ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI CORE INFLATION DI INDONESIA NIKI NURHAYATI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Core Inflation di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Niki Nurhayati NIM H14090083 ABSTRAK NIKI NURHAYATI. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Core Inflation di Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO. Inflasi merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan arah kebijakan pemerintah dan Bank Sentral di bidang moneter serta selalu diamati pergerakannya. Sejak tahun 2000 Bank Indonesia (BI) telah menetapkan sasaran nilai inflasi yang ingin dicapai menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK). Inflasi yang dianggap dapat dikendalikan dengan kebijakan moneter lazim disebut dengan inflasi inti (core inflation). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi core inflation dan mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh. Metode yang digunakan adalah VAR/VECM. Data yang digunakan adalah data time series bulanan Januari 2005 hingga Desember 2012. Variabel GDP Riil dan impor berpengaruh signifikan negatif terhadap core inflation, sedangkan harga minyak mentah (oil) dan nilai tukar berpengaruh signifikan positif terhadap core inflation, sehingga perubahan GDP Riil, impor, oil, dan nilai tukar akan memengaruhi perubahan core inflation. Kata kunci: core inflation, inflasi, VAR/VECM. ABSTRACT NIKI NURHAYATI. Analysis of Factors Affecting Core Inflation in Indonesia. Supervised by NUNUNG NURYARTONO. Inflation is one of the important factors in determining the policy direction of the government and the Central Bank in the field of monetary and always be monitored movement. Since 2000, Central Bank of Indonesia has set a target inflation rate to be achieved using the Consumer Price Index (CPI). Inflation can be controlled by monetary policy commonly known as core inflation. The method used is VAR/VECM. The data used are monthly time series data January 2005 until December 2012. Real GDP and imports variables significant negative effect on core inflation, while the price of crude oil and exchange rate have a significant positive effect on core inflation, so that changes in Real GDP, imports, oil and the exchange rate will affect the change in core inflation. Keywords: core inflation, inflasi, VAR/VECM. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI CORE INFLATION DI INDONESIA NIKI NURHAYATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Core Inflation di Indonesia Nama : Niki Nurhayati NIM : H14090083 Disetujui oleh Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc Ketua Departemen Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah inflasi, dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Core Inflation di Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis, yaitu Puji Handoyo dan Chadimah, kakak dari penulis Tuti Purwaningsih, S.Stat dan adik dari penulis Bening Normalia Saputri serta seluruh keluarga dari penulis atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan, serta waktu yang diluangkan selama proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr Ir Iman Sugema, MEc selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ranti Wiliasih, MSi selaku dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang baik dan benar. 4. Dr Heri Ispriyahadi, SE Staf Bank Indonesia yang telah membantu dalam pengumpulan data. 5. BPS dan Kementrian Energi Sumber Daya dan Mineral yang telah membantu selama pengumpulan data. 6. Seluruh staf dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas kerjasama dan bantuannya selama penulis menuntut ilmu di IPB. 7. Sapto Ari Wibowo, yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan doa. 8. Sahabat penulis Lutfi, Fitri, Sela, Ria, Nila, Amelia, Rina, Nidaa, Vita, Dini, Yaya, Nuke, dan Lastri 9. Rekan-rekan sebimbingan, Dea Rizky, Bintan B, dan Fikria Ulfa. 10. Keluarga besar IE 46 yang selama ini telah bersama-sama menuntut ilmu di IPB, Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2013 Niki Nurhayati DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Hipotesis Penelitian 10 Kerangka Penelitian 11 METODE 11 Jenis dan Sumber Data 11 Metode Analisis dan Pengolahan Data 11 Model Penelitian 15 GAMBARAN UMUM 17 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 Hasil Uji Praestimasi Data 23 Analisis Vector Error Correction Model (VECM) 26 Hasil Impuls Response Function (IRF) 27 Hasil Forecast Error Variance Deomposition (FEVD) 28 Analisis Faktor- faktor yang Memengaruhi Core Inflation 29 Analisis Faktor-faktor yang Paling Memengaruhi Core inflation 30 SIMPULAN DAN SARAN 31 Simpulan 31 Saran 31 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN 33 RIWAYAT HIDUP 45 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Perkembangan PDB riil Indonesia Impor Berdasarkan Sektor (US$) Perkembangan Nilai Tukar Rp/US$ Hasil Uji Stasioneritas Data Hasil Pengujian Lag Optimum Hasil Uji Stabilitas VAR Hasil Uji Johansen's Trace Statistic Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek 17 20 21 23 23 24 25 26 26 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Perkembangan Inflasi IHK (1970-2012) Kurva Demand Pull Inflation Kurva Cost Push Inflation Perkembangan Inflasi Indonesia (1998-2012) Perkembangan Core Inflation Indonesia (2005-2012) Impor Berdasarkan Sektor dan Peran Subsektor terhadap Impor Perkembangan Crude Oil Indonesia Hasil IRF terhadap Tingkat Inflasi Hasil FEVD terhadap Core Inflation Respon Core Inflation terhadap Guncangan Impor dan Oil 1 4 5 18 19 19 22 27 28 30 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 Uji Stasioneritas Data pada Tingkat Level Uji Stasioneritas pada Tingkat First Difference Uji Lag Optimum dan Uji Stabilitas VAR Uji Kausalitas Granger Uji Johansen Cointegration Test Estimasi VECM Impulse Respons Function Forecast Error Variance Decompotition 38 40 42 43 44 45 49 50 PENDAHULUAN Latar Belakang Inflasi merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan arah kebijakan pemerintah dan Bank Sentral di bidang moneter dan selalu diamati pergerakannya. Inflasi diharapkan memiliki nilai sesuai target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI). Sejak tahun 2000, BI telah menetapkan sasaran nilai inflasi yang ingin dicapai menggunakan Indeks Harga Konsumen(IHK). Inflasi IHK juga mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas, sehingga akan memengaruhi keputusan bagi dunia usaha sekaligus juga konsumen dalam melakukan transaksi ekonomi. Sumber: Bank Indonesia (diolah). Gambar 1 Perkembangan Inflasi IHK (1970-2012) Dalam jangka menengah dan jangka panjang, inflasi diharapkan mencapai nilai sesuai dengan target yang ditetapkan oleh BI yaitu sekitar 3 hingga 4 persen. Dalam jangka pendek, angka inflasi dipertahankan dibawah single digit. Akan tetapi, berbagai kebijakan penyesuaian harga barang yang dikendalikan pemerintah dapat memberikan tekanan inflasi secara signifikan. Tingginya inflasi IHK pada tahun 2005 yang mencapai 17.11 persen, merupakan inflasi tertinggi sejak tahun 1999 yang sebelumnya pada tahun 1998 mencapai 77.6 persen, membuat banyak kalangan mempertanyakan kemampuan BI dalam mengendalikan inflasi yang merupakan salah satu fungsinya. Pada tahun 2008 inflasi kembali mencapai nilai yang tinggi, yaitu sebesar 11.06 persen (Bank Indonesia 2012). Indeks Harga Konsumen merupakan pilihan terbaik saat ini sebagai indeks harga yang paling relevan untuk melihat efektivitas kebijakan moneter, akan tetapi mengandung kelemahan yaitu noise yang dapat mengganggu judgement kebijakan 2 moneter. Beberapa unsur noise dalam IHK tersebut adalah faktor-faktor seperti kenaikan biaya energi dan transportasi, kenaikan biaya distribusi domestik, faktor non-ekonomi (misalnya, kerusuhan sosial, bencana banjir, gempa bumi, gejala ElNino dan kebakaran hutan), dan administered prices. Semua faktor-faktor ini tidak memiliki relevansi dengan kebijakan moneter. Permasalahan lain yang sering dihadapi BI dalam mencapai sasaran inflasi seperti adanya ekspektasi akibat meningkatnya tekanan inflasi dikalangan konsumen dan produsen sehingga dapat menambah tingginya tekanan inflasi yang lebih besar. Pada kenyataannya banyak faktor yang mengakibatkan inflasi IHK berada pada posisi di luar kendali kebijakan moneter. Hanya komponen-komponen tertentu dari inflasi IHK yang berada dalam kendali otoritas moneter. Bank Indonesia telah berusaha memilahmilah komponen inflasi IHK ke dalam kelompok yang dapat dan tidak dapat dikendalikan melalui kebijakan moneter. Inflasi yang dianggap dapat dikendalikan dengan kebijakan moneter lazim disebut dengan inflasi inti (core inflation). Core inflation yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor seperti interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal (nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang), dan ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen (Bank Indonesia 2008). Inflasi inti pada dasarnya merupakan suatu tingkat inflasi IHK setelah mengeluarkan bahan makanan yang harganya sangat berfluktuasi (volatile foods) dan barang-barang yang harganya banyak ditentukan pemerintah (administered goods). Volatile foods termasuk diantaranya beras, cabai, dan hasil-hasil pertanian lainnya, sementara itu administered goods termasuk diantaranya Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik. Kebijakan moneter hanya dapat memengaruhi inflasi inti telah ditunjukkan dalam model-model ekonomi, baik secara teoritis maupun secara empiris. Tanpa fluktuasi dari harga volatile foods dan administered goods, inflasi inti dapat dilihat sebagai inflasi yang berasal dari kebijakan moneter (Bank Indonesia 2012). Hasil penelitian BI menunjukkan bahwa di Indonesia, dibandingkan dengan inflasi IHK, inflasi inti lebih dapat dikontrol dengan kebijakan moneter. Hal ini sangat beralasan karena jika harga volatile foods lebih ditentukan oleh gangguan terhadap pasokan dan harga administered goods ditentukan oleh pemerintah, maka kestabilan harga yang diukur dengan inflasi intilah yang berada dalam kendali Bank Indonesia. Penerapan target inflasi dengan memfokuskan pada inflasi inti memiliki keunggulan dalam hal kebijakan ini dapat menekan tingkat inflasi tanpa menimbulkan fluktuasi yang tajam terhadap output dan instrumen kebijakan moneter. Oleh karena itu, menjadi penting untuk mengetahui faktorfaktor apa saja yang dapat memengaruhi core inflation di Indonesia. Rumusan Masalah Dari pemaparan latar belakang sebelumnya dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Faktor apa saja yang memengaruhi core inflation? 2. Faktor apa yang paling memengaruhi core inflation? 3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi core inflation. 