisasi Organisasi dengan Kinerja Karyawan Dalam menghadapi kondisi persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan diharapkan mempunyai strategi atau kebijakan tertentu untuk menyikapi kondisi tersebut. Pembenahan serta perbaikan organisasi menjadi salah satu strategi atau kebijakan yang harus diterapkan perusahaan agar dapat bertahan dan bahkan bisa mengungguli perusahaan lain. Pembenahan dan perbaikan tidak selalu dilakukan pada saat kondisi perusahaan menurun, tetapi dapat dilakukan setiap kali sesuai dengan kebutuhannya. Perusahaan yang tidak melakukan pembenahan dan penyesuaian akan tertinggal dengan para pesaing lainnya. 24 Salah satu pembenahan serta perbaikan yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah mengenai struktur perusahaannya. Dengan adanya perbaikan struktur perusahaan, maka terjadilah perubahan organisasi yang dikarenakan adanya perubahan struktur atau lebih dikenal dengan istilah restrukturisasi. Perubahan organisasi dengan adanya perubahan struktur ini bertujuan untuk membuat kinerja organisasi menjadi lebih baik (Cahayani, 2003). Kinerja organisasi merupakan kinerja dari para karyawannya. Pimpinan perusahaan mengeluarkan kebijakan untuk merestrukturisasi perusahaannya dikarenakan perusahaan memerlukan perubahan atau penyesuaian dengan kondisi persaingan. Apabila pimpinan perusahaan tetap menerapkan kebijakan lama yang sudah tidak sesuai dengan kondisi maka akan mempertaruhkan kelangsungan perusahaannya dan akan tertinggal dengan para pesaing lainnya. Dengan merestrukturisasi organisasinya, maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), salah satu faktor yang dapat memengaruhi kinerja adalah faktor sistem. Perusahaan selalu merancang sistem organisasinya dengan baik agar perusahaan dapat berjalan dengan produktif. Sistem yang dirancang ini diharapkan dapat memberikan output berupa kinerja yang positif bagi karyawannya. Sistem ini dapat berupa sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja organisasi. Struktur perusahaan menjadi sebuah sistem bagi perusahaan untuk melakukan kegiatannya. Apabila struktur perusahaan mengalami perubahan maka akan memengaruhi kinerja karyawan. Perubahan kondisi perusahaan sering menuntut manajemen untuk mengubah iklim supaya perusahaan semakin inovatif dan menciptakan produk atau cara kerja yang baru. Iklim ini bisa diciptakan bila perusahaan memperbaiki manajemen dan aspek-aspek keorganisasian, misalnya kondisi kerja, sistem insentif, dan manajemen kinerja. 25 Restrukturisasi merupakan langkah yang dapat diambil dalam meningkatkan efisiensi serta efektifitas organisasi. Namun di sisi lain terdapat kelemahan dalam restruktursasi. Restrukturisasi dapat mengurangi komitmen karyawan, kreativitas, dan inovasi serta adanya ketidakpastian dan trauma yang berhubungan dengan penundaan atau pemecatan karyawan yang sesungguhnya. Selain itu, dengan adanya restrukturisasi bisa berdampak pada semangat kerja karyawannya dan akan memengaruhi performance para karyawannya. Salah satu tujuan restrukturisasi organisasi adalah meningkatkan kinerja organisasi yang dapat dilihat dari kinerja para karyawan. Maka dari itu, penelitian ini akan menganalisis sejauh mana persepsi karyawan mengenai restrukturisasi organisasi dan kinerja karyawan. Kemudian dari persepsi tersebut akan dilihat hubungan restrukturisasi organisasi dengan kinerja karyawan. Penelitian ini juga akan membahas mengenai implikasi manajerial yang dilakukan oleh perusahaan sehubungan dengan adanya restrukturisasi organisasi. 2.7. Penelitian Terdahulu Menurut Tobing (2000) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Kinerja Pegawai PD Pasar Jaya”, (1) secara umum kinerja pegawai dan pengembangan SDM yang ditunjukkan kondisi manajemen karir, pendidikan dan pelatihan, dan sistem kompensasi diterapkan di PD Pasar Jaya cenderung masih negatif dan perlu dibenahi, (2) terdapat hubungan korelasi yang sangat nyata antara kinerja pegawai PD Pasar Jaya dengan kondisi manajemen karir, pendidikan dan pelatihan, dan sistem kompensasi. Hasil ini menunjukkan bahwa rendahnya kondisi kinerja pegawai berkorelasi langsung dengan rendahnya kondisi ketiga pengembangan SDM-nya (manajemen karir, pendidikan dan pelatihan, dan sistem kompensasi), (3) faktor-faktor yang dominan untuk diupayakan perbaikannya adalah meliputi seluruh indikan yang dianalisis, kecuali kecukupan gaji dan kesetaraan gaji dan jabatan yang relatif masih dapat diterima oleh Pegawai PD Pasar Jaya meskipun tidak sepenuhnya memuaskan. Dengan demikian atas kondisi-kondisi ini manajemen PD 26 Pasar Jaya harus melakukan upaya pembenahan dan sekaligus upaya pembaharuan manajemen yang terkait dengan manajemen pegawainya agar kinerja pegawai PD Pasar Jaya meningkat dan berdaya saing tinggi. Menurut Rahma (2004) dalam skripsinya “Pengaruh Kinerja Modal Manusia terhadap yang berjudul Produktivitas dan Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus Restrukturisasi Organisasi PT Sucofindo (persero))”, implementasi restrukturisasi organisasi yang dilakukan PT Sucofindo dalam program transformasi bisnis tahun 