2. Untuk mengidentifikasi faktor apa yang paling memengaruhi core inflation. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain yaitu: 1. Bagi pemerintah atau instansi terkait diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan terkait dengan inflasi Indonesia. 2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan selama menuntut ilmu di IPB (Institut Pertanian Bogor). Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang memengaruhi core inflation di Indonesia. Analisis data yang digunakan adalah data time series bulanan Januari 2005 sampai Desember 2012. Data yang diperlukan dalam pemodelan yaitu Core Inflation, GDP Riil, Impor, Oil (harga minyak mentah nasional), dan Exchange Rate (ER). TINJAUAN PUSTAKA 1. Inflasi Menurut Bank Indonesia (BI), secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga barang maupun jasa secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali jika kenaikan tersebut meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lain. Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (demand pull inflation) dan yang kedua adalah tekanan produksi dan/atau distribusi (cost push inflation). Inflasi yang disebabkan oleh demand pull inflation berawal dari adanya kenaikan permintaan total dalam keadaan kesempatan kerja penuh (full employment). Adanya kenaikan permintaan akan menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah produksi dan harga, akan tetapi apabila keadaan full employment 4 telah tercapai, maka yang terjadi bukanlah kenaikan hasil produksi melainkan hanya akan terjadi kenaikan harga. P AS E1 P1 Inflationary Gap E0 P0 AD1 AD0 Y Yf Y1 Sumber: Mankiw (2000). Gambar 2 Kurva Demand Pull Inflation Keterangan: P = Price (Harga). Y = Output (produksi). AS = Agregat Supply. AD0 = Agregat Demand sebelum kenaikan permintaan. AD1 = Agregat Demand sesudah kenaikan permintaan. P0 = Harga sebelum kenaikan permintaan. P1 = Harga setelah kenaikan permintaan. E0 = Keseimbangan sebelum kenaikan permintaan. E1 = Keseimbangan sesudah kenaikan permintaan. Inflasi yang disebabkan oleh tekanan produksi dan/atau distribusi (cost push inflation) terjadi pada kondisi penawaran lebih rendah dibandingkan permintaan. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran total (agregat supply) terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung cukup lama, maka akan terjadi inflasi yang disertai dengan resesi. Perubahan ini digambarkan dari pergeseran kurva penawaran ke kiri sehingga dengan agregat demand yang tetap maka keseimbangan akan berubah (E0 ke E1), yang disertai dengan peningkatan harga (P0 ke P1) dan tingkat output yang lebih rendah dari full employment. 5 P P1 AS0 AS1 E1 E0 P0 AD Y1 Yf Y Sumber: Mankiw (2000). Gambar 3 Kurva Cost Push Inflation 2. Inflasi Berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator inflasi yang umum digunakan Bank Sentral untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat secara luas. Perhitungan IHK dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas, berkaitan dengan ketersediaan data yang lebih cepat dibandingkan indeks lain seperti Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan GDP deflator. Indeks Harga Konsumen mencerminkan kenaikan biaya hidup masyarakat. Tingginya variabilitas pergerakan harga relatif diantara komponen barang serta tingginya pengaruh non-fundamental seperti pengaruh musim dan dampak penerapan kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan dalam perkembangan inflasi di Indonesia yang seringkali pergerakan inflasi IHK tidak mencerminkan perkembangan laju inflasi. Hal tersebut berimplikasi terhadap arah kebijakan moneter yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam upaya pengendalian inflasi yang kurang tepat. Sejak tahun 2000 Bank Indonesia melakukan penelitian dalam upaya untuk mendapatkan indikator perubahan harga yang lebih tepat untuk mencerminkan perubahan harga fundamental. Penelitian tersebut menghasilkan inflasi inti (core inflation) dengan berbagai metode, yaitu metode Trimmed Mean, Exclution, dan Specific Adjusment. 3. Inflasi Inti (Core Inflation) Inflasi inti adalah inflasi yang diturunkan dari inflasi IHK dengan mengeluarkan unsur noise dari inflasi IHK. Inflasi inti cenderung menetap (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal (nilai 6 tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang), dan ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen (Bank Indonesia 2008). Inflasi Inti dipandang sebagai komponen persisten sejalan dengan definisi inflasi menurut Friedman. Inflasi yang sustained dibedakan dengan inflasi yang tidak beraturan, dimana yang pertama akan lebih stabil sehingga akan masuk ekspektasi masyarakat dan yang kedua lebih tidak stabil dan akan kurang diantisipasi oleh masyarakat. Menurut Quah dan Vahey (1995), jika inflasi inti terkait dengan ekspektasi inflasi, harus didefinisikan bahwa komponen pengukuran inflasi tidak memiliki dampak menengah ke jangka panjang pada output riil. Perhatikan persamaan berikut: πt = πtlr + g * (xt-1) + Vt (1.1) Keterangan: πt = inflasi agregat pada periode t. = πtlr laju inflasi dalam jangka panjang (tren). xt-1 tekanan siklikal dari kelebihan permintaan. = Vt = gangguan sementara terhadap inflasi. Dalam pandangan inflasi inti sebagai komponen umum (generalized), inflasi terdiri dari suatu komponen inflasi umum dan inti yang diasosiasikan dengan ekspektasi inflasi dan ekspansi moneter, ditambah komponen harga relatif yang terutama mencerminkan gangguan dari sisi penawaran. Gangguan dari sisi penawaran dipandang sebagai inflasi sesaat (noise) yang mengganggu perubahan harga secara umum. Bank Indonesia mendefinisikan inflasi inti berdasarkan konsep bahwa inflasi agregat yang tidak termasuk beberapa jenis barang yang pergerakan harganya mengganggu kecenderungan umum perubahan harga barangbarang lain. 4. Nilai Tukar Nilai tukar didefinisikan sebagai harga relatif dari mata uang suatu negara terhadap matauang negara lain. Nilai tukar memengaruhi net expor dan menjelaskan bagaimana perubahanharga luar negeri berdampak pada harga domestik (Gali 2002). Hubungan nilai tukar terhadap perubahan tingkat harga dapat dijelaskan oleh persamaan berikut (Mankiw 2003): er = e (P*/P) (1.2) keterangan: = nilai tukar riil. er e = nilai tukar nominal. P = tingkat harga domestik P* = tingkat harga luar negeri. Nilai tukar riil dapat mengukur secara penuh daya saing suatu negara karena ukuran daya saing tidak hanya dari perubahan nilai tukar nominal, tetapi juga berdasarkan perubahan harga. Oleh karena itu, nilai tukar riil dapat digunakan 7 untuk menggambarkan bagaimana produk domestik berkompetisi dengan produk luar negeri dalam hal daya saing harga. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai tukar riil terapresiasi, maka harga produk domestik relatif lebih mahal dan harga produk luar negeri menjadi lebih murah. Sebaliknya, apabila nilai tukar riil terdepresiasi, maka harga produk domestik menjadi lebih murah dan harga produk luar negeri menjadi relatif mahal. Jika kontribusi impor memiliki peranan penting terhadap perekonomian, khususnya terhadap proses produksi, maka depresiai nilai tukar mata uang dapat meningkatkan biaya produksi sehingga menyebabkan kenaikan tingkat harga domestik dan memicu kenaikan inflasi. 5. Gross Domestic Brutto (GDP) Gross Domestic Product (GDP) diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu. Gross domestic brutto berbeda dari Gross national product karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga GDP hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, GNP memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan. GDP Nominal (atau disebut GDP atas dasar harga berlaku) merujuk kepada nilai GDP tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan GDP riil (atau disebut GDP atas dasar harga konstan) mengoreksi angka GDP nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga. GDP dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk GDP dengan pendekatan pengeluaran adalah: GDP = C + I + G + (X-M) (1.3) Keterangan: C = konsumsi rumah tangga. I = investasi sektor usaha. G = pengeluaran pemerintah. X = ekspor. M = impor. Sementara dengan pendekatan pendapatan: GDP= sewa + upah + bunga + laba (1.4) Keterangan: Sewa = pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah. Upah = untuk tenaga kerja. Bunga = untuk pemilik modal. Laba = untuk pengusaha. Adapun hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan GDP adalah definisi bahwa GDP merupakan nilai pasar dari seluruh barang dan jasa akhir yang 8 diproduksi dalam perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Barang akhir ini adalah barang dan jasa yang dijual langsung kepada pengguna akhir. Barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan, lalu digunakan sebagai input produksi perusahaan lain (intermediate goods) tidak dihitung dalam GDP sebab akan menyebabkan terjadinya perhitungan ganda (double counting). Selain itu, GDP juga menghitung nilai tambah (value added) barang dan jasa yang merupakan selisih antara nilai output yang dijual perusahaan dan nilai intermediate goods yang digunakan perusahaan sebagai input untuk memproduksi barang akhir. Berarti, dapat pula disimpulkan bahwa GDP juga merupakan total dari nilai tambah perusahaan dalam perekonomian (Mankiw 2003). Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan bila pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya (Tambunan 2001). Pendapatan masyarakat yang meningkat mencerminkan kenaikan output (GDP) dan akan menyebabkan peningkatan transaksi ekonomi yang berarti peningkatan jumlah uang yang diminta, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan kenaikan harga-harga (inflasi). 6. Teori Impor Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional yang tercemin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan GDP (Oktaviani dan Novianti 2009). Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, sedangkan impor adalah arus barang dan jasa yang masuk ke suatu negara. Perdagangan luar negeri timbul karena tidak ada satu negara pun yang dapat menghasilkan semua barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Dalam perekonomian terbuka selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan dan pemerintah juga ada sektor luar negeri karena penduduk di negara bersangkutan telah melakukan perdagangan dengan negara lain. Suatu negara yang memproduksi lebih dari kebutuhan dalam negeri dapat mengekspor kelebihan produksi tersebut ke luar negeri, sedangkan yang tidak mampu memproduksi sendiri dapat mengimpornya dari luar negeri. Impor mempunyai sifat yang berlawanan dengan ekspor, dimana semakin besar impor dari satu sisi baik karena berguna untuk menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa untuk kebutuhan penduduk suatu negara, namun di sisi lain bisa mematikan produk atau jasa sejenis dalam negeri dan yang paling mendasar dapat menguras pendapatan negara yang bersangkutan. Berdasarkan laporan indikator Indonesia komposisi impor menurut golongan penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: 9 1. Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belumdapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri, yang meliputi makanan dan minuman untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah tahan lama serta barang tidak tahan lama. 2. Impor bahan baku dan barang penolong, yang meliputi makanan danminuman untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas,serta suku cadang dan perlengkapan. 3. Impor barang modal, yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil penumpang dan alat angkut untuk industri. 7. Keterkaitan Minyak Mentah dengan Inflasi Mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi dapat dijelaskan melalui model mark-up. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikan markup sehingga harga akan naik, karena hubungan antara keduanya berbanding lurus. Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak akan menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatan harga. Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponenini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut: Price = Cost + Profit Margin (1.5) Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu persentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi: Price = Cost + (a% x Cost) (1.6) Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akanmenyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar (Atmadja 1999). 8. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yaitu penelitian Farzanegan (2007) menjelaskan bahwa dengan adanya fluktuasi harga minyak akan meningkatkan tingkat inflasi dan juga meningkatan Gross Domestic Product (GDP). Namun dampak dari peningkatan GDP tidak dapat diidentifikasikan secara signifikan karena didorong oleh peningkatan pengeluaran pemerintah melalui pemberian subsidi. Dalam pelaksanaannya kebijakan pemberian subsidi ini meningkatkan perilaku rentseeking dari birokrat. Peningkatan pengeluaran pemerintah ini juga banyak yang dialokasikan pada aktivitas yang tidak produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 10 Penelitian Martel (2008) menunjukkan bahwa inflasi inti dapat berbeda secara signifikan dan terus menerus dari headline inflation. Sebuah analisis rinci menunjukkan bahwa efek dari guncangan pasokan pada headline inflation menjelaskan sebagian dari perbedaan tersebut pada akhir periode sampel, yang menyiratkan bahwa kepentingan relatif dari guncangan harga energi berkurang dari waktu ke waktu. Sebuah shock dari harga energi menyiratkan adanya peningkatan tajam dalam harga energi dalam tahun pertama, namun efek ini agak diredam setelahnya. Ekuilibrium jangka panjang tercapai setelah dua tahun. Shock ini juga memiliki efek terhadap output pada awal periode, tetapi pada jangka panjang efek tersebut sedikit negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Ito (2008) melihat keterkaitan fluktuasi harga minyak dunia terhadap perekonomian Russia sebagai negara eksportir minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Periode penelitian ini dimulai sejak triwulan pertama tahun 1997 sampai triwulan ke-4 tahun 2007. Penelitian ini menggunakan data deret waktu dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) sehingga dapat meramalkan kondisi pada jangka panjang. Penelitian tersebut menunjukkan dampak dari harga minyak dan guncangan moneter terhadap perekonomian Russia. Apabila terjadi perubahan harga minyak dunia sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan GDP Russia sebesar 0.25 persen dan peningkatan tingkat inflasi sebesar 0.36 persen pada dua belas triwulan berikutnya. Penelitian ini juga menegaskan guncangan moneter melalui saluran suku bunga akan memengaruhi tingkat inflasi dan GDP rill. Penelitian Jalil (2008) menunjukkan bahwa Malaysia sebagai negara net eksportir untuk komoditi minyak memberikan subsidi untuk konsumsi minyak dalam negerinya. Pembiayaan subsidi diperoleh dari surplus perdagangan Malaysia atas komoditi minyak itu sendiri. Hal ini pun pernah berlaku di Indonesia sewaktu Indonesia menjadi salah satu anggota OPEC. Pemerintah Malaysia merasa perlu untuk mengintervensi minyak di dalam negeri mengingat minyak adalah sumber energi utama yang digunakan dalam kegiatan perekonomian di negara tersebut. Ketika terjadi kenaikan harga minyak akan diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang. Lebih lanjut penelitian ini menjelaskan bahwa fluktuasi harga minyak di Malaysia lebih memengaruhi perekonomian Malaysia. Hasil penelitian Jalil menemukan bahwa fluktuasi harga minyak lebih memengaruhi pendapatan nasional dan tingkat pengangguran dibandingkan kebijakan fiskal maupun kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintahnya. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien variabel-variabel yang memengaruhi tingkat inflasi inti di Indonesia. Hipotesis yang digunakan, yaitu: 1. Diduga bahwa GDP Riil signifikan positif berpengaruh terhadap core inflation dalam jangka panjang. 2. Diduga bahwa impor berpengaruh signifikan positif terhadap core inflation dalam jangka panjang. 11 3. Diduga bahwa harga minyak mentah nasional (oil) berpengaruh positif signifikan terhadap core inflation dalam jangka panjang. 4. Diduga bahwa nilai tukar (ER) signifikan positif dengan core inflation dalam jangka panjang dan memiliki pengaruh paling besar diantara variabel lainnya. Kerangka Pemikiran Demand Pull Inflation GDP Riil Inflasi Barang dan Jasa Nilai Tukar (ER) Core Inflation Impor Inersia Oil (Nasional) Ekspektasi Inflasi METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI) dan Kementrian Energi Sumber Daya Air dan Mineral, selain itu sumber data yang digunakan juga melalui penelusuran internet dan literatur terkait. Bentuk data yang digunakan adalah data time series dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2012. Data yang diperlukan dalam pemodelan yaitu Core Inflation, GDP Riil, Impor, Exchange Rate (ER), dan Oil (harga minyak mentah nasional). Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Autoregressive (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM), diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat diketahui faktor-faktor yang memengaruhi core inflation di Indonesia. Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM mencakup tiga alat analisis utama yaitu kausalitas Granger, Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Decomposition of Variance (FEDV). 12 Pengolahan data dilakukan secara bertahap, sebelum sampai pada analisis VAR dan VECM perlu dilakukan beberapa pengujian pra estimasi yaitu, uji stationeritas data atau uji akar unit (unit root test), penentuan panjang lag optimum, dan uji stabilitas VAR. Selanjutnya, akan dilakukan uji kausalitas Granger, uji kointegrasi, VECM, teknik impulse response function (IRF), dan forecast error decomposition of variance (FEDV). Perangkat lunak yang digunakan untuk proses pengolahan adalah Eviews 6. 1) Uji Stasioneritas Data Pengujian kestasioneran data dilakukan untuk mengatasi permasalahan unit root yang terdapat pada data time series tidak stasioner. Uji stationeritas data dapat dilakukan dengan menggunakan uji akar unit, kebanyakan uji yang sering digunakan untuk pengaruh kewujudan akar unit dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan uji Philips-Perron (PP), misal terdapat persamaan: 1) ∆Yt = A1 + A2t + A3Yt-1 + µt Estimasi persamaan regresi di atas, dimana Ho= A3 = Yt-1 = 0 yang berarti bahwa deret berkala yang mendasarinya tidak stationer, ini disebut dengan hipotesis akar unit. 2) Untuk menguji nilai A3 yang diestimasi adalah nol, dapat memakai tes alternatif yang disebut tes τ (tau) atau dikenal dengan uji ADF, jika dalam suatu penerapan nilai τ (tau) hitung estimasi dari A3 lebih besar (dalam nilai mutlaknya) daripada nilai τ (tau) kritis Dickey-Fuller, artinya menolak hipotesis akar unit dan menyimpulkan bahwa deret berkala tersebut bersifat stasioner, di sisi lain, apabila nilai τ (tau) hitung lebih kecil (dalam nilai mutlaknya) daripada nilai τ (tau) kritis Dickey-Fuller berarti tidak menolak hipotesis akar unit (Gujarati 2006). 2) Penentuan Panjang Lag Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR adalah penentuan jumlah lag yang optimal yang digunakan dalam model. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criteria (AIC), Final Prediction Error (FPE), Hannan-Quinn Information (HQ) dan Schwarz Information Criterion (SC) (Firdaus 2011). Panjangnya kelambanan variabel yang optimal diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel terhadap variabel lain di dalam sistem VAR. Pemilihan panjang lag optimum dalam model VAR ini untuk menghindari terjadinya serial korelasi antara error term dengan variabel endogen dalam model yang dapat menyebabkan estimator menjadi tidak konsisten, dalam praktiknya pendugaan lag biasanya ditentukan dengan menggunakan AIC dan SIC: AIC = T log |Σ| + 2N SBC = T log |Σ| + N log (T) (2.1) (2.2) 13 dengan: T = jumlah observasi yang digunakan. |Σ| = determinan dari matriks varians/kovarians dari sisaan. N = jumlah parameter yang diestimasi dari semua persamaan. Nilai AIC terendah akan dipilih sebagai panjang kelambanan optimal dari model VAR. Hal ini dikarenakan, semakin kecilnya nilai AIC, maka nilai harapan yang dihasilkan oleh sebuah model akan semakin mendekati kenyataan (Widarjono 2009). 3) Uji Stabilitas VAR Uji ini dilakukan untuk melihat apakah model VAR yang digunakan stabil atau tidak stabil. Uji Stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polynomial atau dikenal dengan roots of characteristic polynomial, jika semua akar dari fungsi polynomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai absolutnya <1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid (Firdaus 2011). 4) Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas diantara variabel-variabel yang ada dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja forecasting dari variabel tidak bebas (dependent variable). Pertanyaan yang sering ada dalam analisis time series adalah tidak hanya satu atau lebih variabel ekonomi yang dapat memperkirakan variabel ekonomi lainnya. Pengujian hubungan sebab akibat dalam pengertian Granger, dengan menggunakan F-test untuk menguji apakah lag informasi dalam variabel Y memberikan informasi statistik yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X. Jika tidak, Y tidak ada hubungan sebab akibat Granger dengan X. Eviews akan menjalankan estimasi dengan bentuk persamaan: yt = α0 + α1yt-1 + ….