2001 menghasilkan enam aspek perubahan yaitu : (1) pengelompokkan unit usaha, (2) jumlah tanggung jawab kinerja, (3) Jumlah lapisan struktural, (4) sistem remunerasi, (5) jumlah unit kerja, dan (6) klasifikasi kantor layanan cabang. Program ini berjalan dengan cukup baik sehingga kinerja modal manusia dan kinerja perusahaan setelah transformasi ini mulai bergerak positif. Pada jangka pendek, transformasi belum dapat dikatakan berhasil atau tidak karena perusahaan banyak mengeluarkan biaya dan masih beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang ada. Menurut Susanto (2006) dalam tesisnya yang berjudul “ Pengaruh Restrukturisasi terhadap Motivasi Pegawai pada Biro Umum dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Departemen Perdagangan”, restrukturisasi pada biro umum dan hubungan masyarakat sekretariat jenderal Departemen Perdagangan sudah dilaksanakan dengan baik. Tingkat motivasi pegawai pada biro umum dan hubungan masyarakat sudah termasuk tinggi. Hubungan restrukturisasi dengan motivasi pegawai pada biro umum dan humas sudah cukup kuat dan signifikan. Berarti dilaksanakannya restrukturisasi diikuti perubahan motivasi pegawai. Hal ini terjadi pada semua pegawai yang ada di biro umum dan humas. Jadi, restrukturisasi berpengaruh positif terhadap motivasi semua pegawai. Menurut Hidayat dan Imran (1999) dalam makalahnya yang berjudul “Dampak Restrukturisasi Organisasi terhadap Kesejahteraan, Motivasi, dan Kinerja Karyawan Kasus PT Garam (Persero)”, secara nominal rata-rata pendapatan karyawan setelah adanya restrukturisasi 27 lebih besar dibandingkan sebelum adanya restrukturisasi. Namun demikian, secara riil pendapatan tersebut sama saja, karena pada saat yang bersamaan terjadi krisis moneter. Persepsi karyawan terhadap kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kinerja perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan untuk setiap jenjang jabatan. Sedangkan kebutuhan aktualisasi diri dalam hal ini persepsi kemungkinan memperoleh promosi ada perbedaan yang signifikan. Menurut Afandi (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Peran Iklim Organisasi dalam Penilaian Perubahan dan Penyesuaian Karyawan pada Perum Perhutani KPH Bogor” bahwa kondisi iklim organisasi (partisipasi karyawan, hubungan karyawan, serta dukungan sosial dari atasan) di KPH Bogor telah berada pada kondisi yang kondusif. Iklim organisasi berperan tidak signifikan dalam meningkatkan penilaian perubahan yang positif (stres perubahan yang lebih rendah, self-efficacy, dan kontrol terhadap perubahan yang lebih tinggi) tetapi berperan signifikan dalam memudahkan penyesuaian karyawan (kepuasan kerja, kesehatan psikologis, dan komitmen yang lebih tinggi) terhadap perubahan organisasi. Semakin kondusif iklim organisasi maka semakin mudah bagi karyawan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami. Menurut Setiawan (2001) dalam tesis berjudul "Pengaruh Variabel Struktural Organisasi Terhadap Kinerja BUMN Jasa Keuangan Nonbank: Ukuran Persepsional Eksekutif Lini" bahwa Model OB untuk penelitian ini sebagian besar mengadopsi variabel yang dikemukakan Melcher. Hasilnya antara lain, perilaku individu BUMN yang diteliti menjurus pada pola perilaku fungsional, yang kondusif guna meningkatkan kinerja. BUMN yang diteliti tidak lepas dari cirinya yang kental sebagai organisasi birokratis. Hasil penelitian ini menunjukkan keadaan seperti kompleksitas tugas yang terspesialisasi dengan interdependensi moderat (considerable spesialization). Spesialisasi di BUMN memengaruhi keterlibatan kerja, kepuasan kerja, dan komitmen 28 kerja. Kuncinya terletak pada upaya untuk menjaga aliran kerja tetap terprogram dan menetapkan sasaran yang dapat diprediksi hasilnya. Selain itu, hasil yang akan dicapai cukup terprediksi, meski aliran kerjanya (work flow) kurang terprogram. Delegasi kewenangannya cenderung sentralistis. Kontrol formal lebih mengandalkan pendekatan individual ketimbang kelembagaan. Pengarahan masih bersifat direktif (komando), tetapi cenderung adaptif (demokratis). Hubungan antara atasan dan bawahan yang harmonis menjadi kunci untuk memperkuat tim kerja menuju organisasi yang efektif. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yang akan membahas mengenai restrukturisasi organisasi dan korelasinya dengan kinerja karyawan. Penelitian-penelitian sebelumnya membahas restrukturisasi dan korelasinya dengan motivasi serta kesejahteraan karyawan. Penelitian ini juga merupakan penelitian lanjutan yang telah dilakukan oleh Tobing (2000) yang menyatakan bahwa kinerja karyawan PD Pasar Jaya masih rendah. Upaya pembenahan dan penyempurnaan manajemen perlu dilakukan agar kinerja karyawan PD Pasar Jaya dapat meningkat. Pada tahun 2003 sampai dengan 2007, PD Pasar Jaya telah mengeluarkan kebijakan untuk menyempurnakan organisasinya. Salah satu kebijakan yang telah dikeluarkan PD Pasar Jaya adalah merestrukturisasi organisasinya. Maka dari itu penelitian ini akan menganalisis perubahan struktur organisasi yang telah terjadi di PD Pasar Jaya dan akan dikorelasikan dengan kinerja karyawan.