+ α1yt-1 + β1x1, t-1 + …. βlx-l + Ɛt (2.3) xt = α0 + α1xt-1 + ….+ α1xt-1 + β1 y1, t-1 + …. βly-l + Ɛt (2.4) Nilai F-statistik dihitung berdasarkan Wald statistic untuk hipotesis βl=β2 = …=βl=0 untuk setiap persamaan. Pada persamaan pertama, hipotesis nol adalah x tidak memengaruhi Granger y, sedangkan y tidak memengaruhi Granger x pada persamaan kedua. 5) Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan pendekatan ekonometrik yang digunakan untuk melihat hubungan jangka panjang antara variabel dimana kointegrasi merujuk kepada kombinasi linear bagi variabel yang tidak stationer, terdapat tiga cara untuk menguji kointegrasi yaitu, uji kointegrasi Engle-Granger, uji Cointegrating 14 Regression Durbin Watson dan uji Johannsen Cointegrating test. Metode kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan kepada metode kointegrasi Johannsen yang menggunakan pendekatan analisis VAR, apabila data yang dianalisis tidak stasioner tetapi saling berkointegrasi, berarti terdapat hubungan jangka panjang atau keseimbangan antara kedua variabel tersebut. 6) Vector Error Correction Model (VECM) Pada jangka pendek terdapat kemungkinan terjadi ketidakseimbangan, karena adanya ketidakseimbangan tersebut maka diperlukan adanya koreksi dengan model koreksi kesalahan (error correction model). Model simple error correction model dapat dinyatakan dengan: ∆rSt = αS(rLt-1 – βrSt-1) +ƐSt ; αS > 0 (2.5) ∆rLt = -αL(rLt-1 – βrSt-1) +ƐLt ; αL > 0 (2.6) Keterangan: ƐSt danƐLt rLt rLt αS, αL danβ = error. = keadaan jangka panjang. = keadaan jangka pendek. = parameter. Formulasi model secara umum dengan menggunakan perubahan lag, dapat dinyatakan dengan: ∆rSt = a10 + αS(rLt-1 – βrSt-1) + Σa11(ί) ∆rSt-ί + Σa12(ί) ∆rLt-ί +ƐSt (2.7) ∆rLt = a20 – αL(rLt-1 – βrSt-1) + Σa21(ί) ∆rSt-ί + Σa22(ί) ∆rLt-ί +ƐLt (2.8) Variabel error correction modelbivariate VAR di first differences ditambah dengan error correction terms αS(rLt-1 – βrSt-1) +ƐSt dan -αL(rLt-1 – βrSt-1), dimana αS dan αL memiliki interpretasi speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang (Enders 2004). Vector Error CorrectionModel (VECM) adalah VAR terestriksi yang digunakan untuk variabel yang non-stationer tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi, setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan, maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan, dengan demikian dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang (Firdaus 2011). Adapun spesifikasi model VECM secara umum adalah sebagai berikut: ∆yt =µ0x + µ1xt +∏xyt-1 + ix ∆yt-i + Ɛt Keterangan: yt = vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian. µ0x = vektor intercept. (2.9) 15 t ∏x yt-I Γix k-1 = time trend. = αx β’ dimana b’mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang. = variabel in-level. = matriks koefisien regresi. = ordo VECM dari VAR. Ɛt = error terms. 7) Impulse Response Function Impulse Response Function (IRF) adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan respons suatu variabel endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini dikarenakan shock variabel misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja, tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR atau dengan kata lain IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan dimasa yang akan datang. Impulse Response Function bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik, yang artinya suatu variabel dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum (Firdaus 2011). 8) Variance Decomposition Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR, dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Variance Decomposition merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung persentase kuadrat prediksi galat ktahap ke depan dari sebuah variabel dapat inovasi dalam variabel-variabel lain maka akan dapat dilihat seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi melalui FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu (Firdaus 2011). Model Penelitian Persamaan umum model VAR, adalah sebagai berikut (Enders 2004): yt = A0 + A1 yt-1 + A2 yt-2…… Apyt-p + t (2.10) Keterangan : yt = vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam sebuah model VAR. 16 A0 Aί t = vektor intersep berukuran (n x 1). = matriks koefisien / parameter berukuran (n x n) untuk setiap ί = 1,2,..p = vektor error berukuran (n x 1). Pada penelitian yang dilakukan oleh Martel (2008), variabel yang digunakan adalah harga minyak mentah Kanada (cdn$/m3), GDP Riil Kanada (US$, billion), dan core inflation Kanada (persen). Model VAR dalam penelitian ini sebagai berikut: CORE_INFt = α10 + α11 CORE_INFt-1 + α12 LN_GDPRIILt-1 α13 LN_ERt-1 + α14 LN_OILt-1 + α15 LN_IMPORt-1 + eit (2.11) LN_GDPRIILt = α10 + α11 CORE_INFt-1 + α12 LN_GDPRIILt-1 α13 LN_ERt-1 + α14 LN_OILt-1 + α15 LN_IMPORt-1 + eit (2.12) LN_ERt = α10 + α11 CORE_INFt-1 + α12 LN_GDPRIILt-1 α13 LN_ERt-1 + α14 LN_OILt-1 + α15 LN_IMPORt-1 + eit (2.13) LN_OILt = α10 + α11 CORE_INFt-1 + α12 LN_GDPRIILt-1 α13 LN_ERt-1 + α14 LN_OILt-1 + α15 LN_IMPORt-1 + eit (2.14) LN_IMPORt = α10 + α11 CORE_INFt-1 + α12 LN_GDPRIILt-1 α13 LN_ERt-1 + α14 LN_OILt-1 + α15 LN_IMPORt-1 + eit (2.15) Keterangan: CORE_INFt = Inflasi inti pada periode ke t (persen). GDPRIILt = Produk domestik bruto (rupiah). ERt = Exchange Rate / Nilai Tukar terhadap Dollar Amerika Serikat pada periode ke-t (rupiah/US$). OILt = Harga minyak mentah nasional pada periode ke t (US$/Barrel). IMPORt = Nilai Impor pada periode ke t (rupiah). = error term. Selanjutnya dari persamaan-persamaan tersebut, untuk melihat isu persoalan jangka panjang terbentuk pengkombinasian antara model VAR struktural dengan Vector Error Correction Model (VECM) sehingga persamaan menjadi sebagai berikut: ∆yt = µ0x+ µ1xt +∏x yt-1+ (2.16) ix ∆yt-i + t , t = 1,2, Keterangan: yt = (INF, IHK, ER, OIL, IMPOR). µ0x = vektor intersep. t = time trend. ∏x = αxβ’ dimana b’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang. Yt-1 = variabel in-level. Γix = matriks koefisien regresi. k-1 = ordo VECM dari VAR. Ɛt = error term. 17 GAMBARAN UMUM Perkembangan Makroekonomi Indonesia 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Perekonomian Indonesia setelah krisis ekonomi pada tahun 1998 semakin membaik dan terus berkembang. Hal tersebut dapat diamati pada beberapa indikator makroekonomi seperti pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Terlihat pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi hanya berada pada kisaran 0.79 persen kemudian meningkat menjadi 4.92 persen di tahun 2000. Meskipun sempat beberapa kali mengalami penurunan, seperti tahun 2001 menurun sebesar 1.09 persen dari tahun 2000 (4.92 persen menjadi 3.83 persen), kemudian turun sebesar 0.19 persen dari tahun 2006 ke tahun 2005, turun 0.34 persen dari tahun 2007 ke 2008, serta mengalami penurunan sebesar 1.46 persen dari tahun 2008 ke 2009. Akan tetapi penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak begitu signifikan seperti yang terjadi pada masa krisis. Tabel 1 Perkembangan PDB Riil Indonesia Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 PDB Riil (trilliun) 1579.6 1660.6 1750.7 1846.7 1963.1 2082.1 2178.9 2313.8 2463.2 2618.1 Sumber: BPS (diolah). Hal ini juga terlihat dari inflasi yang cukup terkendali. Namun, Indonesia sempat mengalami inflasi dua digit yang terjadi pada tahun 2001 sebesar 12.55 persen, 2002 sebesar 10.03 persen, 2005 sebesar 17.11 persen, dan 2008 11.06 persen. 2. Perkembangan Inflasi Indonesia Pada tahun 1999 inflasi tahunan turun menjadi 2 persen. Penurunan inflasi yang sangat tajam ini tidak terlepas dari pengaruh terbentuknya pemerintah baru yang legitimate dan diharapkan dapat menciptakan stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik. Inflasi tahun 2000 jika dibandingkan dengan inflasi tahun 1999 meningkat secara tajam menjadi 9.35 persen. Peningkatan inflasi ini diantaranya 18 disebabkan adanya kenaikan tarif angkutan per 1 September 2000, kenaikan BBM per Oktober 2000, bulan puasa/Ramadhan (November 2000), Natal dan Lebaran (Desember 2000). Secara umum pada tahun 2000-2005, inflasi terus terjadi dengan nilai yang terbilang tinggi, yaitu dengan rata-rata mencapai 10 persen. Lalu inflasi pada tahun 2005 merupakan inflasi tertinggi pasca krisis moneter Indonesia (1997/1998) hal ini terjadi karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang menyebabkan Tarif Dasar Listrik (TDL) juga ikut melonjak sehingga mendorong terjadinya kenaikan inflasi. Bukan hanya itu, tingginya harga minyak di pasar internasional menyebabkan pemerintah berusaha untuk menghapuskan subsidi BBM. Jika melihat inflasi bulanan pada tahun 2005 yang tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 8.70 persen. Sumber: Bank Indonesia (diolah). Gambar 4 Perkembangan Inflasi Indonesia (1998-2012) Perkembangan inflasi selama tahun 2006-2007 relatif stabil yaitu berkisar pada 6 persen. Inflasi tahun 2008 naik sebesar 4.47 persen dibandingkan dengan tahun 2007. Inflasi bulanan tertinggi dicapai pada bulan Juni yaitu sebesar 2.46 persen. Inflasi pada tahun 2008 selain dipengaruhi oleh krisis keuangan global, akibat efek domino dari kasus kredit macet di Amerika Serikat. Tidak hanya Indonesia saja yang terkena dampaknya, namun sebagian besar negara di dunia juga turut merasakannya. Selain itu, juga dipengaruhi oleh inflasi harga yang diatur pemerintah dan bahan makanan yang bergejolak. Terkait krisis di tahun 2008 ini, Indonesia termasuk salah satu dari tiga negara (China dan India) yang menjadi perhatian sebab mampu menjaga kondisi makroekonomi tetap stabil disaat sebagian besar negara-negara lain di dunia mengalami inflasi yang tinggi dan laju pertumbuhan ekonomi yang bahkan minus. Salah satu faktor penyebab terjaganya kestabilan makro ekonomi Indonesia dari krisis global yaitu tingkat konsumsi domestik yang tetap tinggi. Inflasi tahun 2009-2010 menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Untuk laju inflasi bulanan selama tahun 2009, nilainya masih di bawah 1 persen dan yang 19 tertinggi dicapai pada bulan September sebesar 1.05 persen. Selama tahun 2009, sempat terjadi deflasi yaitu pada bulan Januari, April dan November dengan deflasi terbesar terjadi di bulan April sebesar 0.31 persen. Inflasi tahun 2010 melampaui target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia di awal tahun yaitu 5±1 persen dan juga melampau target inflasi pemerintah sebesar 5.3 persen. 3. Core Inflation Indonesia Core inflation (inflasi inti) merupakan inflasi IHK yang mengabaikan volatile food, administered price, musiman dan bencana alam. Pada tahun 2000 Bank Indonesia telah melakukan penelitian tentang core inflation. Perkembangan inflasi inti dari waktu ke waktu berfluktuatif. Pada Januari 2005, inflasi inti sebesar 7.14 persen dan fluktuatif turun menjadi 6.53 persen pada Agustus 2005. Setelah itu inflasi inti mengalami peningkatan sebesar 10.21 persen pada Februari 2006. pada Mei 2009 inflasi inti berada pada nilai 1.68 jauh dari periode sebelumnya. Akan tetapi kembali meningkat pada bulan Juni 2009 sebesar 5.56 persen dan berfluktuatif stabil setelahnya hingga Desember 2012 sebesar 4.40 persen. Sumber: Bank Indonesia (diolah). Gambar 5 Perkembangan Core Inflation Indonesia 4. Perkembangan Impor Indonesia Dari segi impor, perkembangan impor Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2012 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2008 meningkat tajam sebesar 54.723.876.106 rupiah dari tahun sebelumnya dan sempat menurun pada tahun 2009 sebesar 32.368.061.243 rupiah dan selanjutnya terus meningkat hingga tahun 2012. Impor Indonesia didominasi oleh sektor nonmigas terutama pada sektor industri. 20 Sumber: Kementrian Perindustrian (Publikasi website 2012). Gambar 6 Impor Berdasarkan Sektor dan Peran Subsektor terhadap Impor Tabel 2 Impor Berdasarkan Sektor (US$) Sektor I. MIGAS 2008 2009 2010 2011 Peran 2011 (%) 30.552.897.785 18.980.746.908 27.412.657.296 40.701.517.299 22,94 1. Minyak Mentah 10.061.498.596 7.362.204.375 8.531.249.355 11.154.455.409 6,29 2. Hasil Minyak 20.230.830.805 11.129.400.025 18.018.190.027 28.134.582.256 15,86 260.568.384 489.142.508 863.217.914 1.412.479.634 0,80 II. NON MIGAS 98.644.408.439 77.848.498.073 108.250.626.752 136.734.038.437 77,06 1. Pertanian 5.609.921.088 4.752.402.634 6.187.938.604 9.395.793.894 5,30 91.802.724.139 72.398.087.944 101.115.406.556 126.099.549.960 71,07 1.221.659.885 687.842.719 934.618.593 1.228.726.265 0,69 10.103.327 10.164.776 12.662.999 9.968.318 0,01 129.197.306.224 96.829.244.981 135.663.284.048 177.435.555.736 3. Gas 2. Industri 3. Tambang 4. Lainnya TOTAL 100,00 Sumber: Kementrian Perindustrian (2012). Berdasarkan laporan impor Indonesia yang dirinci menurut golongan kategori ekonomi, menunjukkan bahwa total impor Indonesia pada periode tahun 2005 sebesar US$ 57.700,9 juta. Impor bahan baku memiliki nilai terbesar yaitu sebesar US$ 44.658,2 juta, diikuti oleh impor barang modal sebesar US$ 8.290,3 juta dan barang konsumsi sebesar US$ 4.752,3 juta. Pada periode tahun 2008, total impor memiliki nilai sebesar US$ 129.197,3 juta. Impor bahan baku masih memiliki nilai terbesar yaitu sebesar US$ 98.291,7 juta diikuti oleh impor barang modal sebesar US$ 21.258,5 juta dan barang konsumsi sebesar US$ 9.647,1 juta (Kementrian Perindustrian 2011). Pada tahun 2005 dan 2008 diketahui terjadi inflasi dengan angka dua digit yaitu masing-masing sebesar 17.11 dan 11.06 persen.Sedangkan pada periode Januari tahun 2012 sebesar US$ 14.55 miliar atau naik 15.89 persen terhadap periode yang sama tahun sebelumnya. Impor bahan baku mempunyai nilai impor terbesar yaitu US$ 10.35 miliar dan mempunyai kontribusi sebesar yaitu 71.11 21 persen terhadap total impor, diikuti oleh impor barang modal sebesar US$ 2.96 miliar atau memiliki kontribusi 20.33 persen dan impor barang konsumsi senilai US$ 1.25 miliar atau memiliki kontribusi 8.57 persen dari total impor (Kementrian Perindustrian 2012). 5. Perkembangan Nilai Tukar Indonesia terhadap Dollar Amerika Serikat (AS) Pada bulan Januari tahun 1999, nilai tukar rupiah mulai mengalami penguatan dimana nilai tukar rupah mencapai 8950 rupiah. Penguatan nilai tukar ini disebabkan karena Indonesia yang mendapat bantuan dari International Monetary Fund (IMF) dan dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi, politik dan sosial yang membaik dalam negeri. Sampai akhir tahun 1999, nilai tukar rupiah masih stabil dengan kisaran dibawah 10 000 rupiah. Di awal tahun 2000 yaitu bulan Januari, rupiah melemah nilainya sebesar 7425 rupiah yang naik dari bulan sebelumnya. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah terus meningkat sejak bulan April hingga Desember 2000, sebagai akibat dari perkembangan politik dan keamanan menjelang Sidang Tahunan MPR Agustus 2000. Nilai tukar tertinggi di tahun 2000 pada bulan Desember sebesar 9595 rupiah. Melemahnya rupiah ini terus berlanjut hingga tahun 2001 rata-rata pada tahun ini nilai tukar rupiah sebesar 10 400 rupiah. Perkembangan rupiah tahun 2002-2003 mengalami penguatan. Pada awal tahun 2002 nilai rupiah sebesar 10320 rupiah dan di akhir tahun nilai rupiah menjadi 8940 rupiah. Perkembangan tersebut menunjukkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Perkembangan nilai rupiah di awal tahun 2004 cenderung masih stabil tetapi menjelang bulan Mei, rupiah mulai melemah berada pada 9210 rupiah. Melemahnya nilai rupiah ini terus berlangsung sampai akhir tahun 2004 dan hal ini lebih disebabkan karena situasi politik menjelang Pemilu 2004. Pada awal tahun 2005, nilai rupiah cenderung stabil yang dibuka pada bulan Januari sebesar 9165 rupiah. Pada bulan Agustus, nilai rupiah melemah hingga menembus level 10 240 rupiah. Meningkatnya harga minyak dunia yang sempat menembus level US$ 70/barrel memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya permintaan valuta asing sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah melemah. Menjelang akhir tahun 2005 nilai rupiah mulai menguat hingga di bulan Desember ditutup sebesar 9830 rupiah Nilai tukar rupiah selama tahun 2006 sedikit menguat dibandingkan akhir tahun 2005 dikarenakan adanya perbaikan indikator moneter. Pada awal tahun ini nilai tukar dibuka dengan nilai 9395 rupiah dan ditutup di akhir tahun dengan nilai sebesar 9020 rupiah. Penguatan nilai rupiah pada tahun ini masih dipengaruhi oleh ekonomi AS yang melemah karena terjebak defisit ratusan miliar dolar AS dan oleh kestabilan harga minyak dunia, meskipun masih cukup tinggi. Sementara itu, dari sisi internal penguatan ini dipengaruhi oleh laju inflasi yang berada dibawah 10 persen dan menyebabkan suku bunga turun ke level 9.75 persen. Awal tahun 2009, nilai rupiah masih melemah Nilai rupiah sempat mencapai 11980 rupiah pada bulan Februari. Menjelang akhir tahun, rupiah kembali menguat dengan kisaran 9000 rupiah. Pada tahun 2010, rupiah 22 diperdagangkan dengan nilai rata-rata 9000 rupiah dan relatif stabil sepanjang tahun. Pada tahun 2011 rupiah menguat dengan nilai rata-rata 8776 rupiah dan melemah pada tahun 2012 dengan nilai rata-rata 9384 rupiah. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika rata-rata tahunan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3 Perkembangan Nilai Tukar Rp/US$ Tahun Kurs Riil 1999 7100 2000 9595 2001 10 400 2002 8940 2003 8465 2004 9290 2005 9705 2006 9164 2007 9139 2008 9692 2009 10 408 2010 9087 2011 8776 2012 9384 Sumber: Bank Indonesia (diolah). 6. Perkembangan Minyak Mentah Indonesia Pada tahun 1998-2010, fluktuasi harga minyak dunia cenderung mengalami kenaikan yang terus menerus. Harga minyak ini cenderung stabil sampai awal tahun 2004. Harga minyak dunia akan sangat berpengaruh dengan Indonesia Crude Price Oil (ICP). Pada Januari 2005, harga minyak mentah sebesar 42.39 US$/barel, terus meningkat hingga bulan September sebesar 61.36 US$/barel dan fluktuatif meningkat hingga Juli 2008 sebesar 134.96 US$/barel yang bulan sebelumnya sebesar 132.36 US$/barel. Pada bulan Desember 2008, harga turun tajam sebesar 38.45 US$/barel dan fluktuatif naik setelahnya hingga Maret 2012 sebesar 128.14 US$/barel. 23 Sumber: Kementrian ESDM (diolah). Gambar 7 Perkembangan Crude Oil Indonesia (ICP) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Praestimasi Data 1. Uji Stasioneritas Data Langkah pertama mengestimasi model VAR adalah uji stasioneritas data dengan metode Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Kestasioneritasan data dapat dilihat dengan membandingkan nilai statistik ADF dengan nilai kritis Mc Kinnon. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian adalah H0:β=0 (data mengandung unit root) dan H1:β≠0 (tidak ada unit root) dengan β adalah nilai ADF. Jadi, apabila nilai ADF statistik lebih besar dari pada nilai kritisnya, maka dapat disimpulkan bahwa menolak hipotesis awal atau dengan kata lain data tersebut stasioner, sebaliknya jika nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka H 0 diterima artinya time series tersebut mengandung unit root. Uji akar unit terlebih dahulu dilakukan, berdasarkan uji ADF yang telah dilakukan diketahui bahwa variabelCoreInflation, GDP Riil, Oil, Exchange Rate (ER), dan Impor stasioner pada tingkat first difference. 24 Tabel 4 Hasil Uji Stasioneritas Data Variabel CORE_INF LN_GDPRIIL LN_IMPOR LN_OIL LN_ER Nilai ADF First Difference Level -1.468922 -13.08514 -0.668287 -3.115136 -1.130523 -13.05502 -2.520147 -6.280772 -2.812915 -7.297794 Keterangan: bercetak tebal menunjukkan stasioner pada taraf nyata 5 %. 2. Hasil Uji Lag Optimum Besarnya lag yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), yang menghasilkan nilai terkecil -26.27989. Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai AIC terdapat pada lag delapan, dengan demikian lag yang digunakan dalam model adalah lag delapan. Tabel 5 Hasil Pengujian Lag Optimal Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 545.9726 NA 3.15e-12 -12.29483 -12.15407 -12.23812 1 1007.236 859.6270 1.56e-16 -22.20991 -21.36536 -21.86966 2 1071.958 113.2644 6.35e-17 -23.11269 -21.56435 -22.4889 3 1146.012 121.1790 2.11e-17 -24.22755 -21.97542* -23.32022 4 1180.249 52.13361 1.76e-17 -24.43748 -21.48157 -23.24662 5 1212.368 45.25787 1.56e-17 -24.59926 -20.93956 -23.12486 6 1269.312 73.76940 8.08e-18 -25.32528 -20.96179 -23.56734 7 1321.788 62.01660 4.77e-18 -25.94973 -20.88245 -23.90825 8 1361.315 42.22232* 3.92e-18* -26.27989* -20.50882 -23.95487* Keterangan : * lag optimal. 3. Hasil Uji Stabilitas VAR Berdasarkan uji stabilitas VAR yang dilakukan, bahwa nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai modulus kurang dari satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa model VAR yang digunakan dalam penelitian ini telah stabil. 25 Tabel 6 Hasil Uji Stabilitas VAR Root 0.990 0.870 0.816 - 0.213i 0.816 + 0.213i 0.763 - 0.121i 0.763 + 0.121i -0.353 -0.274 0.267 0.143 Modulus 0.990 0.870 0.843 0.843 0.773 0.773 0.353 0.274 0.267 0.143 4. Hasil Uji Kausalitas Granger Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, didapatkan bahwa terjadi kausalitas satu arah dan dua arah. Hubungan satu arah yaitu variabel core inflation dan oil, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan core inflation dapat memengaruhi oil, tetapi perubahan oil tidak dapat memengaruhi core inflation. Variabel nilai tukar dan core inflation, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan nilai tukar dapat memengaruhi core inflation, tetapi perubahan core inflation tidak dapat memengaruhi nilai tukar. Variabel nilai tukar dan GDP riil, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan nilai tukar dapat memengaruhi GDP riil, tetapi perubahan GDP riil tidak dapat memengaruhi nilai tukar. Variabel oil dan impor hal ini mengindikasikan bahwa perubahan oil dapat memengaruhi impor, tetapi perubahan impor tidak dapat memengaruhi oil. Variabel nilai tukar dan impor, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan nilai tukar dapat memengaruhi impor, tetapi perubahan impor tidak dapat memengaruhi nilai tukar. Variabel oil dan nilai tukar, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan oil dapat memengaruhi nilai tukar, tetapi perubahan nilai tukar tidak dapat memengaruhi oil. Selanjutnya, hubungan kausalitas dua arah yaitu variabel impor dan GDP riil, yang mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut saling mempengaruhi. Hasil uji kausalitas dapat dilihat pada lampiran. 5. Uji Kointegrasi Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan uji Johanssen’s Trace Statistic untuk mengetahui berapa banyak persamaan dalam sistem yang memiliki kointegrasi. Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai trace statistic, terdapat hubungan kointegrasi apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai critical value 5 persen. Model-model yang digunakan pada penelitian ini memiliki satu persamaan kointegrasi. Persamaan kointegrasi ini menunjukkan bahwa diantara variabel- 26 variabel yang diuji memiliki hubungan kombinasi liniear yang bersifat stasioner (kointegrasi), sehingga model VECM dapat dilakukan dalam penelitian ini. Tabel 7 Hasil Uji Johanssen’s Trace Statistic Hypothesized No. of CE(s) None * At most 1 At most 2 At most 3 At most 4 Eigenvalue 0.571 0.294 0.139 0.099 0.067 Trace Statistic 139.903 61.986 29.871 16.065 6.462 0.05 Critical Value 88.803 63.876 42.915 25.872 12.517 Prob.** 0.000 0.071 0.509 0.487 0.403 Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) Estimasi VECM menggambarkan hubungan keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang dalam suatu sistem persamaan. Hasil estimasi VECM dalam penelitian ini menunjukkan kombinasi antara core inflation, GDP Riil, ER, oil dan impor. Pada jangka panjang, pertumbuhan output (GDP Riil) berpengaruh signifikan negatif terhadap core inflation, dimana jika terjadi penurunan GDP riil maka akan menyebabkan kenaikan harga-harga. Perubahan impor berpengaruh signifikan negatif terhadap perubahan core inflation, dimana saat nilai impor meningkat, maka akan menyebabkan penurunan core inflation. Variabel oil berpengaruh signifikan positif terhadap core inflation, dimana saat terjadi kenaikan terhadap harga minyak mentah maka akan menyebabkan core inflation meningkat. Variabel nilai tukar berpengaruh signifikan positif terhadap core inflation, dimana saat nilai tukar terdepresiasi, maka akan menyebabkan kenaikan core inflation. Tabel 8 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Variabel CORE_INF Koefisien t – statistik 1 9.867791 *[ 7.23456] LN_IMPOR(-1) LN_OIL(-1) 0.150355 -0.354379 *[ 3.10505] *[-7.03990] LN_ER(-1) C -0.487835 -331.2094 *[-4.29526] LN_GDPRIIL(-1) Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5% -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946 Hasil estimasi VECM pada jangka pendek menunjukkan bahwa hanya variabel GDP riil yang signifikan berpengaruh terhadap core inflation pada periode masing-masing periode ke-5, sedangkan variabel lain tidak signifikan. 27 Tabel 9 Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Variabel CointEq1 CORE_INF(-1) CORE_INF(-2) CORE_INF(-3) CORE_INF(-4) CORE_INF(-5) LN_GDPRIIL(-1) LN_GDPRIIL(-2) LN_GDPRIIL(-3) LN_GDPRIIL(-4) LN_GDPRIIL(-5) LN_IMPOR(-1) LN_IMPOR(-2) LN_IMPOR(-3) LN_IMPOR(-4) LN_IMPOR(-5) LN_OIL(-1) LN_OIL(-2) LN_OIL(-3) LN_OIL(-4) LN_OIL(-5) LN_ER(-1) LN_ER(-2) LN_ER(-3) LN_ER(-4) LN_ER(-5) C Koefisien -0.058552 -0.305553 0.077702 -0.010021 0.033461 -0.0716 -0.195728 0.597329 1.428740 -1.804652 1.727296 0.016484 0.014971 0.013121 -0.000934 -0.017526 0.013220 -0.013261 -0.012239 0.006558 0.017388 0.071766 0.014699 -0.02523 0.086916 0.079857 -0.009629 t – statistik [-1.46369] *[-2.38886] [ 0.58816] [-0.07913] [ 0.26970] [-0.60660] [-0.37350] [ 0.43650] [ 1.07161] [-1.69239] *[ 2.22038] [ 1.31170] [ 1.11228] [ 0.99318] [-0.07033] [-1.47967] [ 0.83207] [-0.78752] [-0.75997] [ 0.43598] [ 1.24411] [ 1.55843] [ 0.29540] [-0.48608] [ 1.67931] [ 1.53849] [-1.81407] Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5%. -) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946. Hasil Impulse Response Function (IRF) Analisis ini mengukur respon perubahan masing-masing variabel terhadap shock yang terjadi pada salah satu variabel dengan menggunakan satu standar deviasi. Berikut ini akan ditampilkan hasil IRF pengaruh GDP Riil, impor, oil dan nilai tukar (ER) terhadap core inflation. 28 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of CORE_INF to LN_GDPRIIL Response of CORE_INF to LN_IMPOR .005 .005 .004 .004 .003 .003 .002 .002 .001 .001 .000 .000 -.001 -.001 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 Response of CORE_INF to LN_OIL 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Response of CORE_INF to LN_ER .005 .005 .004 .004 .003 .003 .002 .002 .001 .001 .000 .000 -.001 -.001 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Gambar 8 Hasil IRF terhadap Tingkat Inflasi Berdasarkan gambar 8, maka dapat dilihat bahwa guncangan yang terjadi pada GDP Riil, impor, oil dan ER terhadap core inflation sebesar satu deviasi akan menyebabkan: a) Guncangan GDP Riil berdampak pada kenaikan core inflation sampai periode ke-2 sebesar 0.0000529 persen dan selanjutnya turun secara negatif sampai periode ke-5 sebesar 0.000253 persen, dan naik hingga pada periode ke-10 sebesar 0.001707 persen, selanjutnya berfluktuatif dengan nilai rata-rata sebesar 0.00141405 persen. b) Guncangan impor berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga pada periode ke-9 sebesar 0.004026 persen, dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.00354 persen. c) Guncangan oil berdampak terhadap kenaikan inflasi sampai periode ke-8 sebesar 0.003763 persen dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.0032 persen. d) Guncangan ER hanya berdampak terhadap kenaikan yang tajam core inflation pada periode ke-6 sebesar 0.003553 persen dan dan penurunan yg tajam di periode ke-7 sebesar 0.001233 persen dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.00191 persen. Hasil Variance Decomposition (FEVD) Hasil dari FEVD terhadap core inflation menunjukkan bahwa fluktuasi core inflation ditentukan oleh shock dari core inflation itu sendiri sebesar 56.50 29 persen, impor sebesar 18.25 persen, oil sebesar 15.48 persen, ER sebesar 6.90 persen, dan GDP Riil sebesar 2.84 persen. Gambar 9 Hasil FEVD terhadap Core Inflation PEMBAHASAN Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Core Inflation Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel GDP Riil berpengaruh negatif terhadap inflasi. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui teori kuantitas uang (quantity theory of money) MV=PT dimana M adalah jumlah uang beredar (money supply) V adalah perputaran uang transaksi (transaction velocity of money), P adalah tingkat harga dari suatu transaksi, dan T adalah total transaksi selama periode waktu tertentu. Dalam kenyataannya, jumlah transaksi sulit diukur, maka jumlah transaksi (T) diganti dengan output total dalam perekonomian (Y). Transaksi dan output sangat berkaitan karena semakin banyak perekonomian berproduksi maka semakin banyak barang dibeli dan dijual. Namun demikian kedua variabel tersebut tidak sama. Tetapi nilai uang dari transaksi proporsional terhadap nilai uang dari output. Sehingga persamaan kuantitas akan menjadi (MV=PY). Perubahan persentase dalam tingkat harga P adalah tingkat inflasi. Perubahan persentase dalam output Y bergantung pada pertumbuhan faktor-faktor produksi dan kemajuan teknologi (given). Peningkatan harga energi mengindikasikan peningkatan kelangkaan input produksi ini dan mengurangi GDP riil. Netralitas uang menyatakan jika salah satu di antara M, V, atau GDP dianggap konstan, perubahan GDP riil akan memengaruhi tingkat harga agregat. Penurunan GDP riil akan meningkatkan tingkat harga agregat dengan persentase yang sama (Mankiw 2007). 30 Variabel impor memiliki hubungan signifikan negatif dengan core inflation, yang berarti bahwa saat terjadi kenaikan impor, maka akan menyebabkan penurunan terhadap core inflation. Tingginya nilai impor di dalam negeri mengindikasikan tingginya jumlah barang-barang impor tersebut, sehingga apabila supply dari barang impor tersebut meningkat maka akan memicu excess supply yang dapat menurunkan harga dari barang-barang tersebut dan dapat memicu penurunan inflasi. Variabel minyak memiliki hubungan signifikan positif dengan core inflation, yang berarti bahwa saat terjadi kenaikan pada harga minyak mentah, maka akan dapat menyebabkan kenaikan terhadap core inflation. Kenaikan harga minyak akan menyebabkan kenaikan biaya input produsen dalam memproduksi barang-barang yang khususnya membutuhkan input minyak mentah, sehingga para produsen terpaksa menaikkan harga produknya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu relatif panjang, maka akan memicu terjadinya inflasi. Variabel nilai tukar berpengaruh signifikan positif terhadap core inflation, yang berarti bahwa saat terjadi depresiasi nilai tukar, maka akan dapat menyebabkan kenaikan terhadap core inflation. Kondisi ini dapat dijelaskan melalui sebab terjadinya inflasi dari sisi imported inflation. Ketika kurs rupiah terdepresiasi terhadap Dollar AS, maka harga barang impor akan naik dan dapat menstimulus kenaikan harga barang domestik. Selain itu, depresiasi rupiah terhadap Dollar AS akan mendorong permintaan uang untuk menambah kekurangan likuiditas akibat kenaikan harga. Asumsi permintaan uang tersebut direspon dengan menambah jumlah uang beredar (MD=MS), maka kenaikan jumlah uang beredar juga bisa menstimulus kenaikan harga. Analisis Faktor-faktor yang Paling Memengaruhi Core Inflation Berdasarkan hasil FEVD, yang memiliki pengaruh besar terhadap perubahan core inflation adalah yang pertama core inflation itu sendiri sebesar 56.50 persen, kemudian yang kedua adalah impor sebesar 18.25 persen, dan selanjutnya adalah oil sebesar 15.48 persen. Pada Impulse Response Function (IRF) terlihat bahwa guncangan impor berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga pada periode ke-9 sebesar 0.004026 persen, dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.00354 persen. Guncangan oil berdampak terhadap kenaikan inflasi sampai periode ke-8 sebesar 0.003763 persen dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.0032 persen. .001 .001 31 -.001 Response of CORE_INF to LN_IMPOR 20 25 30 35 40 45 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Response of CORE_INF to LN_OIL .005 .005 .004 .004 .004 .003 .003 .003 .002 .002 .002 .001 .001 .001 .000 .000 .000 50 -.001 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Response of CORE_INF to LN_ER .004 SIMPULAN DAN SARAN .002 .001 20 25 30 35 40 15 -.001 5 Gambar 10 Respon Core Inflation terhadap Guncangan Impor dan Oil .003 10 Response .005 15 5 .005 -.001 15 .000 -.001 5 Response to Cholesky One S.D. Innovations sponse of CORE_INF to LN_OIL 10 .002 .000 onse of CORE_INF to LN_GDPRIIL 10 .002 Simpulan .000 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa -.001 faktor-faktor yang memengaruhi core inflation di Indonesia adalah GDP 45Riil, 50 impor, harga 5 10 minyak 15 20 25 30 35 (oil) 40 45 mentah dan50nilai tukar (ER). Variabel GDP riil dan impor berhubungan negatif dengan core inflation, yang berarti bahwa kenaikan atau penurunan variabel GDP riil dan impor akan berdampak pada penurunan atau kenaikan core inflation. Variabel minyak berhubungan positif dengan core inflation, yang berarti bahwa kenaikan atau penurunan harga minyak akan berdampak pada kenaikan atau penurunan core inflation. Variabel nilai tukar berhubungan positif dengan core inflation, yang berarti bahwa saat nilai tukar terdepresiasi maka akan menurunkan core inflation. Dalam jangka pendek, hanya variabel GDP riil yang signifikan berpengaruh terhadap core inflation pada periode ke-5. Variabel yang paling memengaruhi core inflation adalah core inflation itu sendiri dan variabel impor dengan persentase masing-masing sebesar 56.50 persen dan 25.90 persen. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat dilakukan diantaranya: 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa impor memiliki hubungan negatif terhadap core inflation. Tingginya impor yang dapat menyebabkan penurunan inflasi memang baik. Akan tetapi tidak selamanya penurunan inflasi baik untuk perekonomian, sehingga pemerintah perlu mengurangi impor untuk menjaga core inflation. Maka dari itu pemerintah harus mengembangkan industri yang berbasiskan substitusi impor, sehingga akan mengurangi ketergantungan pada barang barang impor. 5 10 15 32 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga minyak mentah nasional berhubungan positif terhadap core inflation dan memiliki kontribusi terbesar, sehingga pemerintah sebaiknya mengontrol harga minyak mentah nasional agar tetap berada pada nilai yang stabil. DAFTAR PUSTAKA Atmadja AS. 1999. Inflasi di Indonesia: Sumber-sumber Penyebab dan Pengendaliannya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 1(1): 54–67. [BI] Bank Indonesia. 2008. [Internet diunduh 2013 Maret 04]. Jakarta (ID): BI. [BI] Bank Indonesia. 2012. [Internet diunduh 2013 Maret 04]. Jakarta (ID): BI. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. [Internet diunduh 2013 Maret 10]. Jakarta (ID): BPS. Enders W.2004. Applied Econometric Time Series. “2th ed”. New York (US): University of Alabama. Farzanegan. 2007. The Effect of Oil Price Shocks on Iranian Economy. Dresden University of Technology. [3 April 2013]. http://www.ecomod.org/files/papers/600.pdf. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB. Pr. Gali J. 2002. New Perspectives on Monetary Policy, Inflation, and the Business Cycle. NBERWorking Paper No.8767. Gujarati D. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. “Ed ke-3”. Jakarta (ID): Erlangga. Ito K. 2008. Oil price and macroeconomy in Russia. Economics Bulletin, Vol. 17, No. 17 pp. 1-9. Jalil A et.al. 2008. Oil Prices and Malaysian Economy. International Review of Business Research Papers. Vol. 5 No. 4 June 2009 Pp.232-256. [Kemenperin] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2012. [Internet diunduh 2013 Maret 05]. Jakarta (ID): Kemenperin. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. [Internet di unduh 2013 April 04]. Jakarta (ID): ESDM. Mankiw N. Gregory. 2007. Makroekonomi. Edisi Ke-6. Fitria Liza dan Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Martel S. 2008. A Structural VAR Approach to Core Inflation in Canada. Discussion Paper 10. Oktaviani R, Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): IPB. Pr. Quah D, Vahey S. 1995. Measuring Core Inflation. The Economic Journal. Vol 105: 1130-1144. 42. Tambunan T. 2001. Perekonomian Indonesia Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia. Widarjono A. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Ekonisia Fakultas Ekonomi UII: Yogyakarta. 33 LAMPIRAN 1 Uji Stasioneritas Data Pada Tingkat Level CORE_INF Null Hypothesis: CORE_INF has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.468922 -3.501445 -2.892536 -2.583371 0.5450 t-Statistic Prob.* -0.668287 -3.509281 -2.895924 -2.585172 0.8483 t-Statistic Prob.* -1.130475 -3.501445 -2.892536 -2.583371 0.7011 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. LN_GDPRIIL Null Hypothesis: LN_GDPRIIL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. LN_IMPOR Null Hypothesis: LN_IMPOR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 34 Lanjutan Lampiran 1 LN_OIL Null Hypothesis: LN_OIL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -2.520147 -3.501445 -2.892536 -2.583371 0.1140 t-Statistic Prob.* -2.812915 -3.503049 -2.893230 -2.583740 0.0604 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. LN_ER Null Hypothesis: LN_ER has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 35 LAMPIRAN 2 Uji Stasioneritas Pada Tingkat First Difference CORE_INF Null Hypothesis: D(CORE_INF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -13.08514 -3.501445 -2.892536 -2.583371 0.0001 t-Statistic Prob.* -3.115136 -3.510259 -2.896346 -2.585396 0.0292 t-Statistic Prob.* -13.05566 -3.501445 -2.892536 -2.583371 0.0001 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. LN_GDPRIIL Null Hypothesis: D(LN_GDPRIIL) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. LN_IMPOR Null Hypothesis: D(LN_IMPOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 36 Lanjutan Lampiran 2 LN_OIL Null Hypothesis: D(LN_OIL) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -6.280772 -3.501445 -2.892536 -2.583371 0.0000 t-Statistic Prob.* -7.297690 -3.501445 -2.892536 -2.583371 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. LN_ER Null Hypothesis: D(LN_ER) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 37 LAMPIRAN 3 Uji Optimum Lag dan Uji Stabilitas VAR VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: CORE_INF LN_GDPRIIL LN_IMPOR LN_OIL LN_ER Exogenous variables: C Date: 06/25/13 Time: 15:17 Sample: 2005M01 2012M12 Included observations: 88 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1 2 3 4 5 6 7 8 545.9726 1007.236 1071.958 1146.012 1180.249 1212.368 1269.312 1321.788 1361.315 NA 859.6270 113.2644 121.1790 52.13361 45.25787 73.76940 62.01660 42.22232* 3.15e-12 1.56e-16 6.35e-17 2.11e-17 1.76e-17 1.56e-17 8.08e-18 4.77e-18 3.92e-18* -12.29483 -22.20991 -23.11269 -24.22755 -24.43748 -24.59926 -25.32528 -25.94973 -26.27989* -12.15407 -21.36536 -21.56435 -21.97542* -21.48157 -20.93956 -20.96179 -20.88245 -20.50882 -12.23812 -21.86966 -22.48890 -23.32022 -23.24662 -23.12486 -23.56734 -23.90825 -23.95487* * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: CORE_INF LN_GDPRIIL LN_IMPOR LN_OIL LN_ER Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 06/25/13 Time: 15:19 Root 0.990025 0.870257 0.816032 - 0.213153i 0.816032 + 0.213153i 0.763765 - 0.121019i 0.763765 + 0.121019i -0.353373 -0.274240 0.267097 0.143019 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. Modulus 0.990025 0.870257 0.843411 0.843411 0.773293 0.773293 0.353373 0.274240 0.267097 0.143019 38 LAMPIRAN 4 Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/25/13 Time: 15:23 Sample: 2005M01 2012M12 Lags: 7 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. LN_GDPRIIL does not Granger Cause CORE_INF CORE_INF does not Granger Cause LN_GDPRIIL 89 2.06450 0.54955 0.0581 0.7940 LN_IMPOR does not Granger Cause CORE_INF CORE_INF does not Granger Cause LN_IMPOR 89 1.01598 1.33191 0.4272 0.2475 LN_OIL does not Granger Cause CORE_INF CORE_INF does not Granger Cause LN_OIL 89 1.09678 3.07780 0.3742 0.0067 LN_ER does not Granger Cause CORE_INF CORE_INF does not Granger Cause LN_ER 89 3.21910 0.53117 0.0049 0.8082 LN_IMPOR does not Granger Cause LN_GDPRIIL LN_GDPRIIL does not Granger Cause LN_IMPOR 89 4.03361 3.60271 0.0009 0.0022 LN_OIL does not Granger Cause LN_GDPRIIL LN_GDPRIIL does not Granger Cause LN_OIL 89 0.93881 1.13270 0.4821 0.3522 LN_ER does not Granger Cause LN_GDPRIIL LN_GDPRIIL does not Granger Cause LN_ER 89 2.81546 1.41470 0.0118 0.2123 LN_OIL does not Granger Cause LN_IMPOR LN_IMPOR does not Granger Cause LN_OIL 89 4.41642 1.49754 0.0004 0.1814 LN_ER does not Granger Cause LN_IMPOR LN_IMPOR does not Granger Cause LN_ER 89 2.98153 0.40684 0.0082 0.8952 LN_ER does not Granger Cause LN_OIL LN_OIL does not Granger Cause LN_ER 89 1.85252 2.30268 0.0898 0.0352 39 LAMPIRAN 5 Uji Johansen Cointegration Test Date: 06/25/13 Time: 15:28 Sample (adjusted): 2005M05 2012M12 Included observations: 92 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: CORE_INF LN_GDPRIIL LN_IMPOR LN_OIL LN_ER Lags interval (in first differences): 1 to 3 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue Trace Statistic 0.05 Critical Value Prob.** None * At most 1 At most 2 At most 3 At most 4 0.571268 0.294656 0.139351 0.099117 0.067835 139.9031 61.98616 29.87182 16.06550 6.462587 88.80380 63.87610 42.91525 25.87211 12.51798 0.0000 0.0714 0.5098 0.4873 0.4039 Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue Max-Eigen Statistic 0.05 Critical Value Prob.** None * At most 1 At most 2 At most 3 At most 4 0.571268 0.294656 0.139351 0.099117 0.067835 77.91693 32.11435 13.80632 9.602911 6.462587 38.33101 32.11832 25.82321 19.38704 12.51798 0.0000 0.0501 0.7388 0.6612 0.4039 Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values 40 LAMPIRAN 6 Estimasi VECM Vector Error Correction Estimates Date: 06/26/13 Time: 14:27 Sample (adjusted): 2005M07 2012M12 Included observations: 90 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 CORE_INF(-1) 1.000000 LN_GDPRIIL(-1) 9.867791 (1.36398) [ 7.23456] LN_IMPOR(-1) 0.150355 (0.04842) [ 3.10505] LN_OIL(-1) -0.354379 (0.05034) [-7.03990] LN_ER(-1) -0.487835 (0.11358) [-4.29526] @TREND(05M01) -0.046117 (0.00644) [-7.15680] C -331.2094 Error Correction: D(CORE_INF) D(LN_GDPRIIL) D(LN_IMPOR) D(LN_OIL) D(LN_ER) CointEq1 -0.058552 (0.04000) [-1.46369] -0.030638 (0.00615) [-4.98438] -0.752949 (0.44154) [-1.70529] 0.717643 (0.37112) [ 1.93373] -0.018132 (0.12233) [-0.14823] D(CORE_INF(-1)) -0.305553 (0.12791) [-2.38886] 0.004379 (0.01965) [ 0.22281] -1.391058 (1.41179) [-0.98532] -1.944791 (1.18663) [-1.63892] -0.025913 (0.39113) [-0.06625] D(CORE_INF(-2)) 0.077702 (0.13211) [ 0.58816] 0.034640 (0.02030) [ 1.70642] 0.437276 (1.45818) [ 0.29988] 2.000716 (1.22562) [ 1.63241] 0.075261 (0.40398) [ 0.18630] D(CORE_INF(-3)) -0.010021 (0.12664) [-0.07913] -0.013312 (0.01946) [-0.68408] -0.202542 (1.39778) [-0.14490] -0.653844 (1.17486) [-0.55653] -0.068038 (0.38725) [-0.17570] D(CORE_INF(-4)) 0.033461 (0.12407) [ 0.26970] -0.028373 (0.01906) [-1.48827] -0.247479 (1.36942) [-0.18072] 1.068769 (1.15102) [ 0.92854] -0.675095 (0.37939) [-1.77942] D(CORE_INF(-5)) -0.071600 (0.11804) [-0.60660] 0.007059 (0.01814) [ 0.38919] -1.057301 (1.30283) [-0.81154] -0.685230 (1.09505) [-0.62575] 0.071807 (0.36094) [ 0.19894] 41 Lanjutan Lampiran 6 D(LN_GDPRIIL(-1)) -0.195728 (0.52404) [-0.37350] 1.587011 (0.08052) [ 19.7088] -11.25989 (5.78410) [-1.94670] 9.852122 (4.86163) [ 2.02651] -2.430625 (1.60246) [-1.51681] D(LN_GDPRIIL(-2)) 0.597329 (1.36844) [ 0.43650] -0.583801 (0.21027) [-2.77639] 32.53378 (15.1043) [ 2.15395] -31.53764 (12.6954) [-2.48418] 5.739428 (4.18457) [ 1.37157] D(LN_GDPRIIL(-3)) 1.428740 (1.33326) [ 1.07161] -0.376948 (0.20487) [-1.83996] -23.16897 (14.7160) [-1.57441] 14.61756 (12.3690) [ 1.18179] -5.247105 (4.07700) [-1.28700] D(LN_GDPRIIL(-4)) -1.804652 (1.06634) [-1.69239] 0.951842 (0.16385) [ 5.80915] 13.19370 (11.7698) [ 1.12098] -5.535056 (9.89269) [-0.55951] 3.178390 (3.26077) [ 0.97474] D(LN_GDPRIIL(-5)) 1.727296 (0.77793) [ 2.22038] -0.295645 (0.11954) [-2.47327] 1.611943 (8.58645) [ 0.18773] -8.256428 (7.21706) [-1.14402] -0.285939 (2.37884) [-0.12020] D(LN_IMPOR(-1)) 0.016484 (0.01257) [ 1.31170] 0.004028 (0.00193) [ 2.08595] -0.495682 (0.13871) [-3.57361] 0.004114 (0.11658) [ 0.03529] 0.045800 (0.03843) [ 1.19184] D(LN_IMPOR(-2)) 0.014971 (0.01346) [ 1.11228] 0.000542 (0.00207) [ 0.26182] -0.331565 (0.14856) [-2.23181] -0.094150 (0.12487) [-0.75398] 0.045431 (0.04116) [ 1.10380] D(LN_IMPOR(-3)) 0.013121 (0.01321) [ 0.99318] -0.001426 (0.00203) [-0.70239] -0.197784 (0.14582) [-1.35640] 0.143575 (0.12256) [ 1.17146] 0.048668 (0.04040) [ 1.20473] D(LN_IMPOR(-4)) -0.000934 (0.01328) [-0.07033] -0.001401 (0.00204) [-0.68675] 0.068755 (0.14655) [ 0.46917] 0.183260 (0.12317) [ 1.48781] 0.051916 (0.04060) [ 1.27873] D(LN_IMPOR(-5)) -0.017526 (0.01184) [-1.47967] 0.000689 (0.00182) [ 0.37866] 0.030164 (0.13073) [ 0.23073] 0.037900 (0.10988) [ 0.34490] -0.001427 (0.03622) [-0.03940] D(LN_OIL(-1)) 0.013220 (0.01589) [ 0.83207] -0.003951 (0.00244) [-1.61841] 0.095358 (0.17537) [ 0.54377] 0.569812 (0.14740) [ 3.86582] -0.065226 (0.04858) [-1.34253] D(LN_OIL(-2)) -0.013261 (0.01684) [-0.78752] -0.003987 (0.00259) [-1.54105] 0.301703 (0.18587) [ 1.62324] 0.205294 (0.15622) [ 1.31411] -0.011254 (0.05149) [-0.21855] D(LN_OIL(-3)) -0.012239 (0.01611) [-0.75997] -0.008216 (0.00247) [-3.32010] 0.006319 (0.17776) [ 0.03555] 0.015536 (0.14941) [ 0.10398] -0.128780 (0.04925) [-2.61491] D(LN_OIL(-4)) 0.006558 (0.01504) [ 0.43598] -0.000454 (0.00231) [-0.19642] 0.183002 (0.16601) [ 1.10233] 0.052826 (0.13954) [ 0.37858] -0.000463 (0.04599) [-0.01008] D(LN_OIL(-5)) 0.017388 (0.01398) 0.001506 (0.00215) 0.047789 (0.15426) -0.153278 (0.12966) 0.045868 (0.04274) 42 Lanjutan Lampiran 6 [ 1.24411] [ 0.70149] [ 0.30979] [-1.18215] [ 1.07323] D(LN_ER(-1)) 0.071766 (0.04605) [ 1.55843] -0.011921 (0.00708) [-1.68464] 1.087364 (0.50828) [ 2.13930] -0.981371 (0.42722) [-2.29711] 0.132240 (0.14082) [ 0.93909] D(LN_ER(-2)) 0.014699 (0.04976) [ 0.29540] 0.023114 (0.00765) [ 3.02311] -0.198799 (0.54922) [-0.36197] 1.039252 (0.46163) [ 2.25128] -0.408797 (0.15216) [-2.68665] D(LN_ER(-3)) -0.025230 (0.05190) [-0.48608] -0.004988 (0.00798) [-0.62545] 0.838817 (0.57290) [ 1.46415] -1.332078 (0.48153) [-2.76632] 0.211018 (0.15872) [ 1.32950] D(LN_ER(-4)) 0.086916 (0.05176) [ 1.67931] 0.011706 (0.00795) [ 1.47198] -1.024342 (0.57127) [-1.79310] 0.558404 (0.48016) [ 1.16296] -0.149009 (0.15827) [-0.94150] D(LN_ER(-5)) 0.079857 (0.05191) [ 1.53849] 0.012730 (0.00798) [ 1.59603] 0.899396 (0.57292) [ 1.56984] -0.878157 (0.48155) [-1.82361] 0.351376 (0.15873) [ 2.21373] C -0.009629 (0.00531) [-1.81407] -0.001485 (0.00082) [-1.82064] -0.046347 (0.05858) [-0.79112] 0.103818 (0.04924) [ 2.10836] -0.006447 (0.01623) [-0.39722] 0.384507 0.130494 0.004036 0.008004 1.513731 322.8529 -6.574509 -5.824566 -0.000268 0.008583 0.983299 0.976407 9.53E-05 0.001230 142.6650 491.4246 -10.32055 -9.570603 0.004637 0.008007 0.526550 0.331158 0.491662 0.088341 2.694837 106.7354 -1.771897 -1.021954 0.013070 0.108019 0.553408 0.369101 0.347343 0.074252 3.002635 122.3718 -2.119374 -1.369431 0.007812 0.093482 0.382608 0.127811 0.037737 0.024475 1.501619 222.2569 -4.339042 -3.589099 3.40E-05 0.026207 R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion 1.40E-18 2.34E-19 1291.839 -25.57419 -21.65782 43 LAMPIRAN 7 Impulse Response Function Period LN_GDPRIIL LN_IMPOR LN_OIL LN_ER 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 0.000000 5.29E-05 -0.000544 0.000247 -0.000253 0.000910 0.001229 0.002042 0.001894 0.001707 0.001392 0.001139 0.001135 0.001473 0.001553 0.001573 0.001324 0.001289 0.001364 0.001668 0.001744 0.001589 0.001297 0.001136 0.001207 0.001406 0.001524 0.001476 0.001343 0.001311 0.001434 0.001625 0.001693 0.001566 0.001340 0.001200 0.001241 0.001386 0.001481 0.001446 0.001352 0.001335 0.001447 0.001602 0.001655 0.001549 0.001367 0.001250 0.001273 0.001377 0.000000 0.001564 0.002089 0.002192 0.002662 0.002886 0.003675 0.003238 0.004026 0.003607 0.003456 0.003430 0.003669 0.003824 0.003570 0.003462 0.003439 0.003517 0.003562 0.003540 0.003551 0.003487 0.003477 0.003502 0.003589 0.003655 0.003618 0.003532 0.003459 0.003480 0.003543 0.003576 0.003544 0.003484 0.003470 0.003519 0.003595 0.003630 0.003600 0.003534 0.003489 0.003497 0.003537 0.003558 0.003535 0.003493 0.003482 0.003522 0.003584 0.003616 0.000000 0.001057 0.001076 0.001920 0.002041 0.002696 0.003804 0.003763 0.003290 0.003469 0.003640 0.003315 0.003169 0.003237 0.003238 0.003430 0.003388 0.003203 0.003099 0.003191 0.003303 0.003335 0.003293 0.003220 0.003197 0.003235 0.003297 0.003342 0.003320 0.003249 0.003186 0.003197 0.003266 0.003317 0.003299 0.003236 0.003201 0.003231 0.003299 0.003336 0.003308 0.003244 0.003202 0.003216 0.003266 0.003299 0.003284 0.003241 0.003216 0.003240 0.000000 0.002021 0.001709 0.000983 0.002227 0.003553 0.001233 0.001800 0.001703 0.002430 0.001832 0.002090 0.001734 0.001863 0.001930 0.001819 0.001731 0.001893 0.001942 0.001961 0.001894 0.001996 0.002034 0.002062 0.001946 0.001836 0.001801 0.001832 0.001868 0.001871 0.001880 0.001906 0.001952 0.002003 0.002028 0.002013 0.001953 0.001878 0.001830 0.001826 0.001850 0.001871 0.001882 0.001900 0.001941 0.001994 0.002025 0.002010 0.001955 0.001890 44 LAMPIRAN 8 Forecast Error Variance Decompotition (FEVD) Period S.E. CORE_INF LN_GDPRIIL LN_IMPOR LN_OIL LN_ER 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 0.008004 0.009863 0.011901 0.013504 0.015177 0.016857 0.018424 0.019963 0.021332 0.022623 0.023820 0.024878 0.025899 0.026912 0.027889 0.028828 0.029725 0.030586 0.031418 0.032257 0.033078 0.033872 0.034630 0.035369 0.036096 0.036821 0.037538 0.038238 0.038917 0.039581 0.040236 0.040890 0.041539 0.042172 0.042787 0.043388 0.043984 0.044579 0.045171 0.045753 0.046323 0.046883 0.047439 0.047994 0.048546 0.049088 0.049618 0.050139 0.050656 0.051173 100.0000 92.13353 88.42755 85.79361 81.68666 74.93352 69.88122 66.30149 63.12100 60.59295 59.08271 57.89763 57.00740 55.93670 55.19264 54.51050 54.03865 53.61252 53.20619 52.78928 52.34892 51.95936 51.64354 51.38920 51.15357 50.90470 50.66671 50.46202 50.30909 50.18084 50.04325 49.87744 49.69660 49.53222 49.39684 49.28325 49.17349 49.05861 48.94571 48.85030 48.77842 48.71842 48.65138 48.56624 48.46986 48.37886 48.30237 48.23687 48.17299 48.10595 0.000000 0.002879 0.210754 0.197199 0.183811 0.440161 0.813733 1.739524 2.311480 2.624231 2.708540 2.692745 2.676724 2.778778 2.897767 3.009891 3.029366 3.038579 3.068409 3.178195 3.300224 3.367396 3.361708 3.325888 3.304924 3.322026 3.361263 3.388311 3.390195 3.387163 3.404707 3.454510 3.513590 3.546685 3.543550 3.522517 3.507345 3.511020 3.527049 3.537659 3.536418 3.533595 3.544351 3.574171 3.609610 3.629960 3.628714 3.615918 3.605591 3.605499 0.000000 2.515634 4.810003 6.369883 8.119636 9.512894 11.94319 12.80393 14.77577 15.67983 16.24828 16.79602 17.50445 18.23111 18.61518 18.86439 19.08168 19.34383 19.61874 19.81555 19.99647 20.13005 20.26590 20.40886 20.58304 20.76659 20.90964 21.00367 21.06690 21.13978 21.23196 21.32304 21.39052 21.43497 21.48121 21.54811 21.63641 21.72580 21.79487 21.83995 21.87336 21.91072 21.95600 22.00034 22.03333 22.05588 22.07978 22.11675 22.16787 22.22151 0.000000 1.149330 1.606379 3.268230 4.396419 6.121000 9.386067 11.54802 12.49203 13.45851 14.47397 15.04452 15.37899 15.69032 15.95894 16.35193 16.67949 16.84950 16.94261 17.05117 17.21212 17.38442 17.53539 17.63990 17.72047 17.80209 17.90019 18.01428 18.11856 18.19005 18.22919 18.26190 18.31467 18.38725 18.45739 18.50584 18.53750 18.57125 18.62078 18.68124 18.73474 18.76892 18.78721 18.80397 18.83150 18.86960 18.90697 18.93395 18.95235 18.97220 0.000000 4.198630 4.945319 4.371080 5.613475 8.992422 7.975788 7.607035 7.299718 7.644480 7.486496 7.569081 7.432428 7.363094 7.335472 7.263296 7.170812 7.155577 7.164044 7.165811 7.142275 7.158773 7.193459 7.236153 7.237994 7.204589 7.162195 7.131722 7.115255 7.102167 7.090896 7.083099 7.084617 7.098868 7.121009 7.140280 7.145265 7.133321 7.111583 7.090849 7.077064 7.068342 7.061065 7.055281 7.055695 7.065700 7.082170 7.096515 7.101192 7.094845 45 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Banjarnegara, pada Tanggal 21 April 1991 dengan nama lengkap Niki Nurhayati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Puji Handoyo dan Chadimah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN 01 Tanjunganom, kemudian melanjutkan ke SMPN 02 Rakit. Pada jenjang berikutnya yaitu sekolah menengah atas, penulis diterima di SMAN 01 Bawang Banjarnegara dan lulus tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Insititut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan program studi Ekonomi Pembangunan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi panitia MPD Ilmu Ekonomi sebagai Medis dan panitia Malam Keakraban (Makrab) Departemen Ilmu Ekonomi. Selain itu penulis pernah mengikuti ajang lomba nasional seperti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian.